Pengembangan Kurikulum Berdiversifikasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengembangan Kurikulum Berdiversifikasi"

Transkripsi

1 Pengembangan Kurikulum Berdiversifikasi Oleh Bakar Dijbat Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan UMMU Abstrak Perubahan kurikulum melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) didasarkan pada konsep pengembangan efektivitas sekolah dengan berpedoman pada fungsi-fungsi sekolah yang ditetapkan oleh pengambil kebijakan di sekolah. Apabila perubahan kurikulum dibatasi pada tingkat sekolah, kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan dan konten pada level individu siswa, level program, atau level sekolah sebagai bahan panduan guru untuk melakukan tugas mengajar dan siswa untuk melakukan tugas belajar. Ada tiga pendekatan untuk melakukan perubahan kurikulum di sekolah, yaitu: (1) perubahan kurikulum simplistik, (2) pengembangan kompetensi guru, dan (3) perubahan kurikulum dinamis. Dalam melaksanakan setiap dari ketiga pendekatan tersebut beberapa faktor harus diperhatikan, diantaranya perubahan alamiah atau kondisi, faktor atau penyebab perubahan, cara memaksimumkan efektivitas, inisiatif perubahan, aturan guru, dan kerangka waktu pelaksanaan. Kata Kunci : Manajemen berbasis sekolah, perubahan kurikulum simplistik, pengembangan kompetensi guru, perubahan kurikulum dinamis Pendahuluan PENGEMBANGAN dan perubahan kurikulum adalah suatu kegiatan yang amat penting dalam memperbaiki proses pendidikan. Pengelola, praktisi, dan peneliti pendidikan diharuskan untuk melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan dan perbaikan program-program efektivitas sekolah secara seksama. Yang dimaksud efektivitas sekolah di sini adalah pengembangan konsep fungsi-fungsi sekolah yang ditetapkan sebagai kapasitas sekolah untuk memaksimumkan pencapaian pelaksanaan fungsi-fungsi sekolah sehingga sekolah mampu menampilkan kinerjanya apabila diberikan sejumlah masukan. Dalam perspektif model masukan (input) dan keluaran (output) pendidikan, efektifitas sekolah sering diasumsikan sebagai suatu kombinasi atau perbandingan antara apa yang telah dihasilkan sekolah (school output) dan apa yang telah dimasukkan ke dalam sekolah (school input). Berdasarkan perspektif ini, Lockheed (1988) m engatakan jika masukan sekolah dan proses sekolah (jumlah buku teks, organisasi kelas, strategi mengajar, profesional pelatihan guru, dsb) ditetapkan sebagai non-monetary input, maka perbandingan antara fungsi keluaran sekolah dan non-monetary input sekolah dapat disebut sebagai efektivitas sekolah. Hal ini berbeda dengan efisiensi sekolah, yaitu jika masukan sekolah ditetapkan sebagai monetary input (biaya buku, gaji guru/pengelola, biaya per siswa, dsb.), maka perbandingan antara fungsi keluaran sekolah dan monetary input sekolah dapat disebut sebagai efisiensi sekolah. Memenuhi amanat Undang-undang No 20/2003, Pasal 36 (2), kurikulum dikembangkan secara berdiversifikasi dan amanat PP 19/2005 kurikulum dikembangkan oleh satuan pendidikan (sekolah) dengan mengacu Standar Isi, yang tertuang dalam Permendiknas No. 22/2006, dan Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan, yang tertuang dalam Permendiknas No 23/2006, dan

2 berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berdiversifikasi merupakan tantangan besar bagi sekolah. Itulah sebabnya dalam pedoman pengembangan kurikulum berdiversifikasi oleh Pusat Kurikulum (Puskur) Kementerian Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa diversifikasi adalah keberadaan, keberfariasian atau keberagaman. Artinya, jika selama ini kurikulum disusun secara lengkap oleh pemerintah dan sekolah tinggal menerapkan, maka di masa sekarang dan seterusnya sekolah dituntut mampu mengembangkan kurikulum sendiri. Kebijakan tersebut menuntut sekolah untuk mampu menjabarkan standar isi yang telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi kurikulum yang diyakini cocok dengan situasi dan kondisi sekolah yang bersangkutan dan pelaksanaannya mampu mengantarkan peserta didik mencapai standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan. Selanjutnya jika ditelisik lebih jauh pemikiran dari para ahli semisal Prof. Soedijarto, Prof. Conny Semiawan dan Dr. Ella Yulaelawati, mereka mengatakan bahwa diversifikasi dapat dipandang dari keberagaman antar peserta didik, terutama kemampuan akademik (kognitif dan kecerdasan) dan antar daerah (budaya, sejarah,dan kesanggupan sumber daya setempat). Dalam kaitan ini, saya ingin menambahkan diversifikasi peserta didik pada dua ranah yang lain yaitu ranah afektif dan psikomotor. Pandangan saya ini didasarkan pada pengalaman selama kurang lebih 9 (sembilan) tahun mengajar di SMA, dan selama itu pula implementasi kurikulum muatan lokal dilaksanakan. Dengan penyediaan diversifikasi program ketrampilan yang semula hanya pada taraf dipetimbangkan sesuai dengan karakteristik daerah yaitu pertanian dan perikanan. Ternyata pemilihan anak terhadap jenis ketrampilan yang berujung pada tingkat keberhasilan, sangat dipengaruhi oleh minat dan ketekunan dalam bekerja, yang tidak lain adalah aspek afektif dan psikomotor, namun otomatis tidak terlepas dari perbedaan kemampuan intelektualnya. Memang harus diakui, pengalaman implementasi Kurikulum 1994 menunjukkan bahwa secara umum tidak mudah bagi sekolah untuk mengambil insiatif secara mandiri karena memang SDM yang ada kurang disiapkan untuk melaksanakan fungsi tersebut. Sehubungan dengan anamat untuk mengembangkan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang telah ditetapkan dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan No 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, kondisi lapangan menunjukkan adanya variasi kemampuan dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Ada sekolah yang sudah mampu mengembangkan kurikulumnya sendiri dengan baik, tetapi kebanyakan sekolah yang belum mampu. Hal ini merupakan tantangan yang akan dijawab secara berkoordinasi bersama dengan Balitbang dan Ditjen PMPTK. Ditjen Mandikdasmen akan konsentrasi pada kebijakan untuk membangun pangkalan data komprehensif yang menggambarkan peta kapasitas sekolah secara menyeluruh. Peta kapasitas sekolah tersebut akan dikomunikasikan kepada Balitbang dan Ditjen PMPTK untuk ditindaklanjuti dalam bentuk rumusan berbagai alternatif pola pembinaan guru dan pola pengembangan kurikulum. Bagi saya, hal yang paling mendesak saat ini dalam pengembangan kurikulum adalah arah pendidikan yang menjadi sasaran tembak ketidakpuasan masyarakat, terutama dalam menghasilkan lulusan yang ternyata banyak menambah jumlah penganggur intelektual. Beberapa waktu lalu bahkan ada wacana yang berkembang di masyarakat tentang keinginan mendirikan sekolah alternatif yang menurut sebagian kalangan akan menandingi sekolah-sekolah yang sudah ada. Sekolah ini akan menampung para lulusan Perguruan Tinggi yang begitu

3 lepas dari jabat tangan Rektor/Dekan ketika diwisuda, yang terpikir dalam benaknya hanyalah rasa bingung karena yang terbayang dibenaknya masing-masing akan menjadi penganggur. Meskipun pada dasarnya kurikulum dikembangkan di tingkat sekolah, bisa saja, misalnya, sekelompok sekolah bersama-sama mengembangkan kurikulum, bersama bahan ajarnya karena di antar mereka tidak terlalu banyak mengalami perbedaan kebutuhan belajar bagi peserta didiknya. Secara operasional, hal-hal yang akan dilakukan mencakup;(1) merencanakan program pembinaan sekolah dalam pengembangan kurikulum berdasarkan data tentang kemampuan masingmasing sekolah sehingga masing-masing kelompok sasaran memperoleh layanan yang tepat; (2) menghindari pola pembinaan yang seragam untuk semua sekolah; (3) berkolaborasi dengan perguruan tinggi untuk mendampingi sekolah atau sekelompok sekolah dalam mengembangkan kurikulum; (4) merumuskan prinsip - prinsip pendampingan yang benar-benar memberdayakan sekolah; (5) menentukan kriteria bagi pemilihan pendamping; (6) membuka hotline services lewat telpon dan internet. Itulah sebabnya dalam tulisan ini saya ingin mengajak pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengadakan refleksi terhadap upaya yang telah dilakukan melalui kurikulum 1994 sampai 2004 yang menekankan pada pencapaian kompetensi pada diri peserta didik dengan tolok ukur pada semangat Kurikulum Muatan Lokal (KML) yang saat itu hanya diperuntukkan pada siswa SD dan SMP. Dari sini masyarakat pun harus ditekankan bahwa pemberian ketrampilan di SMA tidak berarti membuat SMA menjadi sekolah kejuruan seperti yang mereka pikirkan selama ini, tetapi hanya memberikan alternatif bekal kemampuan kerja apabila terpaksa tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi atau memang ingin hidup mandiri. Dalam kaitan ini, kasus di Australia harus dijadikan contoh yang baik karena anakanak tingkat SMA akan merasa malu apabila masih tergantung pada orang tuanya, karena disorot oleh masyarakat sebagai anak yang memiliki kecacatan. Tahap Pengembangan Kurikulum Perkemendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mendeskripsikan bahwa kompetensi yang harus dimiliki saat anak didik lulus dari satuan pendidikan tertentu, di samping mengandung unsur kemampuan mengembangkan kemampuan intelektual, budaya, dan sosialnya, juga mengandung unsur kecakapan hidup dalam arti luas, yang mencakup sikap dan kemampuan mengaplikasikan berbagai konsep/teori dari semua matapelajaran secara terintegrasi dalam menghadapi dan memecahkan problema kehidupan keseharian. SKL merupakan target yang harus dicapai sekolah dalam membina siswa, sekaligus merupakan indikator yang harus menjadi tolok ukur kelulusan. Menurut Evelina M. Vicencio (konsultan Local Content Curriculum tahun ), bahwa ada empat tahap pengembangan kurikulum, yakni: a) Designing, b) Planning, c)implementing,d) Evaluating. Ketika mendampingi Evelina sebagai konsultan, Suharsimi Arikunto pernah terlibat diskusi yang cukup alot dengan Evalina tentang pengembangan kurikulum tahun Pada tahun 1972, bertempat di Loka Wiratama Cisarua, Prof. Soedijarto yang saat itu menjabat sebagai kepala Puskur menyelenggarakan lokakarya pengembangn kurikulum dengan maksud untuk mengganti kurikulum tahun 1968 yang masih berorientasi pada materi.

4 Menurut Suharsimi, langkah pertama yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum adalah dengan merumuskan sosok atau profil lulusan bagi berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Sehingga dari sosok lulusan yang diharapkan untuk masing-masing jenjang dan jenis pendidikan tersebut selalu berdimensi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Bagi Suharsimi, untuk mewujudkan sosok atau profil lulusan tersebut maka disusunlah materi kurikulum yang dijabarkan dalam bentuk struktur program yang terdiri dari tiga jenis program pendidikan. Program pendidikan umum/dasar mengarah pada pencapaian ranah afektif (Pendidikan Agama, Pancasilan dan Bahasa dan Sastra Indonesia). Program pendidikan akademik mengarah pada pencapaian ranah kognitif, sedangkan program Pendidikan Ketrampilan mengarah pada pencapaian ranah psikomotor. Dalam hubungan ini, Suharsismi sependapat dengan Evelina bahwa secara lengkap dan sistimatis, pengembangan kurikulum melalui empat tahap, yaitu; a. Tahap pertama Designing: yaitu tahap menyusun rancangan, yaitu penentuan sosok atau profil lulusan menurut jenjang dan jenis pendidikan. Artinya dengan berpijak pada gambaran tentang sosok itulah disusun materi kurikulum yang dapat menunjang perwujudan harapan. Target rancangan materi kurikulum berupa struktur program yang berlaku secara nasional. Selanjutnya daerah dapat menambah sendiri menurut kondisi dan kebutuhan daerahnya. Demikian juga sekolah dapat menambah sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah, dengan syarat tidak mengabaikan hal-hal dan prinsip yang ditentukan oleh pusat dalam kepentingan negara kesatuan republik Indonesia. b. Tahap kedua Planning: yaitu mennyusun rencana untuk mendukung ketercapaian sosok atau figur yang sudah ditentukan itu. Tahap ini dilakukan mulai dari tingkat pusat sampai ke kancah dimana terjadi pertemuan dengan peserta didik. Mengenai planning ini, setidaknya dapat dilihat pada beberapa jenjang sebagai berikut; Planning di pusat berupa penyusunan berbagai pedoman dalam bentuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, seperti kalender pendidikan, pedoman pembelajaran dan pedoman evaluasi. Planning di daerah berupa kalender pendidikan untuk satu wilayah dan jabaran pedoman yang lebih operasional. Planning di sekolah berupa pembagian tugas guru, penunjukan wali kelas, penyusunan jadwal pelajaran dan kalender sekolah. Planning oleh guru berupa program tahunan, program semesteran, dan rencana pembelajaran. c. Tahap ketiga Implementing: yaitu saat materi kurikulum disajikan kepada peserta didik. Betapapun bagusnya rancangan kurikulum yang digagas dalam tahap designing, keampuhannya hanya dapat dibuktikan ketika dilaksanakan di kelas, yaitu dihadapkan pada peserta didik. d. Tahap keempat Evaluating: yaitu ketika kurikulum dievaluasi, baik berupa evaluasi proses maupun evaluasi hasil, bahkan mengevaluasi tahapan-tahapan sebelumnya untuk menentukan letak dari kemungkinan ada dan tidaknya masalah dalam mncapai tujuan. Oleh karena itu secara sistimatis tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

5 Designing Planning Implementing Evaluating Profil Lulusan Permasalahan krusial dalam pendidikan di Indonesia menurut saya adalah masalah yang menyangkut dengan kuantitas, kualitas, relevansi, serta masalah efisiensi dan efektifitas. Menurut hasil survey nasional yang dilaksanakan dipenghujung tahun empat puluhan, pendidikan di Indonesia juga mengalami nasib yang sama. Mulai saat itu telah diupayakan pemecahannya dengan berbagai cara. Kurikulum yang bermuatan life-skills yang dimaksudkan untuk mengarah pada relevansi hasil pendidikan sudah sejak lama didengungkan, namun yang menjadi masalah adalah realisasinya belum menunjukkan wujud yang nyata dalam sosok lulusan yang mandiri. Sementara itu tujuan Kurikulum Muatan Lokal (KML) dalam kurikulum 1994 adalah memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, pembentukan sikap dan perilaku siswa, agar mereka memiliki wawasan yang luas dan mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Artinya dengan bekal tersebut diharapkan nantinya siswa mampu mengembangkan serta melestarikan sumberdaya alam dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional dan daerah sesuai dengan karakteristiknya. Disamping itu tujuan yang diharapkan dengan pemberian pelajaran muatan lokal adalah agar pengembangan sumberdaya manusia yang terdapat di daerah setempat dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan sekaligus mencegah terjadinya depopulasi daerah dari tenaga produktif (Depdikbud:1987). Oleh karena itu untuk lebih memahami kepentingan diversifikasi kurikulum, maka perlu disajikan tujuan khusus pengajaran muatan lokal, dengan maksud agar peserta didik dapat: Lebih mengenal kondisi alam lingkungan social dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya Menerapkan kemampuan dan ketrampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan disekitarnya

6 Memiliki ketrampilan khusus sehingga dapat menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan dapat membantu kehidupan keluarganya ( life skills). Untuk hal ini tentu saja harus disesuaikan dengan tingkat usia anak. Bagi anak kecil misalnya, dapat ikut membersihkan alat-alat rumah tangga, juga termasuk kategori life skills. Memanfaatkan sumber belajar di daerah untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai serta aturan yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur adat dan budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Dapat dikatakan bahwa kurikulun tahun 1994 ini bagus, khususnya jika dikaitkan dengan muatan life skills-nya. Kurikulum ini dijadikan sebagai embrio yang dapat melahirkan kurikulum berbasis kompetensi, atau juga tepat bila disebut dengan kurikulum yang berorientasi pada kompetensi, karena sangat mendukung terlaksannya muatan life skills tersebut apabila target arah pengembangannya memang kesana. Sangat disayangkan kadang yang terjadi dilapangan, seolah-olah tidak ada kesinambungan antara kurikulum 1994 dengan kurikulum 2004, padahal mestinya kurikulum yang baru merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Para pelaksannya di lapangan memandang kurikulum 2004 sebagai kurikulum yang baru sama sekali, tidak ada kesinambungan dengan yang lama. Untuk menyusun materi kurikulum yang bermuatan life-skills sesuai dengan tingkat usia anak, akan tepat kiranya bila mengacu pada pendapat Wenrich (1974), yang mengatakan bahwa kemampuan yang terkait dengan ketrampilan untuk kepentingan kehidupan pada anak sejalan dengan kemampuan koordinasi antara gerak otot dengan mata, serta pada kekuatan otot untuk bergerak. Artinya dengan teori ini maka dapat dikatakan semakin tinggi jenjang pendidikan, kegiatan praktek akan semakin banyak. Itulah sebabnya pada jenjang sekolah dasar, ketrampilan yang diajarkan jelas belum terarah untuk menghasilkan barang yang bagus, apalagi untuk dapat dijual. Dalam kaitan ini kekeliruan yang banyak terjadi dalam pelajaran KTK di SD adalah menghasilkan benda, sehingga mendorong orang tua untuk membuatkan atau membeli benda yang diminta oleh guru tersebut di pasar. Ditegaskan dalam pedoman pembelajaran Kurikulum Muatan Lokal (KML) untuk SD sebenarnya tidak diminta untuk meghasilkan benda, tetapi melalui baru berlatih mengamati, dalam rangka internalisasi nilai barang, nilai kerajinan, dan mungkin juga nilai seni. Dalam hal ini untuk tingkat SMP, siswa sudah dapat dilatih untuk melakukan ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya karena gerak kinestetik mereka sudah lebih sempurna. Sedangkan untuk siswa SMA, pendidikan ketrampilan sudah dapat diarahkan sepenuhnya untuk memperoleh kemampuan utuh dalam rangka mencari nafkah. Pertanyaannya adalah mengapa remaja-remaja kita sekarang kurang menghargai kerja dan bahkan menganggap remeh SMK? Jawabannya adalah karena mereka tidak dilatih sejak dini. Akhirnya setelah besar yang muncul ketika diberi pelajaran ketrampilan adalah rasa malas dan malu. Oleh karena itu, dengan dihapuskannya sekolah kejuruan tingkat menengah pertama (ST, SKP, SMEP dahulu), menuru t Suharsimi Arikunto, hal ini mempunyai dampak sangat negatif, bahkan menurutnya, dampaknya terasa hingga saat ini. Karena lulusan SMP otomatis lebih banyak ingin terus melanjutkan studi ke SMA ketimbang ke SMK, karena ada kesan yang berkembang masuk SMK berarti tidak mampu ke SMA, baik dari sisi akademik maupun dari sisi finansial. Itulah sebabnya,

7 Suharsimi menambahkan pandangan negatif seperti ini dapat dikikis melalui penerapan kurikulum berdiversifiksi dengan jenis-jenis ketrampilan yang menarik dan bermakna. Bagi saya apabila kebijakan ini berhasil, maka pandangan masyarakat terhadap hasil pendidikan akan berangsur positif setelah menyaksikan lulusan di setiap jenjang dan jenis sekolah relevan dengan kebutuhan dan tantangan hidup. Artinya dengan adanya tambahan pendidikan ketrampilan ini, diversifikasi kurikulum bukan hanya memperhatikan aspek akademis, keadaan peserta didik dan lingkungannya, tetapi juga keperluan untuk menghidupi diri dan kehidupan keluarga kelak. Menentukan Isi Kurikulum Penentuan materi kurikulum yang lazim dan dianggap sesuai dengan prosedur adalah dilakukan dengan diarahkan pada penguasaan materi akademik. Sekedar mengingatkan diri saya sendiri, bahwa untuk menyiapkan anak menguasai jenis ketrampilan tertentu. Terkait dengan hal ini kita dapat mengacu pada model pengembangan yang berorientasi pada pekerjaan (Job). Dengan kata lain, kita gunakan pendekatan job analysis sebagai berikut: Job Title Job Description Job Specification (Job analysis) Competency Analysis Course Content Istilah job tittle tidak harus diartikan sebagai nama pekerjaan atau jabatan, tetapi dapat dalam bentuk pekerjaan yang dapat dilakukan. Job description adalah tugastugas yang harus dilakukan sehubungan dengan nama pekerjaan atau jabatan, dan selanjutnya job specification atau job analysis merupakan rincian dari deskripsi tugas. Itulah sebabnya agar pelaksanaan tugas dapat berlangsung baik, maka diperlukan kompetensi tertentu yang mendukung ketercapaian hasil yang baik. Prinsip seperti ini sudah sesuai dengan arah pemilikan kompetensi sebagaimana ditentukan dalam kurikulum langkah ini disampaikan dalam rangka menentukan materi kurikulum. Sedangkan terget lulusan untuk masing-masing

8 ketrampilan jelas berbeda., tetapi proses penentuannya mengikuti alur tersebut, sehingga kepemilikan kompetensi didukung oleh materi secara tepat. Penutup Dalam memberikan layanan yang tepat sesuai dengan perbedaan individu, Schubert menyarankan untuk memperhatikan kecenderungan atau bakat masingmasing anak. Dalam hubungan ini ada tiga jenis layanan kurikulum yang dapat disusun bagi kelompok anak, sebagai berikut: 1. Intellectual Traditionalist, yaitu kurikulum yang memberikan peluang bagi anak yang mempunyai minat intelektual yang tinggi, agar lebih menyadari kebenaran, keindahan dan kebagusan. Strategi pembelajarannya banyak menyadarkan akan kesamaan antar anak, meyadarkan pentingnya kerja dalam kehidupan yang dilandasi oleh teori dan pemikiran yang tepat agar dapat mendhasilkan produk yang lebih baik. 2. Experientalist, yaitu kurikulum yang banyak memberikan kepada anak pengalaman untuk melakukan berbagai cara untuk berfungsi dalam kehidupan nyata. Kurikulum seperti ini cocok untuk anak di Sekolah Dasar dan Menengah Pertama. Yang penting dalam pembelajaran adalah bahwa anak mampu menampilkan sesuatu yang dapat mereka kerjakan. Menurut Schubert, strategi yang tepat untuk implementasi kurikulum ini adalah mengunjungi berbagai tempat kerja, baik yang menghasilkan barang atau jasa. 3. Social Behaviorist, yaitu kurikulum yang banyak diarahkan untuk memberikan layanan kepada masyarakat, dan yang dimaksudkan disini adalah tenaga kerja. Dalam hal ini kurikulum lebih diarahkan pada jenisjenis kejuruan, agar siswa dapat disiapkan untuk dapat membantu dirinya sendiri dalam menyiapkan dan menjalani kehidupan. Kesimpulan Dengan mengikuti teori Wenrich and Wenrich bahwa kepemilikan jiwa dan semangat kerja dalam ketrampilan, perlu dilatihkan sejak anak masih dalam usia dini, melalui pembiasaan untuk internalisasi nilai kerja. Untuk masalah ini diperlukan metode yang tepat digunakan untuk mendeteksi minat dan potensi awal. Tentu saja sangat perlu adanya divesifikasi materi kurikulum yang relevan. Anggapan umum yang banyak beredar saat ini bahwa kurikulum hanyalah dokumen yang mendeskripsikan bahan ajar dalam bentuk standar kompetensi, kompetensi dasar, silabi, dan lain-lain, perlu dikikis dengan sosialisasi pengertian yang tepat. Selama ini apabila orang yang bertanya apa kurikulum sebuah lembaga pendidikan, maka yang ditunjukkan hanyalah buku kurikulum yang berisikan deskripsi tentang semua bahan ajar yang disediakan untuk dipelajari siswa selama mengikuti pendidikan di lembaga yang bersangkutan. Perlu sosialisasi bahwa yang dimaksud dengan bukan hanya dokumen, tetapi juga bagaimana implementasinya dalam bentuk pembelajaran dan strategi evaluasinya. Saran Dalam pelaksanaan kurikulum berdiversifikasi, harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

9 1. Important to Know, penting untuk tahu; artinya bahan ajar yang sifatnya sangat penting danharus dikuasai oleh anak. Bahan ini menjadi kajian wajib yang harus dipelajari oleh semua. Yang dimaksud dengan istilah penting mungkin penting bagi mata pelajaran tertentu, misalnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 2. Good to Know, baik jika tahu; bahan ajar yang sifatnya baik untuk anak tertentu. Bahan ajar ini dipandang kurang penting dibandingkan dengan mata pelajaran atau konsep yang disebut kelompok pertama. Konsep dalam kelompok ini menjadi mata pelajaran pilihan. 3. Nice to Know, ada manfaatnya jika tahu; bahan ajar ini sifatnya hanya tambahan, tidak diwajibkan dan bukan pilihan, tetapi dapat diberikan kepada anak apabila ada peluang dan daya dukungnya.

10 DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Petunjuk Penerapan Muatan Lokal, Kurikulum Sekolah Dasar. Jakarta : Dikbud Petunjuk Penerapan Muatan Lokal, Sekolah Dasar, Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Jakarta : Balitbang Dikbud Bekerjasama dengan UNDP , Proyek Pengelolaan Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum Evelina M. Vicencio dan Suharsimi Arikunto Charting the Course of Local Content, A Travel Report, Madecor Career Systems, In Association with Pusat Pengembangan Agribisnis, Jakarta Indonesia. Lockheed, M.E The mesurement of educational efficiency and effectiveness. Paper presented at the annual meeting of AERA, New Orleans. Schubert, William H Curriculum, Perspective, Paradign, and Possibility, New York: Mac Millan Publishing Company. Suharsimi Arikunto dan Asnah Said Pengembangan Program Kurikulum Muatan Lokal (PPML), Buku Materi Pokok. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka.

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya Manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pendampingan Implementasi KTSP di SD Wedomartani Oleh Dr. Jumadi A. Pendahuluan Menurut ketentuan dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RPP BERBASIS KTSP PADA MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL DI TINGKAT SEKOLAH DASAR

PENYUSUNAN RPP BERBASIS KTSP PADA MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL DI TINGKAT SEKOLAH DASAR 1 PENYUSUNAN RPP BERBASIS KTSP PADA MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL DI TINGKAT SEKOLAH DASAR A. PENDAHULUAN Semboyan Bhineka Tunggal Ika sebenarnya mewakili kenyataan kondisi tanah air dan bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan masyarakat yang begitu cepat sebagai dampak dari kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi, membawa akibat positif dan sekaligus akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum menjadi komponen acuan oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, selain itu juga

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki

PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki PENGEMBANGAN SILABUS MATA PELAJARAN PAI DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Marzuki A. Pendahuluan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum tahun 2004

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Oleh: Kuncoro Asih Nugroho, M.Pd. I. PENDAHULUAN A. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum

Lebih terperinci

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN DALAM MENGHASILKAN LULUSAN YANG RELEVAN DENGAN KEBUTUHAN DUNIA KERJA Oleh: HOTMARIA TAMPUBOLON PKK FT Universitas Negeri Medan ABSTRAK Era globalisasi yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Panduan Penyusunan KTSP jenjang Dikdasmen BSNP KURIKULUM 2013? (Berbasis Scientific Approach)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman. Pendidikan yang merupakan

Lebih terperinci

MATERI AJAR MANAJEMEN KURIKULUM. Oleh: Slamet Lestari

MATERI AJAR MANAJEMEN KURIKULUM. Oleh: Slamet Lestari MATERI AJAR MANAJEMEN KURIKULUM Oleh: Slamet Lestari JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN - UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Greek: curir = pelari, curere = tempat berpacu curriculum

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni telah membawa perubahan hampir disemua bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Perubahan pada bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan, salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, melalui

Lebih terperinci

BAB I. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan kejuruan. yang tujuan utamanya mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja andal dengan

BAB I. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan kejuruan. yang tujuan utamanya mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja andal dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah lembaga pendidikan kejuruan yang tujuan utamanya mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja andal dengan mengutamakan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional a Pendidikan d Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

PEDOMAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2014 TENTANG PENDAMPINGAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi ditandai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi ditandai dengan berlakunya undang-undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999 dan disempurnakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan keterbatasan produk yang dikembangkan.

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Tujuan pembelajaran 1. Mahasiswa dapat menyusun silabus mata pelajaran sesuai dengan ketentuan standar isi 2. Mahasiswa dapat menyusun RPP untuk pembelajaran teori Jasa Boga dan Patiseri 3. Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini masuk pada era globalisasi yang menuntut adanya perubahan di segala bidang, termasuk bidang pendidikan. Perubahan dalam bidang pendidikan dilakukan sebagai

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1 PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan dan perubahan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM BSNP, SATUAN PENDIDIKAN, PUSAT KURIKULUM,

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM BSNP, SATUAN PENDIDIKAN, PUSAT KURIKULUM, KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM BSNP, SATUAN PENDIDIKAN, PUSAT KURIKULUM, Dr. HERRY WIDYASTONO Pembina Utama Muda, Gol IV/c Kepala Bidang Kurikulum Pend. Non Formal & Pend. Khusus PUSAT KURIKULUM BALITBANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru-guru pada semua jenjang pendidikan, yang setiap harinya bersama-sama

BAB I PENDAHULUAN. guru-guru pada semua jenjang pendidikan, yang setiap harinya bersama-sama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya mutu pendidikan di tingkat pendidikan dasar dan menengah tidak saja dikeluhkan oleh masyarakat, orang tua siswa, tetapi dikeluhkan juga oleh guru-guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa yang harus dilaksanakan oleh guru. Guru harus dapat melaksanakan pembelajaran sastra dengan menarik.

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM

SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL I. PENDAHULUAN Muatan lokal, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berubah dari model pendidikan yang tradisional menjadi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berubah dari model pendidikan yang tradisional menjadi pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan di dunia pendidikan yang semakin kompleks, menuntut lembaga pendidikan untuk berubah dari model pendidikan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN PETA KONSEP KETERAMPILAN UNTUK PENULISAN BUKU SD, SMP, DAN SMA. Disusun Oleh : Prof. Dr. Arifah A. Riyanto, M.Pd.

PEMBAHASAN PETA KONSEP KETERAMPILAN UNTUK PENULISAN BUKU SD, SMP, DAN SMA. Disusun Oleh : Prof. Dr. Arifah A. Riyanto, M.Pd. PEMBAHASAN PETA KONSEP KETERAMPILAN UNTUK PENULISAN BUKU SD, SMP, DAN SMA Disusun Oleh : Prof. Dr. Arifah A. Riyanto, M.Pd. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT PERBUKUAN 2009 PEMBAHASAN PETA KONSEP KETERAMPILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses perkembangan di semua aspek kehidupan bangsa. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN

RENCANA PEMBELAJARAN RENCANA PEMBELAJARAN Oleh : LOEKISNO CHOIRIL WARSITO A. ORIENTASI KURIKULUM 2004 Kurikulum 2004 yang lazim dinamakan sebagai kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada dasarnya berorientasi pada kompetensi

Lebih terperinci

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34

SOSIALISASI DAN PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 / 34 HALAMAN 1 / 34 1 2 3 4 5 Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Unit Waktu Pengembangan g Silabus 6 7 8 9 Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah Pengembangan Silabus Contoh Model HALAMAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional PENDAHULUAN Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk (kualitatif).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk (kualitatif). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan dari sebuah proses pembelajaran dalam pendidikan. Evaluasi pendidikan sering diartikan sebagai pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan agar peserta didik lebih siap bersaing dalam persaingan global nantinya. Usaha peningkatan pendidikan

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA IMPLEMENTASI KTSP DALAM PEMBELAJARAN Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam dunia kehidupan manusia. Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas ini diupayakan melalui sektor pendidikan baik pendidikan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas ini diupayakan melalui sektor pendidikan baik pendidikan sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi, upaya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu keharusan agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ahlinya. 1 Secara umum para lulusan dari sekolah/madrasah dan

BAB I PENDAHULUAN. ahlinya. 1 Secara umum para lulusan dari sekolah/madrasah dan ahlinya. 1 Secara umum para lulusan dari sekolah/madrasah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membahas pendidikan melibatkan banyak hal yang harus direnungkan, sebab pendidikan meliputi seluruh tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gunawan Wibiksana, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, seperti yang tercantum pada penjelasan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 15,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut adanya upaya peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan terus dikembangkannya kurikulum pendidikan di Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

PERSEPSI GURU BIOLOGI MENGHADAPI KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SATUAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI DI KOTA PEKANBARU

PERSEPSI GURU BIOLOGI MENGHADAPI KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SATUAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI DI KOTA PEKANBARU PERSEPSI GURU BIOLOGI MENGHADAPI KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SATUAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI DI KOTA PEKANBARU Suwondo, Mariani Natalina L. dan Vivi Triska Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan

Lebih terperinci

Model Penyelenggaraan Peminatan Kurikulum 2013 di SMA KATA PENGANTAR. 2014,Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen Pendidikan Menengah ii

Model Penyelenggaraan Peminatan Kurikulum 2013 di SMA KATA PENGANTAR. 2014,Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen Pendidikan Menengah ii KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 BAB II JUDUL BAB II... 4 A. Pengertian Peminatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia didunia. Oleh sebab itu, hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan vokasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan vokasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan vokasi yang bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang terampil, mandiri, dan juga produktif yang langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas SDM. Dengan pendidikan diharapkan seseorang atau anak didik akan memperoleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pemerintah

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM AKSELERASI DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus di SMP Negeri 9 Surakarta)

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM AKSELERASI DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus di SMP Negeri 9 Surakarta) MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM AKSELERASI DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus di SMP Negeri 9 Surakarta) Diajukan Kepada Program Pascasarjana Guna Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 53

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 53 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 53 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 54 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program pendidikan nasional diharapkan dapat menjawab tantangan harapan dan

BAB I PENDAHULUAN. Program pendidikan nasional diharapkan dapat menjawab tantangan harapan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program pendidikan nasional diharapkan dapat menjawab tantangan harapan dan tantangan yang akan dihadapi oleh anak bangsa pada masa kini maupun masa yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab I membahas mengenai latar belakang masalah; tujuan penelitian dan pengembangan; spesifikasi produk; pentingnya penelitian dan pengembangan; asumsi dan keterbatasan penelitian dan

Lebih terperinci

PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) *Kaji kebutuhan dan kemampuan siswa *Kaji kemampuan guru (potensi SDM sekolah, visi, dan misi sekolah) *Kaji daya dukung sekolah (sarana, prasarana)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Sistim Pendidikan Nasional Tahun 2003 pada pasal 3 yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KURIKULUM 2004

KONSEP DASAR KURIKULUM 2004 1 KONSEP DASAR KURIKULUM 2004 Oleh: Bambang Subali UNY Makalah disampaikan pada Kegiatan Workshop Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum 2004 di Madrasah Aliayah Bidang Ilmu Sosial dan Bahasa di PPPG Matematika

Lebih terperinci

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) SEBAGAI UPAYA MEMASUKI DUNIA KERJA Oleh : Hernie Kumaat Dosen Jurusan PKK FT Unima Abstrak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar 1. Daftar Isi 2

DAFTAR ISI. Kata Pengantar 1. Daftar Isi 2 DAFTAR ISI Kata Pengantar 1 Daftar Isi 2 I. PENDAHULUAN 3 A. Landasan 4 B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan C. Pengertian 5 D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Pembagian Bilangan Cacah melalui Metode Pemberian Tugas di Kelas II SD Inpres 3 Palasa

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Pembagian Bilangan Cacah melalui Metode Pemberian Tugas di Kelas II SD Inpres 3 Palasa Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Pembagian Bilangan Cacah melalui Metode Pemberian Tugas di Kelas II SD Inpres 3 Palasa Rina Oktavianti Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum

Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum a. Berpusat Pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan Kepentingan Peserta Didik dan Lingkungannya Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan perilaku seseorang yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik agar dapat hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Panduan Penyusunan KTSP jenjang Dikdasmen BSNP Landasan & Acuan Penyusunan & Pengembangan KTSP UU

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan sains dan teknologi dewasa ini menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah manusia yang

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK By: Estuhono, S.Pd, M.Pd PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM Estuhono, S.Pd, M.Pd I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah, sentralisasi ke desentralisasi, multikultural,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Upaya yang telah dilakukan

Lebih terperinci

STUDI PELAKSANAAN STANDAR PROSES DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

STUDI PELAKSANAAN STANDAR PROSES DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN 25 STUDI PELAKSANAAN STANDAR PROSES DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Astrada 1, Amay Suherman 2, Yayat 3 DepartemenPendidikan Teknik Mesin, FPTK UPI Jl. Dr. Setiabudhi No. 207 Bandung 40154 astradadedek@rocketmail.com

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan kunci yang nantinya akan membuka pintu ke arah modernisasi dan kemajuan suatu bangsa. Tujuan pendidikan nasional Indonesia terdapat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan dan standarisasi buku ajar kimia sekolah menengah atas (SMA) melalui inovasi materi kimia muatan lokal Sumatera Utara sangat Perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PENGEMBANGAN SILABUS Pengertian Landasan Prinsip Pengembangan Silakan pilih menu Unit waktu Pengembang Silabus Komponen Silabus Mekanisme Pengembangan Silabus Langkah-langkah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53).

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53). 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Metode Pemberian Tugas Secara etimologi pengertian metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53). metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun,

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai. Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa mengalami perubahan yang bertujuan untuk mengarahkan pendidikan menuju kualitas yang lebih baik. Berbagai pengembangan kebijakan tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu

I. PENDAHULUAN. rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 JUKNIS ANALISIS STANDAR PENGELOLAAN SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 G. URAIAN PROSEDUR 53 LAMPIRAN

Lebih terperinci

Analisis keterlaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada materi ajar IPA SMP Kelas VIII SMP Negeri 3 Madiun

Analisis keterlaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada materi ajar IPA SMP Kelas VIII SMP Negeri 3 Madiun SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA III 2017 "Etnosains dan Peranannya Dalam Menguatkan Karakter Bangsa" Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERISTAS PGRI Madiun Madiun, 15 Juli 2017 68 Makalah Pendamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) kita mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di bidang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) kita mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana yang dapat mewujudkan peningkatan sumber daya manusia sebagai tenaga terdidik dan terampil. Arah kebijakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK

MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK PUSAT KURIKULUM, BALITBANG DEPDIKNAS Jl. Gunung Sahari Raya No. 4, Jakarta Pusat Telp. : (62-21)3804248,3453440,34834862

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KURIKULUM Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan industrial Training yang keberhasilanya di tandai dengan output (tamatan dan produk barang / jasa ) tersebut mempunyai

Lebih terperinci