BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai satu sama lain. Kemudian Chartered Institute of Marketing (1986) (dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai satu sama lain. Kemudian Chartered Institute of Marketing (1986) (dalam"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Konsep Pemasaran Pemasaran memiliki keanekaragaman definisi, seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2000) (dalam Tjiptono, 2005: 2) bahwa pemasaran adalah proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai satu sama lain. Kemudian Chartered Institute of Marketing (1986) (dalam Tjiptono, 2005: 2) mendefinisikan pemasaran sebagai proses manajemen yang mengidentifikasi, mengantisipasi, dan memasok kebutuhan pelanggan secara efisien dan menguntungkan. Sedangkan menurut Gonroos (1987) (dalam Tjiptono, 2005: 2), pemasaran bertujuan untuk menjalin, mengembangkan, dan mengomersialisasikan hubungan dengan pelanggan untuk jangka panjang sedemikian rupa sehingga tujuan masing-masing pihak dapat terpenuhi. Hal ini dilakukan melalui proses pertukaran dan saling memenuhi janji. Dari semua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk menemukan kebutuhan dan keinginan terkait halnya dengan pelanggan, baik perorangan maupun kelompok dengan cara yang menguntungkan melalui proses pertukaran produk dan penghantaran nilai sehingga kedua belah pihak, pelanggan dan pemasar, samasama dapat mencapai tujuannya. Konsep dari pemasaran itu sendiri adalah bagaimana cara memahami dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Karena tidak semua pelanggan

2 memahami kebutuhan dan keinginan mereka, maka disinilah fungsi pemasaran sebagai media bagi pelanggan untuk mengenali kebutuhannya. Dalam aktivitasnya, pemasaran harus melalui beberapa tahap untuk dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan mengingat luasnya pasar yang tidak mungkin dapat dilayani seluruhnya, yaitu dengan melakukan STP (Segmenting, Targetting, Positioning) (Kotler & Keller, 2009:13). Dimana inti dari tahapan STP ini adalah bagaimana seorang pemasar dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan berdasarkan segmen yang telah ditentukan atau dipilih dengan menjual kekuatan produk kepada kelompok konsumen / target pasar yang telah ditetapkan. Konsep pemasaran juga mengalami perkembangan, mulai dari konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, dan konsep pemasaran holistik (Kotler & Keller, 2009:19). Perkembangan konsep pemasaran ini mengalami perubahan fokus yaitu pemasaran diawali dari konsep yang berfokus pada penekanan biaya produksi dan peningkatan ketersediaan produk, inovasi produk, penjualan, kepuasan pelanggan, hingga pengembangan, perancangan, dan pengimplementasian program pemasaran, proses, dan aktivitasaktifitas yang menyadari keluasan dan sifat saling ketergantungan (integrasi). 2.2 Nilai Pelanggan (Costumer Value) Seperti halnya pemasaran, nilai pelanggan juga memiliki keberagaman arti. Seperti yang dikemukakan para ahli berikut (dalam Pemasaran Jasa, Tjiptono, 2005: 296). Monroe (1990) mendefinisikan nilai pelanggan (costumer value) adalah tradeoff (pertukaran) antara persepsi pelanggan terhadap kualitas

3 atau manfaat produk dan pengorbanan yang dilakukan lewat harga yang dibayarkan. Sedangkan Butz & Goodstein (1996) (dalam Tjiptono, 2005: 297) menegaskan bahwa nilai pelanggan (costumer value) adalah ikatan emosional yang terjalin antara pelanggan dan produsen setelah pelanggan menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan pemasok tersebut dan mendapati bahwa produk bersangkutan memberi nilai tambah. Menurut Widjaja (2009: 56), nilai pelanggan (costumer value) didefinisikan sebagai nilai lebih dari selisih total manfaat dan total pengorbanan dalam proses hubungan pelanggan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keinginannya pada tingkat ekspektasi yang diharapkannya. Dinyatakan juga bahwa dalam pemasaran selalu diupayakan penciptaan dan delivery nilai (value) kepada konsumen. Nilai pelanggan (costumer value) ditentukan oleh selisih antara manfaat total (total benefit) dan biaya total konsumen (costumer cost). Total benefit terdiri atas manfaat fungsional (what the product does), manfaat psikologis (what the product mean) dan manfaat ekperiensial (what is derived from consumption). Sedangkan total cost terdiri atas biaya ekonomi/moneter, biaya waktu, biaya energi yang dikeluarkan konsumen, biaya fisik, dan biaya psikis yang merupakan pengorbanan konsumen untuk memperoleh produk/jasa. Menurut Holbrook (1994) (dalam Tjiptono, 2005: 297), nilai (value) memiliki sejumlah makna yang tidak hanya terbatas pada perspektif analisis moneter/ekonomis. Ia mendefinisikan nilai (value) sebagai pengalaman preferensi relativistik interaktif. Menurutnya nilai merupakan preferensi relativistik (komparatif, personal, situasional) berkenaan dengan pengalaman

4 subjek dalam berinteraksi dengan objek tertentu. Dalam konteks nilai pelanggan (costumer value), subjek yang dimaksud adalah konsumen, sedangkan objek relevannya adalah produk (barang, jasa, orang/pribadi, tempat, gagasan, acara/aktivitas, dan organisasi). Definisi Holbrook ini mengandung empat poin penting, yaitu : 1. Nilai menyangkut preferensi, yang secara umum diinterpretasikan sebagai favorable disposition (kecondongan yang menguntungkan), general liking (keinginan umum), emosi positif, penilaian positif/baik, tendensi untuk menyukai, sikap pro versus kontra, dan seterusnya. 2. Nilai itu tidak sepenuhnya subjektif dan juga tidak 100% objektif, namun lebih merupakan interaksi subjek-objek. 3. Nilai bersifat relatif, karena tergantung kepada peringkat atau ranking sebuah objek daripada objek lainnya (komparatif); berbeda antar individu (personal); dan tergantung kepada konteks penilaian evaluatif yang digunakan (situasional). 4. Nilai bersifat eksperiensial, di mana nilai dalam perilaku konsumen tidak terletak pada pembelian atau pemerolehan suatu objek, tetapi lebih pada pengalaman konsumsi yang didapatkan dari objek bersangkutan. Dapat disimpulkan bahwa definisi nilai pelanggan adalah sesuatu yang diperoleh dan dirasakan oleh pelanggan setelah menggunakan produk/jasa, yaitu adanya nilai tambah yang dihasilkan dari perbandingan kualitas produk/jasa yang

5 diperoleh dengan pengorbanan/biaya yang dikeluarkan dalam mendapatkan produk/jasa tersebut. 2.3 Experiential Marketing Pengertian Experiential Marketing Perubahan dan perkembangan zaman berpengaruh terhadap kemajuan pola pikir konsumen dalam menentukan keputusan pembeliannya. Hal ini berdampak pada perkembangan strategi pemasaran yang terus berubah dimana pemasaran tradisional yang berfokus pada feature and benefit beralih menjadi pemasaran yang berdasarkan pembentukan pengalaman atas suatu produk atau jasa atau dikenal dengan experiential marketing. Experiential marketing terdiri dari dua kata yaitu experiential dan marketing. Experiential berasal dari kata experience yang artinya pengalaman. Sedangkan marketing yang artinya adalah pemasaran. Definisi experience menurut Schmitt (1999: 60) yaitu Experiences are private events that occur in response to some stimulation (e.g., as provided by marketing effort before and after purchase). Pengertian dari definisi tersebut adalah bahwa pengalaman merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atas beberapa jenis stimulus (misalnya yang diberikan oleh upaya-upaya pemasaran sebelum dan sesudah pembelian). Kemudian menurut Pine II & Gilmore (dalam Irawan 2011: 27) : Experiences are event that engage individuals in a personal way. Dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan suatu kejadian yang terjadi dan dirasakan oleh masing-masing individu secara personal yang dapat memberikan kesan tersendiri bagi individu yang merasakannya.

6 Dari definisi yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pengalaman (experiences) adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dirasakan seseorang secara pribadi yang diakibatkan dari stimulus-stimulus yang diterima dari lingkungan di sekitarnya dan memberikan kesan-kesan tertentu bagi seseorang tersebut. Sedangkan pengertian marketing dalam Chartered Institute of Marketing (1986) (dalam Tjiptono, 2005: 2) mendefinisikan pemasaran sebagai proses manajemen yang mengidentifikasi, mengantisipasi, dan memasok kebutuhan pelanggan secara efisien dan menguntungkan. berikut: Schmitt (1999: 22) menjelaskan istilah experiential marketing sebagai Experiential marketing is everywhere. In a wide variety of markets-from consumer packaged goods to industrial and high technology companies are using experiential marketing for many different purposes: developing new products, communicating with costumer, improving sales relations, designing retail spaces and building websites. More and more, marketers are moving away from their feature and benefits marketing and turning to Experiential Marketing. (Experiential Marketing dapat terjadi dimana saja. Pada berbagai jenis pasar-mulai dari pasar penghasil barang konsumen kemasan sampai dengan industri dan perusahaan yang berteknologi tinggi menggunakan experiential marketing untuk berbagai macam tujuan: mengembangkan produk baru, berkomunikasi dengan pelanggan, meningkatkan relasi penjualan, merancang ruang retail dan membangun sebuah website (situs). Lebih dari itu, pemasar semakin meninggalkan pendekatan mereka yang lama, pemasaran dengan fitur dan keunggulan (feature and benefit) menuju Experiential Marketing) Dari pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa experiential marketing yaitu merupakan pendekatan pemasaran yang berusaha menghadirkan pengalamanpengalaman yang unik dan positif pada produk/jasa yang dapat diterapkan di berbagai bidang mulai dari bidang industri yang masih menerapkan cara

7 tradisional dalam menciptakan produk/jasa sampai dengan perusahaan yang berteknologi tinggi sekalipun dalam berbagai tujuan mulai dari pengembangan produk baru hingga menciptakan situs tertentu yang dapat memperkenalkan industri atau perusahaan tersebut kepada masyarakat. Konsep experiential marketing pertama kali diperkenalkan oleh Pine & Gilmore dalam karyanya Experience Economy (1997) dan Schmitt dalam karyanya Experiential Marketing (1999). Dalam karyanya, Pine & Gilmore menyatakan bahwa experiential marketing dikatakan terjadi ketika sebuah perusahaan sengaja menggunakan jasa/layanan sebagai sebuah panggung dan barang sebagai alat peraganya, sedikit banyak melibatkan pelanggan individu dalam menciptakan suatu acara yang mengesankan (dalam Schmitt dan Rogers, 2008: 132). Dapat diartikan bahwa maksud dari analogi tersebut yaitu berhasilnya penerapan experiential marketing suatu perusahaan adalah pada saat perusahaan mampu melibatkan barang dan jasanya serta pelanggan individu dalam menciptakan suatu hasil yang mengesankan, yaitu pengalaman yang positif bagi pelanggannya dengan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Schmitt menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai pengalaman bagi konsumen. Experiential marketing adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan service (Schmitt 2004, dalam Reinhard 2011).

8 Schmitt (1999) (dalam Schmitt & Rogers, 2008: 116) memberikan suatu framework alternatif untuk me-manage pengalaman pelanggan yang terdiri dari dua elemen, yaitu Strategic Experience Modules (SEMs) dan Experience Providers (ExPros). Berikut penjelasan mengenai Strategic Experience Modules (SEMs) yang terdiri dari beberapa tipe experience, yaitu sense, feel, think, act, dan relate. 1. Strategic Experience Modules (SEMs) a. Sense (Indera) Sense adalah aspek-aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia, meliputi pandangan, suara, bau, rasa, dan sentuhan. Sense bagi konsumen berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain, untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Indera manusia dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan yang kuat (Rini, 2009: 16). b. Feel (Perasaan) Berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan. Feel

9 campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, ketika pelanggan merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada produk lain. Jika sebuah strategi pemasaran dapat menciptakan perasaan yang baik secara konsisten bagi pelanggan, maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek yang kuat dan bertahan lama (Schmitt,1999) (dalam Rini 2009: 17). Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk menggunakan affective experience sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami (dalam Rini, 2009: 17) yaitu: 1. Suasana hati (moods) Moods merupakan affective yang tidak spesifik. Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik (Schmitt, 1999). Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih. 2. Emosi (emotion) Lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, iri hati, dan cinta.

10 Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi). c. Think (Cara Berpikir) Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problem-solving experiences (pengalaman pemecahan-masalah), dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah (dalam Rini, 2009 : 17): 1. Menciptakan sebuah kejutan (surprise) yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun konseptual. Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan ketika pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing, unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalaman-pengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama. 2. Berusaha untuk memikat pelanggan (intrigue). Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat ini

11 tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalaman pelanggan tersebut. 3. Memberikan sedikit provokasi. Provokasi dapat menimbulkan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko jika dilakukan secara tidak baik dan agresif. d. Act (Tindakan) Tindakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik (Rini, 2009: 17). e. Relate (Pertalian/Hubungan) Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan self-improvement (perbaikan diri), status socioeconomic (status sosial-ekonomi), dan image (citra). Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama (Rini, 2009: 17).

12 2. Experience Providers (ExPros) Kelima tipe dari experience yang telah disebutkan diatas dihantarkan oleh pemasar kepada konsumen melalui experience provider (ExPros) (dalam Schmitt & Rogers, 2008: 120). ExPros meliputi communications, visual/ verbal identity, product presence, co-branding, spatial environments, electronic media, dan people. a. Communications (komunikasi) Komunikasi meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, dan public relation. Bentuk-bentuk komunikasi tersebut biasa digunakan oleh perusahaan untuk mengomunikasikan produk dan jasanya. b. Visual/Verbal Identity (nama dan logo) Yaitu identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain. c. Product Presence (tampilan produk) Tampilan produk meliputi desain produk, pengemasan, tampilan produk dan karakter merek dimana digunakan sebagai bagian dari pengemasan dan poin penjualan. Produk yang menarik dengan desain yang unik menjadi kunci dalam menarik konsumen. d. Co-branding Co-banding dalam ExPros meliputi even-even pemasaran (event marketing) dan sponsorship, aliansi dan rekanan kerja, lisensi, penempatan

13 produk dalam film, dan bentuk kerjasama lainnya. Event marketing dapat lebih efektif dan murah dibandingkan periklanan. e. Spatial Environment (tempat perusahaan) Tempat perusahaan termasuk di dalamnya gedung, kantor, toko, dan tempat pameran. Tempat perusahaan juga merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan pengalaman melalui desain ruangan, yaitu ruangan dirancang memiliki estetika dan keunikan dari mulai interior hingga lantai ruangan. f. Websites dan Elektronik Media Perusahaan besar saat ini memanfaatkan internet sebagai media untuk semakin memperoleh pelanggan. Internet juga menjadikan pelanggan dapat melakukan interaksi langsung dengan perusahaan. Hal ini menjadi nilai positif untuk menarik pelanggan yang harus dikelola dengan baik oleh perusahaan. g. People Meliputi penjual, representasi perusahaan, costumer service, operator call centre, dan lainnya yang berhubungan dengan orang-orang yang bekerja di perusahaan Karakteristik Experiential Marketing Schmitt (dalam Irawan 2011: 28) membagi experiential marketing menjadi empat kunci karakteristik antara lain :

14 1. Fokus pada pengalaman pelanggan Pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai panca indera, emosional, kognitif, perilaku dan perilaku yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkakn perusahaan beserta produk dan layanannya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya. 2. Perasaan pada saat mengkonsumsi Konsumen tidak hanya menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut. 3. Konsumen sebagai makhluk rasional dan emosional Dalam experiential marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi rasional saja melainkan juga dari sisi emosinalnya. Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif. 4. Metode dan alat elektik Metode dan perangkat yang digunakan dalam mengukur pengalaman seseorang lebih bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama. Pada experiential

15 marketing, merek bukan hanya sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada kosumen terhadap perusahaan tersebut Manfaat Experiential Marketing Fokus utama dari experiential marketing adalah pada tanggapan panca indera, pengaruh, tindakan, serta hubungan. Oleh karena itu, suatu perusahaan harus dapat memberikan pengalaman yang dihubungkan dengan kehidupan nyata dari konsumen dan experiential marketing dapat dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada beberapa situasi tertentu dan hal ini dapat menjadi strategi yang tepat dalam mempertahankan pelanggan. Beberapa keuntungan yang dapat diterima dan dirasakan suatu perusahaan menurut pandangan Schmitt apabila menerapkan experiential marketing antara lain (dalam Irawan 2011: 30) : 1. Untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot. 2. Untuk membedakan suatu produk dengan produk pesaing. 3. Untuk menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan. 4. Untuk mempromosikan inovasi. 5. Untuk membujuk percobaan, pembelian, dan loyalitas pelanggan. 2.4 Loyalitas Pelanggan Definisi Loyalitas Pelanggan Bagi perusahaan maupun organisasi bisnis, memiliki pelanggan yang loyal atau setia terhadap merek/produk merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang. Karena dengan memiliki pelanggan yang loyal akan

16 mendatangkan banyak keuntungan bagi perusahaan atau organisasi bisnis. Oleh karena itu, perusahaan atau organisasi akan menggunakan berbagai strategi untuk bisa mempertahankan pelanggannya agar tidak berpindah ke merek/produk perusahaan atau organisasi lain. Kebutuhan akan loyalitas pelanggan akan semakin penting di tengah lingkungan bisnis yang kian turbulen, terutama setelah berkembang pesatnya teknologi informasi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Frederick Reichheld, seorang guru loyalitas pelanggan, bahwa loyalitas pelanggan adalah jaminan keunggulan bersaing, pertumbuhan, laba, dan sustainability (keberlanjutan) jangka panjang perusahaan (Kartajaya et al. 2003: 97). Mowen dan Minor (1998) (dalam Mardalis 2005: 111) mendefinisikan loyalitas sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Loyalitas menunjukkan kecenderungan pelanggan untuk menggunakan suatu merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Sedangkan menurut Istijanto (2005: 172) loyalitas atau kesetiaan menunjukkan probabilitas seorang konsumen untuk membeli atau memakai produk atau merek secara berulang dalam periode waktu tertentu. Seorang loyalist cenderung mau membeli lebih sering daripada pelanggan biasa. Bahkan dalam tingkatan tertinggi pelanggan yang loyal akan sukarela menjadi pembela brand (Mussry et al. 2007: 133). Selanjutnya, menurut Griffin (2002: 31), pelanggan yang loyal adalah orang yang:

17 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur 2. Membeli antar lini produk dan jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan pesaing Dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan adalah kondisi dimana adanya suatu probabilitas, keinginan, hingga komitmen seorang pelanggan untuk melakukan pembelian ulang terhadap suatu merek atau produk. Tidak hanya melakukan pembelian ulang, namun sikap positif lainnya dari seorang pelanggan yang loyal terhadap merek atau produk dapat diketahui ketika pelanggan tersebut menunjukkan kekebalan terhadap tarikan pesaing dan bahkan bersedia dengan sukarela mereferensikan merek atau produk yang digunakannnya tersebut kepada orang lain Cara Mengukur Loyalitas Secara umum, loyalitas dapat diukur dengan cara-cara berikut (dalam Mardalis 2005, 113) : 1. Urutan Pilihan (choice sequence) Menurut Kotler (2000) (dalam Mardalis 2005: 113) terdapat pola pembelian ulang konsumen yaitu: 1. Sangat setia (hardcore loyal) Konsumen yang membeli satu merek saja setiap saat. Jadi pola pembelian A,A,A,A,A,A yang akan mencerminkan loyalitas yang tak terbagi pada merek A. Pola pembelian jenis ini dapat diilustrasikan, misalnya sesorang mengkonsumsi pasta gigi merek

18 A, pada pembelian selanjutnya seseorang tersebut selalu memilih pasta gigi merek A, tidak memilih pasta gigi merek lain pada setiap pembelian pasta gigi. 2. Agak setia (softcore loyal) Konsumen yang setia pada dua atau tiga merek. Pola pembelian A,A,B,B,A,B mewakili setiap konsumen dengan loyalitas yang terbagi antara A dan B. Pola pembelian ini dapat diilustrasikan apabila seseorang yang menggunakan produk susu dengan dua merek yang berbeda. Misalnya untuk konsumsi susu yang berasa cokelat selalu dipilih susu dengan merek A, sedangkan untuk susu yang berasa vanila selalu dipilih susu dengan merek B. 3. Kesetiaan yang berpindah (shifting loyal) Konsumen yang pindah dari (menyukai) satu merek ke merek lain. Pola pembelian A,A,A,B,B,B akan mencerminkan seorang konsumen yang memindakan loyalitas dari merek A ke merek B. Untuk pola pembelian jenis ini dapat diilustrasikan apabila seseorang awalnya menggunakan produk kecap merek A, karena mendapat rekomendasi kecap yang lebih berkualitas dari rekannya maka untuk pembelian kecap selanjutnya seseorang tersebut berganti merek menjadi membeli kecap merek B. 4. Pengalihan (switcher) Konsumen yang menunjukkan ketiadaan loyalitas pada merek apapun. Pola pembelian A,C,E,B,D akan mencerminkan seorang

19 konsumen yang tidak setia. Untuk ilustrasi pola pembelian jenis ini bisa terjadi pada konsumen yang selalu ingin mencoba hal yang baru, misalnya setiap ada produk baru yang diiklankan di televisi selalu ingin mencobanya. Sehingga dengan banyaknya produk yang diiklankan di televisi, semakin banyak juga produk yang dicobanya. Dalam hal ini, produk yang dimaksud adalah produk yang sama dengan merek yang berbeda-beda. 2. Proporsi Pembelian (proportion of purchase) Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam sebuah kelompok produk tertentu. Data yang dianalisis berasal dari panel pelanggan. 3. Preferensi (preference) Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau pernyataan preferensi. Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai sikap yang positif terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli. 4. Komitmen (commitment) Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional/perasaan. Komitmen terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego dengan kategori merek. Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep-diri pelanggan.

20 Cara pertama dan kedua di atas merupakan pendekatan perilaku (behavioural approach). Cara ketiga dan keempat termasuk dalam pendekatan attitudinal (attitudinal approach) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Loyalitas akan muncul dengan adanya faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas (dalam Mardalis, 2005: 114): 1. Kepuasan Pelanggan Kotler (2000) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan suka/tidak seseorang terhadap suatu produk setelah ia membandingkan prestasi produk tersebut dengan harapannya. Wilkie (1994), mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai tanggapan emosional yang positif pada evaluasi terhadap pengalaman dalam menggunakan suatu produk atau jasa. Engel (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi setelah pembelian di mana produk yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melebihi harapan pelanggan, sedangkan ketidak-puasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. 2. Kualitas Produk/Jasa Salah satu faktor penting yang dapat membuat pelanggan puas adalah kualitas jasa (Shellyana dan Basu, 2002). Kualitas jasa ini mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan (Anderson dan Sullivan 1993). Pemasar dapat meningkat-kan kualitas jasa untuk mengembangkan loyalitas

21 pelanggannya. Produk yang berkualitas rendah akan menanggung resiko pelanggan tidak setia. Jika kualitas diperhatikan, bahkan diperkuat dengan periklanan yang intensif, loyalitas pelanggan akan lebih mudah diperoleh. Bloomer, Ruyter dan Peeters (1998) mendapatkan kualitas jasa memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas dan mempengaruhi loyalitas melalui kepuasan. 3. Citra Kotler (2000, 553) mendefinisikan citra sebagai seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. Seseorang yang mempunyai impresi dan kepercayaan tinggi terhadap suatu produk tidak akan berpikir panjang untuk membeli dan menggunakan produk tersebut bahkan boleh jadi ia akan menjadi pelanggan yang loyal. Kemampuan menjaga loyalitas pelanggan dan relasi bisnis, mempertahankan atau bahkan meluaskan pangsa pasar, memenangkan suatu persaingan dan mempertahankan posisi yang menguntungkan tergantung kepada citra produk yang melekat di pikiran pelanggan. Suatu perusahaan akan dilihat melalui citranya baik citra itu negatif atau positif. Citra yang positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk perusahaan tersebut dan seterusnya dapat meningkat-kan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan produk suatu perusahaan akan jatuh atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat (Yusoff, 1995).

22 4. Rintangan untuk Berpindah Faktor lain yang mempengaruhi loyalitas yaitu besar kecilnya rintangan berpindah (switching barrier) (Fornell, 1992). Rintangan berpindah terdiri dari; biaya keuangan (financial cost), biaya urus niaga (transaction cost), diskon bagi pelanggan loyal (loyal customer discounts), biaya sosial (social cost), dan biaya emosional (emotional cost) Pentingnya Loyalitas Kotler, Hayes dan Bloom (2002) (dalam Mardalis 2005: 111) menyebutkan ada enam alasan mengapa suatu institusi perlu mendapatkan loyalitas pelanggannya. Pertama: pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelanggan loyal akan memberi keuntungan besar kepada institusi. Kedua: biaya mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar berbanding menjaga dan mempertahankan pelanggan yang ada. Ketiga: pelanggan yang sudah percaya pada institusi dalam suatu urusan akan percaya juga dalam urusan lainnya. Keempat: biaya operasi institusi akan menjadi efisien jika memiliki banyak pelanggan loyal. Kelima: institusi dapat mengurangkan biaya psikologis dan sosial dikarenakan pelanggan lama telah mempunyai banyak pengalaman positif dengan institusi. Keenam: pelanggan loyal akan selalu membela institusi bahkan berusaha pula untuk menarik dan memberi saran kepada orang lain untuk menjadi pelanggan.

23 2.4.5 Tahapan Loyalitas Menurut Oliver (2010: 433), ada empat tahap loyalitas antara lain : 1. Cognitive Loyalty (Loyalitas Kognitif) Pada tahapan loyalitas yang pertama ini, sebagai tahap performa atribut. Pelanggan yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan informasi keunggulan suatu produk atas produk lainnya. Loyalitas kognitif lebih didasarkan pada karakteristik fungsional, terutama biaya, manfaat dan kualitas. Jika ketiga faktor tersebut tidak baik, pelanggan akan mudah pindah ke produk lain. Pelanggan yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang paling rentan terhadap perpindahan karena adanya rangsangan pemasaran. 2. Affective Loyalty (Loyalitas Afektif) Munculnya loyalitas afektif ini didorong oleh faktor kepuasan yang menimbulkan kesukaan dan menjadikan objek sebagai preferensi. Kepuasan pelanggan berkorelasi tinggi dengan niat pembelian ulang di waktu mendatang. Pada loyalitas afektif, kerenta-nan pelanggan lebih banyak terfokus pada tiga faktor, yaitu ketidakpuasan dengan merek yang ada, persuasi dari pemasar maupun pelanggan merek lain, dan upaya mencoba produk lain. 3. Conative Loyalty (Loyalitas Konatif) Loyalitas konatif merupakan suatu loyalitas yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Jenis komitmen ini sudah melampaui afek. Afek hanya menunjukkan kecenderungan motivasional,

24 sedangkan komitmen untuk melakukan menunjukkan suatu keinginan untuk melaksanakan tindakan. Keinginan untuk membeli ulang atau menjadi loyal itu hanya merupakan tindakan yang terantisipasi tetapi belum terlaksana. 4. Action Loyalty (Loyalitas Tindakan) Aspek konatif atau niat untuk melaku-kan berkembang menjadi perilaku dan tindakan. Niat yang diikuti oleh motivasi, merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan keinginan untuk mengatasi hambatan dalam melakukan tindakan tersebut. Jadi loyalitas itu dapat menjadi kenyataan melalui beberapa tahapan, yaitu pertama sebagai loyalitas kognitif, kemudian loyalitas afektif, dan loyalitas konatif, dan akhirnya sebagai loyalitas tindakan. Pelanggan yang terintegrasi penuh pada tahap loyalitas tindakan dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang rendah tingkat kerentanannya untuk berpindah ke produk lain. Dengan kata lain, loyalitas tindakan ini hanya sedikit bahkan sama sekali tidak memberi peluang pada pelanggan untuk berpindah ke produk lain. Pada loyalitas konasi dan tindakan, kerentanan pelanggan lebih terfokus pada faktor persuasi dan keinginan untuk mencoba produk lain. Gambar 2.1 : Tahapan Loyalitas Cognitive Loyalty Affective Loyalty Conative Loyalty Action Loyalty Sumber: Oliver (2010), diolah 2013

25 2.5 Hubungan experiential marketing dengan loyalitas pelanggan Dalam experiential marketing, perusahaan/instansi berusaha menciptakan pengalaman yang positif kepada konsumen. Dengan berhasilnya perusahaan/institusi tersebut menciptakan pengalaman positif, maka hal ini akan berbekas dalam benak konsumen. Sehingga dengan demikian, pengalaman yang diperoleh konsumen menjadi dasar bagi konsumen dalam melakukan pembelian kembali produk maupun jasa yang ditawarkan oleh perusahaan/instansi. Pembelian kembali ini menjadi awal dari terbentuknya loyalitas pelanggan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa experiential marketing mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya loyalitas pelanggan. Schmitt menyatakan bahwa demi mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, produsen melalui produknya perlu menghadirkan pengalaman-pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen. (Schmitt, dalam Indriani 2006: 29). Dengan demikian produk maupun layanan yang mampu memberikan pengalaman yang positif kepada pelanggan akan membuat pelanggan melakukan pembelian ulang sehingga dapat tercipta loyalitas pelanggan terhadap perusahaan/institusi.

26 2.6 Penelitian Terdahulu Tabel 1.1 : Matriks Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitian Tahun Metode Hasil 1 Nehemia H.S, (Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro) 2010 Analisis Regresi Linear Beganda Analisis Pengaruh Experiential Marketing terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi Kasus : Waroeng Spesial Sambal Cabang Sompok Semarang) Penelitian ini menunjukkan angka Adjusted R Square diperoleh sebesar 0,617 yang menunjukkan bahwa 61,7 persen variasi loyalitas pelanggan bisa dijelaskan oleh kelima variabel independen (sense, feel, think, act, dan relate) yang digunakan dalam persamaan regresi, dimana variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan adalah variabel feel (perasaan). 2 Rifaatul Mahmudah (Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara) 3 Reinhard H. S (Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Unversitas Sumatera Utara) 4 Rudi Irawan, (Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Indonesia) 5 Rohmat Dwi Jatmiko dan Sri Nastiti Andharini (Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang) Analisis Pengaruh Pengalaman Pelanggan (Costumer Experience) terhadap Kepuasan Pelanggan pada KFC Cabang Walikota Analisis Pengaruh Strategi Experiential Marketing terhadap Costumer Loyalty pada Konsumen Toko Roti Bread Talk Sun Plaza Medan Pengaruh Experiential Marketing terhadap Loyalitas Penumpang Costa Club: Survey pada Kapal Costa Magica. Analisis Experiential Marketing dan Loyalitas Pelanggan Jasa Wisata (Studi pada Taman Rekreasi Sengkaling Malang) 2010 Analisis Regresi Linear Berganda 2011 Analisis Regresi Linear Berganda 2011 Analisis Regresi Linear Berganda 2012 Analisis Regresi Linear Berganda Berdasarkan hasil uji F, variabel bebas costumer experience (sense, feel, think, act, dan relate) secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan, secara parsial variabel bebas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan hanya terdiri dari satu, yaitu variabel feel. Nilai Adjusted R Square yang diperoleh adalah 16,5%. Variabel bebas experiential marketing (sense, feel, think, act,dan relate) berdasarkan Uji F secara simultan berpengaruh terhadap customer loyalty, secara parsial berdasarkan Uji-t disimpulkan variabel sense yang paling dominan dan mempengaruhi costumer loyalty pada Toko Roti Bread Talk Sun Plaza Medan. Nilai Adjusted R Square yang diperoleh sebesar 57,4%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa experiential marketing berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan baik secara simultan maupun secara parsial. Pengaruh experiential marketing terbesar adalah melalui dimensi think, sedangkan dimensi act memiliki kontribusi terendah. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: Pertama, experiential marketing pada Taman Rekreasi Sengkaling memiliki basis yang lemah dan pengaruhnya terhadap loyalitas responden sangat rendah. Kedua, experiential marketing secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Dimensi feel dan sense berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan, sedangkan dimensi think, act, dan relate berpengaruh positif tidak signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Nilai Adjusted R Square yang diperoleh adalah 23%. 6 Vivi Novia (Fakultas Manajemen, Universitas Riau) Pengaruh Experiential Marketing terhadap Costumer Loyalty pada Pelanggan Restoran Koki Sunda di Pekanbaru 2012 Analisis Regresi Linear Berganda Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa berdasarkan uji F, variabel bebas experiential marketing secara simultan berpengaruh signifikan pada costumer loyalty, sedangkan berdasarkan uji t, variabel bebas experintial marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act, dan relate berpengaruh positif dan signifikan terhadap costumer loyalty pada pelanggan Restoran Koki Sunda di Pekanbaru. Aspek sense lebih mempengaruhi costumer loyalty di Restoran Koki Sunda. Nilai Adjusted R Square yang diperoleh adalah 45,4%.

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 8 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2. 1 EXPERIENTIAL MARKETING Experiential marketing menurut (Schmitt 1999 dalam Bagus Aji 2011) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Experiential marketing Schmitt (2004:22) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi setiap perusahaan maupun organisasi bisnis. Karena tanpa pelanggan, perusahaan atau organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loyalitas Pelanggan 2.2.1 Definisi Loyalitas Pelanggan Tujuan seseorang membeli produk adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun rumah tangga. Suatu produk akan memuaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Loyalitas Konsumen (customer loyalty) Loyalitas pelanggan sangat penting bagi perusahaan yang ingin menjaga kelangsungan hidup usahanya maupun keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Experiential marketing Menurut definisi Schmitt dalam Jatmiko dan Andharini (2012:130) experience adalah kejadian-kejadian yang terjadi sebagai tanggapan stimulasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan (Irawan, 2010).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Experiential Marketing Schmitt dalam Kustini (2007:47) experiential marketing merupakan cara untuk membuat pelanggan menciptakan pengalaman melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran menurut Kotler (2010:5) adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pemasaran Persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, perusahaan harus mampu menghadapi tuntutan konsumen yang terus berubah sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini makna pemasaran mulai berubah dan berkembang, dari pemasaran tradisional yang berorientasi pada produk yang fungsional dan keuntungan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tjiptono, 2005:348). Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tjiptono, 2005:348). Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan 2.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Experiential Marketing Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan pemasaran dengan melihat konsumen sebagai manusia rasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Landasan Teori 2.1.1.1 Teori Tahapan Evolusi Pemasaran Teori-teori dalam pemasaran terus berkembang dan menurut Barnes (2003), perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Loyalitas Merek 1. Pengertian Loyalitas Merek Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is difined as non random purchase expressed over by some decision

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengalaman pelanggan Pengalaman pelanggan dalah penjelmaan sebuah brand yang mana melingkupi semua interaksi antara organisasi dengan pelanggan (Walkins,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pemasaran yang memberikan pengalaman unik kepada pelanggan sudah dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan pengalaman yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Functional Benefit 2.1.1 Pengertian Functional Benefit Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada konsumen berkaitan dengan manfaat produk dan mewakilinya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Variabel Sense Experience (panca indera) memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap experiential

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 6 Experience Marketing

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 6 Experience Marketing Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh para pemasar. Pendekatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Experiential Marketing Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh

Lebih terperinci

A. Penelitian Terdahulu

A. Penelitian Terdahulu BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Siregar (2008) judul skripsi Analisis Persepsi Kualitas Produk Simpati Terhadap Loyalitas Konsumen Pada Mahasiswa Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Yuwandha dan Rahayu (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel X Semarang. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau transaksi yang terjadi sekali saja, tetapi sudah mulai mengarah pada pertukaran yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepeda motor tidak sekedar untuk mempercepat mobilitas pengguna, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. sepeda motor tidak sekedar untuk mempercepat mobilitas pengguna, melainkan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan terhadap sepeda motor terus meningkat. Sepeda motor merupakan alat untuk memajukan mobilitas yang diciptakan manusia, fungsi dari sepeda motor pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula keanekaragaman produk yang dihasilkan. Produk dengan jenis, kemasan, manfaat, rasa, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya. dalam industri ini demi mencapai tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya. dalam industri ini demi mencapai tujuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya tempat-tempat makan dengan berbagai macam konsep. Sejalan dengan perkembangan ini, para pelaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Loyalitas menurut Aaker (dalam margaretha, 2004:297) dinyatakan sebagai suatu

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Loyalitas menurut Aaker (dalam margaretha, 2004:297) dinyatakan sebagai suatu 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Loyalitas Pelanggan Loyalitas menurut Aaker (dalam margaretha, 2004:297) dinyatakan sebagai suatu perilaku yang diharapkan atas suatu produk atau layanan yang antara lain

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Loyalitas Pelanggan (customer loyalty) Loyalitas atau kesetiaan didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang kuat unyuk membeli atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha semakin hari semakin pesat, setiap pemimpin perusahaan ingin perusahaannya yang terbaik diantara pesaingnya -pesaingnya. Demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Grand Theory of Marketing Gambar. 2.1 Grand teori, Keller dan Griffin Menurut Kotler (2010), pemasaran adalah sebuah proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Citra Merek Dalam UKM Kelompok Seni Mahasiswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Citra Merek Dalam UKM Kelompok Seni Mahasiswa BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Citra Merek Dalam UKM Kelompok Seni Mahasiswa berikut: Hamel dan Prahalad (2011 : 480) mendefinisikan citra merek adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi semakin tajam, baik dipasar domestik (nasional) maupun internasional. Perkembangan dunia usaha yang dinamis dan penuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

EXPERIENTIAL MARKETING DI MC. DONALD S SURABAYA

EXPERIENTIAL MARKETING DI MC. DONALD S SURABAYA EXPERIENTIAL MARKETING DI MC. DONALD S SURABAYA Dwi Yunifa Wahyuningrum dan Nuruni Ika. K.W Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur E-mail : difawah@gmail.com Nuruni63@yahoo.co.id

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek (Brand) Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek dibubuhkan pada produk yang dijual untuk memberikan identifikasi khusus pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesibukan masyarakat yang semakin meningkat telah membuat berbagai objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan mereka tersebut. Tempat hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan bisnis atau usaha yang kian menjamur, maka tidak heran apabila saat ini pemasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini industri food and beverage semakin meningkat, pertumbuhan tersebut ada kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan merupakan

Lebih terperinci

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha dewasa ini semakin pesat, persaingan di antara perusahaan sejenis semakin ketat khususnya Spa. Spa adalah sebuah public service yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek (brand) Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai: Nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen. BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak pesaing dengan kualitas terbaik bermunculan memperebutkan hati konsumen.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dengan proses individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dengan proses individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan kegiatan yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen. Menurut Kotler (2005:10), Pemasaran adalah proses

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar dapat memenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan dan minuman berkembang dengan pesat di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan dan minuman berkembang dengan pesat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini bisnis makanan dan minuman berkembang dengan pesat di Indonesia. Kondisi ini didukung pula oleh semakin banyaknya tempat-tempat makan dan santai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi telekomunikasi telepon seluler yang signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi telekomunikasi telepon seluler yang signifikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi telekomunikasi telepon seluler yang signifikan dilihat dari pertumbuhan jumlah pelanggannya dewasa ini memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemasaran Perusahaan merupakan hal yang penting dalam upaya untuk memberikan kepuasan terhadap kebutuhan konsumen. Dalam setiap perusahaan, aktivitas dibidang pemasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA 1. Experiential Marketing Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk menggeluti bisnis pastry. Industri Pastry dan Bakery di Asia, termasuk di Indonesia dalam sepuluh tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran

Lebih terperinci

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Landasan Teori 1. Perpindahan Merek (Brand Switching) Perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari satu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Reality show adalah acara televisi yang akhir-akhir ini begitu popular dan menjadi sebuah fenomena yang menarik di kalangan masyarakat dan stasiun televisi. Reality show berusaha menarik perhatian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Manajemen Pemasaran Definisi pemasaran menurut Kotler di dalam buku Subagyo marketing in business (2010:2) Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perilaku berpindah merek telah dilakukan oleh Purwanto Waluyo dan Pamungkas dan Agus Pamungkas (2003) dengan judul Analisis Perilaku Brand

Lebih terperinci

Bab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk

Bab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk memuaskan konsumen dengan mengambil keuntungan dari bisnis yang dijalankan. Cara memuaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen seperti diungkapkan oleh Mowen (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern ini bisnis makanan dan minuman menjadi bisnis yang banyak diminati oleh para pelaku bisnis. Dalam industri manufaktur Indonesia, terdapat kontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga, 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan suatu faktor penting dalam suatu siklus yang bermula dan berakhir dengan kebutuhan. Pemasar harus dapat menafsirkan, mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumen saat ini tidak hanya puas dengan mendapatkan produk yang dia butuhkan, tetapi konsumen juga ingin memiliki suatu hal yang menarik yang akan memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Harga Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Merek (Brand) Keahlian yang sangat unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek. Para pemasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) :

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Kotler & Keller (2012 : 41) : BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi pelaku bisnis. Agar dapat memenangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persepsi yang baru dari seseorang. Inovasi adalah produk atau jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persepsi yang baru dari seseorang. Inovasi adalah produk atau jasa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Inovasi Produk Menurut Kotler dan Keller (2009) inovasi adalah produk, jasa, ide, dan persepsi yang baru dari seseorang. Inovasi adalah produk atau jasa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produk yang berkualitas dengan harga bersaing merupakan kunci utama dalam memenangkan sebuah persaingan, yang pada akhirnya akan dapat memberikan nilai kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia usaha semakin ketat, dengan adanya perusahaanperusahaan baru yang muncul dan semakin inovatif. Dunia pemasaran terus berkembang dengan munculnya produk-produk

Lebih terperinci

PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN HARMONI CAFE AND RESTO MALANG SKRIPSI

PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN HARMONI CAFE AND RESTO MALANG SKRIPSI PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN HARMONI CAFE AND RESTO MALANG SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai Derajad sarjana ekonomi Oleh: Irma Sofia Novantina 09610335

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada kondisi persaingan yang sangat ketat seperti saat ini, perusahaan harus bisa beradaptasi pada lingkungan pasar yang dinamis agar mampu tetap hidup bahkan mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha dan persaingan yang semakin ketat, mendorong setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang dihasilkan. Persaingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauran Pemasaran ritel (Retail Marketing Mix) Amir (2004) menyatakan bauran pemasaran ritel biasanya terdiri dari pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan berbagai menu makanan di Indonesia cukup cepat, khususnya di Surabaya. Berbagai menu makanan ditawarkan kepada masyarakat Surabaya mulai dari makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori dan Penurunan Hipotesis 1. Rerangka Teori a. Perpindahan Merek Menurut Kotler dan Keller (2008) merek (brand) adalah sebuah nama, tanda, simbol, desain atau kombinasi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS

BAB II KERANGKA TEORETIS BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang dalam persaingannya dan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan

Lebih terperinci

MERAIH LOYALITAS PELANGGAN

MERAIH LOYALITAS PELANGGAN MERAIH LOYALITAS PELANGGAN Ahmad Mardalis Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstract Customer loyalty has been recognized as the dominant factor in a business organization's success.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini terlihat sejalan dengan pesatnya perkembangan dunia bisnis, dimana semakin banyak pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penawaran produk atau jasa dengan merangsang unsur unsur emosi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penawaran produk atau jasa dengan merangsang unsur unsur emosi 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengalaman Pemasaran Schmitt (1999), mengatakan bahwa esensi dari konsep pengalaman pemasaran adalah yang didorong oleh pengalaman. Hamzah (2007), menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin berkembang dengan pesat. Banyak bermunculan wirausahawan yang membuka usaha kafe dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran (Kotler,2009:5), dalam bukunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Merek 2.1.1 Pengertian Citra Merek Brand image atau citra merek merupakan serangkaian sifat tangible dan intangible, seperti ide, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ekuitas Merek Definisi ekuitas merek menurut Aaker dalam Tjiptono (2001) adalah serangkaian aset dan liabilities (kewajiban) merek yang terkait dengan sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyld, dkk. (2000:4)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewi Kurniawati, Suharyono, Andriani Kusumawati (2014)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewi Kurniawati, Suharyono, Andriani Kusumawati (2014) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1. Dewi Kurniawati, Suharyono, Andriani Kusumawati (2014) Sejumlah penelitian terkait kualitas produk telah dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu alasan utama terciptanya ragam produk, ragam fasilitas dan pelayanan yang disuguhkan para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep pemasaran tradisional yang berfokus pada keistimewaan dan manfaat dari produk

BAB I PENDAHULUAN. konsep pemasaran tradisional yang berfokus pada keistimewaan dan manfaat dari produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya konsep pemasaran dewasa ini, cenderung mulai menggeser konsep pemasaran konvensional atau tradisional menuju konsep pemasaran modern. Dari konsep pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern tidak lagi hanya membeli produk dan jasa, sebaliknya konsumen membeli

BAB I PENDAHULUAN. modern tidak lagi hanya membeli produk dan jasa, sebaliknya konsumen membeli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam berbagai industri, cara pemasaran perusahaan telah bergeser dari tradisional fitur dan manfaat menjadi penciptaan pengalaman bagi konsumen (Schmitt, 1999). Literature

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri dikarenakan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri dikarenakan pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Loyalitas Pelanggan Secara harfiah loyal berarti setia, sedangkan loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil data yang telah diuji melalui uji asumsi klasik dan telah

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil data yang telah diuji melalui uji asumsi klasik dan telah BAB V PEMBAHASAN Dari hasil data yang telah diuji melalui uji asumsi klasik dan telah dianalisis dengan menggunakan uji F (simultan), uji T (parsial) dan uji regresi linier berganda dalam bab sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Kualitas Produk (Product Quality) Konsep produk menyatakan bahwa konsumen akan lebih menyukai produkproduk yang menawarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis jasa tempat hiburan dan permainan untuk keluarga di Indonesia cukup menjanjikan, mengingat tingkat kebutuhan hiburan dan tempat rekreasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Loyalitas Merek ( Brand Loyalty) 2.1.1 Pengertian Merek (Brand) Merek adalah sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang mengkomunikasikan manfaat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keputusan Pembelian Sebuah tindakan yang dilakukan konsumen untuk membeli suatu produk merupakan keputusan pembelian. Setiap produsen pasti menjalankan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Perpindahan Merek (Brand Switching) Menurut Peter dan Olson (2002), perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang dikarakteristikan dengan

Lebih terperinci