BAB II TINJAUAN TEORITIS. Loyalitas menurut Aaker (dalam margaretha, 2004:297) dinyatakan sebagai suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORITIS. Loyalitas menurut Aaker (dalam margaretha, 2004:297) dinyatakan sebagai suatu"

Transkripsi

1 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Loyalitas Pelanggan Loyalitas menurut Aaker (dalam margaretha, 2004:297) dinyatakan sebagai suatu perilaku yang diharapkan atas suatu produk atau layanan yang antara lain meliputi kemungkinan pembelian lebih lanjut atau perubahan perjanjian layanan, atau sebaliknya seberapa besar kemungkinan pelanggan akan beralih kepada merek lain atau penyedia layanan ini, hal ini dikemukakan oleh Loyalitas menurut Fornell (dalam Margaretha, 2004:297) merupakan fungsi dari kepuasan pelanggan, rintangan pengalihan, dan keluhan pelanggan. yang berulang-ulang tersebut. Sedangkan loyalitas menurut Slamet (2002:62) adalah keinginan konsumen untuk mengkonsumsi kembali produk atau melakukan pembelian ulang di toko tersebut. Loyalitas pelanggan menurut Olson (dalam Trisno Musanto, 2004:128) merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut. Berdasar dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan loyalitas adalah suatu sikap atau perilaku dari konsumen sebagai dampak dari tingkat kepuasan yang diperoleh setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa yang berakibat kemungkinan pembelian kembali produk atau jasa tersebut. Sedangkan loyalitas pelanggan adalah sikap yang terbentuk jika pelanggan yang merasa puas dan mereka dapat melakukan pembelian 6

2 7 ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan kepada orang lain atas apa yang dirasakan. Pelanggan (Customer) menurut Musanto (2004:128) berbeda dengan konsumen (Consumer), seorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha. Seseorang yang dapat dikatakan pelanggan menurut Jill Griffin (2002:31) adalah: 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur 2. Membeli antar lini produk dan jasa 3. Mereferensikan kepada orang lain 4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen. Pola pembelian ulang yang terjadi pada konsumen menurut Kotler (2003:381) yaitu: 1. Sangat Setia (hard core loyal) Konsumen yang membeli satu merek saja setiap saat. Jadi pola pembelian A,A,A,A,A,A yang akan mencerminkan loyalitas yang tak terbagi hanya pada merek A. 2. Agak Setia (soft core loyal) Konsumen yang setia pada dua atau tiga merek. Pola pembelian A,A,B,B,A,B mewakili setiap konsumen dengan loyalitas terbagi antara merek A dengan merek B.

3 8 3. Kesetiaan yang berpindah (shifting loyal) Konsumen yang pindah dari (menyukai) satu merek ke merek lain. Pola pembelian A,A,A,B,B,B akan mencerminkan seorang konsumen yang memindahkan loyalitas pada merek A ke merek B. 4. Pengalihan (switching) Konsumen yang menunjukan ketiadaan loyalitas pada merek apapun. Pola pembelian A,C,E,B,DB akan mencerminkan seorang konsumen yang tidak setia pada sebuah merek sekalipun. Setiap konsumen menurut Slamet (2000:61) tidak sama kadarnya untuk dipengaruhi oleh suatu strategi pemasaran, oleh karena itu pemasar terdorong mensegmentasikan pasar menurut dasar probabilitas bahwa berbagai macam konsumen akan membeli, menggunakan dan terus membeli ulang produk mereka Faktor yang mempengaruhi loyalitas Mempertahankan pelanggan lebih sulit daripada mendapatkan pelanggan baru oleh sebab itu pelanggan yang loyal harus dipertahankan agar tidak berpindah menjadi pelanggan pesaing. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Siat (dalam Margaretha, 2004:297) yaitu bahwa loyalitas pelanggan merupakan tiket menuju sukses semua bisnis. Loyalitas dapat terbentuk menurut Selnes (dalam Margaretha, 2004:297) apabila pelanggan merasa puas dengan merek yang atau tingkat layanan yang diterima sehingga mereka berniat untuk terus melanjutkan hubungan di waktu yang akan datang.

4 9 Lima tingkat loyalitas pelanggan menurut Aaker (dalam Mouren Margaretha, 2004: ) yaitu: 1. Pembeli Harga Pembeli sama sekali tidak tertarik pada produk yang bersangkutan, produk apapun yang ditawarkan dianggap memadai, sehingga produk yang ada memainkan peran yang kecil dalam suatu keputusan pembelian. 2. Konsumen yang Loyal dengan Biaya Peralihan Konsumen yang puas, tapi mereka memikul biaya peralihan (switching cost) dan resiko bila beralih ke produk lain. Untuk dapat memilih tipe konsumen tipe ini, perusahaan harus menawarkan manfaat lebih untuk kompensasi dengan menawarkan garansi. 3. Pembeli Kebiasaan Pembeli yang puas / tidak puas terhadap suatu produk meskipun tidak puas, pembeli cenderung tidak berganti produk jika pergantian produk tersebut ternyata membutuhkan usaha. Biasanya pembeli tipe ini sulit untuk dirangkul karena tidak ada alasan bagi mereka untuk memperhitungkan berbagai alternatif produk. 4. Pembeli Apresiasi Konsumen yang sungguh sungguh menyukai produk tersebut, preferensi mereka didasari serangkaian pengalaman / kesan dengan kualitas tinggi yang pernah dialaminya. Hanya saja, rasa suka ini bisa merupakan umum yang tidak bisa diidentifikasikan dengan cermat karena pemasar belum dapat mengkategorikan secara lebih spesifik loyalitas konsumen terhadap produk.

5 10 5. Konsumen yang Setia Konsumen pada tipe ini merupakan konsumen yang setia pada konsumen yang bangga terhadap produk yang dipilihnya. Produk ini sangat penting bagi konsumen baik dari segi fungsi maupun ekspresi gaya hidup mereka. Rasa percaya diri mereka termanifestasikan pada tindakan merekomendasikan produk ke konsumen lain. Konsumen pada tipe ini cenderung setia dan tidak berpindah ke produk lain Tahap Pembentukan Loyalitas Ada 3 (tiga) tahap dalam pengukuran langkah perkembangan loyalitas. Ketiga tahap ini menurut Oskamp (dalam widiyanto 2004:5) adalah: 1. Tahap Pertama : Loyalitas Kognitif Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjukan pada satu merek atas merek lainnya. Jadi loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Tingkat loyalitasnya baru muncul secara awal. 2. Tahap Kedua : Loyalitas Afektif Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal.pembelian (masa pra konsumsi) dan merupakn fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasaan di periode selanjutnya.loyalitas tahap ini sudah jauh lebih sulit untuk dirubah, tidak seperti tahap pertama, karena loyalitas sudah masuk ke dalam benak konsumen sebagai efek

6 11 dan bukannya sendirian sebagai kognisi yang mudah berubah. Munculnya loyalitas ini didorong oleh faktor kepuasan. 3. Tahap Ketiga : Loyalitas Konatif Yang dimaksud faktor lain pada kedua di muka adalah dimensi konatif (niat melakukan), yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan afek terhadap merek. Konasi menunjukan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu, niat merupakan fungsi dari niat sebelumnya (pada masa pra konsumsi) dan sikap (pada masa pasca konsumsi). Maka loyalitas konatif merupakan suatu kondisi yang mencakup komitmen mendalam untuk melakikan pembelian. Untuk melengkapi runtutan loyalitas di atas, Widyanto (2004:5-6) menyatakan perlu ditambahkan satu tahap lagi ditambahkan pada model kognitif-afektif yaitu loyalitas tindakan. Aspek konatif atau niat melakukan telah mengalami perkembangan, yaitu dikonversi menjadi perilaku atau tindakan, atau kontrol tindakan. Dalam runtutan kontrol tindakan, niat yang diikuti oleh motivasi, merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hembatan untuk mencapai tindakan tersebut. Jadi, tindakan merupakan pertemuan dari dua kondisi tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang sangat didukung oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyesuaian hambatan.

7 12 Pendeteksian adanya loyalitas merek tunggal yang sesungguhnya menurut Widyanto(2004:4) dapat dilakukan dengan menguji: 1. Struktur Keyakinan Artinya informasi merek yang dipegang oleh konsumen (yaitu, keyakinan konsumen) harus menunjuk pada suatu merek yang dianggap superior dalam persaingan. 2. Struktur Sikap (afektif) Artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi daripada merek saingan, sehingga ada preferensi afektif yang jelas pada suatu merek. 3. Struktur Niat (Konatif) Artinya konsumen harus mempunyai niat untuk membeli suatu merek tertentu, bukanya merek lain, ketika keputusan beli dilakukan. Strategi pemasar menurut Slamet (2000:60) tidak hanya dapat mempengaruhi setiap elemen kognitif, afektif, dan perilaku pelanggan, namun dapat pula sebaliknya dapat dipengaruhi oleh masing masing kondisi tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa antara stategi pemasaran saling berhubungan dan bersifat timbal balik dengan komponen komponen dari kognitif, afektif, dan perilaku dari pelanggan. Berdasar pemaparan teori diatas, loyalitas terbentuk dari struktur afeksi dan kognisi yang tinggi dari konsumen dan kemudian menghasilkan konatif yang disebut loyalitas atau keterikatan. Sedangkan loyalitas itu sendiri berkembang melalui urutan atau tahap, yaitu pertama tama sebagai loyalitas kognitif, kemudian loyalitas afektif, dan loyalitas konatif,

8 13 dan akhirnya sebagai loyalitas tindakan (loyalitas yang ditopang oleh komitmen dan tindakan) Metode Pengukuran Loyalitas Perkembangan pemikiran loyalitas pelanggan menurut Kertajaya (2007:24) menjadi lima era yakni era kepuasan pelanggan, era retensi pelanggan, era migrasi pelanggan, era antusiasme pelanggan, dan era spiritualitas pelanggan. 1. Era pertama : Kepuasan pelanggan Jika perusahaan bisa memberikan service yang melebihi ekspektasi pelanggan, maka pelanggan pasti akan puas. Dan pelanggan yang puas pasti akan mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi terhadap produk dibandingkan dengan pelanggan yang tidak puas. Harapan pelanggan menurut Kertajaya (2007:27) cenderung akan semakin tinggi seiring dengan semakin banyaknya kabar baik yang didengar dari orang lain (word of mouth), semakin bertambahnya pengalaman mengkonsumsi produk yang lebih bagus (past experience), kebutuhan yang semakin meningkat (personal needs), dan janji yang manis diiklankan di media (external communication). Seorang pelanggan yang merasa puas akan produk atau servis yang dibelinya, pasti pelanggan juga akan berkeinginan untuk membeli produk itu kembali. 2. Era Kedua : Retensi Pelanggan

9 14 Dalam konsep loyalty marketing, loyalitas menurut Kertajaya (2007:33) tidak hanya diukur dari lama pelanggan tinggal (retensi), tetapi juga dari prosentase uang pelanggan yang dibelanjakan untuk membeli produk perusahaan relatif terhadap produk pesaing. Singkatnya, pelanggan yang paling loyal adalah pelanggan yang paling lama bersama perusahaan dan membeli produk kita lebih banyak. 3. Era Ketiga : Migrasi Pelanggan Mempertahankan pelanggan yang telah ada jauh lebih menguntungkan daripada membiarkanya hilang, kemudian mencari pelanggan baru sebagai gantinya. Oleh karena itu sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui indikasi kepindahan seseorang pelanggan sehingga perusahaan bisa menyiapkan perlakuan khusus untuk mencegah migrasi. Lebih lanjut Kertajaya (2007:38) juga menyatakan untuk mencegah presentase migrasi pelanggan dengan cara mengenali perilaku yang menjadi indikasinya, dan menarik kembali pelangganpelanggan potensial yang telah berpindah ke pesaing. 4. Era Keempat : Antusiasme Pelanggan Pada era ini berbeda pada tiga era sebelumnya. Intinya mencoba menjawab mengapa perpindahan pelanggan terus terjadi meski pelanggan telah puas dengan produk dan servis yang telah diberikan perusahaan dan bahkan dengan program loyalitas yang disediakan perusahaan. Inti dari sifat antusiasme pelanggan ini menurut Kertajaya (2007:43) loyalitas pelanggan bersifat emosional dan bukan

10 15 fungsional, yakni seberapa dalam pelanggan merasakan koneksi dengan produk. Ukuran koneksi emosi antara pelanggan dan produk menurut Mc Conneld dan Huba (dalam Kertajaya, 2007:45) adalah referensi dan rekomendasi, dan itulah ukuran yang paling sahih dari loyalitas pelanggan. Sejauh pelanggan mau mereferensikan sebuah brand kepada orang lain, maka selama itu pula ia termasuk pelanggan yang loyal. 5. Era Kelima : Spiritualitas Pelanggan Pada era ini loyalitas pelanggan akan masuk ke area spiritualitas pelanggan. Loyalitas dalam era ini menurut Kertajaya (2007:45-47) tidak hanya berada dalam pikiran (mind) yakni dengan cara mengingat dan menggunakan produk, dalam hati (heart) yakni dengan mereferensikan dan merekomendasikan pemakaian pada orang lain tetapi juga telah menjadi bagian dari diri pelanggan seutuhnya (spirit). Berdasarkan pemaparan teori diatas, dalam penelitian untuk mengukur loyalitas pelanggan dapat dilihat dari aspek: 1. Keinginan untuk seberapa banyak dan sering dalam membeli kembali produk atau servis yang ditawarkan, 2. Indikasi adanya perpindahan pelanggan dengan menggunakan pencetusan ketidakpuasan atau keluhan dari pelanggan, 3. Keinginan untuk menyebarkan informasi, 4. Keinginan untuk mengajak orang lain membeli, dan

11 16 5. Keinginan untuk menjadikan produk atau servis sebagai jati diri dari pelanggan 2.2 Experiential Marketing Experiential marketing menurut Kertajaya (2004:163) adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk atau servis. Sedangkan experiential marketing menurut Schmitt (dalam Hamzah, 2007:22) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur-unsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai pengalaman bagi konsumen. Pendekatan pemasaran Experiential marketing merupakan pendekatan yang mencoba menggeser pendekatan pemasaran tradisional, pendekatan tradisional ini menurut Schmitt (dalam Rahmawati, 2003:111) memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu: 1. Fokus pada fitur dan benefit dari produk / jasa. 2. Kategori produk dan persaingan didefiniskan secara sempit, yaitu hanya pada perusahaan sejenis. 3. Konsumen dianggap sebagai pembuat keputusan yang rasional. 4. Metode dan alat yang digunakan bersifat analitikal, kuantitatif, dan verbal. Pendekatan Experiential Marketing juga terdapat karakteristik yang menonjol yaitu:

12 17 1. Mengutamakan pengalaman konsumen, baik pengalaman sense, pengalaman feel, dan pengalaman think. 2. Memperhatikan situasi pada saat mengkonsumsi seperti keunikan lay out, pelayanan yang diberikan, fasilitas-fasilitas yanng disediakan. 3. Menyadari bahwa konsumen adalah makhluk sosial dan sekaligus emosional, maksudnya bahwa konsumen tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga mengikutsertakan emosi dalam melakukan keputusan pembelian. Adapun pergeseran dari pendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan pemasaran experiential terjadi menurut Schmitt (dalam rahmawati, 2003:112) karena adanya perkembangan tiga faktor di dunia bisnis, yaitu: 1. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana-mana sehingga kecanggihan-kecanggihan teknologi akibat revolusi teknologi informasi dapat menciptakan suatu pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan orang lain dimanapun berada. 2. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka informasi mengenai brand dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan cepat dan global. Dimana brand atau merek memegang kendali, suatu produk atau jasa tidak lagi sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat pencipta experience bagi konsumen.

13 18 3. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana-mana yang mengakibatkan semua produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan jumlahnya banyak. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dalam penelitian ini experiential marketing adalah pendekatan atau strategi pemasaran dimana pemasar atau perusahaan memfokuskan pada penyentuhan emosi dan perasaan dari konsumen untuk memperoleh kesan atau pengalaman positif atas suatu produk atau servis sehingga konsumen menjadi pelanggan yang loyal terhadap produk atau servis yang diberikan. 2.3 Modul Strategi Experiential (Strategic Experiential Marketing) Merupakan modul yang dapat digunakan untuk menciptakan berbagai jenis pengalaman bagi konsumen. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Schmitt (dalam Kertajaya, 2006:228) bahwa Experiential marketing dapat dihadirkan melalui 5 (lima) unsure yaitu panca indera (sense), perasaan (feel), cara berfikir (think), kebiasaan (act), dan pertalian atau relasi (relate) Panca Indera (sense) Sense menurut Schmitt (dalam Hamzah, 2007:23), merupakan tipe experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui mata, telinga, kulit, lidah dan hidung. Sense marketing menurut Kertajaya (dalam Hamzah, 2007:24) merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata, telinga,

14 19 lidah, kulit dan hidung) yang mereka miliki melalui produk atau servis. Lebih lanjut Kertajaya (2006:228) menyebutkan bahwa sense artinya panca indera yang merupakan pintu masuk ke seorang manusia harus dirangsang secara benar dengan menggunakan teknik multy-sensory, yang penting harus dijaga konsistensi pesan yang disampaikan. Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh pelaku usaha dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap loyalitas. Mungkin saja suatu produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera konsumen atau mungkin juga konsumen menjadi sangat loyal, dan akhirnya harga yang ditawarkan oleh produsen tidak menjadi masalah bagi konsumen. Kelima indera yang dirangsang ini diharapkan bisa membawa masuk suatu pesan yang solid dan terintegrasi. Pada saat konsumen datang ke tempat makan, mata melihat desain lay out yang menarik, hidung mencium aroma yang enak, dan kulit merasakan kenyamanan udara. Dilihat dari pengertian diatas, dalam penelitian ini sense marketing yaitu emosi / pengalaman yang didapat oleh konsumen setelah mengkonsumsi produk atau servis yand dilihat dari aspek atau hal-hal yang dapat ditangkap dan dirasakan kemudian menstimulasi sense untuk menerima pesan yang disampaikan oleh produsen.

15 Perasaan (feel) Marketing Feel Marketing menurut Schmitt (dalam Hamzah, 2007:23) ditujukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan. Feel menurut Kertajaya (2004:164) adalah suatu penelitian-penelitian kecil yang ditunjukan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa. Kertajaya (2006:228) menambahkan bahwa dalam mengelola perasaan ini, ada dua hal yang mesti diperhatikan, yaitu mood dan emotion. Seorang pemasar yang berhasil apabila dapat membuat mood dan emotion si pelanggan sama dengan apa yang diinginkannya. Feel marketing merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi experiential marketing. Feel dapat dilakukan dengan servis dan layanan yang bagus serta keramahan pelayan dan karyawan. Agar konsumen mendapatkan feel yang kuat terhadap suatu produk atau jasa, maka produsen harus mampu memperhitungkan kondisi konsumen dalam arti mempertimbangkan mood yang dirasakan konsumen. Kebanyakan konsumen akan menjadi pelanggan apabila mereka merasa cocok terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, untuk itu diperlukan waktu yang tepat yaitu pada waktu konsumen dalam keadaan good mood sehingga produk dan jasa tersebut benar-benar mampu memberikan memorable experience dan berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan. Feeling yang bagus akan membuat pelanggan mampu berpikir positif.

16 21 Pelayanan yang memuaskan sangat diperlukan termasuk didalamnya keramahan dan sopan santun karyawan, pelayanan yang tepat waktu, dan sikap simpatik yang membuat pelanggan merasa puas sehingga mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang ditawarkan dimasa yang akan dating. Berdasarkan dari pengertian-pengertian diatas, dalam penelitian ini feel marketing merupakan upaya dari phak pemasar atau perusahaan untuk mengikat emosi dari konsumen melalui perhatian-perhatian kecil untuk membentuk suasana hati dan emosi yang menyenangkan bagi konsumen agar sama atau sesuai dengan yang diharapkan pemasar Think Marketing Think menurut Schmitt (dalam Hamzah, 2007:23) merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir kreatif. Think marketing menurut Kertajaya (2004:164) adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan customization secara terus menerus. Think menurut Kertajaya (2006:229) dibagi menjadi dua, yang pertama divergent thinking atau pola pikir menyebar, dan yang kedua adalah convergent thinking atau pola pikir menyatu. Ketika pelanggan sedang mencari beberapa alternatif, inilah yang disebut divergent thinking. Kemudian ketika pelanggan sudah mulai mengevaluasi untuk kemudian menyempitkan alternatif dan

17 22 menyatukan pilihan, itulah yang disebut convergent thinking. Kedua pilihan itu boleh diberikan sama sama sekaligus kepada pelanggan. Ketika pelanggan masuk toko, penjaga dihadapkan pada pilihan produk atau servis yang diberikan, kemudian pelanggan diharapkan mengkombinasi pilihannya sendiri untuk menentukan dan menikmati kombinasi pikiran pelanggan tersebut. Berdasarkan dari definisi-definisi diatas, dalam penelitian ini think marketing berupa ajakan kepada konsumen untuk berperan aktif bersama produsen dalam memecahkan masalah yang bertujuan untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam pemikiran yang kreatif. Hal ini dilakukan melalui penyediaan produk atau servis yang dibeikan kepada pelanggan kemudian pelanggan diminta untuk berpikir kreatif dalam menentukan produk atau servis yang akan dibelinya Act Marketing Act menurut Schmitt (dalam Hamzah, 2007:23) merupakan tipe experience yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen. Act marketing menurut Kertajaya (2004:164) adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi pelanggan terhadap produk dan jasa yang bersangkutan. Act menurut Kertajaya (2006:229) adalah tindakan dari konsumen karena pengaruh luar dan opini dalam diri pelanggan. Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan ketika act marketing mempengaruhi perilaku dan gaya hidup pelanggan maka akan berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan karena pelanggan merasa bahwa produk atau jasa tersebut sudah sesuai dengan gaya hidupnya. Akan

18 23 tetapi sebaliknya juga dapat berpengaruh negatif apabila pelanggan merasa produk atau jasa tidak sesuai dengan gaya hidupnya. Seorang pemasar dalam hal membentuk act dari pelanggannya agar pelanggannya tersebut memperoleh pengalaman tak terlupakan (memorable experience) adalah dengan melakukan pengaruh eksternal untuk digabungkan dengan kondisi feel dan think yang ada di dalam diri pelanggan untuk menjadi aksi. Dilihat dari pengertian diatas dalam penelitian ini act marketing dapat berupa bentuk atau desain yang dibuat dengan menggabungkan pengaruh eksternal dengan kondisi feel dan think sedemikian rupa yang bertujuan untuk menciptakan tindakan yang memberi pengalaman bagi konsumen dalam hubungannya pengaruh yang diberikan dari bentuk fisik produk atau servis yang dirasakan kemudian hal itu mempengaruhi kebiasaan, gaya hidup dan interaksi pelanggan dengan orang lain Relate Marketing Relate menurut Schmitt (dalam Hamzah, 2007:23) merupakan tipe experience yang digunakan untuk mempengaruhi pelanggan dan menggabungkan seluruh aspek, sense, think dan act serta menitikberatkan pada penciptaan persepsi positif dimata pelanggan. Relate marketing menurut Kertajaya (2004:175) adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan komunitas pelanggan dengan komunikasi. Relate marketing dapat memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan ketika relate marketing mampu membuat pelanggan masuk dalam

19 24 komunitas serta merasa bangga dan diterima. Sebaliknya relate marketing dapat memberikan pengaruh negatif terhadap loyalitas pelanggan ketika relate marketing tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada diluar dirinya maka konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dalam penelitian ini relate marketing adalah penggabungan aspek sense, feel, think dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu dengan apa yang diluar dirinya dan mengimplementasikan hubungan antara orang lain dan kelompok sosial lain sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima di komunitasnya. Hal ini bisa terwujud dimana produsen menciptakan relate antara pelangganya dengan kontak langsung baik telepon maupun kontak fisik, diterima menjadi salah satu bagian dalam kelompok tersebut atau menjadi member sehingga membuat konsumen menjadi senang dan tidak segan untuk datang kembali. Sebaliknya bila hal tersebut tidak terjadi dalam arti konsumen merasa terabaikan, maka konsumen akan berfikir ulang untuk datang kembali. Jika dilihat dari pemaparan teori diatas, dalam penelitian ini faktor sense, feel, think, act dan relate merupakan faktor-faktor dalam experiential marketing yang mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan.

20 Hubungan atau Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Akbar Ibrahim M dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan dari Universitas Negeri Semarang didapatkan hasil bahwa experiential marketing yang didalamnya terdapat variabel sense, feel, act, think dan relate berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Semakin baik sense, feel, act, think dan relate maka akan menyebabkan semakin kuat loyalitas pelanggan dan semakin kurang sense, feel, act, think dan relate maka akan menyebabkan semakin menurun tingkat loyalitas pelanggan. 2.5 Kerangka Berpikir Loyalitas pelanggan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan dalam menjaga kelangsungan maupun mengembangkan usahanya, jadi dalam hal ini perusahaan harus dituntut secara kontinyu atau berkesinambungan melakukan riset untuk mengukur loyalitas pelanggan agar tetap terjaga dan dapat cenderung meningkat. Semakin menurun tingkat loyalitas dari pelanggan maka perusahaan juga berpotensi kehilangan konsumen. Kertajaya mengungkapkan salah satu bentuk konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal melalui experiential marketing dimana experiential marketing pemasar melihat keadaan emosi dari pelanggannya untuk mendapatkan loyalitas. Experiential marketing menurut Schmitt (dalam Kertajaya, 2006:228) dapat dihadirkan melalui 5 (lima) unsur yaitu panca indera (sense), perasaan (feel), cara berpikir (think), kebiasaan (act) dan pertalian atau relasi (relate).

21 26 Untuk lebih jelasnya model hubungan yang akan diteliti dapat diperhatikan pada kerangka pemikiran berikut: Sense Feel Think Loyalitas Act Relate Gambar 2.1 Konsep Pemikiran Teoritis 2.6 Hipotesis Hipotesis menurut Suharsimi (2002:64) adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang

22 27 terkumpul, setelah menetapkan anggaran dasar, dengan demikian kebenaran dari teori masih perlu diuji. Hipotesis menurut Nazir (2003:151) adalah pernyataan yang diterima secara sementara dari suatu fakta yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, hipotesis yang diambil adalah sebagai berikut: H : Diduga terdapat pengaruh faktor experiential marketing yang terdiri dari sense, feel, 1 think, act, relate secara bersama-sama terhadap loyalitas pelanggan RM Saung Bandung. H : Diduga terdapat pengaruh sense terhadap loyalitas pelanggan RM Saung Bandung. 2 H : Diduga terdapat pengaruh feel terhadap loyalitas pelanggan RM Saung Bandung. 3 H :Diduga terdapat pengaruh think terhadap loyalitas pelanggan RM Saung Bandung. 4 H :Diduga terdapat pengaruh act terhadap loyalitas pelanggan RM Saung Bandung. 5 H :Diduga terdapat pengaruh relate terhadap loyalitas pelanggan RM Saung Bandung. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Experiential marketing Schmitt (2004:22) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pemasaran yang memberikan pengalaman unik kepada pelanggan sudah dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan pengalaman yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Experiential Marketing Schmitt dalam Kustini (2007:47) experiential marketing merupakan cara untuk membuat pelanggan menciptakan pengalaman melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan konsumen sangat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pemasaran Persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini, perusahaan harus mampu menghadapi tuntutan konsumen yang terus berubah sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu alasan utama terciptanya ragam produk, ragam fasilitas dan pelayanan yang disuguhkan para

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. organisasi telah menggunakan experiential marketing untuk mengembangkan

BAB II STUDI PUSTAKA. organisasi telah menggunakan experiential marketing untuk mengembangkan BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Experiential Marketing Experiential marketing ada dimana-mana, dalam berbagai jenis pasar dan industri, seperti konsumen, pelayanan, teknologi, dan industrial. Banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Loyalitas Konsumen (customer loyalty) Loyalitas pelanggan sangat penting bagi perusahaan yang ingin menjaga kelangsungan hidup usahanya maupun keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha semakin hari semakin pesat, setiap pemimpin perusahaan ingin perusahaannya yang terbaik diantara pesaingnya -pesaingnya. Demikian

Lebih terperinci

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar dapat memenangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Merek 2.1.1 Pengertian Citra Merek Brand image atau citra merek merupakan serangkaian sifat tangible dan intangible, seperti ide, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Manajemen Pemasaran Definisi pemasaran menurut Kotler di dalam buku Subagyo marketing in business (2010:2) Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak pesaing dengan kualitas terbaik bermunculan memperebutkan hati konsumen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini terlihat sejalan dengan pesatnya perkembangan dunia bisnis, dimana semakin banyak pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada kondisi persaingan yang sangat ketat seperti saat ini, perusahaan harus bisa beradaptasi pada lingkungan pasar yang dinamis agar mampu tetap hidup bahkan mampu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini industri food and beverage semakin meningkat, pertumbuhan tersebut ada kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Yuwandha dan Rahayu (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel X Semarang. Tujuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Variabel Sense Experience (panca indera) memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap experiential

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia usaha semakin ketat, dengan adanya perusahaanperusahaan baru yang muncul dan semakin inovatif. Dunia pemasaran terus berkembang dengan munculnya produk-produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi semakin tajam, baik dipasar domestik (nasional) maupun internasional. Perkembangan dunia usaha yang dinamis dan penuh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 8 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2. 1 EXPERIENTIAL MARKETING Experiential marketing menurut (Schmitt 1999 dalam Bagus Aji 2011) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk menggeluti bisnis pastry. Industri Pastry dan Bakery di Asia, termasuk di Indonesia dalam sepuluh tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Landasan Teori 2.1.1.1 Teori Tahapan Evolusi Pemasaran Teori-teori dalam pemasaran terus berkembang dan menurut Barnes (2003), perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan berbagai menu makanan di Indonesia cukup cepat, khususnya di Surabaya. Berbagai menu makanan ditawarkan kepada masyarakat Surabaya mulai dari makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauran Pemasaran ritel (Retail Marketing Mix) Amir (2004) menyatakan bauran pemasaran ritel biasanya terdiri dari pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berkembangnya kebutuhan manusia modern secara tidak sadar membentuk pemasaran di dunia saat ini semakin emosional. Kini kebutuhan emosional jadi lebih menonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan bisnis atau usaha yang kian menjamur, maka tidak heran apabila saat ini pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kegiatan pemasaran sudah tidak lagi ditujukan untuk pertukaran atau transaksi yang terjadi sekali saja, tetapi sudah mulai mengarah pada pertukaran yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berusaha bangkit dari krisis ekonomi tahun 1998, Indonesia mulai

BAB I PENDAHULUAN. Berusaha bangkit dari krisis ekonomi tahun 1998, Indonesia mulai BAB I PENDAHULUAN Bab I ini dimaksudkan untuk mengetahui landasan dari keseluruhan skripsi yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis jasa tempat hiburan dan permainan untuk keluarga di Indonesia cukup menjanjikan, mengingat tingkat kebutuhan hiburan dan tempat rekreasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang menjaga kelangsungan hidup usahanya maupun kelangsungan kegiatan usahanya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Jasa Keunggulan suatu jasa akan sangat ditentukan oleh kualitas, keunikan dan manfaat yang diberikan oleh jasa tersebut, apakah sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Merek (Brand) Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek dibubuhkan pada produk yang dijual untuk memberikan identifikasi khusus pada suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi pelaku bisnis. Agar dapat memenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran saat ini terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti meningkatnya jumlah pesaing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak besar terhadap pemasaran perusahaan. berbagai produk dan jasa yang semakin hari semakin homogen.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak besar terhadap pemasaran perusahaan. berbagai produk dan jasa yang semakin hari semakin homogen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa lalu pemasar cenderung berpikir bagaimana memperoleh pelanggan baru yang akan membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa atau bagaimana merebut pelanggan dari

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah :

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah : 12 II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah : Pemasaran adalah suatu proses sosial dengan nama individu dan kelompok mendapatkan apa yang

Lebih terperinci

Produksi Media PR Cetak. Modul ke: 05FIKOM. Brand Image. Fakultas. Program Studi HUMAS. Mintocaroko, S.Sos., M.Ikom

Produksi Media PR Cetak. Modul ke: 05FIKOM. Brand Image. Fakultas. Program Studi HUMAS. Mintocaroko, S.Sos., M.Ikom Modul ke: Produksi Media PR Cetak Fakultas 05FIKOM Brand Image Program Studi HUMAS Mintocaroko, S.Sos., M.Ikom Latar Belakang Terbentuknya citra yang positif terhadap suatu brand yang positif terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumen saat ini tidak hanya puas dengan mendapatkan produk yang dia butuhkan, tetapi konsumen juga ingin memiliki suatu hal yang menarik yang akan memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam zaman modern yang serba canggih ini, sangat diperlukan adanya ide kreatif dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan pebisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi setiap perusahaan maupun organisasi bisnis. Karena tanpa pelanggan, perusahaan atau organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini makna pemasaran mulai berubah dan berkembang, dari pemasaran tradisional yang berorientasi pada produk yang fungsional dan keuntungan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya kebutuhan manusia modern secara tidak sadar membentuk perusahaan di dunia saat ini semakin emosional artinya perusahaan berusaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya produk smartphone baru yang muncul, telah mendorong perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya produk smartphone baru yang muncul, telah mendorong perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan industri smartphone di Indonesia akhir-akhir ini semakin ketat. Banyaknya produk smartphone baru yang muncul, telah mendorong perusahaan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan bisnis sangat ketat khususnya pada bisnis jasa penerbangan. Hal ini menuntut setiap perusahaan menempatkan orientasi purchase decision pelanggan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh pasar global yang melanda dunia memberikan peluang dan tantangan bisnis bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Pasar global akan terus memperluas produk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai penilaian pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh (Zeithaml, 1988:

Lebih terperinci

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha dewasa ini semakin pesat, persaingan di antara perusahaan sejenis semakin ketat khususnya Spa. Spa adalah sebuah public service yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Loyalitas Merek 1. Pengertian Loyalitas Merek Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is difined as non random purchase expressed over by some decision

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah

BAB V PENUTUP. Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah BAB V PENUTUP Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya. Bab ini berisikan keterbatasan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. awal abad 21 dan digunakan sebagai ukuran yang reliabel terhadap pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. awal abad 21 dan digunakan sebagai ukuran yang reliabel terhadap pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang tumbuh pesat mulai awal abad 21 dan digunakan sebagai ukuran yang reliabel terhadap pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha dan persaingan yang semakin ketat, mendorong setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang dihasilkan. Persaingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produk yang berkualitas dengan harga bersaing merupakan kunci utama dalam memenangkan sebuah persaingan, yang pada akhirnya akan dapat memberikan nilai kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesibukan masyarakat yang semakin meningkat telah membuat berbagai objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan mereka tersebut. Tempat hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya. dalam industri ini demi mencapai tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya. dalam industri ini demi mencapai tujuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya tempat-tempat makan dengan berbagai macam konsep. Sejalan dengan perkembangan ini, para pelaku

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Experiential marketing Menurut definisi Schmitt dalam Jatmiko dan Andharini (2012:130) experience adalah kejadian-kejadian yang terjadi sebagai tanggapan stimulasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penawaran produk atau jasa dengan merangsang unsur unsur emosi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penawaran produk atau jasa dengan merangsang unsur unsur emosi 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengalaman Pemasaran Schmitt (1999), mengatakan bahwa esensi dari konsep pengalaman pemasaran adalah yang didorong oleh pengalaman. Hamzah (2007), menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak pihak yang menaruh perhatian terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Pihak yang paling menaruh perhatian terhadap kepuasan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan teknik analisis Structural Equation

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan teknik analisis Structural Equation BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan analisis deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan teknik analisis Structural Equation

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen. BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan (Irawan, 2010).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loyalitas Pelanggan 2.2.1 Definisi Loyalitas Pelanggan Tujuan seseorang membeli produk adalah untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun rumah tangga. Suatu produk akan memuaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan kesehatan, pebisnis mulai melirik jenis olahraga lain, karena

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan kesehatan, pebisnis mulai melirik jenis olahraga lain, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini olahraga tidak hanya menjadi kebutuhan tetapi juga menjadi tren yang sangat digemari oleh kalangan masyarakat. Semenjak diperkenalkanya olahraga futsal,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran menurut Kotler (2010:5) adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauran Pemasaran Jasa Pemasaran dalam suatu perusahaan akan menghasilkan kepuasan pelanggan serta kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang sebagai kunci untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Keterangan Jumlah kendaraan yang masuk via gerbang tol 1. Jumlah pengun jung melalui gerban.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Keterangan Jumlah kendaraan yang masuk via gerbang tol 1. Jumlah pengun jung melalui gerban. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar dan menarik bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain itu pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis.

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis. Pelaku bisnis harus mampu menciptakan ide-ide baru agar dapat memberikan nilai lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan ataupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Pelaku bisnis

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan ataupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Pelaku bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, di mana persaingan dapat menjadi tantangan ataupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Pelaku bisnis untuk dapat

Lebih terperinci

A. Penelitian Terdahulu

A. Penelitian Terdahulu BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Siregar (2008) judul skripsi Analisis Persepsi Kualitas Produk Simpati Terhadap Loyalitas Konsumen Pada Mahasiswa Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Experiential Marketing Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan pemasaran dengan melihat konsumen sebagai manusia rasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan meningkatnya edukasi yang berhubungan dengan pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan meningkatnya edukasi yang berhubungan dengan pemasaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pemasaran saat ini terus berkembang dan selalu mengalami perubahan, dari konsep pemasaran konvesional menuju konsep pemasaran modern, faktor faktor seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pelanggan 1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada persaingan dunia usaha yang semakin meningkat, baik perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Beli Hijau Perilaku beli merupakan suatu proses yang berkaitan erat dengan proses pembelian, pada saat itu konsumen melakukan aktifitas-aktifitas seperti

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Functional Benefit 2.1.1 Pengertian Functional Benefit Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada konsumen berkaitan dengan manfaat produk dan mewakilinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengalaman pelanggan Pengalaman pelanggan dalah penjelmaan sebuah brand yang mana melingkupi semua interaksi antara organisasi dengan pelanggan (Walkins,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagaimana suatu perilaku terbentuk dan factor apa saja yang mempengaruhi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagaimana suatu perilaku terbentuk dan factor apa saja yang mempengaruhi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keputusan Pembelian Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang determinan perilaku manusia. Dalam teori-teori tersebut para ahli memaparkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang masalah Persaingan global pada saat ini sudah merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari dalam industri. Hal ini ditandai dengan perubahan perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pada umumnya, setiap perusahaan menganut salah satu konsep atau filosofi pemasaran, yaitu falsafah atau anggapan yang diyakini perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari hari dengan luas ruang penjualan ±

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari hari dengan luas ruang penjualan ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alfamart merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari hari dengan luas ruang penjualan ± 200 m 2. Alfamart dikelola

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori dan Penurunan Hipotesis 1. Rerangka Teori a. Perpindahan Merek Menurut Kotler dan Keller (2008) merek (brand) adalah sebuah nama, tanda, simbol, desain atau kombinasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel penelitian dan Definisi Operasional 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola sendiri yang biasa disebut sebagai guet house. Menurut AHMA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola sendiri yang biasa disebut sebagai guet house. Menurut AHMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis perhotelan di Kota Malang, Jawa Timur, semakin tidak sehat. Pertambahan jumlah hotel yang tidak sebanding dengan pertumbuhan tingkat hunian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Loyalitas Pelanggan (customer loyalty) Loyalitas atau kesetiaan didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang kuat unyuk membeli atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang tidak terbatas semakin berkembang dari waktu ke waktu, kemajuan teknologi dan informasi telah membawa dampak besar bagi perubahaan gaya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perilaku berpindah merek telah dilakukan oleh Purwanto Waluyo dan Pamungkas dan Agus Pamungkas (2003) dengan judul Analisis Perilaku Brand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan sebuah investasi yang tak ternilai harganya. Pada saat ini begitu banyaknya berdiri rumah sakit-rumah sakit maupun tempat perawatan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Harga Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewi Kurniawati, Suharyono, Andriani Kusumawati (2014)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dewi Kurniawati, Suharyono, Andriani Kusumawati (2014) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1. Dewi Kurniawati, Suharyono, Andriani Kusumawati (2014) Sejumlah penelitian terkait kualitas produk telah dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek Kotler (1997) mengemukakan bahwa definisi merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi dari ketiganya yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Schmitt (2004:22) Experiential Marketing adalah suatu konsep

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Schmitt (2004:22) Experiential Marketing adalah suatu konsep BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Experiential Marketing Menurut Schmitt (2004:22) Experiential Marketing adalah suatu konsep pemasaran yang menawarkan produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan ekonomi, economic value mengalami pergeseran dari commodities, goods, service, hingga sekarang ini sampai ke tahap experience yang disebut

Lebih terperinci

Bab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk

Bab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk memuaskan konsumen dengan mengambil keuntungan dari bisnis yang dijalankan. Cara memuaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha bisnis yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada era globalisasi saat ini adalah bisnis makanan dan minuman. Hal tersebut dibahas dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. loyalitas pelanggan untuk restoran dengan konsep swalayan dengan dukungan

BAB V KESIMPULAN. loyalitas pelanggan untuk restoran dengan konsep swalayan dengan dukungan BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh pengalaman merek, kepribadian merek, kepuasan pelanggan, dan loyalitas pelanggan untuk restoran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kepuasan konsumen merupakan hal penting bagi suatu perusahaan. Maka

BAB II LANDASAN TEORI. Kepuasan konsumen merupakan hal penting bagi suatu perusahaan. Maka 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan konsumen Kepuasan konsumen merupakan hal penting bagi suatu perusahaan. Maka sering terlihat slogan-slogan Pelanggan adalah raja. Kata kepuasan (satisfaction) berasal

Lebih terperinci