BAB II LANDASAN TEORI. A. Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. A. Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea"

Transkripsi

1 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea 1. Pengertian Eksistensi Diri Eksistensi secara etimologi berasal dari bahasa Latin existo, yang terdiri dari dua suku kata yaitu ex dan sister yang artinya menjadi, muncul atau hadir (Misiak & Sexton, 2005). Menurut istilah dari psikologi eksistensial, eksistensi adalah sebuah pandangan yang lebih mengurusi masalah-masalah keberadaan manusia di dalam dunia dan kebebasan memilih merupakan hal yang terpenting bagi hidupnya (Chaplin, 2011). Eksistensi manusia dipahami sebagai sesuatu yang bergerak atau dinamis. Konteks eksistensi berdasarkan pada kenyataan bahwa seseorang itu mengada pada saat ini dalam ruang dan waktu tertentu, sehingga masalah yang sedang terjadi dihadapi secara sadar dan dapat mempersiapkan langkah yang akan dilakukan selanjutnya (Abidin, 2002). Eksistensi diri adalah segala kemungkinan yang apabila direalisasikan dapat mengarahkan individu pada keberadaan yang otentik (Rodgers & Thompson, 2015). Realisasi kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat diartikan sebagai pengungkapan potensi-potensi bawaan yang dengan kebebasannya, manusia dapat memilih mana yang ingin direalisasikannya. Sedangkan otentik dalam hal ini berarti mempunyai kebebasan untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. 9

2 10 Frankl (1964) menyatakan bahwa, esensi dari eksistensi diri adalah tanggung jawab. Setiap manusia dipertanyakan oleh kehidupan, dan dia hanya bisa menjawab pada hidup dengan menjawab untuk hidupnya sendiri, hidupnya yang hanya bisa direspon dengan bertanggung jawab. Manusia harus bertanggung jawab dan mengaktualisasikan potensi makna hidupnya, dengan penekanan bahwa, kebenaran dari makna hidup adalah untuk ditemukan di dunia dari pada dalam diri atau jiwa manusia itu sendiri, seolah-olah itu merupakan sistem yang tertutup. Berdasarkan berbagai definisi, penelitian ini melandaskan konstruksi eksistensi diri sebagai pencapaian individu yang diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam aktivitas bermakna sebagai wujud keberadaan otentiknya. 2. Pengertian Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea Cover dance merupakan dance performance dari penggemar K-pop yang gerakannya sudah pernah ditampilkan oleh para artis Korea diikuti dan ditampilkan kembali oleh mereka. Titik kesempurnaan dari cover dance bukan pada kreativitas, namun kemiripan dengan penampilan sang idola, baik dari segi detail gerakan, kostum, postur tubuh, serta ekspresi yang ditampilkan di atas panggung (KapanLagi.com, 2011). Sebutan bagi para dancer atau penari yang melakukan cover dance, baik secara individu/solo maupun secara berkelompok/grup, adalah cover dancer. Jadi, dapat disimpulkan bahwa cover dancer boyband dan girlband Korea adalah dancer atau penari yang

3 11 menampilkan gerakan tarian yang sudah pernah ditampilkan oleh para boyband dan girlband Korea. 3. Pengertian Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea Cover dancer boyband dan girlband Korea dalam menjalani kegiatannya mengeluarkan banyak tenaga, biaya untuk penampilan, dan waktu untuk berlatih. Mereka mendapatkan imbalan finansial bila memenangkan suatu kompetisi cover dance dan imbalan tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah mereka keluarkan. Namun, keberadaan cover dancer boyband dan girlband Korea ini semakin lama juga mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh komitmen para cover dancer dalam melakukan kegiatannya sebagai cover dancer boyband dan girlband Korea. Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada beberapa cover dancer boyband dan girlband Korea menjelaskan bahwa mereka tetap melakukan kegiatan cover dance karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang bernilai bagi mereka sehingga menimbulkan kebahagian tersendiri (Jani dkk, wawancara pribadi, Agustus, 2015). Eksistensi diri mempunyai pengertian sebagai pencapaian individu yang diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam kegiatan bermakana sebagai wujud keberadaan otentiknya. Sehingga dalam memenuhi eksistensi diri seseorang memiliki kebebasan untuk memilih dan melakukan

4 12 kegiatan-kegiatan yang dianggap bermakna bagi dirinya untuk mengungkapkan potensi-potensi yang dimilikinya. Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea merupakan pencapaian cover dancer boyband dan girlband Korea yang diraih melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki dalam aktivitas bermakna sebagai wujud keberadaan otentiknya. 4. Aspek-Aspek Eksistensi Diri Langle dkk. (2003) merumuskan aspek-aspek dari eksistensi diri sebagai berikut: a. Perception Perception berkaitan dengan bagaimana manusia memahami atau mempersepsikan objek di dunia. Objek-objek tersebut dimengerti bukan sebagai esensi, akan tetapi sebagai sebuah arti yang terus berkembang. Individu diharapkan mampu untuk membedakan diri dari dunia sekitarnya, tidak bergantung pada orang lain atau keadaan dan menerima segala hal apa adanya dari lingkungan. Dalam berinteraksi dengan dunia, penting bagi individu untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan mempelajari berbagai kondisi maupun situasi yang dihadapi. Sebuah kehidupan yang bermakna selalu berhadapan dengan perubahan-perubahan factual dan kemungkinannya, sampai individu memperoleh kebenaran yang hakiki atau persepsi realistis.

5 13 Langle (2003) menjelaskan lebih lanjut, bahwa terdapat tiga hal yang diperlukan: protection, space dan support. Jika seseorang bisa memenuhi tiga hal tersebut, maka ia akan dapat merasa percaya berada di dunia, dan kepercayaan diri muncul, bahkan mungkin akan tumbuh kepercayaan terhadap Tuhan. Keseluruhan pengalaman ini adalah kepercayaan fundamental (a fundamental trust), sebuah kepercayaan bahwa individu mempunyai support yang mendalam dan abadi di dalam hidupnya. Bagaimanapun hal tersebut tidak cukup untuk mendapatkan protection, space, dan support. Individu juga harus meraih beberapa kondisi ini, membuat keputusan terhadapnya, serta menerimanya. Peran aktif individu pada kondisi fundamental dari being here adalah untuk menerima aspek positif dan bertahan terhadap efek negatifnya. Menerima berarti siap untuk mengisi space tempat keberadaan diri, mengandalkan support yang didapat dan percaya terhadap protection yang dianugrahkan pada diri individu. Bertahan berarti mengharuskan diri untuk menerima kesulitan apapun, ancaman dan menoleransi apa-apa yang tidak dapat diubah. Hidup menentukan kondisi-kondisi pasti terhadap individu dan dunia mempunyai hukumnya sendiri, sehingga ia harus beradaptasi terhadapnya. b. Recognition of values Recognition of values merupakan keadaan seseorang dapat memahami hubungan kualitatif antar objek dan antara objek dengan dirinya sendiri. Tingkatan dari tujuan-tujuan berdasarkan nilai (konten, kemungkinan) juga semakin berkembang. Hal ini dilandasi oleh pengenalan individu terhadap

6 14 perasaan atau emosi serta evaluasi dari reaksi-reaksi dalam menerima dan mengimajinasikan objek. Individu kini mengorientasikan dan mengalihkan perhatian kepada hal-hal di luar dirinya, yaitu menjalin hubungan dengan orang lain maupun objek lain, menilainya, sampai ia memperoleh keharmonisan antara dunia dan dirinya. Perhatian individu yang semula semata-mata terarah pada kepentingan pribadi pun dialihkan pada kepentingan sosial. Langle (2003) menjelaskan ketika seseorang memiliki space di dunia, ia dapat mengisinya dengan kehidupan secara sederhana. being there tidaklah cukup, kita menginginkan eksistensi kita menjadi baik. Untuk mendapatkan hidup yang diinginkan dan dicintai, terdapat tiga hal yang harus diraih: relationship, time, dan closeness. Jika ketiganya terpenuhi, ia akan mendapatkan keharmonisan antara dunia dengan dirinya, dan ia akan merasakan kedalaman hidup. Pengalaman ini merupakan bentuk fundamental value, sebuah perasaan yang paling dalam terhadap nilai kehidupan (value of life). Hal ini mewarnai emosi individu dan merepresentasikan ukuran terhadap apapun yang mungkin dirasakan untuk menjadi berharga. Tidak hanya relationship, time, dan closeness, namun partisipasi aktif serta persetujuan diri juga diperlukan. Ketika individu berpaling pada sesuatu atau seseorang, membiarkan diri tersentuh, ia akan merasakan pengalaman hidup yang bersemangat. Tidak hanya pengalaman hidup bersemangat, secara seimbang ia juga mengalami pengalaman seperti kehilangan dan kesedihan.

7 15 c. Freedom Freedom atau kebebasan adalah kemampuan manusia dalam menentukan sikap terhadap dirinya sendiri dan dunianya, termasuk menentukan tindakan-tindakan dan arah hidupnya. Individu harus menghilangkan beberapa kemungkinan lain untuk memenuhi satu pilihan yang diambil. Individu harus sadar dengan pilihan yang ia ambil dan konsekuensinya. Ada suatu saat ketika seseorang akan dipaksa untuk memutuskan sebuah pilihan, akan tetapi diri individu lah yang menyadari dan memutuskan pilihannya sendiri. Pada intinya, keputusan ini bisa berarti sebagai kesetiaan hidup seseorang atas tujuan yang ia pilih. Langle (2003) menjelaskan bahwa, terdapat singularitas yang membuat diri individu menjadi 'aku' dan membedakannya dari orang lain. Individu menyadari bahwa dirinya harus menguasai keberadaan dirinya dan bahwa ia pada dasarnya sendirian, bahkan mungkin terkucilkan (solitary). Tapi, sebenarnya ada lebih banyak lagi hal-hal yang sama tunggal (equally singular). Keragaman, keindahan dan keunikan yang ada di semua dimensi kehidupan menghasilkan perasaan kagum dan hormat pada diri individu. Hal ini adalah plane of identity, mengetahui diri sendiri dan etika. Untuk mencapai hal ini, maka terdapat tiga hal yang harus dipenuhi: attention (perhatian), justice (keadilan), dan appreciation (apresiasi). Jika, individu telah mengalami ketiga hal tersebut, ia akan menemukan dirinya, menemukan keaslian dan harga dirinya. Keseluruhan pengalaman ini membangun harga diri individu dan inti dirinya.

8 16 Untuk dapat menjadi diri sendiri, mengalami pengalaman attention, justice dan appreciation secara sederhana saja tidak cukup. Individu juga memerlukan partisipasi aktif, ia harus melihat orang lain dan bertemu dengan mereka. Pada saat yang sama individu harus menggambarkan dirinya sendiri, berdiri sendiri dan menolak apa pun yang tidak sesuai dengan akalnya sendiri. Encounter (pertemuan) dan regret (penyesalan) adalah dua cara yang dilakukan individu agar bisa hidup otentik tanpa berakhir dalam kesendirian. Encounter merupakan jembatan yang diperlukan untuk menghubungkan pada orang lain. Itu membuat individu memahami esensi orang lain serta dirinya sendiri; menemukan 'I' pada 'you'. Dengan partisipasi diri dan apresiasi dari orang lain menciptakan apresiasi yang sama bagi siapa saya. d. Responsibility Responsibily atau tanggung jawab dalam hal ini berarti ketetapan hati untuk menempatkan sebuah keputusan ke dalam tindakan dan dapat konsisten serta menanggung konsekuensi-konsekuensi dari tindakan tersebut. Langle (2003) mengemukakan jika individu bisa berada di sini, mencintai hidup dan menemukan diri didalamnya, maka terpenuhilah kondisi untuk menuju kondisi fundamental keempat, keberadaan individu mengakui hidupnya dan apa saja tentangnya. Hal ini tidak cukup untuk hanya berada di sini dan telah menemukan diri sendiri. Individu harus melampaui diri sendiri jika ia ingin mencari pemenuhan dan menjadi matang. Kalau tidak, ia akan seolah-olah hidup di rumah yang tak seorang

9 17 pun pernah mengunjunginya. Terdapat tiga hal yang diperlukan untuk memenuhinya: field activity (bidang aktivitas), a structural context (konteks struktural) dan a value to be realized in the future (nilai yang akan dicapai di masa depan). Jika kondisi ini terpenuhi, individu akan mampu berdedikasi dan bertindak, yang akhirnya, membentuk keyakinannya sendiri (my own form of religious belief). Keseluruhan pengalaman ini menambahkan kehidupan yang bermakna (meaning of life) dan mengarahkan pada rasa pemenuhan (sense of fulfillment). Hal bermakna tidak hanya apa yang bisa individu harapkan dari hidup. Sesuai dengan struktur dialogis eksistensi, adalah sama pentingnya dengan apa yang hidup inginkan dari individu, apa yang saat ini diharapkan dari individu dan apa yang individu bisa dan harus lakukan sekarang untuk orang lain serta untuk dirinya sendiri. Bagian aktif dalam sikap keterbukaan individu adalah untuk membawa diri ke dalam persetujuan dengan situasi, untuk memeriksa apakah yang dilakukan adalah benar-benar hal yang baik: untuk orang lain, untuk masa depan dan untuk lingkungan. Jika seorang individu bertindak, jika ia menanggapi pertanyaan-pertanyaan ini, maka eksistensinya akan terpenuhi. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek eksistensi diri yang dikemukakan oleh Langle dkk. (2003), yang meliputi perception, recognition of values, freedom dan responsibility.

10 18 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Diri Abidin (2002) menjelaskan bahwa, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi eksistensi diri antara lain adalah: a. Kematian (Ketiadaan) Eksistensi manusia tidak lepas dari kematian. Kematian merupakan akhir dari eksistensi manusia. Namun, kematian dapat membuat seseorang menjadi diri yang otentik apabila ia dapat menerima kematian sebagai suatu fakta yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensinya. Apabila manusia dapat menerima kematian yang identik dengan ketiadaan dan kesendirian yang mencekam dan menyeluruh, maka ia akan berusaha melepaskan diri dari kontrol orang lain. Kuasa atau kontrol orang lain inilah yang membuat eksistensi seseorang dangkal dan tidak autentik. b. Kecemasan Kecemasan (angst atau anxiety) dalam hal ini berhubungan dengan kebebasan. Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang bebas di dunia ini (we are condemned to freedom). Namun, kebebasan tersebut justru menimbulkan kecemasan. Manusia selalu dihadapkan pada kemungkinankemungkinan yang tidak diketahui akan menguntungkan atau justru menghancurkan eksistensi diri manusia. Dengan kata lain, kecemasan tersebut disebabkan karena adanya kesadaran manusia akan kebebasan dan semua risikonya menuntut pertanggung jawaban.

11 19 c. Kehendak bebas Setiap saat manusia dihadapkan pada kondisi untuk memilih satu atau beberapa kemungkinan-kemungkinan yang ada. Manusia berhak sepenuhnya untuk memilih apa yang ia inginkan, dan karenanya manusia disebut sebagai makhluk yang bebas. Tindakan-tindakan yang mengisyaratkan kehendak bebas dari manusia antara lain adalah: 1) Penentuan diri (self determination). Dalam menentukan sebuah pilihan dalam hidup, manusia dapat menerima masukan dari orang lain tentang baik atau buruknya hal-hal yang sedang dihadapi. Walaupun demikian, pada akhirnya penentuan pilihan tersebut bukan berasal dari orang lain, melainkan keputusan dari diri sendiri. 2) Pilihan. Pilihan yang diambil akan menghasilkan tindakan yang dilakukan saat ini. 3) Konsekuensi. Tidak semua konsekuensi sesuai dengan yang diprediksikan. Terkadang, ada tindakan yang baik namun malah berakibat buruk. 4) Pertanggungjawaban. Setiap manusia bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari tindakan yang dikerjakannya. 5) Karakter. Setiap pilihan tindakan yang diambil merupakan pilihan karakter. Ketika memilih, seseorang akan melakukan tindakan dan tindakan tersebut dapat membentuk karakter dirinya.

12 20 d. Waktu (Temporalitas) Waktu dalam hal ini berkaitan dengan pengalaman manusia, tidak ada kaitannya dengan waktu objektif yang diukur dengan satuan jam. Pengalaman manusia dihayati tidak secara objektif, melainkan secara subjektif. Setiap manusia menghayati masa lalu, masa kini, dan masa depan secara berbeda. Masa depan merupakan sebuah ancaman bagi orang yang cemas, namun merupakan peluang dalam membuka berbagai kemungkinan bagi orang yang optimis. e. Ruang (Spasialitas) Ruang dalam hal ini adalah ruang yang dihayati. Setiap individu menghayati ruang secara berbeda. Ruang spasial ditentukan oleh nada (perasaan) dan detak (emosional) seseorang. Detak atau nada ruang batin yang dihayati dapat dirasakan sebagai sesuatu yang penuh atau kosong, bisa dirasakan sebagai sesuatu yang luas atau justru malah membatasi. Cinta merupakan contoh perluasan ruang, walaupun berada jauh namun terasa dekat dengan orang yang dikasihi. Sebaliknya, perasaan putus asa membuat ruang terasa kosong dan penderitaan membuat ruang terasa sempit. f. Tubuh Tubuh dalam hal ini bukanlah merupakan tubuh secara fisiologis, melainkan tubuh yang dihayati, tubuh yang bermakna dan yang memberi makna pada dunia. Makna terhadap tubuh bersifat subjektif. Tubuh bermakna sebagai tubuh-subjek bagi diri sendiri, karena setiap tindakan

13 21 dilakukan melalui tubuh. Sedangkan bagi orang lain, tubuh merupakan tubuh-objek, misalnya objek untuk dibedah saat operasi atau objek pemenuhan kebutuhan seksual. g. Diri sendiri Manusia memberi makna tidak hanya pada dunia, namun juga pada diri sendiri. Makna terhadap diri sendiri juga dapat berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. Beberapa orang memaknai dirinya sebagai orang yang kuat, namun beberapa lainnya memaknai dirinya sebagai orang yang lemah. Tidak hanya kuat dan lemah, namun makna diri sendiri juga dapat berupa optimistik atau pesimistik, menarik atau menyebalkan, berkuasa atau tidak berdaya. h. Rasa Bersalah Manusia pada umumnya memiliki rasa bersalah ketika melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan. Rasa bersalah juga muncul ketika manusia merasa telah membuang waktu dan merasa gagal dalam mengaktualisasikan potensipotensi, bakat-bakat, dan kemampuan-kemampuan yang dimiliknya. Kegagalan tersebut dapat terjadi bila seseorang terlalu konformis dengan lingkungan sekitarnya, sehingga bakat dan potensinya termatikan. Perasaan bersalah juga muncul ketika terjadi putusnya keintiman, komunikasi, atau berkurangnya rasa cinta terhadap sesama.

14 22 Rollo May (dalam Bastaman, 1996), membedakan tiga faktor yang mempengaruhi eksistensi diri, yaitu : a. Umwelt Umwelt secara harfiah berarti dunia sekitar (world-around), yaitu dunia fisik biologi yang dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut lingkungan (environment). Abidin (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa Umwelt merupakan dunia kebutuhan biologis, naluri tidak sadar, dan segala sesuatu yang dinamakan lingkungan. Umwelt merupakan dunia objekobjek di sekitar kita, yang bersifat objektif. Umwelt adalah sesuatu yang mempengaruhi kita, yang membuat kita sakit dan menderita, membuat kita tua dan tak berdaya. Sebagai organisme, manusia mempunyai umwelt. b. Mitwelt Mitwelt secara harfiah berarti dunia bersama (with world), sedangkan secara istilah lebih tepat diterjemahkan sebagai masyarakat. Abidin (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa mitwelt merupakan dunia perhubungan antar manusia, yang khas manusia. Dalam perhubungan antar manusia terdapat perasaan-perasaan seperti cinta dan benci. Baik cinta maupun benci, tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang bersifat biologis. Baik cinta maupun benci tergantung pada sejumlah faktor yang bersifat manusiawi, misalnya keputusan pribadi dan komitmen pada orang lain. Oleh sebab itu, istilah-istilah seperti penyesuaian diri dan adaptasi hanya cocok dala umwelt, tapi tidak dalam mitwelt.

15 23 c. Eigenwelt Eigenwelt secara harfiah berarti dunia pribadi (own-world), sedangkan secara istilah lebih tepat diterjemahkan sebagai diri. Abidin (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa eidenwelt adalah kesadaran diri, perhubungan diri, dan secara khas hadir dalam diri manusia. Eigenwelt adalah pusat dari perspektif diri dan pusat perhubungan diri dengan bendabenda atau orang lain. Tanpa perspektif diri dan tanpa keberadaan diri sebagai pusat referensi bagi dunianya sendiri, individu akan merasa tidak ada apapun dalam dunianya. Eigenwelt juga merupakan kesadaran, bahwa aku ada dan keberadaanku tidak dapat disangkal. Tanpa kesadaran itu manusia kehilangan orientasi dan dengan demikian kehilangan eksistensi. B. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat di mana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga. Harga diri merupakan pengalaman subjektif yang diungkapkan individu kepada orang lain melalui komunikasi verbal dan perilaku-perilaku yang nyata. Bentuk sikap yang mencerminkan hal ini di antaranya sikap menerima atau menolak dan keyakinan terhadap kemampuan, keberartian, keberhasilan, dan kelayakan (Coopersmith, 1967).

16 24 Chaplin (2011) mendefinisikan harga diri sebagai penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu. Lebih lanjut Branden (2005) menilai harga diri sebagai kecenderungan seseorang memandang dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan kehidupan dan mencapai hak untuk merasa bahagia. Santrock (2007) menjelaskan, bahwa harga diri merujuk pada evaluasi keseluruhan atas diri seorang individu. Harga diri juga disebut sebagai self worth atau self image. Beberapa peneliti terkadang tidak selalu membuat perbedaan yang jelas antara harga diri dan konsep diri, terkadang mereka mencampur-adukkan istilah-istilah tersebut. Terdapat perbedaan yang jelas mengenai harga diri dan konsep diri, istilah harga diri lebih menekankan evaluasi diri yang bersifat global, sedangkan konsep diri merupakan suatu bentuk evaluasi diri yang menyangkut bidang tertentu. Santrock (2007) menyebutkan, bahwa harga diri disebut juga kelangsungan hidup dari jiwa yang merupakan sarana bagi pertumbuhan eksistensi seseorang. Menurut Guindon (2010), harga diri adalah sikap, komponen evaluasi diri; penilaian afektif yang ditempatkan pada konsep diri terdiri dari rasa berharga dan penerimaan yang dikembangkan dan dipertahankan sebagai konsekuensi dari kesadaran kompetensi dan umpan balik dari dunia luar. Harga diri bersifat situasional, tinggi pada satu saat atau rendah di lain, tergantung pada yang elemen identitas atau domain tertentu. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah keseluruhan evaluasi diri yang dinyatakan dalam sikap

17 25 individu atas dirinya dan menunjukkan tingkat di mana ia meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang berharga. 2. Aspek-Aspek Harga Diri Coopersmith (1967) mengemukakan empat aspek dari harga diri, yaitu: a. Power Power adalah kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kemampuan ini ditandai dengan adanya pengakuan, penghargaan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain. Apabila individu mampu mengontrol diri sendiri dan orang lain dengan baik maka hal tersebut akan mendorong terbentuknya harga diri yang positif atau tinggi, demikian juga sebaliknya. Power juga dikaitkan dengan inisiatif. Pada individu yang memiliki power tinggi akan memiliki inisiatif yang tinggi, demikian pula sebaliknya individu yang memiliki power rendah akan menunjukan inisiatif yang rendah pula. b. Significance Significance atau keberartian adalah perasaan yang didapat dari adanya penerimaan, penghargaan, kasih sayang dan perhatian dari orang-orang disekitar individu tersebut. Perhatian dan penerimaan akan ditunjukkan dengan adanya sikap hangat dari lingkungan, popularitas dan dukungan dari keluarga. Semakin banyak ekspresi kasih sayang yang diterima individu, maka individu tersebut akan semakin merasa berarti dan harga diri akan terdorong semakin tinggi.

18 26 c. Virtue Virtue atau kebajikan adalah ketaatan mengikuti standar moral, etika dan ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan. Bahasan tentang kebajikan juga tidak terlepas dari segala macam perbincangan mengenai peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat, serta hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ketaatan beragama. Ketaatan individu terhadap aturan dalam masyarakat serta tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari norma dan ketentuan yang berlaku di masyarakat akan membuat individu tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat. Demikian juga bila individu mampu memberikan contoh atau dapat menjadi panutan yang baik bagi lingkungannya, akan diterima secara baik oleh masyarakat. Jadi, ketaatan individu terhadap aturan masyarakat dan kemampuan individu memberi contoh bagi masyarakat dapat menimbulkan penerimaan lingkungan yang tinggi terhadap individu tersebut. Penerimaan lingkungan yang tinggi ini mendorong terbentuknya harga diri yang tinggi. d. Competence Competence atau kemampuan dapat diartikan sebagai kesuksesan dalam memenuhi tuntutan prestasi atau dengan kata lain berhasil dalam memiliki tuntutan capaian. Dengan adanya kemampuan yang cukup, individu akan merasa yakin untuk dapat mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Apabila usaha individu sesuai dengan tuntutan dan harapan, itu berarti invidu memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk harga diri yang

19 27 tinggi. Sebaliknya apabila individu sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi atau gagal memenuhi harapan dan tuntutan, maka individu tersebut merasa tidak kompeten. Hal tersebut dapat membuat individu mengembangkan harga diri yang rendah. Tafarodi dan Swann (dalam Richardson dkk., 2009) menyatakan, bahwa harga diri global terdiri dari dua aspek berbeda namun saling behubungan, yaitu: a. Self Competence Self competence merupakan penilaian terhadap diri sendiri sebagai agen penyebab, disengaja sebagai usaha untuk mencapai hasil yang dinginkan. Self competence mengarah pada orientasi positif atau negatif individu terhadap dirinya secara keseluruhan yang menjadi sumber efikasi dan kekuasaan. Indikator dari self competence adalah merasa memiliki kemampuan yang baik, dan merasapuas dengan kemampuan diri sendiri. Apabila individu menilai usahanya sesuai dengan tuntutan dan harapan, berarti invidu memiliki kompetensi yang dapat membantu membentuk harga diri yang tinggi. Sebaliknya, apabila individu sering mengalami kegagalan dalam meraih prestasi atau gagal memenuhi harapan dan tuntutan, individu tersebut merasa tidak kompeten, sehingga individu cenderung mengembangkan harga diri yang rendah. b. Self Liking Self Liking didefinisikan sebagai pengalaman valuatif seseorang sebagai objek sosial, apakah dirinya merupakan seorang yang baik atau buruk

20 28 sesuai dengan kriteria yang telah diinternalisasikan. Self liking merupakan nilai sosial yang dianggap berasal dari dalam diri. Indikator dari self liking adalah memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, seperti merasa memiliki sejumlah kualitas diri yang baik, merasa diri sebagai orang yang berharga, merasa mampu melakukan hal-hal seperti kebanyakan orang lain lakukan dan secara keseluruhan merasa puas dengan diri sendiri. Apabila individu memiliki sikap positif terhadap diri dan merasa puas terhadap dirinya, maka individu cenderung mengembangkan harga diri yang tinggi. Penelitian ini menggunakan aspek harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967), yang meliputi power, significance, virtue dan competence. Alasan memakai aspek harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) adalah karena aspek-aspek yang diungkapkan lebih lengkap dan aspek harga diri yang dikemukakan Tafarodi dan Swann (dalam Richardson dkk., 2009) sudah terwakilkan oleh aspek-aspek harga diri milik Coopersmith (1967), seperti self competence yang telah terwakilkan oleh competence dan self liking yang telah terwakilkan oleh significance. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Coopersmith (1967) membagi faktor yang mempengaruhi harga diri menjadi dua, yaitu: a. Lingkungan keluarga Hubungan dengan orang tua atau orang tua pengganti sangat mempengaruhi harga diri individu dalam masa-masa perkembangannya.

21 29 Harga diri positif merupakan hasil dari dukungan orang tua dan kebebasan individu untuk berperilaku dalam cara yang realistis. b. Lingkungan sosial Lingkungan memberikan dampak yang besar terhadap seseorang, melalui interaksi yang baik antara individu satu dengan individu yang lain dalam lingkungan sosialnya. Ketika lingkungan memberikan respon yang positif terhadap seseorang, maka dalam diri individu tersebut akan muncul rasa aman dan nyaman berada dalam lingkungan sosialnya dan membentuk harga diri yang positif bagi dirinya. Faktor yang mempengaruhi harga diri menurut McKay dan Fanning (2000) diuraikan sebagai berikut: a. Emosi Kesulitan mengendalikan emosi sangat berpengaruh pada pikiran yang selanjutnya akan termanifestasikan dalam harga diri individu. Emosi negative yang tidak dapat tertangani dengan baik biasanya akan memberikan konsekuensi negatif pula. b. Overgeneralization Ketika menghadapi sekali kegagalan, individu terkadang cenderung menjadi patah semangat lalu menyamarkan bahwa setiap usaha yang akan dilakukannya juga pasti akan gagal lagi. c. Global labeling Mengkotak-kotakkan pikiran dengan memberi stereotip pada diri sendiri dan orang lain berdasarkan kelas social, perilaku dan pengalaman. Individu

22 30 dengan harga diri rendah biasanya memposisikan dirinya dalam masyarakat sebagai tokoh yang negatif. d. Filtering Kekakuan individu dalam menerima kritik atau saran dari orang lain. Individu tersebut cenderung menolak untuk menerima kritikan orang lain atau hal yang tidak ia sukai dan ketika ia menerima kritikan tersebut hal itu akan membuatnya patah semangat dan berfokus pada kekurangannya saja. e. Polarized thinking Memiliki pola berpikir yang beragam dalam sekali waktu namun bertentangan satu sama lain. Pola berpikir ini akan membuat individu merasa kebingungan akan sikap yang harus ia lakukan. f. Self-blame Sikap menyalahkan diri sendiri atas setiap permasalahan yang dihadapi, baik tindakannya benar ataupun salah, individu tersebut selalu menempatkan diri sebagai orang yang bertanggung jawab pada permasalahan yang terjadi. Sikap seperti ini membuat individu tidak dapat melihat sisi positif dan kualitas dari dirinya sendiri. g. Personalization Kebiasaan mengukur dan membanding-bandingkan segala sesuatu dengan diri sendiri. h. Mind reading Menganggap orang lain memiliki pikiran sesuai dengan yang ia kehendaki, pada individu dengan harga diri rendah biasanya ia cenderung menganggap

23 31 orang lain selalu menyetujui setiap opini negatif individu tersebut terhadap dirinya sendiri. 4. Klasifikasi Harga Diri Coopersmith (1967) mengklasifikasikan harga diri ke dalam tiga tingkatan, yaitu harga diri tinggi, sedang, dan rendah. Berikut merupakan penjelasan pengklasifikasian harga diri: a. Harga diri tinggi Harga diri tinggi ditandai dengan sikap tidak bergantung (independent), kreatif, ekspresif, asertif, terlibat secara aktif dalam diskusi, tidak hanya sebagai pendengar, berani mengungkapkan pendapat, cenderung tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi, mau menerima kritik dan perbedaan pendapat, perhatian dan optimis. b. Harga diri sedang Harga diri sedang memiliki ciri sikap yang hampir mirip dengan ciri sikap harga diri tinggi, hanya bedanya, pada harga diri sedang seseorang masing menunjukkan kebimbangan dalam menilai dirinya sehingga masih memerlukan dukungan sosial. c. Harga diri rendah Harga diri rendah ditandai dengan sikap rendah diri, kurang ekspresif, kurang aktif, lebih suka sebagai pendengar dan pengikut saat melakukan aktivitas sosial, kurang berani mengemukakan pendapat, takut terhadap

24 32 pendapat yang bertentangan dengan dirinya, merasa tidak dicintai, kurang dapat menerima kritikan dan mudah tersinggung. 5. Fungsi Harga Diri Sedikedes (dalam Baron dan Byrne, 2004) menyatakan bahwa terdapat tiga tujuan seseorang memberikan penilaian terhadap diri sendiri. Masingmasing individu memiliki tujuan yang paling menonjol, tergantung dari lingkungan, kepribadian, dan budaya individu. Penilaian terhadap diri sendiri dalam hal ini dapat disebut juga sebagai harga diri, sehingga tujuan seseorang memberikan penilaian terhadap diri sendiri dapat dikatakan sebagai fungsi harga diri pada diri seseorang. Tiga fungsi harga diri pada diri seseorang yang dimaksud adalah: a. Self assesment Maksud dari self assesment dalam hal ini yaitu untuk memperoleh pengetahuan yang akurat tentang diri sendiri. Tujuan ini banyak diterapkan oleh masyarakat pada budaya kolektivis untuk mendapatkan pandangan dari lingkungan sosial tentang dirinya dengan baik. b. Self enhancement Maksud dari self enhancement dalam hal ini yaitu untuk mendapatkan informasi positif tentang diri sendiri. Termasuk di dalam self-enhancement adalah preferensi positif di atas perasaan negatif pada diri sendiri.

25 33 c. Self verification Maksud dari self verification dalam hal ini yaitu untuk mengkonfirmasi informasi yang sudah diketahui tentang diri sendiri. Individu yang menonjol pada self verification memandang dirinya dalam perspektif negatif yang enggan untuk berubah. C. Penerimaan Sosial 1. Pengertian Penerimaan Sosial Hurlock (2007) mengartikan penerimaan sosial sebagai keberadaan seseorang yang ditanggapi secara positif oleh orang lain dalam suatu hubungan yang dekat dan hangat dalam suatu kelompok. Menurut Leary (2005), penerimaan sosial berarti adanya sinyal dari orang lain yang ingin menyertakan seseorang untuk tergabung dalam suatu relasi atau kelompok sosial. Leary juga menyatakan bahwa penerimaan sosial terjadi pada kontinum yang berkisar dari menoleransi kehadiran orang lain hingga secara aktif menginginkan seseorang untuk dijadikan partner dalam suatu hubungan. Penerimaan sosial merupakan penilaian kognitif yang spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan orang lain terhadap diri seseorang dan bahwa penghargaan orang lain tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku (Brock dkk., 1998). Penerimaan sosial terjadi karena adanya kematangan dalam hubungan sosial sebagai pencapaian proses pembelajaran

26 34 dalam menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, moral dan tradisi yang mana individu dapat meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama (Yusuf, 2010). Menurut Grinder (2001) penerimaan sosial merupakan perhatian positif yang diterima individu dari orang lain. Penerimaan sosial mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan dan penyesuaian diri pada seseorang. Akibat langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh kelompoknya. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, penerimaan sosial adalah penilaian kognitif yang spesifik dan relatif stabil terhadap keberadaan seseorang yang ditanggapi secara positif oleh orang lain dalam suatu hubungan yang dekat dan hangat. 2. Aspek-Aspek Penerimaan Sosial Brock dkk. (1998) mengemukakan empat aspek dari penerimaan sosial, yaitu: a. Perceived acceptance of father Perceived acceptance of father adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari ayah atau orang pengganti ayah terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran ayah atau orang pengganti ayah tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau

27 35 berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. b. Perceived acceptance of mother Perceived acceptance of mother adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari ibu atau orang pengganti ibu terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran ibu atau orang pengganti ibu tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. c. Perceived acceptance of family Perceived acceptance of family adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari keluarga terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran tiap-tiap anggota keluarga tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. d. Perceived acceptance of friends Perceived acceptance of friends adalah penilaian kognitif spesifik dan relatif stabil terhadap kepedulian dan penghargaan dari kelompok teman terhadap diri seseorang dan bahwa kekhawatiran tiap-tiap anggota kelompok teman tersebut tidak bergantung pada sikap tertentu atau berperilaku berbeda dari bagaimana biasanya mereka satu sama lain berperilaku. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan aspek penerimaan sosial yang dikemukakan oleh Brock dkk. (1998), yang meliputi

28 36 perceived acceptance of father, perceived acceptance of mother, perceived acceptance of family, dan perceived acceptance of friends. 3. Faktor-Faktor Penerimaan Sosial Hurlock (2007) mengungkapkan faktor-faktor penerimaan sosial, yaitu: a. Kesan pertama Kesan pertama yang menyenangkan akibat dari penampilan yang menarik perhatian, sikap yang tenang dan gembira. b. Reputasi Reputasi sebagai seseorang yang sportif menyenangkan. c. Penampilan diri Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman sebaya. d. Perilaku Sosial Perilaku sosial yang ditandai oleh kerja sama, tanggung jawab, panjang akal, kesenangan bersama orang-orang lain, bijaksana dan sopan. e. Matang Matang, terutama dalam hal pengendalian serta kemauan untuk mengikuti peraturan-peraturan. f. Penyesuaian sosial Suatu kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik seperti jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri dan ekstraversi.

29 37 g. Status sosial ekonomi Status sosial ekonomi yang sama atau sedikit di atas anggota-anggota yang lain dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota-anggota keluarga. h. Tempat tinggal Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok sehingga mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok. 4. Fungsi Penerimaan Sosial Mappiare (1997) menjelaskan bahwa penerimaan sosial mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan, dan penyesuaian diri seseorang. Pengaruh tersebut bukan saja terjadi dalam batas masa remaja saja, melainkan akan terbawa terus sampai masa dewasa atau masa tua. Akibat langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh lingkungan sosialnya. Hal ini menimbulkan perasaan senang, puas bahkan bahagia, yang pada gilirannya memberi rasa percaya diri yang besar. Selanjutnya, rasa percaya diri menimbulkan keberanian dan ketertarikan untuk berinisiatif memberikan sumbangan tenaga dan pikiran terhadap kondisi yang terjadi pada lingkungan sosial yang kemudian dapat membuatnya lebih populer atau lebih diterima oleh lingkungan sosialnya. Keadaan seperti ini membawa pengaruh positif bagi perkembangan pribadi dan sosial yang akan terus berlanjut pada masa-masa perkembangan berikutnya.

30 38 D. Hubungan antara Harga diri dan Penerimaan sosial dengan Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea Cover dancer boyband dan girlband Korea dalam menjalani kegiatannya mengeluarkan banyak tenaga, biaya untuk penampilan, dan waktu untuk berlatih. Mereka mendapatkan imbalan finansial bila memenangkan suatu kompetisi cover dance dan imbalan tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah mereka keluarkan. Namun, keberadaan cover dancer boyband dan girlband Korea ini semakin lama juga mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh komitmen para cover dancer dalam melakukan kegiatannya sebagai cover dancer boyband dan girlband Korea. Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti kepada beberapa cover dancer boyband dan girlband Korea menjelaskan bahwa mereka tetap melakukan kegiatan cover dance karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang bernilai bagi mereka sehingga menimbulkan kebahagian tersendiri (Jani dkk, wawancara pribadi, Agustus, 2015). Eksistensi diri mempunyai pengertian sebagai kesadaran manusia atas keberadaannya di dunia sehingga dapat hidup secara otentik, yaitu mempunyai kebebasan untuk memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya. Sehingga dalam memenuhi eksistensi diri seseorang memiliki kebebasan untuk memilih dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dianggap bermakna bagi dirinya. Harga diri mempunyai andil dalam pemenuhan eksistensi diri seseorang, Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2007) yang menyebutkan bahwa harga diri disebut juga kelangsungan hidup dari jiwa yang merupakan sarana bagi

31 39 pertumbuhan eksistensi seseorang. Harga diri dalam hal ini merujuk pada evaluasi keseluruhan atas diri seorang individu (Santrock, 2007). Individu yang memiliki harga diri tinggi berarti individu yang memandang dirinya positif. Semakin tinggi harga diri seseorang maka ia akan semakin sadar terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan memandang kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting dari kelemahannya. Sebaliknya, individu dengan harga diri rendah cenderung memfokuskan diri terhadap kelemahan dirinya dan memandang dirinya secara negatif (Baron & Byrne dalam Aditomo, 2004). Dari pernyataan di atas, individu yang mempunyai harga diri yang tinggi akan lebih menyadari akan potensi-potensi yang dimilikinya, sehingga ia akan berusaha untuk mengembangkannya. Menurut Binswanger dan Boss (dalam Brouwer, 1987), eksistensi diri dapat diartikan sebagai pengungkapan potensi-potensi bawaan yang dengan kebebasannya, manusia dapat memilih mana yang ingin direalisasikannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa bila seseorang mampu merealisasikan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, maka semakin tinggi harga diri yang dimilikinya dan semakin tinggi pemenuhan eksistensi dirinya. Salah satu masalah utama pada eksistensi diri seseorang terletak pada orang lain. Manusia secara konstan berada dalam relasi dengan manusia lain yang menjadikan keberadaan dirinya (Misiak & Sexton, 2005). Senada dengan Misiak dan Sexton, Heidegger (dalam Bastaman, 1996) menyatakan bahwa, alles dasein ist mitsein yang berarti bahwa mengada sebagai pribadi (being person) selalu berarti mengada bersama pribadi lain (being with other person).

32 40 Pernyataan diatas mengungkapkan bahwa dalam pemenuhan eksistensi, manusia tidak akan lepas dari peran orang lain. Manusia selalu ada dan harus hidup di dalam lingkungan sosial, seperti keluarga, teman-teman, tetangga, organisasi, lingkungan kerja dan masyarakat pada umumnya. Penerimaan dan penolakan dalam lingkungan sosial mempunyai pengaruh kuat terhadap sikap, perasaan, pikiran, perbuatan dan penyesuaian diri seseorang. Penerimaan sosial bagi seseorang adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh kelompoknya (Sinthia, 2011). Oleh karena itu, penerimaan dalam lingkungan sosial mempunyai pengaruh kuat terhadap pemenuhan eksistensi diri seseorang. Sykes (2007) menjelaskan bahwa, eksistensi diri seseorang membutuhkan koordinasi yang baik antara realitas dalam diri (inner reality) dan realitas luar diri (outer reality). Respons terbaik individu dalam suatu pengalaman berasal dari realitas dalam diri (inner reality), yaitu penguatan subjektif yang positif terhadap level pengalaman tersebut. Penguatan subjektif secara positif dalam diri merupakan salah satu dari fungsi harga diri (Sedikedes dalam Baron & Byrne, 2004). Semakin baik fungsi harga diri dalam diri seseorang, maka akan semakin baik fungsi dari koordinasi inner reality yang dimilikinya dalam mencapai eksistensi diri. Respon positif dari dunia luar atau outer reality juga diperlukan untuk mencapai eksistensi diri (Sykes, 2007). Respons positif dari dunia luar (outer reality) dapat dikatakan sebagai penerimaan sosial yang positif. Mappiare (1997) menyatakan bahwa, penerimaan sosial mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan, dan penyesuaian diri seseorang. Pengaruh tersebut bukan saja terjadi dalam batas masa remaja saja,

33 41 melainkan akan terbawa terus sampai masa dewasa atau masa tua. Akibat langsung adanya penerimaan sosial bagi remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh lingkungan sosialnya (Mappiare, 1997). Dengan kata lain, semakin baik penerimaan sosial seorang individu yang didapat dari orang-orang disekitarnya, maka semakin baik pula pencapaian eksistensi dirinya. Berdasarkan paparan teori yang telah diuraikan di atas, diasumsikan terdapat hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea. Semakin tinggi harga diri dan penerimaan sosial pada cover dancer boyband dan girlband Korea, akan semakin tinggi pula eksistensi diri mereka. Sebaliknya, eksistensi diri akan menurun bila harga diri dan penerimaan sosial yang dimiliki oleh cover dancer boyband dan girlband Korea menurun. E. Kerangka Pemikiran Hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut:

34 42 Bagan 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Harga Diri (x 1 ) Penerimaan Sosial (x 2 ) Eksistensi Diri pada Cover Dancer Boyband dan Girlband Korea (y) F. Hipotesis Ada hubungan antara harga diri dan penerimaan sosial dengan eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea di Kota Malang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa tahun belakangan ini di Indonesia. Hallyu Wave merupakan istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa tahun belakangan ini di Indonesia. Hallyu Wave merupakan istilah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena Hallyu Wave atau demam Korea sudah berkembang dalam beberapa tahun belakangan ini di Indonesia. Hallyu Wave merupakan istilah yang berarti menyebarnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 43 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung : Eksistensi diri pada cover dancer boyband dan girlband Korea 2. Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung

Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Social Support dengan Self Esteem pada Andikpas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung 1 Haunan Nur Husnina, 2 Suci Nugraha 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena dalam proses penelitiannya menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan (expection). Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, pendidikan semakin menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani,

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu berbeda antara satu sama lain, karena pada dasarnya setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani, menyesuaikan diri, dan mengatasi

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini menuntut manusia agar selalu berusaha untuk melakukan interaksi sosial dan menjalin hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik

Lebih terperinci

Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakanlah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Kerjakanlah semua nomor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia berkembang sejak dilahirkan hingga meninggal dunia. Dalam proses perkembangan itu, berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau selalu membutuhkan orang lain dalam rangka

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya) Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA OLEH : ADE JUWAEDAH. Abstrak

POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA OLEH : ADE JUWAEDAH. Abstrak POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA OLEH : ADE JUWAEDAH Abstrak Kontrol belajar pada implementasi pendidikan praktis di rumah, terutama untuk anak usia dini dan usia sekolah seyogiyanya ada di bawah kendali

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi seorang entertainer, misalnya menjadi seorang bintang film

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi seorang entertainer, misalnya menjadi seorang bintang film BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Beberapa tahun belakangan ini, banyak sekali masyarakat yang berlombalomba untuk menjadi seorang entertainer, misalnya menjadi seorang bintang film atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul PENGARUH KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus terhadap Grup Cover

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita besar dari kebijakan sistem pendidikan nasional saat ini adalah dapat terjadinya revolusi mental terhadap bangsa ini. Mengingat kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian, namun kejadian tersebut bukanlah fakta yang sesungguhnya melainkan fakta dari hasil pemikiran pengarang. Pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

PENTINGNYA GURU MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK

PENTINGNYA GURU MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK PENTINGNYA GURU MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memahami psikologis peserta didik, merupakan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan guru, agar guru dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fenomena hijabers atau sebutan bagi orang yang mengenakan hijab secara

BAB V PEMBAHASAN. Fenomena hijabers atau sebutan bagi orang yang mengenakan hijab secara BAB V PEMBAHASAN Fenomena hijabers atau sebutan bagi orang yang mengenakan hijab secara trendy/stylish menunjukkan adanya keterlibatan aspek agama Islam yang diwujudkan dalam kegiatan sehari-hari seseorang

Lebih terperinci