BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah cincin api atau ring of

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah cincin api atau ring of"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terletak di wilayah cincin api atau ring of fire. Berada dalam situasi yang dilematis, disatu sisi karena memiliki sejumlah gunung api yang aktif membuat tanah Indonesia subur dan kaya akan sumber daya alam melimpah, selain itu lautan yang mengitari negara kepulauan ini menjadikan Indonesia kaya akan sumber daya laut dan perikanan. Namun dibalik keindahan dan kekayaan alam yang melimpah, Indonesia justru menjadi salah satu negara di dunia yang diindikasikan memiliki wilayah yang rawan dan sangat berpotensi mengalami bencana alam. Dimulai pada tahun 2004, di bulan Desember telah terjadi bencana dahsyat tsunami di bagian wilayah paling barat Indonesia, provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (mediaindonesia, 2004). Selanjutnya bencana alam secara beruntun terjadi di Indonesia. Mulai dari gempa bumi, banjir bandang, longsor, gunung meletus, kekeringan bahkan bencana yang dibuat oleh manusia-manusianya sendiri dengan cara yang tidak bertanggung jawab, seperti konflik bersenjata yang menimbulkan kerusuhan sosial, perambahan hutan secara liar dan eksploitasi mineral tambang yang mengakibatkan longsor bahkan lumpur panas yang menenggelamkan beberapa wilayah.tak terhitung jumlah korban jiwa yang meninggal dunia karena bencana ini, belum lagi korban yang kehilangan kualitas kehidupan sebelum terjadinya bencana, seperti selamat dari bencana, namun menderita sakit dan cacat bahkan seumur hidup. Harta benda seperti rumah, tempat kerja, hewan peliharaan dan peralatan seperti kendaraan berupa mobil,

2 dan lainnya rusak dan hancur. Sebagian besar korban juga mengalami dampak psikologis. Menurut Crocq, Crocq, Chiapello dan Damian (2005), bencana yang terjadi di Indonesia memenuhi lima kriteria aspek bencana, yaitu (1) Terjadinya peristiwa negatif yang membawa penderitaan kepada sebuah masyarakat atau rakyat, (2) Menyebabkan kerusakan material yang secara signifikan mengubah lingkungan manusia, (3) Sejumlah besar korban meninggal dunia, terluka baik secara fisik bahkan psikologis dan kehilangan tempat tinggal, (4) Terjadinya kerusakan secara besar-besaran terhadap sarana dan pra-sarana publik, dan (5) Terjadinya gangguan pelayanan publik. Dengan kriteria aspek bencana seperti itu, membutuhkan sebuah penanganan yang dilakukan secara terkoordinasi dari pihak-pihak terkait, agar pemulihan dan pertolongan bagi korban segera teratasi. Rentetan bencana yang terjadi secara beruntun membuat berbagai kalangan termasuk masyarakat sipil terusik semangat kerelawanannya (voluntarism) dan solidaritas kemanusiaan (genuine solidarity). Pernyataan Gerrity dan Steingless (1994), kehancuran dan kerusakan yang sedemikian besar membuat banyak kalangan memberi perhatian, guna membantu para korban yang terkena bencana sebagai bentuk kepedulian, karena intensitas trauma dan rasa terancam yang dialami korban bencana tidak sebatas pada individu tapi juga bersifat kolektif, sehingga muncul rasa memiliki dimana kemalangan individu juga kemalangan kolektif. Sehingga sebagian besar masyarakat sipil mengambil peran untuk menjadi relawan. Mereka, para relawan berniat memberikan bantuan bagi para korban. Hal ini merupakan bentuk kepedulian sosial yang patut dihargai walau tidak semua atau sebagian besar dari para relawan justru bukan professional atau tenaga terlatih untuk bantuan

3 bencana yang disebut juga relawan terafiliasi spontan atau spontaneous unaffiliated volunteers (Suwa, Atsumi & Seki, 2006). Persoalan untuk mengatasi kerusakan akibat yang ditimbulkan bencana bukanlah hal yang mudah. Perlu sebuah perencanaan dan program yang akan mempercepat kondisi pulih seperti semula. Menurut Crocq et. al (2005), dalam berbagai tahap bencana telah dibuat program yang dirancang untuk medis, psikologis dan intervensi psikososial dengan prinsip : (a) Mempertimbangkan sejumlah tekanan psikologis, (b) Mengelola dampak psikososial pada individu dan masyarakat, (c) Mencegah perkembangan gejala yang ditimbulkan akibat bencana yang mengganggu fungsi individu dan kelompok. Program-program untuk mengatasi bencana yang telah dirancang oleh pengelola program kerja di daerah bencana, merupakan tanggung jawab dari pemerintah, sebagaimana termaktub dalam peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) nomor 3 tahun 2008 yang berbunyi : Pemerintah daerah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya :a). Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab utama dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya. b).gubernur memberikan dukungan perkuatan penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya. Program rekonstruksi dan rehabilitasi kebencanaan, pada pelaksanaannya tidak mungkin hanya ditangani oleh pemerintah sendiri, mengingat begitu kompleksitasnya kerja, sehingga perlu adanya koordinasi dan kerja sama dengan pihak-pihak lain. Hal ini juga tercantum dalam peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 3 tahun 2008, yang berbunyi : Koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat dilakukan melalui kerjasama

4 dengan lembaga/organisasi dan pihak-pihak lain yang terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Maka dengan kebutuhan tersebut pemerintah melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga atau organisasi yang concern dalam masalah ini. Program penanganan bencana yang telah dibuat dan dirancang oleh pemerintah maupun lembaga, seperti organisasi non profit harus segera dilaksanakan. Hal ini mengingat perlunya percepatan pemulihan kondisi pasca bencana. Dan biasanya ini menjadi sebuah pekerjaan yang besar. Relawan merupakan pelaksana dari program yang telah dibuat. Untuk itu peran relawan tidak kalah penting dan besarnya, relawan teramat dibutuhkan sebagai pekerja yang memberi bantuan bencana sebagai pelaku pelayanan darurat, yang sebagian besar dari mereka adalah personil yang terlatih, seperti pemadam kebakaran, tenaga medis, dan sebagian berasal dari masyarakat, yang jarang menerima pelatihan ketrampilan kerelawanan (Miller & Garret, 2009). Ada sebuah fenomena menarik dari keberadaan para relawan yang jumlahnya cukup banyak ini. Mereka terafiliasi dalam sebuah organisasi non profit (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Government Organization). Kemunculan mereka dari berbagai wilayah dengan latar belakang berbeda-beda, terjadi akibat bencana yang tidak terduga sebelumnya. Sebagian dari mereka sudah cukup lama bergabung dengan organisasi tempat mereka berafiliasi, dan cukup memiliki pengalaman dalam kerja-kerja kemanusiaan. Namun sebagian besar, karena tuntutan yang tidak terduga dari kondisi bencana, membuat mereka berafiliasi dan melakukan tindakan kerelawanan secara dadakan. Maka kondisi ini tentu saja akan dapat mempengaruhi kinerja

5 pelayanan dari relawan dalam melaksakan program yang telah dibuat oleh organisasi. Pada saat preliminary research para subjek penelitian menyatakan beberapa hal terkait dengan kinerja relawan di lapangan. Pernyataan SB mengenai kasus temannya sesama relawan yang memutuskan untuk lari malam karena merasa tidak sanggup menjadi relawan, seperti ungkapan : kontrak udah dibuat dan terikat tiga bulan untuk pelaksanaan program, cuma seminggu dia bertahan, lari malam, gak tahu kenapa, di lapangan semua baik aja, tapi gak tahu, gak siap mungkin, kurang bisa adaptasi, lagian kadang juga bingung mau ngapain aja, karena di lapangan banyak gak terprediksi, ya nyerah mungkin. (SB) Sementara AM juga menceritakan, kasus temannya yang tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi, tapi karena kurangnya tenaga dan relawan ahli yang akan melakukan sebuah pelayanan, maka lembaga memintanya untuk berperan sebagai relawan konselor. Hal ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi si relawan, sebagaimana ungkapan AM : dia kayak stress berat, gak tau mo ngapa-ngapain, gak bisa apa-apa, minta resign, ngerasa gak sanggup lagi dengar orang cerita masalahnya, gak sanggup melakukan konseling, tapi karena kita kurang orang dan program juga udah mau berakhir, lembaga buat kebijakan, dia gak dikasi resign, disuruh di kantor bantu-bantu admin, tugasnya dialihkan ke kami. (AM) Viswesvaran (dalam Widyarini, 2011) berpendapat kinerja merupakan salah satu aspek utama yang ingin dicapai oleh organisasi, dan merupakan konstruksi sentral dalam psikologi kerja. Kinerja individu-individu yang terlibat sebagai anggota dalam sebuah organisasi sangat menentukan kinerja dari organisasi itu sendiri, sehingga menyebabkan setiap organisasi menghendaki agar setiap anggotanya memiliki kinerja yang tinggi. Dengan kinerja yang tinggi maka harapan organisasi dalam mencapai tujuan dapat terpenuhi dengan

6 maksimal. Campbell (1990) menegaskan bahwa kinerja merupakan prilaku atau tindakan yang dilakukan oleh individu yang relevan dengan tujuan organisasi. Pada organisasi non profit, khususnya yang memberikan pelayanan sosial kemanusiaan di daerah bencana, relawan merupakan individu-individu yang menentukan kinerja organisasi. Para relawan merupakan pekerja garis depan sebagai pelayan operasional kegiatan yang dilakukan di lapangan, sehingga relawan merupakan wakil dari keberhasilan sekaligus pemberi citra suatu lembaga atau organisasi non profit, dalam memberikan pelayanan sosial kemanusiaan. Kinerja relawan merupakan persoalan yang memerlukan perhatian tersendiri, sebagaimana menurut Wright, Larsen dan Higgs (dalam Kiangura & Nyambegera, 2012) bahwa relawan adalah kelompok yang paling penting dari pelanggan untuk sebuah organisasi kerelawanan. Oleh karena itu, ketika organisasi melihat masalah kinerja yakni penurunan motivasi dan output dari relawan, sebaiknya tidak saja melihat masalah ini sebagai masalah yang dialami sendiri oleh relawan akibat kurangnya keahlian dan ketrampilan. Hasil penelitian dari People in Aid (2007) menyatakan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) telah menghadapi isu-isu utama yang berhubungan dengan tingginya turnover dan kinerja yang buruk diantara staf dan relawan. Kualitas kerja dari para relawan ini akan sangat mempengaruhi eksistensi dari lembaga atau organisasi tersebut. Sebagaimana pendapat Savitri (2005) ada beberapa manfaat tentang program kerelawanan yang diungkapkan oleh organisasi non profit atau LSM, antara lain : relawan dapat menjadi penghubung antara lembaga dan masyarakat, sehingga memperkuat hubungan lembaga kemasyarakat; lembaga memperoleh tenaga, waktu, dan keahlian gratis yang bernilai sama atau bahkan lebih besar dari pekerjaan staf yang digaji dan bekerja

7 penuh waktu; lembaga membangun dukungan publik, yang akhirnya dapat memperluas gerakan sosial lembaga. Pernyataan dan ungkapan pengalaman diatas mempertegas, ada kebutuhan akan pengelolaan yang baik, terhadap pelayanan seperti apa yang seharusnya dilakukan para relawan di lapangan, khususnya dalam menjalankan program yang telah dibuat oleh organisasi. Mungkin tidak diragukan, jika sejumlah relawan yang bergabung penuh dengan niat baik, membantu. Namun organisasi sepertinya harus mampu mengelola relawan, agar relawan mampu secara maksimal memberikan kontribusi sesuai dengan harapan. Karena situasi bencana selalu menuntut adanya perubahan dari hari ke hari, akibat tuntutan tugas yang sifatnya khusus dan mendesak terutama pada saat darurat, seperti menyelamatkan korban yang masih hidup, mencari atau menemukan mayat korban yang meninggal, mencari informasi korban meninggal dan hilang lalu menghubungi keluarganya. Tetapi ada juga tugas yang berlangsung dalam waktu cukup lama, seperti rehabilitasi dan pengembangan masyarakat, pembangunan fasilitas tempat tinggal, sekolah, membantu mengajar anak-anak, memberi ketrampilan atau kerajinan kepada korban. Melihat kondisi dan fenomena ini, menjadi menarik bagi peneliti untuk memahami lebih jauh, mengenai model kinerja pelayanan yang dilakukan oleh relawan bencana, khususnya yang bertugas di lapangan, yang dipersiapkan oleh organisasi tempat relawan berafiliasi, sehingga relawan benar-benar mengerti apa yang harus dilakukannya, kapan melakukannya, seperti bentuk pengarahan dari organisasi kepada para relawannya, bagaimana cara relawan melakukan pelayanan untuk melaksanakan sebuah program yang diberikan kepada korban bencana.

8 Alokasi pelayanan yang diberikan relawan amat tergantung sesuai dengan spesifikasi pelayanan. Pelayanan jangka panjang dengan kinerja yang baik akan membuat relawan menempati sebuah posisi seperti manajer dalam sebuah perusahaan profit, di lapangan mereka disebut koordinator lapangan. Sedangkan relawan dengan jangka waktu pelayanan yang pendek, dengan pengalamannya akan memberikan ide-ide mengenai pengembangan program dan proyek yang dapat diolah lebih lanjut oleh organisasi. Dan mereka, para relawan yang bertugas dalam pelayanan jangka pendek ini, dapat diandalkan untuk menjadi penanggung jawab atau pimpinan proyek jangka pendek dan mengelola relawan trampil. Terkait dengan fenomena keberadaan relawan di lapangan dalam menjalankan program dari organisasi. Maka bentuk pelayanan yang seperti apa sebenarnya yang dilakukan para relawan yang merupakan kinerja mereka sebagai bagian dari organisasi, menjadi jelas bahwa prilaku relawan yang mendukung tercapainya program organisasi tidak sekedar hanya penyelesaian dalam memberi pelayanan kemanusiaan dan kegiatan sosial di lapangan, yang dianggap menjadi tugas-tugas relawan, melainkan juga prilaku-prilaku secara sukarela yang mendukung visi dan misi organisasi. Sumbangan individu dalam hal ini relawan kepada organisasi tempatnya berafiliasi agar tercapai efektivitas organisasi merupakan hal yang menarik dan telah menjadi pemikiran tersendiri bagi para ilmuwan psikologi organisasi dan psikologi kerja walau lingkupnya masih menyoroti organisasi laba dan pekerja bayaran. Resiko kerja yang tinggi yang dihadapi relawan di lapangan, membuat relawan banyak mengalami tekanan dalam pekerjaan yang berakibat pada kinerja pelayanan yang akan diberikan. Hal ini patut menjadi perhatian, karena

9 akan menjadi masalah serius bagi kerja kerelawanan maupun, kelanjutan dari organisasi non profit yang beranggotakan para relawan. Dan yang paling utama, merasakan tidak efektifnya sebuah pelayanan dari kinerja relawan adalah masyarakat sebagai korban dari bencana tersebut. Bukan tidak mungkin akan memunculkan kekhawatiran, pelayanan yang diberikan tidak membantu, malah menambah beban bagi korban, karena kinerja relawan dalam menjalankan program tidak sesuai dengan harapan dan tujuan. Penelitian di Indonesia mengenai kinerja relawan dalam hal ini sangat spesifik, yakni relawan yang tergabung dalam suatu organisasi non profit atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada isu-isu kebencanaan, masih sangat sedikit. Beberapa penelitian masih terkait pada konteks masalah yang dialami sebagai resiko menjadi relawan di daerah bencana seperti vicarious trauma pada relawan bencana (Halimah & Widuri, 2012) atau berkaitan dengan konteks budaya, seperti penelitian Maesy (2006) yang mendeskripsikan masalah kultural dan pemecahan masalah yang dialami relawan yang bukan berlatar belakang dari suku Aceh asal Indonesia saat bertugas membantu rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami di Aceh. Dilihat dari dua penelitian tersebut, maka perspektif kajian yang digunakan adalah psikologi klinis dan psikologi sosial. Sementara perbedaannya dalam penelitian ini, penulis mencoba meneliti kinerja relawan secara khusus bentuk pelayanan yang dilakukan relawan, dan dinamikanya yang terikat dalam sebuah organisasi non profit, yang berfokus pada pelayanan sosial kemanusiaan, khusus di daerah bencana, dengan sudut pandang psikologi industri organisasi. Merupakan bentuk perhatian organisasi dalam mengembangkan sumber daya relawannya. Pihak organisasi perlu membangun pola atau sistem

10 pengembangan sumber daya relawan yang dapat menunjang efisiensi dan efektifitas program pelayanan yang dilakukan. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka persoalan pokok yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah kinerja relawan bencana, dengan pola pertanyaan bagaimanakah pelayanan yang merupakan kinerja relawan, yang berafiliasi pada organisasi non profit (lembaga sosial kemanusiaan) dalam melakukan tindakan kemanusiaan di daerah bencana? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja relawan serta dinamika kinerja pada saat menjadi relawan bencana, yang berafiliasi dengan organsasi non profit pada saat melaksanakan program penanganan bencana, sesuai dengan rancangan dan rencana yang dibuat organisasi. Dengan mengetahui kinerja dan dinamika kinerja akan diperoleh suatu pelayanan yang efektif, untuk melaksanakan program dan gambaran kinerja relawan yang berbentuk sebuah pelayanan bagi penanganan para korban bencana. Sehingga hal ini menjadi bahan pertimbangan penting bagi organisasi, dalam membuat rancangan dan perencanaan program yang dapat dilaksanakan relawan, sesuai dengan tujuan dan harapan yang telah ditetapkan. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan manfaat secara teoritis maupun secara praktis.

11 1. Manfaat teoritis a. Pengembangan keilmuan psikologi, khususnya dalam bidang psikologi industri dan organisasi, yakni mengenai kinerja kerelawanan dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (human resources management). Kinerja relawan dan dinamika maupun temuan dalam bentuk pelayanan akan menjadi masukan penting bagi proses pelatihan dan pengembangan kapasitas relawan yang merupakan sumber daya manusia berharga bagi organisasi yang mengelola kegiatan kerelawanan. b. Mendapatkan sebuah pelayanan yang merupakan gambaran kinerja bagi aktivitas kerelawanan. Diharapkan memberikan informasi untuk kepentingan teoritis maupun praktik, yaitu sebuah pelayanan sosialpsikologis, berupa tindakan kerelawanan yang manusiawi dan berorientasi kemanusiaan. c. Merangsang penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemahaman yang lebih baik terhadap relawan yang bergabung dalam organisasi sosial kemanusiaan, agar diperoleh pemahaman terhadap persoalan ini secara menyeluruh dan saling menyempurnakan. d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi organisasi penanggulangan kebencanaan di Indonesia sebagai negara yang sering mengalami bencana alam, yakni sebuah pelayanan yang efektif dalam melaksanakan program penanganan bencana, sehingga memiliki relawan yang menjadi agen-agen perbaikan dan perubahan, dengan sistem organisasi sosial kemanusiaan dan kerelawanan, dengan

12 perangkat model kinerja berbasis pelayanan yang sangat efektif untuk diterapkan. 2. Manfaat praktis a. Bagi para pengurus organisasi sosial kemanusiaan dan pemerhati badan pelayanan sosial dapat mengembangkan dan menerapkan sebuah pelayanan relawan yang lebih profesional dengan dipenuhi nilainilai dan jiwa kemanusiaan. b. Bagi para relawan diharapkan makin mencapai nilai-nilai profesionalitas dan berkualitas sehingga memperlancar pelayanan yang akan memuaskan penerima atau pengguna manfaat pelayanan tersebut. c. Bagi para donatur atau dewan penyantun badan pelayanan sosial kemanusiaan mampu memahami peran dari organisasi dan peran dari para relawan sehingga menambah penghargaan dan pengakuan tersendiri sehingga tercipta sebuah kepercayaan dalam interaksi ini. E. Perbedaan dengan Penelitian sebelumnya Penelitian tentang relawan dan kerelawanan terutama yang berkaitan dengan keberadaan relawan dalam sebuah organisasi sudah cukup banyak dilakukan. Tumbuh dan berkembangnya keberadaan relawan dalam misi-misi kemanusiaan menarik banyak peneliti untuk melihat berbagai fenomena yang terjadi didalamnya, seperti motivasi. Sebagian besar penelitian yang berkaitan dengan relawan, meneliti tentang aspek motivasi dari sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda dan dengan pendekatan hampir secara keseluruhan sama, yakni metode survey.

13 Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terhadap fenomena yang terjadi pada relawan dapat mempertegas bahwa penelitian yang akan dilakukan ini tidak sama dengan yang sebelumnya, terutama dengan mengangkat tema kinerja pada relawan, yang cenderung masih sangat sedikit. Apalagi menggunakan sudut pandang psikologi industri dan organisasi, dengan pendekatan kualitatif. Salah satu penelitian tentang relawan berkaitan dengan kinerja dilakukan oleh Cnaan dan Cascio (1998). Penelitian ini bertujuan menilai kinerja dan komitmen relawan yang menjadi isu dalam manajemen organisasi pelayanan kemanusiaan. Menggunakan metode survey, dengan menilai relawan dari tiga variabel yaitu demografi, kepribadian dan situasional. Penelitian ini menghasilkan beberapa poin penting sebagai kesimpulan yang menjelaskan adanya tingkat perbedaan kinerja dan komitmen antara relawan dengan karyawan atau pekerja yang dibayar. Antara lain, adanya perbedaan alasan ekonomi antara relawan dengan karyawan bayaran. Dalam komitmennya pada organisasi relawan memiliki komitmen moral dan emosional sedang para karyawan memiliki komitmen instrumental, terjadi juga perbedaan jam atau waktu kerja antara relawan dengan karyawan. Hasil lainnya menyatakan bahwa banyak relawan yang berafiliasi lebih dari satu organisasi, sedang karyawan berafiliasi hanya pada satu organisasi. Dalam proses perekrutan relawan sering direkrut secara langsung dan informal bahkan cenderung mencoba-coba, sedangkan karyawan melalui proses perekrutan formal, hal ini menimbulkan perbedaan dalam hal komitmen. Penelitian lain terhadap kinerja relawan, dilakukan oleh Kiangura dan Nyambegera (2012). Penelitian ini meninjau pengaruh pengembangan sumber

14 daya relawan yang dilakukan oleh organisasi tempat relawan tersebut berafiliasi terhadap kinerja relawan, khususnya pada kasus relawan atau kerelawanan yang terjadi di Kenya, Afrika. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ada dua belas praktik motivasi atau penerapan pemberian motivasi yang dilakukan organisasi sehingga mempengaruhi kinerja relawannya, yaitu menerapkan budaya merayakan kesuksesan, menanamkan budaya kerja yang kuat, membuat harapan yang jelas pada pekerjaan, menggunakan metode evaluasi, memberi umpan balik, mengadakan sistem insentif, memiliki ketrampilan yang relevan, memiliki peran yang jelas, menciptakan budaya organisasi yang baik, sistem reward atau penguatan positif secara kelompok, menciptakan lingkungan yang kondusif dan deskripsi peran secara tertulis. Penelitian lain mengenai relawan dari sudut pandang psikologi sosial dilakukan oleh Maesy (2006) bertujuan mendeskripsikan masalah kultural dan strategi pemecahan masalah yang dialami oleh relawan atau pekerja kemanusiaan yang bukan berlatar belakang suku Aceh asal Indonesia saat bertugas membantu rekonstruksi dan rehabilitasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang hancur setelah tsunami melanda pada desember 2004 silam. Penelitian bersifat deskriptif kualitatif ini menghasilkan bahwa masalah kultural dialami dalam skala nasional oleh suku-suku yang berbeda. Dan kategori masalah yang muncul sesuai dengan masalah yang terjadi dalam kelompok kerja internasional dengan temuan empat kategori masalah yang baru, yaitu : (1) code of conduct, (2) perceptual difference on psychological activity, (3) perceptual difference on recreational activity, (4) work ethos. Selain itu, penelitian ini menunjukkan penggunaan kelima strategi pemecahan masalah kultural Adler

15 dan dua strategi pemecahan masalah khas Indonesia, yaitu musyawarah dan menghindari konflik. Strategi lain yang paling banyak digunakan adalah mediating person. Penelitian ini juga menunjukkan beberapa hasil tambahan. Pertama, empat faktor lain yang membantu mengatasi masalah kultural, yaitu mental readiness, individual factors, work related factors, dan culture related factors. Kedua, umumnya pekerja bantuan kemanusiaan Indonesia tidak melakukan persiapan khusus sebelum berangkat, namun melakukan pembelajaran langsung di lapangan. Hal ini memperkuat pernyataan Panggabean (dalam Maesy, 2006) bahwa pembelajaran budaya masyarakat Indonesia cenderung berlangsung alamiah atau learning by doing. Ketiga, adanya rekomendasi work related dan culture adaptation related untuk pekerja bantuan kemanusiaan yang akan bertugas di NAD. Penelitian Wibowo (2007) meneliti bagaimana prilaku prososial relawan bencana tsunami di Aceh. Dan hasil penelitiannya menyimpulkan, yaitu: (1)Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menjadi relawan, meliputi: a)adanya rasa kemanusiaan dalam dirinya yang tinggi terhadap sesama, b)melakukan tindakan prososial sebagai relawan karena dipengaruhi oleh orang lain, c) menjadi relawan karena dorongan hati untuk membantu atau menolong tanpa membedakan siapa yang ditolong, d) menjadi relawan dipengaruhi oleh sifatnya yang suka menolong orang lain, dan e) ada faktor yang menguntungkan pribadi relawan (ada imbalan atau memiliki rasa bangga menjadi relawan); (2)Perilaku sosial relawan pada korban bencana tsunami dibedakan menjadi dua, yaitu: a) perilaku sosial tidak bertemu langsung dengan korban, antara lain dengan kegiatan sebagai petugas informasi bagian logistik, membantu di dapur

16 umum, dan membantu dalam bidang pendistribusian bantuan makanan, b)perilaku sosial bertemu langsung dengan korban dengan perilaku antara lain menjadi guru TPA, memberikan hiburan, membina persahabatan, dan menanggapi kesedihan orang lain dengan simpati, membantu psikis anak-anak dan ibu-ibu merubah suasana hati sedih menjadi gembira, dan memberikan bantuan fisik mengevakuasi jenasah; (3) Manfaat perilaku prososial bagi relawan, yaitu :a) rasa senang membantu korban bencana alam sebab dapat meringankan penderitaan orang lain, b) ada rasa bangga menjadi relawan, c) ada imbalan yang menguntungkan bagi pribadi relawan, d) dapat meningkatkan rasa percaya diri, dan e) melatih diri untuk peduli terhadap orang lain.

PERILAKU PROSOSIAL RELAWAN BENCANA TSUNAMI DI ACEH

PERILAKU PROSOSIAL RELAWAN BENCANA TSUNAMI DI ACEH PERILAKU PROSOSIAL RELAWAN BENCANA TSUNAMI DI ACEH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

penanggulangan bencana penanggulangan bencana penanggulangan bencana 1. Mengidentifikasi strategi perencanaan bencana lokal yang ada

penanggulangan bencana penanggulangan bencana penanggulangan bencana 1. Mengidentifikasi strategi perencanaan bencana lokal yang ada Kode Unit : O.842340.024.01 Judul Unit : Melaksanakan Rencana PenanggulanganBencana Deskripsi Unit : Unit ini menjelaskan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam peran dan tanggung jawab

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad ke 20 istilah organisasi non pemerintah atau disebut sebagai Non Goverment Organization dan seterusnya disebut sebagai NGO mulai digunakan untuk membedakan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK PERBAIKAN RUMAH MASYARAKAT DAN FASILITAS UMUM AKIBAT TERJADINYA BENCANA ALAM DAN BENCANA SOSIAL GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.696, 2015 KEMENHAN. TNI. Penanggulangan Bencana. Pelibatan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TNI

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, badai dan banjir. Bencana tersebut datang hampir setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang dilakukannya penelitian tugas akhir, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika dalam penulisan proposal tugas akhir ini.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia adalah organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Selain itu, Palang Merah Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Pekerjaan Sosial PB :

Pekerjaan Sosial PB : Pekerjaan Sosial PB : Suatu bidang praktik profesi pekerjaan sosial dimana Peksos menggunakan keahlian khusus untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melaksanakan peran sosial mereka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1 Subandono Diposaptono, Rehabilitasi Pascatsunami yang Ramah Lingkungan, Kompas 20

Bab I Pendahuluan. 1 Subandono Diposaptono, Rehabilitasi Pascatsunami yang Ramah Lingkungan, Kompas 20 Bab I Pendahuluan Posisi Indonesia secara geografis merupakan daerah rawan bencana. Selain bencana yang disebabkan oleh kondisi alam, juga terjadi bencana-bencana akibat ulah manusia. Gempa bumi, tsunami,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG OPERASI PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

1.1 Latar belakang masalah

1.1 Latar belakang masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, berada diantara dua benua yaitu Asia dan Australia serta diantara dua

Lebih terperinci

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, dan demografis yang unik dan beragam. Kondisi geologi Indonesia yg merupakan pertemuan lempeng-lempeng

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PERALATAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) DAFTAR ISI 1. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011 BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN KEPADA MASYARAKAT KORBAN BENCANA ALAM DAN MUSIBAH KEBAKARAN DI KABUPATEN LAMANDAU DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG RANCANGAN Menimbang : a. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA. DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN...5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA...8 5W 1H BENCANA...10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA...11 SEJARAH BENCANA INDONESIA...14 LAYAKNYA AVATAR (BENCANA POTENSIAL INDONESIA)...18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana telah mengalami rentetan bencana dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baik bencana alam maupun bencana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2014 BNPB.Bantuan. Duka. Cita.Besaran. Pemberian Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang pergantian tahun 2004, Indonesia dirundung bencana. Setelah Nabire, Papua dan Alor, Nusa Tenggara Timur, Aceh pun tak luput dari bencana. Bencana

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. dicintai, dapat lebih memaknai kehidupannya dan memiliki perasaan. yang mengalami penderitaan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup adalah suatu misteri. Berbagai pengalaman baik positif ataupun negatif tidak lepas dari kehidupan seseorang. Pengalamanpengalaman tersebut dapat memberikan

Lebih terperinci

Bencana dan Permasalahannya

Bencana dan Permasalahannya Peristiwa tahun 2004 itu menjadi tonggak revolusi bagi Indonesia dalam menangani bencana. Meski bukan baru tahun 2004 saja bencana menimpa Indonesia. Namun pasca gempa dan tsunami tahun 2004, pola penurusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam

Lebih terperinci

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menemukan makna dari tindakan kerelawanan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menemukan makna dari tindakan kerelawanan yang 154 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini menemukan makna dari tindakan kerelawanan yang dilakukan relawan, sehingga ditemukan sebuah pelayanan yang merupakan bentuk kinerja dari para

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN MANAJEMEN LOGISTIK, PERALATAN DAN KEMUDAHAN AKSES PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bumi sebenarnya merupakan sebuah sistem yang sangat kompleks dan besar. Sistem ini bekerja diluar kehendak manusia. Suatu sistem yang memungkinkan bumi berubah uaitu

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peragaan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Wil. Timur, Senin, 29 Maret 2010

Sambutan Presiden RI pada Peragaan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Wil. Timur, Senin, 29 Maret 2010 Sambutan Presiden RI pada Peragaan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana Wil. Timur, 29-3-2010 Senin, 29 Maret 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERAGAAN DAN SIMULASI GELAR KESIAPAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia, serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia.

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Cincin Api Pasifik/ Ring of Fire. Sumber: https://media.nationalgeographic.org/assets/photos/000/284/28481.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Cincin Api Pasifik/ Ring of Fire. Sumber: https://media.nationalgeographic.org/assets/photos/000/284/28481. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Tingginya Potensi Bencana Alam di Indonesia, Khususnya D.I. Yogyakarta Indonesia merupakan negara yang sangat rawan dilanda bencana alam, dikarenakan letaknya

Lebih terperinci

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 31 TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SERI E STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TANGGAP DARURAT BENCANA DI KABUPATEN TANAH DATAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN DARURAT BENCANA

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN DARURAT BENCANA PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BANTUAN DARURAT BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa untuk meringankan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SIGI PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2012 1 BUPATI SIGI PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci