PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO"

Transkripsi

1 PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO AFAN GALIH SALMAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Komputer SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 ABSTRAK Pendugaan Curah Hujan yang akurat di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, disamping faktor lain seperti pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi tentang banyak curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi peristiwa-peristiwa ekstrim seperti kekeringan dan kebanjiran. Model pendugaan curah hujan yang telah dilakukan selama ini belum banyak yang menggunakan data peubah El-Nino Southern Oscilation (ENSO) sebagai masukan model padahal peubah ENSO cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia (Yusmen 1998). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya hanya menggunakan data suhu dan curah hujan sebagai masukan model diantaranya adalah penerapan metode Principal Component Regression (Fitriadi 2004) menghasilkan R 2 sebesar 63,16%, JST propagasi balik standar (Normakristagaluh 2004) menghasilkan R 2 sebesar 74,02%, JST propagasi balik standar (Apriyanti 2005) menghasilkan R 2 sebesar 48,179% dan JST dengan optimasi algoritma genetika menghasilkan R 2 sebesar 87,7% (Apriyanti 2005) Berdasarkan tersebut penelitian di bidang ini masih layak dan perlu dilakukan untuk mendapatkan model pendugaan curah hujan yang lebih akurat. Penelitian ini menggunakan JST recurrent Elman yang teroptimasi secara heuristik dengan penerapan 3 algoritma pembelajaran yaitu gradient descent adaptive learning rate, dengan variasi nilai parameter penambahan laju pembelajran (lr_inc) dan penurunan laju pembelajaran (lr_dec), gradient descent adaptive learning rate & momentum dengan variasi nilai parameter momentum (mc) serta resilient backpropagation dengan variasi nilai parameter penambahan bobot (delt_inc) & penurunan bobot (delt_dec). Teknik optimasi heuristik terbaik pada penelitian ini adalah algoritma resilient backpropagation. Hasil pendugaan curah hujan terbaik pada leap 0 menghasilkan nilai R 2 maksimum 77%, leap 1 menghasilkan nilai R 2 maksimum 84,8%, leap 2 menghasilkan nilai R 2 maksimum 75,5%, dan leap 3 menghasilkan nilai R 2 maksimum 54,1%. Hal ini membuktikan JST recurrent dapat diterapkan dalam pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO dengan tingkat keakuratan yang cukup baik.

3 Judul Tesis : Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Recurrent yang Teroptimasi Secara Heuristik untuk Pendugaan Curah Hujan Berdasarkan Peubah ENSO Nama : Afan Galih Salman N R P : G Disetujui Komisi Pembimbing Ir. Agus Buono, M.Si., M. Kom. Ketua Irman Hermadi, S. Kom.,MS. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Komputer Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Sugi Guritman Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

4 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2005 dengan judul Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Recurrent Yang Teroptimasi Secara Heuristik Untuk Pendugaan Curah Hujan Berdasarkan Peubah ENSO. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Agus Buono M.Si, M.Kom dan Bapak Irman Hermadi S.Kom, M.S selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta saran dalam pembuatan karya ilmiah ini serta Bapak Aziz Kustiyo S.Si, M.Kom selaku dosen penguji. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Adang, peneliti pada Kantor BALIKLIMAT Bogor yang telah memberikan data curah hujan yang lengkap seluruh wilayah Indonesia. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak serta Ibu yang telah memberi doa dan dorongannya demi selesainya penelitian ini, juga kepada rekanrekan mahasisiwa Magister Ilmu Komputer IPB atas bantuan serta dorongan morilnya terutama Bapak M.Syafii, M.Si dan keluarga yang telah memberikan pinjaman peralatan komputer serta buku-buku mengenai jaringan syaraf tiruan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf administrasi dan karyawan Pascasarjana Ilmu Komputer IPB Bogor serta isteri dan anak saya atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat Bogor, Mei 2006 Afan Galih Salman

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 September 1969 dari ayah Kodir Ali dan ibu Mien Suliah. Penulis merupakan putra keempat dari enam bersaudara. Penulis beristerikan Ir. R.Tantie Kustiantie dan mempunyai 1 orang putri. Tahun 1988, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor. Tahun 1994 lulus dari Fakultas Teknik Gas Petrokimia Universitas Indonesia. Tahun 2003 lulus seleksi masuk Program Pascasarjana Ilmu Komputer IPB Bogor. Penulis mengawali karir pekerjaan dimulai pada tahun 1988 sampai saat ini menjadi supervisor di Perusahaan kontraktor CV. Menteng, Bogor. Mulai tahun 2005 sampai saat ini menjadi dosen luar biasa di Fakultas Teknik Informatika Universitas Ibnu Khaldun, Bogor. Penulis tinggal di Jl Hateup no 30 Bantarjati Bogor Telpon (0251)

6 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.... viii DAFTAR GAMBAR.. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Manfaat Penelitian.. 3 Blok Diagram Sistem.. 3 TINJAUAN PUSTAKA Pendugaan Curah Hujan Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Optimasi Pembelajaran Heuristik Jaringan Syarat Tiruan Recurrent Elman. 12 Inisialisasi Nguyen-Widrow Ketepatan Pendugaan DATA & METODE Data Metode PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM Desain Arsitektur Tahapan Penelitian Desain Struktur Data Desain Keluaran (Output) Perangkat Keras dan Lunak HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Data Pelatihan & Pengujian Kelompok Data Pertama Kelompok Data Kedua Komposisi Parameter Terbaik... 32

7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... Saran..... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Struktur JST recurrent standar gradient descent adaptive learning rate Struktur JST recurrent standar gradi ent descent adaptive learning rate & momentum Struktur JST recurrent standar resilient backpropagation Data peubah ENSO & curah hujan Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive learning rate Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive learning rate & momentum Hasil percobaan kelompok data pertama resilient backpropagation Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning rate Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning rate & momentum Hasil percobaan kelompok data kedua resilient backpropagation Komposisi parameter terbaik gradient descent adaptive learning rate Komposisi parameter terbaik gradient descent adaptive learning rate & momentum Komposisi parameter terbaik resilient backpropagation

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Blok diagram pemodelan Arsitektur JST recurrent Kerangka berpikir penelitian Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok pertama untuk leap Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok pertama untuk leap Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data penelitian Pengkodean program JST recurrent adaptive learning rate Pengkodean program JST recurrent adaptive learning rate & momentum 45 4 Pengkodean program JST recurrent resilient backpropagation Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient backpropagation leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient backpropagation leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient backpropagation leap Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient backpropagation leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap

11 DAFTAR LAMPIRAN (Lanjutan) Halaman 18 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent adaptive learning rate & momentum leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent resilient backpropagation leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent resilient backpropagation leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent resilient backpropagation leap Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent resilient backpropagation leap

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendugaan curah hujan di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, seperti halnya pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi tentang banyak curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi peristiwa-peristiwa ekstrim seperti kekeringan dan banjir (Yusmen 1998). Oleh karena itu dibutuhkan pendugaan curah hujan yang cepat dan akurat. Dengan menggunakan sistem komputasi di bidang Artificial Intellegence, yaitu Jaringan Syaraf Tiruan (JST), maka identifikasi pola data dari sistem pendugaan curah hujan dapat dilakukan dengan metoda pendekatan pembelajaran. Berdasarkan kemampuan belajar yang dimilikinya, maka JST dapat dilatih untuk mempelajari dan menganalisa pola data masa lalu dan berusaha mencari suatu formula atau fungsi yang akan menghubungkan pola data masa lalu dengan keluaran yang diinginkan pada saat ini. Keakuratan hasil prediksi JST diukur berdasarkan koefisien determinasi (R 2 ) dan Root Mean Square Error (RMSE) (Normakristagaluh 2004). Model model pendugaan curah hujan yang telah dilakukan selama ini belum banyak yang menggunakan data peubah El-Nino Southern Oscilation (ENSO) sebagai masukan model JST padahal peubah ENSO cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia (Yusmen 1998). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya hanya menggunakan data suhu dan curah hujan sebagai masukan model JST, diantaranya adalah penerapan metode Principal Component Regression (Fitriadi 2004) menghasilkan R 2 sebesar 63,16%, JST propagasi balik standar (Normakristagaluh 2004) menghasilkan R 2 sebesar 74,02%, JST propagasi balik standar (Apriyanti 2005) menghasilkan R 2 sebesar 48,179% dan JST dengan optimasi algoritma genetika menghasilkan R 2 sebesar 87,7% (Apriyanti 2005). Berdasarkan hal tersebut penelitian di bidang ini masih layak dan perlu dilakukan untuk mendapatkan model pendugaan curah hujan yang lebih akurat.

13 2 Dalam penelitian ini digunakan JST recurrent yang teroptimasi secara heuristik. Keunikan JST recurrent adalah adanya koneksi umpan balik yang membawa informasi gangguan (noise) pada saat masukan sebelumnya yang akan diakomodasikan bagi masukan berikutnya. Hal ini dapat meningkatkan kinerja JST recurrent khususnya dalam mengidentifikasi pola peubah ENSO terhadap pendugaan curah hujan. Data peubah ENSO yang digunakan yaitu : wind, Southern Oscillation Index (SOI), Sea Surface Temperatur (SST) dan Outgoing Long Wave Radiation (OLR) Optimasi heuristik adalah pengembangan dari suatu analisa kinerja pada algoritma gradient descent standard yang terdiri dari tiga algoritma pelatihan yaitu : gradient descent adaptive learning rate, gradient descent adaptive learning rate & momentum serta resilient backpropagation. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengembangkan model JST recurrent yang teroptimasi secara heuristik untuk pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO. 1.3 Ruang Lingkup Penelitian a. Model yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada JST recurrent tipe Elman. b. Optimasi pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan teknik heuristik yaitu : gradient descent adaptive learning rate, gradient descent adaptive learning rate & momentum serta resilient backpropagation. c. Data curah hujan berasal dari Balai Penelitian Agroklimat & Hidrologi (BALITKLIMAT) Bogor dan data ENSO berasal dari Lembaga Internasional seperti National Weather Service Center for Environmental Prediction Climate (NOAA). d. Data masukan hanya terdiri dari peubah ENSO dan target data curah hujan sehingga faktor-faktor pengaruh curah hujan lainnya tidak diperhitungkan. e. Model penelitian terbatas untuk daerah Bongan Bali.

14 3 1.4 Manfaat Penelitian Model JST recurrent yang diperoleh nantinya diharapkan dapat lebih meningkatkan keakuratan dan kecepatan dalam pendugaan curah hujan khususnya di wilayah Indonesia dengan menggunakan peubah-peubah ENSO dan membuka jalan bagi pengembangan penelitian di bidang yang sama dengan jumlah peubah yang berbeda. 1.5 Blok Diagram Sistem JST recurrent adalah jaringan yang mengakomodasi keluaran jaringan untuk menjadi input pada jaringan itu lagi dalam rangka menghasilkan keluaran jaringan berikutnya. Pada penelitian ini digunakan jaringan JST recurrent tipe Elman. Jaringan ini dapat terdiri dari satu atau lebih lapisan tersembunyi, lapisan pertama memiliki bobot-bobot yang diperoleh dari lapisan input, setiap lapisan akan menerima bobot dari lapisan sebelumnya. Jumlah neuron dan lapisan tersembunyi disesuaikan dengan kompleksitas permasalahan. Delay yang terjadi pada hubungan antara lapisan input dengan lapisan tersembunyi pertama pada waktu sebelumnya (t-1) dapat digunakan untuk saat ini (t) (Kusumadewi 2004). Blok diagram sistem proses pemodelan JST dalam pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO disajikan pada Gambar 1. Satelit ( NOAA ) peubah ENSO: wind, SOI, SST & OLR data curah hujan JST recurrent dgn optimasi teknik heuristik Pendugaan curah hujan Pengamatan stasiun cuaca Koneksi umpan balik Gambar 1. Blok diagram pemodelan

15 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pendugaan Curah Hujan Pendugaan curah hujan di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, seperti halnya pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi curah hujan bahkan menjadi acuan dalam memilih jenis bibit, waktu tanam dan jumlah stok bahan pangan pokok yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila dugaan tentang datangnya awal musim, termasuk sifat hujan dan periode musim meleset jauh, dampaknya bisa berupa kerugian besar bagi petani karena gagal panen dan kelangkaan pangan ( Yusmen 1998). Pendugaan curah hujan juga menjadi faktor penting di sektor pengairan atau pengelolaan daerah aliran sungai dalam kaitannya dengan sistem peringatan dini ketika terjadi banjir. Informasi curah hujan yang akurat, sangat penting bagi masyarakat khususnya yang berada di kawasan rawan banjir di bantaran sungai atau di daerah cekungan sehingga proses evakuasi dapat dilakukan lebih awal dan kerugian material serta korban jiwa dapat dihindari. Curah hujan di Indonesia hampir seluruhnya dipengaruhi ENSO. ENSO adalah istilah yang terdiri dari dua fenomena yaitu El Nino merupakan fenomena lautan dan Southern Oscillation merupakan fenomena atmosfer. Istilah ENSO tidak begitu populer di kalangan media massa, istilah El Nino-lah yang sering dipakai. Peubah ENSO yang umumnya digunakan adalah SOI yaitu perbedaan antara nilai indeks tekanan udara di Tahiti dan Darwin, dan SST yaitu nilai anomali suhu permukaan laut, selain peubah lainnya wind dan OLR. Pemanasan suhu muka laut di sebelah barat Samudra Pasifik menimbulkan gangguan cuaca ENSO, yaitu berdampak kurangnya curah hujan di kawasan timur Pasifik termasuk Indonesia. Sebaliknya ketika pemanasan terjadi di timur Pasifik disebut anomali cuaca La Nina, hujan yang tinggi terjadi di wilayah tersebut (Lakshmi Sri et al. 2003). Daerah di Indonesia yang bakal terpengaruh El Nino atau La Nina adalah Papua, Maluku, Sulawesi, sebagian besar Sumatera, Sumatera Selatan, seluruh Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

16 5 Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Sementara daerah yang tidak terpengaruh oleh ENSO adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Bengkulu. Pengaruh ENSO yang paling kuat terjadi pada tahun Prakiraan cuaca mengenai terjadinya kekeringan karena El Nino sebenarnya tidak dapat dipukul rata akan terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Di wilayah Pare-Pare dan Sulawesi Selatan dapat terjadi empat gangguan cuaca dengan pola yang berbeda (Effendy 2001). Berdasarkan hal tersebut di atas maka prakiraan cuaca di Indonesia tidak bisa diberlakukan secara umum, apalagi di negeri yang luas ini terbagi tiga tipe cuaca, yaitu ekuatorial, monsun dan lokal. Di wilayah dengan pola cuaca tersebut, datangnya musim kemarau dan hujan sepanjang tahun akan berbeda-beda, bahkan berkebalikan. Melihat fenomena tersebut maka di masa mendatang Indonesia perlu mengembangkan model pendugaan curah hujan sendiri karena wilayah Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera merupakan daerah yang memiliki karakteristik iklim dan c uaca yang tiada duanya di dunia (Yusmen 1998). 2.2 Jaringan Syaraf Tiruan Peniruan cara berpikir otak manusia dengan menggunakan sistem komputer telah memberi inspirasi kepada para ilmuwan pada abad ini. Dimulai sejak lima puluh tahun yang lalu, ilmuwan telah menciptakan model perangkat elektronik pertama dari sel-sel syaraf. Semenjak itu banyak komunitas ilmuwan bekerja dalam model matematika baru ini beserta algoritma-algoritma pembelajaran. Sekarang, model itu lebih dikenal dengan nama jaringan syaraf tiruan. Jaringan syaraf tiruan menggunakan sejumlah unit komputasi sederhana yang disebut neuron, yang berusaha meniru perilaku sel tunggal otak manusia. Otak manusia sendiri mengandung 10 milyar sel sel syaraf dengan sekitar synapses. Neuron-neuron biologis memancarkan sinyal elektrokimia pada jalur-jalur syaraf, yang terdiri atas bagian body, axon dan dendrit. Sinyal datang melalui dendrit, diolah oleh body dan dihantarkan melalui axon. Sel itu sendiri mengandung kernel dan bagian luarnya membrane elektrik. Setiap neuron mempunyai level aktivasi, dengan range diantara maksimum dan minimum. Setiap neuron menerima sinyal-sinyal dari neuron lain melalui sambungan khusus synapses yang berfungsi untuk memperbesar dan memperkecil aktivasi neuron terhadap neuron

17 6 lainnya. Synapses ini membawa level aktivasi dari neuron pengirim ke neuron penerima (Kristanto Andri 2004). JST merupakan system pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik serupa dengan jaringan syaraf biologis dengan ciri-ciri: 1. Pola hubungan antara elemen-elemen sederhana yakni neuron. 2. Metode penentuan bobot koneksi. 3. Fungsi aktivasinya. JST mempunyai sifat dan kemampuan: a. Akuisisi pengetahuan di bawah derau (noise) dan ketidakpastian (uncertainty). b. Representasi pengetahuan yang fleksibel. c. Pemrosesan pengetahuan yang effisien. d. Toleransi kesalahan, dengan representasi pengetahuan terdistribusi dan pengkodean informasi yang redundan, kinerja system tidak menururn drastic berkaitan dengan responnya terhadap kesalahan (Workshop JNB 2002). 2.3 Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik. Model neuron yang pertama diperkenalkan pada tahun 1943 oleh McCulloch dan Pitts. Heb pada tahun 1949 mengusulkan sebuah aturan pembelajaran yang menjelaskan bagaimana sebuah jaringan sel-sel syaraf belajar. Kemudian Rosenblatt pada tahun 1958 menemukan algoritma pembelajaran perceptron, serta Widrow dan Hoff mengusulkan varian dari pembelajaran perceptron yang disebut aturan Widrow- Hoff. Kemudian pada tahun 1969, Minsky dan Papert menunjukkan keterbatasan teoritis dari jaringan neural lapis tunggal (single layer neural networks) sehingga menyebabkan penurunan riset di bidang ini. Tetapi pada tahun 1980-an pendekatan JST hidup kembali dimulai oleh Hopfield yang memperkenalkan ide minimasi energi dalam fisika ke dalam JST. Pada pertengahan dekade tersebut algoritma propagasi balik (backpropagation) yang dikembangkan Rumelhart, Hinton dan Williams memberikan pengaruh besar tidak hanya bagi riset-riset JST tetapi juga bagi ilmu komputer, kognitif dan biologi yang lebih luas. Algoritma ini menawarkan solusi untuk pembelajaran JST lapis banyak (multi-layer neural networks) sehingga dapat mengatasi keterbatasan jaringan syaraf lapis tunggal (Lakshmi Sri et.al 2003).

18 7 Prinsip dasar algoritma backpropagation memiliki tiga tahap : Tahap feedforward pola input pembelajaran Tahap kalkulasi dan backpropagation error yang diperoleh. Tahap penyesuaian bobot. Arsitektur yang digunakan adalah jaringan perceptron lapis banyak (multi-layer perceptrons.). Hal ini merupakan generalisasi dari arsitektur perceptron lapis tunggal (single layer perceptron). Secara umum, algoritma jaringan ini membutuhkan waktu pembelajaran yang memang lambat, tetapi setelah pembelajaran dan pelatihan selesai, aplikasinya akan memberikan output yang sangat cepat (Workshop JNB 2002). 2.4 Optimasi Pembelajaran Heuristik Pada JST backpropagation dikenal optimasi teknik heuristik yaitu algoritma pelatihan yang berfungsi untuk lebih mempercepat proses pelatihan dan merupakan pengembangan dari suatu analisa kinerja pada algoritma steepest (gradient) descent standard. Tiga algoritma optimasi teknik heuristik (Kusumadewi 2004) yang sering dipakai : Gradient Descent Adaptive Learning Rate. Teknik heuristik ini memperbaiki bobot berdasarkan gradient descent dengan laju pembelajaran yang bersifat adaptive. Pada gradient descent standard, selama proses pembelajaran, laju pembelajaran (a) akan terus bernilai konstan. Apabila laju pembelajaran terlalu tinggi, maka algoritma menjadi tidak stabil. Sebaliknya, jika laju pembelajaran terlalu kecil maka algoritma akan sangat lama dalam mencapai kekonvergenan. Pada kenyataannya, nilai laju pemb elajaran yang optimal akan terus berubah selama proses pelatihan seiring dengan berubahnya nilai fungsi kinerja. Pada gradient descent adaptive learning rate, nilai laju pembelajaran akan diubah selama proses pelatihan untuk menjaga agar algoritma ini sena ntiasa stabil selama proses pelatihan. Kinerja jaringan syaraf dihitung berdasarkan nilai output jaringan dan error pelatihan. Pada setiap epoh, bobot-bobot baru dihitung dengan menggunakan laju pembelajaran yang ada. Kemudian dihitung kinerja jaringan syaraf baru. Jika perbandingan kinerja syaraf baru dan kinerja syaraf lama melebihi maksimum kenaikan kerja (max_perf_inc), maka bobot baru tersebut akan diabaikan, dan nilai laju

19 8 pembelajaran akan dikurangi dengan cara mengalikannya dengan parameter penurunan laju pembelajaran (lr_dec). Sebaliknya, apabila perbandingan kinerja syaraf baru dan kinerja syaraf lama kurang dari maksimum kenaikan kerja, maka nilai bobot-bobot akan dipertahankan, dan nilai laju pembelajaran akan dinaikkan dengan cara mengalikannya dengan parameter penambahan laju pembelajaran (lr_inc). Langkah-langkah teknik heuristik ini adalah : 1. Hitung bobot dan bias baru lapisan output dengan menggunakan persamaan: w jk (baru) = w jk (lama) +?w jk b2 k (baru) = b2 k (lama) +?b2 k 2. Hitung bobot dan bias baru lapisan tersembunyi dengan menggunakan persamaan : v ij (baru) = v ij (lama) +?v ij b1 j (baru) = b1 j (lama) +?b1 j 3. Hitung kinerja jaringan syaraf baru (perf2) dengan menggunakan bobot-bobot baru tersebut. 4. Bandingkan kinerja jaringan syaraf baru (perf2) kinerja jaringan syaraf sebelumnya (perf ). 5. Jika perf2/perf >max_perf _inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_dec. 6. Jika perf2/perf < max_perf_inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_inc. 7. Jika perf2/perf = max_perf_inc maka bobot baru diterima sebagai bobot sekarang (Kusumadewi 2004) Gradient Descent Adaptive Learning Rate dan Momentum. Teknik heuristik ini memperbaiki bobot berdasarkan gradient descent dengan laju pembelajaran yang bersifat adaptive dan menggunakan momentum (mc). Momentum adalah suatu konstanta yang mempengaruhi perubahan bobot dan bernilai diantara 0 dan 1. Bila mc = 0 maka perubahan bobot akan dipengaruhi oleh gradient saja dan bila mc = 1 maka perubahan bobot akan sama dengan perubahan bobot sebelumnya. Langkah-langkah teknik heuristik ini adalah : 1. Hitung bobot dan bias baru unit output dengan menggunakan persamaan:? wjk = a f2jk untuk epoh = 1

20 9? w jk = mc*?w jk (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a f2 jk untuk epoh >1? b2k= a ß2k, untuk epoh = 1? b2 k = mc*?b2 k (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a ß2 k ; untuk epoh >1 2. Hitung bobot dan bias baru unit tersembunyi dengan menggunakan persamaan:? v jk =?v jk + a f1 ij ; untuk epoh = 1? v jk = mc*?v jk (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a f1 ij ; untuk epoh >1? b1 j = a ß1 j, untuk epoh = 1? b2 j = mc*?b1 j (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a ß1 j ; untuk epoh >1 3. Hitung kinerja jaringan syaraf baru (perf2) dengan menggunakan bobot-bobot baru tersebut 4. Bandingkan kinerja jaringan syaraf baru (perf2) kinerja jaringan syaraf sebelumnya (perf ). 5. Jika perf2/perf >max_perf _inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_dec,? w jk = a f2 jk? b2 k = a ß2 k? v ij = a f1 ij? b1 j = a ß1 j 6. Jika perf2/perf <max_perf _inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_inc,? w jk = a f2 jk? b2 k = a ß2 k? v ij = a f1 ij? b1 j = a ß1 j 7. Jika perf2/perf = max_perf_inc maka bobot baru diterima sebagai bobot sekarang (Kusumadewi 2004) Resilient Backpropagation Jaringan syaraf yang dibangun dengan struktur multilayer biasanya menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Fungsi aktivasi ini akan membawa input dengan range yang tak terbatas ke nilai output dengan range yang terbatas, yaitu antara 0 sampai 1. Salah satu karakteristik dari fungsi sigmoid adalah gradiennya akan mendekati nol, apabila input yang diberikan sangat banyak. Gradient yang mendekati 0

21 10 ini berimplikasi pada rendahnya perubahan bobot. Apabila bobot-bobot tidak cukup mengalami perubahan, maka algoritma akan sangat lambat untuk mendekati nilai optimumnya (Kusumadewi 2004). Algoritma resilient backpropagation berusaha untuk mengeliminasi besarnya efek dari turunan parsial dengan cara hanya menggunakan tanda turunannya saja dan mengabaikan besarnya nilai turunan. Tanda turunan ini akan menentukan arah perbaikan bobot bobot. Besarnya perubahan setiap bobot akan ditentukan oleh suatu faktor yang diatur pada parameter penambahan bobot (delt_inc) atau parameter penurunan bobot (delt_dec). Bila gradien fungsi kinerja berubah tanda dari suatu iterasi ke iterasi berikutnya, maka bobot akan berkurang sebesar delt_dec dan bila gradient fungsi kinerja tidak berubah tanda maka bobot akan bertambah sebesar delt_inc. Apabila gradien fungsi kinerja = 0, maka perubahan bobot sama dengan perubahan bobot sebelumnya. Langkah-langkah teknik heuristik ini adalah : 1. Inisialisasi perubahan bobot (?v,? w,?b1dan?b2) dengan parameter delta. Besarnya perubahan tidak boleh melebihi batas maksimum yang terdapat pada parameter maksimum perubahan bobot (deltamax). 2. Simpan f1, f2, ß1 dan ß2 sebagai f1(lama), f2 (lama), ß1(lama) dan ß2(lama). 3. Hitung f1, f2, ß1 dan ß2 baru dengan menggunakan persamaan: f2 jk = d k z j ß2 k = d k f1 ij = d1 j x j ß1 j = d1 j 4. Hitung gradien fungsi kinerja dengan menggunakan persamaan: ff2 jk = f2 jk * f2 jk (lama) ßß2 k = ß2 k * ß2 k (lama) ff1 ij = f1 ij * f1 ij (lama) ßß2 j = ß1 j * ß1 j (lama)

22 11 5. Hitung perubahan bobot: delt_inc; ff2jk > 0? w jk = delt_dec; ff2 jk < 0? w jk (lama); ff2 jk = 0? w jk = min(?w jk,deltamax) -?w jk ; f2 jk < 0? w jk =?w jk ; f2 jk > 0 0; f2 jk = 0 delt_inc; ßß2 k > 0? b2 k = delt_dec; ßß2 k < 0? b2 k (lama); ßß2 k = 0? b2 k = min(?b2 k,deltamax) -?b2 k ; ß2 k < 0? b2 k =?b2 k ; ß2 k > 0 0; ß2 k = 0 delt_inc; ff1 ij > 0? v ij = delt_dec; ff1 ij < 0? v ij (lama); ff1 ij = 0? v ij = min(?v ij,deltamax ) -?v ij ; f1 ij < 0? v ij =?v ij ; f1 ij > 0 0; f1 ij = 0 delt_inc; ßß1j > 0? b1j = delt_dec; ßß1j < 0? b1 j (lama); ßß1 j = 0? b1 j = min(?b1 j,deltamax) -?b1 j ; ß1 j < 0? b1 j =?b1 j ; ß1 j > 0 0; ß1 j = 0 (Kusumadewi 2004)

23 Jaringan Syaraf Tiruan Recurrent Elman JST recurrent adalah jaringan yang mengakomodasi keluaran jaringan untuk menjadi masukan pada jaringan itu lagi dalam rangka menghasilkan keluaran jaringan berikutnya. Jaringan recurrent Elman terdiri atas satu atau lebih lapisan tersembunyi. Lapisan pertama memiliki bobot-bobot yang diperoleh dari lapisan input, setiap lapisan akan menerima bobot dari lapisan sebelumnya. Jaringan ini biasanya menggunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar untuk lapisan tersembunyi dan fungsi linear (purelin) untuk lapisan keluaran. Tidak seperti pada backpropagation, pada jaringan Elman ini, mempunyai fungsi aktivasi yang dapat berupa sembarang fungsi, baik yang kontinyu maupun diskontinyu. Delay yang terjadi pada hubungan antara lapisan input dengan lapisan tersembunyi pertama pada waktu sebelumnya (t-1) dapat digunakan untuk saat ini (t) (Kusumadewi 2004). Keunikan JST recurrent adalah adanya koneksi umpan balik yang membawa informasi gangguan (noise) pada saat masukan sebelumnya yang akan diakomodasikan bagi masukan berikutnya (Coulibaly et.al 2000) seperti disajikan pada Gambar 2. Keluaran Lapisan Keluaran Koneksi Umpan Balik Lapisan Tersembunyi Node-node Recurrent Unit Delay. D D... D Variabel Masukan Gambar 2. Arsitektur JST recurrent

24 Inisialisasi Nguyen-Widrow. Inisialisasi ini umumnya mempercepat proses pembelajaran dibandingkan dengan inisialisasi acak (Fauset 1994). Inisialisasi Nguyen-Widrow didefinisikan sebagai persamaan berikut: a. Hitung harga faktor pengali ß ß = 0.7 p 1/n Dimana : ß = Faktor pengali. n = Jumlah neuron lapisan input. p = Jumlah neuron lapisan tersembunyi b. Untuk setiap unit tersembunyi ( j=1, 2,...,p): hitung v ij (lama) yaitu bilangan acak antara -0.5 dan 0.5 (atau di antara -? dan sampai?). c. Hitung : v j Pembaharuan bobot v ij (lama) menjadi v ij (baru) yaitu : ß v ij (lama) v ij (lama) = v j (lama) a. Set bias : B 1j = Bilangan random antara ß sampai ß. 2.7 Ketepatan Pendugaan Ketepatan pendugaan sebuah model regresi dapat dilihat dari koefisien determinasinya (R 2 ) dan Root Mean Square Error (RMSE). Nilai R 2 menunjukan proporsi jumlah kuadrat total yang dapat dijelaskan oleh sumber keragaman peubah bebas, sedangkan RMSE menunjukan besar simpangan nilai dugaan terhadap nilai aktualnya. R 2 adalah kuadrat dari korelasi antara nilai vektor observasi ydengan nilai vektor penduga y (Walpole 1982).

25 14 Rumus R 2 adalah : R 2 = n [? ( y i y)(y i y) ] 2 i =1 n n? ( y i y) 2?(y i y) 2 i=1 i=1 Dimana : y i = Nilai - nilai aktual yi = Nilai - nilai prediksi RMSE = n? ( Xt X t - Ft F t ) 2 2 t =1 = n dimana : X t = Nilai aktual pada waktu ke-t F t = Nilai dugaan pada waktu ke-t Nilai-nilai R 2 berada pada selang 0 sampai 1. Kecocokan model semakin baik jika R 2 mendekati 1 dan RMSE mendekati 0.

26 15 BAB III DATA & METODE 3.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data ENSO Data ini diperoleh dari lembaga internasional National Weather Service Center for Environmental Prediction Climate (NOAA) selama 83 bulan dengan domain cakupan data peubah ENSO ini adalah wilayah Nino-3,4 yaitu : 5 o LU - 5 o LS dan 90 o BB o BB. b. Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah curah hujan ratarata di daerah Bongan Bali selama 83 bulan dengan domain cakupan data 08 o S o E dengan ketinggian 124 meter yang diperoleh dari BALITKLIMAT Bogor. 3.2 Metode Penelitian diawali dengan studi pustaka yaitu mengidentifikasi peubah ENSO dan pengaruhnya terhadap curah hujan di wilayah Indonesia. Langkah berikutnya mempelajari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan uintuk mengetahui metoda yang digunakan dan ketepatan pendugaan yang telah dicapai. Dari hasil studi pustaka diidentifikasi masalah yang ada, yaitu perlunya suatu pemodelan pendugaan curah hujan yang lebih akurat khususnya berdasarkan peubah ENSO. Selanjutnya dikembangkan model JST recurrent yang teroptimasi secara heuristik. Metodologi selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

27 16 Mulai Studi Pustaka Identifikasi Masalah Pengembangan Blok Diagram Sistem & Data Riil 1) Peubah Peubah ENSO 2) Data curah hujan 3) Pemodelan JST recurrent dgn optimasi teknik heuristik Teknik heuristik : a) Adaptive learning rate b) Adaptive learning rate & momentum c) Resilient backpropagation Field Record Data : -Training 75% -Testing 25% Data : -Training 50% -Testing 50% Pembuatan model JST recurrent dgn optimasi teknik heuristik Pengembangan aplikasi dgn MATLAB Pelatihan (Training) Uji coba (Testing) Pembahasan, kesimpulan Dokumentasi & penulisan laporan Selesai Gambar 3. Kerangka Berpikir Penelitian

28 17 BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 4.1 Desain Arsitektur. Arsitektur yang digunakan adalah jaringan recurrent tipe Elman dengan 2 lapisan tersembunyi. Masukan terdiri dari data : wind, SOI, SST dan OLR dan target adalah data curah hujan. Pada saat proses penentuan arsitektur standar JST recurrent, dilakukan proses trial & error untuk mendapatkan unjuk kerja JST yg optimum dengan parameter : Dimensi jaringan ( jumlah neuron dan hidden layer ). Laju Pembelajaran ( learning rate ) Algoritma pembelajaran nantinya akan digunakan optimasi teknik heuristik yang terdiri dari 3 algoritma pembelajaran berikut: (1) Gradient descent adaptive learning rate. (2) Gradient descent adaptive learning rate & momentum (3) Resilient backpropagation Setiap proses pelatihan dan pengujian diulang sebanyak 20 kali untuk dicari nilai ratarata dan simpangan bakunya (Normakristagaluh 2004). Hasil dari pengujian adalah tingkat keakuratan antara nilai dugaan dengan nilai aktual berdasarkan dua parameter yaitu R 2 dan RMSE. Nilai R 2 yang diperoleh dikalikan 100% untuk memudahkan pembacaan tingkat keakurasian. 4.2 Tahapan Penelitian Dalam penelitian ini akan dikaji permodelan JST recurrent yang teroptimasi secara heuristik untuk pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO. Tahapan permulaan, masing-masing kelompok data akan mengalami proses inisialisasi dengan menggunakan metoda Nguyen-Widrow. Jumlah neuron dan hidden layer ditetapkan dengan percobaan pendahuluan secara trial & error dan merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya. Tahap berikutnya dilakukan percobaan yaitu :

29 18 a. Langkah pertama dilakukan pembelajaran terhadap ke empat peubah ENSO dan curah hujan sebagai target, dengan menggunakan kelompok data pertama yaitu 75% data pelatihan dan 25% data pengujian. b. Langkah kedua dilakukan pembelajaran terhadap ke empat peubah ENSO dan curah hujan sebagai target, dengan menggunakan kelompok data kedua yaitu 50% data pelatihan dan 50% data pengujian. Langkah di atas dilakukan terhadap ketiga algoritma pembelajaran heuristik yaitu : a. Gradient descent adaptive learning rate Struktur standar untuk penelitian dengan menggunakan algoritma pembelajaran gradient descent adaptive learning rate seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Struktur JST recurrent standar gradient descent adaptive learning rate Karakteristik Spesifikasi Arsitektur Neuron Input Neuron hidden layer 1 48 Neuron hidden layer 2 24 Neuron Output 1 Fungsi aktivasi hidden layer 1 Fungsi aktivasi hidden layer 2 Fungsi aktivasi layer output Inisialisasi bobot Toleransi galat lapisan tersembunyi Peubah ENSO & curah hujan Sigmoid biner Sigmoid bipolar Fungsi liniear Maksimum epoh Laju pembelajaran 0,1 Maksimum kenaikan kinerja 1,06 Nguyen Widrow Komposisi percobaan yang dilakukan adalah terhadap komposisi nilai: lr_inc 1,20 & lr_dec 0,6 lr_inc 1,05 & lr_dec 0,6 lr_inc 1,05 & lr_dec 0,7

30 19 b. Gradient descent adaptive learning rate & momentum. Struktur standar untuk penelitian dengan me nggunakan algoritma pembelajaran Adaptive learning rate & momentum seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Struktur JST recurrent standar gradient descent adaptive learning rate & momentum Karakteristik Spesifikasi Arsitektur Neuron Input Neuron hidden layer 1 48 Neuron hidden layer 2 24 Neuron Output 1 Fungsi aktivasi hidden layer 1 Fungsi aktivasi hidden layer 2 Fungsi aktivasi layer output Inisialisasi bobot Toleransi galat lapisan tersembunyi Peubah ENSO & curah hujan Sigmoid biner Sigmoid bipolar Fungsi liniear Maksimum epoh Laju pembelajaran 0,1 Maksimum kenaikan kinerja 1,06 Penambahan laju pembelajaran 1,05 Penurunan laju pembelajaran 0,6 Nguyen Widrow Komposisi percobaan yang dilakukan adalah parameter momentum: mc 0,7 & mc 0,9 c. Resilient backpropagation. Struktur standar untuk penelitian dengan menggunakan algoritma pembelajaran resilient backpropagation seperti disajikan pada Tabel 3.

31 20 Tabel 3. Struktur JST recurrent standar resilient backpropagation Karakteristik Spesifikasi Arsitektur 2 lapisan tersembunyi Neuron Input Peubah ENSO & curah hujan Neuron hidden layer 1 48 Neuron hidden layer 2 24 Neuron Output 1 Fungsi aktivasi hidden layer 1 Sigmoid biner Fungsi aktivasi hidden layer 2 Sigmoid bipolar Fungsi aktivasi layer output Fungsi liniear Inisialisasi bobot Nguyen Widrow Toleransi galat Maksimum epoh Laju pembelajaran 0,3 Maksimum perubahan bobot 50 Besarnya perubahan bobot awal 0,05 Komposisi percobaan yang dilakukan adalah terhadap pasangan nilai: delta_inc 1,5 & delta_dec 0,6 delta_inc 1,5 & delta_dec 0,5 delta_inc 1,7 & delta_dec 0,4 delta_inc 1,7 & delta_dec 0,5. Pada setiap kelompok data dengan komposisi di atas dilakukan percobaan terhadap variasi leap yang berbeda-beda yaitu leap = 0, 1, 2, dan 3. Leap 0 pendugaan curah hujan jatuh pada bulan yang sama. Leap 1 pendugaan curah hujan jatuh pada satu bulan ke depan. Leap 2 pendugaan curah hujan jatuh pada dua bulan ke depan. Leap 3 pendugaan curah hujan jatuh pada tiga bulan ke depan. Setiap percobaan dilakukan pengulangan/iterasi sebanyak 20 kali dengan tujuan memperoleh rata-rata R 2 dan RMSE yang memiliki simpangan baku terkecil. Nilai R 2

32 21 dan RMSE tiap kombinasi terletak pada selang nilai tertentu (minimum da n maksimum). Hasil percobaan pada penelitian ini difokuskan pada perbandingan ketepatan pendugaan JST menghasilkan R 2 maksimum dan RMSE minimum. 4.3 Desain Struktur Data Desain struktur data berupa tabel data bulanan peubah-peubah ENSO & curah hujan (selengkapnya pada Lampiran 1) seperti disajikan pada Tabel Desain Keluaran (Output) Tabel 4. Data peubah ENSO & curah hujan Bulan Indeks OLR Indeks WIND Indeks SOI Indeks SST Curah Hujan (mm) Januari 23,5 6,6 0,5 0,18 649,0 Februari 9,7 6,7 1,2 0,28 601,0 Maret 21,7 7,4 0,9 0,52 321,0 April 5,4 5,3 1,0 0,9 151,0 Mei 19,7 5,9 0,5 1,06 14,0 Juni 22,4 6,1 0,6 0,79 176,0 Juli 25,9 8,2-0,2 0,48 121,0 Agustus 40,6 6,6 1,7 0,14 12,0 September 40,1 6,5 0,9 0,28 40,0 Oktober..dst 28,3 6,1 1,2 0,33 53,0 Data keluaran berupa tabel hasil penelitian berupa nilai-nilai epoch, R 2 RMSE dari setiap kelompok data percobaan dengan 3 algoritma yang telah dilakukan juga dihitung nilai nilai R 2 minimum, R 2 maksimum, rata-rata R 2, standar deviasi R 2, RMSE minimum, RMSE maksimum, rata-rata RMSE dan standar deviasi RMSE. dan 4.5 Perangkat Keras dan Lunak Penelitian ini menggunakan perangkat keras dan lunak sebagai berikut: a. Intel Pentium IV 2,66 GHz b. Memori SDRAM 256 MB, hardisk 40 GB c. Matlab 7 d. Microsoft Excel Xp Professional

33 22 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Data Pelatihan & Pengujian Komposisi data pelatihan & pengujian sangat berpengaruh terhadap keakuratan pendugaan dalam JST. Seperti yang dijelaskan dalam metodologi, data dibagi ke dalam 2 kelompok data percobaan yaitu kelompok data pertama, 75% data (62 bulan) pelatihan dan 25% data (21 bulan) pengujian serta kelompok data kedua 50% data (42 bulan) untuk pelatihan dan 50% data (41 bulan) untuk data pengujian. Masing-masing kelompok data akan dibahas dan diperlihatkan grafik hasil percobaan. 5.2 Kelompok Data Pertama. Pada percobaan pertama, data peubah ENSO yaitu wind, SOI, SST dan OLR sebagai input dan curah hujan sebagai target. Hasil percobaan untuk kelompok data ini sebagai berikut seperti disajikan pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 5. Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive learning rate Komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3 lr_inc & lr_dec R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min 1,05 & 0,6 63,4 265,70 65,1 174,41 59,8 211,42 51,9 170,00 1,05 & 0,7 64,5 213,96 65,9 183,78 64,1 210,48 53,1 285,4 1,20 & 0,6 69,2 238,11 66,5 173,05 61,6 206,85 55,5 156,83 Tabel 6. Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive learning rate & momentum komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3 mc R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min 0,7 70,7 278,55 52,7 207,66 57,3 231,72 48,5 174,30 0,9 71,6 231,45 74,6 186,01 63,2 202,28 42,3 180,04

34 23 Tabel 7. Hasil percobaan kelompok data pertama resilient backpropagation komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3 delt_inc & delt_dec R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min 1,5 & 0,6 54,4 206,70 77,6 151,62 67,7 178,21 43,4 180,15 1,7 & 0,4 56,2 198,82 84,8 125,00 69,9 137,37 54,1 175,23 1,5 & 0,5 70,7 197,16 78,5 153,97 75,5 166,94 44,0 187,93 1,7 & 0,6 77,0 138,52 70,4 153,97 70,6 151,18 46,3 180,65 Percobaan kelompok data pertama, hasil terbaik diperoleh pada saat menggunakan algoritma resilient backpropagation. Untuk leap 0, ketika nilai delt_inc dinaikkan dari 1,5 menjadi 1,7 dan nilai delt_dec diturunkan dari 0,6 menjadi 0,4 hasilnya nilai R 2 maksimum naik dari 54,4 menjadi 56,2 menunjukan adanya peningkatan sebesar 1,8 sedangkan nilai RMSE turun dari 206,7 menjadi 198,82. Ketika nilai delt_inc tetap 1,7 dan delt_dec dinaikkan dari 0,4 menjadi 0,6 hasilnya nilai R 2 maksimum naik dari 56,2 menjadi 77 menunjukan adanya peningkatan sebesar 20,8 sedangkan nilai RMSE turun dari 198,82 menjadi 138,52. Hasil ini merupakan yang terbaik pada percobaan kelompok data pertama untuk leap 0 dengan komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec 0,6. Jumlah epoh untuk hasil terbaik ini disajikan pada Gambar 4. Korelasi kecocokan output jaringan dengan target bernilai 0,77 atau 77% seperti disajikan pada Gambar 5. Perbandingan nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) disajikan pada Gambar 6, terlihat beberapa titik (output) sudah mulai berdekatan dengan beberapa bulatan (target). Hal tersebut dapat diartikan bahwa beberapa nilai dugaan/prediksi sudah mendekati nilai aktualnya. Hasil terbaik terjadi apabila titik dan bulatan berada pada posisi yang sama.

35 24 Gambar 4. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 0 Gambar 5. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 0

36 25 Gambar 6. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 0 Percobaan untuk leap 1, 2 dan 3, hasil pendugaan terbaik didapat pada saat leap 1. Nilai R 2 maksimum yang dihasilkan sebesar 84,8% dalam selang nilai R 2 diantara 28,5 sampai dengan 84,8 dengan nilai RMSE sebesar 125 dalam selang nilai RMSE 125 sampai dengan 321,52. Hasil percobaan terbaik untuk leap 1 ini diperoleh dengan komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec 0,4 seperti disajikan pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9. Dari hasil hasil percobaan kelompok data pertama ini pendugaan curah hujan terbaik terjadi pada saat leap 1.

37 26 Gambar 7. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 1 Gambar 8. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 1

38 27 Gambar 9. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama leap Kelompok Data Kedua dan Tabel 10. Hasil percobaan untuk kelompok data ini seperti disajikan pada Tabel 8, Tabel 9 Tabel 8. Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning rate Komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3 lr_inc & lr_dec R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min 1,05 & 0,6 46,0 244,31 46,0 198,13 29,0 269,44 6,54 305,09 1,05 & 0,7 47,3 272,50 46,4 200,82 32,4 277,55 8,75 314,85 1,20 & 0,6 53,6 297,69 45,7 197,55 28,4 269,45 12,6 344,63 Tabel 9. Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning rate & momentum komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3 mc R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min 0,7 45,7 279,28 45,6 223,23 29,2 314,04 8,72 300,87 0,9 46,3 313,93 49,8 209,37 36,3 283,95 12,9 312,54

39 28 Tabel 10. Hasil percobaan kelompok data kedua resilient backpropagation komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3 delt_inc & delt_dec R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min R 2 Maks RMSE Min 1,5 & 0,6 45,0 198,63 59,5 156,46 59,5 156,46 21,0 248,22 1,7 & 0,4 58,1 201,63 56,3 169,77 56,2 188,12 29,1 225,73 1,5 & 0,5 42,8 228,19 56,0 172,67 56,0 172,67 27,5 234,18 1,7 & 0,6 46,6 229,47 59,9 155,29 54,0 171,03 24,1 250,92 Percobaan kelompok data kedua, hasil terbaik diperoleh pada saat menggunakan algoritma resilient backpropagation. Untuk leap 0, ketika nilai delt_inc dinaikkan dari 1,5 menjadi 1,7 dan nilai delt_dec diturunkan dari 0,6 menjadi 0,4 hasilnya nilai R 2 naik dari 45 menjadi 58,1 menunjukan adanya peningkatan sebesar 13,1. Nilai RMSE naik dari 198,63 menjadi 201,63. Hasil ini merupakan yang terbaik untuk leap 0 dengan komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec 0,4 seperti terlihat pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12. Gambar 10. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap 0

40 29 Gambar 11. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap 0 Gambar 12. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua leap 0.

41 30 Untuk leap 1, 2 dan 3, grafik pendugaan terbaik didapat pada saat leap 1. Ketika nilai delt_inc dinaikkan dari 1,5 menjadi 1,7 dan nilai delt_dec diturunkan dari 0,6 menjadi 0,4 hasilnya nilai R 2 maksimum turun dari 59,5 menjadi 56,3 sedangkan nilai RMSE naik dari 156,46 menjadi 169,77. Ketika nilai delt_inc tetap 1,7 dan delt_dec dinaikkan dari 0,4 menjadi 0,6 hasilnya nilai R 2 maksimum naik dari 56,3 menjadi 59,9 dalam selang nilai R 2 diantara 19,5 sampai dengan 59,9 sedangkan nilai RMSE turun dari 169,77 menjadi 155,29 dalam selang nilai RMSE 155,29 sampai dengan 282,97. Hasil ini merupakan yang terbaik untuk percobaan kelompok data kedua untuk leap 1 dengan komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec 0,6 seperti disajikan pada Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 13. Gambar 13. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua leap 1

42 31 Gambar 14. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua leap 1 Gambar 15. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent kelompok data kedua leap 1. Dari hasil hasil percobaan kelompok data kedua ini pendugaan curah hujan terbaik terjadi pada saat leap 1.

43 Komposisi Parameter Terbaik Topologi jaringan JST recurrent yang digunakan dalam penelitian ini berupa satu lapisan input, dua lapisan tersembunyi terdiri dari lapisan tersembunyi pertama dengan jumlah 48 neuron dan lapisan tersembunyi kedua dengan 24 neuron serta satu lapisan output dengan 1 neuron. Topologi ini sudah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan percobaan pendahuluan secara trial & error, tujuannya agar penelitian utama lebih berfokus pada parameter dari algoritma pembelajaran yang akan diterapkan. Hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5 sampai dengan 28, pada lampiran itu dapat dilihat hasil pengukuran masing-masing parameter dalam proses pelatihan dan pengujian dengan nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum serta standar deviasi dari R 2 dan RMSE Komposisi Parameter Terbaik Adaptive Learning Rate Percobaan kelompok data pertama untuk leap 0, nilai parameter yang divariasikan adalah lr_inc dan lr_dec. Ketika nilai lr_inc tetap 1,05 dan nilai lr_dec dinaikkan dari 0,6 menjadi 0,7 hasilnya nilai R 2 maksimum naik dari 63,4 menjadi 64,5. Nilai rata-rata R 2 naik dari 31,4 menjadi 35,3 sedangkan nilai RMSE turun dari 265,7 menjadi 213,96. Kemudian, nilai lr_inc dinaikkan dari 1,05 menjadi 1,2 dan nilai lr_dec diturunkan dari 0,7 menjadi 0,6 hasilnya nilai R 2 maksimum naik dari 64,5 menjadi 69,2. Nilai rata-rata R 2 turun dari 35,3 menjadi 28,4 sedangkan nilai RMSE naik dari 213,96 menjadi 238,11. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data pertama untuk leap 0, adalah lr_inc 1,2 dan lr_dec 0,6. Percobaan kelompok data kedua untuk leap 0. Ketika nilai lr_inc tetap 1,05 dan nilai lr_dec dinaikkan dari 0,6 menjadi 0,7 hasilnya nilai R 2 maksimum naik dari 46 menjadi 47,3. Nilai rata-rata R 2 turun dari 38,9 menjadi 38,4 sedangkan nilai RMSE naik dari 244,31 menjadi 272,5. Kemudian nilai lr_inc dinaikkan dari 1,05 menjadi 1,2 dan nilai lr_dec diturunkan dari 0,7 menjadi 0,6 hasilnya nilai R 2 maksimum naik dari 47,3 menjadi 53,6. Nilai rata-rata R 2 naik dari 38,4 menjadi 39,2 sedangkan nilai

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO AFAN GALIH SALMAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pendugaan Curah Hujan Pendugaan curah hujan di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, seperti halnya pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 17 BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM 4.1 Desain. yang digunakan adalah jaringan recurrent tipe Elman dengan 2 lapisan tersembunyi. Masukan terdiri dari data : wind, SOI, SST dan OLR dan target adalah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT DENGAN METODE PEMBELAJARAN GRADIENT DESCENT ADAPTIVE LEARNING RATE UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT DENGAN METODE PEMBELAJARAN GRADIENT DESCENT ADAPTIVE LEARNING RATE UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT DENGAN METODE PEMBELAJARAN GRADIENT DESCENT ADAPTIVE LEARNING RATE UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN Afan Galih Salman Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Afan Galih Salman; Yen Lina Prasetio

Afan Galih Salman; Yen Lina Prasetio IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT DENGAN METODE PEMBELAJARAN GRADIENT DESCENT ADAPTIVE LEARNING RATE UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO Afan Galih Salman; Yen Lina Prasetio

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT MENGGUNAKAN GRADIENT DESCENT ADAPTIVE LEARNING RATE AND MOMENTUM UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT MENGGUNAKAN GRADIENT DESCENT ADAPTIVE LEARNING RATE AND MOMENTUM UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT MENGGUNAKAN GRADIENT DESCENT ADAPTIVE LEARNING RATE AND MOMENTUM UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN Afan Galih Salman; Yen Lina Prasetio Jurusan Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)* 1)Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Oleh: ABD. ROHIM (1206 100 058) Dosen Pembimbing: Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Jurusan Matematika

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Awal Musim Hujan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut

Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Awal Musim Hujan Berdasarkan Suhu Permukaan Laut Tersedia secara online di: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jika Volume 1 Nomor 2 Halaman 52-61 ISSN: 2089-6026 Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Awal Musim Hujan Berdasarkan Suhu Permukaan

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, M. Rhifky Wayahdi 2 1 Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berpengaruh pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu potensi sumber daya air. Besar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION Eka Irawan1, M. Zarlis2, Erna Budhiarti Nababan3 Magister Teknik Informatika, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh Sudharmadi Bayu Jati Wibowo

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 205 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 205 IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI

Lebih terperinci

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA Nurmahaludin (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin Ringkasan Kebutuhan

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Multilayer Perceptron (Joni Riadi dan Nurmahaludin) APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Joni Riadi (1) dan Nurmahaludin

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM Ayu Trimulya 1, Syaifurrahman 2, Fatma Agus Setyaningsih 3 1,3 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII

ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) UNTUK DIAGNOSA DAN TATALAKSANA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE MUHAMMAD SYAFII SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK Kematian akibat

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat

Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat Andi Ihwan Prodi Fisika FMIPA Untan, Pontianak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua

Lebih terperinci

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA Anggi Purnama Undergraduate Program, Computer Science, 2007 Gunadarma Universiy http://www.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi, LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Algoritme Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Standar Langkah 0: Inisialisasi bobot (bobot awal dengan nilai random yang paling kecil). Langkah 1: Menentukan maksimum epoch, target

Lebih terperinci

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network Neural Network (NN) adalah suatu prosesor yang melakukan pendistribusian secara besar-besaran, yang memiliki kecenderungan alami untuk menyimpan suatu pengenalan yang pernah dialaminya, dengan kata lain

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Seminar Nasional Informatika 0 ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian, Purwa Hasan Putra Dosen Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dwi Marisa Midyanti Sistem Komputer Universitas Tanjungpura Pontianak Jl Prof.Dr.Hadari Nawawi, Pontianak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan Saraf Tiruan ( artificial neural networks) atau disingkat JST adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK [1] Meishytah Eka Aprilianti, [2] Dedi Triyanto, [3] Ilhamsyah [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari 2010 50 Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Memprediksi Jumlah Pengangguran di Provinsi Kalimantan Timur Dengan Menggunakan Algoritma Pembelajaran

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Prediksi Jangka Pendek Debit Aliran Irigasi Seluma dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Prediksi Jangka Pendek Debit Aliran Irigasi Seluma dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Prediksi Jangka Pendek Debit Aliran Irigasi Seluma dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Supiyati, Syamsul Bahri dan Iwan Erdi Abstract: Penelitian mengenai prediksi jangka pendek debit aliran irigasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi 8 disajikan contoh data Shorea hasil kodefikasi dari beberapa karakter yang bernilai nominal. Tabel 2 Karakter daun yang bernilai nominal Karakter Nilai Kode Bentuk tulang Tidak menempel 1 daun Permukaan

Lebih terperinci

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Andi Ihwan 1), Yudha Arman 1) dan Iis Solehati 1) 1) Prodi Fisika FMIPA UNTAN Abstrak Fluktuasi suhu udara berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC,2001), konsentrasi gas-gas rumah kaca, khususnya CO2, CH4, dan N2O dalam dua abad terakhir

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Pegawai atau karyawan merupakan

Lebih terperinci

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi 25 BAB III JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) 3.1 Pengertian JST JST merupakan sebuah model atau pola dalam pemrosesan informasi. Model ini terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan

Lebih terperinci

PERAMALAN HARGA SAHAM PERUSAHAAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DAN AKAIKE INFORMATION CRITERION

PERAMALAN HARGA SAHAM PERUSAHAAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DAN AKAIKE INFORMATION CRITERION Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 20 (SNATI 20) ISSN: 19-5022 Yogyakarta, 16 Juni 20 PERAMALAN HARGA SAHAM PERUSAHAAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DAN AKAIKE INFORMATION CRITERION

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON Liza Afriyanti Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam

Lebih terperinci

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran BAB III METODE PENELITIAN Permasalahan yang akan dijawab atau tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek atau untuk

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI LAJU TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PADA PROVINSI JAWA TIMUR

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI LAJU TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PADA PROVINSI JAWA TIMUR IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI LAJU TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PADA PROVINSI JAWA TIMUR Sofi Dwi Purwanto Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

EVALUASI MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI IKLIM EKSTRIM DENGAN KORELASI CURAH HUJAN DAN TINGGI MUKA LAUT DI SEMARANG

EVALUASI MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI IKLIM EKSTRIM DENGAN KORELASI CURAH HUJAN DAN TINGGI MUKA LAUT DI SEMARANG Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 4, No. 1, Januari 2015, Hal 67-72 EVALUASI MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI IKLIM EKSTRIM DENGAN KORELASI CURAH HUJAN DAN

Lebih terperinci

MEMPREDIKSI KECERDASAN SISWA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS DI LP3I COURSE CENTER PADANG)

MEMPREDIKSI KECERDASAN SISWA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS DI LP3I COURSE CENTER PADANG) MEMPREDIKSI KECERDASAN SISWA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS DI LP3I COURSE CENTER PADANG) R. Ayu Mahessya, S.Kom, M.Kom, Fakultas Ilmu Komputer Universitas

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA Pembimbing: Desi Fitria Utami M0103025 Drs. Y. S. Palgunadi, M. Sc

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION [1] Novi Indah Pradasari, [2] F.Trias Pontia W, [3] Dedi Triyanto [1][3] Jurusan Sistem Komputer,

Lebih terperinci

PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.18, No.4, Oktober 2015, hal 151-156 PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK Zaenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. datang berdasarkan keadaan masa lalu dan sekarang yang diperlukan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. datang berdasarkan keadaan masa lalu dan sekarang yang diperlukan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peramalan adalah menduga atau memperkirakan suatu keadaan di masa yang akan datang berdasarkan keadaan masa lalu dan sekarang yang diperlukan untuk menetapkan kapan

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Perceptron 2. ADALINE 3. MADALINE 2 Perceptron Perceptron lebih powerful dari Hebb Pembelajaran perceptron mampu menemukan konvergensi terhadap bobot yang

Lebih terperinci

ANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR

ANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR Jurnal Barekeng Vol. 8 No. Hal. 7 3 (04) ANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR Analysis of Backpropagation Artificial Neural Network to

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Jurnal POROS TEKNIK, Volume 6, No. 2, Desember 2014 : 55-10 PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Nurmahaludin (1) (1) Staff Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Studi Literatur: Peramalan, Curah Hujan, Knowledge Discovery in Database, Jaringan Saraf Tiruan, Backpropagation, Optimalisasasi Backpropagation Pengumpulan

Lebih terperinci

ANALISIS JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH RESERVASI KAMAR HOTEL DENGAN METODE BACKPROPAGATION (Studi Kasus Hotel Grand Zuri Padang)

ANALISIS JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH RESERVASI KAMAR HOTEL DENGAN METODE BACKPROPAGATION (Studi Kasus Hotel Grand Zuri Padang) ANALISIS JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH RESERVASI KAMAR HOTEL DENGAN METODE BACKPROPAGATION (Studi Kasus Hotel Grand Zuri Padang) 1 Musli Yanto, 2 Sarjon Defit, 3 Gunadi Widi Nurcahyo

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION Amriana 1 Program Studi D1 Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAD ABSTRAK Jaringan saraf tiruan untuk aplikasi

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION Zulkarnain Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Jl. Sisingamangaraja

Lebih terperinci

2.1. Dasar Teori Bandwidth Regression

2.1. Dasar Teori Bandwidth Regression 2.1. Dasar Teori 2.1.1. Bandwidth Bandwidth adalah ukuran kapasitas dari sistem transmisi (Comer, 2004) Bandwidth adalah konsep pengukuran yang sangat penting dalam jaringan, tetapi konsep ini memiliki

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci