BAB I PENDAHULUAN. dikaitkan dengan hak asasi manusia. Penegakan, perlindungan, penghormatan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dikaitkan dengan hak asasi manusia. Penegakan, perlindungan, penghormatan,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang Hak Asasi Manusia (HAM ) mengalami perkembangan yang amat pesat. Pada era reformasi, setiap langkah strategis bangsa Indonesia selalu dikaitkan dengan hak asasi manusia. Penegakan, perlindungan, penghormatan, pemenuhan, pemajuan hak asasi manusia telah menjadi komitmen Negara, pemerintah dan masyarakat Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk pemberdayaan institusi dan konstitusi. Hal demikian berdampak pula kepada sistem pemasyarakatan. Semula tugas dan fungsi dari petugas lembaga pemasyarakataan adalah menjaga keamanan, ketertiban dan menjaga prikehidupan serta membina narapidana di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan maupun cabang rumah tahanan, pada saat ini telah berkembang kearah yang baru yaitu selain mempunyai tugas dan fungsi seperti diatas, pertugas pemasyarakatan juga dituntut untuk memberikan perlindungan hak asasi manusia terhadap narapidana. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM memberikan kepastian hukum terhadap perlindungan HAM bagi setiap orang. Narapidana adalah juga seorang manusia, maka HAM terhadap narapidana juga harus dilindungi. Sebagai landasan tugas dan fungsi dari petugas pemasyarakatan adalah Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, yang didalamnya

2 juga mengatur tentang hak-hak narapidana yaitu yang terdapat pada pasal 14 ayat (1) huruf a sampai m yang harus dipenuhi tanpa mengenal latar belakang kasus/pelanggaran pidananya. Syarat dan tata cara pemberian hak tersebut diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang mana di dalam Peraturan Pemerintah ini mencantumkan syarat tambahan bagi narapidana kasus tertentu. Melihat kenyataan demikian dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketidak sesuaian antara undang-undang dengan peraturan pelaksananya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada BAB I, Ketentuan Umum pasal 1, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-nya yang wajib di hormati, di junjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Penghormatan dan pemartabatan terhadap HAM merupakan suatu hal yang mulia. Adanya rasa saling menghormati, toleransi diantara sesama makhluk Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa dapat memberikan rasa damai bagi siapapun di dunia ini Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor39 Tahun 1999 tentang HAM. 2 Pengantar Redaksi Majalah Hukum dan HAM Nomor.24 May Juni 2007, (Jakarta : Biro Humas dan HLN Departemen Hukum dan HAM, 2007), hal. 5.

3 Pada umumnya pakar hukum Eropa berpendapat bahwa Piagam Magna Charta di Inggris tahun 1215, sebagai proses awal lahirnya HAM. Piagam ini menegaskan bahwa kekuasaan absolut raja Inggris mulai dibatasi. Raja tidak lagi kebal hukum dan harus mempertanggung jawabkan kehidupannya kepada rakyat melalui parlemen. Raja Inggris dapat mendengarkan hati nurani rakyat yang dipimpinnya. Pesan moral dari Piagam Magna Charta adalah jangan ada kesewenangwenangan dari penguasa karena hal itu berarti merendahkan martabat manusia. Setelah terjadi Perang Dunia II, pemimpin dan tokoh dunia menyaksikan dampak peperangan yang amat dahsyat dimana yang menjadi korban adalah sebagian besar rakyat yang tidak mengerti apa-apa. Kenyataan ini mendorong PBB untuk mencegah terjadinya perang serta berusaha untuk menciptakan perdamaian dunia. Inspirasi ini melatar belakangi terwujudnya Deklarasi Umum PBB, tentang Hak Asasi Manusia yang ditanda tangani pada tanggal 10 Desember Pesan moral dari deklarasi ini adalah jangan ada perang, jangan ada kesewenang-wenangan dari yang punya kekuatan, karena itu harus ada usaha yang sungguh-sungguh untuk menjunjung tinggi martabat manusia (human dignity) agar tetap menjadi makhluk mulia H Utsman Surur. Dasar-Dasar HAM, Bahan kuliah diklat HAM, (Jakarta : Direktorat Jenderal HAM, 2008), hal Ibid, hal Ibid.

4 Sejak kemunculannya sampai hari ini HAM telah mengalami perkembangan dan perubahan yang dikenal dengan sebutan generasi HAM, generasi pertama meliputi hak-hak sipil dan politik, generasi kedua meliputi hak-hak sosial, ekonomi dan budaya, akhirnya generasi ketiga memuat sejumlah hak-hak kolektif, seperti: hak atas perkembangan/kemajuan (development) hak atas kedamaian, hak atas lingkungan yang bersih, hak atas kekayaan alam dan hak atas warisan budaya.6 Yang ingin dijelaskan bahwa masyarakat dan bangsa-bangsa di dunia ada beraneka ragam, beraneka ragam dalam habitat fisiknya, tradisi kulturalnya, nilai-nilainya, kosmologinya serta pandangannya tentang manusia dan dunia. Pemerintah, masyarakat dengan berlandaskan undang-undang wajib melindungi dan menjunjung tinggi HAM, sehingga prinsip-prinsip, manfaat dan kesederajatan yang melekat pada semua umat manusia terlaksana dengan baik, sehingga tidak ada lagi diskriminasi. Pernyataan yang tertuang dalam Mukaddimah Deklerasi Universal HAM yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi Nomor 217 (III). Salah satu kalimat yang menyatakan menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hakhak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan, perdamaian dunia. Menimbang bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya orang tidak terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan Satjipto Raharjo, Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakatnya, dalam Muladi (ed), Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung : PT Reflika Aditama, 2009), Hal Departemen Hukum Dan HAM RI, Bahan Bacaan Training of Trainer HAM, (Depok :Direktorat Jenderal HAM, 2008), hal. 2.

5 Kalimat-kalimat tersebut adalah pedoman bagi peraturan mengenai HAM yang disesuaikan juga dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan Hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang dijelmakan dalam Undang-Undang RI Nomor. 39 Tahun1999 yaitu tentang HAM. Undang-Undang HAM secara rinci mengatur mengenai hak untuk hidup dan hak untuk tidak dihilangkan paksa dan tidak dihilangkan nyawanya, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintah, hak wanita, hak anak, hak atas kebebasan beragama. Berbicara tentang HAM maka akan selalu terfokus kepada masalah hak-hak saja, sedangkan disamping itu, tiap-tiap individu juga mempunyai kewajiban, dan tiap-tiap manusia tersebut dituntut untuk melaksanakan kewajiban tersebut, (yakni kewajiban dasar), kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan akan terlaksananya dan tegaknya 8 Hak Asasi Manusia, 9 jadi antara hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia harus berjalan seiring, dengan demikian maka akan dapat tercapai kehidupan yang harmonis antara masyarakat dan pemerintah maupun sesama masyarakat. Hak -hak setiap orang harus dilindungi dengan undang-undang, tidak seorangpun boleh dirampas kehidupannya secara sengaja, kecuali dalam pelaksanaan 8 Penjelasan atas Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. 9 Pasal I ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

6 hukum oleh pengadilan setelah ia diadili untuk suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman berdasarkan undang-undang. 10 Perlunya implementasi akan kedudukan HAM dalam setiap insan adalah sebuah pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya kerjasama, yang melibatkan aparat yang berhubungan dengan penegakan HAM dan rentan dengan pelanggaran HAM. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Penelitian ini khusus membahas mengenai HAM terhadap narapidana sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), yang dalam kesehariannya harus dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum (dalam hal ini Undang-Undang Pemasyarakatan agar dapat sejalan dengan Undang-Undang HAM), pemerintah melalui aparaturnya yaitu petugas pemasyarakatan dan juga sesama narapidana. Narapidana dalam keseharian sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan kehidupan yang bersinggungan dengan pelanggaran HAM Goran Melander, dkk., (ed), alih bahasa : Madayuti Petiwi (dkk), edisi revisi, Kompilasi Instrumen Hak Asasi Manusia Raoul Wallenberg Institute, (Brill Academic Publishers 2004), hal Pasal I ayat (6) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

7 Dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, disebutkan warga binaan pemasyarakatan meliputi: narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. 12 Cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pembinaan kepribadian yang diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat, sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada bakat dan keterampilan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Dikaitkan dengan pelaksanaan dari tugas pemasyarakatan, maka peranan HAM sangat diperhatikan dan dapat menjadi salah satu dasar didalam mencapai tujuan pemasyarakatan itu sendiri. Narapidana bukan saja obyek, melainkankan juga subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan 12 Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 13 Hadi Setiadi Tunggal (ed.), UU Permasyarakatan Beserta Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta : Harvarindo, 2000), hal. III. 13.

8 yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas, yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana dapat berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. 14. Kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan, rutan dan cabang rutan menyebabkan tidak layaknya kehidupan yang normal bagi warga binaan pemasyarakatan yang sedang dibina agar menjadi manusia yang sadar akan kesalahan, tidak mengulangi lagi, dan dipersiapkan menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan orang lain, turut serta dalam pembangunan guna kemajuan bangsa dan negara, adalah merupakan suatu hambatan bagi perlindungan HAM terhadap narapidana, seperti kamar hunian yang sesak dan padat karena dihuni oleh jumlah yang diluar kapasitas, yang menyebabkan kurangnya sirkulasi udara, bahkan tidak cukupnya tempat untuk merebahkan badan, layaknya manusia untuk tidur. Kenyataan menunjukkan bahwa sesungguhnya lembaga pemasyarakatan atau balai pemasyarakatan sangat potensial untuk mendorong terjadinya pelanggaran HAM. Hal ini diakibatkan oleh kewenangan petugas pemasyarakatan yang melaksanakan upaya paksa dalam penegakan hukum, yang mana hal tersebut pada hakekatnya meniadakan atau mengurangi hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh seseorang. Permasalahan ini jika ditelusuri lebih jauh, faktor pencetusnya dapat dari petugas, tetapi tidak menutup kemungkinan juga sumber lain berasal dari warga 14 Ibid, hal. IV.

9 binaan itu sendiri. 15. Pelanggaran peraturan oleh narapidana di lembaga pemasyarakatan seperti terjadinya perkelahian, pelarian dan pemberontakan, menyebabkan petugas harus meniadakan waktu istirahatnya yang seharusnya waktu istirahat, meniadakan waktu untuk berkumpul dengan anggota keluarga, bahkan petugas dapat cidera akibat perlakuan narapidana, yang kesemuanya itu juga adalah merupakan kendala bagi upaya perlindungan HAM. Secara umum tujuan sistem pemasyarakatan adalah pemulihan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan antara warga bianaan pemasyarakatan dengan masyarakat (re-integrasi hidup-kehidupan-penghidupan). Direktur Jenderal HAM dan Direktur Jenderal Pemasyarkatan Kementerian Hukum dan HAM RI, mengarahkan agar lebih memfokuskan pada pekerjaan yang berkaitan dengan cara memastikan agar aparaturnya dapat melaksanakan penegakan HAM, mengerti akan bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk HAM. 16 Hal ini menjadi salah satu sumber rujukan untuk menjadi pedoman bagi petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang berhubungan dengan HAM, baik yang bersentuhan dengan pribadinya sebagai aparatur (petugas) di lembaga pemasyarakatan maupun terhadap warga binaan pemasyarakatan. Menyadari hal tersebut, tugas yang diemban petugas pemasyarakatan sangat 15 Dep Kehakiman dan HAM RI, Panduan Penerapan HAM Bagi Petugas Pemasyarakatan, (Jakarta: 2003), hal Majalah Hukum dan HAM, Op. cit. hal. 5.

10 erat dengan nilai kemanusiaan. Tugas dan fungsi petugas lembaga pemasyaraktan lainnya adalah melaksanakan tindakan dan pengamanan terhadap narapidana. Sehubungan dengan lokasi studi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku, maka akan dipaparkan sekilas gambaran tentang keadaan fisik lembaga pemasyarakatan tersebut sebagai berikut: Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku terletak di wilayah Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Batu Bara, Kecamatan Talawi. Pada awalnya status Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku adalah Klas IIB, dan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M. 16. PR Tahun 2003 tentang Peningkatan Lembaga Pemasyarakatan dari Klas IIA menjadi Klas I, dan Lembaga Pemasayarakatan Klas IIB menjadi Klas IIA. Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku dibangun pada tahun 1978 di atas tanah seluas 2 Ha, luas bangunan m, daya tampung 235 orang, sekarang dihuni oleh 665 orang (data 28 April 2012) yang ditempatkan pada Blok hunian yaitu : blok A (khusus narapidana), blok B (khusus tahanan), blok C (khusus narapidana yang sudah dikaryakan), blok Wanita (khusus wanita), blok Karantina (khusus warga binaan pemasyarakatan yang sakit), blok Mapenaling (masa pengenalan lingkungan), dan blok Anak (khusus anak-anak). Melihat dari kapasitas dan dibandingkan dengan jumlah WBP yang ada, maka hal demikian sangat tidak layak bagi kehidupan seseorang, dimana kamar yang 17 Sumber Warta Pemasyarakatan, Nomor 16 Th. V April

11 seharusnya diisi 6 orang, ditempatkan menjadi 15 sampai 20 orang, bahkan lebih. Hal ini jika dikaji dapat menjadi hambatan terhadap upaya perlindungan HAM bagi narapidana. Perkembangan situasi yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya berbagai benturan kepentingan berbagai pihak, seringkali berkembang menjadi tindakan kekerasan yang berkesinambungan. Menggunakan tindakan kekerasan dalam rangka menciptakan ketertiban dan keamanan dalam lembaga pemasyarakatan juga berpotensi terjadinya pelanggaran HAM. Gangguan ketertiban dan keamanan, seperti perkelahian, pembakaran, dan gangguan lainnya, sehingga petugas berkewajiban melakukan tindakan preventif maupun represif, dengan tetap berpegang pada ketentuan yang berlaku. Belakang ini keluar kebijakan Menteri Hukum dan HAM tentang moratorium remisi melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor Pas- HM tertanggal 31 Oktober 2001 prihal Moratorium Pemberian Hak Napi Tindak Pidana Korupsi dan Teroris. Menurut hemat peneliti, hal ini juga dapat menjadi hambatan terhadap perlindungan HAM bagi narapidana, karena dalam UU Nomor 12 tahun 1995 mengenai hak-hak narapidana tidak mengenal pengecualian, dan juga telah mengenyampingkan asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Berdasarakan uraian tentang masalah yang muncul dalam penegakan dan perlindungan HAM, secara teoritis dan pada prakteknya masih sulit untuk dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, maka

12 perlu untuk melakukan pengkajian terhadap masalah tersebut melalui penelitian Tesis berjudul : PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP NARAPIDANA SEBAGAI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN. B. Perumusan Masalah Bedasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan tentang perlindungan Hak Asasi Manusia bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan? 2. Bagaimana pelaksanaan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku? 3. Bagaimana hambatan pelaksanaan perlindungan Hak Asai Manusia bagi narapidana sebagai warga binaan pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan Labuhan Ruku dan upaya-upaya mengatasi hambatan-hambatan tersebut?

13 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan berkenaan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan. 2. Untuk menganalisis tentang pelaksanaa perlindungan Hak Asasi Manusia bagi narpidana di Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku. 3. Untuk menemukan dan menganalisis hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku dan upaya-upaya mengatasi hambatan-hambatan tersebut. D. Manfaat Penelitian Bertitik tolak dari tujuan penulisan yang didasarkan pada tujuan penelitian yaitu; untuk menemukan jawaban dari pertanyaan melalui prosedur secara ilmiah,. maka penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut : 1. Secara Teoritis ; Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pembangunan ilmu hukum khususnya tentang HAM, sehingga literatur yang membahas tentang HAM, khususnya tentang perlindungan HAM terhadap narapidana

14 sebagai warga binaan pemasyarakatan berkembang sesuai dengan kondisi kekinian. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan bagi penelitian lebih lanjut. 2. Secara Praktis ; Manfaat penelitian ini secara praktis dapat disebutkan sebagai berikut : a. Sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam pembaharuan sistem pemasyarakatan yang dapat menjamin tegaknya HAM bagi narapidana sebagai warga binaan pemasyarakatan dengan tetap memperhatikan hak-hak petugas pemasyarakatan sebagai seorang manusia yang mempunyai kekurangan, keterbatasan dan juga kelebihan. b. Bagi petugas pemasyarakatan, agar dapat memahami tentang makna HAM, dan juga dapat memberikan pengenalan HAM bagi warga binaan pemasyarakatan, sehingga masing-masing dapat menghindari perbuatan yang memungkinkan terjadinya pelanggaran HAM. c. Bagi warga binaan pemasyarakatan, agar dapat memahami tentang HAM, dengan memahami HAM akan diharapkan mereka dapat terhindar dari perbuatan pelanggaran HAM dan kelak nanti selesai menjalankan hukumannya dapat turut serta membangun negara ini dalam uapaya penegakan HAM.

15 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Program Studi Ilmu Hukum maupun Perpustakaan, baik dalam seminar maupun diskusi panel, ternyata penelitian dengan judul yang sama dengan penulis teliti belum pernah dilakukan dan dibahas oleh peneliti yang lain sebelumnya. Meskipun ada beberapa kesamaan dalam pembahasan topik tentang perlindungan HAM, seperti Tesis yang berjudul Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia Tahanan dan Narapida. oleh: Hamdi Hasibuan, tahun 2009, meneliti tentang peran lembaga pemasyarakatan anak Medan sebagai sub sistem peradilan pidana dalam hal penegakan hukum dan perlindungan hak asasi tahanan dan narapidana, Perlindungan Hukum Terhadap Petugas Pemasyarakatan di dalam Undang- Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, oleh: Gayatri Rachmi, tahun 2009, meneliti tentang perlindungan hukum bagi petugas pemasyarakatan serta dampak terhadap pelaksanaan tugas akibat dari tidak jelasnya UU Nomor 12 tahun 1995 dalam melindungi petugas, dan Penegakan Hak Azasi Manusia (Ham) Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Nanggroe Aceh Darussalam (Nad), oleh: Ade Irma Suryani, tahun 2003, menelti tentang penegakan HAM di Nangro Aceh Darussalam sebelum lahirnya UU Nomor 39 tahun Penelitian yang dilakukan sebelumnya berbeda dengan penelitian ini, baik dalam pendekatan topik penelitian maupun perumusan masalahnya. Oleh karena itu, peneliti berkeyakinan bahwa penelitian tesis ini masih asli dan aktual dan keaslian secara akademis dapat dipertanggung jawabkan. Peneliti bertanggung jawab secara penuh apabila ternyata dikemudian hari terdapat unsur plagiat dalam penelitian ini.

16 F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori Hak asasi manusia menjadi bahasan penting setelah Perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun Istilah HAM menggantikan istilah natural rights. Hal ini karena konsep-konsep hukum alam yang berkaitan dengan hak-hak alam menjadi suatu kontroversial. HAM yang dipahami sebagai natural rights merupakan suatu kebutuhan dari relitas sosial yang bersifat universal. Dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejalan dengan keyakinan dan praktek-praktek sosial di lingkungan kehidupan masyarakat luas. 18 Semula HAM berada di negara-negara maju, namun sesuai dengan perkembangan, maka negara-negara berkembang seperti Indonesia mau tidak mau sebagai anggota PBB, harus menerimanya untuk melakukan ratifikasi instrumen HAM internasional sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta kebudayaan bangsa Indonesia. UUD 1945 belum mencantumkan HAM secara transparan akan tetapi setelah Amandemen I sampai IV UUD 1945, ketentuan tentang HAM dijelaskan pada pasal 28 A sampai 28 J. 19 Perkembangan selanjutnya pemerintah Indonesia meratifikasi instrumen HAM Internasional dan menetapkan peraturan perundang- undangan 18 Slamat Marta Wardaya, Hakekat, Konsepsi dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM), dalam Muladi (ed), Op. cit, hal Lihat UUD 1945 Pasal 28A sampai 28J.

17 mengenai HAM, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta yaitu hak-hak yang bersifat kodrati. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Melindungi, menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi hak asasi manusia harus dilaksanakan oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Pada saat ini setiap negara yang modern selalu memasukkan nilai-nilai HAM dalam pembuatan konstitusinya, yaitu berupa pembatasan kekuasaan oleh penguasa. Salah satu ciri khas konstitusi negara modern adalah : konstitusinya berfungsi untuk membatasi kekuasaan dari penguasa dan menjamin hak-hak dari yang dikuasainya. Di Indonesia dalam proses pembuatan dan perumusan sebuah undang-undang, legislatif acap kali dipengaruhi oleh 2 faktor yang berperan, yaitu antara kepentingan politik dan kepentingan berlakunya hukum yang saling bergumulan dalam berebu t 20 Harkristuti Harkrisnowo, Perlu Kerjasama Untuk Implementasikan HAM, Majalah Hukum dan HAM, Op. cit, hal Benny Harman, Teori Hukum Murni Hans Kelsen Dan Pelaksanaannya di Indonesia,Makalah : Progaram pasca Sarjana (S-3) Studi Ilmu Hukum, ( Jakarta : Universitas Indonesia, 2002), hal

18 peran. 22 Padahal hukum menghendaki lahir dan berdiri dengan sendirinya, dalam arti tanpa dipengaruhi oleh politik, jika hukum dipengaruhi politik, maka hukum dapat menjadi alat penguasa, hukum akan berpihak kepada yang kuat dan yang berkuasa. Hukum yang membawa panji-panji keteraturan dan ketertiban, misalnya ternyata dapat menimbulkan suasana yang sebaliknya, ia tidak hanya bersifat ordegenik, melainkan juga kriminologi. Produk legislasi yang memiliki maksud dan ideal tertentu, sebagai mana dapat dibaca pada bagian konsiderans pada waktu dilaksanakan dapat menimbulkan distorsi struktur lokal yang telah mapan. 23 Sebagai contoh yang sesuai dengan pembahasan yang dibahas dalam penelitian ini yakni tentang perlindungan hak asasi manusia terhadap narapidana sebagai warga binaan pemayarakatan di lembaga pemasyarakatan. Dalam proses pelaksanaannya tidak terlepas dari koridor yang telah diamanatkan dalam undang-undang yaitu Undang- Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasayarakatan. Meskipun undang-undang telah mengatur hal-hal yang berkenaan dengan hak asasi manusia dan bagai mana aparatur pemerintahan, negara, hukum dan masyarakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan dan juga tidak akan menyinggung hak asasi seseorang, demi perlindungan harkat dan martabat manusia itu sendiri, namun kenyataannya dengan lahirnya undang-undang tersebut tidak serta merta dapat tegaknya perlindungan hak 22 M. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung : Mandar Maju, 2007), hal Satcipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, (Jakarta : Kompas, 2008), hal. 3.

19 asasi manusia disemua lini kehidupan bermasyarakat. Mencermati fakta aktual yang terjadi dalam upaya pemberantasan pelanggaran HAM dan tindak pidana pelanggaran HAM yang terjadi, belumlah optimal. Kiranya perlu dikaji banyak hal tentang sebab-sebab yang dapat mendatangkan kegagalan daripada tujuan tersebut. Perbuatan pelangaran hak asasi manuasia dapat menimbulkan kehidupan yang tidak harmonis didalam pergaulan hidup, baik hubungan bermasyarakat dalam wilayah kecil maupun hubungan bernegara dalam wilayah yang besar. Untuk itu perlu ditingkatkan secara terus menerus usaha-uasaha pemahaman tentang HAM sehingga dapat mencegah dan memberantas pelanggaran HAM disemua aspek kehidupan. Karakteristik pelanggaran HAM telah menimbulkan pendapat dan penafsiran yang berbeda-beda, baik dikalangan para praktisi hukum maupun para teoritisi hukum tentang batasan pelanggaran HAM, hal tersebut disebabkan belum singkronnya antara undang-undang tentang HAM dan undang-undang tentang pengadilan HAM, dan lebih parah lagi apabila kasus pelanggaran HAM sudah diintervensi dengan berbagai kepentingan diluar kepentingan hukum dengan berbagai dalil dan argumentasi sehingga tidak mudah untuk mengungkapnya, sebagai mana yang diharapkan oleh masyarakat dan para pemerhati keadilan dan pemerhati HAM dinegeri ini.

20 Tidak dapat dipungkiri bahwa teori-teori perlindungan HAM dari para pemikir HAM terkemuka yang berkembang di dunia Barat terutama Eropa sejak abad pertengahan sampai sekarang berpengaruh terhadap pembentukan dan perkembangan sitem perlindungan HAM di Indonesia. Tentu saja teori-teori tersebut tidak diadopsi dan digunakan secara penuh seratus persen seperti aslinya. Dalam banyak aspek telah diubah untuk disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi. Teori ataupun pemikiran Hans Kelsen tentang hukum dan negara serta implementasinya terhadap perlindungan hak asasi manusia, bahwa pada hakekatnya negara sebagai personifikasi tata hukum nasional, sehingga tertib hukum tidak ada bedanya dengan tertib negara. 24 Beliau mengemukakan sebenarnya tidak ada kewajiban dan hak negara. Kewajiban dan hak selalu merupakan kewajiban dan hak para individu, namun beliau tidak menyangkal keterikatan pemerintah atau orang-orang yang mewakili negara terhadap norma-norma hukum dalam hal berhubungan dengan warga negara. Penyangkalan Hans Kelsen terhadap keterkaitan negara dengan hukum tidak bersifat absolut, karena organ-organ negara (dalam arti sempit/materiil) tetap terkait perbuatannya dengan norma-norma hukum. Mengenai pertanggung jawaban dari aparatur/organ negara tidaklah bersifat serta merta, artinya terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan yang telah ditetapkan bukanlah menjadi kewajiban negara bersangkutan. Pertanggung jawaban akan muncul bila mana tindakan pemerintah yang diduga telah menimbulkan kerugian dan pelanggaran hak-hak rakyat dilakukannya dengan melanggar hukum atau 25 tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang telah ditetapkan. 24 Lilik Mulyadi, Pemikiran Hans Kelsen Tentang Hukum dan Negara Serta Implementasinya Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia (Kajian Dari Perspektif Teori Hukum), Kepanjen.go.id, diakses tgl 7 Desember Ibid.

21 Melihat pendapat tersebut, sangat sesuai dengan petugas pemasyarakatan, jika dikaitkan dengan pelaksanaan tugas aparatur pemasyarakatan dalam tugasnya, seolaholah telah terjadi pelanggaran HAM disana, karena telah melaksanakan pengekangan terhadap hak seseorang untuk bebas, namun disebabkan oleh karena pelaksanaan penahanan dan pengekangan tehadap kebebasan warga binaan tersebut berdasarkan undang-undang yang sah maka tindakan tersebut sah dan tidak dapat dikatakan pelanggaran HAM dan dapat dipertanggung jawabkan. Sebagai contoh lain, yaitu UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, BAB III Hak Asasi dan Kebebasan Dasar Manusia, bagian kesatu Hak Untuk Hidup, Pasal 9 ayat (1) Setiap orang berhak untuk hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya, mengacu kepada bunyi dari pasal tersebut diatas, seolah olah hukuman mati adalah merupakan pelanggaran hak asasi manusia, namun oleh karena pelaksanaan hukuman mati yang berdasarkan ketentuan dan undang-undang yang sah berlaku, maka hukumam mati tersebut tidak dapat dikatakan pelanggaran HAM. Berbicara tentang hak asai manusia sering kali pikiran terpokus kepada hak saja, seyogyanya sebelum hak diberikan terlebih dahulu melaksanakan kewajiban, sebagai mana tercantum dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang RI No.39 Tahun 1999 tentang HAM.

22 Sudah lazim bila melawankan konsep kewajiban dengan konsep hak dan memberikan prioritas peringkat kepada hak. Dalam lingkup hukum, kita berbicara tentang hak dan kewajiban, dan bukan kewajiban dan hak, seperti halnya dalam lingkup moral, dimana penekanan yang lebih besar diberikan kepada kewajiban, dan kita berbicara tentang hak sebagai sesuatu yang berbeda dari hukum. Adanya kewajiban pertanggung jawaban pemerintah ini secara contrario merupakan wujud perlindungan hukum dari negara melalui aparatnya terhadap warga negara atau rakyatnya. Dengan kata lain pendapat Hans Kelsen secara tersirat pada hakekatnya mengakui keberadaan dari konsep negara hukum, yang menurut Sri Soemantri Martosoewignjo memiliki ciri sebagai berikut: a. bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan; b. adanya jaminan hak-hak asasi manusia (warga negara); c. adanya pengawasan dari badan-badan peradilan. Menyimak berbagai pemikiran Hans Kelsen yang telah dikemukakan diatas, dalam perspektif hak asasi manusia ada beberapa hal yang menarik dicermati. Beberapa hal yang dimaksudkan dalam konteks wilayah kedaulatan negara adalah terkait dengan kewajiban negara beserta pemerintahannya untuk melindungi hak asasi manusia, dapat dipertanggung jawabkannya aparat pemerintah atas dugaan atau adanya pelanggaran hak-hak asasi manusia, adanya kewajiban negara untuk Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Hukum Normatif, diterjemahkan oleh : Raisul Muttaqien dari buku Hans Kelsen, Pure Theority of Low, (Berkely University of California Press, 1978), (Bandung : Nusa Media, 2010), hal Lilik Mulyadi, Loc. cit.

23 memperbaiki dan menyempurnakan tata hukum nasional yang terbukti menjadi sebab tindakan aparat pemerintah yang menurut hukum telah melanggar hak asasi manusia. Sedangkan dalam konteks hubungan internasional, salah satu masalah yang menarik adalah tidak dapat dipertanggung jawabkannya suatu negara oleh negara lain terhadap pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang berlangsung dinegaranya. Kaitannya dengan negara Indonesia sebagai negara hukum, hal ini tentunya merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan. Perlindungan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu syarat negara hukum. Pengakuan dan perlindungan hak-hak dasar manusia dalam konstitusi suatu negara sejalan dengan hasil penelitian K.C Wheare yang menunjukkan bahwa dari sebagian besar konstitusi negara-negara di dunia, hampir semua memuat tentang perlindungan hak asasi manusia. 29 Kewajiban perlindungan terhadap hak asasi manusia tidak terbatas melalui penormaan melalui UUD Penormaannya lebih lanjut melalui peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari UUD 1945 untuk mengatur mengenai mekanisme penerapan ataupun penegakannya menjadi sangat penting agar ada acuan yang jelas dan tegas bagi aparat (organ) negara. Dengan demikian, secara asas dan kaidah, maka hak-hak dasar manusia sebaiknya diatur pada UUD 1945, sedangkan pengaturan lebih lanjut mengenai lembaga dan proses penegakan hak-hak dasar manusia perlu didelegasikan kepada perudang-undangan yang lebih rendah, seperti 29 Ibid

24 Ketetapan MPR, undang-undang dan peraturan pemerintah. Kewajiban penormaan seperti diatas sejalan dengan amanat ayat (5) Pasal 28 UUD 1945 amandemen kedua yang menetapkan Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 30 Hal ini telah diimplementasikan dengan lahirnya UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Adanya penormaan yang jelas serta tegas merupakan instrumen yuridis yang sangat penting bagi pihak yudikatif maupun warga negara dalam menilai dan meminta pertanggung jawaban aparat pemerintah bila mana diduga atau terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dilain pihak penormaan seperti itu menjadi alat bagi aparat/organ pemerintah dalam bertindak menurut hukum sehingga sulit diminta pertanggung jawaban secara individu meskipun tindakan yang dilakukannya diduga melanggar hak asasi manusia. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia merupakan wujud implementasi dari prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah. Terdapat beberapa sarana yang dapat dipergunakan untuk ditempuh rakyat didalam memperjuangkan hak asasinya, baik melalui jalur Yuridis maupun non Yuridis. Jalur Yuridis antara lain dilakukan melalui pengajuan gugatan ke pengadilan HAM yang saat itu telah dibentuk oleh Pemerintah Indonesia dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tertanggal 8 Oktober 1999, sebelum lahirnya UU RI 30 UUD 1945 (amandemen II) Pasal 28 ayat(5).

25 Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Jalur non Yuridis dapat ditempuh, antara lain melalui pengaduan kepada Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia yang telah dibentuk di Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, pemberitaan melalui media massa sebagai sarana penekan (pressure) kepada Pemerintah, maupun pengaduan kepada lembaga-lembaga internasional yang mempunyai akses menekan kepada Pemerintah Indonesia untuk melindungi hak asasi manusia, seperti IMF, Bank Dunia, PBB dan lain sebagainya. Latar belakang terbentuknya lembaga Pengadilan HAM di Indonesia adalah karena adanya dugaan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berat di berbagai tempat di Indonesia. Pelangaran yang diduga terjadi sering kali cenderung berupa tindakan bersifat pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenangwenang atau diluar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicialkilling), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, atau diskriminasi yang dilakuakan secara sistematis (systematic discrimination), yang menimbulkan kerugian baik meteriil maupun inmateriil serta mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perorangan maupun masyarakat. 31 Kondisi seperti itu mempunyai dampak yang sangat luas baik nasional maupun internasional, antara lain mengakibatkan menurunnya kepercayaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia. Disamping itu, juga menjawab tuntutan reformasi yakni terciptanya suasana yang kondusif berupa ketertiban, ketenteraman dan 31 Pirhot Nababan, Perlidungan HAM Dalam Kerangka Hukum, blogspot.com/2007/09/, diakses pada tgl 22 januari 2012.

26 keamanan dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diakui oleh bangsa yang beradab. Teori positivis (positivist theory), yang berpandangan bahwa hak harus dituliskan dalam hukum yang riil, misalnya melalui konstitusi. Konsepsi HAM yang berkembang mempunyai hakikat untuk melindungi kepentingan perseorangan individu. 32 Pada saat ini telah ada beberapa instrumen yuridis untuk melindungi HAM, seperti yang telah dituliskan diatas. Persamaan dihadapan hukum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi. Oleh karena itu, setiap warga negara selalu mendapat tempat yang sama dihadapan hukum. Secara teoritis, persamaan merupakan prinsip atau asas yang melekat pada hakekat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. 33 Menurut International Encyclopedia of The Social Scienes, apabila dikatakan manusia sama, namun dalam kenyataannya terdapat ketidak samaannya karena karakteristik manusia yang memiliki perbedaan, seperti : perbedaan seks, warna kulit, karakter watak dan sebagainya juga didasarkan pada berbagai institusi manusia yang berbeda seperti perbedaan kewarganegaraan, agama tingkat sosial dan sebagainya Ibid. 33 Ramli Hutabarat, Persamaan Dihadapan Hukum Sebagai Antithese Terhadap Diskriminasi Hukum, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diadakan oleh staf ahli Kementerian Hukum dan HAM RI pada tanggal 1 Desember 2011 di Aula Pengayoman Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara, hal Pirhot Nababan, Loc. cit.

27 Substansi yang mengemuka dalam International Encyclopedia of The Social Scienes itu adalah bahwa manusia itu sama, hanya berdasarkan karakteristiknya manusia memiliki perbedaan. Untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam pergaulan hidup manusia mestilah mencari penyelesaiannya berdasarkan persamaan bukan perbedaan. 35 Dalam upaya penegakan HAM, lembaga pemasyarakatan juga mempunyai peran yang sangat strategis, yaitu melindungi hak-hak narapidana, dimana sistem pemasyarakatan yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 telah menggariskan hak-hak yang dimiliki oleh warga binaan, tanpa kecuali. Pada awalnya konsep pemasyarakatan di Indonesia diperkenalkan secara formal oleh Saharjo, dan perumusan lebih lanjut dilakukan melalui Konferensi Nasional Kepenjaraan di Lembang, Bandung, tanggal 27 April hingga 7 Mai Perkembangan selanjutnya yang penting nilainya berhubungan dengan penelitian ini adalah : difungsikannya unit-unit pelaksana teknis pemasyarakatan sebagai pelindung hak asasi manusia. Kehidupan di lembaga pemasyarakatan adalah merupakan miniatur dari kehidupan di masyarakat umumnya, dimana permasalahan di dalam lembaga pemasyarakatan dapat dijadikan gambaran dari kehidupan di luar lembaga pemasyarakatan. 35 Ibid. 36 Didin Sudirman, Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, (Jakatra : Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007), hal

28 David J Ruthman mengatakan bahwa keberadaan penjara adalah sebuah tuntutan masyarakat agar masyarakat luar bisa bebas dari kejahatan. 37 Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem pemidanaan dalam tata peradailan pidana. Petugas pemasyarakatan adalah abdi Negara dan abdi masyarakat, yang dalam pelaksanaan tugasnya wajib menghayati dan mengamalkan tugas-tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pemasyarakatan yang berdaya guna, tepat guna dan berhasil guna. Petugas harus memiliki kemampuan profesional dan moral. 39 Dalam melaksanakan kewajiban mereka, para petugas penegak hukum harus menghormati dan melindungi martabat manusia, menjaga dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia semua orang. Untuk membangun kondisi lembaga pemasyarakatan yang ideal maka seharusnya berpedoman pada peraturan yang telah ada yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 maupun intsrumen internasional tentang Peraturan Minimum Untuk Perlakuan Terhadap Narapidana, meskipun Indonesia belum meratifikasinya yaitu : Standart Minimum Rules for The Treatmen of Prisoners (SMR). 37 Susi susilawati, Penyimpangan Beberapa Norma Kehidupan Ditinjau dari Sudut Sosiologi Hukum dalam Pelaksanaan Pengamanan/Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatn, WartaPemasyarakatan Nomor II- TH III- Nopember Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 39 Adi sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia, (Jakarta : Montasad, 2004), hal Lihat Pasal 2 Aturan Tingkah Laku Bagi Petugas penegak Hukum ( Code of Conduct for Law Enforcemen Officialis). 41. Diktat Pelatihan HAM, Pemenuhan HAM Bagi Tahanan dan Narapidana, (Jakarta : Dirjend Perlindungan HAM RI, 2006), hal

29 Berdasarkan Undang - Undang Nomor 12 tahun 1995, dimana hak - hak terpidana telah dicantumkan secara tegas, mengisyaratkan adanya suatu kepastian hukum bahwa setiap petugas pemasyarakatan wajib memberikan pelayanan seoptimal mungkin agar salah satu tujuan dari penegakan hukum yakni dalam rangka memanusiakan manusia dapat tercapai. Namun yang masih menjadi kendala yang dihadapi oleh pemasyarakatan untuk melayani hak-hak warga binaan pemasyarakatan adalah menyangkut sarana dan prasarana termasuk biaya, yang masih sangat terbatas sehingga upaya tersebut masih dirasakan kurang efektif. 43 Perlindungan HAM di lembaga pemasyarakatan dapat dilaksanakan dengan baik apabila sarana dan prasarana yang menjadi tanggung jawab Negara terpenuhi sesuai kebutuhan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun sarana dan prasarana telah memadai, akan tetapi para petugas pemasyarakatan tidak mengenal/memahami hak para narapidana dalam proses pemasyarakatan, maka cenderung perlindungan HAM terhadap narapidana tidak akan tercapai. Wujud nyata HAM dalam pelaksanaan tugas pemasyarakatan disusun hanya bersifat sederhana, sebab itu masih memerlukan pengembangan teknis yang lebih detail sesuai dengan sistem pemasyarakatan. Patut disadari, bahwa kualitas dan Didin Sudirman, Loc.cit. 43 Ibid.

30 kemampuan petugas serta sarana dan prasarana adalah merupakan suatu tuntutan untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan wujud nyata HAM dalam tugas pemasyarakatan. 44 Dapat dirasakan, setahap demi setahap telah tercapai kemajuan dalam memenuhi sarana dan prasarana tersebut, akan tetapi kualitas dan kemampuan petugas dalam bidang HAM masih perlu peningkatan, oleh karena itu penerapan wujud nyata HAM dalam tugas pemasyarakatan diperlukan suatu pertimbangan kongkrit agar terhindar dari kemungkinan terjadi gejolak sosial di dalam lembaga pemasyarakatan yang cenderung kearah gangguan keamanan dan ketertiban. Pelatihan HAM secara signifikan bagi petugas pemasyarakatan perlu diprogramkan dan dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa pada lembaga pemasyarakatan sangat rentan terjadi pelanggaran HAM. 2. Kerangka Konseptual Konsep adalah sebuah rencana, ide, pemikiran, pola atau model. Konseptual adalah merupakan defenisi dari operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini. Kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan pustaka Diktat Pelatihan HAM, Pemenuhan HAM Bagi Tahanan dan Narapidana, Op. cit, hal Ibid. 46 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal

31 Konsepsi adalah suatu bagian yang terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak dan realitas. 47 Oleh karena itu untuk mencegah perbedaan penafsiran (interpretatie) 48 terhadap terminologi yang dipakai dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan defenisi operasional dari beberapa terminologi sebagai berikut : a. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah dari-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 49 b. Perlindungan HAM adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. c. Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang - undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan 47 Tan Kamello Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, ( Bandung Alumni, 2004), hal Interpretatie disebut juga interpretasi/ penafsiran ; memberikan pendapat atau pandangan secara teoritis terhadap sesuatu. M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya : Reality Publisher, 2009), hal Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia..

32 memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. 50 d. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. e. Petugas Pemasyarakatan adalah merupakan Pejabat Fungsinal Penegak Hukum yang melaksanakan tugas dibidang pembinaan, pengamanan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan. f. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan. g. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan h. Sistem Pemasyarakatan adalah sebuah sistem yang diselengarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga 50 Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 51 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 52 Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 53 Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. 54 Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

33 yang baik dan bertanggung jawab. i. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan G. Metode Penelitian Setiap penelitian pada hakekatnya mempunyai metode, dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. 57 Penelitian merupakan suatu usaha pencarian dan tidak sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu objek. 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian mengenai aspek hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Narapidana sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menggunakan jenis penelitian hukum normatif dan didukung oleh penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui asas-asas hukum serta mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, seperti peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia, peraturan perundang-undangan tentang Pemasyarakatan dan bahan-bahan hukum lainnya. Jadi bahwa metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran logika keilmuan hukum 55 Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 56 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 57 Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Ilmu Pengantar Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan), hal. 328.

34 dari sisi normatifnya. 58 Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. 59 Penelitian hukum empiris dipergunakan untuk melihat kenyataan hukum dalam praktek penyelenggaraan pembinaan warga binaan pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan Labuhan Ruku. Berdasarkan dari rumusan permasalahan dan tujuan penelitian dari tesis ini, maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa permasalahan yang dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesis-hipotesis atau teori-teori. 2. Sumber Data Pada penelitian hukum normatif, bahan perpustakaan merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai pada 58 Soejono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal Jhony Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum normatif, (Malang : Bayu Media Publishing, 2005), hal

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Kadir, Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum Suatu Tinjauan Singkat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004. Departemen Kehakiman dan HAM RI, Panduan Penerapan HAM Bagi Petugas

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kodrat manusia telah ditetapkan sejak lahir berhak untuk hidup dan diatur dalam hukum sehingga setiap manusia dijamin dalam menjalani hidup sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) KONSEP DASAR HAM Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Kompetensi Dasar : 3.1 Menganalisis upaya pemajuan, Penghormatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu

Lebih terperinci

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Bernadus Ardian Ricky M (105010100111087) KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI MANUSIA by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI : - BENAR - MILIK /KEPUNYAAN - KEWENANGAN - KEKUASAAN UNTUK BERBUAT SESUATU : -

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi atas pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd HAK AZASI MANUSIA Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Hak Asasi Manusia (HAM) Universal Declaration of Human Right UU RI No. 39 Tahun 1999 Landasan Hukum HAM di Indonesia Universal Declaration of Human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum sebagai pedoman tingkah laku masyarakat. Aturan atau kaidah hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi BAB I PENDAHULUHAN A. Latar belakang permasalahan Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan merupakan masalah krusial yang sangat meresahkan masyarakat, baik itu dari segi kualitas maupun dari

Lebih terperinci

Hak Asasi Manusia. Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Hak Asasi Manusia. Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Hak Asasi Manusia Modul ke: Pada Modul ini kita akan membahas tentang pengertian, tujuan, perkembangan pemikiran, permasalahan penegakan dan lembaga penegak hak asasi manusia neg Fakultas DESAIN SENI KREATIF

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA DOSEN PENGAMPU : HARI SUDIBYO S.KOM UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NAMA: HERI SANTOSO NIM: 11.11.5151

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -------------- KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM

HAK ASASI MANUSIA. Pengertian HAM HAK ASASI MANUSIA Pengertian HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati yang fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati

Lebih terperinci

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA, SH., MH 1 Abstrak : Dengan melihat analisa data hasil penelitian, maka telah dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin Tujuan Instruksional Khusus 1. Menyebutkan definisi dan pengertian rule of law 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Problem tenaga kerja di Indonesia sangatlah kompleks. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang. Jumlah pertumbuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang- Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa Negara Republik Indonesia itu suatu Negara hukum (rechstsaat) (Julita Melissa Walukow, 2013: 163).

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

PANCASILA DAN HAM. Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM

PANCASILA DAN HAM. Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM PANCASILA DAN HAM Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM Oleh: Rony Irwan Syah 11.11.5287 Kelompok : E S1 Teknik Informatika Dosen : DR. Abidarin Rosyidi, MMa. STMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- Nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah sistem pemerintahan di daerah dengan penguatan sistem desentralisasi (Otonomi Daerah). Perubahan

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang. BAB II PEMBAHASAN A. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA Pengertian Hak Azazi Manusia Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal Dasar-dasar HAM tertuang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1995, yang didalamnya juga mencamtumkan 10 prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila yang dimana dalam sila pertama disebutkan KeTuhanan Yang Maha Esa, hal ini berarti bahwa Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan martabat manusia, terutama masalah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi

BAB I PENDAHULUAN. dan martabat manusia, terutama masalah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi BAB I xi PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, terutama masalah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan Mahluk sosial, sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka saat serta mendapat perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. Bahwa setiap manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

NAMA : WAHYU IFAN AGASTYO NIM : KELOMPOK : I (NUSA) DOSEN : Drs.Muhammad Idris STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

NAMA : WAHYU IFAN AGASTYO NIM : KELOMPOK : I (NUSA) DOSEN : Drs.Muhammad Idris STMIK AMIKOM YOGYAKARTA MAKALAH RANCANGAN PANCASILA MENYANGKUT `HAM` NAMA : WAHYU IFAN AGASTYO NIM : 11.12.5850 KELOMPOK : I (NUSA) PROGRAM STUDI: S1 SISTEM INFORMASI DOSEN : Drs.Muhammad Idris STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Aji Wibowo - Tinjauan Yuridis Terhadap Indeks Kemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh: AJI WIBOWO Dosen di Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia (human right). Negara

BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia (human right). Negara BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA D. Hak Konstitusional Warga Negara Dalam mencapai cita-cita bernegara salah satu substansi yang dimuat dalam konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan secara pribadi sungguh tidak dapat di pisahkan dari lingkungan (komunitas) tempat dia berada. Sejak lahir, manusia langsung menjadi bagian dari sebuah masyarakat

Lebih terperinci

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA Yogyakarta, 10 11 Maret 2009 Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Oleh: Miranda Risang Ayu, SH, LLM, PHD WORKSHOP SILABUS

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci