III. TINJAUAN PUSTAKA. potong. Di Eropa paling tidak ada 45 bangsa sapi potong yang keberadaannya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. TINJAUAN PUSTAKA. potong. Di Eropa paling tidak ada 45 bangsa sapi potong yang keberadaannya"

Transkripsi

1 III. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Sudarmono dan Sugeng (2009) mengemukakan ada banyak bangsa sapi potong. Di Eropa paling tidak ada 45 bangsa sapi potong yang keberadaannya telah mapan. Sementara di Asia dan Afrika terdapat puluhan bangsa sapi potong. Ternak sapi termasuk golongan ruminansia (perut terdiri dari 4 macam) sebagaimana kerbau, kambing dan domba. Ternak sapi tergolong ruminansia besar, secara ilmiah, pengelompokan sapi berdasarkan taksonomi adalah sebagai berikut, filum : chordata, kelas : mamalia, ordo : artiodactyla, famili : bovidae, genus : bos, sub genus : 1). Taurinae : bos taurus dan bos indicus, 2). Bibovinae : bos gaurus, bos frontalis, dan bibos sundaicus, 3). Bisontinae : bos grunniens, bos bonasus, dan bos bison, 4). Bubalinae : bos caffer, dan bubalus bubalis (Susilorini, 2008). Secara umum ada tiga rumpun (ras) sapi, yaitu Bos taurus (berasal dari Inggris dan Eropa Daratan), Bos indicus (berasal dari Benua Asia dan Afrika), serta Bos sundaicus terdapat di Semenanjung Malaya dan Indonesia (Sugeng, 2006). Pengembangan sapi potong di Provinsi Riau diawali pada Pelita III tahun 1980/1981 dengan adanya penyebaran ternak sapi (Bali, Madura dan PO) secara besar-besaran oleh Proyek International Fund Agriculture Development (IFAD) selama 10 tahun disebarkan bibit sapi Bali sejumlah ekor di Kabupaten Kampar, Inhu, dan Bengkalis. Pada saat ini telah berkembang biak menjadi ekor dan tersebar di kabupaten atau kota se Provinsi Riau. Sentra penyebaran ternak sapi potong di Provinsi Riau disemua kabupaten atau kota

2 terdapat sapi potong, di Kabupaten Indragiri Hulu sejumlah ekor, Kabupaten Kuantan Singingi sejumlah ekor, Kabupaten Rokan Hulu ekor dan Kampar ekor (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau, 2010). Tabel 2.1. berikut ini menunjukkan jumlah populasi sapi di Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun Tabel 2.1. Populasi Sapi di Kabupaten Kuantan Singingi Kecamatan Jantan Jumlah Ternak (ekor) Betina Kuantan Mudik Hulu Kuantan Gunung Toar Singingi Singing Hilir Kuantan Tengah Benai Kuantan Hilir Pangean Logas Tanah Darat Cerenti Inuman TOTAL Sumber : Dinas Peternakan Kuantan Singingi, 2011 Ternak sapi potong mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan. Peternakan dalam mengemban misi peternakan yaitu sebagai. 1) sumber pangan hewani asal ternak berupa daging, susu. 2) sumber pendapatan peternak terutama petani di pedesaan. 3) Penghasil devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional. 4) Menciptakan lapangan kerja. 5) Sasaran konservasi lingkungan terutama lahan melalui daur ulang pupuk kandang, dan. 6) Pemenuhan sosial budaya masyarakat dalam ritual adat dan kebudayaan (Luanmase dkk., 2011).

3 Fikar dan Ruhyadi (2010) menyatakan bahwa populasi dan penyebaran ternak selain ada hubungan dengan pertanian dan penyebaran penduduk, juga mempunyai hubungan dengan iklim, adat istiadat, atau agama pun ikut menentukan jenis-jenis penyebaran ternak. Hal ini dikarenakan masih sebagian besar usaha ternak masih dilakukan secara terpadu dengan usaha pertanian misalnya dalam membantu mengerjakan sawah (Hasibuan, 2006 ). Jenis ternak yang mampu beradaptasi pada hampir semua iklim akan lebih luas penebarannya. Pengaruh iklim tersebut dapat mempengaruhi jenis-jenis ternak baik terhadap kesuburan, pertumbuhan maupun produksinya. Makin besar perbedaan iklim suatu tempat dengan tempat lain maka makin jelas pengaruhnya, dapat di lihat jenis ternak yang sama. Daerah-daerah yang iklimnya tidak atau kurang baik untuk pertanian banyak terdapat padang rumput yang luas merupakan daerah peternakan yang baik, karena di daerah tersebut terdapat pemilikan ternak yang cukup besar ( Williamson dan Payne, 1993). Abidin (2010) menyatakan bahwa manfaat ternak sapi potong pada umumnya disamping diambil produksi daging, hasil sampingan dan limbah juga dimanfaatkan berupa tulang, darah, kulit dan feses. Semua yang dikeluarkan ternak bermanfaat bagi manusia dan tanaman sebagai pupuk organik, bahkan akhir-akhir ini nilai komersial beternak sapi pada fesesnya (Hidayatullah dkk., 2005) 2.2 Sapi Potong Bangsa sapi yang berkembang di dunia merupakan sapi yang sudah mengalami domestifikasi. Sapi yang di kenal dengan keturunan Bos Indifucius dan Bos Taurus (Fikar dan Ruhyadi, 2010). Bangsa-bangsa sapi sekarang yang

4 lebih dikenal secara umum adalah sapi peranakan Ongol, Brahman, Limosin dan Angus. Masing-masing memiliki keunggulan dan karakteristik yang spesifik. Sapi peranakan ongol berasal dari persilangan sapi ongol dan sapi lokal yang telah mengalami gradding up (Williamson dan Payne, 1993). Di Indonesia sebelum tahun 1800 sapi ras zebu sudah berkembang di Jawa Timur kemudian dengan melihat keturunanya dapat diduga bahwa pejantan zebu sudah berkembang di wilayah tersebut. Camargo dan Guntiro (2010) menyatakan selain sebagai penghasil makanan berupa daging dan pupuk, ternak sapi potong juga bermanfaat sebagai 1) Tenaga kerja bagi pertanian dan pengangkutan. 2) Sumber bahan ekspor. 3) Sumber bahan industri dan kerajinan. 4) Kesenangan dan objek wisata. Pada daerah tropis, sapi mempunyai peranan penting seperti pengahasil susu dan daging, sebagai tenaga kerja dan banyak hasil lainya yang mempunyai nilai tinggi. Ternak sapi potong mempunyai peranan penting dalam keagamaan, adat istiadat, tabungan keluarga dan sebagai kehormatan atau status sosial dalam masyarakat (Nulik dkk., 2011) Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Abidin, 2010). Menurut Williamson dan Payne (1993) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya

5 dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong. Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5-2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik ( Harjdjosubroto, 1994 ) Sumber Daya Peternakan Produksi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam usaha peternakan. Produksi sebagai penggunaan input yaitu sesuatu yang diikut sertakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output dari usaha yang dijalankan. Guna mendukung produksi maka di perlukan faktor faktor produksi dalam usaha tani yaitu : 1) Tanah. 2) Tenaga kerja. 3) Modal. 4) Manajemen (Camargo dan Guntoro, 2010 ). Menurut Soekartawi (1996 ) lahan usaha tani dapat berupa lahan pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan pengembangan tersebut dapat diperoleh dari membeli, menyewa atau bagi hasil dan menyekap. Penggunaan

6 sumberdaya alam untuk pengembangan peternakan harus didasari oleh penataan ruang dan prioritas wilayah pengembangan, pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan peternakan. Untuk wilayah Kecamatan Kuantan Tengah masih tersedia lahan untuk pengembangan sapi potong hal ini terlihat dari data BPS Kuantan Singingi tahun 2011 seperti pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2. Luas Lahan di Kecamatan Kuantan Tengah Desa/Kelurahan Lahan sawah (Ha) Berpengairan Tidak Sementara Berpengairan Tidak Di Usahakan Bandar Alai Pulau Kedundung Pulau Aro Seberang Taluk Pulau Baru Koto Tuo Kopah Jaya Munsalo Pulau Kapung Sentajo Kampong Baru Sentajo Koto Sentajo Muaro Pulau Komang Beringin Taluk Sawah Kel.Pasar Taluk Koto Taluk Kel.Simpang Tiga Pulau Godang Koto Karo Pintu Godang Jake Seberang Taluk Hilir Sotoroja Kel. Sungai Jering TOTAL Sumber : BPS Kuantan Singingi, 2011

7 Berdasarkan tabel di atas masih tersedia sekitar 247 hektar lahan yang belum di gunakan dan masih bisa diusahakan untuk daerah pengembangan sapi untuk mencapai target produksi wilayah Kabupaten Kuantan Singingi khususnya Kecamatan Kuantan Tengah dengan populasi sapi seperti Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3. Populasi Sapi di Kecamatan Kuantan Tengah Desa Jumlah (ekor) Bandar Alai 784 Pulau Kedundung 358 Pulau Aro 70 Seberang Taluk 314 Pulau Baru 116 Koto Tuo 771 Kopah 823 Jaya 204 Munsalo 80 Pulau Kapung Sentajo 131 Kampong Baru Sentajo 100 Koto Sentajo 85 Muaro 121 Pulau Komang 110 Beringin Taluk 78 Sawah 165 Kel.Pasar Taluk 10 Koto Taluk 46 Kel.Simpang Tiga 73 Pulau Godang 66 Koto Karo 68 Pintu Godang 171 Jake 58 Seberang Taluk Hilir 227 Sotoroja 148 Kel. Sungai Jering 60 TOTAL 5244 Sumber : BPS Kabupaten Kuantan Singingi, 2011 Sumberdaya pakan meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan sumber pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan. Dalam usaha peternakan, lahan merupakan basis untuk peternakan atau

8 merupakan faktor produksi sebagai sumber makanan pokok berupa rumput, limbah maupun produk utama pertanian, (Suparini, 2000). Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang utama, peternak dalam usaha peternakan bukan hanya menyumbangkan tenaga saja, tapi lebih dari itu peternak ialah manajer didalam sebuah usaha peternakan yang mengatur produksi secara keseluruhan (Sastraatmadja, 1984). Menurut Luanmase dkk,. (2011) kebijakan pengembangan sumber daya manusia peternakan dilaksanakan dengan mengidentifikasi jumlah dan kualitas sumberdaya manusia yang ada untuk mencapai keseimbangan supplai dan demand serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia diarahkan kepada peningkatan kesadaran dan rasa percaya diri melalui peningkatan pendapatan, kesejahteraan dan status sosial. Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini hasil peternakan. Modal peternak berupa barang selain tanah dan tenaga kerja adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak, dan alat-alat peternakan lainnya, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih di sawah dan lain-lain (Sastraatmadja, 1984). Soekartawi (1996) mengklasifikasikan beberapa variabel yang dapat digolongkan sebagai modal. Beberapa macam penggolongan modal adalah : 1. Modal untuk perbaikan usaha tani terdiri dari biaya penyusutan bangunan dan dari kekayaan yang mudah diuangkan (ternak, makanan ternak, bibit, pupuk, dan lain-lain).

9 2. Modal yang terdiri dari mesin dan peralatan peternakan (termasuk penyusutan, perawatan atau penggantian bila ada yang rusak) biaya pemiliharaan ternak: makanan ternak dan biaya lain lain. Luanmase dkk., (2011) menyatakan sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi meliputi pendayagunaan dan pemanfaatan teknologi peternakan serta pendayagunaan alat atau mesin dan sarana peternakan. Sumberdaya kelembagaan juga mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu peternakan, dengan adanya penyuluhan, pembinaan kelembagaan swasta dan desentralisasi pelaksanaan Inseminasi Buatan Konsep Pengembangan Wilayah Menurut Budiharsono dan Sugeng (2001) wilayah didefenisikan sebagai unit geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu: 1) Wilayah homogen adalah wilayah dipandang dari aspek atau kriteria yang mempunyai sifat sifat dan ciri ciri yang relatif sama. Wilayah homogen di batasi berdasarkan keseragaman secara internal. 2) Wilayah modal adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa ataupun komunikasi dan transportasi. Batas wilayah modal ditentukan sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan lainnya. 3) Wilayah administrasi adalah wilayah yang batas batasnya ditentukan oleh pemerintah atau

10 politik seperti : Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa atau Kelurahan dan RT atau RW. Menurut Sukirno (1985) dalam teori basis perekonomian regional dibagi menjadi dua sektor yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempat-tempat luar batas perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang di butuhkan oleh orang setempat tinggal didalam batas-batas perkenomian masyarakat yang bersangkutan. Menurut Budiharsono dan Sugeng (2001) inti dari model ekonomi basis adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut dapat berupa barang barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Strategi pembangunan peternakan adalah pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal, pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan (Luanmase dkk., 2011). Dewasa ini pola kebijakan pengembangan perusahaan sapi potong masih tetap berorientasi pada pola peternakan rakyat atau keluarga. Peternakan rakyat memiliki ciri ciri yaitu : 1) Skala usaha relatif kecil. 2) Merupakan usaha rumah tangga, 3) Melakukan sebagai usaha sampingan. 4) Menggunakan teknologi sederhana sehingga produktifitas rendah dan mutu produk tidak seragam, 5) Bersifat padat karya dan basis organisasi kekeluargaan (Sudarmono dan Sugeng, 2009). Oleh karana itu, usaha semacam ini memiliki potensi yang lemah dan sangat peka terhadap perubahan. Untuk pengembanganya diperlukan intervensi

11 kekeuatan luar antara lain untuk melakukan reformasi modal, penciptaan pasar, sistem kelembagaan dan input teknologi (David, 2004). Luanmase dkk., (2011) mengatakan, sebagai bagian dari pembangunan sektor pertanian peningkatan produksi peternakan akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis. Adapun lingkungan strategis yang berpengaruh tersebut adalah: 1. Lingkungan global dan regional yaitu pengembangan subsektor peternakan tidak akan lepas dari aturan aturan perdagangan bebas. 2. Lingkungan strategis nasional yaitu pembangunan subsektor peternakan dipengaruhi beberapa hal yaitu : a) Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan 1,5% per tahun yang memerlukan bahan pangan berkualitas, b) Terjadinya proses tranformasi struktural perekonomian yang menurunkan pasar sektor pertanian, sementara tenaga kerja masih bertumpu disektor pertanian, c) Terjadinya konversi lahan pertanian sehingga petani peternak gurem meningkat dan produktifitas pertanian menurun. 3. Lingkungan strategis politik dan ekonomi yaitu subsektor peternakan akan berhadapan dengan adanya penggeseran fungsi dan peran pemerintah termasuk berlakunya undang undang dan peraturan tentang pemerintah. Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan dalam kaitanya dengan tujuan jangka panjang, program tidak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya. Proses pengambilan keputusan yang strategis selalu berkaitan dengan misi, tujuan, strategi dan kebijakan yang ada dengan demikian perencanaan strategis harus menganalisis faktor faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam

12 kondisi saat ini, hal ini yang disebut sebagai analisis situasi dan model yang paling popular untuk analisis situasi yaitu analisis SWOT ( Strength, Weakness, Opportuniti dan Treat ) (Rengkuti, 2009). Menurut Aziz (1993) berdasarkan analisis SWOT tersebut, dapat di defenisikan empat strategi bagi pengembangan sapi potong. Penerapan konsep ini sangat tergantung pada kondisi dimana pengembangan peternakan sapi potong tersebut akan dilaksanakan. Strategi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Strategi agresif adalah pada kondisi ini peluang dan kekuatan yang tinggi seluruh potensi diarahkan untuk pengembangan peternakan. 2. Strategi deversifikasi adalah kondisi kekuatan yang tinggi di harapkan dengan ancaman tinggi pula. Artinya pengembangan ternak sapi potong pada kondisi ini di hadapkan dua hal yang kontraktif. Solusinya, perlu di lakukan beberapa alternatif pengembangan, apabila alternatif pertama gagal, maka alternatif akan dapat menutupi kegagalan tersebut. 3. Strategi berbalik adalah strategi ini diambil pada kondisi peluang tinggi dan kelemahan yang tinggi pula. Karena pada kondisi ini dihadapkan pada aspek kelemahan yang tinggi, diperlukan perlindungan kebijakan pemerintah dan introduksi modal dengan di dukung teknologi yang memadai. 4. Strategi defensif adalah pada situasi dan kondisi kelemahan yang tinggi diimbangi ancaman yang tinggi perlu melakukan strategi yang defensive. Artinya campur tangan permodalan dan uluran tangan pemerintah sangat diperlukan terutama mengenai permodalan serta teknologi baru.

13 Menurut Wiyatna (2002) beberapa kendala yang dijumpai dalam pengembangan ternak sapi potong adalah : 1) Penyempitan lahan pengembalaan, 2) Kualitas sumber daya manusia yang rendah, 3) Produktifitas sumberdaya alam yang rendah, 4) Akses kepemodal sulit, 5) Penggunaan teknologi rendah. Adapun faktor faktor yang menjadi pendorong bagi pengembangan ternak sapi potong adalah 1) Permintaan pasar terhadap daging sapi semakin meningkat, 2) Ketersediaan tenaga kerja cukup besar, 3) Kebijakan pemerintah mendukung, 4) Hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, 5) Usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis. Kendala dan peluang pengembangan peternakan pada usaha wilayah dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong diwilayah tersebut (Abidin, 2010) Sumber Daya Manusia Rahardi dan Hartono (2005 ) menyatakan ternak adalah sebagai subjek dalam usaha peternakan. Peternak menjadi manajer bagi sumber daya peternakan lainnya, keberhasilan usaha ternak sapi potong ditentukan oleh sedikit banyaknya oleh kemampuan peternakan dalam mengelola usahanya. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya manusia menjadi sangat penting bagi usaha peternak untuk dapat bersaing dengan usaha lainnya. Sumberdaya manusia merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembangunan peternakan, karena sumberdaya manusia tidak hanya sekedar faktor produksi melainkan lebih penting lagi yaitu pelaku langsung dari pembangunan peternakan ( Dinas Peternakan Provinsi Riau, 2001). Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaksana pembangunan atau sering dikatakan sebagai pengembangan sumber daya manusia, pada

14 dasarnya dapat dilakukan mulai dari program keluarga berencana dan pembinaan keluarga, perbaikan gizi dan kesehatan, latihan kerja dan lingkungan masyarakat, dimana peningkatan kualitas masyarakat sebagai salah satu tujuan akhir pembangunan itu sendiri (Latief, 1993). Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat dicurahkan dalam kegiatan usaha tani terdiri dari bapak, ibu, anak dan tenaga kerja yang dipunyai. Satuan kerja yang dipunyai dihitung berdasarkan hitungan kerja pria (HKP) yaitu : pria dewasa umur tahun adalah 1 HKP, wanita dewasa umur tahun 0,8 HKP, anak-anak umur tahun 0,5 HKP (Adiwilaga, 1975). Kemampuan 1 HKP tenaga kerja untuk memelihara sapi potong secara intensif adalah sebesar 29 ekor dan secara ekstensif 67 ekor (Direktorat Bina Usaha Tani, 1985) 2.6. Sumber Daya Alam Sumber daya alam ialah suatu sumber daya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral, tentang alam (landscape), panas bumi dan gas bumi, angin, pasang surut/arus laut. (Rusastra dan Budhi, 1997). Sumberdaya alam terbagi menjadi 2 yaitu: 1. Ketersediaan Air Air merupakan salah satu faktor utama dalam usaha pengembangan sapi potong. Menurut Tafal (200 1) air sangat penting untuk mengatur suhu tubuh, untuk distribusi zat-zat makanan keseluruhan jaringan tubuh, penguapan air dari kulit dan paru-paru akan mengurangi panas badan. Menurut (Dir ektorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012) menyatakan bahwa air sebaiknya diberikan secara adlibitum atau secara terus menerus. 2. Potensi Lahan dan Ketersediaan Hijauan

15 Secara umum bahan makanan ternak Ruminansia terdiri dari hijauan dan konsentrat. Makanan hijauan adalah makanan yang memiliki serat kasar yang tinggi, sedangkan konsentrat adalah makanan yang memiliki serat kasar yang rendah dan mudah dicerna ( Sukria dan Krisna, 2009). Pakan ternak sapi berasal dari hijauan atau rumput dan pakan penguat sebagai tambahan, bahan pakan hijauan diberikan kurang lebih 10 % dari bobot badan serta bahan penguat cukup diberikan 1 % dari bobot badan (Sugeng, 2006) Lembaga Pendukung Lumis (1994) mendefenisikan kelembagaan dalam dua pengertian, yaitu: (1) Hubungan timbal balik atau integrasi yang berulang-ulang dan membentuk reaksi yang persiten dan (2) Suatu kejadian yang mempengaruhi secara nyata t indakan atau berfikir individu atau masyarakat. Menurut Wariso (1998) kelembagaan dikelompokkan dalam dua pengertian, yaitu institut dan institusi. Institut merujuk pada kelembagaan formal, misalnya organisasi, badan, dan yayasan mulai dari tingkat keluarga, rukun keluarga, desa sampai pusat. Sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan norma-norma atau nilai-nilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2003) kelembag aan pendukung yang harus ada disuatu wilayah bagi pengembangan usaha ternak sapi potong adalah dinas peternakan, kelompok peternak, dan kelembagaan keuangan. Djarsanto (1998) menambahkan kelembagaan pendukung lain seperti pos keswan, penyalur sapronak, pembibitan, RPH dan pasar ternak harus memiliki akses yang baik terhadap wilayah pengembangan usaha sapi potong. Lembaga memiliki visi, misi, tujuan dan fungsi. Untuk pengembangan misi, mewujudkan visi, mencapai

16 tujuan dan menjalankan fungsinya suatu lembaga memerlukan tenaga, organisasi, tata kerja, dan sumber-sumber yang mendukungnya ( financial maupun non financial). Rachmadi, (1992) menyatakan bahwa lembaga-lembaga yang bersinergi dengan usaha peternakan berperan dalam menjamin: 1. Tersedianya fasilitas untuk menyusun program dan rencana kerja penyuluhan peternakan yang tertib. 2. Tersedianya fasilitas untuk menyediakan dan meyebarkan informasi teknologi dan pasar. 3. Terselenggaranya kerjasama antara peneliti, penyuluh peternakan, petani peternak dan pelaku agribisnis lainnya. 4. Tersedianya fasilitas untuk kegiatan belajar dan forum-forum pertemuan bagi petani peternak dan bagi penyuluh pertanian. 5. Tersedianya fasilitas untuk membuat percontohan dan pengembangan modelmodel usaha tani dan kemitraan agribisnis dan kemitraan agribisnis dan ketahanan pangan. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2003) pengembangan kelembagaan penopang usaha peternakan dimasa mendatang mengarah kepada pemberdayaan balai penelitian ternak untuk menghasilkan bibit unggul ternak yang sesuai dengan ketersediaan lahan, ketersediaan jenis pakan ternak dan pola tenaga kerja untuk usaha peternakan disetiap lokasi pengembangan ternak dan kemudahan dari pihak swasta untuk melakukan investasi dalam usaha menghasilkan bibit sebar ternak unggul dan kewajiban penjualannya disertai dengan jasa teknis pembinaan ( technical service) bagi pembelinya (pe ternak). Ditambahkan Djarsanto (1998) kemudahan bagi pihak swasta untuk

17 menyelenggarakan jasa inseminasi buatan dan pelayanan kesehatan hewan dengan menggunakan tenaga profesional, dan pemberdayaan kelompok petani peternak/ koperasi peternak untuk menekan biaya pemasaran dan sarana produksi serta meningkatkan posisi selling poin.

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang. Pangan Rumput

A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang. Pangan Rumput LAMPIRAN 93 Lampiran 1 Analisis daya dukung lahan sumber pakan ternak A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang Jumlah Luas Rawa Pangan Rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. serta Bos sundaicus terdapat di Semenanjung Malaya dan Indonesia (Sugeng,

I. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. serta Bos sundaicus terdapat di Semenanjung Malaya dan Indonesia (Sugeng, I. TINJAUAN PUSTAKA 2. Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Secara umum ada tiga rumpun ras sapi, yaitu Bos taurus (berasal dari Inggris dan Eropa Daratan), Bos indicus (berasal dari Benua Asia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50%

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi Filum Class Ordo Famili Genus Subgenus : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Bos : Bibos sondaicus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

I. PEDAHULUAN. sekitar 2-5 ekor ternak per rumah tangga peternak (RTP). Skala yang kecil

I. PEDAHULUAN. sekitar 2-5 ekor ternak per rumah tangga peternak (RTP). Skala yang kecil I. PEDAHULUAN I.1. Latar Belakang Usaha peternakan di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. Usaha peternakan masih merupakan usaha sampingan yang tidak diimbangi permodalan dan

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani. Permintaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Parwati (2003) dalam penelitiannya Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usaha Ternak Kambing dengan Laserpunktur. Penelitian bertujuan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Pemeliharaannya dilakukan dengan cara mengandangkan secara terus-menerus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA Medan, Desember 2014 PENDAHULUAN Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Suamtera Utara sebagai salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. Peternakan memiliki peran yang strategis terutama dalam penyediaan sumber pangan. Salah satu

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani. Peternakan merupakan salah satu sub sektor terpenting berdasarkan pertimbangan potensi sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengelolaan usahatani pada hakikatnya akan dipengaruhi oleh prilaku petani yang mengusahakan. Perilaku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut asal usulnya berasal dari Bubalus arnee (India). Di tempat asalnya,

TINJAUAN PUSTAKA. menurut asal usulnya berasal dari Bubalus arnee (India). Di tempat asalnya, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Perkembangan Ternak Kerbau Rukmana (2003) menyatakan bahwa ternak kerbau yang ada sekarang menurut asal usulnya berasal dari Bubalus arnee (India). Di tempat asalnya,

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan pengetahuan dan teknologi dibidang peternakan. Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Potong Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Ternak Sapi Potong Sapi adalah ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia lainya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna,

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Natuna, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi merupakan pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu yang dibentuk berdasarkan UU No. 53 tahun 1999, tentang Pembentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ternak Sapi Potong II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Potong Sapi merupakan hewan ternak yang dipelihara oleh manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia lainya. Ternak sapi menghasilkan 50%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa depan karena permintaan akan produk yang berasal dari ternak akan terus meningkat seiring dengan permintaan

Lebih terperinci

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay.    ABSTRAK PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mengalami keterpurukan ekonomi sejak tahun 1997, setelah itu Indonesia mulai bangkit dari keterpurukan itu, namun begitu ekonomi riil Indonesia belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Bali adalah salah satu bangsa sapi murni yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) dan mempunyai bentuk

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal hal BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal hal tertentu diantaranya perbandingan persentase daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci