BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka, penulis mengemukakan hasil penelitian dari peneliti sebelumnya dengan harapan dapat menjadi acuan secara teoritis maupun pandangan bagi peneliti. Penelitian terdahulu yang tuangkan dalam suatu bentuk skripsi oleh Lucky Daesten Laemane (Sarjana Sosial, FISIP UI, 2006) yang berjudul Analisis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Aktiva Yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan. Lucky Daesten Laemane menulis skripsi tersebut bertujuan untuk mengetahui latarbelakang penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dijadikan objek PPN, latabelakang kebijakan PPN atas penyerahan aktiva. Dari hasil penelitiannya, penulis tersebut memberikan kesimpulan yang diperoleh dari analisis PPN yang dilakukannya atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sebagai berikut : 1. Penyerahan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagai objek pengenaan PPN dimaksudkan untuk menghindari pemberian subsidi tersembunyi dan didukung dengan kondisi perluasan cakupan pengenaan PPN di tahun Ketentuan pengenaan PPN seperti yang diatur dalam Pasal 16D merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah untuk merapatkan pengenaan PPN, menjamin netralitas, mengamankan penerimaan negara dan mempermudah administrasi perpajakan serta mengurangi beban pengawasan. 3. Ketentuan pengenaan PPN dalam Pasal 16D menimbulkan kontradiksi dan implikasi yang bersifat negatif berupa timbulnya potensi pemajakan berganda. 4. Ketentuan dalam Pasal 16D masih terdapat aturan yang bersifat administratif, tidak memuat hal yang pokok dan esensial sehingga menimbulkan distorsi dalam pelaksanaannya. 8 8 Lucky Daesten Laemane, Analisis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Aktiva Yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan, Skripsi FISIP,

2 10 Apabila penelitian tersebut dibandingkan dengan penelitian yang sekarang sedang dilaksanakan akan terdapat persamaan dan perbedaan seperti dalam tabel di bawahi ini : Tabel II.1 Perbedaan Penelitian - Jenis Barang Uraian Penelitian sebelumnya Penelitian sekarang Aktiva Aktiva berupa Barang modal - Tujuan Perolehan Barang Semula Tidak untuk dijual atau hanya untuk kegiatan produksi tapi kemudian oleh pihak perusahaan dijual Dipakai sendiri sebagai alat yang dipergunakan dalam proses produksi - Alasan penyerahan Pembubaran perusahaan atau tidak dibutuhkan lagi atau adanya penggantian alat baru atau nilai sisa buku atas penyusutannya telah habis Untuk dipakai oleh unit/ Cabang dalam kegiatan produksi - Alur penyerahan Pihak Perusahaan menjual/ mengalihkan pada Pihak lain /perusahaan sebagai pembeli Penyerahan Dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang - Pencatatan Nilai Pasar Nilai Buku - Syarat pengenaan PPN PM saat perolehan dapat dikreditkan menurut UU Tidak ada syarat - Dasar aturan Sumber : Diolah oleh penulis Pasal 16D UU PPN Pasal 1A ayat 1 huruf f UU PPN

3 11 B. Kerangka Pemikiran Dalam skripsi ini, penulis mencoba untuk memberikan suatu konsep dimana konsep tersebut dapat diharapkan menjadi suatu pemikiran penulis dalam melakukan suatu tinjauan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan barang modal antar unit di PT PLN (Persero). Konsep tersebut dihasilkan dari beberapa fakta yang terjadi di lapangan terutama dalam suatu pemeriksaan pajak. Adanya perbedaan pendapat antara PT PLN (Persero) sebagai Wajib Pajak dengan fiskus. Penulis juga mengumpulkan beberapa literatur dan informasi sebagai bahan kepustakaan serta pendapat-pendapat yang kemudian akan digunakan oleh penulis sebagai penunjang teori yang akan dihasilkan dalam bentuk suatu pendapat apakah penyerahan barang modal di lingkungan PT PLN (Persero) merupakan penyerahan yang dikenakan PPN atau tidak, dengan melihat bukan dari Undang- Undang Perpajakannya tetapi melihat ke dalam teori dasar dari PPN tersebut, yaitu sebagai berikut : 1. Pengertian Pajak Istilah pajak yang dikenal umum, dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu pajak, retribusi dan sumbangan. Ketiga istilah tersebut sering dipertukarkan sehingga menimbulkan salah pengertian, terutama mengenai hak si pembayar pajak tersebut ke negara. Banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para ahli, yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami walau dipandang pada sudut pandang masing-masing pada saat merumuskan pengertian pajak. Dalam definisi yang yang lebih komprehensif, Sommerfeld, Anderson dan Brock mendefinisikan pajak sebagai berikut :...any nonpenal yet compulsory transfer of resources from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of a specific benefit of equal value, in order to accomplish some of a nation s economic and social objectives 9 9 Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson and Horace R. Brock, An Introduction to Taxation, Harcourt Brace Jonovich Inc, New York, 1981, hal 1

4 12 Beberapa kata dalam definisi tersebut mempunyai arti yang penting sebagai unsur-unsur yang ada dalam definisi pajak yaitu sebagai berikut 10 : 1. Dapat Dipaksakan Kata compulsory digunakan untuk membedakan pajak dengan sumbangan atau hadiah karena pajak merupakan kontribusi yang dapat dipaksakan, sementara sumbangan atau hadiah merupakan kontribusi yang bersifat sukarela. Di Indonesia, salah satu instrument paksaan (compulsory) dalam pemungutan pajak adalah penagihan pajak dengan surat paksa. 2. Dipungut berdasarkan Undang-Undang Pajak ditetapkan oleh Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 23A Amandemen UUD Kalimat predetermined criteria secara implisit menunjukkan bahwa pemungutan pajak harus ada kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Tidak mendapatkan manfaat langsung Pajak dipungut bukan untuk special benefit artinya pembayar pajak tidak menerima langsung manfaat atas kontribusi pembayaran pajaknya. Hal ini bukan berarti uang pajak dapat digunakan semenamena oleh pemerintah karena akuntabilitas dan transparansi penggunaan penerimaan pajak mutlak harus dilakukan jika pemerintah menginginkan suatu kepercayaan dari masyarakat. 4. Digunakan untuk menjalankan fungsi negara Pajak dipungut dengan tujuan untuk membiayai pengadaan public goods, namun bisa juga pajak dipungut untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pemanfaatan pajak untuk menjalankan fungsi negara (pemerintah) hendaknya berpegang pada prinsip-prinsip good governance, yaitu penegakan hukum, 10 Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, Perpajakan-Teori dan Aplikasi, PT RajaGrafindo Persada, 2005, hal.44-67

5 13 transparansi, akuntabilitas, efisiensi, profesionalisme dan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas. Terutangnya suatu pajak sekurang-kurangnya harus memenuhi unsurunsur rumus pajak, yaitu adanya Tax Base atau dikenal dengan istilah DPP, Tax Rate atau Tarif Pajak, dan adanya Tax Payer atau Wajib Pajak. Tarif Pajak dikalikan DPP akan menghasilkan utang pajak atau Tax Liabilitiy yang dapat juga disajikan dalam suatu persamaan berikut : PAJAK = TARIF X DPP Berdasarkan definisi dan pengertian di atas, dapat ditarik suatu simpulan sebagai batasan pajak dengan yang lainnya adalah bahwa pajak dipungut oleh Negara (oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah) berdasarkan kekuatan. Undang-Undang serta aturan-aturan pelaksanaannya dimana dalam pembayaran kewajiban pajaknya tidak ada hubungan langsung dengan kontra prestasi secara individu yang diperuntukkan bagi pengeluaran rutin dan umum pemerintah sehubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (merupakan kontra prestasi dari Negara). Pemungutan dilakukan karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang dengan tujuan budgeter dan regulerend. Bila hal ini dikaitkan dengan fungsi budgetair pajak dan fungsi-fungsi fiskal, maka harus dapat dipahami jika pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak tidak akan secara langsung dirasakan karena jika hal tersebut merupakan suatu keharusan maka fungsi redistribusi tidak akan tercapai, dan pemerintah akan kesulitan dalam mengalokasikan pembiayaan untuk mengadakan barang-barang publik karena Wajib Pajak yang membayar pajak lebih besar akan menuntut agar kebutuhannya menjadi prioritas untuk segera disediakan oleh pemerintah. Selain itu gagasan semacam itu juga akan mengaburkan batas antara pajak dan

6 14 retribusi. 11 berikut : Selanjutnya akan dijelaskan dari fungsi-fungsi perpajakan, sebagai a. Fungsi budgetair Fungsi budgetair pajak yaitu fungsi dalam mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke Kas Negara berdasarkan UU Perpajakan yang berlaku. Disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul. Berdasarkan fungsi ini, pemerintah yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan memungut pajak dari penduduknya. 12 Optimalisasi pemasukan dan ke kas negara tidak hanya tergantung kepada fiskus saja atau kepada Wajib Pajak saja, akan tetapi kepada kedua-duanya berdasarkan UU Perpajakan yang berlaku. Kejelasan UU dan peraturan perpajakan. Tingkat pendidikan Wajib Pajak, kualitas dan kuantitas petugas pajak, dan strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan pajak. b. Fungsi Regulerend Fungsi regulerend atau fungsi mengatur disebut juga fungsi tambahan yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. 13 Disebut sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak, yaitu fungsi budgetair. Tampilnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai pemungut pajak dalam pembiayaan anggaran, merupakan salah satu bentuk representasi administrasi negara sehingga saat ini dikenal adanya istilah pajak pusat dan pajak daerah. Kewenangan pemungutan dan pengelolaan pajak pusat adalah terdapat di tangan pemerintah pusat yang diserahkan kepada Departemen Keuangan sedangkan pajak daerah berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. 11 Rosdiana Haula dan Rasin Tarigan, Perpajakan : Teori dan Aplikasi, PT RajaGrafindo Persada, Ed 1-1, Jakarta, 2005, hal Soemarso S.R., Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, Rosdiana Haula dan Rasin Tarigan, Op.Cit., hal. 40

7 15 Pemerintah memberikan kewenangan penuh kepada Departemen Keuangan khususnya instansi di bawah Departemen Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengelolaan pemungutan pajak pusat yang meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh) 2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), 3. Bea Meterai, 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan 5. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 14 Dalam kaitannya dengan topik penulisan ini, penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu pembahasan mengenai PPN secara konsep pada khususnya untuk transaksi penyerahan barang modal antar unit atau cabang pada suatu perusahaan. 2. Pemungutan Pajak Pemungutan pajak untuk mencapai tujuan-tujuan utamanya harus memperhatikan beberapa hal prinsip untuk mencapai optimalisasi penerimaan efektivitas, efisiensi administrasi perpajakan. Seperti dikemukakan oleh Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations, yang dikenal sebagai Four Maxim atau Four Cannons, yaitu : a. Kaedah Equality, adalah agar pembebanan pajak pada subjek pajak masing-masing hendaknya dilakukan secara seimbang dan dengan memperhatikan kemampuannya. b. Kaedah Certainty, dimaksudkan supaya pajak yang harus dibayar subjek pajak harus terang dan pasti, tidak dapat diulur-ulur atau ditawar-tawar. Dalam istilah hukum pajak dikenal dengan istilah Clear and Distinc (secara mutlak jelas dan nyata-nyata). 14 The Indonesian Tax In Brief, Op.Cit., hal. 16

8 16 c. Kaedah Convinience, dimaksudkan agar dalam pemungutan pajak, pemerintah hendaknya memperhatikan saat-saat yang paling baik bagi si pembayar pajak. d. Kaedah Efficiency, dimaksudkan agar dalam pemungutan pajak, dilakukan dengan seefisien mungkin, jangan sampai biaya-biaya memungut menjadi lebih tinggi daripada pajak yang dipungut. 15 Mansury menyederhanakan asas pemungutan pajak di atas menjadi 3 (tiga) asas. Menurutnya, tiga asas yang dipegang teguh oleh sistem perpajakan yang seimbang harus memperhatikan semua kepentingan. The Revenue Adequancy Principle adalah kepentingan pemerintah, The Equity Principle adalah kepentingan masyarakat dan The Certainty Principle adalah untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat. 16 Dalam pemungutan pajak, dengan tidak mengesampingkan the revenue adequancy principle, the certainty principle, neutrality principle dan the ease of administration menjadi hal yang utama untuk mendesain sistem perpajakan yang optimal. Prinsip kecukupan penerimaan (revenue adequancy principle) dimaksudkan bahwa setiap penerimaan pajak dapat membiayai pengeluaran Negara. Pengeluaran yang dimaksud tentunya dalam jumlah yang memadai, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan. Meskipun asas ini menyatakan demikian, tetapi hendaknya dalam implementasinya tetap harus diperhatikan bahwa jangan sampai jumlah pajak yang dipungut terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. 17 Prinsip Kepastian hukum (certainty principle) merupakan salah satu prinsip pemungutan pajak yang dikemukan oleh Smith sebagaimana disebut oleh Mansury dalam bukunya Pajak Penghasilan Lanjutan, pajak itu tidak ditentukan secara sewenang-wenang, sebaliknya pajak itu harus dari semula jelas bagi semua pembayar pajak, dan bagaimana cara pembayaran pajaknya tersebut. Brotodiharjo mengemukakan pentingnya kepastian hukum menyangkut subjek pajak, objek pajak, dan besarnya pajak serta ketentuan mengenai 15 Safri Nurmantu, Op.Cit., hal R. Mansury, Pajak Penghasilan Lanjutan, Jakarta, Ind Hill-Co, 1996, hal Safri Nurmantu, Op.Cit., hal. 94

9 17 pembayarannya. 18 Menurut Smith, kepastian adalah lebih penting dari keadilan. Jadi suatu sistem yang telah dirancang menurut asas keadilan, apabila tanpa kepastian terhadap kemungkinan untuk tidak adil. 19 Selanjutnya Mansury berpendapat bahwa kepastian hukum menjamin tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak yang ingin dicapai melalui tax treatment tertentu. Tanpa kepastian hukum, keadilan yang telah dicanangkan ke dalam sistem perpajakan yang bersangkutan sulit untuk dapat dicapai. Kepastian hukum akan terwujud apabila kata dan kalimat dalam UU tersusun sedemikian jelasnya sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. 20 Namun apabila ada pertentangan kepentingan antara kepastian hukum pajak dengan prinsip keadilan, maka dalam hal ini yang harus didahulukan adalah kepastian hukum guna menjamin pelaksanaan pajak kepada setiap pembayar pajak. Kepastian hukum dalam pemungutan pajak mencakup kepastian hukum pajak material yang meliputi kepastian subjek pajak, kepastian objek pajak dan kepastian tarif pajak dan kepastian hukum pajak formal yang meliputi dalam hal prosedur untuk mewujudkan hukum pajak material. Selain kepastian hukum, pemungutan pajak juga didasarkan pada Prinsip kemudahan administrasi (ease administration principle). Prinsip kemudahan adminitrasi seperti yang diutarakan oleh Neumark adalah bahwa suatu sistem perpajakan yang baik haruslah mudah dalam administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya. Selanjutnya prinsip ini terperinci dalam 4 (empat) persyaratan yaitu : the requirement of Clarity, the requirement of Continuity, the requirement of economy and the requirement of convenience. Menurut Smith, prinsip netralitas dalam pemungutan pajak adalah bahwa pajak itu seyogyanya adalah netral yaitu tidak mempengaruhi pilihan masyarakat untuk melakukan konsumsi dan juga tidak mempengaruhi pilihan produsen untuk menghasilkan barang dan jasa, serta berhubungan erat dengan efisiensi perekonomian. 21 Sedangkan Sulivan mengemukakan definisi neutral tax sebagai berikut : A neutral tax may be defined as one which has no effect on the 18 R. Santoso Brotodiharjo, Op.Cit., hal R. Mansury, Op.Cit., hal Ibid, hal Ibid. hal

10 18 allocation of an economy s resources. 22 Khusus dalam VAT, prinsip netralitas menjadi hal yang mutlak dalam pemungutannya karena merupakan prinsip yang utama, seperti dikatakan oleh Hemming, Richard and Kay sebagai berikut : Many VATs are far from general and as soon as exemptions and exceptions are allowed, the neutrality is lost. 23 Setelah uraian secara umum mengenai pajak, penulis melangkah untuk menguraikan secara khusus tentang PPN sesuai judul penelitian ini. 3. Konsep dan Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai pengganti Pajak Penjualan karena memiliki karakteristik. Karakteristik yang dimaksud adalah ciri-ciri khusus yang melekat dalam sistem PPN yang tidak dimiliki sistem pajak yang lain. Basically it means that the intrinstic nature of a tax should be the guiding principle in determining its consequences and not just the label, or the name of a tax. 24 Adanya karakteristik yang dimiliki oleh suatu jenis pajak, akan menentukan atau memberikan konsekuensi bagaimana pajak tersebut seharusnya dipungut. Secara umum karakteristik PPN dijabarkan pada beberapa literature salah satunya pada OECD, yang menjelaskan bahwa macam karakteristik yang dimiliki oleh PPN, yaitu : is a multistage, comprehensive, tax credit type of destination based, net comsumption VAT. It is multistage and comprehensive, because the VAT covers all stages of production and distribution and, in principle, includes all goods and services in its base. It is a tax credit type of VAT, because it eliminates cumulative effects by granting registered firms a credit or deduction for the tax paid in respect of purchases from registered suppliers against their own tax payable on sales. It is destination based, because goods and services are taxed in the country of origin or production, Finally, the VAT is a net consumption tax, because it purpose to confine the tax to goods and services in consumer hands Clara K. Sulivan, The Tax on Value Added, New York, Columbia University Press, 1996, hal Alan A. Tait, Value Added Tax, International Practise and Problems, Washington D.C., International Monetary Fund, 1988, hal Ben Terra, Sales Tax : The Case of VAT in The European Community, (Deventer Boston: Kluwer Law and Taxation Publisher, 1988), hal OECD, Value Added Taxes in Central and Eastern European Countries, Centre Francais d explitation du droit de copie, Paris-France, hal. 11.

11 19 Karakteristik yang ada di OECD sebenarnya didasarkan dari teori mengenai PPN itu sendiri. Selain itu dapat pula dijabarkan bahwa karakteristik yang dimiliki oleh PPN adalah : a. General Tax on Consumption PPN merupakan pajak atas konsumsi yang bersifat umum, artinya PPN dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak. Menurut Terra yang dimaksud dengan General Tax dalam karakteristik VAT yaitu : A sales tax is general tax on consumption, general as district from spesific. Exercise are examples of specific taxes. A sales tax is intended to tax all private expenditure. One result of this view is that a sales tax should not discriminate between goods and services, as they both represent consumption. The tax is due as the consumer has made the expenditure the tax is levied from the person will whom the money has been spent. Basically the tax is not concered with the adventures of the product. 26 Dalam konsumsi yang bersifat umum tidak ada perbedaan antara konsumsi atas barang maupun jasa, karena keduanya merupakan pengeluaran. Kata general (umum) inilah yang membedakannya dengan jenis pajak lainnya, yaitu excise (di Indonesia seringkali disebut cukai). PPN dikenakan atas semua barang maupun jasa, sedangkan excise bersifat spesifik, artinya hanya dikenakan terhadap barang-barang tertentu saja. Dengan kata lain, PPN disebut juga sebagai pajak atas konsumsi yang dikenakan atas pengeluaran yang ditujukan untuk konsumsi. Pajak atas konsumsi sering disebut sebagai Pajak Penjualan. Untuk selanjutnya, sesuai dengan perkembangan zaman, pajak tersebut berubah menjadi Value Added Tax (VAT) atau PPN. VAT merupakan bentuk lain dari Pajak Penjualan yang diadministrasikan dalam suatu sistem pemungutan pajak yang berbeda, seperti dikatakan oleh Musgrave : VAT is not a genuinely new form of taxation, but merely a sales tax which is administrated in different form. 27 Selanjutnya Terra mengutarakan : 26 Ibid, hal Richard A. Musgrave and Peggy A. Musgrave, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Erlangga, 1993, hal. 44.

12 20 Sales taxation can be levied in various ways, for example, in direct way, or indirect way as a retail sales tax or as a value added tax. 28 b. Indirect Pajak Penjualan merupakan pajak tidak langsung. Mill memberikan pengertian untuk membedakan antara pajak langsung dengan pajak tidak langsung dalam arti ekonomis sebagai berikut : A direct tax is one, which is demanded from the very persons, who, it is intended or desired, should pay it. Whereas, Indirect taxes are those, which are demanded from one person, in the expectation and intention, that he shall indemnify himself at the expense of another. 29 Selanjutnya Musgrave mengemukakan sebagai berikut : direct taxes as those which are imposed initially on the individual or household that is meant to bear the burden. Indirect taxes are taxes which are imposed at some other point in the system but are meant to be shifted to whomever is supposed to be final beared of the burden. 30 Dari pengertian tersebut dapat dikatakan pajak langsung adalah pajak yang dikenakan terhadap orang yang harus menanggung dan membayarnya. Sedangkan pajak tidak langsung dikenakan terhadap orang yang harus menanggungnya, tetapi dapat diharapkan pihak ketiga untuk membayarnya ke kas negara. Pajak Penjualan merupakan pajak tidak langsung sehingga beban pajaknya dapat dialihkan (tax shifting). Dengan kata lain, tidak selalu konsumen yang memikul beban pajak penjualan sepenuhnya/ seutuhnya, tetapi beban pajak dapat dipikul sebagian oleh penjual dengan cara mengurangi keuntungan dan atau melakukan efisiensi. 31 Tax Shifting adalah proses pelimpahan beban pajak dari satu orang kepada orang lain atau dari pihak yang satu ke pihak yang lain. Tax shifting ini dapat berupa forward shifting dan backward shifting. 32 Forward Shiftng terjadi bila pengusaha melimpahkan beban pajak ke depan, yaitu kepada konsumen/pembeli barang kena pajak atau orang yang 28 Ben Terra, Op.Ci., hal Dikutip dari buku Untung Sukardji, Op.Cit. hal Richard A. Musgrave and Peggy B. Musgrave, Op.Cit, hal Rosdiana Haula dan Raisin Tarigan, Op.Cit., hal Safri Nurmantu, Op.Cit., hal. 59

13 21 memanfaatkan jasa kena pajak. Konsumen ini disebut juga sebagai destinataris pajak. Backward shifting terjadi karena beberapa sebab seperti harga pasar yang bersaing atau tuntutan pressure group. 33 Dalam hal ini, pengusaha tidak dapat melimpahkan beban pajak ke depan, terpaksa melimpahkan ke belakang dengan cara menekan harga produksi atau memperkecil laba. Pajak tidak langsung dikenakan kepada seorang konsumen atas apa yang dikonsumsi. Dikenakan atas pengeluaran dari penghasilan konsumen yang ditujukan untuk konsumsi pada waktu penghasilan tersebut dibelanjakan atau dikonsumsi. Dampak adanya pajak tidak langsung menurut Gunadi adalah karakter ini membawa konsekuensi yuridis antara pemikul dengan penanggung jawab pajak atas pembayaran ke kas negara yang berada pada pihak yang berbeda. 34 Pada umumnya kewajiban PPN di Indonesia antara pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas negara berada pada pihak yang berbeda. Pembeli berperan sebagai pemikul beban pajak tetapi tidak sekaligus berkewajiban untuk menyetorkan pajak yang menjadi bebannya, karena yang memiliki tanggungjawab untuk melakukan penyetoran ke kas negara adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak sebagai penjual Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Pajak tidak langsung memiliki beberapa kelebihan sebagaimana yang diuraikan oleh Suparmoko, yaitu : a) Untuk anggaran penerimaan negara dapat dikatakan bahwa hasilnya lebih stabil jika dibandingkan dengan hasil dari pemungutan pajak langsung; b) Orang-orang yang penghasilannya kecil sukar untuk dikenai pajak pendapatan, dapat diikutsertakan dalam pengumpulan dana yang dikendaki oleh Pemerintah; c) Biaya pemungutannya rendah; d) Teknik pemungutannya sederhana sehingga tidak menyulitkan administrasi pajak; dan 33 Ibid 34 Gunadi, et. al, Perpajakan, Buku 2, Edisi Revisi, Yayasan Pendidikan dan Pengkajian Perpajakan, 1999, Jakarta, hal. 101.

14 22 c. Neutral e) Pajak-pajak tidak langsung sesuai dengan maksud dan tujuannya sebagai salah satu alat pengatur, dapat dikendalikan oleh Pemerintah dengan cepat dan relatif murah. 35 Asas Netralitas menurut Sukardji adalah pajak itu harus bebas dari distorsi, baik distorsi terhadap konsumsi maupun produksi serta faktorfaktor ekonomi lainnya, artinya pajak seharusnya tidak mempengaruhi pilihan masyarakat untuk melakukan konsumsi dan tidak pula mempengaruhi pilihan produsen untuk menghasilkan barang dan jasa, serta tidak mengurangi semangat orang untuk bekerja. 36 Jadi pola konsumsi tidak akan dipengaruhi oleh PPN, atau dengan kata lain PPN memiliki sifat netral terhadap pola konsumsi. Namun, PPN baru akan netral apabila mekanisme pelaksanaan pemungutannya dijalankan sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak atas konsumsi. Dimana dalam karakteristik netralitas, PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa serta dalam pemungutannya PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle) d. Non Cummulative Pajak dipungut beberapa kali (multi stage tax) pada semua mata rantai jalur produksi dan distribusi, namun hanya berdasarkan atas pertambahan nilainya saja (non cummulative). Nilai tambah ini ada karena dipakainya faktor produksi di setiap jalur peredaran suatu barang termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba, bunga, sewa, upah dan kerja. Sedangkan pertambahan nilai ini biasanya tercermin dar selisih antara harga penjualan dengan pembelian. 37 PPN pada dasarnya merupakan Pajak Penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada semua jalur produksi dan distribusi. PPN dihitung 35 M. Suparmoko, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, BPFE, 2000, Yogyakarta, hal Untung Sukardji, Op.Cit., hal Rosdiana Haula, Pengantar Perpajakan : Konsep, Teori dan Aplikasi, Yayasan Pendidikan dan Pengkajian Perpajakan, 2003, Jakarta, hal. 92

15 23 atau diadministrasikan dengan cara yang berbeda dengan pajak penjualan pada umumnya. Yang dimaksud dengan nilai tambah di atas adalah semua faktor produksi yang timbul di setiap jalur peredaran suatu barang seperti bunga, sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba. 38 Nilai tambah timbul karena adanya faktor produksi yang terpakai dalam menghasilkan, menjual, atau pemberian pelayanan jasa kepada konsumen. Tait mendefinisikan Value Added sebagai berikut : Value Added is the value that a producer (whether a manufacturer, distributor, advertising agent, hairdresser, farmer, race horse trainer or circus owner) adds to his raw material or purchases (other than labor) before selling the new or improved product or service. That is the input (the raw materials, transport, rent advertising, and so on) are bought, people are paid wages to work on these input and when the final good and service is tol sold, some profit is left. So value added can be looked at from the additive side (wages plus profit).or from the substactive side (output minus input). 39 Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai tambah merupakan pertambahan nilai ataupun merupakan selisih nilai keluaran dan nilai masukan yang ditambahkan oleh produsen untuk menghasilkan suatu barang atau jasa untuk dijual dalam rangka mendapatkan keuntungan. Sedangkan Aaron mendefinisikan Added Value sebagai berikut : Added value is the difference between the value of firm s sales and the value of the purchased material inputs in uses in producing goods sold. Value Added is also equal to the sum of wages and salaries, interest payment, and profit before tax earned by a firm. 40 Pengertian lain mengenai nilai tambah dikemukakan oleh Due and Friedlaender, yang diterjemahkan sebagai berikut : Nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bisnis adalah perbedaan antara penerimaan dari penjualan hasil produksi perusahaan dan jumlah total yang dibayar oleh perusahaan untuk barang-barang dan jasa-jasa yang dibeli selama masa itu dari perusahaan-perusahaan bisnis; nilai tambah adalah jumlah 38 Ibid. hal Tait, Op.Cit., hal Henry Aaron, VAT : Experiences of Some European Countries, (Deventer : Kluwer Law and Taxation Publisher, 1982), hal. 14

16 24 pembayaran factor yang dibuat oleh perusahaan (termasuk keuntungan pemilik). 41 Uppal juga memberikan pengertian mengenai nilai tambah (value added), yaitu The value added itself arise due to the producing factors of each business link in preparing, producing, dealing, and treading goods or in rendering services to customers. 42 Nilai tambah merupakan hasil penjumlahan biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal, gaji/upah yang dibayarkan, sewa telepon, listrik serta pengeluaran lainnya, dan laba yang diharapkan oleh pengusaha. Secara sederhana, nilai tambah di bidang perdagangan dapat juga diartikan sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli barang dagangan. 4. Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dari berbagai definisi nilai tambah di atas, pengertian VAT atau PPN dapat didefinisikan seperti yang dikatakan oleh Smith dan kawan-kawan : The VAT is a tax on the value added by a firm to its products in the course of its operation. Value Added can be viewed either as the difference between a firm s, sales and its purchase during an accounting period or as the sum of its wages, profit, rent interest and other payments not subject to the tax during that period. 43 Definisi terkini dikemukakan oleh Ebrill dan kawan-kawan yang mendefinisikan VAT atau PPN sebagai berikut : A broad based Tax levied on commodity sales up and including, at least, the manufacturing stage, with systematic offsetting of tax charged on commodities purchased as inputs-except perhaps on capital goods-against that due on outputs. 44 Kemudian penjelasan lebih lanjut oleh Ebrill dan kawan-kawan bahwa walaupun dinamai Value Added Tax, namun VAT secara umum tidak selalu dimaksudkan sebagai pajak yang dikenakan atas value added, tetapi lebih 41 John F. Due and Ann F. Friedlaender, Government Finance 7th edition, terjemahan Ellen Gunawan dan Rudi Sitompul, Keuangan Negara Perekonomian Sektor Publik, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1984), hal J.S. Uppal, Taxation in Indonesia, Gajahmada University Press, 2000, Yogyakarta, hal Dan Throop Smith and James B. Webber, and Carol M Cerf, What you should know about the VAT, (Illinois, Down Jones-Irwin Inc., 1973), hal Liam Ebrill, Michael Keen, Jean-Paul Bodin and Victoria Summers, The Modern VAT, (Washington D.C. : International Monetary Fund, 2001), hal. 2.

17 25 dimaksudkan sebagai pajak atas konsumsi. Intinya adalah mengenakan pada semua tahap produksi, tetapi dengan mekanisme yang membolehkan pengusaha untuk mengurangkan pajak yang telah mereka bayar atas perolehan barang dan jasa terhadap pajak yang mereka kenakan atas penyerahan barang dan jasa yang mereka lakukan Terminologi dan Prinsip PPN Dalam mekanisme pemungutannya, wilayah pengenaan VAT didasarkan atas dua prinsip pemungutan, yaitu : 46 a. Prinsip tempat asal (origin principle) Berdasarkan prinsip tempat asal ini, yang berhak mengenakan pajak adalah negara dimana barang diproduksi atau tempat asal barang tersebut....the origin principle charges a transaction, only part of which occurs within the jurisdiction, if the transaction originates or is created within the states, 47 prinsip ini mengandung pengertian bahwa VAT dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. b. Prinsip tempat tujuan (destination principle) Berdasarkan prinsip tempat tujuan ini, negara yang berhak mengenakan pajak adalah negara dimana barang itu akan dikonsumsi.... the destination principle charges the transaction if it is destinated for consumption in the states, 48 Dalam prinsip ini, komiditi impor akan menanggung beban pajak yang sama dengan barang produksi dalam negeri. 6. Ruang Lingkup dan Mekanisme Pemungutan PPN Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk masuk ke dalam ruang lingkup VAT, penyerahan barang dan jasa harus juga dilakukan : (a) sebagai bagian dari kegiatan bisnis (economic activities) dari pihak yang melakukan 45 Ibid, hal William, Op.Cit.,hal Ibid 48 Ibid

18 26 penyerahan, dan (b) terdapat (atau dianggap) pembayaran kepada orang tersebut dari pihak lain. 49 William mengutarakan pendapatnya bahwa : VAT is a tax on supplies made in the course or furtherance of economic activity, or, put another way, as part of a business. 50 Sehingga pengenaan VAT seharusnya dibatasi pada aktivitas dalam nature bisnis atau aktivitas yang dilakukan untuk pemajuan bisnis, dan bukan dikenakan pada aktivitas lainnya, seperti hobi personal, pemberian/hadiah untuk tujuan personal atau kegiatan amal tanpa maksud bisnis atau komersial. Frase economic activities ini didasarkan dari EC Sixth VAT Directive. Frase ini dianggap sebagai term yang paling sesuai dengan definisi yang diterjemahkan secara luas. Lingkup dari term ini lebih luas dibandingkan term business, dalam anggapan bahwa term business cenderung menunjuk hanya pada aktivitas yang menguntungkan, karena keuntungan (profit) tidak relevan dengan VAT (walaupun profit motive relevan). Sedangkan hobi sulit untuk didefinisikan karena bergantung pada maksud subjectif individu melakukan aktivitas tersebut, dan dipengaruhi pula oleh konteks budaya yang berlaku. 51 Berbeda dengan William yang menggunakan istilah economic activities, Tait memberikan pengertian yang sedikit berbeda, di mana ia menggunakan istilah taxable activity. Berikut ini adalah beberapa test untuk menentukan taxable activity 52 : - Continuity, yang berarti bahwa penyerahan haruslah dilakukan secara regular dan cukup sering sebagai bagian dari suatu kegiatan yang berkelanjutan/terusmenerus; - Value, yang berarti bahwa penyerahan haruslah mempunyai jumlah/nilai yang signifikan. 49 Ibid, hal Ibid. 51 Ibid 52 Tait, Op.Cit., hal

19 27 - Profit (dalam pengertian akuntansi), yang berarti bahwa profit (keuntungan) tidak penting atau relevan dalam VAT. Walaupun tidak menghasilkan profit, pengusaha tersebut harus tetap dikenakan VAT. - Active Control, yang berarti bahwa pengusaha haruslah memiliki kendali atas pengaturan barang dan jasa. - Intra versus Intertrude, yang berarti bahwa penyerahan harus kepada pihak di luar organisasi bukan antar bagian entitas pada organisasi yang lama. - Appearance of Business, yang berarti bahwa penyerahan seharusnya memiliki karakteristik komersial. Sehingga UU tentang pengenaan VAT biasanya menciptakan kejelasan bahwa hanya kegiatan ekonomi (economic activities) yang berada dalam lingkup VAT. Aktivitas pemerintah, aktivitas amal, dan aktivitas non bisnis personal harus dikecualikan. Perluasan cakupan ini harus berdasarkan pada konsep economic activities yang didefinisikan dalam Undang-Undang. 53 Pembatasan dan pendefinisian economic activities diperlukan untuk menjamin, bukan hanya efisiensi pemungutan pajak tetapi juga fairness antara satu taxable person dengan yang lain. Keadilan dan kemudahan administrasi hanya dapat tercipta jika semua economic activities yang menambahkan nilai tambah dikenakan VAT. 54 Mekanisme pemungutan PPN dapat dilakukan dengan beberapa metode. Menurut Ebril dan kawan-kawan, yang dapat digunakan adalah : a. Addition Method Berdasarkan metode ini, PPN yang terutang dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah dikalikan tarif PPN yang berlaku. b. Substraction Method Berdasarkan metode ini, PPN yang terutang dihitung dari selisih antara penjualan dengan harga pembelian kemudian dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. 53 William, Op.Cit., hal Ibid, hal. 189

20 28 c. Credit Method Metode hampir sama dengan substraction method, hanya bedanya dalam credit method yang dicari bukan sekedar selisih antara harga jual dengan harga beli melainkan selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat penjualan. Dengan kata lain, PPN yang terutang merupakan hasil pengurangan antara PPN yang dipungut oleh pengusaha pada saat melakukan penjualan (PPN Keluaran) dengan PPN yang dibayar pada saat melakukan pembelian (PPN Masukan). Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan metode substraction method yaitu apabila dalam harga beli terdapat unsur yang tidak terutang PPN PPN atas Penyerahan Barang modal (VAT on Transfer Capital Asset) Dalam prinsipnya pula, jika tidak terdapat pembayaran atas tagihan terhadap suatu penyerahan, maka penyerahan tersebut tidak termasuk taxable supplies (penyerahan kena pajak). Pengamanan dibutuhkan untuk mencegah operasi dari prinsip ini yang dapat menyebabkan suatu transaksi lolos dari pengenaan VAT. Sebagai contoh, seorang taxable person yang memberikan hadiah barang untuk tujuan kegiatan ekonominya harus dimasukkan ke dalam scope (lingkungan) dari pajak. Begitu pula, seorang pedagang yang memakai secara pribadi barang yang perolehnya untuk bisnis, juga harus dijadikan subjek VAT (atas penggunaan tersebut). The reason for this that the trader will have received a VAT credti for deduction (or input tax) for the goods on purchase. If there is no offsetting output tax, the there is a hidden subsidy of the trader s personal consumption and gifts. 56 Alasannya, pedagang tersebut akan menerima kredit pajak (pengurangan input tax) untuk barang yang dibeli, jika tidak terdapat offset (pengurang) berupa pajak keluaran (output tax) maka akan terdapat subsidi tersembunyi atas pemakaian pribadi barang tersebut. Dengan analogi yang sama pula, aturan ini akan berlaku pada pemakaian barang yang tidak langsung habis (durable goods) Ebrill, et. al, Op.Cit., hal William, Op.Cit., hal Ibid., hal. 201

21 29 Sebagai contoh, durable goods yang diperoleh oleh taxable person sebagai barang modal bisnis. Taxable person akan memperlakukan barang modal tersebut sebagai penyerahan dimana VAT yang telah dibayarkan dapat dimintakan kembali. Kemudian pada saat taxable person menyerahkan atau menjual barang modal bisnis tersebut, jika tidak terdapat pengenaan VAT, maka taxable person tersebut dapat menahan kredit pajak tanpa mengenakan pajak kepada pihak lain. Merupakan langkah bijak untuk memperluas definisi dari supplies demi pertimbangan untuk mencakup penyerahan-penyerahan tersebut (pemakaian sendiri dan penyerahan barang modal bisnis) sebagai taxable supplies (penyerahan kena pajak). Sehingga kemudian taxable person harus melaporkan kepada tax authorities atas nilai pemakaian tersebut begitu pula jika barang tersebut dijual. Tujuannya adalah untuk mencegah kelebihan pemberian kredit pajak. Melville mendefinisikan, Supply of Good is demended to occur when the ownership of goods passes from one person to another. 58 Konsumsi terhadap suatu barang akan menjadi objek dan dikenakan PPN, ketika hak kepemilikan atas suatu barang sepenuhnya menjadi berpindah dari penjual kepada pembeli. Sedangkan Supply of Goods menurut William dalam Tax Law Design and Drafting Volume 1, yaitu : Supply of goods is transfer of the right to dispose of tangible movable property or of immovable property other land of services, and leasing defined to include transfer of intangible property in assets. 59 Penyerahan atas barang sebagai objek PPN dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu berupa barang berwujud dan barang tidak berwujud serta barang bergerak dan barang tidak bergerak. Setelah itu, selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam penyerahan yang terutang adalah transaksi-transaksi yang dikategorikan sebagai penyerahan BKP yang terutang PPN. Transaksi jual beli dan berbagai bentuk penyerahan BKP yang mengakibatkan terjadinya pengalihan hak atas suatu BKP, merupakan transaksi yang lazimnya dipilih untuk dijadikan sebagai taxable supplies. 58 Alan Melvilee, Taxation Finance 2002, England : Financial Prentice Hall, 2001, hal David William, Editor, Victor Thuronyi, Tax Law and Drafting, Volume 1, (International Monetary Fund, 1996), hal. 185

22 30 8. Saat dan Tempat Terutang PPN Mengutip konsep tempat terutang pajak (the scope of the VAT) yang dikemukakan Terra adalah karena PPN memiliki karakter sebagai objek yang objektif, maka kondisi Wajib Pajak tidak menentukan kewajiban untuk membayar PPN. PPN dikenakan selama Wajib Pajak melakukan aktivitas ekonomi, dimana Wajib Pajak tersebut mengkonsumsi barang atau jasa yang termasuk ke dalam objek yang terutang PPN. Untuk dapat mengenakan pajak atas suatu objek yang terutang PPN pada suatu Negara, maka atas objek tersebut secara fisik haruslah dikonsumsi di dalam wilayah daerah Negara tersebut. 60 Sedangkan konsep tempat terutang pajak yang dikemukakan Tait dikenakan adalah suatu barang atau jasa akan menjadi terutang PPN jika barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Suatu negara memiliki kewenangan untuk mengenakan PPN jika atas barang atau jasa tersebut dikonsumsi di dalam wilayahnya. Jika suatu barang dan jasa dikonsumsi di luar wilayah Negara yang memproduksi barang atau jasa tersebut, maka negara tempat barang atau jasa tersebut memproduksi tidak berhak untuk mengenakan PPN dan berlaku sebaliknya (destination principle) Aktiva Tetap Peranan aktiva tetap sangat besar dalam perusahaan baik ditinjau dari segi fungsinya,dari segi jumlah dana yang diinvestasikan, dari segi pengolahannya maupun dari segi pengawasannya yang cukup rumit. Setiap perusahaan pasti memiliki aktiva baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Namun jenis aktiva tetap yang dimiliki masing-masing perusahaan mungkin satu sama lainya dapat berbeda. Aktiva tetap adalah aktiva yang menjadi hak perusahaan dan dipergunakan secara terus menerus dalam kegiatan menghasilkan barang atau jasa perusahaan. 62 Definisi ini masih menyebabkan perdebatan pendapat mengenai konteks dipergunakan secara terus-menerus dalam menentukan apakah suatu aktiva hal Ben Terra, Op.Cit., hal Tait, Op.Cit., hal Sofyan S. Harahap, Akuntansi Aktiva Tetap, PT Raja Grafindo Persada, 1994, Jakarta,

23 31 termasuk aktiva tetap dari perusahaan atau bukan. Selanjutnya Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) memberikan definisi Aktiva Tetap yang lebih pratikal, sebagai berikut : Yang dimaksud dengan Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aktiva Tetap meliputi aktiva yang tidak dapat disusutkan (non depreciable) dan aktiva yang dapat disusutkan (depreciable), mencakup tanah/hak atas tanah, bangunan, mesin serta peralatan lainnya ataupun sumber-sumber alam. Aktiva Tetap lazimnya dicatat sejumlah harga perolehannya. Dalam bukunya, Harahap mengemukakan bahwa PAI memisahkan Aktiva tidak berwujud dari kelompok Aktiva, menurut PAI aktiva tidak berwujud adalah sebagai berikut : Aktiva yang tidak berwujud mencerminkan hak-hak istimewa atau posisi yang menguntungkan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Hak patent, hak cipta, franchise, goodwill adalah jenis-jenis Aktiva yang tidak berwujud pada umumnya. 63 Sedangkan General Accepted Accounting Principle (GAAP) menjelaskan AT dan Aktiva Tidak berwujud, sebagai berikut Aktiva yang sifatnya dipakai terus-menerus dan digunakan dalam kegiatan produksi, penjualan barang, penjualan atau pembelian aktiva lainnya, yang bukan untuk dijual. Sedangkan aktiva tidak berwujud adalah aktiva perusahaan yang sifatnya tidak lancar, tidak berwujud. Pemilikan terhadap aktiva ini dimaksudkan akan memberikan keuntungan pada pemilik, seperti goodwill, trade mark, patents, copyright dan lain-lain. Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan pengertian Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan, yang tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan. Berdasarkan jenis-jenisnya Aktiva Tetap dapat berupa lahan, gedung bangunan, mesin, kendaraan, perabotan dan inventaris/peralatan. Aktiva (terutama barang modal) merupakan faktor yang penting dalam jalannya perekonomian, bukan hanya di bidang industri manufaktur melainkan meliputi semua bidang usaha termasuk perdagangan dan jasa. Dengan pemilikan 63 Ibid, hal. 20

24 32 barang modal, akan mendorong produktivitas dan pertumbuhan kinerja atau keuntungan perusahaan-perusahaan industri nasional, sesuai dengan tujuan pemerintah yaitu untuk meningkatkan kinerja ekspor nasional Indonesia. Peningkatan kinerja ekspor secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi nasional. 10. Perlakuan Barang Modal Berdasarkan perlakuan pengenaan pajak terhadap barang modal serta proses pengenaan PPN terhadap barang dan jasa, ada tiga bentuk yaitu : Product Type (P-VAT), Income Type (I-VAT), dan Consumption Type (C-VAT). Setiap varian dapat diterapkan dalam dua prinsip yang dimungkinkan, yaitu prinsip tempat asal (origin principle) dan prinsip tempat tujuan (destination principle), dan dengan menggunakan dua macam penghitungan utama yaitu metode langsung (direct method) dan metode tidak langsung (indirect method). 64 a. Product Type (P-VAT) Pada VAT tipe Produk, pengeluaran atas pembelian barang modal tidak dapat menjadi pengurang terhadap penerimaan hasil penjualan produknya untuk penghitungan nilai tambahnya. Akibat barang modal tersebut dipajaki dua kali, yaitu pada saat perolehannya dan pada saat produk hasil produksinya dijual ke konsumen. 65 Karena pembelian barang modal tidak dapat dijadikan sebagai pengurang dalam menghitung kewajiban pajaknya, hal tersebut akan menjadi insentif untuk mengklasifikasikannya sebagai pengeluaran/beban saat ini (current expenditure). Karena umumnya, investasi pada barang modal membutuhkan biaya yang relatif besar, maka penerapan VAT tipe Produk ini menimbulkan beban pajak yang paling besar pada barang modal, dan dapat mengakibatkan pengusaha menunda modernisasi dan peningkatan pada pabrik dan peralatan dengan mengurangi pengeluaran atas pembelian barang modal, yang tentunya hal ini tidak menunjang iklim investasi yang baik. 64 Shome, Op.Cit., hal Terra, Op.Cit., hal. 33

25 33 b. Income Type (I-VAT) Pada VAT tipe ini, pengeluaran atas pembelian barang modal tidak dapat langsung menjadi pengurangan terhadap penerimaan hasil penjualan produknya untuk penghitungan nilai tambahnya. Beban pembelian barang modal hanya boleh dikurangkan sebesar nilai dari persentase penyusutannya dalam bentuk periode yang ditentukan. Dikarenakan penerapan VAT tipe pendapatan ini memerlukan penghitungan penyusutan dn periode penyusutan, maka hal ini tentunya akan menimbulkan beban administratif. c. Consumption Type (C-VAT) Pada VAT tipe ini, seluruh pengeluaran atas pembelian produk, termasuk barang modal, dapat menjadi pengurang terhadap penerimaan hasil penjualan produk untuk penghitungan nilai tambahnya. Dalam penerapannya, pajak tipe konsumsi ini bersifat netral terhadap pola produksi dimana keputusan mengenai metode produksi yang digunakan berupa padat modal ataupun padat karya tidak menimbulkan pengaruh terhadap pajaknya. Dari hal tersebut maka dapat diketahui dasar pengenaan pajaknya adalah penerimaan bruto dikurangi biaya perolehan barang antara (bahan baku, bahan antara dan sebagainya) dikurangi pengeluaran atas barang modal. C. Bagan Kerangka Pemikiran Berkaitan dengan penelitian ini, penulis akan berusaha untuk menganalisa apakah penyerahan barang modal yang dilakukan antar unit PT PLN (Persero), dengan diawali dari penentuan jenis objek PPN, objek yang diserah terimakan, lalu berlanjut ke penerapan konsep saat terutangnya PPN. Untuk mempermudah penjabaran atas permasalahan yang terjadi di PT PLN (Persero) khususnya mengenai penyerahan barang modal antar unit dengan memperhatikan teori-teori PPN yang dijelaskan sebelumnya, penulis membuat bagan kerangka pemikiran di bawah ini :

26 34 Bagan II.1 Bagan Kerangka Pemikiran Pemeriksaan Pajak Unit PT PLN (Persero) Ditemukan adanya kegiatan penyerahan barang modal dari unit induk Terjadi Perbedaan Pendapat Penyerahan BKP Bukan Penyerahan BKP Terutang PPN berdasarkan UU PPN dengan DPP Nilai Lain (Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor Tidak Terutang PPN karena tidak ada nilai tambah dan untuk produksi BKP serta bukan barang dagangan Sumber : Diolah oleh penulis D. Hipotesis Hipoteses atau jawaban sementara pada penelitian ini adalah bahwa penyerahan barang modal yang dilakukan oleh unit-unit di PT PLN (Persero) seharusnya bukan merupakan objek yang dikenakan PPN. Dari permasalahan yang terjadi di lapangan dan penjelasan mengenai hipótesis kerja di atas, penulis mengemukakan suatu dugaan sementara sebagai dasar dalam proses pengambilan data dan analisis data sebagai berikut : - Bahwa unit-unit PT PLN (Persero) yang melakukan penyerahan asset berupa barang modal memang tidak mengenakan PPN dengan dasar pemikiran dalam bab sebelumnya.

27 35 - Tidak semua fiskus yang melaksanakan pemeriksaan pajak mempunyai keseragaman pemikiran dalam pengenaan PPN atas penyerahan barang modal di PT PLN (Persero) - Adanya ketentuan dalam UU perpajakan yang mendasari transaksi tersebut tidak menunjukkan inkonsistensinya dengan prinsip ketentuan sebelumnya, sehingga hanya berfokus pada suatu penyerahan saja dan seakan-akan menunjukkan kesewenangan fiskus dalam ekstensifikasi pajak. E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. 66 Selain itu, metode penelitian merupakan penjelasan secara teknis mengenai metode-metode yang digunakan dalam suatu penelitian. 67 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini merupakan emergence design, yang timbul dari lapangan sebagai hasil penelitian. Teori bukanlah sebagai titik tolak utama karena semua kunci terletak pada data yang diperoleh di lapangan yang akan dibandingkan dengan teori untuk membangun suatu penafsiran yang komprehensif (inductive analysis). Arah penyusunan teori tersebut akan menjadi jelas sesudah data dikumpulkan. 68 Pada proses ini peneliti melakukan analisis-analisis induktif untuk mencoba menjawab permasalahan yang sedang dihadapi dengan mempergunakan cara berfikir rasional logis. 69 Menurut Creswell dalam bukunya Research Design Qualitative and Quantitative Approach, mendefinisikan penelitian kualitatif adalah : in qualitative paradigma of research, in which researchers use accepted and pricase meaning, a theory commonly is understood to have certain 66 Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Ind., 2002, Jakarta, hal Noeng Muhadjir, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, 1992, Yogyakarta, hal Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal H.M. Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Edisi Pertama, cet. Ke-3, Prenada Media Group, Jakarta, hal. 25

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003.

DAFTAR REFERENSI. Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. DAFTAR REFERENSI BUKU Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, edisi 2, Granit, Jakarta, 2003. Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai, PT RajaGrafindo Persada, edisi revisi 2006, Jakarta. Brotodihardjo,

Lebih terperinci

ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.Kalimantan Timur

ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntasi. Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.Kalimantan Timur ANALISIS REGISTRASI ULANG PENGUSAHA KENA PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (STUDI KASUS KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SAMARINDA) ROFIUL HUDA 1 1 Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian

BAB I PENDAHULUAN. daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak dari perspektif ekonomi diartikan sebagai terjadinya transfer sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. Sutedi (2013:1), memahami pengertian

Lebih terperinci

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak PERPAJAKAN LANJUTAN by Ely Suhayati SE MSi Ak PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok)

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok) ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) RIZKI WULANDARI Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Andriani yang telah diterjemahkan oleh Santoso Brotodiharjo (Waluyo,2003:3): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan jalannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. jawab atas kewajiban pembayaran pajak berada pada masyarakat sendiri untuk

BAB II TELAAH PUSTAKA. jawab atas kewajiban pembayaran pajak berada pada masyarakat sendiri untuk BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut Rachmat Soemitro (1990 : 5) menyatakan Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak dan Fungsi Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Adriani dalam kutipan Soemarso (2007:2), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pada hakekatnya, pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan oleh negara Indonesia sebagai negara yang berkembang, merupakan pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Pustaka A.1. Teori A.1.1 Teori Argumentasi Hukum Menurut Dr. Kusnu Goesniadhie, SH, M.Hum, dalam makalah berjudul Argumentasi Hukum Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Salah satu sumber utama penghasilan negara adalah pajak. Pajak mempunyai kontribusi yang cukup tinggi dalam penerimaan Negara. Pada beberapa tahun terakhir

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR BEKAS SECARA ECERAN : SIAPA YANG PALING DIUNNTUNGKAN?

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR BEKAS SECARA ECERAN : SIAPA YANG PALING DIUNNTUNGKAN? PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR BEKAS SECARA ECERAN : SIAPA YANG PALING DIUNNTUNGKAN? M. Enteguh Syach Ginting, Suparna Wijaya 1,2 Politeknik Keuangan Negara STAN menteguhsyachg@gmail.com,

Lebih terperinci

RESUME PAJAK INTERNASIONAL

RESUME PAJAK INTERNASIONAL RESUME PAJAK INTERNASIONAL ARTIKEL 5 & 7 DISUSUN OLEH : SIGIT HARNOWO (1106134575) FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2013 COMMENTARY OF ARTICLE 5 CONCERNING THE DEFINITION

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words: Taxable (PKP) is registered, the Tax Return (SPT) The VAT, and Tax Deposit (SSP) The VAT. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Key words: Taxable (PKP) is registered, the Tax Return (SPT) The VAT, and Tax Deposit (SSP) The VAT. vii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT Tax is compulsory contributions payable to the state by a private person or who is forced by law. Due to of its type, Income Tax (PPH) has given the biggest contribution, but income Tax (PPH)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini jumlah perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin meningkat, baik perusahaan lokal maupun perusahaan multinasional. Jumlah perusahaan yang semakin

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009

BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009 BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009 2.1. Konsep Dasar Pajak Pertambahan Nilai Untuk mengetahui konsep dasar PPN (Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

Hukum Pajak. Asas-Asas dalam Pemungutan Pajak (Pertemuan #4) Semester Genap

Hukum Pajak. Asas-Asas dalam Pemungutan Pajak (Pertemuan #4) Semester Genap Hukum Pajak Asas-Asas dalam Pemungutan Pajak (Pertemuan #4) Semester Genap 2015-2016 Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami asas-asas dalam pemungutan pajak, khususnya four cannons of taxation; 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional. Pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional. Pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerimaan pajak dari tahun ke tahun terus meningkat dan memberi andil besar dalam penerimaan Negara. Penerimaan dari sektor pajak selalu dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pajak Sejarah timbulnya pajak sudah ada sejak zaman dahulu kala walaupun pada saat itu belum ada istilah pajak, namun merupakan pemberian sukarela dari rakyat terhadap raja

Lebih terperinci

PROCESS ANALYSIS OF ARTICLE 23 IN INCOME TAX WITHHOLDING

PROCESS ANALYSIS OF ARTICLE 23 IN INCOME TAX WITHHOLDING PROCESS ANALYSIS OF ARTICLE 23 IN INCOME TAX WITHHOLDING Rizki Wulandari, Dr. Herry Susanto Undergraduate Program, Faculty of Economy, 2009 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id Key words: Income

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN Dalam BAB II ini, dibahas teori-teori atau konsep-konsep yang bersumber dari berbagai literatur sebagai landasan teoritis serta metodologi penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seperti yang telah kita ketahui bersama, air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Namun, pengadaan air merupakan masalah diantara

Lebih terperinci

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Christina_Mahasiswa (fideliachristina@yahoo.com_mahasiswa) Lili Syafitri_Dosen (lili.syafitri@rocketmail.com_dosen)

Lebih terperinci

PT GRAND KARTECH Tbk DAN ENTITAS ANAK / PT GRAND KARTECH Tbk AND SUBSIDIARY. Laporan Keuangan Konsolidasian/Consolidated Financial Statement

PT GRAND KARTECH Tbk DAN ENTITAS ANAK / PT GRAND KARTECH Tbk AND SUBSIDIARY. Laporan Keuangan Konsolidasian/Consolidated Financial Statement / Laporan Keuangan Konsolidasian/Consolidated Financial Statement 30 Juni 2014/ June 30, 2014 TIDAK DIAUDIT / UNAUDITED Daftar Isi Table of Contents Halaman/ Page Pernyataan Direksi Director s Statement

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PAJAK INDONESIA. Ayu Noviani Hanum. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang. Abstrak

PERMASALAHAN PAJAK INDONESIA. Ayu Noviani Hanum. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang. Abstrak PERMASALAHAN PAJAK INDONESIA Ayu Noviani Hanum Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang Abstrak Pajak adalah salah satu sumber penerimaan yang sangat penting untuk pembiayaan pengeluaran negara

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. AGH

DESKRIPSI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. AGH DESKRIPSI PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV. AGH OLEH : AMELIA CHRISTINE KOENCORO 3203010110 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS BISNIS UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014 DESKRIPSI PENERAPAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. 1 Pengertian Pajak (1) Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan

Lebih terperinci

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI PAJAK PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada CV.

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI PAJAK PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada CV. PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI PAJAK PERUSAHAAN (Studi Kasus Pada CV. YUNIKA) Firman Ramadhan, Syafi i, Widya Susanti Prodi Akuntansi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK PENGERTIAN PAJAK Negara sebagai suatu organisasi besar tentunya memiliki tujuan berkesinambungan, terutama terkait dengan pembangunan yang berujung pada kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu tentu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

PT GRAND KARTECH Tbk DAN ENTITAS ANAK / PT GRAND KARTECH Tbk AND SUBSIDIARY. Laporan Keuangan Konsolidasian/Consolidated Financial Statement

PT GRAND KARTECH Tbk DAN ENTITAS ANAK / PT GRAND KARTECH Tbk AND SUBSIDIARY. Laporan Keuangan Konsolidasian/Consolidated Financial Statement / Laporan Keuangan Konsolidasian/Consolidated Financial Statement 31 Maret 2015/ March, 31, 2015 TIDAK DIAUDIT / UNAUDITED Daftar Isi Table of Contents Halaman/ Page Pernyataan Direksi Director s Statement

Lebih terperinci

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung ISSN 2086-9592 ANALISIS PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DAN PEMBUKUAN DENGAN STATUS PKP DAN STATUS nonpkp TERHADAP PPh DAN PPN PENGUSAHA KECIL PADA TOKO REJEKI LAMPUNG Rudy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perusahaan dalam usaha bisnis apapun mengharapkan produk yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar dan menghasilkan keuntungan yang optimal. Penjualan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 3.1. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Sistem Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan dapat dikatakan layak apabila dapat dipahami, relevan, reliabilitas,

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan dapat dikatakan layak apabila dapat dipahami, relevan, reliabilitas, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan bagian dari pelaporan keuangan yang di dalamnya terdiri dari beberapa elemen yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Yulia Chandra melakukan penelitian tentang Analisis Penerapan Restitusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Yulia Chandra melakukan penelitian tentang Analisis Penerapan Restitusi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memperoleh rujukan dari : 1. Yulia Chandra melakukan penelitian tentang Analisis Penerapan Restitusi Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

Bab 2. By Rini Setyo W, SE.MM 1

Bab 2. By Rini Setyo W, SE.MM 1 Bab 2 By Rini Setyo W, SE.MM 1 Figure 1 The Circular-Flow Diagram Revenue Goods and services sold MARKETS FOR GOODS AND SERVICES Firms sell Households buy Spending Goods and services bought FIRMS Produce

Lebih terperinci

Citra Mudjitianing Asih, Syafi i, Arief Rachman Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bhayangkara Surabaya

Citra Mudjitianing Asih, Syafi i, Arief Rachman Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bhayangkara Surabaya Analisis Pajak Penghasilan Terutang Badan Akibat Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 Serta Kaitannya Terhadap Laba Rugi Perusahaan (Studi Kasus Pada CV. Rajawali Bina Maju Dan PT. New World Rubber Factory)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dewasa ini bangsa di dunia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan menuju kemakmuran, begitu juga halnya dengan bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN 10 BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti Rika Fitriani dalam penyusunan skripsi yang berjudul Tinjauan Kebijakan Bea Masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana pembangunan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus dan berkesinambungan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I)

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Hello! We are : Ahmad Deza Perdana Dhiyana Riyani Viva Nurakifiya G. Table of Contents 1. Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 2. Ruang

Lebih terperinci

Peran Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Oleh : Dr. Imam Mukhlis, SE, MSi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang

Peran Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Oleh : Dr. Imam Mukhlis, SE, MSi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Peran Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Oleh : Dr. Imam Mukhlis, SE, MSi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Makalah Disampaikan pada acara seminar regional perpajakan yang

Lebih terperinci

Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti

Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti Yohanes William Wijaya dan Elisa Tjondro Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT PLN (Persero) merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang mempunyai posisi strategis. Disamping itu, PT PLN (Persero) juga mempunyai lebih dari 250

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI Perpajakan I Modul ke: Pengantar Perpajakan Fakultas 01FEB Dra. Muti ah, M.Si Program Studi AKUNTANSI PENGERTIAN DAN FUNGSI PAJAK Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENERIMAAN MANFAAT TERHADAP JASA ASURANSI JIWA (Studi Kasus : BRIngin Life)

PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENERIMAAN MANFAAT TERHADAP JASA ASURANSI JIWA (Studi Kasus : BRIngin Life) PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENERIMAAN MANFAAT TERHADAP JASA ASURANSI JIWA (Studi Kasus : BRIngin Life) Rizki Imani Syafaat Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat

Lebih terperinci

OUTPUT DAN PENDAPATAN NASIONAL

OUTPUT DAN PENDAPATAN NASIONAL OUTPUT DAN PENDAPATAN NASIONAL Arus Sirkuler: Klasik Revenue Goods and services sold MARKETS FOR GOODS AND SERVICES Firms sell Households buy Spending Goods and services bought FIRMS Produce and sell goods

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM ATAS PENGENAAN BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER) DINA ARFINA

KAJIAN HUKUM ATAS PENGENAAN BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER) DINA ARFINA Dina Arfina - 1 KAJIAN HUKUM ATAS PENGENAAN BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND TRANSFER) DINA ARFINA ABSTRACT Built, Operate and Transfer

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, peneliti melihat hasil penelitian terdahulu, mengenai paket program acara, penelitian yang berupa tesis telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara di dunia. Berdasarkan cara pandang tersebut, para pengusaha dari berbagai negara dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers)

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers) PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers) Oleh : Dewi Malydhasari Alumni Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi Modul ke: PERPAJAKAN I PENGANTAR PERPAJAKAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Pajak menyumbang sebagian besar belanja

Lebih terperinci

Kompetensi Umum Mahasiswa Dapat Menghitung PPh dan PPN serta PPn BM. Saat terutang pajak, dan kredit pajak

Kompetensi Umum Mahasiswa Dapat Menghitung PPh dan PPN serta PPn BM. Saat terutang pajak, dan kredit pajak Kompetensi Umum Mahasiswa Dapat Menghitung PPh PPN serta PPn BM Menghitung Memperhitungkan PPh Menghitung PPN PPn BM Tarif & Dasar Pengenaan PPh Saat terutang pajak, kredit pajak Mengkreditkan Pajak Masukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBAYARAN DALAM PERPAJAKAN

KEBIJAKAN PEMBAYARAN DALAM PERPAJAKAN KEBIJAKAN PEMBAYARAN DALAM PERPAJAKAN Irawati Abstract In general, payments and tax deposit is divided into two, namely the payment and remittance of tax payable in a tax period and the payment of taxes

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA. A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya

BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA. A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya BAB II PENGATURAN PEMUNGUTAN DAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA A. Pengertian Pajak Penghasilan dan Dasar Hukumnya 1. Pengertian Pajak Pada hakekatnya pengertian pajak berbeda-beda tergantung

Lebih terperinci

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. BAB 2 PAJAK RESTORAN: KAJIAN LITERATUR 2.1. Pengertian Pajak Secara umum, pajak diartikan sebagai pungutan dari negara kepada rakyatnya, yang sifatnya memaksa. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 dalam Mardiasmo (2011: 23) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN TAX PLANNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI PEMBAYARAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT.

EVALUASI PENERAPAN TAX PLANNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI PEMBAYARAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT. EVALUASI PENERAPAN TAX PLANNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI PEMBAYARAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT. AAI OLEH: DEVI YANTI 3203010060 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS BISNIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yaitu mensejahterakan. masyarakat adil dan makmur, diperlukan pembangunan di segala sektor.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yaitu mensejahterakan. masyarakat adil dan makmur, diperlukan pembangunan di segala sektor. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yaitu mensejahterakan masyarakat adil dan makmur, diperlukan pembangunan di segala sektor. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

31 Maret 2018/ March 31, 2018

31 Maret 2018/ March 31, 2018 LAPORAN POSISI KEUANGAN FINANCIAL POSITION As of 31 Maret 2018/ 31 Desember 2017/ December 31, 2017 ASET ASSETS ASET LANCAR CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 2,4,33,34,36 9.447.735 8.796.690 Cash and cash

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor migas. Pendapatan ini diperoleh dengan mengekspor migas ke luar negeri. Tetapi pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Koreksi Fiskal dan Penghasilan Kena Pajak. vii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata Kunci: Koreksi Fiskal dan Penghasilan Kena Pajak. vii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Koreksi fiskal dengan penyesuaian laporan keuangan komersial yang telah disusun oleh wajib pajak dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam koreksi tersebut muncul perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk. menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk. menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan tentang posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam penelitian mengenai perencanaan pajak, peneliti dapat menemukan dua macam penelitian yang memiliki tema serupa yaitu, Perencanaan

Lebih terperinci

PERANAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MELALUI PAJAK (PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013)

PERANAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MELALUI PAJAK (PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013) PERANAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA MELALUI PAJAK (PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013) Oleh: Herman 1), Nurul Hidayah 1), Liana Raharja 2) E-mail: herman_ijan@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN Materi: DASAR-DASAR PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau afifudin_aftariz@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan telah memberikan definisi mengenai pajak menurut versinya masing-masing. Tetapi walaupun demikian berbagai definisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan. Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dann Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and Catatan/ 2016 Notes 2015

31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and Catatan/ 2016 Notes 2015 Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian Consolidated Statements of Financial Position 31 Desember 2016 dan 2015 December 31, 2016 and 2015 ASET ASET LANCAR ASSETS CURRENT ASSETS Kas dan setara kas 1.219.104.170.177

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

Ajeg. Pa-ajeg. pungutan teratur pada waktu tertentu

Ajeg. Pa-ajeg. pungutan teratur pada waktu tertentu PENGERTIAN DASAR PERPAJAKAN PENGERTIAN PAJAK Pajak Ajeg pungutan teratur pada waktu tertentu Pa-ajeg pungutan teratur terhadap hasil bumi sebesar 40% yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja

Lebih terperinci

Factory Overhead is generally defined as indirect materials, indirect labor, and all other factory costs that cannot be conveniently identified with

Factory Overhead is generally defined as indirect materials, indirect labor, and all other factory costs that cannot be conveniently identified with FACTORY OVERHEAD FACTORY BURDEN, PRODUCTION OVERHEAD, MANUFACTURING EXPENSE, MANUFACTURING OVERHEAD, FACTORY EXPENSE & INDIRECT MANUFACTURING /PRODUCTION COST Factory Overhead is generally defined as indirect

Lebih terperinci

Oleh : I Gede Agus Yuliarta I Gusti Ngurah Wairocana I Ketut Sudiarta. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : I Gede Agus Yuliarta I Gusti Ngurah Wairocana I Ketut Sudiarta. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGATURAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA DENPASAR Oleh : I Gede Agus Yuliarta I Gusti Ngurah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka pemerintah perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah organisasi yang umumnya mempunyai kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan yang dibebankan kepadanya. Biasanya di samping mencari laba, tujuan

Lebih terperinci