BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi pasca perawatan endodonti akan menjadi lemah diakibatkan oleh berkurangnya kandungan air dan hilangnya struktur dentin. Proses karies yang luas pada gigi akan melemahkan struktur gigi dan meningkatkan kerapuhan pada gigi oleh karena itu struktur gigi yang tertinggal membutuhkan dukungan tambahan berupa pasak yang dapat memberikan retensi dan stabilitas bagi restorasi direct maupun indirect. 16 Di dunia kedokteran gigi sekarang ini, telah dikenal beberapa tipe pasak dari bahan fiber sebagai alternatif dari penggunaan pasak metal tuang pada perawatan pasca endodonti. Hal ini dikarenakan pasak fiber memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pasak metal, yakni memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin dan lebih estetis. Pasak fiber berkembang sesuai dengan perkembangan sistem adhesif modern dari resin komposit serta adanya keinginan dari pasien terhadap restorasi estetis serta kebutuhan akan adanya kunjungan perawatan yang lebih singkat. 1,2 Pada restorasi yang menggunakan pasak fiber, retensi dapat diperoleh dari sistem adhesif dari semen luting resin komposit. Kelemahan semen luting resin dapat berupa terjadinya pengerutan selama polimerisasi, sehingga menyebabkan timbulnya celah mikro pada restorasi. Salah satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin komposit dengan dentin saluran akar adalah dengan menggunakan teknik etsa asam dan bahan bonding adhesive. Aplikasi bonding bertujuan untuk mengimbangi kontraksi resin komposit pada saat polimerisasi. 3,5 2.1 Perkembangan Pasak Fiber Beberapa dekade sebelumnya pasak yang digunakan adalah pasak dengan bahan dasar metal berupa custom cast post dan prefabricated post. Pasak custom cast dapat dibentuk sendiri menyerupai morfologi saluran akar yang telah dipreparasi. Keuntungannya adalah kontrol yang baik dalam dimensi dan bentuk pasak. Namun

2 prosedur pembuatan pasak menggunakan proses laboratorium sehingga waktu perawatan lebih lama dan biaya lebih mahal. Proses laboratorium yang lama juga memungkinkan risiko kontaminasi pada saluran akar semakin meningkat. Pasak metal prefabricated terbuat dari stainless steel, nickel chromium alloy atau titanium alloy. Pasak prefabricated tidak memerlukan tahapan laboratorium karena dimensi dan bentuk pasak telah ditentukan oleh pabrik. Namun kekurangannya adaptasi pasak ke dalam saluran akar membutuhkan pembuangan dentin yang cukup banyak sehingga risiko fraktur pada gigi tetap tinggi. Selain itu, pasak berbahan metal juga mengakibatkan korosi sehingga sering kali menyebabkan terjadinya bayangan abuabu (grey zone) pada daerah servikal gingiva. 1 Oleh karena kekurangan pasak metal ini maka para peneliti mengupayakan untuk mengembangkan pasak dengan bahan dasar non-metal yang dikenal dengan pasak Fiber Reinforced Composite (FRC). 2.2 Fiber Reinforced Composite (FRC) Pasak FRC dikenalkan pada pertengahan tahun 1990an dan memiliki kelebihan dibandingkan pasak metal. Kelebihan tersebut berupa estetis yang lebih bagus karena bahan pasak yang transparan dan juga biokompatibel. Pasak FRC memiliki modulus elastisitas yang mendekati dentin sehingga risiko fraktur akar menjadi lebih rendah. Pada bidang kedokteran gigi, FRC digunakan pertama kali sebagai bahan penguat basis akrilik gigi tiruan lepasan dan ditemukan kelebihannya dibandingkan metode konvensional yang menggunakan bahan penguat dari metal. FRC selanjutnya digunakan sebagai bahan splinting periodontal, perawatan ortodonti serta suprastruktur pada implant. FRC juga disarankan untuk digunakan sebagai crack stopper dan memperkuat resin komposit. 1,4 FRC terdiri atas serat penguat yang dikelilingi oleh matriks polimer. Penambahan serat berfungsi untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan pasak. Pasak FRC menggunakan serat panjang (continuous) yang memiliki bentuk continuous unidirectional fiber (serat panjang dalam satu arah) dan continuous bidirectional fiber (serat panjang dalam bentuk anyaman). Serat dengan bentuk anyaman dapat menambah kekerasan polimer dan bertindak sebagai crack stoppers.

3 Serat-serat penguat harus dapat terimpregnasi dengan baik dengan bahan wetting karena impregnasi yang baik akan meningkatkan efek penguatan dan meneruskan tekanan dari matriks polimer ke serat. Sedangkan impregnasi yang buruk meningkatkan penyerapan air sehingga menyebabkan terbentuknya gelembung (voids) dan menurunkan sifat mekanis FRC Klasifikasi Pasak Fiber Reinforced Composite Pasak FRC dapat dikelompokkan menjadi pasak buatan pabrik (prefabricated) dan pasak customized pita polyethylene fiber Prefabricated Fiber Reinforced Composite Pasak prefabricated memiliki ukuran dan dimensi pasak yang telah ditentukan oleh pabrik. Pasak carbon fiber merupakan jenis pasak yang pertama kali digunakan. Pasak carbon fiber memiliki fatigue dan tensile strength yang tinggi, resisten terhadap korosi dan modulus elastisitas yang mendekati dentin. Namun pasak carbon fiber memiliki warna yang gelap sehingga memberikan estetis yang kurang bagus. Pasak glass dan quarts fiber kemudian dikembangkan karena memiliki estetis yang lebih bagus dibandingkan pasak carbon fiber. Tampilannya yang trasparan cocok digunakan pada bahan dengan kebutuhan estetis tinggi, misalnya untuk pasak saluran akar pada gigi anterior. Pasak ini memiliki tensile strength, flexural strength dan compressive strength yang sama seperti pasak carbon fiber. Kemudian dikenalkan juga pasak polyaromatic polyamide (aramid) fiber atau disebut juga dengan serat Kevlar. Namun serat ini memiliki warna yang kuning dan sulit untuk dipolis sehingga penggunaanya sangat terbatas pada bahan kedokteran gigi. Oleh karena pasak prefabricated masih memerlukan preparasi dentin untuk mnegadaptasikan pasak maka risiko fraktur pada gigi tersebut masih tetap ada Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Sebagai usaha untuk mengurangi kekurangan pasak FRC jenis prefabricated maka dikembangkan konsep baru untuk membangun sistem pasak secara langsung. Konsepnya menggunakan pasak yang dapat mengikuti bentuk anatomi saluran akar,

4 menggunakan preparasi minimal sehingga risiko fraktur menjadi rendah dan pasak dapat mengisi saluran akar hingga mahkota secara sempurna. Polyethylene fiber dinyatakan sebagai serat yang dapat dijadikan untuk pasak dengan konsep alternatif tersebut. 4 Polyethylene fiber awalnya digunakan untuk splinting periodontal, retainer pada alat ortodonti cekat, space maintainers dan stabilisasi gigi yang terkena trauma. 20 Oleh karena kemampuannya sebagai reinforced fiber maka digunakan untuk bahan pasak saluran akar. Pasak ini terdiri atas serat polyethylene yang berbentuk seperti pita sehingga dapat direstorasi untuk membentuk pasak individu. 21 Penggunaan pasak pita polyethylene sebagai retensi tambahan untuk inti restorasi mahkota harus menggunakan etching bonding dan semen luting resin. 22 A B C D E F Gambar 1. Prosedur pemasangan pasak pita polyethylene fiber (Ribbond, Seattle, USA) A. Aplikasi etching dan bonding, B. Semen luting dimasukkan ke dalam saluran akar, C. Pengukuran pita polyethylene fiber, D. Pita polyethylene fiber dimasukkan ke dalam saluran akar, E. Light cure, F. Build-up inti dengan resin komposit 23 Polyethylene fiber merupakan serat pengikat yang terdiri atas serat polyethylene kekuatan ultrahigh yang dapat memperkuat dentin. Serat ini memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan serat kaca berkualitas tinggi sehingga dibutuhkan gunting khusus untuk memotongnya. Kunci keberhasilan dari polyethylene fiber adalah seratnya yang berupa anyaman dengan desain lock-stitched

5 threads yang secara efektif menyalurkan tekanan melalui anyaman tanpa menyalurkan kembali ke resin. Prosedur peletakan pita yang tidak tepat dapat menimbulkan gelembung (voids) atau komposit yang berlebihan pada bagian serat yang tertarik sehingga dapat menimbulkan celah. 1,3,22-24 Desain restorasi yang ideal untuk suatu sistem pasak membutuhkan bahan dengan modulus elastisitas yang mendekati dentin. Penambahan bahan dengan modulus yang berbeda dengan dentin akan mempengaruhi kekakuan antara gigi dengan restorasi dan menghasilkan tekanan interfasial. Tekanan interfasial tersebut menghasilkan gangguan thermal, fisik atau strain shrinkage pada bahan restorasi. Pasak polyethylene fiber memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin sehingga distribusi tekanan lebih merata ke struktur dentin yang tersisa. 1,4 Leno-weave dari Ribbon (Ribbon, Inc) dilaporkan mampu menahan pergeseran dibawah tekanan lebih banyak dari jalinan sederhana. Jalinan anyamannya dapat meminimalkan perjalanan crack yang dapat menyebabkan kegagalan restorasi. Serat ini memberikan distribusi tekanan yang efisien dengan mengabsorbsi tekanan pada restorasi yang kompleks sehingga meminimalkan risiko fraktur akar. Sifat optik sekunder dari pasak polyethylene fiber juga memungkinkan cahaya melewati gigi dan material restorasi untuk merefleksikan, membiaskan, mengabsorbsi dan meneruskan cahaya sesuai dengan kepadatan optik dari kristal hydroxyapatite, enamel rod dan tubulus dentin. Oleh sebab itu pasak polyethylene fiber memiliki nilai estetis yang lebih baik dibandingkan pasak metal. 1,4,22-24 Gambar 2. Anyaman locked-stitched threads pada leno weave polyethylene fiber 23

6 Penggunaan luting semen resin dual cure dengan pasak polyethylene fiber menghasilkan interaksi fisik dan kimia yang baik dengan dentin saluran akar sehingga meningkatkan kontinuitas adhesi interfasial. Penggunaan semen resin di antara sistem adhesif dan bahan reinforcement memastikan kontak yang lebih kuat dengan dentin. Viskositas semen resin yang lebih rendah meningkatkan kemampuan wettability dan menghasilkan adaptasi permukaan internal yang lebih sempurna. Adaptasi ini mengurangi pembentukan ruang kosong yang dapat memperlemah kekuatan perlekatan diantara permukaan. Komposit dengan modulus rendah ini bekerja sebagai buffer elastis yang mengkompensasi tekanan penyusutan polimerisasi, menghilangkan pembentukan celah dan mengurangi kebocoran mikro. Jika modulus elastisitas rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi modulus gigi. Viskositas resin yang rendah akan meningkatkan kemampuan wetting sehingga menyebabkan adaptasi interfasial yang lebih sempurna dan dapat mengurangi celah mikro. Wetting resin merupakan suatu unfilled resin yang berfungsi untuk mempersiapkan adaptasi interfasial permukaan pita polyethylene fiber sehingga dapat melekat dengan resin komposit dan semen luting resin. 1,3,4,22-24 Sistem pasak customized polyethylene fiber memberikan perlekatan yang merata pada semua pertemuan, sehingga menghasilkan peningkatkan resistensi terhadap fatigue dan fraktur serta peningkatan retensi dan pengurangan kebocoran mikro dan infiltrasi bakteri. Integrasi adhesif antara kelima komponen sistem pasak ini (permukaan dentin akar, semen luting, pasak intraradikular, build-up inti dan mahkota) memberikan integritas struktural bagi rehabilitasi intraradikular. 1

7 Gambar 3. A. Resin komposit dan fiber polyethylene dikondensasi ke dalam saluran akar, B. restorasi setelah dilakukan bulid-up 22 Pemakaian polyethylene fiber reinforced post yang telah beredar di pasaran saat ini adalah preimpregnated fiber tape post (Interlig, Angleus Rua Goias, Londrina, PR, Brazil), Ribbond polyethylene fiber post (Ribbond, Seattle, USA). Namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah Ribbond. Fiber anyaman ini memiliki modulus elastisitas yang sama dengan dentin dan dapat membentuk sistem monoblok dentin. Pasak ini yang mampu mendistribusikan tekanan disepanjang saluran akar dengan lebih baik Polimerisasi Resin Kontraksi resin komposit selama polimerisasi dapat menyebabkan terbentuknya celah (gaps) diantara restorasi dan permukaan gigi, sehingga menimbulkan stress yang terkonsentrasi pada daerah interfasial. Stress yang terjadi pada daerah interfasial diakibatkan oleh kompetisi gaya yang dihasilkan antara stress polimerisasi shrinkage resin komposit dan gaya adhesi terhadap substrat gigi. Stress ini dapat dikurangi dengan beberapa metode yaitu, kinerja dari dentin bonding agent yang dapat menahan kekuatan kontraksi dengan membentuk hybrid layer diantara restorasi dengan permukaan gigi. Salah satu metode yang dianjurkan untuk mengurangi kegagalan perlekatan selama polimerisasi shrinkage adalah dengan menggunakan resin dengan viskositas dan modulus elastisitas yang rendah diantara bonding agent dan resin restorative yang dapat bertindak sebagai elastic buffer atau

8 stress breaker sehingga dapat meningkatkan marginal integrity. Polimerisasi shrinkage merupakan masalah terbesar pada semua bahan restorasi berbahan dasar resin. C-faktor pada saluran akar adalah 200, hal ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan restorasi pada daerah coronal yang hanya 1-5% volume. 3,17,23 Polimerisasi shrinkage berkaitan dengan C-faktor yang merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang bebas. Semakin tinggi C-faktor maka semakin tinggi potensi terjadinya polimerisasi shrinkage. Pada resin komposit aktivasi sinar, shrinkage terjadi ke arah tengah dari massa resin. Adanya kontraksi polimerisasi menyebabkan terjadinya kehilangan kontak antara resin dan dentin saluran akar sehingga mengakibatkan terbentuknya celah (gaps) pada restorasi tersebut. Selain itu, resin komposit memiliki koefisien ekspansi termal tiga atau empat kali lebih besar daripada koefisien ekspansi termal struktur gigi. Perbedaan ekspansi termal antara struktur gigi dan resin komposit dapat menyebabkan terjadinya perbedaan perubahan volume yang dapat menimbulkan celah mikro. 3,17,25 Davidson dkk. cit Rosin dkk. menyatakan bahwa tekanan kontraksi resin komposit selama polimerisasi akan menghasilkan kekuatan yang bersaing dengan kekuatan perlekatan, sehingga dapat mengganggu perlekatan terhadap dinding kavitas, hal ini merupakan salah satu penyebab utama terbentuknya celah mikro. Petrovic dkk. juga menyatakan bahwa kontraksi polimerisasi menyebabkan perubahan volume resin komposit, yang berperan penting dalam menentukan celah (gap) antara kavitas dan restorasi serta microleakage yang terbentuk. Celah yang terbentuk menjadi jalan masuk bagi bakteri dan saliva beserta komponennya dari dalam rongga mulut. Menurut Brannstrom cit Petrovic dkk., hal ini dapat menyebabkan timbulnya perubahan warna, kerusakan tepi restorasi, karies sekunder, penyakit pulpa, dan adanya rasa sakit setelah penumpatan Perlekatan Fiber Polyethylene dengan Resin Komposit Pita fiber polyethylene diaplikasikan dengan melumurinya menggunakan wetting resin. Pita fiber polyethylene yang telah dipotong sesuai dengan panjang

9 ruang pasak diletakkan pada tempat yang bersih. Kemudian siapkan wetting resin lalu celupkan pita fiber polyethylene ke dalam wetting resin. Fiber yang telah dibasahi oleh wetting resin dapat dipegang dengan tangan baik memakai sarung tangan atau tidak. Untuk menghindari setting yang terlalu dini antara wetting resin dengan fiber polyethylene, jaga agar fiber yang telah dibasahi terhindar dari sinar sampai siap untuk digunakan Sistem Perlekatan Pasak dan Inti Adhesif Selain bentuk, ukuran, dan desain dari pasak juga dipengaruhi oleh semen luting, interaksi antara post-core, post-cement dan dentin-cement interface (gambar 17). Semen resin direkomendasikan sebagai semen luting pada pasak fiber reinforced composite (FRC). Hal ini dikarenakan semen resin memiliki daya tahan terhadap fraktur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan semen yang lainnya. Komposisi resin-based cements hampir menyerupai resin-based composite filling materials (matriks resin dengan inorganic fillers). Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan ke dentin. 4 A B C Gambar 4. A. Inti yang dibentuk dari pita polyethylene fiber dengan resin komposit, B. pasak individu yang dibentuk dari pita polyethylene dengan luting resin semen, C. guttapercha 23

10 Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system (self cure, autopolymerizble) atau dengan light cure. Beberapa sistem menggunakan kedua mekanisme tersebut dan disebut sistem dual-cure. Dual-cure dapat meningkatkan derajat konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti modulus elastisitas dapat diperbaiki (Giachetti et al 2004). 4 Mekanisme adhesi terpenting dari sistem adhesi pada post cementation adalah mekanisme adhesi (interlocking), chemical adhesi, dan interdiffusion. Mekanisme adhesi bergantung pada interlocking dari adhesif ke permukaan substrat. Chemical adhesi berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang menghasilkan sistem perlekatan yang kuat. Perlekatan interdiffusion didasarkan pada difusi dari molekul polimer pada suatu permukaan ke permukaan yang lainnya. Mekanisme ini digunakan ketika perlekatan antara pasak dengan dentin saluran akar Faktor Penting dalam Restorasi Pasak Adhesif Dalam restorasi pasak adhesif ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan. Faktor yang mempengaruhi adalah semen luting resin dan sistem adhesif yang digunakan Semen Luting Resin Kehilangan retensi merupakan penyebab kegagalan yang umumnya terjadi pada restorasi pasak. Salah satu faktor yang mempengaruhi perlekatan pasak adalah interaksi antara permukaan pasak-inti, pasak-semen dan semen-dentin. Semen resin direkomendasikan sebagai luting pada pasak FRC karena modulus elastisitas mendekati dentin dan mampu memperkuat dinding saluran akar yang tipis. Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan terhadap dentin. Perlekatan semen resin terhadap struktur gigi diperoleh dengan bantuan sistem adhesif. 4 Berdasarkan sistem adhesif yang digunakan, semen resin dikelompokkan menjadi semen resin konvensional dan self-adhesive cements. Semen resin konvensional menggunakan sistem adhesif total etsa dan self etch. Sementra self-

11 adhesive cements merupakan jenis semen resin yang baru dikenalkan pada tahun Self-adhesive cements tidak memerlukan pretreatment karena setelah pencampuran maka semen dapat langsung diaplikasikan ke gigi. Akan tetapi karena self-adhesive cements masih relatif baru maka informasi yang mendalam mengenai komposisi dan efektifitasnya masih terbatas. 10 Berdasarkan polimerisasi semen resin maka dibedakan melalui tiga metode aktifasi yaitu chemically cured (self-polimerization), light-cured dan dual-cured resin cements. Semen resin dual cured menggabungkan keuntungan sistem light cured dan chemically cured. Kandungan berupa photoinisiators, tertiary amine dan self-curing component ditambahkan kedalam semen resin dual cure untuk dapat menginisiasi polimerisasi ketika intensitas sinar untuk curing tidak mencukupi atau bahkan tidak ada. 9 Polimerisasi semen resin dual cure aktifasi secara kimia (chemically cured) membutuhkan interaksi antara inisiator seperti benzoyl peroxide dengan tertiary amine. Interaksi kedua komponen menghasilkan radikal bebas yang akan menyerang ikatan rangkap dua pada molekul oligomer, sehingga menginisiasi polimerisasi semen resin. Sementara aktifasi dengan penyinaran tergantung kepada radikal bebas yang dihasilkan oleh champorquinone dengan aliphatic amine ketika penyinaran menggunakan sinar blue light. 8 Aplikasi semen resin tidak dapat dikombinasikan dengan sealer yang berbasis eugenol. Kandungan phenolic seperti eugenol dapat menghalangi polimerisasi semen resin sehingga restorasi yang dihasilkan menjadi tidak efektif. Semen resin juga memiliki waktu kerja yang singkat dan juga membutuhkan kelembaban dentin yang tidak terlalu basah untuk adhesi dan polimerisasi yang optimal. Hal ini dapat menimbulkan masalah pada saat prosedur sementasi pasak, karena pada bagian apikal saluran akar kelembabannya sulit dikontrol. Oleh sebab itu kelembaban dentin saluran akar perlu dijaga untuk menghindari kegagalan restorasi Sistem Adhesif Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut adherend.

12 Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua substansi sehingga mengeras dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari suatu permukaan ke permukaan lainnya. Bahan perekat atau bonding agent adhesive system adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu benda dapat melekat, dapat bertahan dari pemisahan dan dapat menyebarluaskan beban melalui perlekatannya. 17,25 Sistem adhesif mengandung dua monomer yaitu hidrofobik dan hidrofilik. Monomer hidrofobik tidak mampu berikatan dengan dentin yang mengandung komponen air, misalnya bis-phenol A glycidyl metacrylate (Bis-GMA). Oleh sebab itu ditambahkan monomer hidrofilik untuk membantu perlekatan dengan dentin yang lembab. 8 Monomer hidrofilik terdiri atas monomer netral dan monomer asam. Monomer netral merupakan grup hydroxyl misalnya 2-hydroxyl metacrylate (HEMA) yang larut air. Monomer asam dikelompokkan menjadi tiga grup yaitu grup carboxyl misalnya 4-metacrylate ethyl trimellitic acid anhydride (4-META), grup phosphoric misalnya dipentaerythritol-pentaacrylate phosphate ester (PENTA) dan grup sulphonic misalnya 2-acryloamido-2-methylpropane sulfonic acid (AMPS). 12 Aplikasi sistem adhesif secara umum terdiri atas tiga langkah utama yaitu etsa, primer dan bonding. Etsa merupakan larutan asam kuat yang menghasilkan proses demineralisasi pada permukaan enamel dan dentin. Primer terdiri dari campuran monomer hidrofilik dan pelarut yang bertujuan menghasilkan pembasahan permukaan gigi. Bahan bonding mengandung monomer hidrofobik yang menghasilkan penggabungan dengan bahan restorasi berbasis resin atau semen resin. 26,27 Salah satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin komposit ke jaringan gigi adalah penggunaan teknik etsa asam dan bahan bonding adhesive. Buonocore (1955), memperkenalkan konsep bonding dengan etsa asam yaitu memodifikasi pembukaan enamel dengan menggunakan bahan yang bersifat asam. 17,25,28 Proses etsa asam pada permukaan enamel akan menghasilkan kekasaran mikroskopik pada permukaan yang dinamakan enamel tags atau micropore sehingga diperoleh ikatan fisik antara resin komposit dan yang membentuk

13 retensi mikromekanis. Keberhasilan usaha tersebut mendorong peneliti untuk melakukan etsa pada dentin, namun walaupun dentin telah dietsa perlekatan resin komposit terhadap permukaan dentin lebih sulit dibandingkan dengan perlekatan terhadap permukaan . Hal ini disebabkan karena dentin merupakan jaringan yang lebih kompleks dibandingkan dengan . merupakan jaringan yang hampir termineralisasi dengan sempurna, sedangkan dentin merupakan jaringan hidup yang terdiri dari komponen inorganik (45%), komponen organik (33%), dan air. Komposisi organik substrat dentin memiliki struktur ultra tubulus yang lembab dan heterogen. Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesulitan perlekatan resin komposit pada dentin yaitu bervariasi tingkat mineralisasi dan adanya cairan pada tubulus dentin yang menghalangi perlekatan. 25,28 Sistem adhesif total etsa merupakan sistem adhesif generasi ke-4 dimana karakter utamanya adalah sistem adhesif total etch three-step. Sistem ini menggunakan asam phosphor selama detik. Asam ini secara bersamaan menghasilkan efek pada (pola pengetsaan) dan dentin (menyingkirkan seluruh smear layer, membuka semua tubulus dentin dan kolagen terekspos), kemudian diikuti oleh aplikasi primer dan bahan adhesif. 28 Gambar 5. Mekanisme perlekatan total etch system pada dentin, A. Aplikasi etsa asam akan menghilangkan seluruh smear layer dan membuka tubulus dentin, B. Aplikasi bahan primer (merah), C. Aplikasi bahan adhesif (hijau) akan berdifusi dalam bahan primer dan masuk ke dalam tubulus dentin dan membentuk resin tag 28

14 Selanjutnya, dikembangkan lagi generasi ke-5 dengan menyederhanakan langkah prosedur klinis sistem adhesif. Karakter utamanya adalah sistem adhesif total etch two-step. Sistem adhesif ini disebut juga one bottle adhesive system yang merupakan kombinasi dari primer dan resin adhesif dalam satu botol yang diaplikasikan setelah pengetsaan dan dentin secara simultan dengan asam phospor % selama detik. 28 Sistem adhesif self etch tidak menggunakan pencucian dan terdiri atas self etch two-step dan self etch one-step. Sistem adhesif self etch two-step menggunakan aplikasi self-etching primer yang mengandung monomer asam group carboxylic atau phosphate dengan ph antara 1,0-4,7 dan kemudian diikuti aplikasi bahan bonding. Sedangkan sistem adhesif self etch one-step merupakan jenis simplified adhesive karena bahan etsa, primer dan bonding dalam satu botol. 26,27 Sistem adhesif self etch memang lebih simpel dan lebih efisien dibandingkan total etch. Namun self etch mengandung monomer asam yang lebih tinggi untuk dapat memodifikasi smear layers sehingga bahan adhesif dapat berikatan dengan tubulus dentin dibawahnya. Konsentrasi asam yang tinggi tersebut menyebabkan terbentuknya lingkungan yang hidrofilik yang menyebabkan cairan dentin berdifusi secara cepat setelah disinar, akibatnya akan mengganggu efektifitas polimerisasi dari semen resin. 7,12 Pada perawatan endodonti, prosedur preparasi saluran akar menyebabkan terbentuknya smear layers pada permukaan tubulus dentin. Smear layers ini menghambat infiltrasi bahan bonding ke dalam tubulus dentin untuk membentuk resin tags dan hybrid layers. Akibatnya ikatan mikromekanis dengan dentin tidak terbentuk sehingga retensi pasak di dalam saluran akar menjadi berkurang. Oleh sebab itu pembuangan smear layers secara optimal dari dalam saluran akar harus dilakukan untuk mendapatkan retensi pasak yang maksimal. 7 Simplified adhesive dari sistem total etsa dinyatakan mampu melarutkan smear layer lebih optimal dibandingkan self etch. Prosedur aplikasi simplified adhesive dari total etsa terdiri atas dua tahapan. Tahapan pertama menggunakan asam phosphoric dengan konsentrasi antara 35% hingga 50% untuk melarutkan smear layers, membuka tubulus dentin dan memaparkan serat kolagen dentin. Tahapan

15 kedua adalah aplikasi primer dan bonding terhadap dentin saluran akar. Primer mengandung monomer hidrofilik untuk menjaga wettability dan membantu cairan yang terperangkap di dalam substrat untuk diganti dengan monomer resin. Sementara bonding mengandung monomer hidrofobik yang membantu perlekatan dengan bahan restorasi berbasis resin atau semen resin. 7,8 Hashimoto dkk (2004) menyatakan bahwa pergerakan air pada resin-bonded dentin dengan menggunakan sistem adhesif total etch lebih baik daripada penggunaan sistem adhesif self etch Interaksi Total Etsa dengan Dual-cured resin cement Pada pasak fiber intensitas sinar akan dikurangi secara signifikan oleh pasak sebelum mencapai semen resin bagian apikal saluran akar. Semen resin dual cure kemudian direkomendasikan untuk digunakan dalam proses sementasi pasak fiber. 9 Disamping itu intensitas sinar untuk curing bahan adhesif hanya mampu mencapai kedalaman 2-2,5 mm. 8 Hal ini menyebabkan bagian apikal saluran akar menjadi tidak tersinar sehingga menyisakan monomer asam yang tidak reaktif. 6 Monomer asam akan menetralkan tertiary amine catalyst dan mengkonversikannya menjadi protonated amine (ammonium) yang tidak mampu bertindak sebagai co-initiator. Ammonium yang dihasilkan tersebut tidak dapat bereaksi bersama benzoyl peroxide untuk menghasilkan radikal bebas. 15,29 Akibatnya reaksi polimerisasi semen resin tidak berlangsung sehingga terbentuk celah (gap) pada permukaan dentin. Oleh karena perlekatan dari pasak terhadap dentin saluran akar rendah menyebabkan retensi pasak berkurang. Disamping itu tekanan menjadi tidak terdistribusi sempurna karena ketiga komponen tidak merekat erat satu sama lain. 30 Lapisan adhesif dengan monomer asam yang tinggi juga dapat menjadi sangat hipertonik setelah polimerisasi. Lingkungan yang hipertonik menyebabkan lapisan adhesif menjadi membran semipermeabel sehingga cairan dari dentin berdifusi secara cepat. Difusi cairan melalui proses osmosis terjadi hingga ke permukaan antara semen resin dengan lapisan adhesif. Difusi cairan tersebut membentuk saluran yang bercabang-cabang menyerupai water trees. Droplet cairan yang terperangkap

16 kemudian ikut terpolimerisasi bersama semen resin membentuk struktur seperti honeycomb-like resin. Droplet cairan ini juga membentuk blisters yang dapat menurunkan sifat mekanik interfasial, seperti kualitas dan ketahanan (durability) dari perlekatan dan juga dapat menyebabkan terbentuknya celah (gap) Self Cure Activator (SCA) Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi reaksi asam basa antara monomer asam dengan tertiary amine yaitu menggunakan self cure activator. Pada beberapa literatur, self cure activator disebut juga dengan istilah initiating compound atau aktivator. 11,29 Self cure activator digunakan dengan cara mencampurkannya bersama bahan bonding dari total etsa sebelum diaplikasikan ke dentin. Penggabungan aktivator dengan bahan bonding tersebut menghasilkan dual-cured adhesive systems. 14 Hal ini dikarenakan penggunaan aktivator tidak hanya untuk mencegah reaksi asam basa, tetapi juga untuk membantu menginisiasi proses polimerisasi dari semen resin dual cure melalui mekanisme self-curing, terutama pada bagian apikal saluran akar yang tidak dicapai oleh sinar. 7, Komponen Self Cure Activator Komponen pada beberapa jenis aktivator dapat berupa monomer seperti 2- Hydroxyethyl metacrylate (HEMA), Urethane dimetacrylate (UDMA), Bisphenol A diglycidyl methacrylate (Bis-GMA) catalyst, photoinisiator dan pelarut. 12,14,17,31 Monomer yang terkandung di dalam bahan adhesif merupakan monomer yang sama juga terdapat pada resin komposit ataupun semen resin. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ikatan kovalen yang baik antara bahan adhesif dengan bahan resin. HEMA merupakan monomer hidrofilik yang dapat larut dalam air, ethanol atau acetone dalam bentuk uncured adhesive. HEMA memiliki sifat hidrofilik yang dapat meningkatkan wetting dentin sehingga diperoleh kekuatan perlekatan yang baik. Meskipun HEMA tidak dapat menjadi agen demineralisasi namun sifat hidrophilik yang dimilikinya mampu membentuk adhesi yang baik. UDMA dan Bis-GMA merupakan monomer hidrofobik yang sulit larut dalam air dan berfungsi

17 meningkatkan kekuatan mekanis bahan adhesif dengan cara membentuk cross-linked polymers yang padat. 32 Champorqiunon (CQ) merupakan komponen visible-light photoinisiator yang secara luas dan sukses digunakan dalam bahan adhesif. CQ memiliki kemampuan untuk memulai proses photo-polymerization meskipun dalam kecepatan yang rendah. Pelarut yang digunakan dalam beberapa aktivator dapat berupa air dan acetone ataupun ethanol. Air merupakan pelarut yang mampu membentuk ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga mampu melarutkan komponen polar. Namun air tidak mampu melarutkan komponen organik seperti monomer yang umumnya bersifat hidrofobik. Disamping itu air juga sulit dibuang setelah diaplikasikan ke dentin sehingga kelebihan air akan mengganggu kekuatan perlekatan sistem adhesif karena terbentuknya water blisters (overwet phenomenon). 32 Ethanol juga merupakan pelarut polar namun memiliki kemampuan evaporasi yang cukup bagus ketika dilakukan pengeringan terhadap bahan adhesif. Biasanya ethanol digunakan sebagai co-solvent dari air sehingga menghasilkan evaporasi pelarut yang lebih baik dibandingkan hanya mneggunakan air. Sementara acetone merupakan pelarut komponen polar dan apolar. Acetone menjadi pilihan pelarut yang digunakan bersama komponen hidrofobik dan hidrofilik. Acetone juga memiliki kemampuan water-removing yang baik dan kapasitas evaporasi yang sangat bagus dibandingkan ethanol. 32 Catalyst yang digunakan pada aktivator dinyatakan mampu membantu menghasilkan adhesi yang cocok dengan semen resin dual cure dan mempercepat proses polimerisasinya. Catalyst disebut juga dengan co-initiators yang tersedia dalam bentuk solvent maupun salt yang telah disediakan oleh pabriknya. 33 Coinitiators berupa solvent tersedia dalam bentuk larutan pada sebuah botol yang terpisah dari bahan bonding. Sementara co-initiators berupa salt tersedia dalam bentuk microbrush spesial yang sudah terimpregnasi oleh salt. Pada sebuah literatur dinyatakan bahwa co-initators dapat berupa aryl sulfinic acid salts, organoboron compound dan barbituric acid/cupric chloride. 14 Sementara literatur lain menyatakan bahwa kandungan utama pada co-initiators dibedakan menjadi dua tipe yaitu aryl

18 borate salt-based dan aryl sulfinic acid sodium salt-based. 34 Meskipun demikian kedua bahan co-initiators tersebut tetap akan bereaksi dengan monomer asam untuk menghasilkan radikal bebas yang mampu menginisiasi polimerisasi pada semen resin. Namun pada umumnya aktivator yang tersedia saat ini mengandung sodium salt of aryl sulfinic acids sebagai co-initiators. 11,12,15,17, Mekanisme Self Cure Activator dengan Total Etsa dan Semen Resin Aktivator yang digabung bersama bahan bonding sistem total etsa akan membentuk dual-cured adhesive systems. 9,14 Aktivator dapat meningkatkan degree of conversion dari monomer asam yang mempengaruhi semen resin dual cure A B KETERANGAN : : DENTIN : MONOMER ASAM 1 MA : HYBRID LAYERS : TERTIARY AMINE 2 TA : OXYGEN INHIBIT LAYERS : SULFINIC ACIDS 3 : SEMEN RESIN DUAL CURED SA : BENZOYL PEROXIDE 4 : RADIKAL BEBAS BP R Gambar 6. Skema interaksi antara self cure activator dengan sistem adhesif total etsa dan semen resin di dalam saluran akar, A. Sistem adhesif total etsa tanpa self cure activator, B. Sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator.

19 Mekanisme yang terjadi adalah aryl sulfnic acid sodium salts (ArSO 2 Na) dari self cure activator akan bereaksi dengan cepat terhadap acidic monomer (HX) dari sistem total etsa. Reaksi tersebut membentuk aryl sulfinic acids (ArSO 2 H) dan sodium salt of the acidic monomer (NaX). 34 Sulphinic acids yang terbentuk merupakan initiator compound yang tidak sensitif terhadap lingkungan asam oleh simplified adhesive total etsa. 29 Reaksi antara sulfinic acids dengan monomer asam juga menghasilkan phenyl atau benzenesulfonyl free radical. Radikal bebas tersebut memiliki kemampuan untuk menginisiasi polimerisasi semen resin dual cure melalui self-curing mechanism ketika intensitas sinar tidak tersedia, terutama pada bagian apikal saluran akar Disamping itu sulfinic acids juga dinyatakan sebagai salah satu chemical accelerator seperti tertiary amine. Sulfinic acids akan bereaksi dengan benzoyl peroxide dalam proses initiation stage untuk membentuk radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk tersebut selanjutnya ikut berperan dalam propagation stage dan termination stage sehingga polimerisasi semen resin dual cure dapat berlangsung. 8,27 Sulfinic acids juga dinyatakan sebagai oxygen scavengers yang baik sehingga mengurangi pembentukan oxygen inhibited layer pada lapisan adhesif. 12 Hal ini dikarenakan oksigen dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga menurunkan proses initiation. Akibat proses initiation yang menurun maka reaksi polimerisasi semen resin menjadi berkurang atau tidak berlangsung. 27 Pengabungan aktivator dengan sistem total etsa juga akan mengurangi konsentrasi monomer asam yang tidak reaktif yang terkandung di dalam oxygen inhibited layer. Oleh karena proses scavenging oxygen dari sulfinic acids maka proses polimerisasi semen resin dual cure dapat tetap berlangsung dan membantu meningkatkan retensi pasak di dalam saluran akar. 11,12

20 2.10 Landasan Teori Restorasi setelah perawatan endodonti Jenis pasak berdasarkan cara pembuatannya Perlekatan pasak menggunakan Pasak buatan pabrik (prefabricated) Pasak buatan sendiri (customized) Sistem adhesif Semen luting resin Metal prefabricated Fiber prefabricated Metal custom cast Customized pita polyethylene fiber Total etch Total etch dan self cure activator Self etch Light cured Self adhesive Dual cured Celah mikro

BAB 1 PENDAHULUAN. tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak

BAB 1 PENDAHULUAN. tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti sering membutuhkan retensi tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit merupakan material restorasi sewarna gigi yang pada awalnya hanya digunakan sebagai bahan restorasi gigi anterior. Sampai saat ini resin komposit

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan BAB 2 BAHAN ADHESIF Salah satu material restorasi yang sering dipakai pada bidang keokteran gigi adalah resin komposit. Bahan resin komposit tersebut berikatan dengan struktur gigi melalui bahan adhesif.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin komposit secara luas telah digunakan untuk merestorasi lesi karies di daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut untuk berikatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan bahan restorasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kekuatan mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan restorasi resin komposit pertama sekali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1962. 1 Resin komposit merupakan suatu bahan restorasi yang memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan restorasi di bidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik, yaitu komposisi, sifat, struktur, kelebihan dan kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan restorasi yang memiliki nilai estetis yang tinggi merupakan keinginan masyarakat saat ini. Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi di bidang kedokteran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk memberikan kekuatan tambahan pada rekontruksi mahkota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100 akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Restorasi gigi pada perawatan endodonti yang mengabaikan integritas dari struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami fraktur dibandingkan gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi desidui berada pada rongga mulut dalam waktu yang singkat tetapi ketika terjadi karies, gigi desidui perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Teknologi bahan restorasi berkembang dari aspek kualitas dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin komposit mulai banyak digunakan sebagai bahan restorasi anterior maupun posterior karena permintaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem adhesif dalam kedokteran gigi telah dipakai selama 30 tahun terakhir. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat diandalkan dan bertahan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dewasa ini, material restorasi resin komposit telah menjadi pilihan bagi para dokter gigi untuk merestorasi lesi karies pada gigi anterior sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR TESIS PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR PROGRAM STUDI ILMU KONSERVASI Diajukan oleh ; drg. Pradnya Widyo Septodika (12 / 338285 / PKG

Lebih terperinci

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari BAB 2 RESIN KOMPOSIT Pencapaian estetik dan tidak dipakainya merkuri merupakan karakteristik yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari dan terkenal diantara para

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan satu gigi atau lebih dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan fungsional gigi yang masih ada. Hilangnya keseimbangan fungsional gigi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkota gigi tiruan cekat merupakan suatu restorasi tetap yang menutupi permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, kontur, serta melindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer digunakan oleh dokter gigi, terutama untuk merestorasi gigi anterior karena memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem adhesif dalam kedokteran gigi telah dipakai selama 30 tahun terakhir. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat diandalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari gigi dan mencegah kerusakan selanjutnya (Tylman, 1970).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari gigi dan mencegah kerusakan selanjutnya (Tylman, 1970). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat adalah suatu gigi tiruan sebagian yang dilekatkan secara tetap pada satu atau lebih gigi penyangga untuk mengganti satu atau lebih gigi yang hilang.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan non metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar untuk menambah retensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan non metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar untuk menambah retensi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian sistem pasak adalah sebuah restorasi yang terbuat dari bahan metal dan non metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar untuk menambah retensi mahkota dan menyalurkan tekanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan bahan restorasi estetik mengalami peningkatan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa ini, bahan restorasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan meningkatnya ekspektasi pasien, seorang dokter gigi dalam mengambil keputusan untuk merestorasi gigi tidak hanya mempertimbangkan masalah estetik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama restorasi pada daerah yang tidak mendapat tekanan besar (Zoergibel dan Illie, 2012). Terlepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resin komposit semakin populer karena memiliki estetis yang baik. Tumpatan resin komposit tidak dapat berikatan secara alami dengan struktur gigi, ikatan ini diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi yang membutuhkan perawatan saluran akar pada umumnya mengalami kerusakan pada jaringan pulpa dan mahkota, baik karena proses karies, restorasi sebelumnya atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan semen resin semakin berkembang luas sebagai bahan sementasi baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen resin mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang merupakan gabungan atau kombinasi dua atau lebih bahan kimia yang berbeda dengan sifat- sifat unggul atau lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Material komposit sudah digunakan dibidang kedokteran gigi untuk merestorasi gigi sejak Bowen memperkenalkannya pada awal tahun 1960an (Joshi, 2008). Sejak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kemajuan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran gigi semakin berkembang terutama pada bahan komposit dan bahan adhesif. Sejalan dengan perkembangan tersebut, masyarakat juga telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dentin pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar terdapat perbedaan substansi dibanding dengan dentin gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini dikarenakan dentin pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang kuat dan retentif berguna untuk menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi hilang dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jenis bahan restorasi dibidang kedokteran gigi semakin banyak tersedia dengan berbagai macam karakteristik. Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi dimulai ketika Bowen (1960)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) SIKMR merupakan modifikasi dari semen ionomer kaca dan monomer resin sehingga bahan ini memiliki sifat fisis yang lebih baik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering dilakukan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan endodontik yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemakaian tumpatan sementara sangat diperlukan dalam bidang kedokteran gigi. Tujuan tumpatan sementara adalah menutup rongga jalan masuk saluran akar, mencegah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan restorasi yang baik dan dapat mengembalikan estetik merupakan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit sangat populer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan perawatan endodontik yang paling banyak dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan keberhasilannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Karies gigi, trauma dan kegagalan restorasi menyebabkan kerusakan dan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Karies gigi, trauma dan kegagalan restorasi menyebabkan kerusakan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Karies gigi, trauma dan kegagalan restorasi menyebabkan kerusakan dan hilangnya sebagian besar jaringan keras gigi.kehilangan jaringan keras gigi yang terlalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk mempertahankan gigi dalam rongga mulut serta mengembalikan keadaan gigi agar dapat diterima secara

Lebih terperinci

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit.

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit. BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN Resin komposit merupakan resin akrilik yang telah ditambah dengan bahan lain seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit. 2.1 Komposisi Resin Komposit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Restorasi dengan menggunakan resin komposit dapat menghasilkan warna yang menyerupai gigi asli. 2,4 Tetapi kelemahan dari bahan ini adalah sering terjadinya shrinkage selama polimerisasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang dapat digunakan untuk merestorasi kavitas Klas V. Namun, komposit berbasis resin yang menunjukan, shrinkage polimerisasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagai gabungan dua atau lebih bahan berbeda dengan sifat-sifat yang unggul atau lebih baik dari bahan itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan untuk menggantikan jaringan gigi yang hilang dan mampu memodifikasi warna serta kontur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desain kavitas Kelas II konvensional berbentuk box dan bahan restorasi resin komposit tidak selalu kompatibel karena (1) kebocoran tepi gingival (gingival marginal),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi adalah proses penghancuran atau perlunakan dari email maupun dentin. Proses tersebut terjadi karena demineralisasi yang progresif pada jaringan keras dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Resin Komposit Istilah komposit adalah kombinasi dua bahan atau lebih yang memiliki sifat berbeda untuk mendapatkan sifat yang lebih baik 7. Contoh bahan komposit alamiah adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemutihan gigi adalah prosedur yang telah digunakan pada bidang kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin banyak dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memuaskan. Meningkatnya penggunaan resin komposit untuk restorasi gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memuaskan. Meningkatnya penggunaan resin komposit untuk restorasi gigi xv I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer digunakan oleh dokter gigi, karena memiliki warna yang sangat estetis dan memuaskan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ortodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang bertujuan untuk mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan abnormalitas di regio dentofasial.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan restorasi yang digunakan untuk menggantikan struktur jaringan keras gigi yang hilang harus memiliki karakteristik yang mendekati gigi asli. Salah satu bahan restorasi estetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini resin komposit banyak digunakan dalam kedokteran gigi khususnya dalam ilmu konservasi gigi untuk dijadikan bahan restorasi gigi anterior dan posterior yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. modifikasi polyacid), kompomer, giomer (komposit modifikasi glass filler),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. modifikasi polyacid), kompomer, giomer (komposit modifikasi glass filler), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Restorasi gigi dapat dilakukan dengan beberapa macam bahan. Bahan restorasi di kedokteran gigi sangat beragam dan terus mengalami perkembangan, diantaranya amalgam, resin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan merupakan warna gigi normal manusia. Warna gigi ini ditentukan oleh warna dentin yang melapisi di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dalam kedokteran gigi seiring dengan perkembangan pada sistem dental adhesive. Selain itu kebutuhan masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang sering digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena memiliki nilai estetis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas 2001 menunjukkan penyakit gigi menduduki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penilitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan geser antara self adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi indirect veneer resin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai  , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas 1 I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang dapat mengenai email, dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan penampilan terus meningkat saat ini, tuntutan pasien akan penampilan gigi yang baik juga sangat tinggi. Salah satu perawatan gigi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu kedokteran gigi restoratif memiliki tujuan utama untuk mengembalikan dan mempertahankan kesehatan gigi melalui perawatan restoratif yang adekuat guna melindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang bertujuan memperbaiki keadaan gigi maupun rahang yang menyimpang dari kondisi normal (Graber dan Swain, 1985).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara semen resin (RelyX) dan semen ionomer kaca tipe 1 tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. B. Identifikasi Variabel 1. Variabel Pengaruh a. Self adhesif semen (RelyX TM U200, 3M ESPE,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan semen ionomer kaca tipe 1 terhadap restorasi veneer indirek resin komposit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi sewarna gigi yang banyak digunakan saat ini karena memiliki nilai estetis yang tinggi dibandingkan dengan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan merupakan suatu alat yang dibuat untuk menggantikan gigigigi yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi tiruan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies merupakan masalah di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri, jaringan host, substrat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah penyakit infeksi gigi dan mulut yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya jaringan gigi (Conway, 2008). Kavitas abrasi disebabkan karena tekanan pada saat menyikat gigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restorasi gigi adalah hasil prosedur kedokteran gigi yang memiliki tujuan mengembalikan bentuk, fungsi, dan penampilan gigi (Harty dan Ogston, 1995). Restorasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan suatu jaringan yang tersusun atas email, dentin, sementum, dan pulpa (Scheid, 2012). Fungsi utama dari gigi adalah fungsi mastikasi, fonasi, melindungi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit Perkembangan resin komposit sebagai bahan restorasi dimulai dari akhir tahun 1950-an dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk memperkuat resin epoksi

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk 18 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Perkembangan bidang kedokteran gigi bukan hanya mencakup tindakan preventif, kuratif dan promotif, melainkan juga estetik, menyebabkan kebutuhan terhadap restorasi estetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang sering dialami oleh masyarakat adalah gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia seseorang akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu, keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu dan teknologi di bidang kedokteran gigi semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan tersebut, masyarakat pun semakin sadar akan pentingnya faktor estetika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dihubungkan dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi antara lain dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal, trauma dan atrisi berat. Selain itu, meningkatnya usia sering dihubungkan dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai daerah antara lain email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kanker mulut (Lamster dan Northridge, 2008). Kehilangan gigi dapat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kanker mulut (Lamster dan Northridge, 2008). Kehilangan gigi dapat menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi dapat disebabkan karies, penyakit periodontal, trauma dan kanker mulut (Lamster dan Northridge, 2008). Kehilangan gigi dapat menjadi faktor pendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Veneer a. Pengertian Veneer adalah sebuah bahan pelapis yang sewarna dengan gigi diaplikasikan pada sebagian atau seluruh permukaan gigi yang mengalami cacat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan pemutihan gigi (bleaching) dan cara restoratif yaitu pembuatan mahkota jaket / pelapisan (veneer).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki berbagai macam masalah kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T Indonesia pada Riset

Lebih terperinci

ETSA & B ndinģ AgЁņT

ETSA & B ndinģ AgЁņT ETSA & B ndinģ AgЁņT ETSA ASAM Resin komposit mempunyai sifat koefisien ekspansi termal yang tinggi dibandingkan email dan dentin, sehingga ikatan antara komposit dengan jaringan gigi lemah Agar terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama perawatan kedokteran gigi adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mutu kehidupan pasien kedokteran gigi. Tujuan ini dapat dicapai dengan mencegah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Resin Komposit a. Pengertian Resin komposit dapatdidefinisikan sebagai gabungan dari dua atau lebih bahan dengan sifat berbeda yang akan menghasilkan sifat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa BAB IV PEMBAHASAN Menurut Roberson (2006) tujuan dari restorasi adalah membentuk gigi seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa restorasi setelah perawatan endodontik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan baru di berbagai bidang tak terkecuali bidang kedokteran gigi. Terobosan baru senantiasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan karena adanya aktivitas suatu jasad renik yang ditandai dengan demineralisasi atau hilangnya mineral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan warna yang terjadi pada gigi sering menimbulkan masalah estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan karena banyak orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Estetik gigi geligi dewasa ini sangat diperhatikan dalam menunjang penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek yang diperhatikan

Lebih terperinci