BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit baru dan penelitian tentang obat-obatan, baik obat-obatan sintetik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit baru dan penelitian tentang obat-obatan, baik obat-obatan sintetik"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan semakin berkembang dengan banyaknya penelitian dan ditemukannya hukum-hukum yang baru. Begitu pula ilmu pengetahuan di bidang kesehatan yang terus berkembang dengan banyaknya temuan-temuan penyakit baru dan penelitian tentang obat-obatan, baik obat-obatan sintetik atau berasal dari alam. Namun, akhir-akhir ini prinsip back to nature sangat populer, termasuk dalam penggunaan obat-obatan. Masyarakat Indonesia sendiri memiliki kepercayaan yang besar terhadap obat-obatan tradisional yang telah digunakan secara turun-temurun oleh nenek moyang selama berabad-abad lamanya. Demam merupakan gejala suatu penyakit yang timbul karena berbagai macam penyebab, tetapi umumnya gejala tersebut harus diatasi agar tidak mengakibatkan efek yang lebih berbahaya (Petersdorf & Root, 1987). Obat antipiretik yang digunakan sebagai penurun demam adalah golongan salisilat, derivat paraaminofenol, dan derivat pirazolon. Obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat Indonesia tidak hanya dari tanaman obat, tetapi juga berasal dari hewan. Hewan-hewan yang dipercaya memiliki khasiat sebagai obat meliputi hewan laut dan hewan darat. Salah satu hewan darat yang dipercaya masyarakat memiliki banyak manfaat 1

2 2 bagi kehidupan adalah cacing tanah. Cacing tanah tersebar di seluruh permukaan bumi dan mudah dikembangbiakan dengan keunggulan seperti penambahan berat badan cepat, produksi telur yang banyak, dan tidak terlalu sensitif terhadap lingkungan (Ciptanto, 2011). Cacing tanah mengandung kadar protein tinggi yaitu 58% - 78% dan kadar lemak yang rendah yaitu 3% - 10% dari bobot keringnya. Protein yang ada dalam cacing tanah mengandung asam amino esensial (Sabine, 1983). Cacing tanah banyak digunakan untuk ramuan obat baik untuk pencegahan maupun pengobatan dan bahan dasar kosmetika (Rukmana, 1999). Salah satu sumber obat tradisional tersebut adalah cacing tanah. Cacing tanah dipercaya oleh masyarakat sebagai salah satu obat alami yang dapat membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebagaimana tertulis dalam catatan pengobatan tradisional Cina, Ben Cao Gang Mu, cacing tanah telah digunakan sejak lama sebagai salah satu ramuan obat serta dipercaya dapat menurunkan demam dan membantu memperlancar peredaran darah (Cooper & Yamaguchi, 2002). Masyarakat Bali menggunakan tepung cacing tanah sebagai obat demam, rematik, diabetes, dan antikolesterol (Kopmann, 2000). Di Indonesia cacing sudah digunakan sebagai bahan baku obat dan kosmetik (Kuswanto, 2002). Cacing tanah mengandung asam arakidonat yang sangat efektif sebagai penurun suhu tubuh pada demam infeksi (Waluyo, 2005). Penggunaan cacing tanah sebagai penurun demam sudah dikenal luas di masyarakat. Cacing tanah juga banyak digunakan sebagai obat alternatif untuk penyakit tifus. Di pasaran, cacing tanah dijual dalam bentuk serbuk

3 3 kering untuk diseduh dengan air atau dalam bentuk kapsul. Penggunaan sebagai antipiretik yang sudah lebih umum adalah cacing tanah jenis Pheretima aspergillum, sedangkan Lumbricus rubellus baru dikembangkan akhir-akhir ini (Santoso, 2002). Penelitian dan riset mengenai efek antipiretik Fermino yang berisi serbuk cacing tanah jenis Lumbricus rubellus belum pernah dilakukan. Oleh karena itu untuk mengetahui efek antipiretik Fermino, peneliti melakukan percobaan dengan menggunakan tikus putih galur Wistar sebagai hewan percobaan. B. Rumusan Masalah 1. Apakah serbuk cacing tanah (Fermino ) memiliki efek antipiretik pada tikus yang diinduksi vaksin Campak? 2. Bagaimana aktivitas antipiretik serbuk cacing tanah (Fermino ) dibanding Parasetamol? C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui efek antipiretik serbuk cacing tanah (Fermino ) pada tikus yang diinduksi vaksin Campak. 2. mengetahui aktivitas antipiretiknya dibandingkan dengan parasetamol.

4 4 D. Pentingnya Penelitian Dilakukan Menguji adanya aktivitas antipiretik Fermino yang berisi serbuk cacing tanah secara in vivo dan selanjutnya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut seperti identifikasi senyawa aktif yang berefek sebagai antipiretik dan dapat dilakukan purifikasi senyawa aktif tersebut. E. Tinjauan Pustaka 1. Demam a. Termoregulasi Termoregulasi merupakan salah satu proses homeostatis tubuh. Termoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan suhu dalam rentang yang dapat ditolerir. Suhu tubuh diatur di pusat hypothalamic thermoregulatory. Suhu tubuh diatur dengan berbagai macam mekanisme termoregulator. Salah satu mekanisme untuk mengatasi kehilangan panas tubuh adalah melalui pengaturan pembuluh darah dan kecepatan aliran darah. Menggigil merupakan mekanisme untuk menghasilkan panas. Sistem simpatis dapat mengurangi kehilangan panas melalui vasokonstriksi atau meningkatkan produksi keringat. Ketika produksi keringat dihambat akan terjadi peningkatan aliran darah di kulit. Jika panas tubuh tidak dikeluarkan dengan cukup melalui mekanisme ini, maka terjadi hipertermia. Gangguan pada kelenjar tiroid menimbulkan gangguan pada termoregulator karena sekresi hormon tiroid yang berlebihan

5 5 dapat menyebabkan peningkatan produksi panas metabolik. Dalam rangka mempertahankan suhu tubuh pada tingkat fisiologis, kelebihan panas harus hilang. Hal tersebut yang menyebabkan kulit pasien menjadi panas dan berkeringat (Lüllmann dkk., 2000). Gambar 1. Alur Termoregulasi. Tubuh merespon perubahan suhu yang terjadi dengan mengirimkan impuls dari termoreseptor ke pusat termoregulasi. Selanjutnya pusat termoregulasi akan mengatasi dengan berbagai cara (Lüllmann dkk., 2000) b. Definisi Demam Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas batas normal di hipotalamus (Corwin, 2001). Demam merupakan salah satu respon imun terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Demam juga merupakan pengaturan suhu tubuh menjadi lebih tinggi dari suhu fisiologi rata-rata (37ºC) sebagai respon terhadap pirogen

6 6 endogen, ditegakkan bila suhu oral lebih dari 37,5ºC dan suhu rektal lebih dari 38ºC. Demam diartikan sebagai tahap peningkatan suhu tubuh yang merupakan bagian dari respon pertahanan terhadap invasi mikroorganisme hidup atau mati yang dikenali sebagai patogen atau benda asing oleh host. Respon demam adakah reaksi fisiologi yang kompleks dari penyakit, disertai mediator sitokin dalam peningkatan suhu tubuh, gejala akut, dan banyak mengaktivasi sistem fisiologi, endokrin, dan imunologi. Peningkatan suhu yang terjadi selama demam berbeda dengan yang terjadi pada hipertermia. Tidak seperti demam, peningkatan suhu tubuh hipertermia terjadi karena kegagalan homeostasis termoregulasi dimana produksi panas tubuh tidak terkontrol, pengeluaran panas tidak mencukupi, atau gangguan pada termoregulasi hipotalamus (Mackowiak, 1998). Menurut keadaan klinis, demam didefinisikan secara khas sebagai peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yang diakibatkan mediator pirogen. Definisi tersebut selanjutnya tidak digunakan lagi karena menyatakan secara tidak langsung bahwa suhu tubuh adalah sebuah satu kesatuan. Faktanya ditemukan bahwa tubuh terdiri dari bagian-bagian dan mengalami bermacam-macam keadaan sepanjang hari untuk merespon aktivitas harian dan pengaruh ritme endogen harian (Mackowiak, 1998).

7 7 c. Penyebab Demam Penyebab demam infeksi merupakan interaksi atau rangsangan organisme atau agen patogen dalam tubuh manusia. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri, virus, amuba, dan parasit lainnya yang merangsang pelepasan pirogen endogen oleh sel. Pada beberapa kondisi, penurunan suhu tubuh sangat penting dan penyebabnya harus segera diketahui (Peterdorf & Root, 1987). d. Patofisiologi demam Demam muncul sebagai gejala penyakit atau penyakit yang disebabkan oleh adanya agen penginfeksi, sehingga memicu pelepasan pirogen endogen. Pirogen endogen dalam hipotalamus identik dengan interleukin-1, interleukin-6, dan TNF yang merangsang pelepasan asam arakidonat. Asam arakhidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin oleh enzim siklooksigenase (Murray dkk., 2003). Beberapa substansi eksogen dari bakteri yang dapat menimbulkan demam pada hewan uji. Substansi eksogen seperti lipopolisakarida (LPS), superantigen, peptidoglikan, muramildipeptida, dan produk virus juga dicurigai menjadi penyebab timbulnya demam (Dalal & Zhukovsky, 2006). Pada saat diinjeksi secara sistemik pada hewan uji, pirogen eksogen terlihat menginduksi pengeluaran sitokin, seperti interleukin 1β (IL-1β) dan 6 (IL-6), interferon α (INF-α), dan tumor necrosis factor (TNF) yang masuk dalam sirkulasi hipotalamus dan

8 8 menstimulasi pengeluaran prostaglandin, mengubah keadaan termal hipotalamus. Aktivitas dari beberapa sitokin pirogenik dapat berbeda dengan sitokin yang lain, seperti IL-10, dan substansi, seperti arginin vasopresin, melanocytestimulating hormone, dan glukokortikoid, dimana semua memiliki sifat sebagai antipiretik, dengan begitu membatasi besar dan lama dari demam. TNF menunjukkan adanya sifat pirogenik dan antipiretik, tergantung kondisi eksperimen. Akhirnya jumlah interaksi antara sitokin pirogenik dan antipiretik yang bertanggungjawab terhadap tinggi dan lama respon demam yang terjadi (Dalal & Zhukovsky, 2006). Ada dua jenis enzim siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Dalam hal ini, COX-1 mengkatalisis pembentukan prostaglandin yang menjalankan fungsi regulasi fisiologis dan COX-2 mengkatalisis pembentukan prostaglandin yang menyebabkan radang (Davey, 2005). Prostaglandin yang disintesis melalui COX-2 akan menstimulasi hipotalamus arterior (meningkatkan suhu tubuh), nukleus periventrikularis (merangsang produksi neuroendokrin), dan batang otak (merangsang vasokontriksi pembuluh darah tepi dan kelenjar keringat) sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pembentukkan dan pengeluaran panas yang akhirnya menimbulkan demam.

9 9 2. Vaksin campak Vaksin campak adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan, merupakan vaksin beku kering berwarna kekuningan pada vial gelas yang harus dilarutkan dengan pelarutnya. Vaksin campak berupa serbuk injeksi. Vaksin campak diindikasikan untuk pencegahan terhadap penyakit campak. Cara kerja vaksin campak adalah merangsang tubuh membentuk antibodi untuk memberi perlindungan terhadap infeksi penyakit campak. Imunisasi campak diberikan pada balita umur 9 bulan dengan dosis tunggal 0,5 ml secara subkutan. Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan dan bengkak pada lokasi suntikan yang terjadi 24 jam setelah vaksinasi. Hasil pemantauan efek samping vaksin menunjukkan adanya 5,5% demam dengan suhu antara 37,5ºC 38,4ºC, 4,92% anak mengalami batuk pilek dan 1,57% anak menderita ruam kurang dari 3 hari (Yuwono, 2000). 3. Parasetamol a. Pendahuluan Obat antipiretik adalah terapi yang banyak digunakan untuk mengatasi demam. Kerja antipiretik adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin. Dengan terhambatnya pembentukan prostaglandin, termoregulator di hipotalamus kembali normal dan pelepasan panas dengan cara vasodilatasi (Payan & Katzung, 1998). Antipiretik yang umum digunakan adalah golongan salisilat (aspirin), golongan derivat

10 10 paraaminofenol (parasetamol), dan golongan derivat pirazolon (fenilbutazon) (Northrup dkk., 1981). Struktur parasetamol ditunjukkan oleh gambar 2. Gambar 2. Struktur Parasetamol Parasetamol adalah hasil metabolisme fenasetin (asetofenetidin). Parasetamol merupakan analgetik antipiretik yang banyak digunakan di Indonesia dalam bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi (Siswandono & Soekardjo, 2008). Parasetamol mempunyai efek analgesik dan antipiretik sebanding dengan aspirin pada dosis yang sama (Katzung, 1998). Parasetamol dianggap sebagai obat antinyeri yang paling aman dan digunakan sebagai swamedikasi (Tjay & Rahardja, 2002). Parasetamol hampir tidak memiliki efek antiinflamasi (Ganiswarna dkk., 1995). b. Farmakokinetika parasetamol Absorbsi obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam waktu ± menit setelah pemberian secara oral. Parasetamol memiliki waktu paro plasma ± 1-2,5 jam (Siswandono & Soekardjo, 2008). Konsentrasi parasetamol tertinggi dlm plasma dicapai dalam waktu 30 menit dan masa paro

11 11 plasma antara 1-3 jam (Freddy, 2007). Dalam plasma, 25% parasetamol terikat pada protein plasma. Parasetamol dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian besar parasetamol (80%) terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya terkonjugasi dengan asam sulfat. Selain itu, Parasetamol juga dapat mengalami hidroksilasi. Parasetamol dieksresikan melalui ginjal, sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi dan sebagian kecil (3%) dalam bentuk utuh (Ganiswarna dkk., 1995). c. Farmakodinamik parasetamol Efek analgetik parasetamol mirip dengan golongan salisilat, yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek antipiretik parasetamol ditimbulkan oleh gugus aminobenzen (Freddy, 2007). Efek anti-inflamasinya sangat lemah, sehingga tidak diindikasikan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah (Ganiswarna dkk., 1995). d. Efek samping parasetamol Efek iritasi, erosi, dan pendarahan lambung tidak terlihat pada parasetamol, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal gram ( mg/kgbb) parasetamol (Ganiswarna dkk., 1995).

12 12 e. Dosis parasetamol Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang mengandung 125 mg / 5 ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap dalam bentuk tablet dan sirup. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg 1 gram sekali pemakaian dan dosis maksimum 4 gram dalam sehari (Ganiswarna dkk., 1995). Dosis parasetamol untuk dewasa mg diberikan tiap 3-4 jam secara oral, dosis maksimum 4 gram sehari, sedangkan untuk anak mg/kgbb untuk sekali pemakaian secara oral dengan dosis maksimal 5x pemberian/hari atau 80 mg/kgbb/hari (Chan & Gennrich, 2004). Dosis lazim parasetamol untuk sekali pemakaian adalah 500 mg dan 500 mg 2 gram dalam sehari (Anonim, 1979). 4. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) a. Deskripsi Panjang tubuh cacing tanah dapat mencapai 14 cm dengan segmen. Klitelum terletak di segmen ke-27 hingga 32. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat cerah hingga ungu kemerahan, sedangkan bagian ventralnya berwarna coklat muda hingga kekuningan pada bagian ekor. Gerakan cacing tanah lamban dan kadar airnya mencapai 78% (Rukmana, 1999). Pada umumnya cacing tanah akan mencapai usia dewasa pada umur 179 hari, sedangkan masa hidupnya sampai 2,5 tahun (Dewangga, 2009).

13 13 Gambar 3. Cacing tanah (Storey, 2011) Gambar 4. Serbuk Cacing tanah (Fermino ) b. Klasifikasi Cacing tanah Lumbricus rubellus berasal dari Eropa. Klasifikasi L. rubellus adalah sebagai berikut : Filum Kelas : Annelida : Clitellata Sub kelas : Oligochaeta Ordo Famili Genus Spesies : Haplotaxida : Lumbricidae : Lumbricus : Lumbricus rubellus (Rukmana, 1999)

14 14 c. Kandungan kimia Cacing tanah mengandung kadar protein tinggi yaitu 58% - 78% dan kadar lemak yang rendah yaitu 3% - 10% dari bobot keringnya. Protein yang ada dalam cacing tanah mengandung asam amino esensial (Sabine, 1983). Serbuk cacing tanah mengandung banyak asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial yang paling tinggi, yaitu isoleusin (3,14% bahan kering), lisin (8,16% bahan kering), dan leusin (1,71% bahan kering). Sedangkan asam amino non-esensial yang mendominasi, yaitu asam glutamat (7,67% bahan kering) dan serin (14,52% bahan kering) (Hayati dkk., 2011). Fraksi hasil KLT preparatif fase air ekstrak cacing tanah mengandung senyawa golongan alkaloid (Santoso, 2002). Lumbricus rubellus dewasa mengandung protein Lumbricin I yang dapat digunakan sebagai peptida antimikrobial (Cho dkk., 1998). Fermino merupakan salah satu produk jamu yang berisi serbuk cacing tanah dalam kapsul. Fermino diproduksi oleh PJ. Herbalindo Citra Mandiri, Jakarta. Hasil analisis kandungan Fermino, yaitu lemak (8,11%), lemak jenuh (4,77), kolesterol (8252,16 mg/kg), sodium (2631,35 mg/kg), karbohidrat (8,40%), protein (72,06%), kalsium (1146,32 mg/kg), besi (1408,02 mg/kg), dan kalori (394,83 kcal/100g).

15 15 d. Khasiat Ekstrak cacing tanah memiliki anti-elastase activity pada konsentrasi 5 dan 20 mg/ml dimana tingkat inhibisi sebesar 53%. Pada percobaan aktivitas anti-mmp-1, ekstrak Lumbricus rubellus menunjukkan tingkat inhibisi sebesar 72,90% pada konsentrasi 10 mg/ml. Sedangkan pada percobaan efek menghambat enzim tirosinase, ekstrak Lumbricus rubellus menunjukkan nilai inhibisinya sebesar 71,28% pada konsentrasi 0,25 mg/ml. Dari percobaan tersebut, ekstrak Lumbricus rubellus potensial untuk digunakan sebagai anti-wringkle agent (Azmi dkk., 2014). Penambahan serbuk ekstrak Lumbricus rubellus pada pelet pakan mencit Swiss Albino dengan rasio 25% dapat menurunkan suhu tubuh sampai titik normal dalam waktu 5 hari, sedangkan dengan rasio 35% dalam waktu 3 hari dan pada rasio 50% suhu tubuh kembali normal dalam waktu kurang dari 24 jam (Kalvin dkk., 1995). Pemberian seduhan serbuk cacing tanah jenis Lumbricus rubellus secara oral dengan dosis 270 mg/ 200 grambb dapat menurunkan demam akibat induksi debris sel Escherichia coli 0,1 ml/200 grambb (Resmisari, 2002). Pemberian seduhan serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus secara oral dengan dosis 270 mg/200 gram BB dapat menurunkan demam pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi suspensi debris sel Shigella dysenteriae 1,1 mg/200 gram BB secara intramuskular (Wijayati, 2003).

16 16 DLBS1033 adalah suatu ekstrak protein dari cacing tanah jenis Lumbricus rubellus yang memiliki aktivitas sebagia antitrombotik dan trombolitik dengan mekanisme menginduksi agregasi antiplatelet dan mempercepat fibrinolisis (Trisina dkk., 2011). F. Landasan Teori Penambahan serbuk ekstrak Lumbricus rubellus pada pelet pakan mencit Swiss Albino dengan rasio 25% dapat menurunkan suhu tubuh sampai titik normal dalam waktu 5 hari, sedangkan dengan rasio 35% dalam waktu 3 hari dan pada rasio 50% suhu tubuh kembali normal dalam waktu kurang dari 24 jam. Pemberian seduhan serbuk cacing tanah jenis Lumbricus rubellus secara oral dengan dosis 1350 mg/kgbb dapat menurunkan demam akibat induksi debris sel Escherichia coli 0,5 ml/kgbb. Pemberian seduhan serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus secara oral dengan dosis 1350 mg/kgbb dapat menurunkan demam pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi suspensi debris sel Shigella dysenteriae 5,5 mg/kgbb secara intramuskular. G. Hipotesis Fermino yang berisi serbuk cacing tanah memiliki efek antipiretik pada tikus putih galur Wistar yang diinduksi vaksin Campak.

BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG Febris dapat tejadi sebagai respon tubuh terhadap infeksi, endotoksin, reaksi imun serta neoplasma (Guyton, 1994). Penyebab febris di atas akan merangsang polimorfonuklear

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai penanda penyakit (Nelwan, 2006). Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol BAB 1 PENDAHULUAN Demam merupakan suatu gejala adanya gangguan kesehatan, terjadi kelainan pada sistem pengaturan suhu tubuh, sehingga suhu tubuh meningkat melebihi batas normal. Peningkatan suhu tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal, yang dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal, yang dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, perkembangan modifikasi molekul obat di dunia kefarmasian telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh obat atau senyawa baru yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat. Bangsa Indonesia telah lama melakukan berbagai penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran suhu tubuh merupakan salah satu cara yang umum dilakukan untuk mengetahui kesehatan seseorang. Peningkatan suhu tubuh di atas normal yang disebut demam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, pekerjaan semakin sibuk dan berat. Kadang beberapa aktivitas dari pekerjaan memberikan resiko seperti rematik dan nyeri. Nyeri adalah mekanisme

Lebih terperinci

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN Pada periode perkembangan bahan obat organik telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika dan aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT memiliki kekuasaan yang mutlak untuk mengatur dan menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dalam keadaan seimbang. Demikian juga tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Terjadinya Inflamasi Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 16 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Ekstrak buah mahkota dewa digunakan karena latar belakang penggunaan tradisionalnya dalam mengobati penyakit rematik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, sebagian besar penyakit seringkali menimbulkan rasa nyeri. Walaupun nyeri ini sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi serta memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman herbal yang biasanya dijadikan sebagai menjadi tanaman hias. Tanaman patah tulang selain tanaman

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analgesik (obat penghilang rasa nyeri) merupakan suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat meringankan atau menekan rasa nyeri yang timbul tanpa memiliki kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit mata penyebab kebutaan di dunia adalah disebabkan oleh katarak. Pada tahun 1995 dikatakan bahwa lebih dari 80% penduduk dengan katarak meninggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, penyakit dan infeksi yang menyerang pada manusia semakin berkembang dan menjadi salah satu ancaman terbesar dalam kehidupan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Determinasi Bahan Deteminasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dari bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.). Determinasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh karena adanya kontraksi otot

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udema (Inflamasi) Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan jaringan. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada Bab 1 ini akan dipaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis, dan manfaat penelitian yang dilakuakan. 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Makanan mengandung banyak lemak dan kolesterol tinggi yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan penumpukan zat-zat tersebut dalam tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

Gambar 1.2. Struktur molekul Asam O-(4-klorobenzoil) Salisilat (Rendy,2006)

Gambar 1.2. Struktur molekul Asam O-(4-klorobenzoil) Salisilat (Rendy,2006) BAB 1 PENDAHULUAN Seringnya rasa sakit atau nyeri yang dirasakan manusia menyebabkan sangat dibutuhkan obat yang lebih poten untuk mengatasi gejala yang timbul. Seiring dengan perkembangan zaman, para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam mungkin merupakan tanda utama penyakit yang paling tua dan

BAB I PENDAHULUAN. Demam mungkin merupakan tanda utama penyakit yang paling tua dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam mungkin merupakan tanda utama penyakit yang paling tua dan paling umum diketahui dan merupakan suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka adalah hilangnya atau rusaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang kurang menentu, secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya, serta mempengaruhi kesehatan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengembangan turunan asam salisilat dilakukan karena asam salisilat populer di masyarakat namun memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam penggunaannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sensitivitas terhadap nyeri. Ekspresi COX-2 meningkat melalui mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. sensitivitas terhadap nyeri. Ekspresi COX-2 meningkat melalui mekanisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radang atau inflamasi adalah respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk mengurangi, menghancurkan atau

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa.

Menurut Hansch, penambahan gugus 4-tersier-butilbenzoil dapat mempengaruhi sifat lipofilisitas, elektronik dan sterik suatu senyawa. BAB 1 PEDAHULUA Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Perkembangan ini terjadi di segala bidang, termasuk bidang farmasi. Hal ini tampak dengan munculnya berbagai produk obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat alami yang digunakan oleh masyarakat semuanya bersumber dari alam. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti tumbuhan maupun

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci