TREN PEMBELAJARAN SASTRA: TELAAH MODEL PEMBELAJARAN DALAM PENELITIAN MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TREN PEMBELAJARAN SASTRA: TELAAH MODEL PEMBELAJARAN DALAM PENELITIAN MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN"

Transkripsi

1 TREN PEMBELAJARAN SASTRA: TELAAH MODEL PEMBELAJARAN DALAM PENELITIAN MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN Ika Afika Aria Swastika (1) Wahyudi Siswanto (2) Ida Lestari (3) Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang ABSTRAK: Tujuan penelitian ini mendeskripsikan: (1) model pembelajaran sastra yang digunakan mahasiswa Universitas Negeri Malang, (2) permasalahan pembelajaran sastra dan bagaimana solusinya. Data dikumpulkan dengan teknik matriks analisis isi dan dianalisis dengan metode kualitatif analisis isi. Hasil penelitian (1) model pembelajaran sastra antara lain, model RKPL, strategi Imajinasi, metode Ekspresif, teknik Pengadilan, dan model Snowball Throwing; (2) permasalahan pembelajaran sastra antara lain, pembelajaran berpusat pada guru dan guru belum menerapkan model pembelajaran yang ada. Solusi permasalahan antara lain mengubah pola pikir guru tentang pembelajaran sastra dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Kata kunci: pembelajaran sastra, model pembelajaran, metode pembelajaran, teknik/strategi pembelajaran ABSTRACT: The aims of research is to describe: (1) literature learning models that used by students of State University of Malang, (2) problems in literature learning and the solutions. Data is collected by content analysis matrix techniques and analized by content analysis methods. Research s result (1) models of literature learning such as RKPL models, strategies Imagine, Expressive methods, techniques Court, and the Snowball Throwing models; (2) problems of literature learning such as teacher-centered learning and the teachers do not implement the existing learning model. The solution s problems such as changing the mindset of teachers' learning about literature and create an enjoyable learning. Keywords: literature learning,learning model, learning method, learning technique/strategy Pelajaran bahasa Indonesia mulai diajarkan pada tingkat SD, SMP, sampai SMA/SMK. Pembelajarannya meliputi empat kegiatan, yaitu menulis, membaca, mendengarkan, dan berbicara. Selain itu, dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, terdapat juga pembelajaran sastra. Selama ini, pembelajaran sastra di sekolah belum berjalan secara optimal. Guru menganggap bahwa mengajarkan materi sastra jauh lebih sulit daripada mengajarkan materi bahasa. Selain itu, siswa terlanjur kurang menyukai karya sastra, sehingga guru mengalami kesulitan untuk mengajarkan sastra. Hal itu menyebabkan pembelajaran sastra terabaikan. Dalam keadaan seperti itu, seharusnya guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa, sehingga minat siswa terhadap pembelajaran sastra dapat meningkat. Sayangnya, guru tetap tidak (1) Ika Afika Aria Swastika adalah mahasiswa S1 sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (2) Wahyudi Siswanto adalah dosen Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (3) Ida Lestari adalah dosen Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

2 mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, bahkan pembelajaran sastra kurang mendapatkan perhatian dari guru. Padahal, sekarang ini telah bermunculan model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran sastra. Pembelajaran sastra dilakukan dalam konteks keterampilan berbahasa yang menggunakan materi sastra, sehingga model pembelajaran mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dapat diterapkan dalam pembelajaran sastra. (Widodo, 2009). Menurut Gani (1988:15), memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman sastra merupakan tujuan utama pengajaran sastra, dengan sasaran akhir: mampu mengapresiasi cipta sastra. Dalam pembelajaran sastra, siswa tidak dituntut untuk menjadi sastrawan yang handal, melainkan diharapkan dapat memiliki pengetahuan sastra, sehingga pengetahuan mereka tidak hanya tentang ilmu kebahasaan, tetapi juga ilmu sastra. Seperti yang dikatakan para ahli, bahwa karya sastra dan ilmu kebahasaan memiliki keterkaitan, sehingga keduanya perlu diajarkan. Dalam pembelajaran, guru perlu menerapkan strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda-beda. Menurut Kemp (dalam Muslich dan Suyono, 2010:2) strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Subana dan Sunarti (2000:16) juga menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah rencana menyeluruh mengenai perbuatan belajar mengajar yang serasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, strategi pembelajaran adalah rencana pembelajaran di kelas yang harus dilakukan guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sifat strategi pembelajaran masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Menurut Subana dan Sunarti (2000:20) metode pembelajaran adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach tertentu. Muslich dan Suyono (2010:3) berpendapat bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, metode pembelajaran adalah cara yang sistematis yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun ke dalam kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran berdasarkan pendekatan atau strategi tertentu. Dalam menerapkan suatu metode pembelajaran, setiap guru memiliki teknik yang berbeda-beda. Subana dan Sunarti (2000:20) menyatakan bahwa teknik adalah daya upaya, usaha, cara yang digunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Muslich dan Suyono (2010:3), teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalnya, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah peserta didik yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah peserta didiknya terbatas. Jadi, teknik pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam kelas untuk mengimplementasikan metode pembelajaran. Penggunaan teknik pada kelas tertentu akan berbeda dengan kelas lainnya meskipun metodenya sama. 2

3 3 Penggunaan teknik pembelajaran harus disesuaikan dengan keadaan siswa dan sekolah. Menurut Chauhan (dalam Subana dan Sunarti, 2000:16) model pembelajaran adalah pola proses belajar-mengajar yang menggambarkan proses penentuan dan penciptaan situasi khusus yang dapat menyebabkan siswa mampu berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Muslich dan Suyono (2010:4) mengatakan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Jadi, model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru yang dapat menyebabkan siswa mampu berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai model pembelajaran sastra pada jenjang SD, SMP, dan SMA yang digunakan mahasiswa Universitas Negeri Malang dalam penelitian tahun Selain itu juga untuk mengetahui permasalahan apa yang dihadapi guru dalam pembelajaran sastra dan bagaimana solusinya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Malang. METODE Penelitian ini didasarkan pada metode penelitian kepustakaan. Data penelitian berupa model pembelajaran sastra yang diterapkan mahasiswa Universitas Negeri Malang dalam skripsi tentang pembelajaran sastra. Sumber data penelitian ini adalah berbagai penelitian pembelajaran sastra pada SD, SMP, dan SMA yang dilakukan mahasiswa Universitas Negeri Malang dalam kurun waktu 21 tahun antara tahun Data penelitian berasal dari skripsi mahasiswa Universitas Negeri Malang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik matriks analisis isi (MAI). Peneliti mencari sumber bahan pustaka kemudian melakukan evaluasi terhadap sumber tersebut dan membuat rangkuman terhadap isi sumber tersebut. Hal yang perlu ada dalam sebuah matrik analisis isi adalah penulis, judul penelitian yang dibaca, deskripsi model, jenjang, dan lokasi penemuan. Data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif analisis isi. Kegiatan analisis dimulai dari pengelompokan dan pengorganisasian, pengodean, serta penginterpretasian dan penyimpulan. HASIL PENELITIAN Pertama, dari keempat puluh lima data penelitian ini telah dihasilkan model pembelajaran sastra yang digunakan mahasiswa S1 Universitas Negeri Malang dalam penelitian untuk meningkatkan keterampilan bersastra. Modelmodel pembelajaran tersebut telah dikelompokkan berdasarkan jenis karya sastra. Model pembelajaran puisi adalah model RKPL (Rencanakan, Kerjakan, Pelajari, Lakukan), strategi PAIKEM, model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL), teknik Rekonstruksi Parsial Cerpen, strategi B-G-T (Baca-Gunting-Tempel), teknik Pemodelan, teknik Temporari, strategi Tandur, strategi Formula, strategi Imajinasi, strategi Peta Pikiran, teknik Merespon Puisi Model, strategi Jendela Pikiran, teknik Membaca Kreatif, dan strategi Enam-M. Model pembelajaran cerpen adalah metode Ekspresif, strategi

4 4 T-O-K (Tiru-Olah-Kembangkan), metode Belanja Gambar Berangkai, teknik Pengadilan, strategi 3M, metode Bermain Peran, metode Dua Tinggal Dua Bertamu, strategi Peta Pikiran, strategi Domino, strategi Bongkar Pasang, metode Peta-Pikiran, metode Tim Investigasi, dan teknik Pengelompokan. Model pembelajaran cerita rakyat, dongeng, dan hikayat adalah model Melempar Bola Salju, model Terapi Senam Telinga, teknik Mencatat dan Menukar Informasi, dan metode Siklus Pembelajaran. Model pembelajaran novel adalah strategi Lingkaran Sastra, model Jigsaw, metode Penilaian Sejawat, strategi Memusatkan Perhatian dan Membandingkan, dan metode Analisis Wacana Kritis. Model pembelajaran drama adalah teknik Bermain Drama, teknik Pemodelan, strategi Konversi Cerpen, dan strategi Pemodelan Transformasi Cerpen. Kedua, Ditemukan lima permasalahan yang umumnya dihadapi guru. Permasalahan pertama yaitu pembelajaran monoton dan sangat membosankan karena hanya berpusat pada guru. Permasalahan kedua adalah kemampuan membaca, mengapresiasi karya sastra, dan minat belajar siswa terhadap sastra masih rendah. Permasalahan ketiga adalah guru belum menerapkan model-model pembelajaran yang bervariatif dalam KTSP, guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Permasalahan kelima adalah media untuk pembelajaran sastra kurang bervariasi dan hanya berkisar pada buku teks. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan model pembelajaran yang telah ditemukan dan dengan cara mengubah pola pikir guru yang salah tentang pembelajaran sastra. Jika hal-hal di atas dapat dilakukan dengan baik, pembelajaran sastra juga akan terasa menyenangkan. Siswa tidak akan lagi menganggap pembelajaran sastra sebagai beban. PEMBAHASAN Model Pembelajaran Sastra Dalam penelitian ini ditemukan berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran sastra, seperti model Jigsaw, model RKPL, teknik Bermain Drama, dan model Bermain Peran. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang digunakan oleh mahasiswa Universitas Negeri Malang telah dipilah-pilah dan dikelompokkan berdasarkan jenjang pendidikan dan jenis karya sastra. Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa ternyata satu model pembelajaran dapat digunakan pada pembelajaran berbagai macam karya sastra. Misalnya, metode Pemodelan dapat digunakan dalam pembelajaran menulis puisi, menulis cerpen, membacakan cerpen, meresensi novel, bahkan pembelajaran drama. Hanya saja dalam penerapannya, model pembelajarab tersebut harus dimodifikasi sesuai dengan pembelajaran karya sastra tertentu. Itulah tugas guru, memodifikasi model pembelajaran sastra agar pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan. Dari keempat puluh lima data penelitian, terdapat berbagai macam modifikasi model pembelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran sastra, sehingga terdapat berbagai macam model. Padahal sebenarnya semua itu merupakan modifikasi dari satu model pembelajaran. Walaupun satu model dapat digunakan untuk pembelajaran berbagai macam karya sastra, guru hendaknya tetap selektif dan menyesuaikan model yang dipilih dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai, sehingga pemodifikasian yang dilakukan juga akan tepat. Ketika akan menggunakan model pembelajaran tertentu, guru hendaknya

5 5 menyesuaikannya dengan kompetensi yang ingin dicapai, kondisi siswa, kondisi guru, dan kondisi sekolah. Sebaiknya, guru juga memperhitungkan keterbatasan waktu pembelajaran. Jangan sampai menerapkan model pembelajaran yang membutuhkan waktu lebih dari dua kali pertemuan, seperti model Terapi Senam Telinga. Model tersebut dapat diterapkan, tetapi hanya sebagai pengetahuan untuk siswa, yang bisa mereka gunakan untuk latihan di rumah, sehingga waktu pembelajaran tidak hanya digunakan untuk menerapkan model tersebut. Perbedaan Istilah pada Pemodelan Dalam penelitian ini juga ditemukan adanya perbedaan pemberian nama pada pemodelan, yaitu teknik pemodelan dan strategi pemodelan. Padahal pemodelan merupakan metode menurut Muslich dan Suyono (2010:3), metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pemodelan tidak dikatakan sebagai strategi karena pemodelan bukan lagi hanya sebuah rencana pembelajaran. Pemodelan juga tidak dikatakan sebagai teknik karena teknik adalah cara guru menyampaikan metode. Teknik setiap guru dalam menyampaikan metode akan berbeda-beda. Bergantung pada kondisi sekolah, guru, dan siswa. Pemodelan merupakan metode karena pemodelan bukan lagi sebuah rencana, tetapi merupakan cara untuk menerangkan sebuah pengetahuan kepada siswa yang sudah dilaksanakan di kelas. Cara guru memberi contoh pasti akan berbeda-beda. Pembelajaran Drama Selain hal di atas, peneliti juga menemukan bahwa dari sekian banyak sumber data tentang penelitian pembelajaran sastra yang ada di perpustakaan Universitas Negeri Malang, penelitian tentang pembelajaran drama masih sedikit. Pembelajaran drama yang lebih banyak diteliti adalah pembelajaran menulis naskah drama, sedangkan pembelajaran bermain peran hanya sedikit. Fakta di lapangan memang menyebutkan bahwa pembelajaran drama di sekolah tidak dilaksanakan dengan benar. Saat pembelajaran drama, guru hanya mengajarkan membaca naskah drama. Setelah itu, siswa diminta untuk menganalisis unsurunsur pembangun naskah drama. Pembelajaran terhenti sampai di situ saja dan guru telah mendapatkan nilai pembelajaran drama. Padahal ada banyak kompetensi dasar pada pembelajaran drama. Seperti yang diketahui, kompetensi bermain peran dan kompetensi menulis naskah drama tidak diajarkan guru secara maksimal. Namun kenyataannya, penelitian yang ada hanya pembelajaran menulis naskah drama. Pembelajaran bermain peran juga kurang diminati mahasiswa Universitas Negeri Malang untuk dijadikan objek penelitian. Padahal sebenarnya semua kompetensi dasar yang ada pada pembelajaran drama itu harus diajarkan kepada siswa. Endraswara (2005:187) menyatakan bahwa pembelajaran sastra di sekolah telah lama terasa kurang mengenai sasaran. Permasalahannya tentu saja mengenai strategi guru dalam mengajarkan karya sastra. Pembelajaran drama hanya berkutat pada pemahaman naskah drama. Padahal hal tersebut hanya akan membuat siswa semakin jauh dengan drama. Kedudukan pembelajaran drama juga sama pentingnya dengan kedudukan karya sastra lain. Oleh karena itu, guru seharusnya juga bisa mengajarkan drama

6 6 sebaik mengajarkan karya sastra lain. Jika guru menganggap tidak terlalu menguasai drama, seharusnya guru lebih banyak mempelajari materi apa yang harus diajarkan pada pembelajaran drama. Jadi tidak hanya mengajarkan teori drama. Kecanggihan teknologi memberikan kemudahan bagi guru untuk memperoleh media dan materi pembelajaran drama. Seharusnya guru dapat memanfaatkan itu semua dengan baik, sehingga dapat mengubah perilaku dalam mengajarkan drama. Perlu disadari, memang pembelajaran drama tidak semata-mata bertujuan untuk mendidik atau mencetak subjek didik menjadi dramawan ataupun aktor drama, melainkan lebih ke arah pengalaman berapresiasi drama. Bekal apresiasi itu akan memupuk minat subjek didik untuk menghargai dan selanjutnya memiliki selera positif terhadap drama (Basuki dalam Endraswara, 2005:187). Dengan begitu, guru tidak perlu terlalu bersusah payah untuk mendidik siswanya agar bermain peran dengan sempurna, mirip aktor profesional yang tengah berakting di atas panggung. Siswa cukup diperkenalkan bagaimana caranya bermain peran yang baik, sehingga pembelajaran drama tidak membosankan bagi mereka. Endraswara (2005:187) mengatakan bahwa banyak sekolah yang mengajarkan drama seperti mengajarkan prosa. Guru hanya menceritakan kisah dalam naskah drama. hal seperti itu saja sudah cukup menjauhkan siswa dari pemahaman tentang drama, apalagi jika guru sampai tidak mengajarkan karya sastra drama dengan alasan keterbatasan jam pelajaran. Siswa juga tidak akan dapat memahami drama dengan baik jika guru hanya menitikberatkan pada puisi atau prosa. Padahal pembelajaran drama turut berperan dalam mengubah afektif manusia menjadi manusia yang lebih berbudaya. Seperti pendapat Endraswara di atas, pembelajaran drama memiliki peran penting dalam mengubah afektif manusia. Pembelajaran drama tidak sekedar pembelajaran tentang teori drama dan menulis naskah saja, tapi lebih menekankan pada mengapresiasi drama, sehingga siswa akan memiliki kecintaan terhadap karya sastra drama. Dengan begitu, mulai sekarang perilaku para pendidik dalam mengajarkan karya sastra harus segera diubah. Apalagi dengan adanya model, metode, teknik, dan strategi pembelajaran yang menyenangkan. Guru dapat menerapkan semua itu dalam pembelajaran sastra, sehingga pembelajaran sastra tidak hanya berkutat pada teori, namun lebih mengajak siswa untuk dapat mengapresiasi karya sastra dengan baik dan mampu memahami makna yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Permasalahan Pembelajaran Sastra dan Solusinya Pembelajaran sastra yang selama ini diabaikan oleh guru dan ditakuti oleh siswa, tentunya memiliki permasalahan. Permasalahan itulah yang menghambat suksesnya pembelajaran sastra di sekolah. Dalam permbelajaran sastra, umumnya guru, siswa, dan kelengkapan media pembelajaranlah yang menjadi permasalahan. Dalam penelitian ini, telah ditemukan permasalahan yang ada dalam pembelajaran sastra berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Malang. Permasalahan pertama yaitu pembelajaran monoton dan sangat membosankan karena hanya berpusat pada guru. Dalam pembelajaran sastra, guru lebih banyak berceramah di depan siswa-siswanya mengenai suatu karya sastra. Guru selalu mendongeng mengenai apa itu karya sastra,

7 7 menjelaskan ciri-cirinya, menunjukkan contohnya, lalu siswa diperintah untuk mengerjakan soal yang ada di buku teks. Guru tidak bisa mencapai kompetensi dasar yang ada dalam standar isi. Karena itulah pembelajaran sastra semakin membosankan bagi siswa. Siswa hanya diperintahkan untuk mengerjakan latihan yang ada dalam buku teks. Permasalahan kedua adalah kemampuan membaca, mengapresiasi karya sastra, dan minat belajar siswa terhadap sastra masih rendah. Hal itu disebabkan oleh kurangnya motivasi guru agar siswa menyenangi karya sastra. Rahmanto (1988: 69) mengatakan bahwa: Guru yang bijaksana biasanya mempunyai banyak cara bukan hanya menumbuhkan minat baca, tapi juga memelihara dan mengembangkannya. Dalam hal ini, guru harus bisa mengarahkan siswa untuk bisa menyenangi karya sastra, sehingga siswa bisa merasa bahwa membaca, khususnya membaca karya sastra adalah suatu kebutuhan, bukan karena adanya tugas mata pelajaran bahasa Indonesia untuk mengisi nilai pada rapornya. Jika siswa sudah menyenangi karya sastra, dengan sendirinya minatnya untuk mempelajari dan mendiskusikan karya sastra akan tumbuh. Permasalahan ketiga adalah guru belum menerapkan model-model pembelajaran yang bervariatif dalam KTSP, guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Seperti yang telah dibahas di atas, guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Hal itu membuat pengetahuan siswa terhadapa karya sastra menjadi minim. Ketika siswa seharusnya belajar menulis karya sastra, guru justru memintanya mengerjakan soal di buku teks, atau guru hanya meminta siswa menulis sebuah karya sastra tanpa diberi contoh bagaimana cara menulis karya sastra yang baik. Setelah siswa mengumpulkan tugasnya, guru tidak memberikan evaluasi lebih lanjut, sehingga itu hanya selesai sebagai tugas semata, bukan sebagai sebuah pengetahuan. Permasalahan keempat adalah dalam pembelajaran apresiasi sastra, apresiasi hanya terbatas pada tema, tokoh dan penokohan, serta alur. Kenyataan di lapangan memang menyebutkan bahwa guru hanya meminta siswa menganalisis dan mengapresiasi ketiga unsur intrinsik karya sastra tersebut. Bahkan, siswa terkadang tidak tahu bagaimana caranya menemukan tema. Mereka tidak mengerti apa itu tema. Mereka hanya memiliki pemahaman bahwa tema sebuah cerita hanya terdiri dari satu kata, sehingga ketika mereka diminta untuk mengapresiasi tema, mereka hanya akan berpendapat bahwa temanya bagus, temanya jelek, atau temanya sudah biasa. Hal itu disebabkan oleh kurangnya penjelasan dari guru mengenai unsur pembangun karya sastra, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsisk. Karena itulah, pengetahuan siswa mengenai karya sastra akan sangat kurang dan mereka juga akan tidak mampu mengapresiasi seluruh unsur pembangun karya sastra secara baik. Permasalahan kelima adalah media untuk pembelajaran sastra kurang bervariasi dan hanya berkisar pada buku teks. Tidak lengkapnya media pembelajaran sastra di sekolah selalu dijadikan permasalahan yang menghambat pembelajaran sastra di sekolah. Perpustakaan yang tidak menyediakan buku-buku sastra secara lengkap selalu dianggap penyebab utama kurangnya minat belajar siswa terhadap karya sastra. Selain itu, adanya kecenderungan guru untuk selalu

8 8 berpijak pada buku teks juga menjadi permasalahan dalam pembelajaran sastra. Guru sepertinya enggan menyediakan karya sastra lain yang lebih diminati siswa untuk dibahas di kelas. Guru lebih suka meminta siswa untuk membaca karya sastra yang ada dalam buku teks. Padahal belum tentu karya sastra yang ada dalam buku teks tersbut diminati oleh siswa. Jika mereka sudah tidak memiliki ketertarikan terhadap karya sastra, maka kemampuan mereka untuk mengapresiasi juga akan kurang. Djojosuroto (2006: 76) mengatakan bahwa: Pembelajaran sastra sejak dulu sampai sekarang, selalu menjadi permasalahan. Tentu saja permasalahan yang bersifat klasik. Umumnya, yang selalu dikambinghitamkan adalah guru yang tidak menguasai sastra, murid-murid yang tidak apresiatif, dan buku-buku penunjang yang tidak tersedia di sekolah. Padahal pembelajaran sastra tidak perlu dipermasalahkan jika seorang guru memiliki strategi atau kiat-kiat yang dapat dijadikan alternatif. Dari pendapat Djojosuroto di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sastra tidak akan menjadi masalah jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang tidak membosankan dengan menerapkan model pembelajaran. Misalnya, untuk mengajarkan siswa agar bisa menulis puisi dengan baik, guru dapat memanfaatkan teknik Rekonstruksi Parsial Cerpen. Dalam pembelajaran membacakan cerpen, guru dapat memanfaatkan teknik Pengadilan. Selain hal di atas, untuk menunjang keberhasilan pembelajaran sastra di sekolah, tentunya sekolah harus turut berperan, yaitu dengan cara menyediakan media pembelajaran sastra yang memadai. Perpustakaan sekolah harus dilengkapi dengan buku-buku sastra. Dalam menyediakan buku-buku sastra, hendaknya staf perpustakaan selektif dan memperhatikan selera siswa. Novel, kumpulan puisi, kumpulan cerpen, maupun naskah drama yang dipilih janganlah yang berjaya di masa lampau, melainkan karya sastra yang kini tengah marak dibicarakan. Dengan begitu, keengganan siswa untuk membaca karya sastra juga sedikit demi sedikit akan hilang. Mereka akan mulai menyukai karya sastra karena memang karya sastra tersebut sesuai dengan pola pikir mereka. Guru juga hendaknya berusaha menciptakan pembelajaran yang menarik dengan tidak hanya bergantung pada buku teks dan perpustakaan saja. Guru harus kreatif agar siswa memiliki minat untuk belajar sastra. Guru dapat memanfaatkan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah berkembang sejauh ini. Guru dapat menyediakan karya sastra yang sesuai dengan selera siswa untuk dibahas di kelas. Dengan demikian, sedikit demi sedikit kemampuan apresiasi siswa terhadap karya sastra juga akan meningkat. Siswa akan bisa karena mereka terbiasa. Jika siswa sudah menyenangi karya sastra, mereka juga tidak akan jemu pada pembelajaran sastra. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran sastra. Pada pembelajaran puisi terdapat model RKPL (Rencanakan, Kerjakan, Pelajari,

9 Lakukan), strategi PAIKEM, model Pembelajaran Kontekstual, teknik Rekonstruksi Parsial Cerpen, strategi B-G-T (Baca-Gunting-Tempel), teknik Pemodelan, teknik Temporari, strategi Tandur, strategi Formula, strategi Imajinasi, strategi Peta Pikiran, teknik Merespon Puisi Model, strategi Jendela Imajinasi, teknik Membaca Kreatif, dan strategi Enam-M. Pada pembelajaran cerpen terdapat metode Ekspresif, strategi T-O-K (Tiru-Olah-Kembangkan), metode Belanja Gambar Berangkai, teknik Pengadilan, strategi 3M, metode Bermain Peran, metode Dua Tinggal Dua Bertamu, strategi Peta Pikiran, strategi Domino, strategi Bongkar Pasang, metode Peta-Pikiran, metode Tim Investigasi, dan teknik Pengelompokan. Pada pembelajaran cerita rakyat, dongeng, dan hikayat terdapat model Melempar Bola Salju, model Terapi Senam Telinga, teknik Mencatat dan Menukar Informasi, dan metode Siklus Pembelajaran. Pada pembelajaran novel terdapat strategi Lingkaran Sastra, model Jigsaw, metode Penilaian Sejawat, strategi Memusatkan Perhatian dan Membandingkan, dan metode Analisis Wacana Kritis. Pada pembelajaran drama terdapat teknik Bermain Drama, teknik Pemodelan, strategi Konversi Cerpen, dan strategi Pemodelan Transformasi Cerpen. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa ternyata tidak semua model dapat digunakan dalam pembelajaran sastra. Ketika akan menerapkan model pembelajaran tertentu, guru hendaknya menyesuaikannya dengan kompetensi yang ingin dicapai, kondisi siswa, kondisi guru, dan kondisi sekolah. Guru juga hendaknya memperhitungkan keterbatasan waktu pembelajaran. Jangan sampai menerapkan model pembelajaran yang membutuhkan waktu lebih dari dua kali pertemuan. Selain itu, beberapa model pembelajaran digunakan para mahasiswa Universitas Negeri Malang sebenarnya merupakan modifikasi dari model pembelajaran yang telah ada. Satu model pembelajaran dapat digunakan dalam pembelajaran berbagai macam karya sastra. Dalam penelitian ini juga ditemukan adanya perbedaan pemberian nama pada pemodelan, yaitu teknik pemodelan dan strategi pemodelan. Padahal pemodelan merupakan metode karena pemodelan bukan lagi sebuah rencana, tetapi merupakan cara untuk menerangkan sebuah pengetahuan kepada siswa yang sudah dilaksanakan di kelas. Cara guru memberi contoh pasti akan berbeda-beda. Selain itu, juga tampak bahwa pembelajaran drama masih mendapat posisi paling belakang dalam pembelajaran sastra. Penelitian tentang pembelajaran drama masih sedikit. Kompetensi dalam pembelajaran drama yang banyak digunakan dalam penelitian adalah pembelajaran menulis naskah drama, sedangkan kompetensi bermain peran kurang begitu diperhatikan. Terdapat lima permasalahan pembelajaran sastra yang umumnya dihadapi guru. Permasalahan pertama yaitu pembelajaran monoton dan sangat membosankan karena hanya berpusat pada guru. Permasalahan kedua adalah kemampuan membaca, mengapresiasi karya sastra, dan minat belajar siswa terhadap sastra masih rendah. Permasalahan ketiga adalah guru belum menerapkan model-model pembelajaran yang bervariatif dalam KTSP, guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan. Permasalahan kelima adalah media untuk pembelajaran sastra kurang bervariasi dan hanya berkisar pada buku teks. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan model yang telah ditemukan dan dengan cara mengubah pola pikir guru yang salah tentang pembelajaran sastra. Jika hal-hal di atas dapat dilakukan dengan baik, 9

10 10 pembelajaran sastra juga akan terasa menyenangkan. Siswa tidak akan lagi menganggap pembelajaran sastra sebagai beban. Saran Berdasarkan penelitian tentang model pembelajaran sastra yang diterapkan mahasiswa Universitas Negeri Malang pada penelitian tahun , guru disarankan menerapkan hasil penelitian ini dalam pembelajaran sastra.. Bahkan jika memungkinkan, guru hendaknya berusaha menciptakan inovasi baru dalam pembelajaran berupa temuan model pembelajaran. Peneliti pendidikan hendaknya semakin giat dalam menciptakan terobosan baru dalam dunia pendidikan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengembangkan model pembelajaran sastra. DAFTAR RUJUKAN Djojosuroto, K Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya. Yogyakarta: Penerbit Pustaka. Endraswara, S Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Buana Pustaka. Gani, R Pengajaran Sastra Indonesia: Respon dan Analisis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Muslich, M & Suyono Aneka Model Pembelajaran Membaca dan Menulis. Malang: A3 (Asah Asih Asuh). Rahmanto Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Subana, M & Sunarti Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. Widodo, R Model Pembelajaran Sastra, (online), ( diakses 14 Februari 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa terus dilakukan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa terus dilakukan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa terus dilakukan, salah satunya adalah dari segi pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan terus diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa yang harus dilaksanakan oleh guru. Guru harus dapat melaksanakan pembelajaran sastra dengan menarik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan penting untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi. Dengan mempelajari bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengajaran berbahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan pengajaran keterampilan-keterampilan berbahasa, bukan pengajaran tentang berbahasa. Keterampilan-keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis.

BAB I PENDAHULUAN. menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah terlepas dari kegiatan menulis. Kemampuan menulis dapat diaplikasikan sebagai pengetahuan yang harus dimiliki seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan biaya yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa dalam kegiatan pembelajaran. Bagi peserta didik yang sedang menuntut ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membaca tidak hanya sekadar memandangi lambang-lambang tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membaca tidak hanya sekadar memandangi lambang-lambang tertulis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca tidak hanya sekadar memandangi lambang-lambang tertulis, tetapi juga memahami materi yang dibaca sehingga lambang-lambang bacaan yang dilihat menjadi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DRAMA BERDASARKAN ANEKDOT MELALUI TEKNIK LATIHAN TERBIMBING. Wiji Lestari

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DRAMA BERDASARKAN ANEKDOT MELALUI TEKNIK LATIHAN TERBIMBING. Wiji Lestari Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16, No. 3, Juli 2015 ISSN 2087-3557 SMP Negeri 2 Wonokerto Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ke jenjang menengah itu, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ke jenjang menengah itu, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah merupakan turunan dari pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pelajaran bahasa Indonesia selain belajar mengenai tata bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perihal karakter dan implementasi kurikulum, membuat para pemerhati pendidikan berpikir serta berupaya memberikan konstribusi yang diharapkan dapat bermakna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN UNSUR INSTRINSIK DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TAWANGSARI TAHUN AJARAN 2008/ 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis naskah drama merupakan salah satu kegiatan atau bentuk dari keterampilan menulis sastra. Keterampilan menulis naskah drama tidak datang dengan sendirinya,

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI KELAS X3 SMAN 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Oleh: Hardani Endarwati

Lebih terperinci

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN MENGAJARKAN SASTRA Tiurnalis Siregar Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Karya Sastra merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia ada dua materi yang harus disampaikan oleh pengajar yaitu materi kebahasaan dan materi kesastraan. Materi kebahasaan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu, pelajaran

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN SAWOJAJAR V KOTA MALANG Dwi Sulistyorini Abstrak: Dalam kegiatan pembelajaran menulis, siswa masih banyak mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah adalah siswa memiliki keterampilan berbahasa Indonesia, pengetahuan yang memadai mengenai penguasaan struktur bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai peristiwa yang sarat dengan nilai-nilai moral yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai peristiwa yang sarat dengan nilai-nilai moral yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kunci bagi seseorang dalam mencapai kehidupan yang sukses. Pendidikan bukan sekedar proses membekali siswa dengan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Djamarah dan Zain (2006:76), menyatakan Sebagai salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Djamarah dan Zain (2006:76), menyatakan Sebagai salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar adalah tercapainya tujuan pembelajaran. Apa pun yang termasuk perangkat program pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu keterampilan bersastra adalah keterampilan menulis. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu keterampilan bersastra adalah keterampilan menulis. Selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu keterampilan bersastra adalah keterampilan menulis. Selain sebagai salah satu keterampilan bersastra, menulis juga dikenal sebagai salah satu keterampilan

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Dengan bahasa, orang berpikir. Dengan bahasa, orang merasa. Pikiran dan perasaan diekspresikan dengan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 JATIPURO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008/ 2009

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 JATIPURO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008/ 2009 PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 JATIPURO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008/ 2009 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara sadar dapat mengembangkan aspek potensial dalam dirinya terhadap. sehingga Allah meninggikan kedudukannya beberapa derajat.

BAB 1 PENDAHULUAN. secara sadar dapat mengembangkan aspek potensial dalam dirinya terhadap. sehingga Allah meninggikan kedudukannya beberapa derajat. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya dalam memberdayakan suatu bangsa adalah melalui pendidikan. Sebagai ujung tombak perubahan, pendidikan mempunyai peranan untuk mengoptimasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah atas pada dasarnya memberikan ruang yang luas kepada siswa untuk dapat mengoptimalkan berbagai potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan menjadi hal yang sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan menjadi hal yang sangat fundamental bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi hal yang sangat fundamental bagi kehidupan sesorang, dengan pendidikan yang baik maka akan baik pula pola pikir dan sikap sesorang. Pendidikan

Lebih terperinci

Games Book sebagai Media Peningkatan Minat Baca pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kelas Tinggi

Games Book sebagai Media Peningkatan Minat Baca pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kelas Tinggi Vol 1 No 1 (2017) 27-33 Indonesian Journal of Primary Education Games Book sebagai Media Peningkatan Minat Baca Acep Saepul Rahmat Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta acepsaepulrahmat@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan kebudayaan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 PANTAI CERMIN KABUPATEN SOLOK ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING SISWA KELAS X AK 1 SMK MUHAMMADIYAH 2 KARANGANYAR TAHUN DIKLAT 2008/2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik ditingkat lokal, nasional, maupun global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses yang mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses yang mampu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses yang mampu mentransformasikan nilai-nilai, pengetahuan, teknologi, dan keterampilan. Dalam hal ini, yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan 1 BAB I PENDAHULUAN peserta didik agar dapat mengenali siapa dirinya, lingkungannya, budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan perasaannya. Penggunaan bahan ajar yang jelas, cermat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Anonim 2008). pembelajaran saat pembelajaran berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Anonim 2008). pembelajaran saat pembelajaran berlangsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) universitas juga diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) universitas juga diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran bahasa Indonesia diajarkan kepada siswa mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan di universitas juga diberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu negara ditentukan oleh masyarakatnya karena produk dari pendidikan itu sendiri adalah

Lebih terperinci

THE STUDENTS ABILITY IN WRITING SCRIPT AT THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP NEGERI 36 PEKANBARU.

THE STUDENTS ABILITY IN WRITING SCRIPT AT THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP NEGERI 36 PEKANBARU. THE STUDENTS ABILITY IN WRITING SCRIPT AT THE EIGHTH GRADE STUDENTS OF SMP NEGERI 36 PEKANBARU. Sinar Ilfat Nursal Hakim Charlina sinarilfat@ymail.com 0853555523813 Education of Indonesian Language and

Lebih terperinci

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Bahasa Indonesia perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia.Pembelajaran sastra membuat peserta didik dapat menumbuh kembangkan akal budinya melalui

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA Kompetensi Utama Pedagogik St. Inti/SK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia merupakan salah satu pokok yang wajib dipelajari dan diajarkan di sekolah-sekolah, pelajaran bahasa Indonesia juga merupakan

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, karena dengan dunia pendidikan manusia dapat meningkatkan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengarkan adalah salah satu komponen kecakapan yang dimiliki oleh seseorang ketika mereka memiliki kecakapan interpersonal skills yang baik. Sebuah komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh siswa. Sastra terbagi menjadi beberapa jenis misalnya puisi, cerpen, novel,

BAB I PENDAHULUAN. oleh siswa. Sastra terbagi menjadi beberapa jenis misalnya puisi, cerpen, novel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Sastra terbagi menjadi beberapa jenis misalnya puisi, cerpen, novel, roman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum adalah agar (1) peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelangsungan berbahasa Indonesia. Termasuk di dalam kegiatan pelangsungan berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. pelangsungan berbahasa Indonesia. Termasuk di dalam kegiatan pelangsungan berbahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya pembelajaran bahasa harus mencakup sebanyak mungkin kegiatan pelangsungan berbahasa Indonesia. Termasuk di dalam kegiatan pelangsungan berbahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Supaya perubahan pada peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan pengajaran sastra yang tercantum dalam kurikulum pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan tentang sastra

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar NASKAH PUBLIKASI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA SISWA KELAS III SD NEGERI SEPAT 2 SRAGEN TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN TEKNIK THINK-TALK-WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF

2015 PENERAPAN TEKNIK THINK-TALK-WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Semi (2007, hlm. 14) menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Menulis adalah keterampilan berbahasa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu

I. PENDAHULUAN. Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Warna lokal adalah kelokalitasan yang menggambarkan ciri khas dari suatu daerah dalam karya sastra. Warna lokal yang dibangun dengan istilah atau ungkapan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah hasil karya kreatif yang objeknya adalah manusia dan segala alur

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah hasil karya kreatif yang objeknya adalah manusia dan segala alur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah hasil karya kreatif yang objeknya adalah manusia dan segala alur kehidupannya mulai dari dalam kandungan hingga mati. Sebagai subjek penelitian, karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra di dunia pendidikan kita bukanlah sesuatu yang populer. Sastra dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra di dunia pendidikan kita bukanlah sesuatu yang populer. Sastra dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra di dunia pendidikan kita bukanlah sesuatu yang populer. Sastra dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI METODE SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pada Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Karangmalang Sragen) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbatas oleh usia, ruang, dan waktu. Dalam situasi dan kondisi apapun apabila

BAB I PENDAHULUAN. terbatas oleh usia, ruang, dan waktu. Dalam situasi dan kondisi apapun apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan selalu terjadi adanya proses belajar mengajar, baik itu disengaja maupun tidak disengaja, baik disadari maupun tidak disadari. Belajar tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan menulis seseorang akan mampu mengungkapkan segala pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan menulis seseorang akan mampu mengungkapkan segala pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan salah satu dari empat kompetensi dasar berbahasa, melalui kegiatan menulis seseorang akan mampu mengungkapkan segala pikiran dan perasaannya

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Ruang lingkup Ekonomi tersebut merupakan cakupan yang amat luas, sehingga dalam proses pembelajarannya harus dilakukan bertahap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan bagi perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan bagi perkembangan pendidikan. Mempelajari bahasa Indonesia, berarti ikut serta menjaga dan melestarikan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Tematik merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek ketermpilan, yaitu mendengar,

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek ketermpilan, yaitu mendengar, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek ketermpilan, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut merupakan aspek yang terintegrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh

KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA. Oleh KEMAMPUAN MEMPROSAKAN PUISI KEPADA ADIK-ADIKKU KARYA ARIFIN C. NOOR SISWA SMA Oleh Icha Meyrinda Ni Nyoman Wetty S. Mulyanto Widodo Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan e-mail : ichameyrinda@yahoo.com

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK MENULIS FIKSI MINI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN

PENERAPAN TEKNIK MENULIS FIKSI MINI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN PENERAPAN TEKNIK MENULIS FIKSI MINI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN Ema Rosalita Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia emarosalita13@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN CTL DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG GAYA KELAS IV SD NEGERI 2 PANJER

PENERAPAN PENDEKATAN CTL DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG GAYA KELAS IV SD NEGERI 2 PANJER PENERAPAN PENDEKATAN CTL DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG GAYA KELAS IV SD NEGERI 2 PANJER Arini Kurniawati 1, Suripto 2, Warsiti 3 1 Mahasiswa PGSD FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAAN. kaidah-kaidah tata bahasa kemudian menyusunnya dalam bentuk paragraf.

BAB I PENDAHULUAAN. kaidah-kaidah tata bahasa kemudian menyusunnya dalam bentuk paragraf. BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tarigan (2008: 3) menyatakan bahwa menulis merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

PENERAPAN TEAM TEACHING PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP ISLAM AL-MA ARIF 01 SINGOSARI KABUPATEN MALANG

PENERAPAN TEAM TEACHING PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP ISLAM AL-MA ARIF 01 SINGOSARI KABUPATEN MALANG PENERAPAN TEAM TEACHING PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP ISLAM AL-MA ARIF 01 SINGOSARI KABUPATEN MALANG Yuni Dwi Utami 1 Wahyudi Siswanto 2 E-mail: dee_utami@rocketmail.com Universitas Negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai berperan penting

I. PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai berperan penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai berperan penting karena matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis, rasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi yang saat ini tengah berlangsung, banyak sekali memunculkan masalah bagi manusia. Manusia dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang saat ini cukup banyak mendapat perhatian. Hal tersebut salah satunya dikarenakan masuknya bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam diri siswa. Orang yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam diri siswa. Orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berbahasa yang baik akan mempermudah berinteraksi dengan orang banyak. Tentunya ini membutuhkan arahan khusus untuk terampil berbahasa. Berdasarkan Standar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Simpulan Penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan minat belajar dan keterampilan menulis teks

BAB V PENUTUP A. Simpulan Penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan minat belajar dan keterampilan menulis teks BAB V PENUTUP A. Simpulan Penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan minat belajar dan keterampilan menulis teks ulasan drama/film dengan media audio visual film pendek pada

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DISCUSSION TEXT BERDASARKAN KONSEP THE GENRE BASED APPROACH PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 1 SURAKARTA

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DISCUSSION TEXT BERDASARKAN KONSEP THE GENRE BASED APPROACH PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 1 SURAKARTA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DISCUSSION TEXT BERDASARKAN KONSEP THE GENRE BASED APPROACH PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 1 SURAKARTA PENELITIAN TINDAKAN KELAS Diajukan Kepada Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Paradigma inilah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Paradigma inilah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang asing bagi kita. Kita mengenal bentuk dan produk bahasa tulis yang akrab dalam kehidupan kita, seperti artikel,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA MELALUI METODE PICTURE AND PICTURE PADA KONSEP DAUR HIDUP

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA MELALUI METODE PICTURE AND PICTURE PADA KONSEP DAUR HIDUP EDUSCOPE, Vol. 1 No. 1 Juli 2015 ISSN : 2460-4844 MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA MELALUI METODE PICTURE AND PICTURE PADA KONSEP DAUR HIDUP Rumini SD Negeri Tanjungrejo rumini@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan

Lebih terperinci