PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM TERPADU KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM TERPADU KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,"

Transkripsi

1 PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM TERPADU KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 63 ayat (1) huruf j dan huruf w, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengendalian dampak perubahan iklim; b. bahwa untuk mengendalikan dampak perubahan iklim dikembangkan program yang mendorong peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Banten tentang Program Terpadu Kampung Iklim. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 3046, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046); 2. Undang-Undang nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);

2 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170); 8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490); 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2012 tentang Program Kampung Iklim (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1068); 10. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Banten Nomor 45); 11. Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Banten Tahun

3 (Berita Daerah Provinsi Banten Tahun 2012 Nomor 38). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR BANTEN TENTANG PROGRAM TERPADU KAMPUNG IKLIM. BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Banten. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Gubernur adalah Gubernur Banten. 5. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada Pemerintah Provinsi Banten. 6. Badan Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disebut BLHD adalah Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten. 7. Kampung adalah wilayah administratif yang terdiri atas rukun warga, dusun atau dukuh, kelurahan atau desa, dan wilayah administratif lain yang dipersamakan dengan itu. 8. Program Terpadu Kampung Iklim adalah upaya yang dilakukan secara terkoordinasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, pemerintahan desa, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka mendorong masyarakat

4 untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan penghargaan terhadap upayaupaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dilaksanakan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah. 9. Adaptasi Perubahan Iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. 10. Mitigasi Perubahan Iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim. Pasal 2 (1) Peraturan Gubernur ini disusun dengan maksud sebagai aksi nyata di tingkat lokal yang dapat berkontribusi terhadap upaya mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendorong upaya adaptasi untuk meningkatkan kapasitas seluruh pihak dalam menghadapi dampak perubahan iklim. (2) Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk memberikan pedoman bagi SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa, Masyarakat, dan Pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan Program Terpadu Kampung Iklim. BAB II PERENCANAAN DAN PEMBINAAN Perencanaan Pasal 3 (1) Perencanaan Program Terpadu Kampung Iklim dilaksanakan secara komprehensif di tingkat Provinsi mengikuti tahapan proses perencanaan dan penganggaran APBD sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Bappeda. (2) Perencanaan Program Terpadu Kampung Iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penentuan sasaran lokasi binaan.

5 (3) BLHD melaksanakan koordinasi perencanaan secara khusus untuk Program Tepadu Kampung Iklim dalam lingkup tingkat Provinsi dan koordinasi perencanaan secara vertikal. (4) Hasil perencanaan Program Terpadu Kampung Iklim tingkat Provinsi menjadi dasar arahan perencanaan Program Terpadu Kampung Iklim tingkat Kabupaten/Kota dan arahan perencanaan tingkat Desa. (5) Hasil Perencanaan dan lokasi binaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dibuat berita acara kesepakatan bersama rencana pelaksanaan pembangunan program terpadu kampung iklim. (6) Tanggung jawab perencanaan sektoral sesuai dengan kewenangan masing-masing SKPD baik pada tingkat Provinsi maupun tingkat Kababupaten/Kota. Pelaksanaan dan Pembinaan Pasal 4 (1) SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya melakukan pembinaan pelaksanaan Program Terpadu Kampung Iklim. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perencanaan; b. koordinasi; c. sosialisasi; d. peningkatan kapasitas; e. pendampingan; f. bimbingan teknis; dan g. pelaksanaan kegiatan fisik. (3) Pelaksanaan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD terkait sesuai kebutuhan kampung. (4) SKPD di Provinsi melaksanakan koordinasi dengan SKPD terkait di Kabupaten/Kota untuk sinkronisasi pembinaan Program Terpadu Kampung Iklim.

6 (5) SKPD terkait di Provinsi mengikutsertakan stakeholder untuk melaksanakan pembinaan dan pembangunan Program Terpadu Kampung Iklim. Pasal 5 Program Terpadu kampung Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan sesuai Pedoman Umum Program Terpadu kampung Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Pasal 6 (1) Gubernur memberikan penghargaan terhadap pelaksanaan Program Terpadu Kampung Iklim. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil penilaian Tim Penilai. (3) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. pengarah; b. tim teknis; c. tim verifikasi; dan d. sekretariat. (4) Tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 7 Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan sesuai pedoman penilaian sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Pasal 8 Pendanaan Perencanaan, Pelaksanaan, Pembinaan, Penilaian dan Penghargaan Program Terpadu Kampung Iklim berasal dari : (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) sumber lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan peraturan perundang-undangan. BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Banten.

7 Ditetapkan di Serang pada tanggal 7 Juni 2016 GUBERNUR BANTEN, ttd Diundangkan di Serang pada tanggal 7 Juni 2016 RANO KARNO SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BANTEN, ttd RANTA SOEHARTA BERITA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2016 NOMOR 43 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, ttd AGUS MINTONO, S.H. M.Si. Pembina Tk I NIP

8 LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM TERPADU KAMPUNG IKLIM PEDOMAN UMUM PROGRAM TERPADU KAMPUNG IKLIM A. Pendahuluan Pemanasan global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di seluruh dunia, pertambahan populasi penduduk, serta pertumbuhan teknologi dan industri. Oleh karena itu peristiwa ini berdampak global. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global terdiri dari konsumsi energi bahan bakar fosil. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahanperubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibatakibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, punahnya berbagai jenis hewan, dan berkurangnya tingkat kenyamanan hunian. Provinsi Banten sebagai daerah industri sangat rentan terhadap pengaruh perubahan iklim. Sebagai Provinsi dengan basis aktifitas ekonomi yang ditopang oleh indutri turut menyumbang terhadap perubahan iklim yang harus dikendalikan. Untuk itu Provinsi Banten harus terlibat dalam program penurunan emisi karbon untuk penurunan gas rumah kaca. Provinsi Banten dapat menjadi pelopor dalam industri hijau, kota hijau, dan diproses dari tingkat paling bawah melalui kampung hijau sebagai program terpadu kampung iklim. Secara eksplisit, kampung iklim adalah kampung hijau yang mengungkapkan sebuah kampung atau kawasan pemukiman yang erat dengan lingkungan dan infrastruktur yang bertujuan sebagai penyeimbang lingkungan. Konsep ini sebagai pendekatan perencanaan tata ruang yang berkelanjutan. Kampung iklim ini diupayakan menjadi tempat tinggal yang tepat bagi penghuninya dalam pengembangan kualitas hidup. Dengan kata lain, Kampung iklim ini berarti Kampung ekologis atau Kampung yang sehat. Konsep Kampung Iklim pada Program Terpadu Kampung Iklim menjadi ekosistem bagi masyarakat berinteraksi dengan lingkungan dan sesama, dalam kualitas hidup yang terjamin dan terkontrol. Pengembangan konsep ini mengedepankan kualitas lingkungan,

9 penambahan ruang terbuka hijau, dan pengimplementasian unsur infrastruktur hijau, sebagai unsur utama kampung iklim. Konsep ini bertujuan untuk menjadikan kampung iklim di Provinsi Banten layak huni dan tetap memperhatikan kesehatan masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari. Kampung iklim yang sehat dapat mewujudkan suatu kondisi kampung yang bersih, aman, nyaman, dan dalam praktiknya dihuni penduduk dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat, melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi sektor terkait, dan sinkron dengan perencanaan kota dan wilayah. Guna menghasilkan sebuah pembangunan kampung iklim yang berkelanjutan dengan mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan dengan kombinasi strategi tata ruang, strategi infrastruktur dan strategi pembangunan sosial, maka diperlukan pembinaan yang terdiri dari kegiatan adaptasi perubahan iklim, mitigasi perubahan iklim dan pemberdayaan kelompok masyarakat yang berkelanjutan berupa: 1. Perencanaan dan rancangan kampung iklim Perencanaan dan rancangan kampung iklim adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep pembangunan kampung iklim yang adaptif terhadap perubahan iklim dan berkelanjutan. 2. Penyediaan ruang terbuka hijau Ruang terbuka hijau adalah salah satu elemen terpenting kampung iklim. Ruang terbuka hijau selain berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika, serta menciptakan iklim mikro yang nyaman, juga bisa berguna sebagai strategi dalam peningkatan ketahanan pangan bagi masyarakat. 3. Manajemen sumber daya air dan kesehatan masyarakat Konsep manajemen sumber daya air bertujuan untuk meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap pendayagunaan, pengusahaan, konservasi, dan pengendalian daya rusak sumber daya air sebagai komponen penting dalam menunjang kehidupan dan kesehatan masyarakat. 4. Bangunan ramah lingkungan Struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan pembangunannya bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan, renovasi bahkan dalam upaya penanggulangan resiko perubahan iklim. Bangunan ramah lingkungan harus bersifat ekonomis, tepat guna, tahan lama, serta nyaman. Bangunan ramah lingkungan dirancang untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim, adaptif terhadap lingkungan dengan penggunaan energi, air, dan lain-lain yang efisien, menjaga kesehatan penghuni serta mampu mengurangi resiko bahaya terhadap penghuni akibat bencana alam dan kerusakan lingkungan. 5. Pengelolaan sampah ramah lingkungan

10 Pengelolaan sampah ramah lingkungan yang berprinsip pada reduce (pengurangan), reuse (penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang). 6. Energi ramah lingkungan Strategi yang fokus pada pengurangan penggunaan energi melalui penghematan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi baru terbarukan, seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik tenaga air, listrik dari emisi methana TPA dan lain-lain. 7. Komunitas ramah lingkungan Strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan pemerintah, kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kampung iklim. Komunitas ramah lingkungan bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata stakeholder dalam pembangunan dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan membuang sampah dan partisipasi aktif masyarakat dalam program-program kampung iklim. Pendataan aksi lokal program terpadu kampung iklim dapat dilaksanakan melalui pendekatan yang bersifat bottom-up, yaitu dengan mendorong berbagai pihak mengumpulkan informasi mengenai kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat dan dapat memberikan manfaat nyata terhadap upaya penanganan perubahan iklim. Pendataan dan pengukuran manfaat tersebut dibatasi pada luasan tertentu dengan menggunakan terminologi Kampung Iklim. Kampung Iklim merupakan lokasi yang masyarakatnya telah melakukan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim secara berkesinambungan. Dalam hal ini kampung adalah wilayah administratif yang terdiri atas rukun warga, dusun atau dukuh, kelurahan atau desa, dan wilayah administratif lain yang dipersamakan dengan itu. Penetapan lokasi kampung iklim dilakukan melalui serangkaian proses penilaian yang dilaksanakan melalui Program Terpadu Kampung Iklim. B. Tujuan Program Terpadu Kampung Iklim dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkannya sehingga seluruh pihak terdorong untuk melaksanakan aksi nyata yang dapat memperkuat ketahanan masyarakat menghadapi perubahan iklim serta memberikan kontribusi terhadap upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal lain yang diharapkan dapat tercapai melalui pelaksanaan Program Terpadu Kampung Iklim adalah: 1. Menumbuhkan Nawacita, kemandirian masyarakat dalam melaksanakan adaptasi perubahan iklim, termasuk menjaga nilai-nilai kearifan lokal yang dapat mendukung upaya penanganan perubahan iklim dan pengendalian kerusakan lingkungan secara umum.

11 2. Menjembatani kebutuhan masyarakat dan pihak-pihak yang dapat memberikan dukungan untuk pelaksanaan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 3. Meningkatkan kerjasama seluruh pihak di tingkat nasional dan daerah dalam memperkuat kapasitas masyarakat untuk melaksanakan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. 4. Menumbuhkan gerakan nasional adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui pelaksanaan kegiatan berbasis masyarakat yang bersifat aplikatif, adaptif dan berkelanjutan. 5. Mengoptimalkan potensi pengembangan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat memberikan manfaat terhadap aspek ekologi, ekonomi dan pengurangan bencana iklim. 6. Mendukung program nasional yang dapat memperkuat upaya penanganan perubahan iklim secara global seperti gerakan ketahanan pangan, ketahanan energi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pencapaian target penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030 dibandingkan dengan jika tidak dilakukan upaya apapun. C. Manfaat Program Terpadu Kampung Iklim meliputi terwujudnya: 1. Ketahanan masyarakat dalam menghadapi variabilitas iklim dan dampak perubahan iklim; 2. Potensi dan kontribusi pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) suatu lokasi terhadap pencapaian target penurunan emisi GRK Provinsi bisa di ukur; 3. Dokumen data kegiatan atas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta potensi pengembangannya di tingkat lokal yang dapat menjadi bahan masukan dalam perumusan kebijakan, strategi dan program terkait perubahan iklim; 4. Kesadaran gaya hidup ramah lingkungan; 5. Kemampuan masyarakat di tingkat lokal untuk mengadopsi teknologi ramah lingkungan. D. Pendekatan, Prinsip Dan Strategi Pelaksanaan Program Terpadu Kampung Iklim menerapkan pendekatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim berbasis masyarakat berdasarkan prinsip kemitraan. Dengan pendekatan tersebut para pemangku kepentingan berinteraksi secara aktif dalam proses penyelesaian masalah terkait perubahan iklim untuk memperkuat kapasitas sosial di

12 tingkal lokal maupun daerah. Selain aksi akar rumput yang dilaksanakan oleh masyarakat di tingkat lokal, intervensi kebijakan yang bersifat top-down dikembangkan sehingga upaya lokal tersebut dapat berjalan efektif, efisien dan berkelanjutan. Strategi pelaksanaan program secara umum adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan dan rancangan kampung iklim; 2. Penyediaan ruang terbuka hijau; 3. Manajemen sumber daya air dan kesehatan masyarakat; 4. Bangunan ramah lingkungan; 5. Pengelolaan sampah ramah lingkungan; 6. Energi ramah lingkungan; 7. Komunitas ramah lingkungan. E. Ruang Lingkup Program Terpadu Kampung Iklim dapat dilaksanakan di pedesaan, Kelurahan di Kabupaten/Kota, dengan memperhatikan tipologi wilayah seperti dataran tinggi, dataran rendah, pesisir dan pulau kecil. Program terpadu kampung iklim memiliki pendekatan kegiatan yang mencakup aspek: 1. Adaptasi perubahan iklim; 2. Mitigasi perubahan iklim; 3. Pemberdayaan kelompok masyarakat yang berkelanjutan. Uraian kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat dalam kerangka Program Terpadu Kampung Iklim sesuai dengan acuan pendekatan adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan dan strategi adapatasi perubahan iklim Upaya Pendekatan dan strategi adapatasi perubahan iklim dapat dilaksanakan melalui kegiatan antara lain: a. Perencanaan dan rancangan kampung iklim Perencanaan dan rancangan kampung iklim adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep pembangunan kampung iklim yang adaptif terhadap perubahan iklim dan berkelanjutan. Kampung iklim menuntut perencanaan tata guna lahan dan tata bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang yang adaptif terhadap perubahan iklim, atraktif dan estetik. Strategi ini dapat diwujudkan melalui penyiapan atau pengendalian tata guna lahan dan tata bangunan yang memberikan dampak dan manfaat dalam mengantisipasi perubahan iklim dan kenyamanan hunian. Upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui permasalahan umum di daerah. 1) Desain survei rumah tangga

13 Kegiatan survei rumah tangga dilakukan oleh tim pelaksana survei (enumerator) yang dibentuk untuk setiap kabupaten. Tim tersebut beranggotakan perwakilan dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Provinsi Banten dengan menyertakan perwakilan dari kabupaten/kota. Tahapan yang dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan survei rumah tangga adalah: (a) Penyusunan daftar pertanyaan (desain survei) skala rumah tangga dengan melibatkan berbagai pihak di tingkat provinsi/kabupaten/kota; (b) Identifikasi desa-desa yang menjadi lokasi survei bersama dengan tim dari masing-masing kabupaten/kota melalui kegiatan pendampingan dan diskusi; (c) Pelaksanaan survei rumah tangga dengan melibatkan tim enumerator dari masing-masing kabupaten/kota. 2) Identifikasi rancangan kampung iklim Kegiatan identifikasi ditujukan untuk menggali dampak perubahan iklim terhadap sektor-sektor penting yang ada di masyarakat. Sektor yang dapat dilakukan identifikasi sesuai dengan karakteristik Provinsi Banten dan kearifan lokal yang ada adalah: (a) Pertanian; (b) Sumber daya air; (c) Kesehatan masyarakat; (d) Mata pencaharian; (e) Peran laki-laki dan perempuan; (f) Dampak kejadian bencana terkait iklim; (g) Kegiatan adaptasi yang sudah atau direncanakan untuk dilakukan; dan (h) Sektor lain sesuai karakteristik daerah setempat. b. Penyediaan ruang terbuka hijau Strategi ruang terbuka hijau adalah salah satu elemen terpenting dalam penanggulangan dampak iklim. Ruang terbuka hijau selain berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika, serta menciptakan iklim mikro yang nyaman, juga bisa berguna sebagai strategi dalam peningkatan ketahanan pangan bagi masyarakat. Hal ini dapat diciptakan dengan sistem pola tanam, sistem irigasi/drainase, pertanian terpadu, pengelolaan potensi lokal, intensifikasi

14 pertanian, penganekaragaman pangan, taman apotik keluarga, koridor hijau dan lainlain. 1) Sistem tanam Kegiatan Sistem tanam merupakan suatu bentuk pola tanam pada hamparan dalam satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Sistem tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur. Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis, misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuan menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Sedangkan pola tanam polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik, serta menghasilkan keuntungan yaitu mengurangi serangan hama, menambah kesuburan tanah, dan memutus siklus hama/penyakit. Contoh pola tanam polikultur yaitu tumpang sari, tumpang gilir, tanaman bersisipan, tanaman campuran, dan tanaman bergiliran. Penerapan sistem pola tanam merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko dampak perubahan iklim. 2) Sistem irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tetes. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Keandalan air irigasi diwujudkan melalui kegiatan membangun waduk, waduk lapangan, bendungan, bendung dan pompa, mengendalikan kualitas dan kuantitas air. Setiap pembangunan jaringan irigasi dilengkapi dengan pembangunan jaringan drainase yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan. Jaringan drainase berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air agar tidak mengganggu produktivitas lahan. Sistem irigasi/drainase yang baik dapat mengurangi risiko gagal tanam dan gagal panen. Penerapan sistem irigasi hemat air akan memperkuat kapasitas adaptasi untuk mengantisipasi ketersediaan air yang berkurang akibat semakin panjangnya musim kemarau pada daerah tertentu yang merupakan salah satu dampak perubahan iklim. 3) Pertanian terpadu Sistem pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan

15 pertanian dalam satu lahan sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan dan memperkuat ketahanan pangan. Dalam praktek pertanian terpadu, output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya yang akan meningkatkan kesuburan tanah dan menyeimbangkan semua unsur hara organik yang mengarah pada terwujudnya konsep pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan, sekaligus pemberdayaan petani seperti kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), pengembangan Klinik Pengendalian Hama Terpadu (PHT)/Pos Pelayanan Agen Hayati dan Sekolah Lapang Iklim (SLI). 4) Pengelolaan potensi lokal. Pengelolaan potensi lokal merupakan berbagai upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan tanaman dan ternak lokal yang dapat mendukung peningkatan ketahanan pangan, terutama tanaman dan hewan lokal yang memiliki potensi untuk beradaptasi terhadap kondisi iklim ekstrim, seperti mempertahankan plasma nutfah tanaman langka (kearifan lokal). 5) Penganekaragaman tanaman pangan. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gagal panen akibat dampak perubahan iklim adalah melalui penganekaragaman tanaman pangan. Dengan keragaman aneka yang ditanam, maka tanaman pangan yang tumbuh pada suatu lokasi tertentu menjadi semakin bervariasi sehingga jika terjadi kegagalan panen pada jenis tertentu masih ada jenis tanaman lain yang dapat dipanen, diantaranya tanaman tumpang sari tanam di dalam satu lahan. 6) Sistem, teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan. Kegiatan peningkatan ketahanan pangan dengan mempertimbangkan resiko iklim dapat dilakukan melalui penerapan inovasi sistem dan teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan antara lain seperti: (a) Tanam padi hemat air, misalnya dengan model system rice intensification (SRI), dan tabela (tanam benih langsung/seeded rice) di lahan irigasi. (b) Penggunaan pupuk organik, misalnya penggunaan pupuk kompos, bokasi, dan pupuk kandang untuk meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama penyakit dan akibat cuaca ekstrim yang terjadi. (c) Pengelolaan lahan tanpa bakar, yaitu upaya maksimal terhadap sisa panen berupa seresah yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik dan mulsa (penutup permukaan tanah). (d) Teknologi minapadi yaitu penggabungan antara budidaya padi dan

16 pemeliharaan ikan air tawar dalam satu lokasi. Teknologi ini membutuhkan ketepatan dalam pengelolaan air agar sesuai untuk kehidupan ikan dan aktifitas budidaya tanaman lainnya dan tidak mengganggu kehidupan ikan. (e) Precision farming, yaitu model pertanian yang mengutamakan presisi (ketepatan), seperti tepat waktu, tepat dosis pupuk, dan tepat komoditas. (f) Pertanian organik, termasuk menerapkan sistem pengendalian hama terpadu untuk meminimalkan penggunaan pestisida kimia, dan pengendalian hama secara mekanis. 7) Teknologi pemuliaan tanaman dan hewan ternak Kegiatan Pemuliaan tanaman merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh bibit yang secara genetik baik dengan cara menyeleksi, sehingga akan diperoleh tanaman yang memiliki kualitas unggul. Pemuliaan dapat dilakukan dengan cara hibridasi (perkawinan silang), mutasi genetik dengan cara radiasi, dan rekayasa genetik. Pemuliaan hewan merupakan suatu kegiatan dalam peternakan atau pemeliharaan hewan yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas individu maupun populasi hewan yang bersangkutan untuk karakteristik yang diinginkan manusia. Pemuliaan tanaman dan hewan ternak dapat diarahkan untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap cuaca ekstrim akibat perubahan iklim misalnya panas yang terik, kekeringan, dan hujan angin. 8) Pemanfaatan lahan pekarangan Pemanfaatan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan di halaman rumah, sehingga dapat menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus dan sekaligus meningkatkan pemenuhan gizi keluarga. c. Manajemen sumber daya air dan kesehatan masyarakat Konsep manajemen sumber daya air bertujuan untuk meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap pendayagunaan, pengusahaan, konservasi, dan pengendalian daya rusak sumber daya air sebagai komponen penting dalam menunjang kehidupan dan kesehatan masyarakat. Dengan teknologi yang maju, konsep ini bisa diperluas hingga penggunaan hemat air, penyediaan air siap minum, penjagaan kualitas air yang tersimpan di dalam tanah serta upaya yang dapat dilakukan dalam meminimalkan dampak perubahan iklim di wilayah pesisir. 1) Penyiapan dan pengendalian kekeringan a) Pemanenan air hujan

17 Kegiatan Pemanenan air hujan adalah teknik mengumpulkan dan menampung air hujan ke suatu tangki atau waduk alami, atau peresapan air permukaan ke akuifer dibawah permukaan sebelum menjadi limpasan permukaan, semaksimal mungkin pada saat curah hujan tinggi terutama pada bulan Februari (349 mm3) dan terendah pada Bulan Juli hanya 0,2 mm³ untuk dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam menangani atau mengantisipasi kekeringan. Air hujan dapat dikumpulkan misalnya dengan membuat bak penampung air, embung dan penampungan air hujan (PAH). Bentuk dan ukuran penampung air hujan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masyarakat setempat, bisa dalam skala individu maupun komunal. b) Peresapan air Kegiatan Peresapan air adalah upaya untuk meningkatkan resapan air dan mengembalikan air semaksimal mungkin ke dalam tanah terkait dengan penanganan atau antisipasi kekeringan, misalnya melalui pembuatan resapan buatan antara lain biopori, sumur resapan, sumur imbuhan, sumur injeksi, rorak, dan saluran pembuangan air (SPA). c) Perlindungan dan pengelolaan mata air Kegiatan Perlindungan dan pengelolaan mata air perlu dilakukan untuk meminimalkan resiko terjadinya kekeringan akibat perubahan iklim. Kegiatan dapat mencakup upaya fisik seperti pembuatan struktur pelindung mata air dan konservasi tumbuhan di daerah tangkapan air, maupun non-fisik seperti pembuatan aturan-aturan lokal yang dapat menjamin mata air tetap hidup. d) Penghematan air Kegiatan Penghematan penggunaan air adalah upaya untuk menggunakan air secara efektif dan efisien sehingga tidak mengalami pemborosan, misalnya penggunaan kembali air yang sudah dipakai untuk keperluan tertentu dan pembatasan penggunaan air. 2) Penyiapan dan Pengendalian Banjir a) Penyediaan sarana dan prasarana pengendalian banjir Pembuatan sarana dan prasarana pengamanan banjir diperlukan dalam mengantisipasi perubahan pola hujan akibat perubahan iklim yang dapat meningkatkan resiko terjadinya banjir. Strategi pengendalian banjir untuk pengaturan debit banjir dilakukan misalnya melalui kegiatan pembangunan dan pengaturan bendungan, waduk, bendung, saluran pembuang air, tanggul banjir, palung sungai, pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder. b) Rancang bangun penanganan banjir

18 Dalam mengantisipasi resiko terjadinya bencana banjir akibat perubahan iklim, salah satu upaya adaptasi yang dapat dilakukan adalah dengan merancang atau memodifikasi drainase, pembuatan tanggul penahan banjir, penyediaan pompa penyedot banjir, dan normalisasi sungai. 3) Penanggulangan longsor Dengan adanya potensi peningkatan curah hujan akibat perubahan iklim, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko longsor dan erosi diantaranya adalah melalui pembuatan bronjong dan terasering pada lahan dengan kemiringan tertentu, terasering merupakan upaya konservasi tanah yang dibuat sejajar garis kontur yang dilengkapi saluran peresapan, saluran pembuangan air, serta penanaman vegetasi penguat teras yang berfungsi sebagai pengendali erosi dan longsor. Jenis vegetasi dapat dipilih sesuai dengan kondisi lokal. 4) Penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, abrasi atau gelombang tinggi. a) Struktur pelindung alamiah Pembuatan struktur pelindung alamiah pesisir merupakan salah satu upaya pemeliharaan dan rehabilitasi daerah pantai untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim dan melindungi pesisir melalui kegiatan penanaman vegetasi pantai (seperti ketapang, cemara laut, mangrove, dan pohon kelapa), melindungi gumuk pasir serta pengelolaan terumbu karang dan lamun. b) Struktur pelindung buatan Pembuatan struktur pelindung buatan bertujuan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan akibat serangan gelombang dan arus, antara lain dengan cara: (1) Memperkuat pantai atau melindungi pantai agar mampu menahan kerusakan karena serangan gelombang; (2) Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai; (3) Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai; (4) Reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan cara lain. Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar garis pantai, konstruksi yang dibangun tegak lurus pantai, dan konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan sejajar garis pantai. Beberapa macam bangunan pelindung pantai antara lain groin (groyne), pemecah gelombag (jetty, breakwater, seawall

19 artificial headland), beach nourishment, terumbu karang buatan dan pintu air pasang surut. c) Penyediaan air bersih Untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan air akibat perubahan iklim maka perlu dilakukan kegiatan penyediaan air bersih di daerah pesisir, baik secara individual maupun komunal. Sarana penyediaan air bersih secara individual contohnya adalah sumur (misalnya sumur gali, sumur pompa tangan, sumur bor dangkal, sumur bor dalam) dan bak penampungan air hujan. Sedangkan sistem penyediaan air bersih secara komunal contohnya adalah pembangunan hidran umum, kran umum dan terminal air. d) Sistem pengelolaan pesisir terpadu Pengelolaan pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis, hirarki pemerintahan, dan disiplin ilmu. Penerapan konsep pengelolaan pesisir terpadu yang mempertimbangkan resiko iklim akan dapat memperkuat ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim. e) Mata pencaharian alternatif Perubahan iklim dapat meningkatkan frekuensi terjadinya gelombang tinggi, badai dan juga kenaikan muka air laut yang mengancam kegiatan usaha nelayan dan masyarakat pesisir dalam memenuhi kebutuhan pokok seharihari. Oleh karena itu salah satu upaya adaptasi yang perlu dilakukan adalah mengembangkan mata pencaharian alternatif untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat yang tahan terhadap bencana iklim. Konsep pengembangan mata pencaharian alternatif mengacu pada prinsip keterpaduan antara kepentingan ekonomi dan ekologi. Mata pencaharian nelayan dan masyarakat pesisir perlu disesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan akibat perubahan iklim, misalnya budidaya kepiting, pengolahan ikan, dan penggantian spesies ikan yang adaptif terhadap perubahan iklim. 5) Pengendalian penyakit terkait iklim Kegiatan yang dapat meminimalkan risiko terjadinya peningkatan wabah penyakit akibat perubahan iklim seperti demam berdarah, malaria, diare dan penyakit akibat vektor lainnya antara lain adalah: (a) Pengendalian vector

20 Vektor adalah antropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia. Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas, dan efektifitas pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, baik terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan/atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk mengendalian vektor adalah: (a) 3M (menguras, menimbun,menutup) sarang nyamuk; (b) pengendalian perindukan nyamuk dan tikus; (c) memperbaiki lingkungan agar tidak ada genangan air; (d) memasukkan ikan dalam kolam/pot tanaman; (e) membentuk Tim Jumantik (Juru Pemantau Jentik). (b) Sistem kewaspadaan dini Merupakan upaya masyarakat untuk mengetahui lebih dini mengenai kondisi penyakit terkait perubahan iklim, contohnya adalah penerapan sistem kewaspadaan dini untuk mengantisipasi terjadinya penyakit terkait perubahan iklim seperti diare, malaria, DBD. (c) Sanitasi dan air bersih Sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia. Sanitasi lingkungan dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang

21 mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut mencakup: (a) pasokan air yang bersih dan aman; (b) pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien dan aman; (c) perlindungan makanan dari kontaminasi fisik, biologis dan kimia; (d) udara yang bersih dan aman; (e) rumah yang bersih dan aman. (d) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan kesehatan di masyarakat. Upaya sosialisasi dan pelembagaan PHBS, contohnya mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat dan menggunakan air bersih. Penerapan PHBS dapat memperkuat ketahanan masyarakat dalam mengantisipasi wabah penyakit terkait iklim. d. Bangunan ramah lingkungan Struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan pembangunannya bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan, renovasi bahkan dalam upaya penanggulangan resiko perubahan iklim. Bangunan ramah lingkungan harus bersifat ekonomis, tepat guna, tahan lama, serta nyaman. Bangunan ramah lingkungan dirancang untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim, adaptif terhadap lingkungan dengan penggunaan energi, air, dan lain-lain yang efisien, menjaga kesehatan penghuni serta mampu mengurangi resiko bahaya terhadap penghuni akibat bencana alam dan kerusakan lingkungan. 1) Struktur konstruksi bangunan Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim di wilayah pesisir adalah dengan memodifikasi struktur bangunan, yaitu menyesuaikan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang terjadi misalnya menambah ketinggian lantai bangunan atau membangun rumah panggung dan struktur bangunan terapung untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan muka air laut. 2) Relokasi Relokasi permukiman dan aset penting lainnya adalah pemindahan lokasi

22 permukiman atau aset penting ke lokasi lain yang lebih aman karena lokasi lama sudah tidak layak huni akibat meningkatnya muka air laut dan terkena dampak perubahan iklim lainnya. 2. Mitigasi Perubahan Iklim Upaya mitigasi perubahan iklim dapat dilaksanakan melalui kegiatan antara lain: a. Pengelolaan sampah ramah lingkungan Upaya Pengelolaan sampah ramah lingkungan yang berprinsip pada reduce (pengurangan), reuse (penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang). Hal yang dapat dilakukan antara lain adalah: 1) Pewadahan dan Pengumpulan Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tujuan utama dari pewadahan adalah: (a) Menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dari kesehatan, kebersihan dan estetika; (b) Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpulan sampah, baik petugas kota maupun dari lingkungan setempat. Sistem pengumpulan sampah adalah cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai ketempat pengumpulan sementara/stasiun pemindahan atau sekaligus ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pewadahan dan pengumpulan sampah perlu dilakukan untuk mencegah dekomposisi atau pembusukan sampah yang tidak pada tempatnya baik di tingkat rumah tangga maupun komunal, yang akan memberikan kontribusi terhadap emisi GRK. 2) Pengolahan Upaya Pengolahan sampah didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk sampah dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah. Pengolahan sampah secara umum merupakan proses transformasi sampah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang, produk lain, dan energi). Pengolahan sampah dapat dilakukan antara lain dengan pengomposan atau menggunakan insinerator yang memenuhi persyaratan teknis.

23 3) Pemanfaatan Upaya masyarakat untuk memanfaatkan limbah padat dan gas metana yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah, misalnya dengan melakukan 3R (Reduce, Reuse, and Recycle), pemanfatan gas metana dari limbah organik sebagai sumber energi, dan pemanfaatan pupuk organik dari proses pengomposan. 4) Penerapan konsep zero-waste Upaya masyarakat untuk mengolah limbah padat dari kegiatan rumah tangga sehingga tidak ada sampah yang dibuang ke lingkungan, dengan memaksimalkan pengurangan jumlah sampah, pengomposan tingkat rumah tangga dan pengoperasian bank sampah. 5) Pengolahan dan pemanfaatan limbah cair, meliputi: (a) Domestik Upaya masyarakat untuk mengolah limbah cair domestik di tingkat komunal yang dilengkapi dengan instalasi penangkap gas metana, contohnya tangki septik dilengkapi dengan instalasi penangkap metana, dan memanfaatkan gas metana sebagai sumber energi baru terbarukan; (b) Industri rumah tangga Upaya untuk mengolah limbah cair yang dilengkapi dengan instalasi penangkap gas metana dan pemanfaat gas metana sebagai sumber energi baru terbarukan, misalnya instalasi pengolahan air limbah (IPAL) anaerob yang dilengkapi penangkap gas metana. b. Energi ramah lingkungan Strategi yang fokus pada pengurangan penggunaan energi melalui penghematan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi baru terbarukan, seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik tenaga air, biogas dan biofuel. 1) Penggunaan energi baru terbarukan dan konservasi energi, berupa: 1) Teknologi rendah emisi gas rumah kaca Penerapan teknologi rendah emisi gas rumah kaca, misalnya penggunaan tungku hemat energi, tungku briket, kompor berbahan bakar biji-bijian non-pangan, lampu biogas, dan briket sampah; 2) Energi baru terbarukan

24 Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain: panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa dan biogas. 3) Efisiensi energi Efisiensi energi didefinisikan sebagai semua metode, teknik, dan prinsipprinsip yang memungkinkan untuk dapat menghasilkan penggunaan energi lebih efisien dan membantu penurunan permintaan energi global sehingga mengurangi emisi GRK. Upaya yang dapat dilakukan misalnya dengan menerapkan perilaku hemat listrik, menggunakan lampu hemat energi (non-pijar), dan memaksimalkan pencahayaan alami. c. Pengelolaan budidaya pertanian 1) Pengurangan pupuk dan modifikasi sistem pengairan Upaya masyarakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia, misalnya menggunakan pupuk organik, pengolahan biomasa menjadi pupuk, dan pemanfaatan mikro biologi dan pestisida nabati untuk pengendalian organisme penggangu tumbuhan (OPT), serta model irigasi berselang/bertahap (intermittent irigation); 2) Kegiatan pascapanen Upaya masyarakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari kegiatan pasca panen di sektor pertanian, misalnya dengan tidak membakar jerami di sawah dan menghindari proses pembusukan jerami akibat penggenangan sawah. d. Peningkatan tutupan vegetasi 1) Penghijauan Penghijauan adalah kegiatan untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan. 2) Praktik wanatani Wanatani atau agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usaha tani) yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan

25 sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur-ulang sisa tanaman. e. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan 1) Sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan Pengendalian kebakaran hutan merupakan aktifitas melindungi hutan dari kebakaran liar dan penggunaan api untuk mencapai tujuan dalam pengelolaan hutan, dengan melakukan kegiatan monitoring hot spot, pembentukan masyarakat peduli api (MPA), membuat SOP pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan, pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran. 2) Sistem peringatan dini (early warning system/ews) Sistem peringatan dini adalah rangkaian sistem dalam kegiatan kesiap siagaan untuk menginformasikan akan timbulnya kejadian bencana banjir, tsunami, kebakaran hutan dan kejadian luar biasa atau wabah penyakit meliputi antara lain: pengoperasian sistem peringatan dini yang dapat memantau tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau, muka air laut, pelaporan hasil pemantauan, penyiapan jalur evakuasi dan penyampaian informasi secara cepat kepada masyarakat yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi tradisional maupun modern. Komponen dalam Sistem peringatan dini adalah: (a) Prediksi: harus dilakukan dengan ketepatan dan diperlukan pengalaman; (b) Interpretasi : menerjemahkan hasil pengamatan (c) Respon dan pengambilan keputusan: siapa yang akan bertanggungjawab untuk mengambil keputusan karena keputusan tersebut akan mempengaruhi dampak. Peringatan dini di masyarakat mengacu pada skema peringatan yang ada pada tingkat nasional, lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan tersebut adalah: (1) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); (2) Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini cuaca, bencana gempa bumi dan tsunami; (3) Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi bertanggung jawab untuk memberikan peringatan dini bencana Letusan gunung api dan gerakan tanah; (4) Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, bertanggung jawab untuk memberikan peringatan bencana banjir dan

26 kekeringan; (5) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertanggung jawab untuk memberikan peringatan dini bencana kebakaran hutan; (6) Kementerian Kesehatan dan Kepala Daerah bertanggung jawab untuk menyatakan status KLB/Wabah Penyakit. Peringatan dini pada tingkat masyarakat memiliki beberapa prinsip sebagai berikut: (1) Tepat waktu; (2) Akurat; (3) Dapat dipertanggungjawabkan; (4) Kearifan lokal. 3. Pemberdayaan Kelompok Masyarakat yang berkelanjutan Kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan dengan adanya peran serta aktif masyarakat dan dukungan berbagai pihak. Aspek kemasyarakatan dan dukungan keberlanjutan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pada suatu lokasi adalah mencakup hal-hal berikut: a. Kelompok Masyarakat yang diakui keberadaannya dan telah memiliki antara lain: 1) Pengurus Pengurus harus berfungsi sesuai tugas pokok dan fungsinya serta berperan aktif dalam melaksanakan program atau kegiatan kelompok. Keaktifan dapat dilihat dari kehadiran pengurus pada sebagian besar kegiatan. 2) Struktur organisasi Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa bertanggung jawab/melapor kepada siapa. 3) Rencana/program kerja Program kerja dapat diartikan sebagai suatu rencana kegiatan dari suatu organisasi yang terarah, terpadu dan sistematis yang dibuat untuk rentang waktu yang telah ditentukan oleh suatu organisasi. Program kerja ini akan menjadi pegangan bagi organisasi dalam menjalankan rutinitas/aktivitas organisasi. Program kerja juga digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita organisasi. 4) Aturan Aturan organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis (misal: AD/ART, aturan adat, aturan kelompok, dan lain-lain) yang dijalankan/ditaati.

27 5) Sistem kaderisasi Pengertian kaderisasi adalah proses mempersiapkan calon-calon pemimpin suatu organisasi untuk melanjutkan estafet kepengurusan periode berikutnya. Tujuan kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon pemimpin demi kesinambungan organisasi, sehingga jika terjadi pergantian pemimpin dapat berjalan mulus karena sudah dipersiapkan. b. Dukungan kebijakan, meliputi antara lain: 1) Kearifan lokal Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-padangan setempat atau lokal yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Beberapa kearifan lokal juga dapat meningkatkan kapasitas adaptasi dan mengurangi emisi GRK, misal: perlindungan sumber daya air, penerapan aturan lokal berupa penggantian pohon untuk setiap pohon yang ditebang, pertanian ramah lingkungan menuju pertanian organik, aturan hutan adat, dan aturan hutan larangan. 2) Kebijakan kabupaten/kota dan kebijakan desa Kebijakan kabupaten/kota dan kebijakan desa dikembangkan dan dilaksanakan untuk mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim akan memperkuat pelaksanaan Program Terpadu Kampung Iklim. c. Dinamika kemasyarakatan, meliputi antara lain: 1) Tingkat keswadayaan masyarakat Kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dilaksanakan dengan dukungan sumber daya dan sumber dana masyarakat sendiri. Tingkat keswadayaan masyarakat dapat dilihat antara lain dari besaran sumber pendanaan masyarakat dibandingkan dengan dukungan dari pihak luar/eksternal. 2) Sistem pendanaan Sistem pendanaan mandiri dikembangkan untuk mendukung kegiatan yang dapat meningkatkan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim atau program lingkungan secara umum; misalnya dari usaha bersama atau iuran anggota/warga. 3) Partisipasi gender Gender didefinisikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status antara laki-laki dan perempuan bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas. Partisipasi gender berdasarkan kelompoknya (bapak, ibu, remaja, anakanak) akan memperkaya dan memperkuat pelaksanaan kegiatan adaptasi dan mitigasi

PROGRAM KAMPUNG IKLIM (PROKLIM) URAIAN KEGIATAN

PROGRAM KAMPUNG IKLIM (PROKLIM) URAIAN KEGIATAN PROGRAM KAMPUNG IKLIM (PROKLIM) URAIAN KEGIATAN KOMPONEN 1. Kegiatan adaptasi perubahan iklim 1.1. Pengendalian kekeringan, banjir dan longsor a. Pemanenan air hujan Pemanenan air hujan adalah upaya penanganan/antisipasi

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PEDOMAN UMUM PROGRAM KAMPUNG IKLIM 2012, No.1068 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PEDOMAN UMUM PROGRAM KAMPUNG IKLIM A. PENDAHULUAN Peningkatan konsentrasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM

LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM LOKASI DESA : BOJONGSARI (RW 03 DAN RW 04) KECAMATAN : BOJONGSOANG KABUPATEN : BANDUNG PROVINSI : JAWA BARAT DEPUTI III MENLH BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

Aspek Penguatan Kelembagaan dan Dukungan Keberlanjutan. PROKLIM Oleh : Muhamad Kundarto

Aspek Penguatan Kelembagaan dan Dukungan Keberlanjutan. PROKLIM Oleh : Muhamad Kundarto Aspek Penguatan Kelembagaan dan Dukungan Keberlanjutan PROKLIM Oleh : Muhamad Kundarto http://almanar.co.id/mutiara-nabawi/manusia-terbaik.html https://image.slidesharecdn.com/ppt-151228055828/95/ppt-manusia-sebagai-khalifah-2-638.jpg?cb=1451282329

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.168, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Pemanfaatan. Dana Alokasi Khusus. TA 2013. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ProKlim Asdep Adaptasi Perubahan Iklim Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkugan dan Perubahan Ikllim Kementerian Lingkungan Hidup Maret 2012

ProKlim Asdep Adaptasi Perubahan Iklim Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkugan dan Perubahan Ikllim Kementerian Lingkungan Hidup Maret 2012 ProKlim Asdep Adaptasi Perubahan Iklim Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkugan dan Perubahan Ikllim Kementerian Lingkungan Hidup Maret 2012 Krisdinar.wordpress.com Latar belakang Bencana di Indonesia

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISIS SWOT AIR LIMBAH Analisa SWOT sub sektor air limbah domestik Lingkungan Mendukung (+), O Internal Lemah (-) W Internal Kuat (+) S Diversifikasi Terpusat (+2, -5) Lingkungan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

ProKlim sbg Penguatan Inisiatip Pengelolaan SDH Berbasis Masyarakat

ProKlim sbg Penguatan Inisiatip Pengelolaan SDH Berbasis Masyarakat ProKlim sbg Penguatan Inisiatip Pengelolaan SDH Berbasis Masyarakat Asdep Peningkatan Peran Organisasi Kemasyarakatan Deputi Bidang Komunikasi dan Peningkatan Peranserta Masyarakat Kementrerian Lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM

LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM LAPORAN VERIFIKASI PROKLIM LOKASI DESA KECAMATAN KABUPATEN PROVINSI : GEKBRONG : GEKBRONG : CIANJUR : JAWA BARAT DEPUTI III MENLH BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO,

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BLITAR

Lebih terperinci

Definisi Perubahan Iklim. Adaptasi perubahan iklim. Knowledge Management Forum 2017 Surabaya, April

Definisi Perubahan Iklim. Adaptasi perubahan iklim. Knowledge Management Forum 2017 Surabaya, April Knowledge Management Forum 2017, 25-27 April 2017 Definisi Perubahan Iklim AKSI ADAPTASI DAN MITIGASI BERBASIS MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKETAHANAN IKLIM Knowledge Management

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG IKLIM DI KELURAHAN PLALANGAN KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG TAHUN 2016

IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG IKLIM DI KELURAHAN PLALANGAN KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG TAHUN 2016 IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG IKLIM DI KELURAHAN PLALANGAN KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG TAHUN 2016 SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi Oleh: AHMAD ILHAM PUSPITO 3201411178 JURUSAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG JENIS IKAN DAN WILAYAH PENEBARAN KEMBALI SERTA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS BUDIDAYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.2 1. Tempat pelestarian hewan langka orang hutan di Tanjung Puting bertujuan agar Tidak merusak pertanian dan mampu berkembangbiak

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015

Lebih terperinci

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci