BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kura-kura Secara taksonomi, kura-kura termasuk Kingdom Animalia, Filum Chordata, Sub filum Vertebrata, Kelas Reptilia dan Ordo Testudines (Testudinata). Kura-kura dibagi ke dalam dua sub ordo yaitu Cryptodira dan Pleurodira. Sub ordo Cryptodira terdiri dari sembilan famili yaitu Chelydridae, Emydidae, Testudinidae, Dermatemydidae, Kinosternidae, Carettochelyidae, Trionychidae, Cheloniidae, dan Dermochelyidae. Sub ordo Pleurodira terdiri dari dua famili yaitu Pelomedusidae dan Chelidae (Goin et al. 1978). Sub ordo Cryptodira biasanya memasukkan kepalanya ke dalam perisai, sedangkan sub ordo Pleurodira bagian kepala dan lehernya hanya dibelokkan ke samping (Iskandar 2000). Bagian tubuh kura-kura dilindungi tempurung yang terdiri dari karapas (bagian punggung) dan plastron (bagian perut) (Goin et al. 1978). Pada bagian tubuh lainnya yaitu bagian tungkai, kepala dan ekornya menonjol keluar (Hoeve 2003). Menurut Wyneken (1996), bagian tengah karapas dinamakan keping vertebral, bagian sebelah keping marginal disebut keping kostal dan bagian sekeliling tepi karapas yang berukuran kecil dikenal dengan nama keping marjinal. Pada bagian plastron terdapat bagian tubuh yang dinamai keping gular, humeral, pektoral, abdominal, femoral dan anal (Gambar 1). Sumber : Boyer TH dan Boyer DM (2006) Gambar 1 Bagian pastron dan karapas kura-kura.

2 Ciri umum kura-kura yaitu ketiadaan gigi, sebagai gantinya tepi rahangnya tertutup zat tanduk yang tajam (Hoeve 2003). Menurut Morris (1959), bagian ini sangat baik untuk memotong dan menyobek makanannya sampai ukuran yang kecil sehingga mudah ditelan. Berdasarkan jenis makanannya, kura-kura dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu pemakan tumbuhan (herbivora), pemakan daging (karnivora) dan pemakan keduanya (omnivora). Kura-kura memakan jenis makanan yang tersedia di sekitarnya sehingga tidak tergantung pada jenis makanan tertentu (Graham 1979). Jenis kelamin pada reptil sering dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, bentuk tubuh dan warna. Perbedaan warna tubuh biasanya akibat aktivitas seksual yang berhubungan dengan prilaku reproduksi dan modifikasi struktur organ reproduksi. Kura-kura jantan biasanya memiliki ukuran tubuh lebih kecil dari betina. Besarnya tubuh betina termasuk adaptasi untuk menyimpan telur (Goin et al. 1978). Sedangkan menurut Boyer TH dan Boyer DM (2006), perbedaan dapat dilihat dari ekor dan panjang kuku. Perbedaan jenis kelamin umum ditemukan pada kura-kura Emydid dan Geomydid. Jantan dan betina dibedakan dari warna kepala, iris, dagu atau tanda di kepala. Secara umum, kura-kura darat memiliki tempat istirahat sendiri dengan cara menggali liang, berada di celah-celah batu, atau tempat istirahat di bawah tumbuhan yang rindang untuk berlindung selama siang hari akibat cuaca panas dan malam karena cuaca yang dingin. Biasanya kura-kura kawin di air, tetapi jenis lain kawin di darat. Pada kura-kura darat, jantan akan mendatangi betina dari belakang dan menaiki karapas, memegang kuat bagian depan tempurung betina dengan kaki depannya dan terkadang mengigit kapala dan leher betina. Bagian belakang tubuh jantan didorong ke bagian bawah karapas betina. Posisi ini terkadang menyebabkan jantan kehilangan keseimbangan dan terjatuh (Goin et al. 1978). 2.2 Kura-kura Indonesia Kura-kura air tawar dan kura-kura darat merupakan komponen penting dalam keanekaragaman Indonesia. Indonesia memiliki 6 famili kura-kura air tawar dan kura-kura darat yang terdiri dari famili Testudinidae, famili

3 Bataguridae, famili Trionychidae, famili Carettochelyidae, famili Emydidae dan famili Chelidae (Samedi dan Iskandar 2000). Kura-kura yang ditemukan di Indonesia sekitar 39 spesies dari 260 spesies yang ada di dunia (Iskandar 2000). 1. Famili Testudinidae Kura-kura yang termasuk famili Testudinidae merupakan kura-kura darat. Kura-kura ini memiliki sepuluh atau sebelas keping marginal di setiap sisinya. Bagian tempurungnya tinggi dan berbentuk kubah. Biasanya jenis ini akan berlindung di bawah tumbuhan atau batu untuk melindungi diri dari kondisi lingkungannya. Kura-kura darat memakan tumbuhan (Goin et al. 1978). Baning emas (Indotestudo elongate), baning sulawesi (Indotestudo forsteni) dan baning coklat (Manourya emys) tergolong ke dalam famili Testudinidae yang ditemukan di Indonesia (Samedi dan Iskandar 2000). Baning coklat merupakan salah satu jenis kura-kura darat terbesar di Asia karena dapat mencapai ukuran sekitar 600 mm dengan berat hampir 40 kg. Makanan utama baning coklat terdiri dari daun (kangkung dan talas), buah-buahan dan akarakaran. Jenis ini hidup di daerah hutan dan dataran pada daerah ketinggian sedang (Iskandar 2000). Menurut Riyanto dan Mumpuni (2003), spesies ini tersebar di Sumatra dan Kalimantan. 2. Famili Bataguridae Indonesia memiliki tiga belas spesies yang termasuk ke dalam famili Bataguridae yaitu tuntong (Batagur baska), beluku (Callagur borneoensis), kurakura ambon (Cuora amboinensis), kura-kura bergerigi (Cyclemys dentata), Cyclemys oldhami, Geoemyda spengleri, kura-kura duri bukit (Heosemys spinosa), Heosemys yuwonoi, Malayemys subtrijuga, Notochelys platynota, Orlitia borneensis dan Siebenrockiella crassicollis (Samedi dan Iskandar 2000). Selain itu, Geoclemys hamiltonii juga termasuk famili Bataguridae yang ditemukan di Indonesia (Dijk 2000). Famili Bataguridae terbagi menjadi dua yaitu kura-kura semi akuatik dan terestrial. Mauremys, Geoclemys, Cyclemys dan Callopsis termasuk kura-kura terestrial. Tuntong ditemukan di daerah peralihan dan sungai berarus lambat. Tuntong termasuk herbivora pada usia dewasa, tetapi pada saat masih muda memakan serangga dan invertebrata lain (Goin et al. 1978). Famili Bataguridae

4 tersebar di daerah Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku dan Sumbawa (Samedi dan Iskandar 2000). 3. Famili Trionychidae Karapas kura-kura yang termasuk famili Trionychidae biasanya merata dan tidak ada tulang di sekelilingnya. Famili Trionychidae tergolong kura-kura air yang pandai berenang tetapi sebagian waktunya digunakan untuk menggubur diri di bagian dasar sungai, danau dan rawa. Kebanyakan spesies menunggu mangsanya di bawah pasir. Jenis kura-kura dari famili Trionychidae tergolong karnivora (Goin et al. 1978). Famili ini diwakili oleh enam spesies di Indonesia yaitu bulus (Amyda cartilaginea), labi-labi bintang (Chitra chitra), labi-labi hutan (Dogania subplana), labi-labi irian (Pelochelys bibroni), labi-labi raksasa (Pelochelys cantorii) dan Pelodiscus sinensis. Spesiesnya tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan bagian selatan Irian (Samedi dan Iskandar 2000). 4. Famili Carettochelyidae Menurut Pritchard (1979), famili Carettochelyidae hanya memiliki satu spesies yaitu kura-kura irian (Carettochelys insculpta). Pada bagian tempurungnya dilapisi kulit halus dan bagian lehernya tidak panjang seperti Trionychidae. Spesies ini tidak memiliki keping tetapi ditutupi oleh kulit tipis. Pada individu muda karapas dan plastronnya lunak serta terdapat lingkaran berwarna putih pada karapasnya. Bagian kakinya berbentuk seperti kayuh dan memiliki dua cakar (Auliya 2007). Menurut Grzimek s (1975), famili ini ditemukan hanya di bagian kecil New Guinea dan utara Australia. Kura-kura irian hanya ditemukan di Irian bagian selatan, mulai dari Danau Jamur hingga ke daerah Merauke dan meluas ke daerah Papua Nugini sebelah selatan. Habitatnya berupa sungai, rawa, danau dan lubang air. Sumber makanan penting bagi spesies ini buah dan daun dari Ficus racemosa. Spesies ini adalah jenis omnivora tetapi cenderung lebih herbivora dari pada omnivora. Spesies ini memakan buah dari Xylocarpus sp., Nypa fruticans, Canorium indicum, Antrocarpus incisor dan Sachhorum robistus. Selain itu memakan kerang-kerangan Batissa violocea, Nerita sp. dan Centhidea sp, serta udang-udangan seperti Siyellu serrata (Georges dan Rose 1993).

5 5. Famili Emydidae Kebanyakan spesies yang termasuk famili Emydidae adalah kura-kura air, tetapi ada sebagian yang termasuk semi akuatik dan sedikit kura-kura darat. Spesies dari famili ini memiliki ciri tubuh berupa ukuran kepala yang besar, ekor yang pendek dan berkembangan karapas yang baik (Goin et al. 1978). Menurut Samedi dan Iskandar (2000), famili Emydidae diwakili oleh dua spesies yaitu Trachemys scripta elegans dan Trachemys terrapin. Jenis ini terdapat di daerah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. 6. Famili Chelidae Suku kura-kura leher ular dapat mudah dikenali dari lehernya yang tidak dapat dimasukkan ke dalam perisainya dan bagian perisai perut yang mempunyai keping intergular. Indonesia memiliki tiga marga yaitu Chelodina, Elseya dan Emydura. Marga Chelodina dapat dikenali dari kaki depannya yang mempunyai empat kuku, keping intergularnya tidak berhubungan dengan tepi perisai dan leher yang relatif panjang. Marga Elseya mamiliki bagian leher dan tepi kepala yang berbintil. Sedangkan marga Emydura dicirikan oleh tepi kepala yang licin (Iskandar 2000). Indonesia memiliki sebelas spesies dari famili Chelidae yaitu kura-kura rote (Chelodina mccordi), kura-kura papua (Chelodina novaeguineae), kura-kura aramia (Chelodina parkeri), kura-kura pesisir (Chelodina siebenrocki), kura-kura digul (Chelodina reimanni), kura-kura perut putih (Elseya branderhorstii), kura irian leher pendek (Elseya novaeguineae), Elseya new spesies 1, Elseya new spesies 2, Elseya new spesies 3 dan Emydura subglobosa (Samedi dan Iskandar 2000). 2.3 Pemanfaatan Kura-kura Satwaliar mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata (Alikodra 2002). Pemanfaatan spesimen tumbuhan dan satwaliar dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama, pemanfaatan non-komersial untuk tujuan pengkajian, penelitian dan pengembangan, peragaan non-komersial, pertukaran, perburuan dan pemeliharaan

6 untuk kesenangan. Kedua, pemanfaatan komersial untuk tujuan penangkaran, perdagangan, peragaan komersial dan budidaya tumbuhan obat (SK Menteri Kehutanan RI Nomor 447/kpts-11/2003). Reptil dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi yang bernilai penting bagi manusia. Daging, darah dan kulit reptil memberikan keuntungan bagi pengusaha di bidang ini, oleh karena itu perburuan reptil di alam meningkat dan menjadi mata pencaharian tambahan beberapa orang di perdesaan (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Berdasarkan Panduan Identifikasi Kura-kura Air dan Kurakura Darat CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), bentuk perdagangan spesies kura-kura terbagi menjadi tujuh bentuk yaitu berupa produk makanan (daging), barang-barang dari kulit (sepatu, dompet dan ikat pinggang), karapas (alat musik dan sisir rambut), telur, perhiasan (kalung dan anting), minyak dan produk lain (obat tradisional, lampu dan spesimen). Kura-kura air tawar dan kura-kura darat banyak dimanfaatkan dan diperdagangkan untuk konsumsi manusia. Sulit membedakan antara kura-kura untuk konsumsi atau obat karena masyarakat Cina percaya efek obat dari produk Chelonian seperti darah, usus, lemak, telur dan karapas. Konsumsi produk Chelonian sering meningkat pada musim dingin (Samedi dan Iskandar 2000). Menurut Goin et al. (1978), kura-kura memberikan keuntungan langsung bagi manusia, tidak hanya dimakan dan telurnya digunakan sebagai sumber protein, tetapi juga dijadikan perhiasan dan benda seni. Kura-kura darat dan kura-kura air dipelihara sebagai hewan kesayangan di kebun, terrarium atau akuarium (Grzimek s 1975). 2.4 Ancaman Kelestarian Kura-kura Eksploitasi satwaliar oleh manusia sudah berlangsung sejak lama, mengikuti sejarah kehidupan manusia (PHPA dan IPB 1985). Kura-kura dibunuh, baik individu maupun populasinya oleh bermacam-macam aktivitas manusia. Paling nyata adalah konsumsi daging dan telur kura-kura. Beberapa spesies kurakura dibunuh untuk produks non-makanan. Perdagangan hewan peliharaan dapat menghilangkan beberapa spesies kura-kura dari populasi dan dalam beberapa

7 tahun belakangan ini semakin hebat. Spesies eksotik telah dieksploitasi untuk tujuan perdagangan. Selain itu, kura-kura dibunuh untuk pengetahuan, koleksi museum, kelas pembedahan dan pembelajaran ilmu syaraf (Pritchard 1979a). Perburuan untuk perdagangan merupakan ancaman paling signifikan kurakura air tawar dan kura-kura darat Indonesia. Selama sepuluh tahun terakhir, perdagangan spesies meningkat tajam. Beberapa pusat perdagangan domestik, tetapi lebih banyak perdagangan ekspor untuk pemenuhan peningkatan permintaan dari negara pelanggan di Asia Utara, terutama Cina (Samedi dan Iskandar 2000). Menurut Soehartono dan Mardiastuti (2003), permintaan pasar di luar negeri akan hewan peliharaan yang berasal dari Indonesia dimulai pada akhir tahun 1980-an. Skala pedagangan hewan peliharaan lebih rendah dibandingkan volume perdagangan kulit. Walaupun volume perdagangan hewan peliharaan lebih rendah tetapi tingkat keragaman spesiesnya lebih tinggi. Para pedagang dan pembeli hewan peliharaan memilih satwa yang unik bahkan langka. Ancaman utama keanekaragaman hayati disebabkan oleh manusia yaitu perusakan habitat, fragmentasi habitat, gangguan pada habitat, pengunaan spesies yang berlebihan untuk kepentingan manusia, introduksi spesies eksotik dan penyebaran penyakit. Ancaman keanekaragaman hayati tersebut, disebabkan oleh penggunaan kekayaan alam yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya populasi manusia di muka bumi (Primack et al. 1998). Menurut Wibowo (1999), kerusakan lahan basah sebagai habitat kelompok kura-kura mempengaruhi keberadaan kura-kura di alam. Sebagian habitat terancam oleh deforestasi dan konversi menjadi pertanian, perkampungan, area transmigrasi dan penebangan. Sedikit habitat yang termasuk area dilindungi. Kerusakan lain disebabkan oleh kebakaran hutan yang sebagian besar terjadi di hutan dataran rendah (Samedi dan Iskandar 2000). Hilang dan rusaknya habitat kura-kura juga disebabkan oleh berkembangnya populasi manusia (Boyer TH dan Boyer DM 2006). 2.5 Status Kura-kura Status spesies kura-kura yang dicatat dalam Wetland Database didasarkan pada IUCN (International Union on Conservation Nation), CITES (Convention on

8 International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) dan undangundang di Indonesia. Berdasarkan penelitian Wibowo (1999), terdapat lima spesies yang telah mendapat status dilindungi di Indonesia yaitu Carretochelys insculpta, Chelodina novaeguineae, Elseya novaeguineae, Batagur baska dan Chirta indica. Banyak spesies yang telah dikategorikan sebagai spesies yang terancam punah IUCN (terutama dengan status Endangered, Vulnerable dan Lower Risk) belum mendapatkan spesies yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia. Peningkatan perlindungan legal mungkin meningkatkan penolakan permintaan dan efektifnya perubahan perilaku konsumen. Spesies spesifik program konservasi mempengaruhi penangkapan dan upaya perkawinan di negara asal atau dimana pun serta usaha konservasi habitat yang mempengaruhi pengembangan. Perbaikan area dilindungi di Asia yang merupakan komponen penting dalam strategi yang harus dilaksanakan agar kura-kura tetap hidup di masa yang akan datang (Dijk 2000). 2.6 Penangkaran Penangkaran adalah suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis satwaliar, yang bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan tetap mempertahankan kemurnian genetiknya, sehingga kelestarian dan keberadaan jenis yang ditangkarkan tersebut dapat dipertahankan di habitat alaminya (Hardjanto et al. 1991). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999, penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui perkembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dari alam dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Program penangkaran yang diupayakan berorentasi pada perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan (Indrawan et al. 2007). Kebun binatang, akuarium dan peternakan satwa buruan, serta berbagai program penangkaran merupakan fasilitas ex-situ untuk melestarikan satwa (Indrawan et al. 2007). Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengelolaan jenis satwa di luar habitat (ex situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan pemeliharaan, perkembangbiakan, pengkajian, penelitian dan pengembangan, rehabilitasi satwa dan penyelamatan jenis satwa. Pemeliharaan

9 jenis di luar habitat wajib memenuhi syarat standar kesehatan satwa, menyediakan tempat yang cukup luas, aman dan nyaman, serta mempunyai dan memperkerjakan tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan. Perkembangbiakan jenis di luar habitatnya wajib memenuhi syarat menjaga kemurnian jenis, menjaga keanekaragaman genetik, melakukan penandaan dan sertifikasi serta pembuatan buku daftar silsilah (studbook). Sarana dasar dalam penangkaran satwaliar, dibedakan atas perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak meliputi perundang-udangan, permodalan dan ketenagakerjaan. Perangkat keras meliputi semua sarana fisik yang digunakan mulai tahap pengumpulan, pemeliharaan sampai dengan pemanfaatan satwa (PHPA dan IPB 1985). Menurut Hardjanto et al. 1991, aspek teknis penangkaran meliputi aspek berikut ini : 1. Penyediaan makanan Makanan merupakan salah satu komponen produksi yang membutuhkan biaya terbesar, dapat mencapai % dari seluruh biaya produksi dalam usaha penangkaran (Hardjanto et al. 1991). Menurut Donoghue (2006), makanan diperlukan tubuh untuk menghasilkan energi. Energi dibutuhkan untuk proses penting dan dalam sistem tubuh seperti bernafas, sirkulasi darah pada jaringan dan sel, mengatur temperatur tubuh, zat untuk memperbaiki, tumbuh dan berkembangbiak serta kesehatan secara umum. Enam kelompok utama zat yang ada di dalam makanan yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Menurut Alikodra (2002), penggunaan makanan oleh satwaliar ditentukan oleh perubahan ketersediaan dan kualitas jenis makanan di dalam lingkungannya. 2. Kandang Kandang yang baik harus memiliki sisi atau tepi yang tidak tajam, permukaan yang tidak kasar, mudah diperbaiki, mudah dibersihkan, luasan yang cukup untuk bebas bergerak dan beraktivitas, ventilasi yang baik, mengikuti perubahan suhu lingkungan, persediaan listrik, tidak terkena cahaya matahari langsung dan tidak memiliki temperatur yang ekstrim (Dallas 2006). Bermacam luasan kandang yang dapat digunakan untuk memelihara kura-kura air (Pritchard 1979b). Menurut Rossi (2006) dalam Mader (2006) terdapat ukuran minimum

10 kandang untuk kura-kura (Tabel 1). Kontruksi kandang yang dapat digunakan adalah kaca, plastik, flexiglass dan stainless steel. Biasanya substrat yang digunakan adalah kertas koran dan potongan kertas karena tersedia dan murah. Tabel 1 Ukuran minimum kandang kura-kura untuk usia dewasa Jenis kura-kura Contoh spesies Ukuran (GL) Ukuran (Liter) Musk, Mud dan Sideneck Sternothernus spp., 20 75,700 Kinosternon spp. dan Phrynops spp. Spotted, Bog dan Box Terrepene spp., Clemmys muhlenbergii dan Cuora spp ,400 Sliders, Painted Turtle, Sawbacks Callugar borneoensis ,400 Snapping turtle Chelydra serpentina ,875 Aligator snapper Macrochelys temminckii ,500 keterangan GL : Gallon-long aquarium 3. Pengembangbiakan Pengembangbiakan memegang peranan yang penting dalam usaha penangkaran, sebab pada dasarnya keberhasilan usaha penangkaran sangat ditentukan oleh keberhasilan reproduksinya (Hardjanto et al. 1991). Kura-kura meletakkan telur dalam penangkaran, satu demi satu di atas permukaan tanah atau menguburnya seperti di alam. Area sarang dikelilingi oleh kain untuk mencegah jalan keluar dan kehilangan anakan ketika telur menetas. Jika kondisi dibawah ideal, telur-telur disimpan dalam inkubator. Telur kura-kura darat dipelihara di tempat kering dan hangat (Pritchard 1979). 4. Perawatan kesehatan dan penyakit Perawatan kesehatan dan pengobatan penyakit secara baik dan lebih dini ketika ada gejala penyakit merupakan tindakan penting yang perlu dilakukan untuk menghindari kematian dan meluasnya penyakit (Hardjanto et al. 1991). Penyebab kematian sangat penting karena dapat disebabkan oleh predator, banjir atau faktor dalam (Doody et al. 2004). Menurut Dallas (2006), tanda satwa sehat yaitu matanya bersih dan bercahaya, bulu dalam kondisi baik, berat tubuh yang tepat, merespon tanda dan rangsangan, kuantitas makan dan minum normal, tidak

11 kesulitan buang air kecil dan buang air besar serta menikmati aktivitasnya. Perawatan satwa dilakukan dengan alasan pemeriksaan harian dan mingguan, pemeliharaan, transportasi, bantuan pertama, pemeriksaan pertama setelah terluka dan pengobatan. Menurut Pritchard (1979a), satu penyakit yang umum dijumpai pada kura-kura di penangkaran adalah pneumonia. Ciri kura-kura yang menderita penyakit ini adalah menolak diberi makan, hidung mengelembung dan sering mengeluarkan cairan dari hidung saat bernapas. Penyakit pneumonia dapat berakibat kematiaan jika tidak diobati. Bermacam penyakit kekurangan vitamin, umum ditemukan pada satwa yang ditangkarkan. Pengeraman kura-kura di penangkaran sering mengalami kerusakan bentuk dan melunaknya tempurung meskipun makan dan tumbuh dengan baik. Kondisi ini disebabkan kekurangan vitamin D (Pritchard 1979). 5. Pembibitan dan pembesaran Pembibitan dilakukan untuk menyiapkan bibit yang ada untuk dipilih menjadi induk yang baik. Hal ini diperlukan untuk menghasilkan bibit yang baik. Pembesaran merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai jual. Pembesaran memakan waktu tertentu dalam penangkaran. Pembesaran di penangkaran dapat dilakukan karena kondisi lingkungan dibuat lebih optimum untuk pertumbuhannya. 6. Pengangkutan Kura-kura dapat dibawa dalam tas yang tertutup ristsleting, dengan kertas koran diatasnya atau kotak kardus. Ukuran kotak kardus harus cukup luas agar mereka dapat bergerak, tetapi tidak terlalu luas yang dapat mendorong kura-kura dari satu sisi ke sisi lainnya selama transportasi. Jika spesies kura-kura tergantung pada air, maka wadah yang digunakan harus tetap basah. Sering kali sulit membawa dengan cukup air. Jika kura-kura dalam tangki atau ember dengan banyak air, sangat berbahaya dibandingkan dengan membasahi lap di bawah atau di atas wadah (Anderson dan Edney 1991). 7. Adaptasi Adaptasi dilakukan terutama pada saat setelah pengangkutan. Adaptasi dilakukan agar satwa tidak stress dan menyesuaikan dengan kondisi yang baru.

12 2.7 Kesejahteraan Satwa Kesejahteraan satwa adalah perhatian untuk penderitaan satwa dan usaha kepuasan satwa. Rendahnya kesejahteraan satwa dapat menurunkan kualitas produk serta resiko hilangnya bentuk pasar untuk produk yang mendapatkan kesejateraan kurang (Gregory 1998). Kesejahteraan satwa memiliki banyak aspek, satu cara yang mengambarkan perbedaan ini dikenal dengan Lima Prinsip Kebebasan satwa (Dallas 2006). Menurut Gregory (1998), kesejahteraan mencakup : 1. Bebas dari rasa haus, lapar dan kekurangan nutrisi. 2. Perlengkapan yang tepat untuk kenyamanan dan shelter. 3. Pencegahan atau diagnosa yang cepat dan bebas luka, penyakit atau parasit. 4. Bebas dari rasa stress. 5. Mampu menunjukkan pola prilaku alami. Kesejahteraan satwa berhubungan dengan kualitas hidup, kondisi dan perlakuan satwa. Konservasi berhubungan dengan pertimbangan kebutuhan suatu spesies berupa satwa di daerah liar, mendorong manusia untuk mengerti dan mempelajari habitat satwa, daya tarik tertentu dari spesies dan efek langsung aktivitas manusia terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidupnya (Dallas 2006). 2.8 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satuan waktu. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan akibat pembelahan secara mitosis, jika terjadi kelebihan energi dan asam amino yang berasal dari makanan. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam biasanya sulit dipantau seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu makanan, suhu, oksigen terlarut dan faktor kualitas air. Makanan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan karena biasanya jika makanan berlebih maka akan tumbuh lebih pesat (Effendie 1997).

13 Anakan reptil memiliki pertumbuhan yang cepat pada awalnya, tetapi selanjutnya akan melambat (Goin et al. 1978). Laju pertumbuhan tidak seragam dari tahun ke tahun. Pertumbuhan tahun pertama lebih cepat dibandingkan tahun kedua dan pertumbuhan tahun kedua lebih cepat dibandingkan tahun ketiga. Setiap organisme memiliki laju pertumbuhan yang berbeda (Tanner dan Taylor 1981). Pertambahan ukuran panjang dan berat biasanya diukur dalam satuan waktu sistem koordinat yang menghasilkan kurva pertumbuhan (Effendie 1997). Kura-kura tumbuh sangat lambat, diperkirakan ukuran dewasa biasanya baru dicapai lebih dari empat sampai sepuluh tahun (Iskandar 2000). Pendugaan pertumbuhan kura-kura dapat dilakukan melalui pengukuran panjang total karapas dan plastron menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,1 mm. Metode ini telah dilakukan oleh Breckenridge tahun 1955 (Trionyx ferox), Calge tahun 1946 (Pseudemys scripta), Hildebrand tahun 1932 (Malaclemys terrapin), Pearse tahun 1923 (Chrysemys picta) dan Risley tahun 1933 (Sternotherus odoratus). Pengukuran pertumbuhan dapat dilakukan di penangkaran seperti satwa liar melalui data umur tetapi kondisi perlu pertimbangan karena kondisi yang dibuat (Graham 1979). 2.9 Morfometri Kura-kura Data morfologi dapat digunakan untuk mengambarkan kisaran ukuran dan nilai tengah suatu spesies. Perbandingan data terdahulu dan yang akan datang sangat berguna dalam penentuan perubahan ukuran akibat ekspoitasi. Penelitian morfometri telah dilakukan pada beberapa spesies kura-kura (Tabel 2). Tabel 2 Jenis dan parameter morfometris kura-kura No. Jenis Bagian Tubuh Peneliti Tahun Sumber Pustaka 1. Heosemys Panjang karapas, lebar Florabel 2003 Lopez leytensis, karapas, panjang plastron, Magdaug dan Dogania lebar plastron, berat Lopez dan Schoppe subplana, Cuora amboinensis dan Cyclemys dentata badan, panjang ekor dan tinggi badan. Sabine Schoppe (2004) 2. Indotestudo forstenii Panjang karapas, lebar karapas, panjang plastron, dan lebar plastron Steven G. Platt, Robert J. Lee dan 1998 Platt et al. (1998)

14 Lanjutan (Tabel 2) No. Jenis Bagian Tubuh Peneliti Tahun Sumber Pustaka 3. Elusor macrurus Panjang karapas, lebar karapas, tinggi karapas, lebar plastron, pektoral, femoral dan anal. John Cann dan John M. Legler Cann dan Legler (2004) 4. Chelodina mcorrdi Panjang karapas, lebar karapas, tinggi karapas, panjang plastron, lebar plastron, dan lebar kepala. Gerald Kuchling, Anders G. J. Rhodin, Bonggi R. Ibarrondo, dan Colin R. Trainor Kuchling et al. (2007) 5. Chelodina gunaleni Nov sp. Panjang karapas, lebar karapas, tinggi karapas, panjang keping vertebral, lebar keping vertebral, panjang plastron, lebar humeral/pektoral, lebar femoral/anal, panjang intergular, panjang pektoral, panjang gular, panjang abdominal, panjang femoral, panjang anal, panjang kepala, lebar kepala, dan tinggi kepala. William P. McCord dan Mehdi Joseph-Ouni 2007 McCord dan Joseph- Ouni (2007)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Juni 2010 di penangkaran reptil PT Mega Citrindo. Perusahaan ini terletak di Jalan Mutiara VII/31 Desa Curug,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

INVENTARISASI SPESIES KURA-KURA DALAM RED LIST IUCN DAN CITES YANG DIPERDAGANGKAN DI JAKARTA DAN BOGOR

INVENTARISASI SPESIES KURA-KURA DALAM RED LIST IUCN DAN CITES YANG DIPERDAGANGKAN DI JAKARTA DAN BOGOR INVENTARISASI SPESIES KURA-KURA DALAM RED LIST IUCN DAN CITES YANG DIPERDAGANGKAN DI JAKARTA DAN BOGOR THE INVENTORY OF TURTLES SPECIES IN RED LIST IUCN AND CITES TRADED IN JAKARTA AND BOGOR Hardiyanti,

Lebih terperinci

PERDAGANGAN JENIS KURA-KURA DARAT DAN KURA-KURA AIR TAWAR DI JAKARTA HANS NICO AGUSTINUS SINAGA

PERDAGANGAN JENIS KURA-KURA DARAT DAN KURA-KURA AIR TAWAR DI JAKARTA HANS NICO AGUSTINUS SINAGA PERDAGANGAN JENIS KURA-KURA DARAT DAN KURA-KURA AIR TAWAR DI JAKARTA HANS NICO AGUSTINUS SINAGA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut : Amfibi merupakan kelompok hewan dengan fase hidup berlangsung di air dan di darat.,yang merupakan kelompok vertebrata yang pertama keluar dari kehidupan alam air. Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi 2.1.1. Taksonomi Reptil Reptilia adalah salah satu hewan bertulang belakang. Dari ordo reptilia yang dulu jumlahnya begitu banyak, kini yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS HARIAN KURA-KURA AIR TAWAR Elseya schultzii DI MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE BOGOR

POLA AKTIVITAS HARIAN KURA-KURA AIR TAWAR Elseya schultzii DI MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE BOGOR POLA AKTIVITAS HARIAN KURA-KURA AIR TAWAR Elseya schultzii DI MUSEUM ZOOLOGICUM BOGORIENSE BOGOR Abdul Rahman Program Studi Biologi FKIP Universitas Bengkulu Jl Raya Kandang Limun Bengkulu, Telp (0736)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi 2.1.1 Taksonomi Menurut Ernst dan Barbour (1989), klasifikasi labi-labi (Amyda cartilaginea) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptillia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS KURA-KURA DI KALIMANTAN BARAT. Turtles Identification In West Kalimantan

IDENTIFIKASI JENIS KURA-KURA DI KALIMANTAN BARAT. Turtles Identification In West Kalimantan 10-082 IDENTIFIKASI JENIS KURA-KURA DI KALIMANTAN BARAT Turtles Identification In West Kalimantan Anandita Eka Setiadi Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak, Pontianak E-mail

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas

TINJAUAN PUSTAKA Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas TINJAUAN PUSTAKA Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas Simbiosis atau interaksi antara dua individu yang berlainan spesies bisa ditemukan dalam suatu ekosistem. Simbiosis bisa dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang 1 I. PENDAHULUAN Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting serta banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Ikan gurami banyak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Struktur Komunitas Struktur komunitas merupakan suatu konsep yang mempelajari sususan atau komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu komunitas. Secara umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JUVENIL LABI-LABI (Amyda cartilaginea) BERDASARKAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN DI PENANGKARAN PT. ARARA ABADI, KABUPATEN SIAK.

PERTUMBUHAN JUVENIL LABI-LABI (Amyda cartilaginea) BERDASARKAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN DI PENANGKARAN PT. ARARA ABADI, KABUPATEN SIAK. PERTUMBUHAN JUVENIL LABI-LABI (Amyda cartilaginea) BERDASARKAN UJI COBA PREFERENSI PAKAN DI PENANGKARAN PT. ARARA ABADI, KABUPATEN SIAK. JUVENILE GROWTH OF TRIONYCHIA(Amyda cartilaginea) BASED ON FEED

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beruang Madu (Helarctos malayanus) Beruang madu (H. malayanus) merupakan jenis beruang terkecil yang tersebar di beberapa negara bagian Asia Tenggara dan Asia Selatan, yaitu Thailand,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGUSUL Nama : Hellen Kurniati Pekerjaan : Staf peneliti

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna 1 Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna Kita semua pasti tahu kalau di gurun sangatlah panas. Fakta lainnya kurang dikenal, tetapi akan jadi penting jika menyangkut tentang hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies

I. PENDAHULUAN. buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reptil adalah hewan vertebrata yang terdiri dari ular, kadal cacing, kadal, buaya, Caiman, buaya, kura-kura, penyu dan tuatara. Ada sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai

Lebih terperinci

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH SPESIMEN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR UNTUK LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) Oleh: Sri Harteti 1 dan Kusumoantono 2 1 Widyaiswara Pusat Diklat SDM LHK 2 Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor Abstract Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Morfologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Harimau Sumatera yang ditemukan di pulau Sumatera biasa juga disebut dengan harimau loreng. Hal ini dikarenakan warna kuning-oranye dengan garis hitam vertikal pada tubuhnya. Taksonomi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci