PEMBELAJARAN MENULIS KARYA SASTRA CERITA PENDEK: MEMBERI BEKAL LIFE SKILL KEPADA SISWA Oleh : Agus Nuryatin (Ketua HISKI Semarang)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBELAJARAN MENULIS KARYA SASTRA CERITA PENDEK: MEMBERI BEKAL LIFE SKILL KEPADA SISWA Oleh : Agus Nuryatin (Ketua HISKI Semarang)"

Transkripsi

1 PEMBELAJARAN MENULIS KARYA SASTRA CERITA PENDEK: MEMBERI BEKAL LIFE SKILL KEPADA SISWA Oleh : Agus Nuryatin (Ketua HISKI Semarang) Abstrak Sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) materi pembelajaran menulis karya sastra cerita pendek (cerpen) sudah diberikan kepada siswa sekolah menengah pertama. Mulai dari tingkat sekolah menengah pertama siswa dibimbing untuk menulis karya sastra cerpen. Apabila proses pembelajaran menulis karya sastra cerpen berjalan dengan baik, maka siswa yang lulus sekolah menengah atas akan dapat memiliki keterampilan menulis karya sastra cerpen. Keterampilan menulis karya sastra cerpen akan dapat dijadikan sebagai bekal life skill bagi para siswa, yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian. Agar proses pembelajaran menulis karya sastra cerpen dapat berlangsung dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan, yakni siswa memiliki keterampilan menulis karya sastra cerpen, beberapa hal harus dapat dipenuhi oleh para guru sebagai pembelajar menulis karya sastra. Pertama, para guru dituntut untuk mampu menyusun strategi pembelajaran menulis karya sastra cerpen yang tepat. Kedua, para guru dituntut untuk memiliki kompetensi dalam bidang pembelajaran menulis karya sastra cerpen. Ketiga, para guru dituntut memiliki kompetensi dalam bidang menulis karya sastra cerpen. Untuk memenuhi tuntutan tersebut kepada para guru perlu diberi pelatihan tentang (1) penyusunan strategi pembelajaran menulis karya sastra cerpen, (2) pembelajaran menulis karya sastra cerpen, (3) penulisan karya sastra cerpen. Sementara itu, untuk para mahasiswa calon guru pembelajaran menulis karya sastra cerpen perlu diberi mata kuliah tentang (1) penyusunan perangkat pembelajaran menulis karya sastra cerpen, (2) pembelajaran menulis karya sastra cerpen, dan (3) menulis karya sastra cerpen. A. Pendahuluan Materi pelajaran menulis cerita pendek (cerpen) sudah tercantum dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia tahun Di dalam buku Kurikulum SMA: Garis-garis Besar Program Pengajaran Mata Pelajaran Bahasa Sastra Indonesia Program Inti Kelas I dan II Kelas II Semester 3 tercantum uraian materi pelajaran Membuat cerita pendek. Materi itu terkandung dalam Tujuan Instruksional Umum yang berbunyi Siswa mengenal/memahami dan dapat mengapresiasi bahasa/sastra Indonesia khususnya

2 prosa baru serta dapat mengkomunikasikannya secara lisan/tulisan, Pokok Bahasan Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Subpokok Bahasan Prosa Baru. Sebagaimana diketahui, dalam Kurikulum 1987 materi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dikelompokkan ke dalam enam pokok bahasan, yakni (1) Membaca, (2) Kosakata, (3) Struktur, (4) Menulis, (5) Pragmatik, dan (6) Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia (Depdikbud 1987). Pencantuman materi menulis cerpen tersebut menunjukkan bahwa dalam kurikulum yang menekankan pembelajaran sastra pada apreasiasi sastra -- sebagaimana terlihat pada Tujuan Instruksional Umum-- ternyata sudah dimunculkan materi menulis cerpen. Para siswa tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan mengapreasiasi cerpen, melainkan juga sudah mulai dibimbing menulis cerpen. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) menempatkan materi pelajaran menulis cerpen pada mulai Kelas IX, Semester 1 (SMP/MTs Kelas III, Semester 3) sampai siswa Kelas XII (SMA/MA Kelas III). Hal itu berarti bahwa sejak Kelas IX, Semester 1 (SMP/MTs Kelas III, Semester 3) siswa sudah dibimbing oleh gurunya untuk menulis cerpen. Rincian penempatan materi pelajaran menulis cerpen untuk setiap jenjang pendidikan dalam KTSP dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel Rincian Materi Pelajaran Menulis Cerpen dalam KTSP KELAS/SEMESTER/ PROGRAM STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR Kelas IX, Semester 1 (SMP/MTs Kelas III, Semester 1) Menulis 8. Mengungkapkan kembali pikiran,perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek 8.1 Menuliskan kembali dengan kalimat sendiri cerita pendek yang pernah dibaca. 8.2 Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Kelas X, Semester 2 (SMA/MA Kelas I, Semester 2) Menulis 16. Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen 16.1 Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku,peristiwa, latar). Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 2 dari 17

3 Kelas XII, Semester 1 (SMA/MA Kelas II, Semester 1) Program IPA dan IPS Kelas XI, Semester 1, (SMA/MA Kelas II, Semester1), Program Bahasa Kelas XI, Semester 2, (SMA/MA Kelas II, Semester 2) Program Bahasa Menulis 8. Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk resensi dan cerpen. Menulis 4. Mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan drama. Menulis 9. Mengungkapkan pikian, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan transformasikan bentuk karya sastra 16.2 Menulis karangan berdasarkan pengalaman orang lain dalam cerpen (pelaku,peristiwa, latar). 8.1 Menulis resensi buku kumpulan cerpen berdasarkan unsurunsur resensi. 8.2 Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku,peristiwa, latar). 4.1 Menulis puisi berdasarkan pengalaman atau pengamatan 4.2 Menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga. 4.3 Menulis drama pendek berdasarkan cerita pendek atau novel 9.1 Mengarang cerpen berdasarkan realitas sosial. 9.2 Menyadur cerpen ke dalam drama satu babak. 9.3 Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen Sumber: BNSP (2006) Dari Tabel di atas dapat diketahui tiga aspek, yakni (1) letak materi pelajaran menulis cerpen dalam struktur mata pelajaran, (2) letak materi pelajaran menulis cerpen dalam struktur aspek pembelajaran berbahasa, dan (3) standar kompetensi dan kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki oleh para siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerpen. Penjabarannya adalah sebagai berikut. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 3 dari 17

4 Pertama, dalam aspek letak materi pelajaran menulis cerpen dalam struktur mata pelajaran dapat diketahui bahwa materi menulis cerpen diajarkan mulai dari Kelas IX sampai Kelas XII. Rinciannya adalah (a) siswa Kelas IX, Semester 1 (SMP/MTs Kelas III, Semester 1); (b) Kelas X, Semester 1 (SMA/MA Kelas 2, Semester 2); (c) Kelas XII, Semester 1 (SMA/MA Kelas II, Semester 1) Program IPA dan IPS; (d) Kelas XI, Semester 1, (SMA/MA Kelas II, Semester 1), Program Bahasa; dan (e) Kelas XI, Semester 2, (SMA/MA Kelas II, Semester 2) Program Bahasa. Kedua, dalam aspek letak materi pelajaran menulis cerpen dalam struktur aspek pembelajaran berbahasa dapat diketahui bahwa materi pembelajaran menulis cerpen berada di dalam aspek Menulis. Dalam KTSP ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA mencakupi komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek (1) Mendengarkan, (2) Berbicara, (3) Membaca, dan (4) Menulis. Ruang lingkup mata pelajaran Sastra Indonesia di SMA/MA Program Bahasa terdiri atas aspek kesastraan dan apresiasi sastra. Apresiasi sastra mencakupi dua kegiatan yang bersifat reseptif dan produtif. Keduanya berhubungan dengan empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, menulis. Dalam deskripsi Standar Kompetensi, aspek kesastraan dan apresiasi sastra dilesapkan ke dalam lima aspek, yakni (1) Mendengarkan, (2) Berbicara, (3) Membaca, (4) Menulis, dan (5) Kesastraan. Materi pelajaran menulis cerpen di dalam deskripsi ruang lingkup pelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia terkandung dalam aspek Menulis. Ketiga, dalam aspek Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), yang diharapkan dimiliki oleh para siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerpen adalah sebagai berikut. (a) Untuk Kelas IX, Semester 1 (SMP/MTs Kelas III, Semester 1), standar kompetensinya adalah Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek, dan kompetensi dasarnya ada dua, yakni Menuliskan kembali dengan kalimat sendiri cerita pendekyang pernah Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 4 dari 17

5 dibaca dan Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. (b) Untuk Kelas X, Semester 2 (SMA/MA Kelas I, Semester 2), standar kompetensinya adalah Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen, dan kompetensi dasarnya ada dua, yakni Menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku,peristiwa, latar) dan Menulis karangan berdasarkan pengalaman orang lain dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar). (c) Untuk Kelas XII, Semester 1 (SMA/MA Kelas II, Semester 1) Program IPA dan IPS, standar kompetensinya adalah Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk resensi dan cerpen, dan kompetensi dasarnya ada dua, yakni Menulis resensi buku kumpulan cerpen berdasarkan unsur-unsur resensi dan Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku,peristiwa, latar). (d) Untuk Kelas XI, Semester 1, (SMA/MA Kelas II, Semester 1), Program Bahasa, standar kompetensinya adalah Mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan drama, dan kompetensi dasarnya adalah Menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga. (e) Untuk Kelas XI, Semester 2, (SMA/MA Kelas II, Semester 2) Program Bahasa, standar kompetensinya adalah Mengungkapkan pikian, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan transformasikan bentuk karya sastra, dan dan kompetensi dasarnya ada dua, yakni Mengarang cerpen berdasarkan realitas sosial, Menyadur cerpen ke dalam drama satu babak, dan Menggubah penggalan hikayat ke dalam cerpen. Deskripsi materi pelajaran menulis cerpen dalam KTSP merupakan bagian yang dirancang untuk mencapai standar kompetensi dan tujuan pelajaran Bahasa Indonesia dan pelajaran Sastra Indonesia secara umum. Secara khusus, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, materi pelajaran penulisan cerpen itu dapat mendukung pencapaian standar kompetensi pelajaran Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 5 dari 17

6 Bahasa Indonesia nomor (1), yakni (1) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri, serta pencapaian tujuan pelajaran Bahasa Indonesia nomor (3), (4), (5), dan (6), yakni (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (BNSP 2006). Sampai di sini kiranya menjadi jelas bahwa kurikulum, terutama KTSP, telah memberi arahan pembelajaran menulis cerpen. Apabila tujuan yang digariskan oleh KTSP dapat dicapai, maka proses pembelajaran menulis cerpen akan dapat menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan menulis cerpen. B. Kelebihan Cerpen sebagai Materi Pembelajaran Pemilihan bentuk cerpen sebagai salah satu materi pelajaran menulis karya sastra memang menguntungkan dilihat dari beberapa aspek. Dari aspek bentuk, cerpen memang memiliki keuntungan dibandingkan dengan novelet, novel, maupun roman. Dibandingkan dengan bentuk karya sastra prosa yang lain yaitu novelet, novel dan atau roman, cerpen memiliki bentuk yang paling pendek. Bentuknya yang pendek memberi keuntungan bagi proses berlatih menulis bagi para siswa. Mereka akan lebih mudah berlatih menulis cerpen dibandingkan dengan menulis novelet, novel, maupun roman. Selain itu, proses pembelajaran menulis cerpen dapat disesuaikan dengan alokasi waktu yang disediakan oleh kurikulum yang relatif sedikit untuk ukuran sebuah proses menulis kreatif prosa. Pada sisi lain, cerpen merupakan bentuk karya sastra yang digemari dan banyak dibaca orang, terutama sesudah tahun 1950 (Rosidi 1976:11; Jassin Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 6 dari 17

7 1965:8; Rampan 1982:15). Hal itu terbukti dari percepatan penerbitan buku kumpulan cerpen. Sampai tahun 1983 rata-rata setiap tahun terbit buku kumpulan cerita pendek sebanyak 5 buah (Nuryatin 1987:5). Jumlah itu meningkat tajam, sampai tahun 2005 rata-rata setiap tahun terbit 20 buah kumpulan cerita pendek (Noor 2006:27). Bukti lainnya adalah pada saat ini hampir setiap surat kabar (terutama melalui edisi minggunya) dan majalah selalu menyediakan ruangan khusus untuk cerpen. Dalam tulisannya yang berjudul Cerpen Kita : yang Kemarin dan yang Mungkin (Kompas, 5 Februari 2006, hlm. 27) Noor menyatakan bahwa ada tiga hal yang menarik pada tahun 2005 terkait dengan pertumbuhan cerpen Indonesia, yakni pertama, adanya perubahan format beberapa koran yang selama ini memberi ruang bagi cerpen; format ruang semakin sempit sehingga para cerpenis pun menyiasati dengan menjadikan cerpen-cerpennya semakin pendek; kedua, "estetika lokal" yang kembali dicuatkan terutama dalam kongres cerpen di Riau, sehingga cerpen-cerpen yang muncul kembali mengangkat masalah-masalah lokal, bukan masalah nasional ataupun internasional; ketiga, penerbitan buku kumpulan cerpen semakin marak, dalam satu tahun lebih dari 20 buku kumpulan cerpen terbit. Banyak diterbitkannya cerpen, baik melalui kumpulan cerita pendek maupun melalui surat kabar dan majalah, akan dapat membawa keuntungan bagi penulisnya. Keuntungan pertama adalah keuntungan prestise, yakni mereka akan mendapat predikat sebagai cerpenis. Beberapa sastrawan besar Indonesia lahir dengan terlebih dahulu menulis cerpen. Mereka mulai dikenal dari cerpencerpennya, kemudian baru dikenal melalui karya-karya prosanya yang lain, yakni novel atau roman. Salah seorang di antara mereka adalah Umar Kayam. Dia masuk ke dalam kancah dunia sastra Indonesia dengan cerpen-cerpennya, antara lain yang terhimpun di dalam Sri Sumarah dan Bawuk. Baru kemudian menghasilkan novel Para Priyayi dan Jalan Menikung. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan para siswa yang berhasil memiliki keterampilan menulis cerpen pada waktunya akan dapat menulis novel atau roman, sehingga akan dikenal sebagai sastrawan. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 7 dari 17

8 Keuntungan kedua adalah keuntungan berupa materi, yakni mereka mendapat penghasilan dari menulis cerpen. Pada masa sekarang cerpen ternyata dihargai oleh media massa relatif banyak. Dari pengakuan salah seorang cerpenis yang sekaligus bertugas sebagai Redaktur Sastra di harian Suara Meredeka, Semarang dapat diketahui bahwa harian di tempatnya bekerja menghargai Rp ,00 setiap cerpen yang dimuat. Sementara itu, ketika cerpennya dimuat di koran yang terbit di Jakarta, dia mendapat Rp ,00 dari Media Indonesia, dan Rp ,00 dari Kompas. Hal itu menunjukkan bahwa keahlian menulis cerpen akan dapat dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian. Oleh karenanya membelajarkan para siswa agar mampu menulis cerpen berarti memberi bekal kepada mereka agar memiliki salah satu jenis life skill. C. Permasalahan Pembelajaran Menulis Cerpen dan Alternatif Pemecahannya Pada bagian awal tulisan ini sudah dipaparkan bahwa dalam GBPP Bahasa Indonesia Tahun 1987 materi menulis cerpen terdapat pada kelas II SMA semester 3, serta dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK, 2004) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) materi menulis cerpen terkandung mulai dari SMP/MTs Kelas III Semester 1 sampai dengan SMA/MA Kelas III. Hal itu berarti bahwa mulai dari tahun 1987 para siswa SMA/MA telah diajari menulis cerpen, dan sejak tahun 2004 SMP/MTs para siswa juga sudah diajari menulis cerpen. Dengan demikian semestinya para siswa yang telah lulus dari SMA/MA sudah memiliki keterampilan menulis cerpen. Namun, pada kenyataannya sampai saat ini masih sangat sedikit para lulusan SMA/MA, bahkan yang sudah menjadi mahasiswa yang mampu menulis cerpen. Salah satu bukti dari hal itu dapat diambil dari pengalaman peneliti. Selama tiga tahun peneliti mengampu mata kuliah Menulis Kreatif pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Salah satu materi perkuliahannya adalah menulis cerpen. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 8 dari 17

9 Ternyata dari seluruh mahasiswa peserta kuliah, setiap tahunnya hanya sekitar 5% mahasiswa yang telah memiliki keterampilan menulis cerpen dengan kualitas relatif baik ketika pertama kali memasuki mata kuliah tersebut. Selebihnya, yakni sekitar 95%, belum mampu menulis cerpen dengan baik. Bukti yang lain, dari pengakuan beberapa cerpenis dapat diketahui bahwa keterampilan menulis cerpen yang mereka miliki tidak secara langsung didapat dari proses pembelajaran di sekolah. Mereka memilikinya dari proses belajar mandiri dan belajar dari para cerpenis lain yang sudah ada terlebih dahulu, baik belajar secara langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud belajar secara langsung yaitui mereka dibimbing secara langsung oleh cerpenis dimaksud. Adapun yang dimaksud belajar secara tidak langsung yaitu mereka belajar melalui cerpen-cerpen karya para cerpenis dan tulisan-tulisan para cerpenis tentang proses kreatif mereka dalam menulis cerpen. Kenyataan yang demikian itu menunjukkan bahwa proses pembelajaran menulis cerpen di sekolah, baik di tingkat Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Tingkat Atas, yang selama ini berlangsung belum berjalan dengan baik sehingga belum menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan menulis cerpen. Hal itu memunculkan pertanyaan, apa yang menjadi sebab proses pembelajaran menulis cerpen belum berjalan sebagaimana mestinya hingga belum mampu menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan menulis cerpen? Belum berhasilnya proses pembelajaran menulis cerpen mencapai tujuan disebabkan oleh beberapa masalah. Masalah dimaksud dapat datang dari pihak siswa, pihak guru, maupun pihak kurikulum. C.1 Masalah dari Pihak Guru Berdasarkan pada wawancara dan observasi yang peneliti lakukan terhadap beberapa orang guru Bahasa Indonesia dapat disimpulkan bahwa penyebab utama belum tercapainya tujuan pembelajaran menulis cerpen yang datangnya dari pihak guru adalah masalah rendahnya kompetensi guru dalam menulis cerpen dan kompetensi guru dalam membimbing siswa menulis cerpen. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 9 dari 17

10 Sebagian besar guru Bahasa Indonesia, baik tingkat SMP/MTs maupun SMA/MA, memiliki kompetensi yang rendah dalam menulis cerpen 1. Mereka tidak dapat menulis cerpen dengan kualitas yang relatif baik, bahkan sebagian dari mereka mengaku belum pernah menulis cerpen. Mereka yang mengaku belum pernah menulis cerpen pada umumnya adalah mereka yang semasa kuliah tidak mendapatkan mata kuliah menulis cerpen Kompetensi para guru dalam menulis cerpen yang rendah itu ternyata berakibat pada rendahnya kompetensi mereka dalam membimbing siswa menulis cerpen. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki keterampilan membimbing para siswanya dalam menulis cerpen. Mereka mengaku merasa bingung pada saat harus membimbing para siswa menulis cerpen karena mereka tidak memiliki pengalaman langsung menulis cerpen. Sebagai akibatnya, para siswa tidak mendapat bimbingan yang benar dan tepat dalam proses belajar menulis cerpen, sehingga mereka tidak dapat menghasilkan cerpen, apalagi cerpen yang berkualitas. Semenjak KTSP diberlakukan tuntutan agar para guru Bahasa Indonesia memiliki kompetensi dalam menulis cerpen dan membimbing siswa dalam proses menulis cerpen menjadi semakin jelas. Tuntutan itu muncul sebab dalam KTSP tercantum Kompetensi Dasar yang harus dimiliki oleh para siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen yakni siswa mampu menulis cerpen. Agar Kompetensi Dasar itu dapat tercapai maka guru harus mampu membimbing siswa menulis cerpen. Guru akan dapat membimbing siswa menulis cerpen secara mantap dan terarah jika ditunjang dengan pengalamannya menulis cerpen. Beberapa alternatif langkah dapat ditempuh untuk mengatasi rendahnya kompetensi guru dalam menulis cerpen dan dalam membimbing siswa menulis cerpen. Untuk mengatasi rendahnya kompetensi guru dalam menulis cerpen, paling sedikit ada dua alternatif langkah yang dapat ditempuh. Pertama, para guru 1 Jumlah guru yang mampu menulis cerpen semakin tambah sedikit jika ukurannya adalah cerpen yang dimuat di surat kabar atau dalam bentuk kumpulan cerpen. Di Semarang hanya ada 1 orang guru yang cerpen-cerpennya sering dimuat di dalam surat kabar, baik surat kabar daerah daerah maupun nasional, dan telah memiliki kumpulan cerpen, yakni S. Prasetyo Utomo. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 10 dari 17

11 diberi pelatihan menulis cerpen sampai mereka mampu menghasilkan cerpen. Langkah ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah menjadi guru. Ibarat proses pengobatan penyakit, langkah ini dapat disebut sebagai langkah pengobatan kuratif, yaitu mengobati sakit yang sudah menimpa seseorang. Kedua, ibarat proses pengobatan, ditempuh langkah preventif, yakni memberi kekebalan pada seseorang agar tidak terkena penyakit, atau memberi bekal kepada seseorang dalam rangka menghadapi pekerjaan yang hendak mereka sandang. Pengobatan preventif ini diberikan kepada mereka yang akan menjadi guru Bahasa Indonesia. Bentuknya adalah para mahasiswa calan guru Bahasa Indonesia dibekali kemampuan menulis cerpen dan membimbing menulis cerpen. Mereka diberi kuliah tentang menulis cerpen dan metode membimbing menulis cerpen sehingga mereka memiliki pengalaman menulis cerpen dan sekaligus memiliki kompetensi yang baik dalam membimbing menulis cerpen sehingga apabila menjadi guru dapat membimbing para siswanya menulis cerpen. Dalam konteks ibarat memberi pengobatan preventif sebagaimana terpapar di muka, proses perkuliahan menulis cerpen dan perkuliahan membimbing menulis cerpen dituntut untuk dapat menghasilkan mahasiswa yang mampu menulis cerpen sekaligus mampu memimbing menulis cerpen. Salah satu komponen perkuliahan yang harus tersedia agar perkuliahan dapat mencapai hasil yang diharapkan adalah adanya model perkuliahan yang baik. Berkaitan dengan itu diperlukan model perkuliahan menulis cerpen dan model perkuliahan pembelajaran menulis cerpen untuk mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia diperlukan agar mereka memiliki pengalaman menulis cerpen dan sekaligus memiliki kompetensi yang baik membimbing menulis cerpen sehingga apabila menjadi guru dapat membimbing para siswanya dalam menulis cerpen. Adapun alternatif langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi rendahnya kompetensi guru dalam membimbing siswa menulis cerpen paling sedikit juga ada dua. Pertama, para guru diberi pelatihan mengenai proses pembimbingan menulis cerpen sampai mereka memiliki kompetensi dalam Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 11 dari 17

12 membimbing menulis cerpen. Kedua, disediakan perangkat pembelajaran 2 menulis cerpen yang sudah teruji tingkat efektivitas dan efisiensinya. Penyediaan perangkat pembelajaran menulis cerpen yang efektf dan efisien ini ditawarkan sebagai salah satu alternatif sebab selama ini para guru sudah memiliki perangkat pembelajaran menulis cerpen, hanya saja model yang mereka gunakan masih belum tepat sehingga belum menghasilkan siswa yang mampu menulis cerpen. C.2 Masalah dari Pihak Siswa Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan para siswa dapat diketahui bahwa masalah utama yang datangnya dari pihak siswa adalah motivasi para siswa mengikuti pembelajaran menulis cerpen rendah. Rendahnya motivasi para siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerpen disebabkan oleh beberapa hal yang berkait, yakni (1) merasa tidak berbakat, (2) merasa tidak ada manfaatnya menulis cerpen, dan (3) merasa tidak mendapat bimbingan yang baik oleh guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen. Para siswa mengaku bahwa kemampuan menulis cerpen adalah bakat. Oleh karenanya ketika dalam proses pembelajaran menulis cerpen mereka kesulitan menulis cerpen, maka mereka merasa tidak berbakat. Atas pandanga itu sebagian besar guru tidak memberi pemahaman bahwa keterampilan menulis cerpen dapat dipelajari, bukan semata-mata bakat. Orang yang dengan tekun berlatih menulis cerpen akan dapat menghasilkan cerpen yang baik. Rendahnya motivasi siswa juga disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan manfaat belajar menulis cerpen. Mereka merasa bahwa belajar menulis cerpen tidak ada manfaatnya. Mereka tidak mengetahui bahwa menulis cerpen sebenarnya dapat mendatangkan beberapa manfaat. Manfaat dimaksud, antara lain (1) cerpen dapat dijadikan sarana sebagai ekspresi pengalaman, perasaan, pemikiran, pendapat, dan gagasan, serta (2) keterampilan menulis cerpen pada 2 Perangkat pembelajaran adalah komponen-komponen yang dipersiapkan oleh guru untuk melaksanakan proses pembelajaran, yang berupa silabus, rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan evaluasi. Ketiga komponen tersebut disusun berdasarkan kurikulum. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 12 dari 17

13 saat ini dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk mata pencaharian. Disayangkan, para guru Bahasa Indonesia jarang yang memberitahukan hal itu kepada para siswanya sehingga motivasi mereka menulis cerpen rendah. Penyebab ketiga adalah para siswa merasa tidak mendapat bimbingan yang baik oleh guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen. Dalam hal ini guru tidak dapat menyajikan proses pembelajaran menulis cerpen yang menarik perhatian dan minat para siswa. Ketidakmampuan guru menyajikan proses pembelajaran menulis cerpen itu dapat disebabakan oleh, antara lain, pertama, guru tidak memiliki kompetensi dalam menulis cerpen dan kompetensi dalam membimbing siswa menulis cerpen, dan kedua, belum tersedianya perangkat pembelajaran menulis cerpen yang efektif dan efisien. Termasuk di dalam perangkat pembelajaran dimaksud adalah model pembelajaran penulisan cerpen. C.3 Masalah dari Pihak Kurikulum Berdasarkan pada pengamatan dan wawancara dengan beberapa guru, masalah yang muncul dari pihak kurikulum dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, pada kurikulum-kurikulum yang berlaku sebelum Kurikulum Berbasis Kompeensi (KBK) masalah yang muncul adalah belum terpisahnya materi menulis cerpen dari materi kesastraan yang lainnya. Menulis cerpen masih merupakan bagian dari materi apresiasi sastra. Akibat lain hal itu, alokasi waktu untuk proses pembelajaran menulis cerpen menjadi sangat sedikit, tidak menukupi untuk sebuah proses pembelajaran menulis cerpen. Kedua, pada saat diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebenarnya materi menulis cerpen sudah mulai diarahkan untuk dijadikan sebagai materi pembelajaran yang mandiri, terpisah dari materi menulis karya sastra lainnya. Namun, penempatan materi itu masih kurang jelas, sebab masih berada dalam aspek kesastraan secara umum. Di samping itu, masa berlakunya KBK ternyata sangat singkat, yang kemudian diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagai akibatnya, para guru belum dapat memahaminya sehingga belum mampu mempraktikannya. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 13 dari 17

14 Ketiga, KTSP telah menempatkan materi menulis cerpen secara mandiri, terpisah dari materi menulis karya sastra yang lain. Alokasi waktu yang tersedia juga relatif memadahi. Hanya saja, KTSP hanya dimuat Standar Kompetensi (KD) dan Kompetensi Dasar (KD). KTSP tidak disertai dengan perangkat pembelajaran, yang terdiri atas silabus 3, rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) 4, dan sistem evaluasi 5. Penyusunan silabus, RPP, dan sistem evaluasi diserahkan kepada sekolah atau guru. Akibatnya, banyak sekolah atau guru yang kebingungan untuk menyusunnya. Banyak guru yang tidak mampu menyusun ketiga perangkat pembelajaran dimaksud. Dengan demikian diperlukan adanya model silabus, rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan sistem evaluasi yang dapat dijadikan pegangan guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen. D. Penutup Kurikulum, terutama KTSP telah memberi arah pembelajaran menulis cerpen. Apabila arah yang digariskan oleh KTSP dapat dilalui dengan benar maka pembelajaran menulis cerpen akan dapat menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan menulis cerpen. Keterampilan menulis cerpen dapat dijadikan 3 Silabus adalah rancangan yang berisi garis besar langkah pembelajaran menulis cerpen yang akan dilaksanakan. Komponen pembelajaran yang terdapat di dalam silabus meliputi (1) identifikasi mata pelajaran; (2) rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; (3) materi pokok; (4) kegiatan pembelajaran; (5) indikator; (6) evaluasi/penilaian, yang meliputi jenis tagihan dan bentuk instrumen; (7) alokasi waktu yang dibutuhkan; dan (8) sumber/bahan/alat. 4 Rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan yang berisi rincian pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen setiap kompetensi dasar, dan merupakan penjabaran dari silabus. Komponen yang terkandung di dalamnya mencakupi (1) identifikasi mata pelajaran; (2) rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; (3) materi pokok; (4) skenario embelajaran/pengalaman belajar; (5) indikator; (6) evaluasi/penilaian, yang meliputi jenis tagihan dan bentuk instrumen; (7) alokasi waktu yang dibutuhkan; dan (8) sumber/bahan/alat. 5 Evaluasi adalah kegiatan untuk menghimpun data dan informasi tentang proses dan hasil pembelajaran menulis cerpen. Kegiatan menghimpun data dan informasi dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung dan setelahnya. Kegiatan yang dilaksanakan ketika proses berlangsung dimaksudkan untuk memperoleh data tentang aktivitas para siswa dalam menulis cerpen. Kegiatan yang dilaksanakan setelah proses berlangsung dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang hasil mereka yang berupa cerpen. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 14 dari 17

15 sebagai salah satu unsur life skill. Keterampilan menulis cerpen akan dapat mendatangkan keuntungan bagi para siswa, baik keuntungan prestise maupun keuntungan materi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan menulis cerpen dapat dijadikan sebagai mata pencaharian bagi para siswa. Agar proses pembelajaran menulis cerpen dapat mencapai tujuan yang digariskan oleh kurikulum, para guru dituntut untuk memiliki kompetensi dalam tiga bidang. Pertama, para guru dituntut untuk memiliki kompetensi dalam merancang atau menyusun perangkat pembelajaran menulis cerpen. Perangkat pembelajaran menulis cerpen yang tepat akan dapat menjadi pegangan yang tepat bagi guru dalam proses pembelajaran menulis cerpen untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kedua, para guru dituntut untuk memiliki kompetensi dalam bidang pembelajaran menulis cerpen. Guru yang memiliki kompetensi dalam bidang pembelajaran menulis cerpen akan dengan mudah dan benar dalam membimbing siswa menulis cerpen. Ketiga, para guru dituntut untuk memiliki kompetensi dalam bidang menulis cerpen. Guru yang memiliki kompetensi menulis cerpen, dalam pengertian memiliki pengalaman menulis cerpen, akan dapat menghayati dalam proses membimbing siswa menulis cerpen. Pengalamannya menulis cerpen akan dapat ditularkan kepada siswa yang dibimbingnya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, kepada para guru perlu diberi pelatihan tentang (1) penyusunan perangkat pembelajaran menulis karya sastra cerpen, (2) pembelajaran menulis karya sastra cerpen, dan (3) penulisan karya sastra cerpen. Sementara itu, bagi para mahasiswa calon guru Bahasa Indonesia, yang kelak ketika lulus dan menjadi guru Bahasa Indonesia akan membimbing siswa dalam pembelajaran menulis cerpen semestinya diberi mata kuliah tentang (1) penyusunan perangkat pembelajaran menulis karya sastra cerpen, (2) pembelajaran menulis karya sastra cerpen, dan (3) menulis karya sastra cerpen. DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Pendidikan Standar Isi. Jakarta: BNSP Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 15 dari 17

16 Bird, Carmel Menulis dengan Emosi Panduan Empatik Mengarang Fiksi. Penerjemah: Eva Y. Nukman. Bandung: Kaifa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Garis-Garis Besar Program Pengajaran Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SLTP Jakarta: Depdiknas. 2004a. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kompetensi Standar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SLTP. Jakarta: Depdiknas. 2004b. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas. 2004c. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sastra Indonesia (Program Studi Bahasa) Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta. 2004d. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP Bahasa Indonesia dan Sastra: Pengembangan Kemampuan Menulis Sastra. Jakarta: Depdiknas Diponegoro, Mohammad Yuk, Nulis Cerpen Yuk. Yogyakarta: Shalahuddin Press. Elbow, Peter Writing without Teacher Merdeka dalam Menulis!. Alih Bahasa: Yani Fretty, Ajeng AP. Jakarta: PT Indomesia Publising. Eneste, Pamusuk (Ed.). 1983a. Cerpen Indonesia Mutakhir, Antologi Essai dan Kritik. Jakarta: Gramedia. 1983b. Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang I. Jakarta : Gramedia Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang II. Jakarta: Gramedia. Hadimadja, Aoh K Seni Mengarang. Jakarta: Pustaka Jaya. Hoerip, Satyagraha Cerita Pendek Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jassin, H.B Analisa, Sorotan Cerita Pendek. Jakarta : Gunung Agung. Kayam, Umar Seribu Kunang-kunang di Manhattan (Kumpulan Cerpen). Jakarta: Pustaka Jaya Sri Sumarah dan Bawuk (Kumpulan Cerpen). Jakarta: Pustaka Jaya. Kleden, Ignas Fakta dan Fiksi tentang Fakta dan Fiksi : Imajinasi dalam Sastra dan Ilmu Sosial, dalam Kalam, edisi 11. Jakarta : Institut Studi Arus Informasi. Lubis, Mochtar Teknik Mengarang. Jakarta: Nunung Jaya. Marahimin, Ismail Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya Moody, HLB The Teaching of Literature ; with reference to developing Countries. London: Longman. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 16 dari 17

17 Noor, Agus Cerpen Kita : yang Kemarin dan yang Mungkin dalam Kompas, Minggu, 5 Februari, hal.27. Nuryatin, Agus Analisis Struktural atas Kumpulan Cerita Pendek Cemara Karya Hamsad Rangkuti. Skripsi. Semarang: Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Cerita Pendek sebagai Bahan Apresiasi dan Ajang Penulisan Kreatif Siswa Sekolah Menengah. Dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia. Th.10. No.4. pendek Indonesia dari Awal Tahun 1980-an hingga Akhir Tahun 1990-an. Laporan PeDesember, hal Jakarta: Bhratara Tema Cerita Pendek dan Koran Semarang Akhis Tahun 1980-an. Laporan Penelitian. Semarang : Pusat Penelitian IKIP Semarang Struktur Cerita Pendek Karya Seno Gumira Ajidarma. Laporan Penelitian. Semarang : Pusat Penelitian UNNES Fakta dalam Fiksi: Teknik Penceritaan Cerpen Seno Gumira Ajidarma. Tesis. Depok: Program Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Budaya Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Perrine, Laurence Story and Structure. Second Edition. New York: Harcourt. Brace & World, Inc. Rampan, Korris Layun Cerita Pendek Indonesia Mutakhir Sebuah Pembicaraan. Yogyakarta: Nur Cahaya. Roekhan Menulis Kreatif: Dasar-dasar dan Petunjuk Penerapannya. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh. Sayuti, Suminto A Sastra dalam Persepektif Pembelajaran. Dalam Sarumpaet, R.K.T. (Ed.). Sastra Masuk Sekolah. Hlm Jakarta: Indonesiatera. Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winaputra Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Pusat Antaruniversitas. Sudjiman, Panuti (Ed.) Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustak Jaya. Sumardjo, J. dan Saini K.M Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia. Tunas, Eko Ekspresi Baru dalam Cerpen Koran dalam Suara Merdeka. Semarang : 15 Januari, halaman 23. Yudiona, K.S Bagaimana Mengarang Cerpen. Semarang: Yayasan Keluarga Penulis & Prabhantara. Agus Nuryatin, Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / Hiski halaman 17 dari 17

18 This document was created with Win2PDF available at The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH :STRATEGI PENGAJARAN SASTRA. SIL/JUR... Revisi : Juli 2008 Hal. (Nomor Jurusan) Semester Judul praktek Jam pertemuan

SILABUS MATA KULIAH :STRATEGI PENGAJARAN SASTRA. SIL/JUR... Revisi : Juli 2008 Hal. (Nomor Jurusan) Semester Judul praktek Jam pertemuan 1. Fakultas / Program Studi : FBS/PBSI 2. Mata Kuliah & Kode : STRATEGI PENGAJARAN SASTRA Kode : 3. Jumlah SKS : Teori :1 SKS Praktik : 1 SKS : Sem : Waktu : 4. Mata kuliah Prasyarat & Kode : 5. Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik itu masalah pribadi maupun masalah umum. Masalah pribadi adalah masalah

I. PENDAHULUAN. baik itu masalah pribadi maupun masalah umum. Masalah pribadi adalah masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk berinteraksi. Dalam proses interaksi tersebut adakalanya timbul permasalahan, baik itu masalah pribadi

Lebih terperinci

Contoh File KKM, PROTA, PROMES, SILABUS, RPP, SK & KD, PEMETAAN

Contoh File KKM, PROTA, PROMES, SILABUS, RPP, SK & KD, PEMETAAN Ini adalah Contoh: Jika ada yang berminat dengan Format *.Doc Silahkan kontak: Telp/SMS : 085 255 989 455 Website : http://bit.ly/rppkita Terima kasih! PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

SILABUS. II. Deskripsi Mata Kuliah

SILABUS. II. Deskripsi Mata Kuliah I. Identitas Mata Kuliah 1. Mata Kuliah : Sastra 2. Kode Mata Kuliah/SKS : INA215 / 2 sks 3. Semester : IV 4. Jurusan/Program Studi : PBSI / PBSI dan BSI 5. Sifat Mata Kuliah : T2, P-, L- II. Deskripsi

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas : VII, VIII, IX Nama Guru : Dwi Agus Yunianto, S.Pd. NIP/NIK : 19650628

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Keingintahuan pada sesuatu hal yang baru merupakan reinkarnasi dari

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Keingintahuan pada sesuatu hal yang baru merupakan reinkarnasi dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kreativitas merupakan titik dasar dalam kehidupan manusia. Hal itu bisa dilihat dari rasa ingin tahu yang tidak pernah ada habisnya dari manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 279 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasian dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran tersebut. Berbagai mata pelajaran diajarkan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran tersebut. Berbagai mata pelajaran diajarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama. Karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari proses

Lebih terperinci

UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA

UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA UNSUR INTRINSIK PADA CERPEN MENJELANG LEBARAN, MBOK JAH, DAN DRS CITRAKSI DAN DRS CITRAKSA KARYA UMAR KAYAM SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA DI SMA Sun Suntini Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum adalah agar (1) peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Supaya perubahan pada peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pembelajaran diartikan sebagai suatu sistem yang di

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pembelajaran diartikan sebagai suatu sistem yang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembelajaran diartikan sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari berbagai komponen, mulai dari perencanaan pembelajaran sampai pada evaluasi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Bahasa Indonesia tahun 2006 bertujuan untuk menjadikan

Lebih terperinci

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN MENGAJARKAN SASTRA Tiurnalis Siregar Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Karya Sastra merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan

Lebih terperinci

TEKNIK BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN (Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas X SMA)

TEKNIK BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN (Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas X SMA) TEKNIK BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN (Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas X SMA) Oleh R. Mekar Ismayani STKIP Siliwangi Bandung mekarismayani@rocketmail.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 Tinjauan aspek sosiokultural puisi-puisi pada harian Solopos dan relevansinya sebagai materi ajar alternatif bahasa Indonesia di SMA (harian Solopos edisi oktober-desember 2008) Oleh: Erwan Kustriyono

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua fungsi utama yaitu menyenangkan dan bermanfaat, atau lebih dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kehidupan manusia. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kehidupan manusia. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pilar utama bagi kehidupan manusia. Dengan pendidikan, hidup menjadi lebih bermakna dan terarah. Agar hidup manusia lebih bermakna dan terarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 271 33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam. memelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa

I. PENDAHULUAN. emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam. memelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Bahasa juga merupakan penunjang keberhasilan dalam memelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan kegiatan yang bernilai edukatif, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH PENULISAN KREATIF SASTRA (IN 509) PROGRAM NONDIK

SILABUS MATA KULIAH PENULISAN KREATIF SASTRA (IN 509) PROGRAM NONDIK SILABUS MATA KULIAH PENULISAN KREATIF SASTRA (IN 509) PROGRAM NONDIK Oleh Nenden Lilis Aisyah, S.Pd., M.Pd NIP. 132304682 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Lebih terperinci

Nikke Permata Indah Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Nikke Permata Indah Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia PENERAPAN MODEL INDUKTIF DENGAN MEDIA GAMBAR SILLUET DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS CERITA PENDEK (Penelitian Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas XI SMK Negeri 1 Cimahi Tahun Ajaran 2014/2015) Nikke Permata

Lebih terperinci

Pembelajaran Sastra yang Integratif Berbasis Kompetensi. Dra. Elfia Sukma, M.Pd. Dosen PGSD FIP UNP

Pembelajaran Sastra yang Integratif Berbasis Kompetensi. Dra. Elfia Sukma, M.Pd. Dosen PGSD FIP UNP Pembelajaran Sastra yang Integratif Berbasis Kompetensi Dra. Elfia Sukma, M.Pd. Dosen PGSD FIP UNP Abstrak Pembelaaran sastra adalah pembelajaran yang menarik. Di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur. Wayang tidak hanya secara artistik memiliki kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur. Wayang tidak hanya secara artistik memiliki kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia internasional mengakui wayang sebagai produk budaya dan kesenian asli Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur. Wayang tidak hanya secara artistik memiliki

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan

BAB I PENDAHULUAN. budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan 1 BAB I PENDAHULUAN peserta didik agar dapat mengenali siapa dirinya, lingkungannya, budayanya dan budaya orang lain, serta mengemukakan gagasan dan perasaannya. Penggunaan bahan ajar yang jelas, cermat

Lebih terperinci

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain Eni Sukaeni, 2012 Penggunaan Model Penemuan Konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas kehidupan, serta

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nikke Permata Indah, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nikke Permata Indah, 2015 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengajaran sastra di SMA, SMK dan sederajat selalu mendapatkan banyak perhatian. Pembicaraan masalah pengajaran sastra sudah sering dimuat di berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS SK DAN KD PADA STANDAR ISI MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA BERDASARKAN KETERAMPILAN BERBAHASA, ILMU KEBAHASAAN, DAN ILMU KESASTRAAN

ANALISIS SK DAN KD PADA STANDAR ISI MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA BERDASARKAN KETERAMPILAN BERBAHASA, ILMU KEBAHASAAN, DAN ILMU KESASTRAAN ANALISIS SK DAN KD PADA STANDAR ISI MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA BERDASARKAN KETERAMPILAN BERBAHASA, ILMU KEBAHASAAN, DAN ILMU KESASTRAAN (Analisis isi SK dan KD Mendengarkan, Berbicara, Membaca,

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D) 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI (SK) & KOMPETENSI DASAR (KD)

PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI (SK) & KOMPETENSI DASAR (KD) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI (SK) & KOMPETENSI DASAR (KD) PENDIDIKAN BUDAYA & KARAKTER BANGSA Mata Pelajaran : Bahasa Sunda Satuan Pendidikan : SMP/MTs Kelas/Semester : VII IX /1 & 2 Nama

Lebih terperinci

SILABUS. : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Matakuliah & Kode : Pengantar Kajian Sastra, INA 412 SKS : Teori 4 Praktik 0

SILABUS. : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Matakuliah & Kode : Pengantar Kajian Sastra, INA 412 SKS : Teori 4 Praktik 0 SILABUS Fakultas : FBS Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Matakuliah & Kode : Pengantar Kajian Sastra, INA 412 SKS : Teori 4 Praktik 0 : I Mata Kuliah Prasyarat & Kode : - Dosen : I.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menghadapi kehidupan yang kompleks karena tuntutan perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. akan menghadapi kehidupan yang kompleks karena tuntutan perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai tempat untuk memperoleh pendidikan yang bermakna dan bermutu pada dasarnya harus selalu mengacu ke masa depan. Sebab peserta didik akan menghadapi

Lebih terperinci

Lampiran 1 BIODATA PENULIS

Lampiran 1 BIODATA PENULIS Lampiran 1 BIODATA PENULIS 1. Nama lengkap Drs. Sawali, M.Pd. 2. Tempat, tanggal lahir Grobogan, 19 Juni 1964 3. Alamat Perum BTN Blok C-21 RT 03/RW X Kelurahan Langenharjo, Kec. Kendal, Kabupaten Kendal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

1 dari 1. Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar. Pengertian apresiasi

1 dari 1. Kompetensi Dasar Indikator Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar. Pengertian apresiasi Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 85080 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id September 22 Fakultas : Jurusan/Prodi : Matakuliah : Kode Matakuliah : SKS : Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan berbahasa berhubungan erat dan saling melengkapi dengan pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berkaitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN MEDIA SURAT KABAR PADA SISWA KELAS X 5 SMA NEGERI 2 PATI TESIS

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN MEDIA SURAT KABAR PADA SISWA KELAS X 5 SMA NEGERI 2 PATI TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DENGAN MEDIA SURAT KABAR PADA SISWA KELAS X 5 SMA NEGERI 2 PATI TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Pengkajian Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian penting dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan

I. PENDAHULUAN. dalamnya terdapat pengilustrasian, pelukisan, atau penggambaran kehidupan ` I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta dialog antara diri pengarang dengan lingkungannya. Sebuah karya sastra di dalamnya

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR BERSERI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 12 SIJUNJUNG ARTIKEL ILMIAH

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR BERSERI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 12 SIJUNJUNG ARTIKEL ILMIAH PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR BERSERI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 12 SIJUNJUNG ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN PENERAPAN TEKNIK RANGSANG GAMBAR DAN SUMBANG KATA PADA SISWA KELAS VII E DI SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA Kompetensi Utama Pedagogik St. Inti/SK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. dan telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dan telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Melalui karya sastra dapat diketahui eksistensi kehidupan suatu masyarakat di suatu tempat pada suatu waktu meskipun hanya pada sisi-sisi tertentu. Kenyataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk

I. PENDAHULUAN. karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada karya sastra, bahasa yang dipergunakan berbeda dengan karya ilmiah. Dalam karya sastra penggunaan bahasa dihadapkan pada usaha sepenuhnya untuk pengungkapan

Lebih terperinci

kemanusiaan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai kebudayaan dan meningkatkan

kemanusiaan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai kebudayaan dan meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia atau yang diciptakan oleh manusia dengan menggunakan bahasa untuk menghasilkan nilai estetika. Dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ungkapan atau pikiran seseorang yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ungkapan atau pikiran seseorang yang dituangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan sebuah ungkapan atau pikiran seseorang yang dituangkan menggunakan bahasa yang indah sebagai sarana pengucapannya dan dapat berguna bagi manusia, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mardwitanti Laras, 2014 Penerapan Teknik Parafrase dengan Pengandaian 180 Derajat berbeda dalam pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Mardwitanti Laras, 2014 Penerapan Teknik Parafrase dengan Pengandaian 180 Derajat berbeda dalam pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis merupakan hal yang harus dikuasai oleh siswa. Keterampilan menulis tidak dapat terlepas dari ketiga komponen lainnya seperti keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAAN. kaidah-kaidah tata bahasa kemudian menyusunnya dalam bentuk paragraf.

BAB I PENDAHULUAAN. kaidah-kaidah tata bahasa kemudian menyusunnya dalam bentuk paragraf. BAB I PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tarigan (2008: 3) menyatakan bahwa menulis merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

Berbahasa dan Bersastr

Berbahasa dan Bersastr Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang Hak Cipta Buku ini dibeli Oleh Departemen Pendidikan Nasional dari Penerbit Usaha Makmur, CV Berbahasa dan Bersastr sastra a Indonesia

Lebih terperinci

SILABUS PENULISAN BERITA DAN FEATURE (IN322) Dosen: Drs. H. Khaerudin Kurniawan, M.Pd

SILABUS PENULISAN BERITA DAN FEATURE (IN322) Dosen: Drs. H. Khaerudin Kurniawan, M.Pd PENULISAN BERITA DAN FEATURE (IN322) Dosen: Drs. H. Khaerudin Kurniawan, M.Pd Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2

Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2 Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2 A. Pendahuluan Menulis belum menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia, meskipun sudah sejak abad IV bangsa ini masuk ke zaman sejarah. Aktivitas berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari harinya.

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari harinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia ini hanya dapat diperoleh dari proses belajar yaitu

Lebih terperinci

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyimak (listening skills); (2) keterampilan berbicara (speaking skills); (3)

BAB I PENDAHULUAN. menyimak (listening skills); (2) keterampilan berbicara (speaking skills); (3) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa diharapkan mampu memiliki kompetensi dengan menguasai empat keterampilan berbahasa yang menjadi tujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Melalui bahasa seseorang dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain. Sebagai

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DENGAN MODEL SINEKTIKS YANG DIKEMBANGKAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DENGAN MODEL SINEKTIKS YANG DIKEMBANGKAN PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DENGAN MODEL SINEKTIKS YANG DIKEMBANGKAN oleh Nas Haryati Setyaningsih Fakultas Bahasa dan Seni UNNES ABSTRAK Menulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlaksananya pendidikan dan tersampainya ilmu pengetahuan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlaksananya pendidikan dan tersampainya ilmu pengetahuan. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa sangat memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Kedudukan bahasa itu sangat penting sebab dengan bahasa dapat terlaksananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat penting ditanamkan pada anak sejak kecil. Karena bila sejak kecil sudah ditanamkan pendidikan yang baik, maka dewasanya anak itu akan menjadi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang menjawab tantangan masa depan menurut Semi (2008:

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang menjawab tantangan masa depan menurut Semi (2008: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang menjawab tantangan masa depan menurut Semi (2008: 137) adalah pendidikan yang memberikan kebebasan berpikir, pertimbangan, perasaan, dan imajinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Saat ini sempat diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Saat ini sempat diterapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang guru yang berhasil akan selalu memperhatikan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Saat ini sempat diterapkan Kurikulum 2013. Penerapan

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu, pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanda Mahesa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanda Mahesa, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis sastra yang diajarkan kepada peserta didik di sekolah adalah menulis prosa. Salah satu jenis prosa tersebut adalah cerita pendek atau cerpen. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Melalui pendidikan, diharapkan setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Melalui pendidikan, diharapkan setiap individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai kedudukan yang penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Melalui pendidikan, diharapkan setiap individu memiliki kompetensi pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan komunikasi, mengemukakan gagasan baik dari dalam maupun

BAB I PENDAHULUAN. dapat melakukan komunikasi, mengemukakan gagasan baik dari dalam maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat aspek, yaitu menyimak, berbicara membaca dan menulis.menulis merupakan kegiatan berbahasa yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memungkinkan manusia untuk berkomunikasi, berhubungan, berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. ditarik beberapa kesimpulan dan dirumuskan beberapa saran sebagai berikut.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. ditarik beberapa kesimpulan dan dirumuskan beberapa saran sebagai berikut. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada Bab V dapatlah ditarik beberapa kesimpulan dan dirumuskan beberapa saran sebagai berikut. 6.1 Simpulan Memperhatikan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan juga pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak lain sebagai alat menanamkan nilai-nilai atau moral dan budi pekerti, agar

BAB I PENDAHULUAN. tidak lain sebagai alat menanamkan nilai-nilai atau moral dan budi pekerti, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Endraswara (2003:165), berpendapat bahwa karya sastra diciptakan tidak lain sebagai

Lebih terperinci

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012 Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Jenjang : SMP/SMA Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012 1. Mengungkapkan secara lisan wacana nonsastra 1.1 Menggunakan wacana lisan untuk wawancara 1.1.1 Disajikan

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah : Apresiasi Sastra Bobot SKS : 2 Waktu : 100 menit Dosen : Prana D. Iswara, S.Pd., M.Pd.

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah : Apresiasi Sastra Bobot SKS : 2 Waktu : 100 menit Dosen : Prana D. Iswara, S.Pd., M.Pd. SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah : Apresiasi Sastra Bobot SKS : 2 Waktu : 100 menit Dosen : Prana D. Iswara, S.Pd., M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang 2009 SILABUS APRESIASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAHIRAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TANJUNGPINANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

ANALISIS KEMAHIRAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TANJUNGPINANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 ANALISIS KEMAHIRAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 TANJUNGPINANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 ARTIKEL E JOURNAL Oleh MARLINDA NIM 090388201189 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan,

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra dapat menumbuhkan pengetahuan dan mengembangkan apresiasi sastra siswa. Kegiatan apresiasi sastra dapat diwujudkan dengan mengarahkan peserta

Lebih terperinci