BAB I PENGANTAR. yang karyanya diapresiasi secara luas, serta dalam rentang waktu yang cukup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. yang karyanya diapresiasi secara luas, serta dalam rentang waktu yang cukup"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR 1. 1 Latar belakang Ali Akbar Navis (A.A. Navis) merupakan salah seorang pengarang Indonesia yang karyanya diapresiasi secara luas, serta dalam rentang waktu yang cukup panjang. Apresiasi terhadap karya A.A. Navis ditunjukkan oleh penghargaan dan hadiah yang diberikan oleh berbagai lembaga, penerbitan ulang sebagian besar karyanya, serta penerjemahan beberapa cerita pendeknya ke dalam bahasa asing. Karya Navis mencakup cerita pendek, novel, dan puisi. Karyanya dalam bentuk cerita pendek dikumpulkan dalam 5 antologi, karya berupa novel yang telah dibukukan ada 3 buah, sedangkan karya puisinya dikumpulkan dalam sebuah antologi. Pada tahun 2005, Ismet Fanany menghimpun dan mempublikasikan seluruh cerita pendek yang ditulis Navis dalam sebuah antologi lengkap. Karya itu merupakan buku pertama dalam khasanah sastra Indonesia yang menghimpun secara lengkap seluruh cerita pendek dari seorang pengarang (Adilla, 2005). Selain menulis karya sastra, A.A. Navis menulis dan menjadi editor sejumlah buku dalam bidang kebudayaan, agama, sosial, pendidikan, dan ekonomi. Pengarang ini juga menggagas dan aktif dalam berbagai seminar tentang kesusasteraan, kebudayaan, dan pendidikan di berbagai tempat. Kompetensi 1

2 pengetahuan yang dimilikinya tentang masyarakat Minangkabau menjadikan ia dipandang sebagai representasi dari suku bangsa itu. Ia sering diundang berbicara di berbagai forum untuk menyampaikan problem yang dialami masyarakat tersebut. Berdasarkan catatan di bagian belakang otobiografinya hingga tahun 1994, A.A. Navis telah mengikuti 106 kali kegiatan akademik berupa seminar, diskusi, ceramah, dan penelitian di berbagai kota di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, Belanda, Jepang, dan Amerika Serikat. Ia menulis puluhan makalah dan artikel dalam bidang sastra, agama, ekonomi, pendidikan, politik, dan budaya. Sebagian dari makalah dan artikel itu kemudian diterbitkan dalam sebuah antologi karangan pilihan. A.A. Navis lahir dan menjalani sebagian besar hidupnya dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Perjalanan hidupnya beriringan dengan pertumbuhan Indonesia sebagai sebuah negara dan bangsa yang baru meraih kemerdekaan. Ia mengalami dan terlibat dalam berbagai peristiwa sosial politik yang terjadi di wilayah tempat tinggalnya. Navis dilahirkan dan menjalani masa kanakkanak hingga remaja pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Ketika tumbuh dewasa, ia ikut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Ia mengalami masa pemerintahan Orde Lama, menyaksikan peristiwa PRRI, dan aktif dalam bidang poltik di awal Orde Baru. Navis meninggal dunia beberapa tahun bermulanya Era Reformasi. Kekalahan PRRI dalam perang saudara di awal 60-an memberikan dampak luas terhadap masyarakat Minangkabau. Sebagaimana dicatat Naim (1984: 64), terjadi gelombang eksodus orang Minang menuju perantauan. A.A. Navis adalah 2

3 sedikit dari orang Minangkabau yang memilih tinggal, berkarya, dan melibatkan diri dalam aneka persoalan dalam masyarakat Minangkabau yang kehilangan harga diri karena kalah perang. Ia kemudian terlibat dalam beberapa kegiatan sosial. Selain kegiatan dalam bidang sastra, seni, dan budaya, A.A. Navis juga aktif melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan politik. Di bidang pendidikan, A.A. Navis memelopori pembangunan kembali lembaga pendidikan RP. INS Kayutanam, ikut serta merancang dan mendirikan Akedemi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), dan Fakultas Sastra Universitas Andalas. Dalam bidang ekonomi, ia mendirikan sebuah koperasi di nagari Maninjau, serta mengagas dan menjadi pengurus Gerakan Seribu Minang (Gebu Minang). Di bidang politik, A.A. Navis menjadi anggota DPRD Sumatera Barat selama dua periode mewakili Golongan Karya. Berbagai kegiatan itu menunjukkan luasnya perhatian, keterlibatan, dan aktivitas sosial yang dilakukan A.A. Navis. Abdullah (1994:xx) dalam pengantar otobiografi A.A.Navis menyebut tokoh ini sebagai seorang universalis karena luasnya perhatian, karya, dan aktivitasnya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Saafroedin Bahar dan Chairul Harun ketika menuliskan kesan tentang tokoh ini. Bahar (1994: ) menyebut A.A. Navis sebagai cadiak pandai Minangkabau Par Excellent disebabkan kepedulian dan sumbangan pemikirannya dalam pengembangan daerah. Melalui karya-karya yang ditulisnya, Navis mencatat, mengemukakan pandangannya, dan menawarkan solusi tentang berbagai persoalan yang terjadi di lingkungan sosialnya. Hal itu menjadikan karyakaryanya berfungsi layaknya dokumen sosial tentang masyarakat Minangkabau. 3

4 Paragraf di atas tidak saja memperlihatkan banyaknya peristiwa sosial politik yang dilalui Navis, tetapi juga beragamnya arena kegiatan yang dijalaninya. Semua itu berkait dan mempengaruhi kreativitas, produktivitas dan posisi Navis di arena kesusasteraan Indonesia. Penelitian ini diharapkan menghasilkan sebuah kajian yang komprehensif tentang A.A. Navis sebagai sastrawan Indonesia melalui pengamatan terhadap aspek sosial, budaya, dan politik dalam kaitan dengan karya sastra yang dihasilkannya. 1.2 Masalah Penelitian ini membahas keberadaan A.A.Navis di arena satra Indonesia. Masalah yang diteliti mencakup; (1) apa saja habitus yang mempengaruhi pandangan dunia Navis dan bagaimana Navis menghimpun modal selama berada di habitus tersebut; (2) apa saja faktor sosial, budaya dan politik yang mempengaruhi posisi, kreativitas, dan produktivitas Navis sebagai agen di arena sastra Indonesia; (3) apa saja strategi yang dilakukan Navis untuk berjuang di arena sastra Indonesia dan bagaimana ia menjalankan strategi tersebut melalui teks sastra yang dihasilkan dan kegiatan yang dijalankan di ruang sosial; (4) apa saja keuntungan yang berhasil diperoleh Navis dalam usahanya berjuang di arena sastra Indonesia, serta bagaimana keuntungan itu dikelola dan dimanfaatkan untuk berjuang di arena lain; dan (5) bagaimana pemikiran Navis tentang kesusasteraan, kebudayaan, pendidikan dan politik di Indonesia. 4

5 1.3 Tujuan Dengan latar belakang dan masalah seperti diungkapkan sebelumnya, penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan hal-hal berikut; 1. Deskripsi tentang habitus yang mempengaruhi pandangan dunia Navis, interaksi dan kegiatan yang dilakukan di habitus tersebut untuk mendapatkan modal yang kemudian digunakan untuk berjuang di arena kesusastraan Indonesia. 2. Deskripsi tentang strategi yang dilakukan Navis untuk berjuang di arena kesusastraan Indonesia dan langkah yang dilakukan untuk menjalankan strategi tersebut melalui sarana tekstual dan kegiatan yang dijalankan di ruang sosial. 3. Deskripsi tentang faktor sosial, budaya, dan politik yang mempengaruhi posisi, kreativitas, dan produktivitas Navis sebagai agen di arena kesusastraan Indonesia. 4. Deskripsi tentang keuntungan yang berhasil diperoleh Navis selama berjuang melakukan aktivitas di arena kesusastraan Indonesia maupun arena kegiatan lainnya. 5. Deskripsi tentang pemikiran Navis tentang masalah-masalah yang terkait dengan arena kesusastraan, kebudayaan, pendidikan dan politik di Indonesia. 5

6 1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh ini, belum ada tulisan yang secara komprehensif membahas baik karya sastra maupun non-sastra yang ditulis A.A. Navis. Begitu pun, belum terdapat pembahasan mengenai pandangan dunia pengarang ini. Pembahasan halhal tentang karya A.A. Navis sejauh ini terbatas pada karya tertentu saja, dan umumnya berupa artikel populer atau resensi buku. Lainnya adalah sebuah tesis yang membahas secara khusus cerita pendek Robohnya Surau Kami. Pembahasan yang cukup mendalam tentang karya A.A. Navis ditulis oleh Junus (1972), Mangunwijaya (1982), serta Sulastri (1997). Junus membahas perbedaan pandangan A.A. Navis sebagai pengarang terhadap aspek kemanusiaan dan keagamaan yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami, Datangnya dan Perginya, serta novel Kemarau. Fokus perhatian Junus adalah perbedaan pandangan A.A. Navis mengenai dilema antara agama dan kemanusiaan yang terdapat dalam ketiga karya itu. Junus menunjukkan adanya perubahan dan perkembangan sikap A.A. Navis terhadap masalah yang sama sebagaimana terlihat dari karyanya. Junus hanya membatasi pada ketiga karya di atas. Mangunwijaya (1982:13) membandingkan sikap A.A. Navis dalam Datangnya dan Perginya dengan novel Kemarau. Menurutnya, kedua karya itu menggambarkan masalah formalisme hukum agama dan religiositas yang otentik. Mangunwijaya mendukung sikap A.A. Navis dalam Datangnya dan Perginya, serta menyayangkan sikapnya dalam Kemarau. Mangunwijaya membahas dua karya A.A. Navis itu dalam konteks religiusitas dalam karya sastra 6

7 sehingga fokus perhatiannya adalah aspek religiusitas dalam karya. Penulis tersebut berasumsi bahwa perbedaan pandangan A.A. Navis itu merupakan ekspresi dari pandangan masyarakat yang berbeda tentang masalah yang sama. Mangunwijaya tidak mengungkapkan bagaimana sikap keagamaan yang dimunculkan A.A. Navis itu bertumbuh dalam diri penulis atau lingkungan sosialnya. Masalah keagamaan merupakan salah satu aspek penting dalam karya A.A. Navis sehingga diskusi yang diajukan Junus dan Mangunwijaya menjadi sumbangan berharga untuk penelitian ini. Kedua penulis itu membatasi diri pada masalah keagamaan tanpa menelusuri bagaimana genetis dari pandangan keagamaan itu. Sulastri (1997) meneliti aspek reseptif dari antologi Robohnya Surau Kami (RSK). Ia mencoba menemukan jawaban mengapa antologi tersebut menarik dan terkenal sehingga diresepsi pembaca dalam rentang waktu yang cukup panjang. Untuk hal itu, Sulastri meneliti persoalan yang dikemukakan pengarang dalam Robohnya Surau Kami, latar belakang penciptaan teks yang dilanjutkan dengan bentuk perkembangan dan bentuk variasi teks. Dari penelitiannya, Sulastri menyimpulkan hal berikut; (1) RSK merefleksikan nilai-nilai budaya yang pernah dan masih berlaku dalam masyarakat Minangkabau; (2) RSK merupakan kumpulan cerita yang diangkat pengarang dengan mengetengahkan konflik-konflik manusia, yang sebagian besar tertuang dalam dialog; (3) pola konflik terus berulang terutama menyangkut kebenaran serta dunia nyata-dunia angan; (4) sumber yang berperan dalam proses kreatif A.A. Navis; lingkungan dan tempat tinggal; pendidikan; sikap hidup dan 7

8 pandangannya. Selanjutnya, Sulastri juga mencantumkan kesimpulan berkait dengan aspek kebahasaan dari karya A.A. Navis. Menurutnya, bahasa A.A. Navis menyajikan pilihan kata yang puitis dan mengarah ke bentuk kaba, yakni menggunakan metode bercerita sebagai orang ketiga. Cerita disampaikan dengan kalimat naratif yang mempunyai gejala bahasa dengan menggunakan irama pantun yang menghasilkan rima. Kesimpulan yang diajukan Sulastri di atas menunjukkan bahwa ia tidak membatasi perhatian pada aspek reseptif sebagaimana direncanakan sejak awal. Akibatnya perhatian penulis itu menjadi terpecah dan kesimpulan yang diajukannya menjadi bias. Kesimpulan mengenai kemiripan gaya bahasa A.A. Navis dengan gaya bahasa kaba perlu disangsikan karena struktur bahasa yang digunakan pada kedua karya itu jauh berbeda. Sebagai sastra lisan, bahasa kaba merupakan bahasa berirama karena berkait dengan musik pengiring, sementara bahasa dalam karya Navis merupakan bahasa tulis. Pandangan A.A. Navis mengenai masalah keagamaan menarik perhatian beberapa pengamat. Jasssin (195: ) mengatakan bahwa cerita pendekcerita pendek A.A. Navis memberi udara baru bagi kesusasteraan Indonesia karena ia telah mengemukakan suatu gagasan dalam cerita tentang hidup beragama. Hidup beragama bukanlah sekadar mengerjakan suruhan tanpa berpikir. Karya A.A. Navis merupakan inovasi terhadap karya yang bercerita tentang praktik keagamaan, yang belum ditemukanpada pengarang sebelumnya. Rosidi (1973: ) menulis kesannya tentang antologi Robohnya Surau Kami dan novel Kemarau. Penulis ini menempatkan A.A. Navis sebagai pengarang muslim 8

9 yang ingin memperbaharui mentalitas umat Islam dan telah mempermasalahkan persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam Indonesia kini dalam bentuk karya sastra. Sebagai artikel popular, tulisan pengamat di atas memiliki keterbatasan. Pandangan dan argumentasi yang diajukan dalam tulisan merupakan pendapat berharga untuk merumuskan pandangan dunia pengarang dalam penelitian ini. Tentang posisi A.A. Navis dalam sastra Indonesia, beberapa pengamat memberikan pandangannya. Teeuw (1989:23-24) menempatkan A.A. Navis sebagai pengarang yang mewakili kelompok sesudah perang dengan akar dan penonjolan pada situasi daerah. Menurut Teeuw, kisah dalam antologi Robohnya Surau Kami, kadang-kadang terasa agak sentimental, dengan kritik halus terhadap kekasaran dan kekejaman manusia (Teeuw, 1989:24). Selanjutnya, Teeuw mencatat bahwa cerpen Robohnya Surau Kami merupakan yang paling menarik dari antologi ini. Tentang antologi Hudjan Panas, ia menilai buku ini bernada ironis. Selanjutnya, Teeuw memberikan kesannya tentang novel yang ditulis A.A. Navis. Menurutnya, kelemahan A.A. Navis muncul apabila ia berusaha menuliskan cerita yang lebih panjang, yang lebih memerlukan kecakapan teknik. Novel Kemarau lemah karena kurang kompak, kertidakmungkinan isi dan karakterisasi yang tak masuk akal. Kesimpulan Teeuw tentang A.A. Navis, Dalam ukuran apa pun, A.A. Navis barangkali bukanlah seorang penulis besar, tetapi ia mewakili suatu gaya yang agak khas tradisi penuturan cerita yang sederhana di dalam sastra Indonesia modern (Teeuw, 1989:24). 9

10 Sebuah artikel pendek ditulis Wahid (1994) tentang A.A. Navis. Penulis ini menyatakan bahwa kekuatan karya A.A. Navis adalah pada setting sosialnya,... yang memberikan warna aktualitas yang hidup kepada karya-karya A.A. Navis (Wahid,1994:259). Dialog sosial dan gugatan yang diajukan membuat karya-karya fiksi A.A. Navis menjadi bahan dokumentasi sosial yang sangat berharga dalam perkembangan sastra kita. Sebuah buku yang agak komprehensif, tetapi kurang mendalam ditulis Adilla (2003). Buku yang ditujukan untuk siswa sekolah menegah ini dimaksudkan sebagai jendela untuk memahami karya A.A. Navis. Buku ini menyajikan secara singkat riwayat hidup pengarang, ringkasan cerita, serta pembahasan singkat seluruh karya A.A. Navis. Di dalamnya, juga dicantumkan beberapa peristiwa berdasarkan informasi dari buku lain maupun dari wawancara dengan pengarangnya, yang menjadi latar belakang karya A.A. Navis. Eksplorasi terhadap aspek sastra dan sikap A.A. Navis tidak dilakukan secara memadai. Begitu pun, tidak dijelaskan kerangka teoritis yang digunakan untuk membahas karya. Tentang karya non-sastra yang ditulis A.A.,Navis tidak banyak pendapat yang berhasil dilacak. Buku Alam Terkembang Jadi Guru yang menjelaskan aneka aspek kebudayaan dan masyarakat Minangkabau, dipuji beberapa penulis lain. Tulisan Naim (1984), Ereste, (1985) dan Junus (1986) memuji ketelitian A.A. Navis mencatat informasi tentang kebudayaan Minangkabau yang cukup lengkap, serta sikap kritisnya yang tergambar melalui catatan kaki. Sebagaimana halnya tulisan berupa resensi buku yang mengedepankan aspek informatif, para 10

11 penulis di atas tak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan alasan dan penilaian lebih lengkap tentang karya A.A. Navis ini. Bagaimana pun, pandangan itu menunjukkan bahwa karya A.A. Navis diterima dan diakui di dunia akademik. Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa pembahasan tentang karya A.A. Navis baru dilakukan secara parsial. Belum ada pembahasan tentang aspek genetis, lingkungan sosio-budaya, serta pandangan dunia A.A. Navis. Penelitian ini diharapkan dapat mengisi kekosongan itu. I.5 Landasan Teori Untuk membahas masalah yang diungkapkan di atas, dan mencapai tujuan yang direncanakan, penelitian ini memanfaatkan teori strukturalisme genetik yang dikembangkan oleh Pierre Bourdieu. Teori srukturalisme genetik yang dikembangkan Bourdieu merupakan usaha yang dilakukannya untuk menjelaskan hubungan antara karya kultural, termasuk sastra, dengan masyarakat tempat ia dilahirkan dan diapresiasi. Bourdieu, menurut Jhonson (2010: xiv), mengombinasikan analisis tentang struktur-struktur sosial yang objektif dengan analisis tentang asal-usul struktursturuktur mental yang terbentuk secara sosial dan mengkristal dalam diri individuindividu tertentu yang melahirkan praktik-praktik. Agar mampu memahami hubungan dua aspek tersebut, selanjutnya Bourdieu mengembangkan konsep habitus, arena, agen, strategi, dan lintasan. 11

12 Habitus merupakan serangkaian cara pandang, sikap, gaya atau disposisidisposisi yang telah dimiliki seseorang dari masa lalunya, yang digunakan untuk menyiasati kehidupan saat ini dan mengatur strategi di masa depan. Habitus berasal dari bahasa Latin yang mengacu pada keadaan, penampakan atau situasi tertentu atau habitual, khususnya pada tubuh (Jenkins, 1992: ). Menurut Bourdieu (2011:18), konsep ini telah dipakai sebelumnya oleh Hegel, Husserl, Weber, Durkheim hingga Mauss. Habitus merupakan sesuatu yang terbentuk dalam jangka waktu lama karena ia merupakan hasil dari proses panjang pencekokan individu (process of inculcation), dimulai sejak masa kanak-kanak, yang kemudian menjadi semacam pengindraan kedua (second sense) atau hakikat alamiah kedua (second nature). (Johnson, 1993: xvi), serta dibentuk oleh pengalaman dan oleh pengajaran secara eksplisit (Jenkins, 1992:109). Menurut Johnson, (1993: xvi), Bourdieu kadangkala menggambarkan habitus sebagai logika permainan, seperangkat disposisi yang melahirkan praktik dan persepsi. Dalam bahasa berbeda, Jenkins, (1992: ) mengatakan, habitus membimbing aktor untuk melakukan suatu hal, dia menyediakan suatu basis bagi pembentukan praksis. Pengaruh habitus pada individu muncul dalam bentuk disposisi-disposisi yang bersifat tahan lama, dapat ditransformasikan dalam arena yang berbeda, dan merupakan struktur yang distrukturkan karena mengikutsertakan kondisi sosial objektif dalam pembentukannya (Johnson, 1993: xvi dan Jenkins, 1992:12). Arena adalah wilayah sosial tempat seseorang menjalankan profesinya. Jika habitus berkait dengan pengalaman dari masa lalu, maka arena adalah realitas 12

13 sosial saat ini. Sebagaimana tergambar dari istilah yang digunakan, arena merupakan wilayah pertarungan dan pertaruhan bagi seseorang untuk merebut kemenangan, keuntungan, dan akses yang terbatas (Jenkins, 1992:124). Di dalam arena, setiap individu yang terlibat melakukan berbagai usaha dan manuver untuk memperoleh keuntungan, baik yang bersifat material maupun bukan. Keuntungan non-matereial itu bisa berbentuk penghormatan, peneguhan, atau posisi individu dalam arena tersebut. Arena merupakan suatu sistem sosial yang terorganisir secara hirarkis. Sebagai ruang sosial, arena memiliki struktur, aturan, dan relasi kekuasaan yang otonom. Struktur arena amat dipengaruhi oleh posisi yang ditempati agen-agen di arena tersebut. Oleh sebab itu, arena bersifat dinamis karena agen-agen yang bergerak ke berbagai posisi. Salah satu hal penting untuk memenangkan pertarungan dalam arena adalah pemilikan atas modal. Modal itu bisa berbentuk material, tetapi dapat juga yang non-material. Berkait dengan arena kultural, ada dua modal penting yang dibutuhkan. Pertama adalah modal simbolis, yang mengacu pada prestise, keterkenalan atau kehormatan; kedua modal kultural, mencakup kompetensi kultural, pengetahuan, rasa empati, dan apresiasi terhadap artefak kultural (Johnson, 1993: xix). Deskripsi, tentang arena di atas, sekaligus menunjukkan konsep penting lain dari Bourdieu, yaitu agen, strategi, dan lintasan. Agen adalah individu pemilik modal yang melakukan kegiatan dan bertarung dalam arena. Tindakan agen dalam sebuah arena berkait erat dengan habitusnya. Sebagaimana dikatakan Bourdieu (2011:14), Tindakan agen-agen bukanlah pelaksanaan sebuah aturan atau 13

14 ketaatan pada suatu aturan saja mematuhi hukum-hukum mekanis yang tidak dia mengerti. Ketika berada dalam arena, agen justru menerapkan prinsip-prinsip yang mereka serap dari habitus, dan sudah menyatu dalam diri mereka. Untuk meraih keberhasilan di arena, agen menjalankan strategi tertentu. Strategi ini bukanlah serangkaian rencana terstruktur yang disadari. Sebaliknya, strategi merupakan produk dari habitus dan merupakan disposisi tidak sadar terhadap praktik ( Johnson, 1993: xxxvii). Berkait dengan arena kultural, di antara strategi yang lazim dijalankan agen adalah melahirkan karya-karya kultural, seperti seni rupa, sastra atau teks intelektual lainnya. Kehadiran serta apresiasi terhadap karya-karya tersebut akan menentukan posisi agen di dalam arena. Apresiasi yang baik tentu saja akan memberikan posisi yang baik bagi agen. Begitu pun sebaliknya. Dengan demikian, posisi agen tidak statis, tapi dinamis sejalan dengan usaha dan tanggapan yang diperolehnya. Posisi agen yang dinamis ini sekaligus menjadi penggerak dinamika sebuah arena. Perubahan posisi agen dalam arena itulah yang disebut sebagai lintasan. Oleh sebab itu, deskripsi lintasan yang dijalani seorang agen hanya mungkin dilakukan dalam kaitannya dengan arena tempat ia berada. Lintasan adalah cara di mana hubungan antara agen dan arena diobjektivikasikan (Johnson, 1993: xxxviii). Sebagai ahli yang memulai karirnya di bidang antropologi, kemudian sosiologi, linguistik, dan akhirnya kritik seni, tidaklah mengherankan jika Bourdieu memiliki minat yang luas dan bidang pengetahuan yang bervariasi. Bourdieu tidak mengkhususkan perhatian pada salah satu cabang seni belaka, 14

15 tetapi mencakup berbagai bidang seni sejak dari sastra, seni rupa, fotografi, hingga mode. Melalui konsepsi pemikiran dalam teori strukturalisme genetik yang dikembangkannya, Boudieu berusaha menjembatani hubungan antara karya dengan realitas sosial. Penelitian ini berusaha mengungkapkan konteks sosiologis yang memungkinkan aktivitas produksi dan apresiasi terhadap karya sastra melalui perjuangan yang dilakukan Navis sebagai agen di arena kesusasteraan Indonesia. 1.6 Metode Penelitian 1.6.1Objek Penelitian Sejalan dengan masalah, tujuan dan teori yang digunakan, objek formal penelitian ini mencakup teks sastra, lingkungan dan peristiwa sosial, serta pemikiran Navis tentang arena yang digelutinya. Objek formal di atas diperoleh melalui obyek material berupa karya sastra, buku, dan artikel yang ditulis Navis dalam bidang sastra, kebudayaan, politik, dan pendidikan. Deskripsi tentang lingkungan dan peristiwa sosial mempengaruhi proses produksi dan kreatif Navis dalam arena sastra diperoleh melalui teks berupa buku dan hasil penelitian tentang sejarah, kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Untuk memperoleh gambaran tentang posisi dan peran Navis di tingkat nasional, maka penelitian tentang Dewan Kesenian Jakarta dibutuhkan karena Navis mengikuti banyak kegiatan di lembaga kesenian tersebut. 15

16 Karya sastra Navis yang menjadi obyek penelitian ini mencakup cerita pendek dan novel. Cerpen yang diteliti terkumpul dalam 5 antologi, yaitu Robohnya Surau Kami, Hujan Panas dan Kabut Musim, Jodoh, Kabut Negeri si Dali, dan Bertanya Kerbau pada Pedati. Novel yang dibahas adalah Kemarau, Saraswati, Gadis dalam Sunyi, Gerhana, dan Di Lintasan Mendung. Pemikiran Navis dalam bidang sastra, kebudayaan, politik, dan pendidikan terdapat pada antologi Yang Berjalan Sepanjang Jalan. Selain itu juga terdapat beberapa buku dan atikel yang diterbitkan di surat kabar. Buku dalam bidang sosial dan kebudayaan adalah Alam Terkembang Jadi Guru, Dialektika Minangkabau dalam Kemelut Sosial dan Politik (editor); dalam bidang pendidikan adalah Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei. Sebuah buku otobiografi yang disusun Abrar Yusra berjudul A.A. Navis, Satiris dan Suara Kritis dari Daerah menjadi sumber data berikutnya. Seluruh karya Navis itu merupakan sumber data primer bagi penelitian ini. Obyek material yang merupakan sumber data sekunder adalah teks yang menjelaskan peristiwa sosial politik yang berkait dengan Navis. Teks dalam kategori ini mencakup buku, artikel dan hasil penelitian tentang Pergolakan PRRI, dan situasi sosial Sumatera Barat di awal Orde Baru. Data sekunder berikutnya adalah penelitian dan artikel tentang lembaga kesenian seperti Dewan Kesenian Jakarta dan komunitas sastra di Sumatera Barat, serta kesan, komentar, dan obituari yang ditulis sahabat dan orang yang pernah mengenal Navis. Data itu pada beberapa surat kabar dalam bentuk artikel dan wawancara, sebagian lainnya disertakan dalam bagian kedua otobiografi Navis. 16

17 1.6.2 Teknik Pengambilan Data Data penelitian ini berupa kalimat-kalimat dalam karya-karya A.A. Navis, yang mengandung informasi berkait dengan masalah penelitian. Data tersebut di klasifikasikan berdasarkan fungsi dan keterkaitannya untuk menjelaskan sosok Navis sebagai agen dalam arena sastra Indonesia menyangkut habitus, modal, strategi, dan keuntungan yang diperolehnya. Data tentang karya sastra Navis diklasifikasi berdasarkan proses dan masa produksinya, dan kecenderungan umum penggunaan unsur yang membangun karya tersebut. Hal utama yang menjadi perhatian adalah arena sosial dan kesusasteraan pada masa tertentu yang mempengaruhi aktivitas dan produktivitas Navis dalam bidang sastra. Pemikiran Navis dikelompokkan berdasarkan bidang yang dibahas, yaitu sastra, kebudayaan, pendidikan, dan politik. Selanjutnya, diamati perspektif dan gagasan utama pada setiap karya dalam masing-masing bidang pengetahuan. Data-data itu kemudian dibandingkan, dievaluasi dan dilihat keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya. Dari proses itulah kemudian ditentukan fungsi data untuk menjelaskan sosok Navis sebagai agen dalam arena kesusastraan Indonesia. Juga hubungan karya-karya yang dihasilkannya dengan kondisi, masalah, serta peristiwa yang terjadi di lingkungan sosial tempat karya itu lahir dan diapresiasi. 17

18 1.7. Sistematika Penyajian Hasil akhir penelitian ini adalah berupa disertasi yang akan disajikan dalam sistematika berikut. Bab I Pengantar; menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan kepustakaan, teori penelitian, dan metode penelitian. Bab II Padangpanjang dan R.P.INS Kayutanam, Dua Habitus Navis; mendeskripsikan lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan lembaga pendidikan yang menjadi habitus dan berperan membentuk pandangan dunia A.A. Navis. Bab III Dari Bukittinggi Menuju Arena Kesusasteraan Indonesia; mendeskripsikan masa awal karir Navis yang dimulai dari Bukittinggi, sebuah kota yang memiliki fasilitas lengkap untuk aktivitas kesenian dan penerbitan. Melalui bab ini digambarkan bagaimana arena sosial mempengaruhi pertumbuhan Navis di arena kesusasteraan Indonesia. Bab IV Berkarya dalam Pengungsian; mendeskripsikan aktivitas Navis selama masa Pergolakan PRRI di Maninjau, posisi yang dipilihnya dalam perang saudara itu serta karya-karya yang ditulis dan dipersiapkan selama masa pengungsian itu. 18

19 Bab V Meraih Tuah Melalui Lomba dan Forum Ilmiah; mendeskripsikan posisi Navis dalam arena kesusasteraan Indonesia di awalo Orde Baru. Ini adalah masa perluasan kegiatan Navis ke arena politik dan kebudayaan. Navis memperrtahakan posisinya di arena kesusateraan melalui lomba penulisan dan peran sebagai pengamat. Bab VI Kembali ke Arena Kesusasteraan dan Pendidikan; mendeskripsikan aktivitas Navis selepas menjadi anggota legislatif daerah. Periode ini juga mencakup tahun 1990-an, masa produktif kedua Navis dalam bidang cerita pendek. Bab VII Strategi Tekstual Navis; mendeskripsikan strategi yang dilakukan Navis dalam memproduksi teks-teks sastra. Deskripsi men-cakup proses penciptaan, pemanfaatan unsur sastra, hingga publikasi karya sastra. Bab VIII Pemikiran dalam Bidang Kesusasteraan, Kebudayaan, Poli-tik, dan Pendidikan; mendeskripsikan pemikiran Navis dalam bidang tersebut yang juga menjadi arena kegiatannya. Bab IX Keuntungan yang Diraih; mendeskripsikan jenis-jenis keuntungan yang diharapkan dan berhasil diraih Navis selama melakukan aktivitas di arena kesusasteraan, kebudayaan, politik dan pendidikan. 19

20 Bab X Kesimpulan; mengungkapkan kesimpulan dari hasil penelitian ini. 20

LAPORAN MENONTON VIDEO BIOGRAFI A.A. NAVIS

LAPORAN MENONTON VIDEO BIOGRAFI A.A. NAVIS LAPORAN MENONTON VIDEO BIOGRAFI A.A. NAVIS Video biograf a.a. navis oleh Yayasan Lontar sutradara Enison Sinaro Pembuat Konsep Abrar Yusra Pewawancara Mualim M. Sukethi Enison Sinaro Eddy Utama A. A. Navis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993:

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu karya sastra prosa yang menggambarkan tentang permasalahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993: 12), novel merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra

BAB I PENDAHULUAN. materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra, yaitu puisi, prosa (cerpen dan novel), dan drama adalah materi yang harus diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu karya sastra di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dibuktikan dari banyaknya karya sastra yang mucul dalam kalangan

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain. Sastra adalah komunikasi. Bentuk rekaman atau karya sastra tadi harus dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah pencerminan kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah pencerminan kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah pencerminan kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problem kehidupan yang terkadang pengarang sendiri ikut berada

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER

2015 PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN MELALUI TRANSFORMASI FILM DOKUMENTER BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bekalang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang akan senantiasa memerlukan interaksi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan media untuk berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan pada hakikatnya merupakan wujud dari upaya manusia dalam menanggapi lingkungan secara aktif. Aktif yang dimaksud adalah aktif mengetahui bagaimana persoalan-persoalan

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten 99 BAB IV KESIMPULAN Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten Lima Puluh Koto, diestimasi sebagai hiburan alternatif musik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah suatu tulisan yang memiliki keindahan yang luar biasa karena menggambarkan tentang kehidupan. Seseorang yang berjiwa sastra akan menghasilkan suatu karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah karya kreatif dan imajinatif dengan fenomena hidup dan kehidupan manusia sebagai bahan bakunya. Sebagai karya yang kreatif dan imajinatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI (KI) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

KOMPETENSI INTI (KI) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. KOMPETENSI UTAMA PEDAGOGIS KOMPETENSI INTI (KI) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. KISI-KISI SOAL UKG BAHASA INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu: a. psikosastra b. kesepian c. frustasi d. kepribadian a. Psikologi Sastra

Lebih terperinci

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) 279 34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2

Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2 Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2 A. Pendahuluan Menulis belum menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia, meskipun sudah sejak abad IV bangsa ini masuk ke zaman sejarah. Aktivitas berbicara

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan pada umumnya selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demikian halnya dengan kesusastraan Indonesia. Perkembangan kesusastraan Indonesia sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

Menulis Karya Ilmiah Remaja 1

Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2 A. Pendahuluan Menulis belum menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia, meskipun sudah sejak abad IV bangsa ini masuk ke zaman sejarah. Aktivitas berbicara

Lebih terperinci

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah proses kegiatan pelaksanaan kurikulum suatu lembaga pendidikan yang telah ditetapkan (Sudjana, 2001: 1). Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA Kompetensi Utama Pedagogik St. Inti/SK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ALFA (EKSPERIMEN KUASI)

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ALFA (EKSPERIMEN KUASI) MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ALFA (EKSPERIMEN KUASI) Icah 08210351 Icah1964@gmail.com Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, dengan kata-kata agar tertangkap oleh pembaca (Noor, 2005:31). Salah

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, dengan kata-kata agar tertangkap oleh pembaca (Noor, 2005:31). Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra berusaha mengkongkretkan ide-ide, imaji, gagasan, konsep dan sebagainya, dengan kata-kata agar tertangkap oleh pembaca (Noor, 2005:31). Salah

Lebih terperinci

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang 07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasian dalam mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan kini telah berkembang searah dengan kebutuhan masyarakat yang dinamis. Perkembangan ini tentunya mempengaruhi berbagai disiplin ilmu yang telah ada

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Bahasa

Lebih terperinci

CONTOH KARANGAN ILMIAH, SEMI ILMIAH & NON ILMIAH

CONTOH KARANGAN ILMIAH, SEMI ILMIAH & NON ILMIAH CONTOH KARANGAN ILMIAH, SEMI ILMIAH & NON ILMIAH TUGAS BAHASA INDONESIA 2 1. KARANGAN ILMIAH Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal. Banyak orang yang sulit

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal. Banyak orang yang sulit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menulis adalah keterampilan yang membutuhkan proses yang lama untuk mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal. Banyak orang yang sulit menuangkan hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bourdieu tentang Habitus Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berbahasa memudahkan seseorang berkomunikasi dengan orang lain, dalam bermasyarakat. Dasar yang sangat penting bagi seseorang untuk berkomunikasi adalah bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra pada era modern sekarang ini sudah memiliki banyak definisi dan berbagai penafsiran dari masyarakat. Sastra selalu dikaitkan dengan seni dan keindahan sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kumpulan cerpen Bertanya Kerbau pada Pedati merupakan salah satu karya sastra yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kumpulan cerpen Bertanya Kerbau pada Pedati merupakan salah satu karya sastra yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kumpulan cerpen Bertanya Kerbau pada Pedati merupakan salah satu karya sastra yang di tulis oleh A.A. Navis. A.A. Navis atau yang lebih di kenal dengan Navis atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada empat keterampilan berbahasa yang diterima oleh peserta didik secara berurutan. Keterampilan tersebut adalah mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Berikut ini terdapat beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan karangan argumentasi sebagai berikut.

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari komunikasi. Manusia memerlukan bahasa baik secara lisan maupun tertulis sebagai sarana mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra dijadikan sebagai pandangan kehidupan bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua orang, khususnya pecinta sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika keindahan, dalam karya sastra itu sendiri banyak mengankat atau menceritakan suatu realitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan temuan penulis, teori struktural genetik ini, sudah digunakan oleh beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana yang strategis untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia, sebab pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 271 33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memungkinkan manusia untuk berkomunikasi, berhubungan, berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Sesuai dengan karakteristik objek penelitian berupa berbagai peristiwa di masa lampau, maka metode penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk menyusun karya ilmiah ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni yang diciptakan melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci