6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN"

Transkripsi

1 42 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi mengenai hasilhasil yang diperoleh. Selain itu dalam bab ini juga berisi saran-saran untuk menyempurnakan hasil penelitian di masa yang akan datang sehingga kekurangankekurangan dalam penelitian ini dapat dihindari Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar partisipan memiliki skor sensation seeking yang tinggi. Dari keempat dimensi sensation seeking, dimensi boredom susceptibility merupakan dimensi yang paling dominan terdapat pada partisipan. Dimensi thrill and adventure seeking merupakan dimensi yang paling rendah ada pada partisipan. Kemudian perilaku seksual yang dilakukan oleh backpacker saat melakukan perjalanan wisata juga dilakukan oleh partisipan baik dengan teman sesama backpacker maupun penduduk setempat. Perilaku seksual yang paling banyak dilakukan baik dengan teman sesama backpacker maupun penduduk setempat adalah bergandengan tangan, sedangkan yang paling sedikit dilakukan adalah mencumbu alat kelamin Diskusi Sensation seeking Secara umum hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Zuckerman (1979), bahwa individu dengan skor sensation seeking tinggi (high sensation seeker) adalah individu-individu yang cenderung melakukan kegiatan berisiko tinggi. Merokok, berjudi, minum-minuman alkohol dan aktivitas seksual merupakan contoh kegiatan yang berisiko tinggi. High sensation seeker lebih menerima hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma sosial karena mereka merupakan indivdu yang tidak menyukai rutinitas atau hal yang membosankan. High sensation seeker mencari kegiatan yang lebih modern dan tidak konvensional.

2 43 Aktivitas seksual di tempat tujuan wisata termasuk salah satu kegiatan yang berisiko tinggi. Menurut Duran (2003) melakukan hubungan seksual di tempat tujuan wisata sangat memungkinkan terjadinya penyebaran sexually transmitted diseases (STD) atau penyakit menular seksual. Perilaku semacam itulah yang berisiko tinggi dan berani dilakukan oleh para backpacker. Dalam penelitian ini perilaku seksual yang dilakukan oleh backpacker Jakarta belum diketahui secara pasti menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual. Namun peneliti berasumsi perilaku tersebut akan menimbulkan dampak negatif. Perilaku seksual yang dilakukan dapat menyebarkan jenis penyakit menular seksual seperti apa yang terjadi di luar negeri. Penyakit menular seksual semakin tersebar akibat dari perilaku seksual yang dilakukan jenis wisatawan seperti backpacker (Duran, 2003). Dalam penelitiannya, Duran menemukan fakta bahwa faktor pasangan dalam perjalanan wisata seorang wisatawan dapat memicu terjadinya hubungan romantis sehingga mengakibatkan pasangan tersebut tidak menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Laki-laki cenderung tidak ingin menggunakan kondom dan wanita akan mengikuti apa yang diinginkan oleh pasangannya (Duran, 2003). Hal ini menambah jumlah penduduk yang mengalami penyakit menular seksual seperti herpes, siphilis bahkan HIV/AIDS. Hal ini juga serupa dengan yang dikemukakan oleh Arnett (1994) bahwa sensation seeking merupakan sebuah trait yang sangat potensial mempengaruhi aktivitas seseorang dan diekspresikan pada hal-hal yang unik. Secara umum sensation seeking mempengaruhi kualitas dari intensitas pengalaman sensori yang mereka cari. Sensation seekers cenderung untuk tidak mengikuti aturan agama yang konvensional dan lebih bersedia melakukan aktivitas yang tidak biasa seperti perilaku seksual. Sensation seekers selalu mencari variasi dalam aktivitas seksual mereka. Oleh karena itu sensation seekers tidak keberatan untuk berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Aktivitas berganti-ganti pasangan hubungan seks merupakan contoh variasi yang dibutuhkan oleh backpacker. Kebutuhan akan pengalaman ini didasari oleh kecenderungan mereka untuk melakukan kegiatan unik. Dengan kata lain kecenderungan mereka untuk melakukan kegiatan unik merupakan perwujudan

3 44 dari trait yang dimiliki mereka, yaitu sensation seeking. Menurut survey yang dilakukan oleh Tourism Queensland Research Department (2004) 55% backpacker selalu melakukan hubungan seksual di tempat tujuan wisata. Hasil survey juga menunjukkan tujuan utama backpacker dalam melakukan tujuan wisata adalah mencari pengalaman unik yang tidak didapat dari daerah asal. Peneliti berasumsi pengalaman unik dengan melakukan perilaku seksual di tempat wisata tidak akan mereka lakukan di daerah asal. Di tempat wisata backpacker dapat lebih leluasa untuk mengekspresikan diri karena lepas dari aturan keluarga maupun lingkungannya. Walaupun tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukannya di daerah asal, tetapi hobi mereka sebagai wisatawan mengakibatkan perilaku tersebut akhirnya lebih dilakukan di tempat wisata. Selain Arnett dan Zuckerman, hasil penelitian Ewert (1994) juga menunjukkan bahwa motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan yang berisiko dalam kegiatan berwisata adalah predisposisi kepribadian. Pendekatan predisposisi kepribadian ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat dua tipe kepribadian, yaitu orang yang mencari nilai dan lingkungan yang berisiko serta orang yang justru menjauhi hal-hal tersebut. Ini seperti yang dilakukan oleh backpacker yang cenderung mencari kegiatan dan pengalaman unik atau berbeda dan ekstrim di tempat tujuan wisata mereka. Menurut Reichel (2007) backpacker selalu menerima risiko tinggi dari apa yang telah mereka lakukan diantaranya dengan melakukan hubungan seksual di tempat tujuan wisata. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sensation seeking berhubungan dengan perilaku seksual backpacker. Adapun faktor lain yang kemungkinan berhubungan dengan perilaku seksual dalam penelitian ini, yaitu: 1) Tempat tujuan wisata berhubungan dengan perilaku seksual backpacker di tempat tujuan wisata. Menurut penelitian Pizam dkk. (2004) individu yang skor sensation seeking-nya tinggi berbeda dengan individu yang skor sensation seeking-nya rendah dalam hal pemilihan tempat tujuan wisata dan aktivitas yang dilakukan di tempat tujuan wisata. Mereka cenderung mencari tempat tujuan wisata yang sesuai dengan kebutuhannya.

4 45 Misal, daerah yang memungkinkan mereka untuk naik gunung, diving, berkemah, pergi ke club atau bar akan berpotensi dipilih individu dengan skor sensation seeking tinggi sebagai tempat tujuan wisata. Dalam penelitian ini peneliti berasumsi perilaku seksual yang dilakukan oleh backpacker juga dapat disebabkan oleh faktor tempat tujuan wisata. Hal ini mendukung temuan Dahles (1999) yaitu, Indonesia merupakan tempat potensial yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan, bahkan beberapa daerah seperti Bali, Jogjakarta dan Jawa Barat terkenal penduduknya sering terlibat hubungan romantis dengan wisatawan. Daerah tersebut terkenal lebih terbuka dan fleksibel dalam menerima budaya asing sehingga aktivitas seksual lebih diterima oleh masyarakat umum. Daerah wisata itu kemudian lebih dipilih sebagai daerah tujuan oleh backpacker. Di sana backpacker dapat lebih bebas melakukan kegiatan berwisata. Daerah dengan norma agama yang cukup ketat seperti Padang kemungkinan tidak mendorong mereka untuk melakukan perilaku seksual saat berwisata. Menurut Pizam dkk. (2004) trait seperti stress seekers, sensation seekers, dan Big T (Thrill-seeking) personality berhubungan dengan pemilihan tempat tujuan wisata dan aktivitas yang akan dilakukan di tempat tujuan wisata. Misalnya, orang yang berani mengambil risiko tinggi akan memilih rute perjalanannya sendiri daripada harus bergabung dengan travel atau biro perjalanan. Mereka juga akan mengambil kegiatan bertualang, olahraga ekstrim serta mengacuhkan norma yang berlaku. Norma yang berlaku di daerah asal backpacker dapat berbeda dengan norma yang berlaku di tempat tujuan wisata. Menurut Richards (2003) daerah wisata memiliki fleksibilitas dan pengacuhan norma-norma konvensional. Hal ini menandakan adanya dukungan terhadap aktivitas seksual yang lebih bebas di tempat wisata karena berlaku norma yang lebih modern. Perilaku seksual dibatasi oleh norma yang konvensional. Backpacker juga lebih memilih mengunjungi daerah yang tidak populer atau bahkan belum pernah dikunjungi oleh kebanyakan turis. Peneliti telah melakukan studi kualitatif terhadap beberapa partisipan. Rata-rata dari partisipan telah melakukan perjalanan wisata sebagai backpacker ke daerah-daerah yang jarang di kunjungi, misalnya Batu Karas di Jawa Barat, Tegalalang dan Karang

5 46 Asem di Bali serta daerah Sulawesi dan Kalimantan. Selain itu terdapat partisipan yang melakukan perjalanan wisata ke luar negeri, misal India, Afrika, Tasmania, New Zealand dan Rusia. Menurut partisipan daerah tersebut memiliki budaya yang unik, tempat wisata yang bervariasi serta berlakunya norma yang tidak konvensional. Seperti telah dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, norma modern tidak akan membatasi aktivitas seksual mereka. Lain halnya dengan daerah yang memiliki norma konvensional, dimana akan terdapat nilai-nilai yang membatasi aktivitas seksual backpacker. Hasil penelitian ini juga sependapat dengan yang dikemukakan oleh Lee dan Crompton (1992) bahwa yang mempengaruhi perilaku wisatawan adalah tempat tujuan wisata. Individu yang cenderung mencari hal-hal unik dan baru akan memilih tempat tujuan wisata yang dapat memenuhi keinginan mereka, misal daerah yang bebas dan fleksibel untuk mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma. Seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, backpacker adalah individu yang cenderung mencari hal-hal unik dan baru, maka perilaku seksual backpacker juga ditentukan oleh tempat tujuan wisata. Apabila tempat tujuan wisata memungkinkan bagi mereka untuk melakukan aktivitas seksual maka mereka akan lebih memilih tempat tujuan wisata tersebut. 2) Motivasi Dalam hal perilaku seksual backpacker yang dilakukan dengan teman sesama backpacker maupun penduduk setempat hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sama dengan yang dikemukakan oleh Bell (2002). Bell mengatakan bahwa terdapat sebuah gaya hidup yang dinamakan OE (overseas experience) dimana dalam tahap tersebut dewasa muda biasanya melakukan hal-hal yang menunjukkan jati dirinya dalam perjalanan wisata. OE yang cenderung terjadi pada umur 20an (mid twenties) ini dialami oleh mereka dengan kecenderungan mencari makna hidup dalam perjalanan wisatanya daripada sekedar aktivitas fisik yang menantang. Dengan kelompok umur mereka dan status pernikahan yang belum menikah, mereka sering menemukan pasangan hidup di tempat tujuan wisata atau bahkan terlibat kisah romantis dengan teman perjalanan. Dapat dikatakan motivasi sebagian backpacker

6 47 dalam melakukan perjalanan wisata adalah mencari pasangan hidup. Menurut Bell (2002) dengan melakukan perjalanan wisata, mereka berharap dapat mengenal lebih lanjut pasangan perjalanan wisata atau penduduk setempat hingga akhirnya menjadi pasangan hidup. Ketika melakukan perjalanan wisata, mereka memiliki kemungkinan untuk tinggal di rumah penduduk setempat dan menjalin cinta dengan salah satu penduduk setempat tersebut. Menurut Duran (2003) mereka yang terlibat hubungan romantis saat melakukan perjalanan wisata dapat berlanjut ke tahap selanjutnya yaitu melakukan hubungan seksual yang biasa dilakukan di tempat wisata. Menurut Birnbaum (2006) perilaku seksual yang dilakukan di tempat tujuan wisata dilandasi oleh dua hal, yaitu kebutuhan untuk melanjutkan hubungan ke tahap yang lebih serius seperti pernikahan dan kebutuhan untuk merasakan sensasi atau variasi dari aktivitas seksual mereka. Wisatawan yang melakukan hubungan seksual dengan partner perjalanan maupun penduduk setempat bisa berujung pada hubungan romantis yang lebih serius dan menikah atau sekedar one night stand. Cohen (1979) menemukan bahwa motivasi backpacker dalam melakukan perjalanan wisata adalah mencari pengalaman baru dan unik. Di tempat tujuan wisata mereka bebas mencari kesenangan yang dapat membawa mereka dalam pengalaman yang bermakna. Cohen membagi tipologi dari pengalaman wisatawan menjadi lima. Tipologi ini dibuat berdasarkan karakteristik makna hidup yang didapat di tempat tujuan wisata, salah satunya adalah tipe rekreasional dan experiential. Tipe rekreasional mengutamakan pengalaman menyenangkan, kebebasan dari rutinitas sehari-hari dan kebutuhan untuk coping stress, sedangkan tipe experiential cenderung mencari pengalaman bermakna di setiap perjalanan wisata mereka. Menurut Cohen (1979) wisatawan yang terlibat drugs atau aktivitas seksual di tempat tujuan wisata adalah wisatawan tipe rekreasional dan experiential. Lebih jauh menurut penelitian Uriely dan Belhassen (2005), kegiatan wisatawan yang berkaitan dengan aktivitas ekstrim seperti drugs dan perilaku seksual dimotivasi oleh pleasure oriented experiences. Kegiatan mereka di tempat tujuan wisata cenderung dimotivasi oleh keinginan untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan. Selain pleasure oriented experiences, perilaku seksual juga

7 48 dimotivasi oleh meaningful experiences. Mereka menganggap bahwa dengan melakukan kegiatan wisata, mereka bisa melakukan aktivitas menyenangkan jenis apapun yang tidak didapat di rumah mereka dan bermakna bagi kehidupan mereka kedepannya Backpacker Jakarta Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi boredom susceptibility merupakan dimensi paling dominan terdapat dalam diri partisipan. Hal ini berarti backpacker Jakarta merupakan individu yang enggan melakukan kegiatan rutin, kegiatan berulang dan situasi monoton yang tidak bervariasi. Mereka tidak menyukai kegiatan yang berulang-ulang pada kehidupan sehari-harinya atau sekadar menikmati bentuk rekreasi yang biasa di setiap akhir pekannya. Menurut Grasha dan Kirschenbaum (1980) individu dengan boredom susceptibility tidak menyukai bentuk rekreasi yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang, mereka cenderung melakukan rekreasi yang lebih menantang dan unik. Mereka juga menyukai rute perjalanan yang baru walaupun mereka akan tersesat seorang diri. Hal ini sejalan dengan penelitian Adkins dan Grant (2007) bahwa backpacker adalah jenis wisatawan yang menyukai hal-hal unik, baru, fleksibel dan menghindari kegiatan-kegiatan rutinitas. Mereka biasa membebaskan dirinya dari kegiatan rutin dengan melakukan perjalanan wisata yang unik dan berbeda. Oleh karena itu mereka tidak akan merasa asing saat tersesat di tempat tujuan wisata Saran Saran Metodologis Berdasarkan diskusi yang telah dijelaskan dalam subbab sebelumnya, terdapat beberapa saran yang diajukan peneliti, yaitu: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tipe trait sensation seeking. Minimnya penelitian mengenai sensation seeking di Indonesia membatasi peneliti dalam mendapatkan tinjauan kepustakaan. Apabila penelitian

8 49 mengenai sensation seeking bertambah, maka bertambah pula literatur atau bahan bagi yang membutuhkan untuk kepentingan penelitian lainnya. 2. Selain itu, karena fenomena backpacker baru saja marak di Indonesia maka perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku backpacker yang lainnya, seperti motivasi. Peneliti juga menyarankan untuk selanjutnya dilakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dapat memberikan gambaran umum mengenai pengalaman pribadi backpacker di Indonesia. 3. Peneliti juga menyarankan dalam penelitian selanjutnya perlu dilihat aspekaspek lain yang berhubungan dengan perilaku seksual backpacker di tempat tujuan wisata. Peneliti berasumsi terdapat faktor dari tipe trait lain yang berhubungan dengan perilaku seksual backpacker ini. Atau sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa faktor tempat tujuan wisata, makna hidup dan motivasi juga dapat berhubungan dengan perilaku seksual backpacker. 4. Penelitian selanjutnya dapat mengenai pemilihan tempat tujuan wisata di Indonesia. Hal ini dapat menambah informasi mengenai bidang psikologi lainnya, yaitu Psikologi Pariwisata yang belum berkembang di Indonesia. Di Fakultas Psikologi sendiri, hanya ada satu buku mengenai Psikologi Pariwisata, yaitu buku yang berjudul Psikologi Pariwisata karya Glenn F. Ross tahun Mengingat backpacker merupakan jenis wisatawan yang sedang berkembang baik di Indonesia maupun di dunia, hal ini dapat mempengaruhi tempat wisata yang akan mereka pilih. Dengan adanya penelitian mengenai hal tersebut, akan berguna selain bagi ilmu Psikologi Pariwisata tetapi juga bagi Psikologi Konsumen Saran Praktis Adapun saran-saran praktis yang dapat diajukan peneliti adalah sebagai berikut:

9 50 1. Perlu diantisipasi dampak dari penyebaran kasus perilaku seksual sebelum pernikahan yang nantinya akan meningkatkan angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Bahkan dampak jangka panjang dari perilaku seksual tersebut adalah Penyakit Menular Seksual (PMS). Pemerintah perlu menyadari bahwa perilaku backpacker Indonesia tidak berbeda dengan perilaku backpacker asing. 2. Backpacker Indonesia lebih menjaga dan melakukan perilaku seksual yang lebih aman, misal dengan menggunakan kondom agar penyebaran penyakit menular seksual tidak semakim meluas.

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Padatnya aktivitas sehari-hari manusia tekadang membuat orang merasa penat. Akibatnya banyak orang menginginkan waktu luang dapat digunakan sebaik mungkin untuk beristirahat,

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 55 6. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti pada bab sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Momen seratus tahun Kebangkitan Nasional merupakan stimulus bagi bangkitnya pariwisata Indonesia. Melalui program Visit Indonesia 2008, pemerintah RI ingin menghidupkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab terakhir pada penelitian berisi kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai hasil yang diperoleh dengan membandingkan dengan penelitian lain dan penjelasan

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i

4. METODE PENELITIAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i 34 4. METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai metode dimulai dengan partisipan penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat, bukan hanya sebagai kegiatan jalan-jalan atau rekreasi, namun

BAB I PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat, bukan hanya sebagai kegiatan jalan-jalan atau rekreasi, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wisata yang sering dikenal dengan istilah traveling kini telah menjadi semakin dikenal oleh masyarakat, bukan hanya sebagai kegiatan jalan-jalan atau rekreasi, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual atau Penyakit Kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Definisi Intensi Menurut Ancok (1992 ), intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. intensi berkunjung di Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan data primer

BAB V PENUTUP. intensi berkunjung di Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan data primer BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu untuk mengetahui persepsi konsumen tentang wisata halal dan pengaruhnya terhadap intensi berkunjung di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai keingintahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masa remaja merupakan masa yang membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus. 1 Remaja merupakan individu berusia 10-19 tahun yang mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Anindita Kart, F.Psi UI, 2008i 8 2. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori tourist role, trait sensation seeking yang terdiri atas penjelasan definisi, dimensi, faktor yang mempengaruhi, dan cara mengukurnya. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN kepulauan yang berlokasi disepanjang khatulistiwa di Asia Tenggara yang

BAB I PENDAHULUAN kepulauan yang berlokasi disepanjang khatulistiwa di Asia Tenggara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 kepulauan yang berlokasi disepanjang khatulistiwa di Asia Tenggara yang tentunya memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi yang menyerang manusia melalui transmisi hubungan seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation (WHO) (2015) diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang menjadi faktor penting dalam peningkatan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Recreational Shopper Identity dapat didefinisikan sebagai kegiatan berbelanja yang dicirikan dengan perasaan senang dalam diri pelakunya (Guiry, Magi, Lutz,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang diwarnai pertumbuhan dan perubahan munculnya berbagai kesempatan dan seringkali menghadapi resiko-resiko kesehatan reproduksi. Dalam

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA (Studi literatur dari hasil-hasil penelitian kuantitatif)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA (Studi literatur dari hasil-hasil penelitian kuantitatif) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA (Studi literatur dari hasil-hasil penelitian kuantitatif) Nama : Andhika Mahatvavirya Adrianto NPM : 10511716 Jurusan : Psikologi Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menggeser perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di akses kapanpun tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertumbuhan dan perkembangan industri di daerah perkotaan di Indonesia semakin maju terlihat dari gedung-gedung yang menjulang tinggi di tengah kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk cukup beragam suku bangsanya. Suku Minahasa yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. penduduk cukup beragam suku bangsanya. Suku Minahasa yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Manado merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Utara, yang memiliki penduduk cukup beragam suku bangsanya. Suku Minahasa yang paling banyak memenuhi kota Manado.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini, golf bukan lagi olahraga atau kegiatan yang hanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini, golf bukan lagi olahraga atau kegiatan yang hanya dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, golf bukan lagi olahraga atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh kalangan tertentu atau elit semata. Dalam beberapa tahun terakhir ini,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis, dan sosial. Modernisasi dan globalisasi zaman, menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia ditakdirkan oleh sang pencipta memiliki naluri dan hasrat atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia ditakdirkan oleh sang pencipta memiliki naluri dan hasrat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia ditakdirkan oleh sang pencipta memiliki naluri dan hasrat atau keinginan dalam memenuhi kelangsungan hidupnya. Manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kehamilan diluar nikah pada remaja di pedesaan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang rendah akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai penelitian yang merupakan langkah terakhir dari suatu penyusunan dalam penelitian. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai periode dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Istilah remaja dikenal dengan istilah adolesence, berasal

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PSK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DENGAN KONDOM DI OBYEK WISATA BANDUNGAN

KARAKTERISTIK PSK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DENGAN KONDOM DI OBYEK WISATA BANDUNGAN KARAKTERISTIK PSK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DENGAN KONDOM DI OBYEK WISATA BANDUNGAN STIKES Aisyiyah Surakarta Latar Belakang: Tujuan: Metode: Hasil: Simpulan: Background: Objective:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang sudah dijelaskan pada bab

BAB V PENUTUP. Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang sudah dijelaskan pada bab BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh experiental marketing terhadap intensi berkunjung

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai Pariwisata dan dukungan teknologi di dalamnya yang bertujuan untuk memajukan daerah pariwisata itu sendiri telah banyak dipublikasikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena pernikahan muda pada dasarnya merupakan bagian dari budaya masyarakat tertentu. Minimnya akses mendapatkan fasilitas kesehatan, tingkat pendidikan yang rendah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perilaku seksual pranikah pada remaja jumlahnya meningkat yang terlihat dari data survey terakhir menunjukkan kenaikan 8,3% dari total remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan secara alamiah mereka mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya. dan pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promiskuitas merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan banyak atau lebih dari satu pasangan yang telah dikenal ataupun baru dikenal. Dampak perilaku promiskuitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu akan berubah juga. Dampaknya dapat dirasakan akibat perubahan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu akan berubah juga. Dampaknya dapat dirasakan akibat perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat menyebabkan pergeseran dan perubahan, maka tidak heran jika segala sesuatu akan berubah juga. Dampaknya

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berwisata merupakan sebuah kegiatan yang umum dilakukan oleh masyarakat. Dari pengalaman penulis sendiri, kegiatan berwisata dilakukan semenjak berada di tingkat pendidikan

Lebih terperinci

EVALUASI DIRI PADA REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH

EVALUASI DIRI PADA REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH EVALUASI DIRI PADA REMAJA PELAKU SEKS PRANIKAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah semua nomor dan usahakan jangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di setiap kota negara- negara tujuan destinasi tentu memiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di setiap kota negara- negara tujuan destinasi tentu memiliki sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di setiap kota negara- negara tujuan destinasi tentu memiliki sebuah kawasan jalan yang terkenal di kalangan wisatawan, khususnya bagi wisatawan mancanegara. Adakalanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desaian Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan meningkatnya edukasi yang berhubungan dengan pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan meningkatnya edukasi yang berhubungan dengan pemasaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pemasaran saat ini terus berkembang dan selalu mengalami perubahan, dari konsep pemasaran konvesional menuju konsep pemasaran modern, faktor faktor seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG UMUM 1.2 LATAR BELAKANG KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG UMUM 1.2 LATAR BELAKANG KHUSUS BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG UMUM Di negeri Indonesia yang luas ini tentu saja terdapat banyak keragaman, baik dari segi budaya, bahasa dan daerah. Dengan julukan negeri seribu pulau sudah tentu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekian lama bangsa Indonesia diguncang krisis yang berkepanjangan. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sekian lama bangsa Indonesia diguncang krisis yang berkepanjangan. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor pariwisata Indonesia saat ini mulai tumbuh kembali, setelah sekian lama bangsa Indonesia diguncang krisis yang berkepanjangan. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan pariwisata di Indonesia semakin meningkat karena

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan pariwisata di Indonesia semakin meningkat karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan pariwisata di Indonesia semakin meningkat karena banyaknya para wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin menjelajahi keindahan alam di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar pada pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Kota metropolitan. merupakan gelar yang telah disandang oleh Jakarta sebagai pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. besar pada pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Kota metropolitan. merupakan gelar yang telah disandang oleh Jakarta sebagai pusat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peran yang sangat besar pada pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Kota metropolitan merupakan gelar yang telah disandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin berkembang dengan pesat. Banyak bermunculan wirausahawan yang membuka usaha kafe dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tunas, generasi penerus, dan penentu masa depan yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan kelompok remaja tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian tentang Faktor dan Dampak Maraknya Fenomena Hamil di Luar Nikah pada Masyarakat Desa wonokromo Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen ini menunjukan bahwa: 1.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. terdapat perbedaan antara pengalaman biasa dan luar biasa (Abraham, 1986) dan

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. terdapat perbedaan antara pengalaman biasa dan luar biasa (Abraham, 1986) dan BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN 5.1. Simpulan Isu sentral penelitian mengenai pengalaman biasa dan luar biasa yaitu terdapat perbedaan antara pengalaman biasa dan luar biasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Perilaku seksual pranikah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perilaku seksual pranikah ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa-masa seseorang akan menemukan hal-hal baru yang menarik. Dimana pada masa-masa ini seseorang akan mulai mempelajari dunia kedewasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masalah perilaku seks pra nikah di kalangan remaja pada saat ini merupakan masalah yang sifatnya sudah nasional, remaja Indonesia pada saat sekarang ini mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber pemasukan yang penting devisa Negara. Pariwisata di Indonesia tidak hanya dari sumber daya Alam yang menarik, seperti gunung,

Lebih terperinci

PERBEDAAN SENSATION SEEKING ANTAR REMAJA LAKI LAKI DAN PEREMPUAN DI SMAN MALANG

PERBEDAAN SENSATION SEEKING ANTAR REMAJA LAKI LAKI DAN PEREMPUAN DI SMAN MALANG PERBEDAAN SENSATION SEEKING ANTAR REMAJA LAKI LAKI DAN PEREMPUAN DI SMAN MALANG Nadia Windi Nadia.windi.90@gmail.com Dian Putri Permatasari Afia Fitriani Program Studi Psikologi, FISIP Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kelamin (veneral diseases) merupakan suatu fenomena yang telah lama kita kenal seperti sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep dan strategi pembangunan kesehatan telah mengalami pergeseran, yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah berorientasi kepada

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat global yang berdampak terhadap gaya hidup seseorang. termasuk dalam memenuhi kebutuhan hiburan. Rutinitas yang cukup

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat global yang berdampak terhadap gaya hidup seseorang. termasuk dalam memenuhi kebutuhan hiburan. Rutinitas yang cukup 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamika perkembangan zaman telah mengubah dimensi masyarakat global yang berdampak terhadap gaya hidup seseorang termasuk dalam memenuhi kebutuhan hiburan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang belum terlalu terpublikasi. dari potensi wisata alamnya, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang belum terlalu terpublikasi. dari potensi wisata alamnya, Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut beberapa data statistik dan artikel di berbagai media, pariwisata di Indonesia sejauh ini dapat dikatakan kurang dikenal di mancanegara, maupun di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asertivitas 2.1.1 Definisi Asertivitas Menurut Jakubowski (1976) asertivitas adalah perilaku yang melibatkan membela hak-hak pribadi dan mengekspresikan pikiran, perasaan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan reproduksi remaja diintegrasikan dalam program kesehatan remaja di Indonesia, sejak tahun 2003. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah tahap perkembangan seseorang dimana ia berada pada fase transisi dari masa kanak-kanak menuju ke fase dewasa awal (Sarwono, 2002). Dalam menjalani fase

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : DWI ARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

SEGMENTASI WISATAWAN

SEGMENTASI WISATAWAN SEGMENTASI WISATAWAN Berbicara tentang kepariwisataan, pasti tidak akan terlepas dengan orang yang melakukan kegiatan/perjalanan wisata atau dikenal dengan istilah wisatawan. Banyak definisi atau batasan

Lebih terperinci

DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA

DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA DAMPAK PERILAKU PENGGUNAAN MINUMAN KERAS DI KALANGAN REMAJA DI KOTA SURAKARTA S K R I P S I Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : NUARI YAMANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hiburan adalah segala sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda. Perilaku yang dapat menjadi penghibur atau pelipur hati yang susah atau sedih. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Desa Ledok Sambi merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman, atraksi utama yang ada di desa ini adalah kegiatan outbound dengan konsep XP Learning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri pariwisata di Indonesia saat ini terbilang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang melakukan perjalanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial

Lebih terperinci