BAB I PENGANTAR. Busana adalah produk budaya yang mencerminkan norma. dan nilai budaya suatu suku bangsa. Sebagai produk budaya,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. Busana adalah produk budaya yang mencerminkan norma. dan nilai budaya suatu suku bangsa. Sebagai produk budaya,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH Busana adalah produk budaya yang mencerminkan norma dan nilai budaya suatu suku bangsa. Sebagai produk budaya, busana merupakan hasil karya seni dari perkembangan budaya 1 Keraton Yogyakarta mempunyai produk budaya berupa busana. 2 Busana keraton dipakai sesuai dengan aturan adat sehingga disebut busana adat. Busana adat dikenakan oleh pelaku adat pada waktu penyelenggaraan upacara adat. Upacara adat adalah kegiatan yang terkait dengan aturan adat istiadat setempat 3 Keanekaragaman busana adat yang dipakai dalam upacara adat di Keraton Yogyakarta menggambarkan tingkatan sosial pemakainya. Tingkatan sosial pemakaian busana adat itu diatur dalam Pranatan Dalem Bab Naminipun Panganggo Keprabon Ing Nagari Dalem Ngayogyakarto Hadiningrat. Pranatan Dalem mengenai pemakaian busana keraton ini ditetapkan oleh Sri 1 Mari S. Condronegoro, Busana Adat Keraton Yogyakarta (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 1995), 6. 2 Harmanto Bratasiswara, Bauwarna: Adat Tata Cara Jawa (Jakarta: Yayasan Sumirat, 2000), 145. Pengertian busana dalam kaitannya dengan subjek penelitian adalah busanan. Busanan adalah tata cara mengenakan pakaian Jawa sesuai dengan adat dan kebiasaan. Masalah busana selalu berkaitan dengan budaya dan pribadi pemakainya. Busana dapat menjadi sarana pembentukan pribadi. Tingkat kesopanan, keindahan, keluhuran dan peradaban seseorang dapat dinilai melalui busana. 3 Bratasiswara, 2000: 7 dan 145.

2 2 Sultan Hamengku Buwana VIII. 4 Busana yang sesuai dengan aturan pranatan dalem yang terkait dengan peristiwa tertentu, beberapa dikenakan dalam pelaksanaan upacara adat. Salah satu busana tersebut adalah busana prajurit Keraton Yogyakarta yang dikenakan dalam upacara Garebeg. Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam setahun sebagai upacara adat kerajaan bersifat keagamaan. Garebeg dilestarikan dan diselenggarakan oleh para pengganti Sri Sultan Hamengku Buwana I (Sultan HB I) sampai sekarang. 5 Garebeg merupakan upacara yang melibatkan seisi keraton, segenap komunitas dalam kerajaan dari yang berpangkat tertinggi sampai terendah. Seluruh lapisan masyarakat dan para pembesar Pemerintah Kolonial diharuskan ikut berperan serta. 6 Pasukan atau bregada prajurit Keraton Yogyakarta adalah pendukung garebeg, yang berperan serta dalam penyelenggaraan upacara ini. Keraton Yogyakarta mempunyai Raja yang bergelar Ngarsa Dalem Sampéyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana, Sénopati Ingalaga Ngabdulrahman Sayidin 4 Bratasiswara, 2000: 584; juga periksa Sewan Susanto, Seni Kerajinan Batik Indonesia (Yogyakarta: Balai Penelitian Batik Dan Kerajinan, Lembaga Penelitian Dan Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian Republik Indonesia, 1980), M. Tjandra, Perangkat atau Alat-alat dan Pakaian Serta Makna Simbolis, Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, 1991), B. Soelarto, Upacara Tradisional Sekaten Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991/1992), 19.

3 3 Panatagama Kalifatullah. 7 Gelar Raja mempunyai makna religius dalam kehidupan Raja. Makna religius berkaitan dengan kewajiban Raja untuk mensyiarkan, melindungi agama Islam dalam kerajaannya, sesuai dengan kedudukan dan peranan Raja sebagai Sayidin Panatagama Kalifatullah. 8 Raja Keraton Yogyakarta saat ini adalah Sri Sultan Hamengku Buwana X (Sultan HB X) yang naik tahta tanggal 7 Maret Sultan HB X memrakarsai berdirinya sebuah lembaga keprajuritan yaitu Pengageng Tepas Keprajuritan pada tanggal 2 Maret Lembaga ini sebagai wadah organisasi bregada prajurit Keraton Yogyakarta. Tepas keprajuritan berdiri, saat Sultan HB X masih bergelar putra dalem yaitu Bendara Raden Mas Herjuno Darpito. 10 Prajurit keraton berjumlah segelar sepapan atau sangat banyak pada masa pemerintahan Sultan HB II. 11 Prajurit keraton benar-benar dipakai sebagai pasukan perang pada masa 7 Ki Sabdacarakatama, Sejarah Keraton Yogyakarta (Yogyakarta: Penerbit NARASI, 2009), B. Soelarto, Garebeg di Kasultanan Yogyakarta (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993), Djoko Dwiyanto, Keraton Yogyakarta: Sejarah, Nasionalisme, dan Teladan Perjuangan (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009), Yuwono Sri Suwito, Laporan Akhir Kajian Filosofi dan Nilai Budaya Prajurit Keraton Yogyakarta (Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, 2008), Djoko Marihandoko dan Harto Juwono, Sultan Hamengku Buwono II: Pembela Tradisi dan Kekuasaan Jawa (Yogyakarta: Banjar Aji Production, 2008), 58.

4 4 pemerintahan Sultan HB II. 12 Masa Pemerintahan Sultan HB VII dan VIII jumlah pasukan tinggal dua belas bregada. Perubahan drastis terjadi pada masa Pemerintahan Sultan HB IX. Prajurit keraton sempat dibubarkan tetapi kemudian dimunculkan kembali pada tahun Masa Pemerintahan Sultan HB X, Prajurit Keraton berjumlah sepuluh bregada. Sepuluh bregada itu adalah prajurit Wirabraja, Dhaèng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa. Bregada prajurit keraton pada masa Sultan HB X, jumlahnya hampir mendekati jumlah bregada prajurit pada jaman Sultan HB VIII.14 Kemewahan busana prajurit saat ini juga tampak sama dengan jaman Sultan HB VIII. 15 Gambaran Kemegahan dan keindahan busana prajurit, melalui arak-arakan bregada prajurit pada jaman Sultan HB VIII, masih dapat dilihat pada masa Sultan HB X. Keberhasilan Sultan HB X dalam mengangkat kembali budaya keraton adalah fenomena tertentu, yang merupakan suatu upaya untuk melestarikan budaya keraton di masa lalu. Selain itu, busana prajurit Keraton Yogyakarta mempunyai ciri khas yang berbeda-beda pada setiap bregada. Hal ini mendorong peneliti 12 Marihandoko dan Harto Juwono, Yuwono Sri Suwito, Prajurit Keraton Yogyakarta; Kajian Filosofi dan Nilai Budaya yang terkandung di Dalamnya (Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, 2009), Suwito, 2009: Mari S.-Condronegoro, 1995: 40.

5 5 untuk meneliti dan mengkaji lebih mendalam mengenai bentuk dan fungsi busananya. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka ditemukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana bentuk busana panji Prawiratama, Nyutra dan Bugis di Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sri Sultan HB X?. 2. Bagaimana fungsi busana prajurit Prawiratama, Nyutro dan Bugis dalam upacara adat Garebeg di Keraton Yogyakarta? 3. Apakah busana prajurit keraton mempunyai hubungan dengan seni wisata di Yogyakarta?. C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Setiap penelitian tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan Penelitian tersebut berhubungan dengan rumusan masalah yang ditemukan. Permasalahan yang ditemukan, yaitu: (1) Penelitian bertujuan untuk mengamati dan mempelajari bentuk estetis busana prajurit Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultah HB X; (2) Penelitian bertujuan untuk mengetahui secara lebih mendalam fungsi busana prajurit Keraton Yogyakarta dalam upacara adat Garebeg di Keraton Yogyakarta; (3) Penelitian bertujuan untuk mempelajari keterkaitan antara

6 6 keberadaan prajurit keraton Yogyakarta dengan dunia pariwisata di Yogyakarta. Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat berfaédah menambah pengetahuan mengenai tradisi dan budaya Keraton Yogyakarta, terutama dalam bidang bentuk dan fungsi busana prajurit keraton. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat mengenai budaya lokal. Manfaat lainnya adalah menggali minat masyarakat supaya tertarik mempelajari dan melestarikan budaya lokal sehingga tidak punah. Selain juga, diharapkan bermanfaat dalam dunia pendidikan. Manfaat tersebut adalah menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan mengenai bentuk, fungsi dan keberadaan prajurit dalam upacara adat Keraton Yogyakarta maupun dunia pariwisata di Yogyakarta. Hal ini diharapkan mampu menambah referensi ilmu humaniora dalam bidang Pengkajian Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa di Universitas Gadjah Mada dan universitas lainnya. D. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka berguna untuk menjaga orisinalitas penelitian yang sedang dilakukan. Ada buku-buku yang berhubungan dengan penelitian dan akan ditinjau secara singkat isi pembahasannya.

7 7 Ann Kumar dalam bukunya pada tahun 2008 yang berjudul Prajurit Perempuan Jawa: Kesaksian Ikhwal Istana dan Politik Jawa Akhir Abad ke-18, mengulas mengenai catatan harian seorang prajurit perempuan Jawa abad ke Catatan harian ini menunjukkan bahwa prajurit perempuan Jawa selain ahli memainkan senjata, mereka pun mengikuti perkembangan politik, ekonomi di sekitar keraton dengan detail. Sebuah buku mengenai Keraton Jawa pada abad ke-18 dan peranan perempuan di dalam keraton. Djoko Dwiyanto menulis buku berjudul Keraton Yogyakarta: Sejarah, Nasionalisme dan Teladan Perjuangan pada tahun Buku ini berisi mengenai para raja yang memerintah di Keraton Yogyakarta mulai dari Sultan Hamengku Buwana I X. Sejarah, jiwa nasionalisme dan patriotisme para Sultan pada masa perjuangan nasional diuraikan dengan jelas di buku ini. Masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VI terdapat pembinaan militer yang berhubungan dengan prajurit Keraton Yogyakarta. Mari S. Condronegoro mengupas tentang Busana Adat Keraton Yogyakarta pada tahun Keraton Yogyakarta sebagai salah satu bekas sentra kekuatan politik, 16 Ann Kumar, Prajurit Perempuan Jawa: Kesaksian Ikhwal Istana [Keraton] dan Politik Jawa Akhir Abad ke 18 (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008). 17 Djoko Dwiyanto, Mari S.-Condronegoro, 1995.

8 8 budaya dan adat, memiliki peninggalan budaya masa lampau yang menarik. Busana tidak hanya sekedar sumber informasi namun juga pengatur tingkah laku. Belajar bentuk dan fungsi busana tradisional berarti juga memahami budaya nasional yang merupakan sumber kekayaan bangsa. K.R.T. Partadiningrat menguraikan dalam makalah Sejarah dan Peranan Laskar Dhaèng dan Bugis di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun , mengenai asal usul Prajurit Dhaèng dan Bugis. 19 Prajurit Bugis ternyata berasal dari Sulawesi Selatan tepatnya daerah Bugis. Belanda menggunakan prajurit Bugis dalam barisan pasukan karena ketangguhan dan keberaniannya. Prajurit Bugis merupakan prajurit pilihan dari Surakarta, yang pada waktu itu mengantarkan Kanjeng Ratu Bandara kembali ke Yogyakarta. Kawedanan Hageng Punakawan (K.H.P) Widyabudaya dalam wawancara dengan Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada tahun 1996, membahas mengenai riwayat dan keunikan prajurit Keraton Yogyakarta. 20 Sejarah dan fungsi atau tugas masing-masing prajurit di lingkup istana dapat dilihat dari nama pasukan prajurit. Struktur organisasi dan keanggotaan prajurit keraton 19 K.R.T. Partadiningrat, Ceramah Sejarah dan Peranan Laskar Dhaeng dan Bugis di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986/ 1987). 20 K.H.P. Widyabudaya, Wawancara Televisi Republik Indonesia Tentang Prajurit Karaton ngayogyakarta Hadiningrat, Rabu 31 Juli 1996.

9 9 mulai dari pangkat tertinggi sampai terendah dijelaskan secara ringkas. Keunikan busana prajurit diuraikan secara singkat. Yuwono Sri Suwito menulis sebuah buku berjudul Kajian Filosofi dan Nilai Budaya Prajurit Keraton Yogyakarta pada tahun Buku ini memaparkan kajian sejarah dan filosofi serta nilai budaya prajurit Keraton Yogyakarta. Adanya gambar foto prajurit keraton dari manggalayudha sampai dengan jajar. Penjelasan ringkas meliputi sejarah terjadinya prajurit sampai terbentuknya Keraton Yogyakarta. Buku ini dapat sedikit membantu mengungkapkan sejarah prajurit Keraton Yogyakarta. 21 Beberapa pustaka di atas, tidak ada satu pun yang mengulas dan menulis seperti topik peneliti. Hal ini, mendukung keaslian penulisan bahwa belum pernah dilakukan penelitian mengenai bentuk dan fungsi busana prajurit Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan HB X. E. LANDASAN TEORI Penelitian ini membutuhkan beberapa disiplin ilmu untuk menjawab permasalahan secara luas dan dalam. Adanya beberapa disiplin ilmu tersebut, merupakan petunjuk untuk menggunakan pendekatan multidisiplin dalam penelitian ini. Pendekatan multidisiplin berguna untuk mengungkap permasalahan. 21 Suwito, 2009.

10 10 Beberapa disiplin ilmu dan teori yang digunakan adalah sejarah, estetika, fungsi dan bentuk seni, perilaku manusia dan kepariwisataan. a. Teori Fungsi Edmund Burke Feldman menuliskan bahwa seni dapat diteliti mengenai bentuk dan fungsinya. Penelitian tentang bentuk seni dapat dilihat dari garis rancangannya atau design. Rancangan suatu bentuk seni terdiri dari beberapa unsur atau element. Beberapa unsur tersebut, yaitu: (1) keselarasan atau unity; (2) keseimbangan atau balance; (3) irama atau rhythm dan (4) perbandingan atau proportion. 22 Edmund Burke Feldman membagi fungsi seni menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu adalah fungsi personal, fungsi sosial dan fungsi fisik. 23 Fungsi personal digunakan untuk mengetahui ekspresi estetika seni yang terdapat dalam busana prajurit Keraton Yogyakarta. Fungsi Sosial mengandung tiga aspek penting yaitu: (1) memberikan pengaruh terhadap perilaku manusia; (2) diciptakan untuk dilihat atau ditampilkan dalam publik; (3) mengungkapkan atau menggambarkan eksistensi seni dalam 22 Edmund Burke Feldman, Arts as Image and Idea (The University of Georgia: Prentice Hall Inc, 1967), Periksa Edmund Burke Feldman, 1967; juga periksa SP. Gustami, Butir-Butir Mutiara Estetika Timur (Yogyakarta: Prasista, 2007), 336.

11 11 aspek sosial. 24 Fungsi sosial digunakan untuk menganalisis keberadaan dan penampilan prajurit dalam upacara adat keraton di tengah masyarakat. Adapun fungsi fisik digunakan untuk menganalisis bentuk dan fungsi busana prajurit. b. Teori Perilaku Mengenai busana, Morris menuliskan dalam bukunya Manwatching: A Field Guide to Human Behaviour tahun 1967 bahwa sesuatu yang mustahil mengenakan pakaian tanpa adanya sinyal sosial. Morris lebih lanjut menuliskan setiap busana atau kostum mempunyai cerita seputar pemakaiannya. Busana yang paling sederhanapun, cukup memberikan gambaran mengenai peran sosial dan sikap mereka terhadap budaya dimana mereka tinggal. 25 Teori Perilaku yang dikemukakan oleh Morris menunjukkan adanya clothing signal atau tanda-tanda dalam busana. Morris juga menuliskan dalam bukunya, bahwa pada dasarnya busana mempunyai tiga fungsi utama, yaitu: (1) kenyamanan atau comfort; (2) kesopanan atau modesty dan (3) penampilan atau display. 26 Busana prajurit keraton menggunakan bentuk busana prajurit. Bentuk busana prajurit dapat diteliti fungsi 24 Feldman, 1967: Desmond Morris, Manwatching: A Field Guard to Human Behaviour (New York: Harry N. Abrams, Inc., Publisher, 1977), Morris, 1977.

12 12 pemakaiannya melalui tanda-tanda berbusana atau clothing signal yang mencakup tiga fungsi utama. Ketiga fungsi utama tersebut digunakan untuk menganalisis busana prajurit dari segi kenyamanan, kesopanan dan penampilan. c. Teori Seni Wisata Bentuk dan fungsi busana prajurit dapat dilihat penampilannya dalam upacara Garebeg. Upacara garebeg merupakan suatu upacara adat dari Keraton Yogyakarta yang dapat dilihat langsung oleh masyarakat Yogyakarta. Upacara adat ini telah masuk dalam agenda pariwisata Yogyakarta. R.M. Soedarsono menuliskan dalam Seni Pertunjukkan Indonesia dan Pariwisata pada tahun 1999, beberapa ciri utama dari seni pertunjukkan wisata di Negara berkembang. Beberapa ciri utama tersebut, yaitu: (1) tiruan dari aslinya; (2) singkat atau padat atau bentuk mini dari aslinya; (3) penuh variasi; (4) ditanggalkan nilai-nilai sakral, magis serta simbolisnya; dan (5) murah harganya. 27 Hal ini menjadi acuan dalam mempelajari hubungan antara busana prajurit dan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. 27 R. M. Soedarsono, Seni Pertunjukkan dan Pariwisata (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia, 1999), 3.

13 13 F. METODE PENELITIAN Supaya pembahasan tidak meluas pada hal-hal yang kurang relevan maka perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian busana prajurit Keraton Yogyakarta membatasi pada busana prajurit berpangkat lurah atau panji, sersan dan jajar. 28 Busana prajurit dengan pangkat panji, sersan dan jajar, akan diteliti bentuk dan fungsi busananya. Penelitian juga mempelajari tentang hubungan antara busana prajurit dan pariwisata di DIY. Populasi prajurit Keraton Yogyakarta berjumlah sepuluh pasukan, yaitu; Wirabraja, Dheng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero, Bugis dan Surakarsa. Subyek yang diteliti ada tiga prajurit yaitu Prawiratama, Nyutra dan Bugis. Penelitian ini juga membatasi pada busana prajurit Prawiratama, Nyutra dan Bugis yang dipergunakan dalam upacara adat Garebeg. Garebeg diselenggarakan secara ajeg setiap tahun pada masa pemerintahan Sultan HB X. Tempat penyelenggaraannya berada di lingkungan Keraton Yogyakarta yang merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai amanat Sultan HB IX dan Paku Alam VIII Periksa Suwito, 2009: 15; juga periksa Purwadi, Ensiklopedi Adat Istiadat Budaya Jawa (Yogyakarta: Penerbit Panji Pustaka, 2007), 398. Panji adalah salah satu jabatan prajurit dalam bregada prajurit Keraton Yogyakarta. Istilah Panji atau Lurah dapat disebut juga dengan Perwira. Perwira adalah pahlawan yang selalu siap menegakkan keadilan dan kebenaran. Kebenaran berkaitan dengan olah pikir, kemampuan, penalaran dan kegiatan keilmuan. 29 Soempono Djojowadono, Keraton dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta: Lembaga Javanologi, 1997), 2.

14 14 Observasi adalah aktivitas mencatat suatu gejala dengan bantuan instrumen-instrumen dan merekamnya dengan tujuan ilmiah atau tujuan lain. 30 Metode ini sangat tepat dilakukan untuk mendapatkan data visual. Data visual dapat berupa rekaman suara maupun gambar, dan foto peristiwa objek penelitian. Datadata observasi digunakan untuk mendukung data yang lain. Metode wawancara digunakan untuk menanyakan segala macam hal yang berhubungan dengan sumber primer. Pertanyaan-pertanyaan diajukan pada nara sumber yang mempunyai keahlian dibidang tersebut. Penelitian ini menggunakan metode wawancara secara langsung terhadap narasumber. Wawancara disampaikan pada Manggalayudha, Pandhéga atau Kaptèn, panji, sersan dan jajar prajurit. Prajurit yang diberikan pertanyaan wawancara berasal dari pasukan Prawiratama, Nyutra dan Bugis. Dokumentasi mempunyai sifat personal, mencakup buku harian, memo, surat dan catatan lapangan. Dokumentasi berkaitan dengan teks tertulis dari berbagai sumber. 31 Penelitian menggunakan dokumen berisi teks tertulis tentang busana prajurit. Dokumen busana prajurit dapat berupa manuskrip, arsip, surat, foto dan daftar pustaka. 30 Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2009), Denzin dan Yvonna S. Lincoln, 2009: 544.

15 15 Analisis data mempunyai manfaat untuk merangkum, mengelompokkan, menyeleksi dan menghubungkan semua informasi yang telah diperoleh. 32 Informasi yang berkaitan dengan data adalah mempelajari dan menjelaskan mengenai busana prajurit panji Keraton Yogyakarta. Metode Analisis data bersifat deskriptif dengan penjelasan terperinci supaya data yang terkumpul dapat disederhanakan dan dipahami. Peneliti mendeskripsikan masalah dalam uraian sesuai dengan landasan teori dan pengamatan. G. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penelitian busana prajurit Keraton Yogyakarta dibagi dalam enam bab. Keenam bab tersebut diuraikan sebagai berikut. Bab I berisi pengantar yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori dan metode penelitian. Bab II berisi latar belakang sejarah prajurit Keraton Yogyakarta yang mencakup sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta, sejarah mengenai Sultan HB X dan Sejarah berdirinya prajurit Keraton Yogyakarta. Bab III berisi bentuk busana prajurit Keraton Yogyakarta. Bab IV berisi fungsi busana prajurit Keraton Yogyakarta. Bab V berisi upacara adat garebeg di Keraton 32 Denzin dan Yvonna S. Lincoln, 2009.

16 16 Yogyakarta. Bab ini mencakup pertunjukkan upacara adat garebeg dan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bab VI berisi kesimpulan dan saran.

KORPS MUSIK PRAJURIT KERATON YOGYAKARTA (Sejarah dan Nama-nama Gendhing)

KORPS MUSIK PRAJURIT KERATON YOGYAKARTA (Sejarah dan Nama-nama Gendhing) KORPS MUSIK PRAJURIT KERATON YOGYAKARTA (Sejarah dan Nama-nama Gendhing) Oleh: Wardani Nur Alifah NIM 1111655013 JURUSAN MUSIK FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2015 KORPS MUSIK

Lebih terperinci

AKULTURASI DALAM GENDING KEPRAJURITAN KERATON YOGYAKARTA. Skripsi

AKULTURASI DALAM GENDING KEPRAJURITAN KERATON YOGYAKARTA. Skripsi AKULTURASI DALAM GENDING KEPRAJURITAN KERATON YOGYAKARTA Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S-1 pada Program Studi Seni Karawitan Kompetensi Pengkajian Karawitan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Dari hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa Srimpi Pandhelori

BAB IV PENUTUP. Dari hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa Srimpi Pandhelori BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa Srimpi Pandhelori merupakan salah satu kesenian yang ada di Keraton Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono VII.

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola BAB V Kesimpulan Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola kelembagaan yang ada. Lembaga-lembaga yang berperan dalam perubahan di Yogyakarta saat ini dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kerajaan yang masih berjaya hingga saat ini, yaitu Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat

I. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan keanekaragaman kebudayaan yang akan menjadi modal dasar sebagai landasan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang merupakan istana

Lebih terperinci

PERANCANGAN KARAKTER BREGADA KERATON YOGYAKARTA SEBAGAI MEDIA VISUAL PENDUKUNG PHOTO BOOTH

PERANCANGAN KARAKTER BREGADA KERATON YOGYAKARTA SEBAGAI MEDIA VISUAL PENDUKUNG PHOTO BOOTH PERANCANGAN KARAKTER BREGADA KERATON YOGYAKARTA SEBAGAI MEDIA VISUAL PENDUKUNG PHOTO BOOTH Febrianto Saptodewo Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Kesenian tradisional pada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Kesenian tradisional pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki beragam bentuk kesenian tradisional. Keberagaman kesenian tradisional tersebut adalah bagian dari kebudayaan setempat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Pariwisata secara

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Pariwisata secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah istilah yang diberikan apabila seseorang wisatawan melakukan perjalanan itu sendiri, atau dengan kata lain aktivitas dan kejadian yang terjadi

Lebih terperinci

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah

yang meliputi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA UNDANG- UNDANG NOMOR...TAHUN... TENTANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

ORGANISASI KEMILITERAN PADA MASA PENGARUH ISLAM DAN KOLONIAL DI JAWA. Novida Abbas (Balai Arkeologi Yogyakarta)

ORGANISASI KEMILITERAN PADA MASA PENGARUH ISLAM DAN KOLONIAL DI JAWA. Novida Abbas (Balai Arkeologi Yogyakarta) ORGANISASI KEMILITERAN PADA MASA PENGARUH ISLAM DAN KOLONIAL DI JAWA Novida Abbas (Balai Arkeologi Yogyakarta) 1. Pendahuluan Sejumlah tinggalan arkeologi militer, yang ditemukan di berbagai tempat di

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setingkat provinsi ini memiliki wilayah yang relatif kecil di banding provinsi-provinsi

BAB I PENDAHULUAN. setingkat provinsi ini memiliki wilayah yang relatif kecil di banding provinsi-provinsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di sebelah selatan Jawa Tengah, daerah setingkat provinsi ini memiliki wilayah yang relatif kecil di banding provinsi-provinsi lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman dan kekayaan akan budaya yang telah dikenal luas baik oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri, sehingga menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta. Labuh Labet Putra Jalu Pamungkas RINGKASAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta. Labuh Labet Putra Jalu Pamungkas RINGKASAN Labuh Labet Putra Jalu Pamungkas 1311434011 RINGKASAN Istilah atau kata labuh labet sebagai judul, memiliki makna yang sama dengan pengabdian. Di dalam karya tari ini, pengabdian yang dimaksud adalah pengabdian

Lebih terperinci

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Sekilas Pandang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah juga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, merupakan

Lebih terperinci

YAYASAN PAMULANGAN BEKSA SASMINTA MARDAWA. Theresiana Ani Larasati

YAYASAN PAMULANGAN BEKSA SASMINTA MARDAWA. Theresiana Ani Larasati YAYASAN PAMULANGAN BEKSA SASMINTA MARDAWA Theresiana Ani Larasati Menilik sejarah keberadaan organisasi seni tari di Yogyakarta dapat dikatakan bahwa pada mulanya di Yogyakarta tidak ada organisasi tari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tradisi Tradisi (bahasa latin traditio diteruskan ) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: FITRI YULIANA L2D 002 409 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BUSANA DAN ATRIBUT PRAJURIT KERATON YOGYAKARTA DALAM BUSANA PESTA COCKTAIL PENCIPTAAN. Dimas Putranto Karsono NIM

BUSANA DAN ATRIBUT PRAJURIT KERATON YOGYAKARTA DALAM BUSANA PESTA COCKTAIL PENCIPTAAN. Dimas Putranto Karsono NIM BUSANA DAN ATRIBUT PRAJURIT KERATON YOGYAKARTA DALAM BUSANA PESTA COCKTAIL PENCIPTAAN Dimas Putranto Karsono NIM 1211641022 TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI S-1 KRIYA SENI JURUSAN KRIYA FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT

Lebih terperinci

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi disampaikan dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi 2 DPR RI, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, 3

Lebih terperinci

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Oleh : Drs. M. Qosim *) 1. Pendahuluan Keberadaan sebuah kerajaan kecil seperti Kadipaten Pakualaman

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Berbagai macam suku, ras adat istiadat mengenai ragam budaya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Indonesia kaya akan seni dan budaya, dari sekian banyak seni dan budaya yang terdapat di Indonesia salah satunya adalah seni kriya dari bahan lidi. Penggarapan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berbeda memang salah satu tujuan orang melakukan wisata.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berbeda memang salah satu tujuan orang melakukan wisata. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berwisata atau lebih dikenal dengan melakukan suatu perjalanan ke tempattempat yang berbeda memang salah satu tujuan orang melakukan wisata. Keinginan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan Negara Mataram Islam yang dibangun oleh Ki Ageng Pemanahan

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan Negara Mataram Islam yang dibangun oleh Ki Ageng Pemanahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Khasanah budaya terpenting di Yogyakarta adalah Kraton Yogyakarta, lengkap dengan segala pernak perniknya. Salah satu aspek penting dari pernakpernik budaya yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kuliner adalah suatu kata yang sering kita dengar di masyarakat yang berarti masakan yang berupa makanan atau minuman. Informasi mengenai kuliner sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik merupakan kesenian gambar di kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanekaragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia merupakan kekayaan bangsa yang perlu mendapat perhatian khusus. Kekayaaan ini merupakan kebudayaan yang erat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara-cara yang ditempuh dalam suatu tindakan penelitian. Pada penelitian ini peneliti mengambil salah satu metode yang dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang mempunyai keistimewaan tersendiri. DIY dipimpin oleh seorang sultan dan tanpa melalui pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya yang melimpah. Kebudayaan ini diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki banyak keanekaragaman kesenian dan budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki banyak keanekaragaman kesenian dan budaya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak keanekaragaman kesenian dan budaya, kekayaan budaya yang dimiliki bangsa ini terdapat disetiap daerah terdiri dari keragaman

Lebih terperinci

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. peraturan peraturan yang terdapat dalam penelitian. Singkatnya metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. peraturan peraturan yang terdapat dalam penelitian. Singkatnya metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan peraturan yang terdapat dalam penelitian. Singkatnya metode penelitian dapat diartikan sebagai cara bagaimana

Lebih terperinci

PRAWIRATAMA JURNAL. Oleh: Kusryan Sandro Hano UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

PRAWIRATAMA JURNAL. Oleh: Kusryan Sandro Hano UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta PRAWIRATAMA JURNAL Oleh: Kusryan Sandro Hano 1310514012 JURUSAN KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2017 PRAWIRATAMA Sebuah Komposisi Karawitan Kusryan Sandro Hano 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makam Kotagede atau sering disebut juga dengan Sargede adalah sebuah makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar Sutawijaya, pendiri kerajaan

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG KEWENANGAN DALAM URUSAN KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan negara berkembang lainnya, yaitu terdiri dari banyak. suku, adat, kebiasaan, dan budaya yang sangat beragam.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan negara berkembang lainnya, yaitu terdiri dari banyak. suku, adat, kebiasaan, dan budaya yang sangat beragam. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari aspek demografisnya, karena negara ini merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara mengakui dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara mengakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki warisan budaya yang beragam salah satunya keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Warisan budaya ini bukan sekedar peninggalan semata, dari bentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan luar akan menetapkan pilihan nilai untuk dirinya dan ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan luar akan menetapkan pilihan nilai untuk dirinya dan ini berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan nilai memiliki peranan yang cukup tinggi, karena ia merupakan kebiasaan bagi kebanyakan orang dan dilakukan secara terus menerus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan, alam, dan wilayah geografis. Keanekaragaman

Lebih terperinci

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN

KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN KISI KISI DAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2014 2015 MATA PELAJARAN KELAS / PROGRAM / SEMESTER ALOKASI WAKTU JENIS SOAL : SEJARAH (PEMINATAN) : X / IIS/ GASAL : 90 Menit : Pilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbetuk dari banyak unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan aneka ragam kebudayaan dan tradisi. Potensi merupakan model sebagai sebuah bangsa yang besar. Kesenian wayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

Ketika saya menulis buku Windows on. Kuasa Salib. pengantar

Ketika saya menulis buku Windows on. Kuasa Salib. pengantar pengantar Kuasa Salib Ketika saya menulis buku Windows on Easter, yang disadur untuk buklet ini, saya bermaksud mendapatkan cara pandang yang baru terhadap peristiwa-peristiwa umum seputar kematian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia sepanjang sejarah mencakup berbagai macam kegiatan,di antaranya adalah seni yang di dalamnya termasuk seni tari. Batasan seni tari sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam etika Jawa dikenal satu ungkapan yang berbunyi sabda pandhita ratu, tan kena wola-wali. Secara harfiah, artinya adalah ucapan pendeta (dan) raja, tidak boleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan

Lebih terperinci

Batik Larangan Penguasa Mataram

Batik Larangan Penguasa Mataram Batik Larangan Penguasa Mataram Solichul HA. Bakri dari berbagai sumber Latarangan Pangangggo-Rijksblad van Djokjakarta Undang-Undang Karaton Yogyakarta Tahun 1927... Abdi Ningsun kang kasebut ing nduwur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan tidak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat dan eksistensi

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan tidak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat dan eksistensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan tidak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat dan eksistensi masyarakat itu dimungkinkan oleh adanya kebudayaan. Kebudayaan tidaklah dihasilkan oleh masyarakat

Lebih terperinci

PENCIPTAAN BUKU ILUSTRASI PAKAIAN ADAT BREGADA HADININGRAT KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI UPAYA PENGENALAN PAKAIAN TRADISIONAL KEPADA ANAK-ANAK

PENCIPTAAN BUKU ILUSTRASI PAKAIAN ADAT BREGADA HADININGRAT KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI UPAYA PENGENALAN PAKAIAN TRADISIONAL KEPADA ANAK-ANAK PENCIPTAAN BUKU ILUSTRASI PAKAIAN ADAT BREGADA HADININGRAT KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI UPAYA PENGENALAN PAKAIAN TRADISIONAL KEPADA ANAK-ANAK Agung Tri Yunanto 1) Achmad Yanu Alif Fianto 2) Wahyu Hidayat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Tempat yang digunakan peneliti sebagai lokasi penelitian di Jalan Kuantan Gang Puteri Ledeng 14 No. 11 Kelurahan Kota Piring

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan sekilas pada bab satu, bahwa dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara mengakui

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 85 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mencapai sasaran yang diinginkan penulis memerlukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mencapai sasaran yang diinginkan penulis memerlukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Untuk mencapai sasaran yang diinginkan penulis memerlukan penganalisaan dan metode penelitian yang tepat. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan salah satu seni budaya Indonesia yang sudah menyatu dengan masyarakat Indonesia sejak beberapa abad lalu. Batik menjadi salah satu jenis seni kriya yang

Lebih terperinci

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNACULAR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

AKULTURASI DALAM GENDING KEPRAJURITAN KERATON YOGYAKARTA

AKULTURASI DALAM GENDING KEPRAJURITAN KERATON YOGYAKARTA AKULTURASI DALAM GENDING KEPRAJURITAN KERATON YOGYAKARTA Arsa Rintoko 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan akulturasi dalam Gending Keprajuritan Keraton Yogyakarta. Kemudian juga mempelajari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGISIAN JABATAN, KEDUDUKAN, TUGAS, DAN WEWENANG GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat Daya. Aceh Barat Daya sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh

BAB I PENDAHULUAN. Barat Daya. Aceh Barat Daya sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aceh merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia, yang terletak di ujung pulau Sumatera. Aceh dikenal dengan keunikan dan kekayaan yang dimilikinya, baik kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Teknologi telekomunikasi merupakan salah satu teknologi yang pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan selular di setiap tahunnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang terdiri dari pulau- pulau yang membentang luas memiliki ragam suku bangsa beserta adat istiadat yang terbentuk akibat percampuran ras dan kebudayaan

Lebih terperinci

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau 1 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau penyalinan naskah-naskah Jawa mengalami perkembangan pesat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra diciptakan pengarang berdasarkan realita (kenyataan) yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra memang mencerminkan kenyataan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Kulango Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni Kota Yogyakarta merupakan kota yang terkenal dengan anekaragam budayanya, seperti tatakrama, pola hidup yang

Lebih terperinci

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya Oleh Sarimo NIM: K3201008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan peradaban bangsa Indonesia telah berlangsung dalam kurun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Keraton Surakarta sebagai simbol obyek dan daya tarik wisata memiliki simbol fisik dan non fisik yang menarik bagi wisatawan. Simbol-simbol ini berupa arsitektur bangunan keraton,

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN

Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Indonesia sebagai Negara Kepulauan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kain batik sudah menjadi semacam identitas tersendiri bagi masyarakat Jawa. Motif dan coraknya yang beragam dan memikat memiliki daya jual yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena

BAB I PENDAHULUAN. budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya, baik berupa seni tradisional ataupun seni budaya yang timbul karena proses akulturasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian yang sangat beragam. Salah satu diantaranya adalah Kabupaten Kuantan Singingi. Kabupaten ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN A. Landasan Teori 1. Kebudayaan Banyak orang mengartikan kebudayaan dalam arti yang terbatas yaitu pikiran, karya, dan semua hasil karya manusia yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY adalah kota kecil yang terletak di bagian selatan pulau Jawa, DIY merupakan provinsi yang berdasarkan wilayah Kasultanan Ngayogyakarta

Lebih terperinci