BAB I PENDAHULUAN. setingkat provinsi ini memiliki wilayah yang relatif kecil di banding provinsi-provinsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. setingkat provinsi ini memiliki wilayah yang relatif kecil di banding provinsi-provinsi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di sebelah selatan Jawa Tengah, daerah setingkat provinsi ini memiliki wilayah yang relatif kecil di banding provinsi-provinsi lain yaitu sekitar 3100 m² atau sekitar 2,4% seluruh luas Pulau Jawa. Yogyakarta menjadi salah satu daerah istimewa dalam Republik Indonesia hal ini dikarenakan Yogyakarta awalnya memiliki pemerintahan sendiri yaitu ketika zaman Belanda dan Jepang. Selain itu perbedaan dengan daerah yang memiliki pemerintahan sendiri lainnya adalah kedudukan istimewa dari Yogyakarta ini diakui secara tegas oleh pemerintah Republik Indonesia sejak masa revolusi nasional Indonesia (Soemardjan, 1981, hal: 3). Keistimewaan Yogyakarta tidak terlepas dari dinamika yang terjadi di Yogyakarta, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa pra-kemerdekaan hingga pascakemerdekaan RI mengakibatkan pola relasi yang berbeda antara relasi Yogyakarta dengan Pemerintah Nasional dengan relasi daerah-daerah lain dengan pemerintah nasional. Posisi dan peran dari Kraton, Sultan dan Masyarakat Yogyakarta pada masa revolusi kemerdekaan sangat strategis. Posisi wilayah yang termasuk berada di tengahtengah pulau Jawa dan kondisi sosial-politik yang cenderung lebih stabil dikarenakan masyarakat yang masih mengakui keberadaan Kraton dan Sultan di tambah lagi sosok 1

2 Sultan HB IX yang seorang nasionalis mengakibatkan penggunaan Yogyakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia untuk sementara menggantikan Jakarta. Perpindahan ibu kota untuk sementara tersebut tentu turut mempengaruhi perubahan sosial yang terjadi di Yogyakarta. Sebagai pusat pemerintahan sementara mengakibatkan kedatangan pegawai pemerintah dan tentara beserta keluarganya ke Yogyakarta, para pendatang ini tidak hanya berasal dari satu daerah namun dari berbagai daerah di Indonesia. Selain keluarga, para pendatang tersebut juga membawa budaya mereka masing-masing sehingga ketika berada di Yogyakarta dan berinteraksi dengan masyarakat Yogyakarta maka terjadi pula pertukaran budaya yang mempercepat dinamika sosial di Yogyakarta. Setelah masa revolusi tersebut, Yogyakarta semakin terbuka terhadap masyarakat luar dengan didirikannya perguruan-perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang kemudian menjadikan Yogyakarta terkenal sebagai kota pelajar. Sebagai salah satu pusat pendidikan di Indonesia maka banyak pula pelajar dari Sabang sampai Merauke yang menuntut ilmu di Yogyakarta, dan mereka semua juga datang membawa budaya mereka masing-masing yang kemudian saling berinteraksi baik dengan warga asli maupun dengan warga pendatang lainnya dengan Yogyakarta sebagai wadahnya. Komposisi penduduk yang semakin kompleks dan diikuti dengan perkembangan iptek yang semakin maju kemudian menyebabkan perubahan sosial masyarakat Yogyakarta yang cepat, hal tersebut kemudian menyebabkan banyak hal yang tidak dapat diperkirakan dan diantisipasi. Salah satu akibat dari perubahan sosial yang terjadi di Yogyakarta tersebut adalah masalah Keistimewaan Yogyakarta yang muncul tidak 2

3 hanya 10 tahun terakhir namun yang telah muncul sejak Yogyakarta menyatakan bergabung dengan Negara Republik Indonesia. Salah satu substansi Keistimewaan Yogyakarta adalah substansi politik yaitu tentang jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY. Substansi inilah yang pada masalah keistimewaan yang terakhir menjadi isu utama, bahkan masalah keistimewaan Yogyakarta yang pada dasarnya ada 5 substansi pokok mengalami penyempitan masalah bahasan menjadi masalah politik yaitu pro-kontra antara pemilihan dan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Terjadinya penyempitan masalah tersebut tidak lepas dari perubahan sosial yang menyertai munculnya masalah tersebut di mana demokratisasi di dalam masyarakat baik masyarakat Indonesia maupun maupun masyarakat Yogyakarta semakin menguat, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi memunculkan isu pemilihan dalam jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang sejak awal kemerdekaan dijabat secara otomatis oleh Sultan dan Paku Alam. Perubahan sosial juga terjadi dalam kelompok-kelompok masyarakat di Yogyakarta, hal ini dapat kita lihat di mana munculnya isu pemilihan itu sendiri dan juga dukungan terhadap pemilihan tersebut. Meskipun suara yang mendukung penetapan lebih terlihat dalam gerakan-gerakan massa namun munculnya draft RUUK yang memberikan opsi pemilihan terhadap jabatan gubernur dan wakil gubernur juga munculnya kelompok masyarakat yang pro-pemilihan cukup menunjukkan bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok yang menginginkan jabatan tersebut dipilih secara lebih demokratis atau dipilih langsung seperti daerah-daerah lainnya. 3

4 Pada tahun kita dapat melihat bahwa masyarakat Yogyakarta terpecah menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang pro-pemilihan dan kelompok propenetapan, dengan mengesampingkan besar setiap kelompok keduanya menentukan posisi mereka tidak terlepas dari perubahan-perubahan sosial yang mempengaruhi sikap mereka tersebut. Jika perubahan sosial yang terjadi di Yogyakarta dapat mempengaruhi terhadap dua kelompok tersebut, maka bagaimanakah dengan kelompok masyarakat yang tergolong dekat dengan Kraton Yogyakarta semisal abdi dalem dan prajurit Kraton Yogyakarta? Kelompok masyarakat ini tentu bukanlah kelompok masyarakat yang tertutup terhadap pengaruh masyarakat dari luar apalagi Kraton Yogyakarta setelah kepemimpinan Sultan HB IX yang lebih terbuka dengan masyarakat, dengan begitu perlu dilihat pula bagaimana atau sejauhmana perubahan sosial dalam masyarakat Yogyakarta turut mempengaruhi sikap kelompok-kelompok masyarakat yang dekat dengan kraton tersebut. Ada dua kelompok masyarakat yang dekat dengan kekuasaan tradisional di Yogyakarta yaitu abdi dalem dan prajurit kraton Yogyakarta, studi tentang abdi dalem sudah cukup banyak dilakukan oleh akademisi-akademisi maupun oleh media massa, sebaliknya studi tentang prajurit kraton Yogyakarta sampai sekarang masih sangat sedikit dilakukan bahkan buku-buku tentang prajurit kraton khususnya tentang prajurit kraton Yogyakarta sangatlah sedikit sehingga referensi lebih banyak diambil dari bukubuku tentang sejarah Yogyakarta dan juga buku tentang upacara grebeg, hal inilah yang kemudian mennyebabkan penulis mengambil fokus terhadap prajurit kraton Yogyakarta. 4

5 Prajurit kraton ini juga memiliki sejarah panjang, bregada-bregada ini telah melewati masa ke masa menghadapi kekuatan perubahan yang pada akhirnya menciptakan Bregada Prajurit Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sekarang ini. Proses sejarah telah membentuk bregada Kasultanan Ngayogyakarta dari tidak ada menjadi ada, dan dari yang jumlahnya besar menjadi bregada yang jumlahnya minimalis dan kemudian menjadi prajurit yang hanya memiliki fungsi seremonial. Prajurit Kraton yang hidup sekarang sudah kehilangan fungsi asli mereka sebagai pasukan militer dan pasukan keamanan dan menjadi prajurit seremonial yang fungsinya mendukung upacara-upacara adat yang diadakan oleh Kraton Yogyakarta. Pada masa Sri Sultan HB I-IX urusan keprajuritan masuk ke dalam Kawedanan Hageng Punakawan yang anggotanya menjadi abdi dalem penuh. Namun setelah sempat dibubarkan pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942, Bregada Kraton kemudian mulai dibentuk kembali pada tahun 1956 oleh masyarakat sekitar kraton dan pada tahun 1971 oleh Sultan HB IX dengan sekaligus mendirikan Pangageng Tepas Keprajuritan sebagai lembaga yang mengurusi bregada Kraton Yogyakarta. Pangageng Tepas Keprajuritan ini tergolong lembaga baru karena baru berdiri pada tanggal 2 Maret Selain membawahi urusan keprajuritan, Tepas ini juga mengelola Museum Pagelaran, Sithihinggil dan Taman Sari. Perubahan lembaga tersebut secara tidak langsung juga membawa perubahan-perubahan didalam keprajuritan tersebut baik secara personal maupun secara kelompok. Secara personal bregada-bregada tersebut memiliki latar belakang yang berbeda. Terpisahnya dengan Kawedanan Hageng Punakawan juga menyebabkan adanya beberapa prajurit yang ikut ke dalam 2 lembaga dalam kraton 5

6 Yogyakarta karena terdapat abdi dalem yang juga merangkap menjadi prajurit kraton. Prajurit kraton tidak setiap hari berada di kawasan keraton bahkan cenderung hanya berada di kawasan keraton pada even-even tertentu. Meskipun begitu peran prajurit tidaklah kecil, prajurit tetap memiliki peran dalam menjaga kraton dalam hal ini menjaga nilai budaya kraton dan menjadi salah satu simbol kraton dalam masyarakat. Hal itu dikarenakan masih banyaknya upacara-upacara adat di Yogyakarta baik oleh kraton maupun masyarakat umum yang selalu mengikutsertakan simbol prajurit budaya tersebut. Salah satu dari prajurit dan merupakan salah satu embrio dari prajurit modern Kraton Yogyakarta adalah Prajurit Dhaeng. Seperti namanya, prajurit ini dahulunya lahir/berasal dari luar kraton yaitu berasal dari Sulawesi. Prajurit Dhaeng bukan satusatunya prajurit kraton yang berasal dari luar, masih ada Prajurit Bugis yang sama-sama berasal Sulawesi. Prajurit Dhaeng menjadi salah satu embrio dari munculnya prajurit kraton Yogyakarta karena prajurit ini merupakan satu dari empat prajurit yang dibentuk kembali pada tahun 50-an. Dan di era modern ini, Prajurit Dhaeng termasuk kelompok prajurit yang paling menonjol daripada prajurit-prajurit kraton lainnya, mereka menjadi salah satu bregada yang paling kompak dan satu-satunya bregada yang memiliki paguyuban (KRT Kusumanegara, wawancara, 7 Januari 2014). Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti tentang Bregada Kraton Yogyakarta dengan studi kasus Prajurit Dhaeng. Penelitian tentang prajurit kraton ini menjadi semakin menarik ketika isu di dalam kraton kita dihadapkan dengan realitas yang terjadi pada masyarakat Yogyakarta 6

7 sendiri. Yogyakarta saat ini berbeda dengan Yogyakarta 60 tahun yang lalu, keadaan sosial yang berbeda, sistem sosial yang berbeda dan dipimpin oleh Sultan yang berbeda pula. Perbedaan-perbedaan ini muncul dikarenakan perubahan sosial yang terjadi di Yogyakarta, sehingga menjadi hal yang penting pula untuk melihat bagaimana sikap yang terbentuk dari masyararakat Yogyakarta dalam kerangka dinamika yang terjadi di Yogyakarta untuk melihat bagaimana yang terjadi pada Yogyakarta di masa yang akan datang. Sebagai salah satu kelompok masyarakat yang dekat dengan kraton maka akan menjadi pertanyaan bagi kita bagaimana sikap mereka terhadap UU Keistimewaan Yogyakarta khususnya berkaitan aspek politiknya yaitu berkaitan suksesi gubernur dan wakil gubernr DIY. Hal ini dapat dilihat sebagai wujud pengawasan dari pelaksanaan UU Keistimewaan yang telah disahkan sehingga tidak ada penyelewengan dalam pelaksanaannya kedepannya. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas seblumnya maka pertanyaan penelitian yang peneliti ajukan adalah: Bagaimanakah pengaruh perubahan sosial di Yogyakarta terhadap dinamika dan pola perubahan di dalam bregada Dhaeng Kraton Yogyakarta khususnya dalam melihat isu Keistimewaan Yogyakarta? C. Kajian Pustaka Studi tentang prajurit kraton sangat jarang dilakukan, tidak seperti studi tentang abdi dalem yang hingga saat ini menjadi salah satu daya tarik ketika seseorang meneliti tentang kraton. Studi prajurit ini tentu berbeda dengan studi tentang abdi dalem 7

8 dikarenakan meskipun sama-sama bekerja untuk kraton namun fungsi mereka sesungguhnya berbeda. Selain dapat dengan abdi dalem, prajurit kraton Yogyakarta juga dapat dibandingkan dengan prajurit Praja Kejawen lainnya seperti yang ada di Kadipaten Paku Alam, Kasunanan Surakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran meskipun perkembangan prajurit setiap kerajaan tetap berbeda. Karya tulis yang diterbitkan tentang prajurit khususnya tentang Prajurit Kraton Yogyakarta sangatlah jarang ditemukan, di dalam karya modern peneliti hanya dapat menemukan sebuah buku yang membahas secara khusus tentang prajurit kraton Yogyakarta yaitu buku yang berjudul Prajurit Kraton Yogyakarta: filosofi dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta. Karena menjadi satu-satunya buku yang mendeskripsikan dan menjelaskan secara khusus masalah Prajurit Kraton Yogyakarta maka buku tersebut menjadi buku induk yang digunakan untuk mendeskripsikan prajurit kraton Yogyakarta. Pada bab awal buku tersebut secara ringkas menjelaskan tentang proses kelahiran dan perkembangan prajurit keraton Yogyakarta pada masa prakemerdekaan, perkembangan prajurit sebelum bergabung dengan negara Republik Indonesia memang berjalan beriringan bersama perkembangan kraton sendiri sehingga tidak ada catatan khusus yang membahas tentang perkembangan prajurit kraton. Prajurit kraton Yogyakarta pada masa pemerintah penjajah memang kurang mendapat perhatian dari pemerintah penjajah, berbeda dengan Praja Mangkunegaran yang karena kedekatannya dengan pemerintah kolonial waktu itu sehingga prajurit atau legiun mereka mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun 8

9 Inggris. Kedekatan dengan pihak penjajah tersebut pula yang menyebabkan catatan tentang legiun Mangkunegaran cenderung lebih banyak daripada catatan tentang prajurit dari praja-praja kejawen lainnya. Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan Prajurit Mangkunegaran atau sering disebut Legiun Mangkunegaran secara lengkap dapat ditemukan dalam buku Legiun Mangkunegaran ( ) karya Iwan Santosa (2011), dalam buku ini juga secara sekilas menceritakan kekuatan prajurit kraton Yogyakarta. Meskipun buku Prajurit Kraton Yogyakarta hanya menggambarkan secara ringkas, namun buku tersebut tetap memberikan gambaran secara umum tentang perkembangan prajurit pada masa sebelum kemerdekaan tersebut sehingga hal tersebut tetap dapat menjadi dasar pengetahuan untuk mengetahui prajurit kraton Yogyakarta yang sekarang. Buku Prajurit Kraton Yogyakarta secara keseluruhan lebih banyak membahas tentang prajurit kraton Yogyakarta yang dibentuk kembali pada tahun 1956 setelah bergabungnya Yogyakarta ke dalam Republik Indonesia yang hidup hingga sekarang. Prajurit kraton pada masa ini telah menjadi prajurit seremonial yang berfungsi pada upacara-upacara adat kraton sehingga di buku lebih banyak memberikan deskripsi dan makna filosofis dari keberadaan prajurit kraton Yogyakarta. Meskipun data kepustakaan yang membahas prajurit Kraton Yogyakarta secara khusus sangat terbatas, namun keberadaan pustaka-pustaka tentang sejarah Yogyakarta, sejarah Kraton Yogyakarta, sejarah Kerajaan Mataram dan juga pustaka tentang upacara-upacara adat kraton dapat melengkapi data-data kepustakaan tentang prajurit kraton Yogyakarta tersebut. Hal ini dikarenakan perkembangan prajurit yang tidak lepas 9

10 dari perkembangan kraton dan masyarakat Yogyakarta. Kepustakaan tentang Daerah Istimewa Yogyakarta, Kraton Yogyakarta, Kerajaan Mataram Islam dan tentang upacara-upacara adat Jawa atau Yogyakarta cukup gampang untuk ditemukan dan di dalam buku-buku tersebut tidak jarang akan ditemukan pembahasan tentang prajuritprajurit kraton Yogyakarta. D. Tujuan penelitian - Guna mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada Bregada Kraton. - Guna mengetahui pengaruh perubahan sosial terhadap sikap politik bregada Kraton. - Guna mengetahui posisi dan peran prajurit kraton dalam menanggapi isu-isu politik terkini khususnya isu keistimewaan Yogyakarta. - Guna mengetahui peran prajurit dalam mengawasi pelaksanaan Undang- Undang Keistimewaan Yogyakarta. - Guna mengetahui pelaksanaan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta kedepannya. E. Landasan Teori Pengertian Perubahan Sosial Masyarakat memiliki sifat dinamis. Betapapun homogen suatu masyarakat perubahan akan tetap terjadi. Begitu pula dengan masyarakat Yogyakarta, masyarakat Jogja memang mayoritas merupakan orang Jawa dan istilah orang Jogja sendiri sudah membawa sifat khusus yaitu dengan diidentikkan kraton. Dan oleh sebab itu pula dinamika masyarakat Yogyakarta juga tidak bisa terlepas terhadap keberadaan kraton 10

11 maupun Sultan itu sendiri. Kraton dan Sultan tidak lepas dari perubahan-perubahan, kita mengetahui bahwa meskipun Sultan dijabat seumur hidup namun bukan berarti tidak ada suksesi di dalam jabatan tersebut. Jabatan Sultan tetap ada pergantian selayaknya suksesi Sultan Hamengku Buwono I ke HB II, HB II ke HB III dan seterusnya, dan setiap suksesi tersebut akan diikuti dengan perubahan pola-pola kepemimpinan yang juga berpengaruh pada kerajaan dan rakyatnya. Yogyakarta juga bagian dari sebuah negara besar Negara Republik Indonesia, oleh karena itu Yogyakarta baik Sultan, Kraton maupun masyarakatnya juga tidak terlepas dari relasi administratif dan kuasa mereka dengan pemerintah. Relasi kuasa antar lembaga ini juga tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang berakibat pada perubahan di setiap lembaga-nya. Konsep Perubahan sosial dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai sosial, sikap, dan pola tingkah laku antar kelompok masyarakat (Soemardjan, 1981; hal 303). Sebenarnya konsep perubahan sosial lebih luas dari itu, konsep perubahan sosial menurut Gillin John dan John Philip Gillin (dalam Ranjabar, 2008, hal: 16) mengataka arti perubahan sosial adalah perubahab-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahanperubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan bru dalam masyarakat. Selo Soemardjan sendiri memilih untuk menggunakan konsep yang menekankan pada perubahan-perubahan kelembagaan dikarenakan pengalaman beliau tinggal dan melakukan penelitian di Yogyakarta pada masa pra-kemerdekaan dan masa revolusi 11

12 kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini juga menggunakan konsep milik Selo Soemardjan dikarenakan memiliki fokus kajian dan aktor yang hampir sama. Kategori Perubahan Sosial Perubahan sosial dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu perubahan yang disengaja /intended change dan yang tidak disengaja /unintended change (Soemardjan, 1981, hal: vii). Perubahan sosial yang disengaja memiliki maksud bahwa perubahan yang telah diketahui dan direncanakan sebelumnya oleh para anggota masyarakat yang berperan sebagai pelopor perubahan. Sedangkan perubahan sosial yang tidak disengaja adalah perubahan yang terjadi tanpa diketahui atau tanpa direncanakan sebelumnya oleh anggota masyarakat. Perubahan sosial yang disengaja sebagian besar didominasi oleh perubahan sosial yang terjadi dalam bidang kehidupan bernegara, sedangkan perubahan sosial yang tidak disengaja sebagian besar terjadi pada perubahan sosial dalam bidang kehidupan bermasyarakat. Jika kedua kategori tersebut dilihat dalam kasus Keistimewaan Yogyakarta maka perubahan sosial yang disengaja dapat dijelaskan dengan adanya pemerintah baik pusat maupun daerah yang melalui undang-undang maupun peraturan-peraturan yang ada mencoba mengadakan perubahan-perubahan secara terencana terhadap Yogyakarta. Sedangkan perubahanperubahan yang tidak terencana ataupun tidak disengaja dapat dilihat dengan perubahan budaya di dalam masyarakat Yogyakarta yang diakibatkan masuknya budaya-budaya asing. Soemardjan (1981; hal. 305) kembali menambahkan dalam konsep perubahan sosial yang sengaja dan tidak sengaja ini belum mencakup pengertian antisipasi (anticipation) dan non-antisipasi. Hal tersebut dikarenakan bahkan dalam perubahan 12

13 sosial yang tidak disengaja-pun masih mungkin untuk diperkirakan. Namun meskipun begitu perubahan sosial yang tidak sengaja ini pada dasarnya memang sangat sulit untuk diduga dan diantisipasi, hal ini bertambah sulit karena biasanya perubahan sosial bukan hasil dari faktor sosial yang tunggal namun terjadi karena banyak faktor. Perubahan sosial kemudian disertai adaptasi atau penyesuaian oleh masyarakat. Pada dasarnya adaptasi oleh masyarakat guna menuju keseimbangan sosial, namun dalam realitasnya adaptasi tersebut juga merupakan bagian dari proses perubahan sosial itu sendiri sehingga yang terjadi pada awalnya memang sebuah keseimbangan sosial namun kemudian memunculkan proses kontrakdiksi/ketidakseimbangan lain yang memicu perubahan sosial yang baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Ranjabar (2008, hal: 21) di mana perubahan sosial pada dasarnya menimbulkan kontradiksi, di mana hal tersebut menimbulkan kecenderungan munculnya pertentangan, dilema dan unsur-unsur yang tidak berkesesuaian dalam sistem sosial masyarakat dan kontradiksi ini akan menjadi penggerak utama perubahan sosial. Penyebab Perubahan Sosial Perubahan sosial tidak berjalan secara independen atau berjalan dengan sendirinya, perubahan sosial terjadi karena sebelumnya telah ada penyebab terjadinya perubahan baik itu yang bersifat internal maupun eksternal masyarakat. Secara umum ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial (Ranjabar, 2008, hal: ) diantaranya: - Penemuan-penemuan baru - Struktur sosial (perbedaan posisi dan fungsi dalam masyarakat) 13

14 - Inovasi - Perubahan lingkungan hidup - Ukuran penduduk dan komposisi penduduk - Inovasi dalam teknologi Secara singkat penyebab-penyebab tersebut dapat disarikan ke dalam 3 sumber utama dari perubahan sosial yaitu terletak dalam lingkup biologi, teknologi, dan ideologi(maclver dalam Soemardjan, 1981, hal: 303). Dalam kasus Yogyakarta kita dapat melihat perubahan sosial yang berasal dari perubahan-perubahan ideologi dasar masyarakat Jawa di Yogyakarta dengan melihat aktor baik individu, kelompok maupun lembaga. Ketika kita melihat dari sudut pandang ini maka kita akan dihadapkan dengan peran orang atau kelompok yang mempelopori masyarakat Yogyakarta untuk meninggalkan masa lampau dan menuju jaman yang baru, yakni pelopor yang menetapkan kaidah sistem sosial baru atau yang diperbarui yang diikuti oleh para anggota masyarakat lainnya berdasarkan otoritas sang pemimpin yang diakui. Orang atau kelompok yang berperan menjadi pelopor dalam perubahan sosial masyarakat Yogyakarta pada masa lalu adalah Sultan ataupun Kraton Kasultanan Ngayogyakarta, hal ini dikarenakan bentuk Yogyakarta pada masa lalu yang merupakan sebuah kerajaan, pada masa lalu Kasultanan Yogyakarta juga tidak lepas dari pengaruh pemerintahan penjajah, hanya saja bentuk daerah swapraja yang diberikan oleh pemerintah penjajah memberikan leluasa pada Sultan maupun kraton dalam mengelola kerajaan dan wilayahnya meskipun tetap terikat dengan aturan-aturan yang ada. Pada masa sekarang kita tidak dapat menampikkan pemerintah nasional (negara) sebagai 14

15 salah satu kekuatan yang mempengaruhi Yogyakarta, meskipun kekuatan kraton juga masih cukup kuat namun beberapa kali perubahan di Yogyakarta juga dipengaruhi oleh tindakan dari negara sehingga negara menjadi salah satu pelopor perubahan di Yogyakarta. Penelitian ini juga akan dilihat bagaimana lembaga-lembaga yang saling mempengaruhi yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Interaksi antara pemerintah, Sultan, Kraton, Bregada kasultanan Yogyakarta dan juga masyarakat Yogyakarta secara umum berakibat terjadinya perubahan dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga politik dalam masyarakat modern seringkali menjadi tokoh pelopor perubahan. Kasus keistimewaan Yogyakarta menunjukkan bagaimana pemerintah nasional menjadi pelopor perubahan bagi Sultan, Kraton, Bregada Kasultanan Yogyakarta bahkan masyarakat Yogyakarta secara umum. Dan sebalikanya, dinamika di Yogyakarta selama ini penuh dengan ketidakjelasan dan hal tersebut juga yang menginisiasikan pemerintah untuk mencoba mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam ketidakjelasan tersebut melalui kebijakan-kebijakannya. Pendorong Terjadinya Perubahan Sosial Sumber/penyebab perubahan tidak hanya berjalan sendirian, dalam prosesnya terdapat faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat tersebut berjalan di sebuah masyarakat. Faktor-faktor pendorong perubahan sosial yang berasal dari dalam masyarakat (Ranjabar, 2008, hal: ) diantaranya adalah: - Toleransi 15

16 - Sistem lapisan masyarakat yang terbuka - Penduduk yang heterogen - Adanya rasa tidak puas - Karakter masyarakat - Pendidikan - Ideologi Beberapa faktor yang menjadi pendorong perubahan sosial di atas tidak semuanya di miliki rakyat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Yogyakarta pada khususnya. Perbedaan-perbedaan yang karakter setiap masyarakat yang didasarkan pada faktor-faktor di atas menyebabkan perubahan yang terjadi juga berbeda dan berpengaruh terhadap penerimaan dan penolakan masyarakat pada sebuah perubahan. Hambatan dan Resiko dalam Perubahan Sosial Perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat modern identik dengan ketidakpastian. Dengan ketidakpastian yang dibawa oleh perubahan sosial tersebut mengakibatkan sebagian masyarakat tidak mengetahui akibat-akibat yang akan terjadi, apakah perubahan yang terjadi dapat memberikan manfaat yang lebih besar daripada kerugian yang ditimbulkannya ataukah kerugian yang dimunculkan oleh perubahan tersebut akan lebih besar daripada manfaat yang dimunculkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan sosial yang telah disebutkan sebelumnya dan juga sifat perubahan sosial yang terkadang menghasilkan ketidakpastian menyebabkan munculnya kemungkinan adanya penolakan terhadap sebuah perubahan oleh masyarakat. Kasus keistimewaan Yogyakarta beberapa saat lalu 16

17 juga dapat menjadi contoh bahwa sebagian masyarakat Yogyakarta belum berkenan ada perubahan-perubahan yang fundamental dalam Keistimewaan Yogyakarta. Penolakan oleh masyarakat terhadap perubahan dapat dikarenakan beberapa sebab, diantaranya adanya hambatan-hambatan perubahan dalam internal masyarakat ataupun adanya kesadaran masyarakat bahwa perubahan juga membawa resiko. Hambatan dalam Perubahan Sosial Proses perubahan sosial tidak selalu berjalan secara sempurna dalam setiap kelompok masyarakat. Proses perubahan seperti itu juga yang sering terjadi di dalam mayoritas perubahan-perubahan yang terjadi di Yogyakarta bahwa proses perubahan yang terjadi tidak secara utuh diterima oleh masyarakat. Perubahan-perubahan khususnya yang berasal dari eksternal masyarakat Yogyakarta mendapat filter tersendiri baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Ada beberapa alasan di mana masyarakat enggan menerima perubahan yang terjadi (Soemardjan, 1981: hal ) yaitu: - Mereka tidak memahaminya - Perubahan itu bertentangan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang ada. - Para anggota masyarakat yang berkepentingan dengan keadaan yang ada (vested interest) cukup kuat menolak perubahan. - Resiko yang terkandung dalam perubahan itu lebih besar daripada jaminan sosial dan ekonomi yang bisa digunakan. - Pelopor perubahan ditolak. 17

18 Resiko dalam Perubahan Sosial Penolakan terhadap perubahan sosial juga dapat dikarenakan adanya sebagian masyarakat menyadari bahwa perubahan sosial juga membawa resiko. Pengetahuan masyarakat akan resiko yang akan terjadi jika perubahan itu terjadi menjadikan masyarakat tersebut enggan untuk menerima perubahan yang diinisiasikan oleh pelopor perubahan. Ranjabar (2008, hal: ) menjelaskan bahwa ada beberap resiko yang dibawa oleh perubahan sosial terhadap masyarakat, diantaranya: - Adanya kepentingan individu - Timbulnya masalah sosial - Kesenjangan budaya (cultural lag) - Kehilangan semangat hidup Perubahan sosial memang sebuah fenomena yang tidak bisa dihindari apalagi oleh masyarakat modern yang dikenal sebagai masyarakat dinamis. Fenomena sosial ini tidak hanya membawa keuntungan bagi masyarakatnya namun juga membawa resiko dalam masyarakat tersebut, sehingga seringkali terjadi pro-kontra di dalam masyarakat ketika masyarakat tersebut dihadapkan dengan perubahan-perubahan yang ada. Bentuk antisipasi sering dilakukan oleh lembaga negara dengan kebijakan-kebijakan termasuk keluarnya amandemen UUD 1945 pasal 18b tentang Daerah Istimewa yang keluar pasca reformasi F. Definisi Operasional Penelitian ini akan mengambil fokus kajian terhadap perubahan sosial yang terjadi pada bregada prajurit Kraton Yogyakarta dan hubungan antara perubahan sosial 18

19 yang terjadi dengan isu RUU Keistimewaan Yogyakarta yang telah disahkan menjadi UU no 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data yang diperlukan maka perlu dilihat dalam beberapa capaian, yaitu: 1. Sejarah Prajurit Kraton Yogyakarta dan Prajurit Dhaeng 2. Relasi Prajurit Kraton dengan lembaga-lembaga lain (Kraton dan Pemerintah) 3. Kebijakan-kebijakan yang diambil Kraton tentang keprajuritan. 4. Perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar (eksternal) Prajurit Kraton Yogyakarta. 5. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh (internal) prajurit kraton. 6. Peran prajurit Kraton Yogyakarta, baik di dalam maupun di luar kraton 7. Pengetahuan prajurit tentang Keistimewaan Yogyakarta. 8. Tanggapan prajurit terhadap Keistimewaan Yogyakarta. G. Metode Penelitian G. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini mencoba melihat perubahan sosial di dalam Bregada Prajurit Kraton Yogyakarta terhadap Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta di tengah perubahan sosial yang terjadi disekitarnya. Guna untuk mengetahui perubahanperubahan di dalam bregada tersebut maka saya memutuskan untuk menggunakan penelitian kualitatif dan dengan metode studi kasus. Pemilihan kualitatif sebagai bentuk penelitian dikarenakan objek penelitian ini merupakan Prajurit Kraton Yogyakarta yang 19

20 dimana data yang akan diambil akan lebih mendalam jika melalui metode kualitatif, dan dengan dibantu dengan metode studi kasus sebagai metode penelitian maka hal ini akan membantu penelitian tentang sebuah kelompok budaya seperti halnya Prajurit Kraton secara lebih fokus dan tepat. Penelitian kualitatif menurut Creswell (2010: 4) memiliki pengertian berupa metode-metode yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Oleh karena itu dengan menggunakan metode ini saya akan mencoba mengeksplorasi tentang bagaimana perubahan-perubahan sosial yang terjadi di Yogyakarta dan Bregada Prajurit Kraton Yogyakarta yang merupakan salah satu kelompok budaya yang diakui di Yogyakarta dan bagaimana posisi mereka dalam menanggapi tentang masalah yang sangat dekat dengan mereka yaitu tentang Undang- Undang Keistimewaan Yogyakarta. Bognan dan Taylor juga menambahkan bahwa penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1994: 3). Definisi dari Bognan dan Taylor tersebut menunjukkan tentang 2 hal penting yang perlu diperhatikan dalam metode kualitatif, yaitu tentang sumber data dan hasil penelitian. Sumber data utama untuk penelitian kualitatif dapat diperoleh melalui informan secara langsung melalui wawancara atau interview ataupun tidak secara langsung yaitu melalui data-data tertulis, selain itu data dalam metode penelitian kualitatif juga diperoleh melalui pengamatan langsung pada perilaku. Sedangkan salah satu hasil dari penelitian 20

21 kualitatif merupakan sebuah data deskriptif yang merupakan gambaran dari data-data yang diperoleh. Model penelitian kualitatif memiliki beberapa bentuk metode seperti; studi kasus, etnografi, historiografi, fenomenologi, grounded theory dan biografi. Menurut Robert K. Yin (2011: 1) dalam memilih metode ini harus memperhatikan beberapa faktor, faktor yang pertama adalah berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan. Kedua, berdasarkan kontrol yang dimiliki peneliti terhadap peristiwa yang akan diteliti. Dan yang terakhir, berdasarkan fokus terhadap fenomena penelitiannya(fenomena kontemporer ataukah fenomena historis). Dengan melihat faktor-faktor tersebut maka kemudian saya memutuskan bahwa metode yang paling tepat untuk penelitian saya adalah metode studi kasus. Beberapa alasannya adalah pertama, dilihat dari pertanyaan penelitian yang saya rumuskan maka penelitian akan terfokus terhadap sebuah kelompok budaya beserta dinamika yang terjadi disekitarnya yang berkenaan dengan bagaimana dan mengapa sehingga data akan lebih mendalam jika menggunakan metode studi kasus. Yang kedua adalah peneliti di sini merupakan orang luar dari peristiwa ataupun fenomena yang diteliti, peneliti hanya memiliki sedikit bahkan tidak memiliki kontrol terhadap terjadinya peristiwa/fenomena yang diteliti, dan yang terakhir fokus penelitian juga secara khusus membahas satu kasus yang bersifat kontemporer yaitu tentang isu Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta yang belum lama disahkan serta masih berjalan proses pelaksanaannya; meskipun akan menyinggung beberapa hal yang bersifat empiris/historis, namun hal tersebut hanya digunakan untuk melengkapi atau mendukung data yang ada. 21

22 G. 2. Teknik Pengumpulan Data G Sumber Data Penelitian ini memiliki dua jenis sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer di sini merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung terhadap informan serta pengamatan terhadap objek penelitian. Wawancara ini dilakukan secara mendalam atau sering disebut sebagai indepth interview. Sumber data primer ini peneliti berencana untuk melakukan interview terhadap setidaknya 3 aktor. Pertama adalah prajurit kraton Yogyakarta,yang kedua keluarga atau warga yang berada disekitar tempat tinggal prajurit, dan yang terakhir adalah pengurus Tepas Keprajuritan yang diberi wewenang oleh Kraton Yogyakarta untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan prajurit. Dan jika dimungkinkan akan ditambah lagi dengan beberapa pengamat budaya dan sejarah Kraton Yogyakarta. Data yang kedua adalah data sekunder, di mana data sekunder ini merupakan data yang diperoleh dari sumber selain wawancara dan pengamatan/observasi langsung. Untuk data sekunder ini peneliti mencoba lebih mendalami tentang prajurit kraton dengan membaca literatur-literatur yang terkait. Oleh karena itu data sekunder ini akan lebih bersifat kepustakaan yaitu dengan mencari data-data pendukung yang ada dalam buku atau karya tulis lainnya. Pencarian sumber data dapat didukung dengan dua unsur penunjang agar dapat berlangsung lebih efektif (Sobana, 2008). Yaitu: a. Pencarian sumber data harus berdasarkan bibliografi kerja dan kerangka penelitian. Hal ini dikarenakan dengan melihat dan memperhatikan 22

23 permasalahan-permasalahan yang tersirat dalam kerangka tulisan (bab dan sub-bab) maka peneliti dapat mengetahui sumber-sumber yang belum ditemukan. b. Dalam pencarian sumber data di perpustakaan, peneliti wajib memahami sistem katalog perpustakaan yang bersangkutan. Dengan melihat dua unsur penunjang di atas maka diharapkan peneliti nanti akan mampu terbantu dalam mencari sumber data yang lebih efektif dan valid. G.2.2. Cara Pengumpulan Data Penelitian ini akan menggunakan beragam data atau sering disebut sebagai multiple source of data. Sebagai sumber utama dari penelitian ini maka saya menggunakan teknik wawancara dan observasi lapangan. Teknik wawancara dilakukan secara mendalam guna menggali informasi yang lebih banyak dan mendalam dari informan. Teknik wawancara ini akan menjadi media utama dalam menggali informasi dari para prajurit dan informan lainnya. Wawancara dilakukan tidak hanya satu kali, untuk beberapa informan yang memiliki pengetahuan dan informasi tentang masalah lebih banyak maka dilakukan lebih dari 3 kali. Selain dengan teknik wawancara tersebut, penelitian ini juga dilengkapi juga teknik observasi langsung. Dengan teknik ini peneliti terjun langsung ke lapangan dan mengamati secara langsung kegiatankegiatan dari para prajurit baik ketika bertugas di kraton maupun ketika sedang di rumah. Selain teknik di atas, peneliti juga menggunakan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data. Dokumentasi digunakan sebagai data tambahan yang digunakan 23

24 untuk melengkapi data-data yang diperoleh di lapangan. Bentuk dokumentasi ini didapat dari dokumentasi pribadi peneliti, dokumentasi dari informan, sumber internet, dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan tema. G.2.3. Teknik Analisa Data Teknik analisa data dilakukan setelah data yang berasal baik dari wawancara, observasi dan dokumentasi didapatkan. Data wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dianalisa dengan cara mengelompokkan data-data yang terkait dan membandingkan antar data. Pengelompokan data dilakukan agar data yang diperoleh dari berbagai sumber dapat terkerangkai dan mudah untuk dianalisa. Setelah data dikelompokkan berdasarkan kerangka/topik yang sama,baru kemudian data-data tersebut dilakukan perbandingan. Data hasil wawancara seornag informan dibandingkan dengan informan lainnya, juga membandingkan data wawancara dengan dokumendokumen lain selain hasil wawancara. Data-data yang dianalisa dalam penelitian ini menyangkut beberapa aspek, yaitu sejarah (baik Bregada Kraton Yogyakarta maupun sejarah Bregada Dhaeng), keistimewaan Yogyakarta (baik secara konstitusi/undang-undang maupun realitas di lapangan), politik gelar dan kepangkatan prajurit kraton Yogyakarta, perilaku politik prajurit kraton Yogyakarta dan pandangan politik prajurit kraton Yogyakarta. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara ini digunakan untuk mengetahui atau menggambarkan logika berfikir informan berkaitan dengan tema. 24

25 Analisa dalam penelitian ini juga dibingkai melalui teori yang terkait. Meskipun begitu tidak semua fenomena di lapangan sejalan dengan apa yang dituliskan teori. Sehingga penelitian ini hanya memaparkan data yang benar-benar terjadi di lapangan. H. Sistematika Penulisan a. Bab I : Pendahuluan Bagian pertama memberikan paparan-paparan dasar yang menjadi dasar bagi bagian-bagian selanjutnya. Bab pertama ini memuat latar belakang, rumusan masalah, serta tujuan dari penulisan ini. Di dalam bab ini juga dipaparkan teori tentang konsep perubahan sosial yang dapat digunakan untuk melihat dinamika dan sikap Bregada Kraton Yogyakarta. b. Bab II : Bregada Kasultanan Yogyakarta: Latar, Sejarah dan Profil Bagian kedua akan membahas tentang deskripsi dan profil tentang Bregada Kraton Yogyakarta khususnya Prajurit Dhaeng. Dalam bagian ini memuat sejarah terbentuknya Bregada dan dinamika yang menyertainya. Selain itu pada bagian ini juga memberikan sedikit gambaran tentang relasi kuasa dalam Bregada Kraton Yogyakarta. c. Bab III : Bregada Kraton Yogyakarta dan Yogyakarta Kontemporer (Perubahan Sosial dan Pengaruhnya terhadap Bregada Dhaeng) Bagian ketiga menggambarkan Bregada pada masa kontemporer di mana terdapat proses perubahan sosial yang mempengaruhi bregada Dhaeng. Bagian awal pada bab ini akan dipaparkan pembahasan tentang kondisi masyarakat Yogyakarta saat ini yang menjadi habitat dan latar dari dinamika 25

26 Bregada dan juga relasi-relasinya dengan lembaga kekuasaan yang ada di Yogyakarta. Kemudian akan diikuti dengan paparan tentang dinamika Bregada Kraton Yogyakarta baik yang di dalam Kraton maupun di luar. Dalam bab ini juga dipaparkan tentang dinamika kuasa yang terjadi di dalam tubuh Bregada Dhaeng yang juga turut mempengaruhi dinamika bregada tersebut. d. Bab IV : Bregada Dhaeng dalam Menghadapi Perubahan Sosial di Yogyakarta Bagian ke-empat memuat tentang analisa perubahan sosial yang terjadi pada Bregada Kraton Yogyakarta. Bagian ini juga mencoba menganalisa tentang sikap Bregada Kraton Yogyakarta terhadap aspek politik. Selain melihat sikap prajurit terhadap isu politik dalam keistimewaan Yogyakarta, bagian ini juga mencoba memprediksi bagaimana bentuk Yogyakarta dalam waktu yang akan datang berdasarkan analisis perubahan sosial terhadap sikap Bregada Kraton Yogyakarta. e. Bab V : Kesimpulan Bagian terakhir akan diisi dengan epilog sederhana yang akan membahas tentang kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan tentang pengaruh perubahan sosial dalam Bregada Dhaeng Kraton Yogyakarta. 26

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola BAB V Kesimpulan Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola kelembagaan yang ada. Lembaga-lembaga yang berperan dalam perubahan di Yogyakarta saat ini dapat dikategorikan

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 telah banyak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia terhadap beberapa hal. Salah

Lebih terperinci

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI

DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI DIY DALAM KONTEKS NKRI, OTDA DAN DEMOKRASI R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi disampaikan dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi 2 DPR RI, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diakui dan dihormatinya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa di Indonesia merupakan perwujudan penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIV/2016 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Daerah Istimewa Yogyakarta I. PEMOHON Muhammad Sholeh, S.H...... selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Imam Syafii,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, dikenal sebagai bangunan bersejarah yang merupakan istana

Lebih terperinci

Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI Pengantar o Manusia adalah mahluk dinamis yang setiap saat selalu mengalami perubahan o Perubahan nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius

Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Arsip Puro Pakualaman Simpul Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta : Arsip Puro Perlu Perawatan Serius Oleh : Drs. M. Qosim *) 1. Pendahuluan Keberadaan sebuah kerajaan kecil seperti Kadipaten Pakualaman

Lebih terperinci

BAB III URGENSI PASAL 16 DAN 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DIY DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB III URGENSI PASAL 16 DAN 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DIY DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA 56 BAB III URGENSI PASAL 16 DAN 18 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DIY DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA A. Gubernur dan Wakil Gubernur DIY Dilarang Turut Serta Dalam Perusahaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton

BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton 387 BAB V KESIMPULAN 1. Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, lembaga formal, dan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Keistimewaan Yogyakarta Sebagaimana yang telah menjadi pengetahuan bersama bahwa pemerintahan di Yogyakarta sudah ada jauh sebelum lahirnya Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Pariwisata secara

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan. Pariwisata secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah istilah yang diberikan apabila seseorang wisatawan melakukan perjalanan itu sendiri, atau dengan kata lain aktivitas dan kejadian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai

BAB V KESIMPULAN. Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai BAB V KESIMPULAN Pertama, mengenai tingkat kehidupan manusia dari masa pra sejarah sampai masa penjajahan Belanda merupakan hal yang sangat kompleks. Tan Malaka sedikit memberikan gambaran mengenai kondisi

Lebih terperinci

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI PENDAHULUAN Model organisasi birokratis diperkenalkan pertama kali oleh Max Weber. Dia membahas peran organisasi dalam suatu masyarakat dan mencoba menjawab

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN EMPAT PULUH TAHUN IKATAN WARGA WATES (IWWT) KULONPROGO, YOGYAKARTA DI BANDUNG

BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN EMPAT PULUH TAHUN IKATAN WARGA WATES (IWWT) KULONPROGO, YOGYAKARTA DI BANDUNG BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN EMPAT PULUH TAHUN IKATAN WARGA WATES (IWWT) KULONPROGO, YOGYAKARTA DI BANDUNG Wates, 5 Mei 2013 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua.

Lebih terperinci

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani* Sekilas Pandang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah juga Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V PENUTUP. Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari. Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 184 BAB V PENUTUP Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari Pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 tentang larangan kepemilikan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan dimana masing-masing pulau dan daerahnya mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan dimana masing-masing pulau dan daerahnya mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bersaing dengan negara maju dan negara berkembang lainnya. Indonesia juga merupakan negara kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat berbagai macam hak-hak atas tanah di atas Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik

BAB I PENDAHULUAN. bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik hukum berasal dari kata konflik dan hukum. Konflik berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis konflik diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. cerita yang khas dan tidak lepas dari cerita magis yang sampai saat ini bisa. dirasakan oleh siapapun ketika berada didalamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki warisan budaya yang beragam salah satunya keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Warisan budaya ini bukan sekedar peninggalan semata, dari bentangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Keraton Surakarta sebagai simbol obyek dan daya tarik wisata memiliki simbol fisik dan non fisik yang menarik bagi wisatawan. Simbol-simbol ini berupa arsitektur bangunan keraton,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Surakarta dan lebih tepatnya di lingkup Keraton Surakarta. Penelitian ini dilakukan pada rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Temuan

BAB V PENUTUP A. Temuan BAB V PENUTUP A. Temuan Harian Jogja merupakan media lokal yang cukup aktif dalam memantau berbagai perkembangan mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo. Arah pemberitaan (September 2014 - Oktober

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN HUKUM TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I. PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonom setingkat provinsi yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. peraturan peraturan yang terdapat dalam penelitian. Singkatnya metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. peraturan peraturan yang terdapat dalam penelitian. Singkatnya metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan peraturan yang terdapat dalam penelitian. Singkatnya metode penelitian dapat diartikan sebagai cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan tantangan bagi bangsa Indonesia. Tantangan tersebut bukan hanya dalam menghadapi dampak tranformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

Kajian Akademik Daerah Istimewa Surakarta

Kajian Akademik Daerah Istimewa Surakarta Kajian Akademik Daerah Istimewa Surakarta Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 yang disusun oleh BPUPKI dan disahkan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 dinyatakan Pembagian daerah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA ACARA UPACARA BENDERA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE-69 PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI TAHUN 2014 Hari/tgl : Minggu, 17 Agustus 2014 Pukul : 07.30 WIB Tempat : Lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Teknologi telekomunikasi merupakan salah satu teknologi yang pertumbuhannya sangat pesat. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pelanggan selular di setiap tahunnya.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Ada tiga jenis metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif, dan

METODE PENELITIAN. Ada tiga jenis metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif, dan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Ada tiga jenis metodologi penelitian yaitu kuantitatif, kualitatif, dan campuran kuantitatif dengan kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Perguruan tinggi layaknya sebuah miniatur negara, mempunyai tatanan pemerintahan dibawah pimpinan seorang rektor, sudah selayaknya memiliki watch dog yang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Penulis: Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu hanya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil Perjanjian Komisi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda pada tahun 1949 masih menyisakan satu persoalan yaitu masalah status Irian Barat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ungkapan modernisasi sangat sulit didefinisikan karena mempunyai cakupan yang sangat luas dan selalu berganti mengikuti perkembangan zaman sehingga pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, negara maritim sekaligus negara agraris dengan segala macam keanekaragaman di dalamnya. Mulai dari pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Busana adalah produk budaya yang mencerminkan norma. dan nilai budaya suatu suku bangsa. Sebagai produk budaya,

BAB I PENGANTAR. Busana adalah produk budaya yang mencerminkan norma. dan nilai budaya suatu suku bangsa. Sebagai produk budaya, 1 BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH Busana adalah produk budaya yang mencerminkan norma dan nilai budaya suatu suku bangsa. Sebagai produk budaya, busana merupakan hasil karya seni dari perkembangan

Lebih terperinci

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah BAB VI KESIMPULAN Dari pengungkapan sejumlah fakta dan rekonstruksi yang dilakukan, penelitian ini menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut ini : Sultan Hamengku Buwono VII adalah seorang raja yang

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berbagai rancangan penelitian yang akan dilakukan oleh tiap peneliti memiliki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berbagai rancangan penelitian yang akan dilakukan oleh tiap peneliti memiliki BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Berbagai rancangan penelitian yang akan dilakukan oleh tiap peneliti memiliki ciri khas masing-masing, berbeda antara satu dengan yang lain, karena cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-20, sewaktu mulai timbul akan kesadaran dan paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan pembuka jalan bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benedict Anderson (2000) seorang Indonesianis yang diakui secara luas sebagai pakar sejarah Indonesia abad ke-20, mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang masih kental. Tidak mengherankan bahwa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang masih kental. Tidak mengherankan bahwa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Yogyakarta merupakan kota budaya yang dipadu dengan unsur tradisional yang masih kental. Tidak mengherankan bahwa Yogyakarta merupakan salah satu tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam etika Jawa dikenal satu ungkapan yang berbunyi sabda pandhita ratu, tan kena wola-wali. Secara harfiah, artinya adalah ucapan pendeta (dan) raja, tidak boleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Polisi pamong praja sebenarnya sudah ada ketika VOC menduduki Batavia

BAB 1 PENDAHULUAN. Polisi pamong praja sebenarnya sudah ada ketika VOC menduduki Batavia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Polisi pamong praja sebenarnya sudah ada ketika VOC menduduki Batavia pada tahun 1602. Pada saat itu Gubernur Jenderal VOC telah membentuk Bailluw yaitu semacam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

Perubahan social. Menurut Kingsley Davis, bahwa perubahan social ini merupakan bagian dari perubahanperubahan

Perubahan social. Menurut Kingsley Davis, bahwa perubahan social ini merupakan bagian dari perubahanperubahan Perubahan social Menurut Gillin dan Gillin perubahan social adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena peeubahan-perubahan kondisi geografis, kebuadayaan

Lebih terperinci

perubahan sosial fitri dwi lestari

perubahan sosial fitri dwi lestari perubahan sosial fitri dwi lestari Kingsley Davis Mac lver Suatu perubahan-perubahan yang terjadi di dalam strutur dan fungsi masyarakat. Contoh perubahan sosial menurut beliau : timbulnya pengorganisasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. analisis framing pemberitaan mengenai wacana Raja Perempuan Kraton

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. analisis framing pemberitaan mengenai wacana Raja Perempuan Kraton BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian analisis framing pemberitaan mengenai wacana Raja Perempuan Kraton Yogyakarta di Surat Kabar Harian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim karena memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini menjadikan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Adi Khadafi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Perkembangan dunia kesenirupaan saat ini sudah sangat pesat sekali dengan inovasi bahan dan media dari karya seni rupa yang sudah beragam dan kadang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Perkebunan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian regional secara keseluruhan. Sistem perkebunan masuk ke Indonesia pada akhir Abad

Lebih terperinci

mengenai perubahan representasi kartun Panji Koming terhadap dua kondisi politik yang berbeda juga mewakili apa yang terjadi terhadap media-media

mengenai perubahan representasi kartun Panji Koming terhadap dua kondisi politik yang berbeda juga mewakili apa yang terjadi terhadap media-media Bab 6 Kesimpulan Pada dasarnya tulisan ini ingin melihat suatu perubahan untuk mewakili hal-hal lain yang berkaitan. Hal yang dimaksud disini adalah keingintahuan mengenai perubahan representasi kartun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA 1. Hakekat Perubahan Sosial yang Terjadi di Masyarakat Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat, baik perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia membawa beberapa perubahan dalam sistem tata kelola pemerintahan. Pada UU no. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa BAB V KESIMPULAN Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa topeng (meski sebagian tokoh mengenakan topeng, terminologi ini digunakan untuk membedakannya dengan wayang topeng) yang

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer.

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer. BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Militer Indonesia merupakan kasus yang menarik bagi studi mengenai Militer dan Politik. Selain keterlibatan dalam sejarah kemerdekaan, selama tiga dekade militer Indonesia

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi politik di Pakistan tak pernah jauh dari pemberitaan media internasional, kekacauan politik seolah menjadi citra buruk di mata internasional. Kekacauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan peranan penting dan strategis. Bukan hanya dalam peningkatan spiritual umat, melainkan juga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana strategi studi kasus dipilih dan bersifat multi metode. Strategi studi kasus ini dianggap memadai dengan tiga dasar pertimbangan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh United States Bureau of Mines (USBM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pendakwah atau da i kepada khalayak atau mad u. Dakwah yang. diperhatikan oleh para penggerak adalah strategi dakwah.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pendakwah atau da i kepada khalayak atau mad u. Dakwah yang. diperhatikan oleh para penggerak adalah strategi dakwah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dakwah merupakan proses penyampaian ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur an dan Sunnah secara berkesinambungan. Dakwah seringkali diartikan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Skripsi ini berjudul Peranan Pesantren Syamsul Ulum Dalam Revolusi Kemerdekaan di Sukabumi (1945-1946). Untuk membahas berbagai aspek mengenai judul tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci