UNIVERSITAS INDONESIA MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL TESIS. Ludi Dhyani Rahmartani

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL TESIS. Ludi Dhyani Rahmartani"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL TESIS Ludi Dhyani Rahmartani FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA JANUARI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA MUTASI GEN CYP21 DAN PROFIL KLINIS ANAK DENGAN HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak Ludi Dhyani Rahmartani FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA JANUARI 2015

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Ludi Dhyani Rahmartani NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 21 Januari 2015

4 3 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : Ludi Dhyani Rahmartani NPM : Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Judul Tesis : Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Anak pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, DEWAN PENGUJI Pembimbing : Prof. Dr. dr. Jose R.L. Batubara, SpA(K) (...) Pembimbing : Dr. dr. RA Setyo Handryastuti, SpA(K) (...) Penguji : Dr. dr. Najib Advani, SpA(K) MMed Paed (...) Penguji : Dr. dr. Hartono Gunardi, SpA(K) (...) Penguji : dr. Risma K Kaban, SpA(K) (...) Ditetapkan di :, Jakarta Tanggal : 21 Januari 2015

5 4

6 5 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ludi Dhyani Rahmartani NPM : Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Anak Departemen : Ilmu Kesehatan Anak Fakultas : Kedokteran Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah sayang yang berjudul: Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam pentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penilis/pencipta dan pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Jakarta Pada tanggal 21 Januari 2015 Yang menyatakan (Ludi Dhyani Rahmartani)

7 6 KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan hidayahnya, saya dapat menyelesaikan tesis ini untuk mendapatkan gelar dokter spesialis anak. Saya sangat menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, saya tidak mampu untuk melalui suka dan duka selama saya menjalani masa pendidikan hingga saat ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1) Prof. Dr. dr. Jose R. L. Batubara, SpA(K) selaku pembimbing materi saya, dan Dr. dr. RA Setyo Handryastuti, SpA(K) selaku pembimbing metodologi saya. Keduanya dengan sabar telah meluangkan waktu, pikiran dan perhatiannya untuk senantiasa mendukung dan membimbing saya sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis ini. 2) Tim penguji tesis saya yang sangat baik, sabar dan penuh perhatian serta mau meluangkan waktu untuk menguji, memberikan saran dan kritik untuk makalah saya, Dr. dr. Najib Advani, SpA(K) MMed Paed, Dr. dr. Hartono Gunardi, SpA(K), dan dr. Risma Kerina Kaban, SpA(K). 3) Lamtorogung Prayitno (alm), atas segala waktu, tenaga dan pikirannya dalam membantu mengerjakan analisis mutasi genetik ini hingga akhir hayatnya. 4) dr. Bambang Tri AAP, SpA(K) MM(Paed), selaku Ketua Program Studi PPDS IKA FKUI, dan dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi PPDS IKA FKUI, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan perhatiannya kepada saya selama masa pendidikan ini hingga mengijinkan saya untuk mengajukan tesis ini. 5) Dr. dr. Aryono Hendarto, SpA(K) selaku Ketua Departemen IKA FKUI RSCM saat ini, dan kepada Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno, SpA(K) selaku Ketua Departemen IKA FKUI RSCM yang sebelumnya, yang telah memberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan ilmu yang bermanfaat selama program pendidikan ini.

8 7 6) Kepada Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA(K) yang tak henti-hentinya memberikan saya semangat untuk meyelesaikan tesis ini dan dr. Hikari A Sjakti, SpA(K) yang telah banyak membimbing saya selama pendidikan ini. 7) Para guru saya, staf pengajar maupun non pengajar, perawat dan pasien yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, yang telah banyak memberikan saya pendidikan, perhatian, kasih sayang dan pengalaman berharga selama saya menempuh pendidikan ini. 8) Seluruh teman sejawat PPDS IKA, khususnya yang telah banyak membantu saya dalam mengerjakan tugas akhir saya ini, Felix, Ivan, dan Maudy. Para sahabat seperjuangan yang selama 4,5 tahun ini berbagi suka duka dalam menjalani pendidikan ini (Nathanne, Felix, Dina, Windhi, Anggi, mba Ramadianty, mba Idha, mba Yessy, mba Arie, mba Irlisnia, mba Nanda), juga Boe dan adik-adik angkatku, mba Nadia, mba Nathalia, Indira, Arin, Farid, Dony, Harman, Kemal, Apit, Harsha, Jerry, Hisar, Ario, Nikko, Pram, Ismail, Ai, Jefri, Yudi, Subhan, Toman, Barri dan seluruh teman-teman yang selalu membantu menceriakan hari-hari saya, yang mohon maaf tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 9) Keluarga saya yang sangat saya banggakan dan cintai, terutama orangtua saya yang hingga saat ini telah membesarkan, merawat, melindungi, mendidik dengan penuh cinta kasih dan selalu memberikan dukungan apapun dan kapanpun, bapakku Martani Huseini dan ibuku Ake Endang Murni, serta adikadikku yang sangat saya sayangi, Lhuri, Maruto, Lusi dan Taufik. 10) Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pendidikan saya hingga akhir penelitian dan penyusunan tesis ini. Akhir kata, saya berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka. Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan dan pelayanan masyarakat Indonesia. Do right. Do your best. Show people that you care. Treat others as you want to be treated Wasalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh Jakarta, 21 Januari 2015 Penulis

9 8 ABSTRAK Nama Program Studi Judul Tesis : Ludi Dhyani Rahmartani : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak : Mutasi Gen CYP21 dan Profil Klinis Anak dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital Latar belakang. Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah suatu kelainan genetik yang bersifat autosomal resesif. Lebih dari 90% kasus terjadi akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD) yang disebabkan oleh mutasi gen CYP21. Tujuan. Mengetahui profil mutasi CYP21 terhadap profil klinis anak dengan HAK di Indonesia. Metode. Studi deskriptif retrospektif dilakukan selama Oktober-Desember Subjek adalah anak HAK yang terdaftar di Klinik Endokrinologi Anak RSCM dan pernah dilakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21. Data diambil dari anamnesis terhadap orangtua, rekam medis dan register HAK tahun Hasil penelitian. Didapatkan total subjek sebesar 45 subjek (37 perempuan, 8 lelaki) dengan profil klinis tipe salt wasting (SW) 33 subjek, simple virilizing (SV) 10 subjek, dan non-classic (NC) 2 subjek. Median usia saat terdiagnosis pada tipe SW usia 1 bulan (0-3 bulan), tipe SV usia 3 tahun (2-6 tahun), tipe NC usia 5 tahun. Keluhan utama terbanyak adalah genitalia ambigus (60%). Subjek perempuan mengalami kesalahan penentuan jenis kelamin saat lahir (32,4%) dan memiliki perilaku maskulin (24,3%). Tiga jenis mutasi ditemukan pada dua subjek, dua jenis mutasi ditemukan pada 19 subjek, mutasi R356W saja dialami oleh 9 pasien, dan mutasi I172N saja ditemukan pada 15 pasien. Mutasi I172N ditemukan pada 80% alel, R356W pada 66,7% alel, dan delesi/lgc pada 4,4% alel. Tipe SW yang mengalami mutasi delesi/lgc dan atau R356W sebesar 63,6%. Simpulan. Manifestasi klinis terbanyak pada penelitian ini adalah tipe SW dengan mutasi R356W dan atau delesi/lgc. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 bermanfaat untuk konseling genetik, diagnosis prenatal dan tata laksana pada keluarga yang memiliki risiko HAK. Kata kunci: hiperplasia adrenal kongenital, defisiensi 21-hidroksilase, mutasi CYP21.

10 9 ABSTRACT Name Study Program Title : Ludi Dhyani Rahmartani : Pediatric Residency : CYP21 Mutation and Clinical Manifestation of Children with Congenital Adrenal Hyperplasia Background. Congenital adrenal hyperplasia (CAH) is an autosomal recessive genetic disorder. More than 90% of cases are due to 21-hydroxylase deficiency which caused by CYP21 mutation. Objective. Study the characteristic of CYP21 mutation and clinical manifestation in children with CAH in Indonesia. Method. A descriptive retrospective study was performed during October- December Subjects were CAH children who were admitted to Pediatric Endocrinology Cipto Mangunkusumo hospital and tested for CYP21 gene mutation. Data were taken based on parents interview, medical records and CAH registry during Results. A total of 45 subjects (37 girls, 8 boys) participated, with clinical profile of salt wasting (SW) type found in 33 subjects, simple virilizing (SV) in 10 subjects, and non-classical (NC) type in two subjects. Median age of diagnosis in SW type is 1 month old (0-3 month), SV type is 3 years old (2-6 years), NC type is 5 years old. Ambigous genitalia was the major chief complaint (60%). Girls experienced gender reassessment (32,4%) and show masculine behavior (24,3%). Three types of mutations were found in two patients, two types of mutations (R356W and I172N) in 19 patients, only R356W mutation in 9 patients, and only I172N mutation in 15 patients. I172N mutation was found in 80% alleles, followed by R356W in 66,7% alleles, and deletion/lgc in 4,4% alleles. In the SW form, 63,6% subjects had deletion and/or R356W mutation. Conclusion. The most common clinical manifestation in this study is SW type with deletion/lgc and or R356W mutation. CYP21 mutation analysis may provide important information for genetic counseling, prenatal diagnosis and management of families at risk for CAH. Keywords: congenital adrenal hyperplasia, 21-hidroxylase deficiency, CYP21 mutation.

11 10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... i ii iii iv vi vii viii x xii xiii xiv xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat dalam Bidang Akademi Manfaat dalam Bidang Pelayanan Manfaat dalam Bidang Pengembangan Penelitian... II. TINJAUAN PUSTAKA Hiperplasia Adrenal Kongenital Definisi dan Insidens Patofisiologi Diagnosis dan Manifestasi Klinis Tata Laksana Mutasi Gen CYP21 pada Kasus HAK Deteksi Mutasi Gen CYP Hubungan Genotip dan Fenotip HAK... III. KERANGKA KONSEP IV. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian

12 Populasi dan Sampel Penelitian..., Populasi Target Populasi Terjangkau Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Estimasi Besar Sampel Cara Pemilihan Sampel Prosedur Penelitian Alur Penelitian Manajemen dan Analisis Data Definisi Operasional Etik Penelitian V. HASIL PENELITIAN Alur Subjek Penelitian Karakteristik Klinis dan Demografi Subjek Penelitian Karakteristik Klinis Subjek Perempuan Karakteristik Mutasi Gen CYP VI. PEMBAHASAN Keterbatasan Penelitian Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Klinis Subjek Perempuan Karakteristik Mutasi Gen CYP VII. SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 49

13 12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD... 9 Tabel 5.1 Karakteristik klinis dan demografi subjek penelitian Tabel 5.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK Tabel 5.3. Karakteristik klinis subjek perempuan berdasarkan tipe HAK Tabel 5.4. Karakteristik mutasi subjek penelitian dan tipe HAK Tabel 5.5 Mutasi kombinasi dan subjek berdasarkan tipe HAK Tabel 5.6 Mutasi (1 jenis) dan subjek berdasarkan tipe HAK... 33

14 13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Biosintesis steroid adrenal... 4 Gambar 2.2. Perbandingan regulasi sekresi hormon kortisol dan androgen... 6 Gambar 2.3. Derajar virilisasi sesuai stadium Prader... 7 Gambar 2.4. Lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 (6p21.3) Gambar 2.5. Mutasi gen CYP21 pada region kromosom 6p Gambar 2.6. Hubungan geotip-fenotip pada HAK 21-OHD Gambar 5.1 Alur subjek penelitian Gambar 5.2. Jumlah mutasi CYP21 yang dialami subjek penelitian Gambar 5.3. Karakter alel pada setiap jenis mutasi... 31

15 14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Keterangan lolos kaji etik penelitian... 49

16 15 DAFTAR SINGKATAN 17-OHP 21-OH ACTH C4 CRH CYP21 CYP21P FKUI HAK IDAI IKA KAHAKI LGC N/A NK PCR PR RSCM SNP SV SW TNX UKK 17-hidroksiprogesteron 21-hidroksilase adrenocorticotropic hormone komponen protein keempat corticotropin-relasing hormone sitokrom P450c21 pseudogen sitokrom P450c21 Fakultas Kedokteran hiperplasia adrenal kongenital Ikatan Dokter Anak Indonesia Ilmu Kesehatan Anak komunitas keluarga hiperplasia adrenal kongenital Indonesia large gene conversion not available non-klasik polymerase chain reaction pathogenesis-related protein rumah sakit Cipto Mangunkusumo single nucleotide polymorphism simple virilizing salt wasting tenascin X unit kerja koordinasi

17 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) atau congenital adrenal hyperplasia (CAH) adalah suatu kelainan genetik yang bersifat autosomal resesif, dengan insidens kasus sebesar 1 : Penyebab HAK adalah defisiensi salah satu enzim yang diperlukan dalam jalur biosintesis steroid pada korteks adrenal, dan lebih dari 90% kasus HAK disebabkan oleh defisiensi enzim 21- hidroksilase (21-OHD). Defek pada enzim ini menyebabkan berkurangnya kemampuan sintesis hormon kortisol dan aldosteron, serta meningkatnya produksi androgen secara berlebihan. Rendahnya kadar kortisol dapat menyebabkan anak dengan HAK dapat meninggal setelah lahir akibat krisis adrenal. Produksi androgen yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya virilisasi pada janin perempuan sehingga lahir dengan genitalia ambigus. 1-6 Gambaran klinis HAK tergantung pada derajat defek enzimatik yang terjadi. Kelainan ini dapat diklasifikasikan menjadi tipe klasik (salt wasting dan simple virilizing) dan non-klasik. 1-3 Penegakan diagnosis dini pada pasien HAK sangat diperlukan untuk mencegah kematian akibat krisis adrenal, mendapatkan tata laksana jangka panjang yang adekuat, memiliki tumbuh kembang yang normal, dan mengurangi beban psikologis akibat kebingungan gender. 4,7 Seiring dengan perkembangan jaman, deteksi dini kasus HAK telah banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Deteksi ini meliputi uji saring neonatus dan pemeriksaan mutasi genetik. Sejumlah penelitian dari berbagai negara telah memperlihatkan adanya mutasi genetik CYP21 pada kasus HAK. Mutasi yang terjadi akan menentukan persentase aktifitas enzim tersebut dan memengaruhi manifestasi klinis pada HAK. 8,9 Hingga saat ini terdapat sekitar 100 mutasi CYP21 yang dilaporkan, dan diantaranya berkaitan dengan fenotip HAK

18 17 Pada studi beberapa negara di Asia ditemukan beberapa mutasi yang paling sering terjadi, yakni mutasi delesi/large gene conversion (LGC), mutasi titik pada ekson 4 (1001 T>A) kodon 172 (I172N), mutasi missense pada ekson 8 (2110 C>T) kodon 256 (R356W), dan mutasi splicing pada intron 2 (I2 splice) Profil mutasi gen CYP21 terhadap klinis pada anak dengan HAK di Indonesia belum diteliti secara luas karena memerlukan pemeriksaan khusus dengan biaya yang besar dan waktu yang lama Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana profil mutasi CYP21 pada anak dengan HAK di Indonesia? 2. Bagaimana profil klinis anak dengan HAK, terkait mutasi CYP21 di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui profil mutasi CYP21 terhadap profil klinis pada anak dengan HAK di Indonesia Tujuan Khusus 1. Memperoleh data karakteristik demografi anak HAK di Indonesia. 2. Mengetahui profil klinis (manifestasi awal, riwayat keluarga, derajat virilisasi, kesalahan penentuan jenis kelamin, dan perilaku terkait gender) anak dengan HAK tipe salt wasting, simple virilizing, dan non-klasik di Indonesia yang mengalami mutasi CYP Mengetahui pola mutasi gen CYP21 dan mengetahui adanya pengaruh jenis mutasi gen CYP21 tertentu (genotip) terhadap profil klinis HAK (fenotip) pada anak di Indonesia.

19 Manfaat Penelitian Manfaat dalam bidang akademis Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui dan mempelajari pola mutasi gen CYP21 yang sering terjadi pada kasus HAK di Indonesia serta mengetahui pengaruh mutasi tersebut pada manifestasi klinis HAK yang terjadi. I.4.2. Manfaat dalam bidang pelayanan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada tenaga kesehatan dan masyarakat di Indonesia tentang pentingnya diagnosis molekular khususnya pemeriksaan mutasi CYP21 pada kasus HAK. Apabila pola mutasi CYP21 pada kasus HAK di Indonesia sudah diketahui dengan jelas, maka dapat dilakukan konseling genetik, sehingga diagnosis dan tata laksana dapat dilakukan sedini mungkin dan diharapkan angka insidens, morbiditas dan mortalitas HAK di Indonesia dapat diturunkan di kemudian hari. I.4.3. Manfaat dalam bidang pengembangan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian diagnostik molekular lebih lanjut pada kasus HAK.

20 19 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hiperplasia Adrenal Kongenital Definisi dan Insiden Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) atau congenital adrenal hyperplasia (CAH) adalah suatu kelainan metabolik bawaan yang bersifat autosomal resesif yang diakibatkan oleh defisiensi pada salah satu dari lima enzim yang diperlukan dalam jalur biosintesis steroid pada korteks adrenal yakni enzim 21-hidroksilase, 11-β-hidroksilase, 17-hidroksilasi, 3-β-hidroksilasi dan 18-hidroksilase. Namun, lebih dari 90% kasus HAK disebabkan oleh defisiensi enzim 21-hidroksilase (21- OHD). 1-5 Defek ini akan menyebabkan berkurangnya kemampuan sintesis hormon kortisol dan aldosteron, serta peningkatan produksi androgen secara berlebihan (Gambar 2.1). 3 Gambar 2.1 Biosintesis steroid adrenal. CYP21= sitokrom P450c21, 17-OH progesterone= 17-hidroksi progesteron (telah diolah kembali 1 )

21 20 Angka kejadian HAK berkisar antara 1 : kelahiran hidup. HAK dapat terjadi pada semua ras, dan perbandingan kejadian pada anak lelaki dan perempuan sama besar. Hingga saat ini data mengenai prevalens HAK di Indonesia belum ada. 1-3 Pasien yang terdata di register HAK Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sejak tahun 2009 hingga 2014 adalah sebanyak 292 pasien, dan 85 pasien di antaranya pernah dikonsultasikan dan menjalani terapi di Klinik Rawat Jalan Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Patofisiologi Kelenjar adrenal memiliki fungsi endokrin yang melibatkan 3 steroid penting di dalam adrenal, yaitu (1) kortisol (glukokortikoid) yang berfungsi menanggulangi keadaan stres emosi dan fisik serta mengontrol kadar gula darah, (2) aldosteron (mineralokortikoid) yang berfungsi dalam regulasi garam dalam tubuh, dan (3) androgen adrenal, yang berfungsi mengontrol tanda-tanda seks sekunder saat pubertas. 3,15 Proses steroidogenesis atau pembentukan steroid adrenal diatur oleh hipofisis melalui sekresi hormon adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sintesis kortisol di kelenjar adrenal melibatkan 5 enzim utama. Pada individu dengan HAK 21- OHD, terjadi defek pada enzim 21 hidroksilase, dan mengakibatkan terganggunya sintesis hormon kortisol di adrenal, sehingga menyebabkan tubuh kekurangan kortisol. Kadar kortisol dalam darah yang rendah akan mengaktifkan mekanisme umpan balik negatif ke hipotalamus dan hipofisis, menyebabkan terjadi peningkatan sekresi ACTH oleh hipofisis dan corticotropin-relasing hormone (CRH) oleh hipotalamus yang berlebihan. 3 Proses ini akan menyebabkan hiperplasia kelenjar adrenal dan peningkatan stimulasi pembentukan steroid di adrenal sehingga terjadi penumpukan prekursor hormon seks, yakni androgen. 3,4 Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Hormon androgen (testosteron) yang berlebihan inilah yang mengakibatkan virilisasi pada janin perempuan saat di dalam kandungan, sehingga lahir dengan genitalia ambigu. Kadar androgen

22 21 yang tinggi dalam kandungan juga dapat mengganggu perkembangan karakteristik seksual anak perempuan dengan genotip 46,XX menjadi lebih maskulin. Individu dengan HAK memerlukan pengobatan hormon steroid sepanjang hidupnya. 3,15 Hipotalamus Normal HAK 21-OHD Hipofisis Kortisol Kortisol Adrenal Androgen Androgen Gambar 2.2. Perbandingan regulasi sekresi hormon kortisol dan androgen CRH= corticotropin-relasing hormone, ACTH= adrenocorticotropic hormone (telah diolah kembali 32 ) Defisiensi enzim yang terjadi pada HAK juga menyebabkan gangguan sintesis aldosteron. Kadar aldosteron yang rendah mengakibatkan ion natrium tidak dapat diretensi dan terjadi sekresi natrium yang berlebihan oleh ginjal sehingga menyebabkan hiponatremia, hipovolemia, hiperkakalemia, hiperreninemia, dan hipotensi. Kondisi ini dikenal dengan krisis adrenal yang dapat menyebabkan kematian jika tidak terdiagnosa dan mendapat tata laksana yang adekuat. 3, Diagnosis dan manifestasi klinis Manifestasi klinis yang timbul akibat kelebihan androgen menyebabkan bayi perempuan lahir dengan genitalia ambigus yang bervariasi. Kelainan ini dapat disertai dengan gambaran sinus urogenital, skrotalisasi dan labia mayora, fusi labia atau klitoromegali. 3 Kondisi ambigus genitalia dapat diklasifikasikan berdasarkan derat virilisasi yang terjadi, dan diklasifikasikan menurut stadium

23 22 Prader (Gambar 2.3). Pada stadium 1, terdapat hipertrofi klitoris (klitoromegali) tanpa disertai fusi labia. Stadium 2, terdapat klitoromegali dengan jarak sinus urogenitalis, vagina dan uretra berdekatan, disertai fusi labia posterior. Stadium 3, klitoromegali yang lebih berat, sinus urogenitalis dangkal, dan fusi labia yang hampir sempurna. Stadium 4, terdapat phallus dengan meatus urogenital kecil pada pangkal klitoris dan fusi labia sempurna. Stadium 5, fenotip genitalia lelaki normal tanpa adanya gonad yang dapat diraba. Normal Stage I Stage II Stage III Stage IV Stage V Gambar 2.3. Derajat virilisasi sesuai stadium Prader (telah diolah kembali 6 ) Insufisiensi adrenal ditunjukkan dengan hiperpigmentasi kulit dan genitalia yang menandakan adanya peningkatan hormon ACTH. Tanda androgenisasi pada anak lelaki dan perempuan di antaranya terjadi pembesaran penis dan klitoris, munculnya jerawat, hirsutisme (pertumbuhan dini rambut pubis dan aksila), pertumbuhan cepat dan pubertas prekoks. Pubertas prekoks terjadi akibat paparan jangka panjang terhadap androgen kadar tinggi sehingga mengaktifkan aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Pertumbuhan somatik terjadi dengan cepat, usia tulang lebih dewasa sehingga penutupan epifisis terjadi lebih cepat. 3,4 Fenotip HAK dibagi menjadi dua, yakni bentuk klasik dan non-klasik. Manifestasinya bergantung dengan derajat keparahan defek enzim 21-hidroksilase yang terjadi. HAK klasik merupakan bentuk yang berat dan muncul saat lahir atau pada minggu-minggu pertama setelah lahir. Virilisasi pada wanita tampak sejak lahir. HAK tipe klasik dibagi menjadi dua, yakni tipe salt losing/salt wasting

24 23 (SW) dan tipe virilisasi sederhana atau simple virilizing (SV). Pada tipe SW terjadi defisiensi total atau hampir total dari enzim 21-OH, ditemukan pada sekitar 70% tipe HAK klasik dan merupakan bentuk paling berat dari HAK klasik. 1-4 Gejala salt wasting timbul akibat tidak adekuatnya sekresi kortisol dan aldosteron. Gejala ini meliputi menurunnya nafsu makan, muntah, letargi, gagal tumbuh, syok, hipoglikemia, hiponatremia, hiperkalemia dan asidosis. Semua gejala ini menunjukkan kegagalan fungsi korteks adrenal, dan dikenal sebagai krisis adrenal, biasanya timbul pada minggu kedua sampai minggu ketiga kehidupan. Gejala-gejala ini seringkali dianggap sebagai bagian dari intoleransi formula, kolik, sepsis, asidosis tubuler renal, ataupun stenosis pilorus sehingga dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis. 3 Gejala HAK tipe SV hanya menunjukkan adanya virilisasi tanpa adanya gejala salt wasting. Tipe SV memperlihatkan terjadinya virilisasi pada berbagai tingkatan, tanpa disertai terjadinya kehilangan garam. Keterlambatan diagnosis HAK sering terjadi pada pasien lelaki. Anak lelaki dengan HAK mengalami diferensiasi seksual yang normal dan sebagian besar tidak memperlihatkan tanda kelebihan androgen yang jelas pada saat baru lahir, sehingga dapat meninggal akibat krisis adrenal yang tidak terdetaksi. Pada lelaki tipe SV, biasanya baru teridentifikasi apabila ditemukan pubertas yang abnormal dan perawakan pendek. 3,4 Pada tipe HAK tipe non-klasik, defisiensi enzim 21-OH yang terjadi hanya sebagian, sehingga gangguan produksi kortisol dan aldosteron yang terjadi parsial, dan hanya menyebabkan penurunan kadar kedua hormon tersebut, namun tidak seberat tipe klasik. Gejala yang timbul pada HAK non-klasik ringan atau bisa tanpa gejala, sehingga pasien HAK tipe ini pada umumnya terdiagnosis pada usia yang lebih besar. Sebagian anak HAK tipe ini tumbuh lebih cepat dari anak seusianya atau memiliki usia tulang yang lebih dewasa, dan pada sebagian kasus ditemukan pertumbuhan prematur rambut pubis atau aksila. 1-3 Diagnosis HAK tipe klasik ditegakkan berdasarkan usia awitan saat terdiagnosis, gejala klinis, laboratoris, dan aktivitas enzim 21-hidroksilase yang terjadi. Pada

25 24 HAK, terjadi peningkatan kadar 17-hidroksiprogesteron (17-OHP) plasma yang dapat mencapai lebih dari 300 nmol/l ( ng/dl) dengan nilai normal pada neonatus <6 nmol/l (<200 ng/dl), juga terjadi penurunan kadar aldosteron plasma dan urin, hiponatremia, hiperkalemia dan hipereninemia. Uji stimulasi ACTH dilakukan sebagi uji baku emas yang dapat membedakan jenis defisiensi enzim. 1-3 Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD berdasarkan tipenya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Gambaran klinis dan hormonal pasien HAK 21-OHD Manifestasi Usia saat diagnosis Genitalia eksterna Tipe HAK Klasik salt wasting simple virilizing non-classic Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Anak Anak Neonatus Neonatus Neonatus 2-4 tahun sampai sampai 6 bulan 1 bulan 2 tahun dewasa dewasa Biasanya normal, Normal Ambigu Normal Ambigu Normal terkadang klitoromeg ali Aldosteron Rendah Rendah Normal Renin Tinggi Pada beberapa kasus tinggi Normal Kortisol Rendah Rendah Nomral 17-OHP Basal > ng/dl Basal ng/dl Persentase akifitas 21- hidroksilase Stimulasi ACTH: ng/dL Diagnosis dini HAK dapat ditegakkan saat intra-uterin dan/atau pasca-natal. Diagnosis pra-natal antara lain pemeriksaan genetika molekular cairan amnion, biopsi vili korionik, human leukocyte antigen (HLA), karyotyping, dan deteksi mutasi gen CYP21. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kemungkinan tipe HAK yang terjadi, agar tata laksana yang adekuat dapat segera dimulai dan mencegah tejadinya virilisasi pada janin perempuan serta mencegah gejala salt wasting setelah janin lahir. Diagnosis HAK pasca-natal adalah ditemukan adanya insufisiensi adrenal/hipokortisolisme, hipoaldosteronisme, virilisasi dan peningkatan kadar 17-OHP. 4-6

26 Tata Laksana Tata laksana HAK meliputi terapi hormonal, terapi pembedahan bedah, konseling psikiatri dan genetik. Tujuan tata laksana medika mentosa adalah mencegah terjadinya insufisiensi adrenal dengan mengoreksi kadar kortisol dan kekurangan aldosteron, serta menekan sekresi androgen adrenal yang berlebih untuk mencegah terjadinya virilisasi abnormal. Pada anak perempuan dengan HAK, penetapan identitas dan koreksi pada genitalia eksternanya merupakan hal yang harus menjadi perhatian. 2 HAK yang tidak diterapi akan menyebabkan produksi androgen berlebih dan berdampak maturasi tulang yang cepat sehingga terjadi perawakan pendek, pertumbuhan dini rambut tubuh dan jerawat serta kegagalan feminisasi normal pada wanita. Pada HAK tipe SV, baik lelaki maupun perempuan akan mengalami maskulinisasi progresif. 3 Pasien akan mendapatkan terapi medikamentosa yang terdiri dari glukokortikoid dan mineralokortikoid. Pemberian hidrokortison merupakan terapi pilihan dengan dosis rumatan sebesar mg/m 2 dibagi menjadi 3 dosis. 2 Pada krisis adrenal, dosis diberikan hingga maksimal 100 mg/m 2 /hari pada neonatus, dan 6-8 mg/m 2 /hari pada anak dan remaja. Kasus yang biasanya membutuhkan suplementasi mineralokortikoid selain glukokortikoid adalah HAK dengan tipe salt wasting. Terapi substitusi mineralokortikoid dengan fluodrokortison per oral (Fluorinef ) dapat diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/hari. Pemberian fluodrokortison juga harus dipantau dengan baik karena dosis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, bradikardia, penurunan kadar renin, dan retardasi pertumbuhan. 3,15 Pemantauan terapi diperlukan terutama pada pemberian hidrokortison, karena dapat terjadi tanda sindrom Cushing iatrogenik seperti penambahan berat badan yang cepat, hipertensi, striae, dan osteopenia. Selain itu untuk mengevaluasi efektivitas terapi, perlu dilakukan evaluasi terhadap pola pertumbuhan pasien, usia tulang, kadar 17-OHP, androstenedion, dan testosteron dalam serum. 1,2

27 26 Penelitian mengenai pemantauan terapi pada pasien anak dengan HAK di RSCM, diantaranya melaporkan densitas tulang pada HAK yang mendapatkan terapi steroid jangka panjang, prevalens gizi lebih dan obesitas pada anak HAK, dan status pubertas. 17,18,19 Keadaan undertreatment dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang penderita HAK, dan hal ini disebabkan karena terapi yang tidak teratur dan pemantauan yang buruk. Terapi pembedahan untuk mengoreksi genitalia ambigus yang terjadi pada anak perempuan dengan HAK merupakan pendekatan terkini dari tata laksana kasus HAK. Prosedur bedah dapat dikerjakan pada pasien HAK perempuan dengan stadium Prader diatas tiga saat masih bayi. Prosedur ini terdiri dari klitoroplasti, rekonstruksi perineal dan dan vaginoplasti. Terapi medika mentosa, pembedahan dan konseling yang baik pada pasien dan keluarga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. 15, Mutasi Gen CYP21 pada Kasus HAK Deteksi Mutasi Gen CYP21 Hampir semua enzim steroidogenik merupakan anggota famili sitokrom P450. Defisiensi enzim 21-hidroksilase disebabkan oleh mutasi gen sitokrom P450c21 (CYP21 atau CYP21A2). Defisiensi enzim 11β hidroksilase disebabkan oleh lesi pada gen CYP11B1 di kromosom 8q Defisiensi 3β-hidroksisteroid dehidrogenase (3β-HSD) ditegakkan atas dasar peningkatan pregnenolon, DHEA, dan 17-hidroksi-pregnenolon, serta tes stimulasi ACTH. Kadar kortisol, aldosteron, dan androstenedion pada HAK 3β-HSD dalam plasma rendah. Defisiensi 17α-hidroksilase disebabkan oleh adanya mutasi gen CYP17A pada kromosom 10q24.3. HAK lipod steroidogenic acute regulatory protein (StAR) merupakan bentuk yang paling berat, akibat defisiensi enzim 20,22-desmolase atau p450scc (side chain cleavage) di kromosom 8p11.2 dan pada kasus ini akan didapatkan defisiensi minerokortikoid, glukokortikoid dan hormon steroid seks. 1-3 Gen CYP21 terletak di kompleks HLA polimorfik pada lengan pendek kromosom enam (6p21.3), bersama dengan homolog inaktifnya atau pseudogen (CYP21P).

28 27 Gambar lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 dapat dilihat pada Gambar 2.4. Mutasi pada gen CYP21 bersama dengan pseudogennya (CYP21P) bertanggung jawab menyebabkan defisiensi 21-hidroksilase. Sebagian besar mutasi berasal dari rekombinasi antara CYP21 dan CYP21P. 3 Gambar 2.4. Lokasi gen CYP21 pada kromosom 6 (6p21.3) (telah diolah kembali 16 ) Gen CYP21 dan CYP21P terdiri dari 10 ekson dan menunjukkan homologi yang tinggi dengan kemiripan nukleotida 98 % pada sekuens ekson dan 96 % pada sekuens intron. Homologi yang tinggi di antara kedua gen tersebut diyakini sebagai alasan utama terjadinya rekombinasi di antara gen CYP21 dan gen CYP21P. Sekitar 75% mutasi terjadi akibat mutasi pseudogen yang ditransfer ke CYP21 selama proses mitosis, 20% mutasi disebabkan karena delesi sepanjang 30-kb pada CYP21 yang menyebabkan unequal cross-over saat miosis, dan sisanya terdapat lebih dari 60 mutasi tambahan yang ditemukan. Mutasi pada CYP21P juga mampu menyebabkan inaktivasi total gen yang dihasilkan. 1-3 Pada kromosom regio 6p21.3, selain terdapat gen CYP21 dan CYP21P, terdapat gen C4A, C4B, PR1 dan RP2. Fungsi C4A dan C4B adalah untuk mengkode komponen komplemen keempat, RP1 mengkode protein nuklear yang belum diketahui fungsinya, sedangkan RP2 merupakan pseudogen yang terpotong. TNX- B mengkode tesnacin X sedangkan TNX-A berpasangan dengan pseudogen. Hilangnya blok menunjukkan delesi regio 30-kb yang terjadi pada 20% kasus.

29 28 Mekanisme rekombinasi yang terjadi adalah unequal crossover selama miosis dan gene conversion yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada gen CYP21. Skema terjadinya mutasi pada gen CYP21 dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5. Mutasi gen CYP21 pada region kromosom 6p21.3. Regio kromosom 6p21.3 terdiri dari CYP21, CYP21P (Panel A), gen 21-OH mengalami unequal crossover selama miosis (panel B), lokasi mutasi yang biasa ditemukan pada CYP21P (panel C) (telah diolah kembali 1 ) PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan alat yang digunakan untuk amplifikasi lokus sebelum dilakukan identifikasi mutasi spesifik. Gen CYP21 memiliki tingkat homologi yang tinggi sehingga proses amplifikasi ini cukup sulit untuk dikerjakan. 9,17,18 Oswari mendeteksi mutasi dengan metode polymerase chian reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). Dari penelitiannya, Oswari melaporkan bahwa dari 32 subjek terdapat 6 subjek (18,75%) yang mengalami mutasi delesi/large gene conversion dan 2 subjek yang mengalami mutasi I172N (6,25%), sedangkan mutasi yang lain tidak berhasil dideteksi karena membutuhkan waktu yang lebih lama, hasilnya meragukan, rentan terhadap kontaminasi dan biaya enzim restriksi yang mahal. 21 Batubara

30 29 meneliti mutasi gen CYP21 pada penderita HAK dengan metode lain yang diharapkan lebih mudah untuk dikerjakan, mendapatkan hasil yang lebih cepat dan akurat. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan Real-Time PCR SNPs Genotyping Assays yang menggunakan primer dan probe spesifik Hubungan Genotip dan Fenotip HAK CYP21 merupakan salah satu gen yang paling polimorfik pada manusia. 1,23 Mutasi yang terjadi pada gen CYP21 akan menentukan persentase aktivitas enzim 21- hidroksilase yang pada akhirnya menentukan fenotip dan tingkat keparahan penyakit pada anak dengan HAK. 2 Berbagai negara di dunia hingga saat ini telah melakukan berbagai penelitian untuk mendeteksi mutasi gen CYP21 pada kasus HAK 21-OHD dan melakukan analisis hubungan antara manifestasi klinis terhadap jenis mutasi yang terjadi. 1,8-14,24-26 Manifestasi terberat pada HAK yakni bentuk salt wasting (SW) yang terjadi akibat ketiadaan total enzim 21-hidroksilase fungsional. Mutasi ini yang menghambat sintesis enzim atau menyebabkan enzim menjadi inaktif, sedangkan manifestasi yang paling ringan adalah bentuk non-klasik. Bentuk ini dihubungkan dengan mutasi yang melibatkan 20-50% aktivitas enzimatik. 1-3 Insidens mutasi gen CYP21 pada defisiensi enzim 21-hidroksilase telah dipelajari secara ekstensif dalam beberapa tahun terakhir. Sejak analisis gen CYP21 tersedia di berbagai negara, hingga saat ini telah dilaporkan sekitar 100 mutasi pada HAK. Mutasi gen CYP21 telah dilaporkan di beberapa negara, diantaranya Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Swedia, Belanda, Italia, Spanyol, Australia, Turki, India, China, Taiwan, Jepang, Vietnam, Korea, Singapura, dan Malaysia. Di kawasan Asia terdapat beberapa mutasi yang sering dilaporkan dan hampir seragam, antara lain mutasi delesi/large gene conversion, mutasi 656 A/C>G pada intron 2 yang memengaruhi splicing mrna, mutasi 1001 T>A (I172N) pada ekson 4, mutasi 2110 C>T (R356W) pada ekson 8, dan mutasi 1685 G>T (V281L) pada ekson 7. 22,23

31 30 Sejumlah penelitian telah dilakukan di berbagai negara untuk mengetahui hubungan antara genotip dan fenotip pada kasus HAK. Secara umum terdapat korelasi yang kuat antara genotip dan fenotip yang terjadi, semakin parah derajat genotip yang terjadi maka semakin berat klinis pasien HAK tesebut. 23,24 Korelasi antara genotip dan fenotip HAK dilaporkan mencapai 80-90%. Mutasi 1001 T>A pada ekson 4 yang mengakibatkan perubahan asam amino isoleusine menjadi asparagine (I172N) berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe klasik simple virilizing. Mutasi 2110 C>T pada ekson 8 yang mengakibatkan perubahan asam amino arginine menjadi tryptophan (R356W) berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe klasik salt wasting. Mutasi 1685 G>T pada ekson 7 yang mengakibatkan perubahan asam amino valine menjadi leucine (V281L) berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe non-klasik. 1,2,22,23 NC SV SW Tipe HAK Gambar 2.6 Hubungan genotip-fenotip pada HAK 21-OHD SW= salt wasting, SV= simple virilizing, NC= non-classic. (telah diolah kembali 23 ) Beberapa penelitian serupa di luar negeri sebelumnya membandingkan genotip dan fenotip dari HAK 21-OHD dan membaginya menjadi grup mutasi identik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara mutasi CYP21 yang terjadi dengan tingkat keparahan klinis HAK Korelasi yang baik juga didapatkan antara genotip dengan perilaku terkait seksual pada pasien dengan HAK. 25,26 Namun penelitian lain menunjukkan fenotip yang bervariasi dan tidak berhubungan dengan genotipnya. 13,14,23 Hal ini disebabkan karena berbagai kemungkinan antara lain adanya mutasi yang belum terdeteksi, pada mutasi tertentu masih mungkin terjadi sintesis enzim yang normal atau mutan memiliki fungsi enzim minimal, sehingga gambaran fenotip yang tidak sesuai dengan yang diperkirakan.

32 31 Kemajuan dalam bidang teknologi biomolekular saat ini menuntut dilakukannya deteksi defek enzimatik pada HAK dan mutasi gen CYP21 yang cepat dan akurat. Diagnosis dan tata laksana dini pada bayi dan anak dengan HAK dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas, termasuk tata laksana kebingungan akan identitas gender pada anak dengan HAK. Deteksi mutasi sangat penting untuk dilakukan terutama untuk konseling genetik, yang dilakukan pada diagnosis pra-nikah, diagnosis pra-natal, skrining neonatal, dan diagnosis pasca-natal, sehingga dapat dideteksi sebelum manifestasi klinis muncul yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu deteksi mutasi penting untuk mengetahui jenis mutasi yang paling sering timbul sehingga dapat mempermudah deteksi mutasi pada kasus HAK baru dan mempercepat penegakan diagnosis. 22

33 32 BAB 3 KERANGKA KONSEP Faktor keturunan ras/etnis/suku, riwayat keluarga dengan HAK, konsanguitas Mutasi gen CYP21 Defisiensi enzim 21-hidroksilase HAK 21-OHD Genotip Fenotip Manifestasi klinis awal terdiagnosis (usia awitan, keluhan utama, derajat virilisasi, kadar 17-OHP) Klasik Non-klasik SW SV Masalah yang dihadapi: Kesalahan penentuan jenis kelamin Gangguan perilaku terkait gender Gangguan psikologis dan kualitas hidup Gangguan metabolik Gangguan pertumbuhan Gangguan pubertas dan infertilitas Tata laksana Terapi hormon steroid Terapi bedah/klitoroplasti Terapi psikologi Lingkup penelitian

34 33 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan desain studi retrospektif untuk mengetahui profil klinis anak dengan HAK yang mengalami mutasi CYP Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Klinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM Waktu penelitian Penelitian dimulai sejak surat keterangan lolos kaji etik dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI RSCM, pada tanggal 20 Oktober 2014 hingga pengambilan data selesai dilakukan (15 Desember 2014) Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Target Populasi target penelitian ini adalah semua anak di Indonesia, yang telah terdiagnosis HAK berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan laboratoris, serta pernah melakukan pemeriksaan mutasi CYP Populasi Terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua anak yang telah terdiagnosis HAK yang pernah datang dan atau dikonsultasikan ke Klinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM, pernah dilakukan pemeriksaan mutasi CYP21, dan terdaftar pada register HAK UKK Endokrinologi IDAI sejak tahun 2009 hingga 2014.

35 Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian Kriteria Inklusi Semua pasien HAK yang terdiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan laboratorium yang sudah dikonfirmasi oleh konsultan Endokrinologi Anak dan pernah datang ke Klinik Endokrinologi Departemen IKA RSCM. Anak dengan HAK yang sudah pernah dilakukan pemeriksaan mutasi gen CYP Kriteria Eksklusi Data klinis pasien tidak dapat dilengkapi dan Status rekam medis pasien di RSCM tidak ditemukan Estimasi Besar Sampel Besar sampel yang diambil pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan perhitungan sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi: 27 n = Zα 2 PQ d 2 dengan keterangan: 1. n = besar sampel 2. P = proporsi HAK yang mengalami mutasi gen CYP21 sebesar 90% Q = 1 P = 10% 4. α = tingkat kemaknaan ditetapkan sebesar 5%, sehingga diperoleh nilai Zα = 1,96 5. d = tingkat ketepatan absolut ditetapkan sebesar 10%

36 35 Maka didapatkan besar sampel: (1,96) 2 x 0,9 x 0,1 n = = 34,6 subjek 35 subjek (0,10) 2 Dengan demikian, besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 35 subjek Cara Pemilihan Sampel Cara pemilihan sampel adalah secara total sampling, yaitu dengan memasukkan seluruh pasien yang datang ke Klinik Endokrinologi IKA RSCM, memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, serta dalam kurun waktu yang ditentukan. Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi terjangkau yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi Prosedur Penelitian Langkah-langkah kerja penelitian, terdiri dari: 1. Mendapatkan data mutasi gen CYP21 pada pasien anak dengan HAK dari penelitian Oswari dan Batubara. 21,22 2. Melakukan konfirmasi dan pendataan ulang pasien HAK berdasarkan register HAK Divisi Endokrinologi IKA yang termasuk dalam populasi terjangkau. 3. Mengumpulkan rekam medis pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi. 4. Melakukan penelusuran rekam medis untuk melengkapi data karakteristik demografi, klinis dan laboratorium subjek. 5. Menghubungi subjek dan orangtuanya untuk melengkapi data klinis yang belum lengkap. 6. Mengolah data penelitian yang didapatkan. 7. Menyusun dan mempresentasikan laporan penelitian.

37 Alur Penelitian Mendapatkan data pasien HAK yang mengalami mutasi CYP21 dari penelitian Oswari dan Batubara 21,22 Konfirmasi data pasien berdasarkan register HAK Memenuhi kriteria inklusi Sampel penelitian Pengumpulan data fenotip (klinis dan laboratoris) dari rekam medis dan wawancara orangtua subjek Pengolahan dan pelaporan hasil 4.9. Manajemen dan Analisis Data Semua data yang diperoleh akan dimasukkan dalam database komputer. Pengolahan data penelitian menggunakan piranti lunak Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi Definisi Operasional Data penelitian merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis dan register HAK yang didapat saat penelitian berlangsung. Jenis kelamin adalah karakteristik genetik, fisiologik atau biologis seseorang yang menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau lelaki. Lelaki apabila memiliki kemaluan dan identitas lelaki, hasil pemeriksaan kromosom sesuai dengan 46, XY. Perempuan apabila memiliki kromosom 46, XX, memiliki kemaluan dan identitas perempuan.

38 37 Ambigu terjadi pada seseorang yang memiliki kemaluan ganda dan identitasnya belum tentu disebut lelaki atau perempuan. Usia kronologis anak dihitung sejak tanggal lahir hingga hari pemeriksaan mutasi CYP21. Usia dinyatakan dalam satu desimal yaitu dalam tahun dan bulan, misalnya 3 tahun 6 bulan dinyatakan sebagai 3,5 tahun. Diagnosis HAK ditegakkan berdasarkan data klinis dan laboratoris. Ada tidaknya salah satu atau lebih gejala insufisiensi adrenal/hipokortisolism, dan/atau hipoaldosteronism (salt wasting), dan/atau virilisasi. Data laboratoris ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar 17-OHP. 3 HAK tipe salt wasting (SW) adalah pasien HAK yang memperlihatkan gejala virilisasi pada perempuan, gagal tumbuh, adanya riwayat terkait krisis adrenal (syok, muntah hebat, hiponatremia, hiperkalemia, asidosis), nilai renin yang tinggi dan kadar 17-OHP basal lebih dari ng/dl. 1-3 HAK tipe simple virilizing (SV) adalah pasien HAK yang memperlihatkan gejala virilisasi pada berbagai tingkatan, tanpa disertai terjadinya salt losing, nilai renin yang normal dan kadar 17-OHP basal ng/dl 1-3. HAK tipe non-classic (NC) atau non-klasik (NK) adalah pasien HAK yang memperlihatkan gejala adrenarke prematur tanpa disertai pembesaran klitoris, tumbuhnya jerawat atau hirsutisme, dengan atau tanpa gangguan menstruasi, nilai renin normal dan kadar 17-OHP dengan stimulasi ACTH ng/dl hidroksi progesteron (17-OHP) adalah hormon steroid yang diproduksi pada sintesis glukokortikoid di kelenjar adrenal. Pada pasien HAK, kadar 17- OHP akan meningkat, akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase. Kadar 17-OHP dihitung dengan satuan nmol/l atau ng/dl. Nilai normal kadar 17-OHP adalah 0,1-1,5 nmol/l atau <100 ng/dl pada neonatus. 1-4 Mutasi gen CYP21 adalah mutasi gen pada sitokrom p450 yang menyebabkan defisiensi 21-hidroksilase. 3,4 Data mutasi (delesi, R356W dan I172N) diambil dari penelitian Oswari 21 dan Batubara 22. Fenotip adalah karakteristik fisik dari individu atau organisme. 25

39 38 Genotip adalah karakteristik genetik dari individu atau organisme. 25 Suku adalah suatu kelompok yang dianggap memiliki kesamaan garis keturunan dan budaya. Kongsanguitas adalah hubungan sedarah, dalam hal ini berhubungan dengan pernikahan yang terjadi pada seorang lelaki dan perempuan yang masih memiliki garis keturunan yang sama atau kesamaan leluhur, dan dibatasi hingga pernikahan dengan tingkatan sepupu kedua. Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien datang ke dokter. Skor Prader adalah derajat virilisasi yang ditentukan sesuai dengan Gambar ,3 Genitalia ambigus adalah kelainan bentuk genitalia eksterna/fenotip yang tidak mudah ditentukan karena tidak jelas lelaki atau perempuan. 3 Krisis adrenal adalah suatu kondisi yang terjadi akibat kegagalan kelenjar adrenal memproduksi hormon glukokortikoid dan/atau mineralokortikoid secara normal. Pada pemeriksaan fisis ditemukan syok, sesak napas dan genitalia ambigus. Pemeriksaan darah menunjukkan asidosis metabolik berat, hiponatremi dan hiperkalemi. 1-3 Virilisasi atau maskulinisasi adalah perkembangan karakteristik seksual anak lelaki pada anak perempuan yang disebabkan oleh kadar androgen yang tinggi. Derajat virilisasi dinilai dengan stadium Prader. 3 Identitas gender adalah perasaan sebagai perempuan atau lelaki yang dialami seseorang atau bagaimana ia diperlakukan Gender assignment atau penentuan gender pada awal kehidupan dilakukan oleh orangtua, dokter maupun bidan. Benar jika penentuan jenis kelamin diawal kehidupan sama dengan hasil analisa kromosomnya Perilaku terkait gender adalah perilaku yang ditunjukkan subjek sesuai peran gender yang terjadi di masyarakat. Perilaku menurut gender terbagi menjadi maskulin dan feminin. 26 Maskulin adalah individu yang memiliki karakteristik atau sifat kelelakilakian. Sifat ini lebih menunjukkan sisi kejantanan, keberanian, dominansi,

40 39 dan agresifitas. Lebih memilih untuk bermain dengan robot-robotan dan mobil-mobilan. 26,36 Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek. Feminin adalah individu yang memiliki karakteristik atau sifat kewanitaan. Sifat ini lebih menunjukkan sisi kelembutan, kepekaan, kemampuan mengasuh dan merawat. Lebih memilih untuk bermain dengan boneka. 26,36 Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek. Netral adalah individu yang tidak memiliki kecenderungan terhadap salah satu sifat, maskulin maupun feminine. Lebih memilih untuk bermain dengan buku gambar, kartu dan balok susun. 26 Penilaian berdasarkan subjektivitas orangtua subjek Etik Penelitian Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran (FKUI) RSCM dengan nomor: 722/UN2.F1/ETIK/2014 (Lampiran 1). Penelitian ini tidak mengandung unsur intervensi. Semua data rekam medis yang digunakan akan dijaga kerahasiaannya.

41 40 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Alur Subjek Penelitian Data register HAK UKK Endokrinologi IDAI sejak tahun 2009 hingga 2014 menunjukkan terdapat 292 pasien dengan HAK di seluruh Indonesia. Pasien yang berobat di beberapa rumah sakit (RS) di Jakarta dan sekitarnya sebanyak 110 pasien, dan 85 pasien di antaranya pernah dikonsultasikan dan menjalani terapi di Klinik Rawat Jalan Endokrinologi Departemen IKA RSCM. Selama kurun waktu penelitian, didapatkan data sekunder hasil pemeriksaan mutasi CYP21 dari penelitian Oswari dan Batubara. Berdasarkan data tersebut, didapatkan 49 pasien yang mengalami mutasi CYP21, terdiri dari subjek yang mengalami delesi/lgc, R356W dan I172N. Empat pasien tidak dapat ditemukan data rekam medisnya di RSCM, sehingga jumlah subjek yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini sebanyak 45 orang anak. 292 anak dengan HAK di Indonesia (register HAK) 110 pasien berobat di beberapa RS di Jakarta 49 pasien ditemukan mengalami mutasi gen CYP21(delesi/LGC, R356W, I172N) dari penelitian Oswari dan Batubara 4 pasien dieksklusi karena tidak memiliki rekam medis yang lengkap dan tidak dapat dihubungi 45 subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan ikut serta dalam penelitian Gambar 5.1 Alur Subjek Penelitian

42 Karakteristik Klinis dan Demografi Subjek Penelitian Empat puluh lima orang subjek penelitian berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebagian besar subjek adalah perempuan dengan rasio subjek lelaki dibanding perempuan sebesar 1:4,6. Penentuan jenis kelamin pada penelitian ini berdasarkan dari pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan kromosom. Rentang usia subjek yang terdiagnosis HAK adalah 0 hari hingga 6 tahun, yang dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok usia di bawah 1 tahun dan kelompok usia di atas sama dengan 1 tahun. Hampir seluruh subjek yang terdiagnosis sebelum usia 1 tahun adalah tipe SW (96,9%). Subjek HAK tipe SW terdiagnosis dan mulai terapi lebih dini yaitu pada median 1 bulan (rentang 0-3 bulan), tipe SV pada median 3 tahun (rentang 2-6 tahun), dan tipe NC pada usia 5 tahun. Tidak terdapat subjek yang pernah terdiagnosis HAK sejak dalam kandungan dengan pemeriksaan pra-natal, namun terdapat dua subjek yang pernah mendapatkan terapi deksametason dalam kandungan karena memiliki riwayat keluarga HAK. Pada kelompok subjek yang memiliki riwayat keluarga dengan HAK, terdapat dua pasang subjek kakak beradik, satu subjek memiliki kakak kandung dengan HAK yang masih hidup tapi tidak masuk dalam penelitian, dan dua subjek memiliki kakak kandung yang meninggal dengan kemungkinan karena krisis adrenal yang tidak tertangani. Penentuan tipe HAK berdasarkan klinis pasien saat pertama kali datang berobat dan pemeriksaan hasil labotatoriumnya. Hal ini dilakukan oleh dokter pemeriksa bersama dengan konsultan Endokrinologi Anak di ruang rawat dan Klinik Endokrinologi IKA RSCM. Keluhan yang membawa pasien datang ke dokter adalah genitalia ambigus, krisis adrenal, dan riwayat keluarga dengan HAK. Hasil 17-OHP saat pertama kali datang didapatkan dari status rekam medis. Sebaran karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.

43 42 Tabel 5.1. Karakteristik klinis dan demografi subjek Penelitian Karakteristik subjek Jumlah n % Jenis kelamin berdasarkan analisa kromosom (n=45) Lelaki (46XY) 8 17,8 Perempuan (46XX) 37 82,2 Usia saat terdiagnosis HAK (n=45) < 1 tahun 37 82,2 1 tahun 8 17,8 Riwayat keluarga HAK (n=45) Ada 7 15,6 Tidak 38 84,4 Suku Ayah (n=45) Jawa 16 35,6 Betawi 9 20 Sunda 8 17,8 Padang/Minang 3 6,7 Palembang/Sumsel 3 6,7 Kalimantan 2 4,4 Bali 1 2,2 Cina 3 6,7 Suku Ibu Jawa 14 31,1 Betawi 9 20 Sunda 10 22,2 Padang/Minang 5 11,1 Palembang/Sumsel 2 4,4 Kalimantan 0 0 Bali 2 4,4 Cina 3 6,7 Konsanguitas (n=45) Ada 0 0 Tidak Keluhan utama pertama kali (n=45) Genitalia ambigus Krisis adrenal 16 35,6 Riwayat keluarga HAK 2 4,4 17-OHP basal (n=45) > ng/dl(>600 nmol/l) 6 13, ng/dl( nmol/l) Diatas nilai normal namun < ng/dl 9 17,8 (<300 nmol/l) Normal 1 Tidak diketahui 28 66,7 Tipe HAK (n=45) Salt wasting (SW) 33 73,3 Simple virilizing (SV) 10 22,2 Non-classic (NC) 2 4,5

44 43 Tipe HAK berdasarkan manifestasi klinisnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni tipe salt wasting (SW), tipe simple virilizing (SV) dan tipe non-classic (NC). Data karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tipe HAK Karakteristik subjek Tipe HAK Salt wasting simple virilizing non-classic n n n Jenis Kelamin Perempuan (n=37) Lelaki (n=8) Usia Saat Terdiagnosis < 1 tahun (n=37) tahun (n=8) Riwayat Keluarga HAK Ada (n=7) Tidak ada (n=38) Keluhan pertama kali Genitalia ambigus (n=27) Krisis adrenal (n=16) Riwayat HAK (n=2) Kadar 17-OHP basal > ng/dl atau > nmol/l (n=6) ng/dl atau nmol/L (n=1) Diatas nilai normal namun < ng/dl (n=9) Normal (n=1) Tidak diketahui (n=28) Karakteristik Klinis Subjek Perempuan Pada penelitian ini, subjek perempuan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan derajat virilisasi, kesalahan penentuan jenis kelamin dan perilaku terkait gendernya (gender related behavior) disamping pembagian kelompok berdasarkan usia, keluhan utama, dan tipe HAK. Seluruh subjek pada kelompok ini mengalami genital ambigus sejak lahir. Tidak terdapat subjek perempuan yang pernah terdiagnosis pra-natal maupun mendapat terapi untuk mencegah virilisasi

45 44 saat didalam kandungan. Derajat virilisasi dikategorikan berdasarkan stadium Prader. Subjek yang mengalami kebingungan identitas gender pada saat lahir sempat dinyatakan sebagai lelaki oleh orangtua dan petugas medis, serta diberi nama seperti nama anak lelaki. Setelah subjek tersebut terdiagnosis HAK dan melakukan pemeriksaan kromosom sesuai dengan 46XX, kemudian subjek tersebut diganti nama seperti nama anak perempuan oleh kedua orangtuanya. Empat subjek belum dapat dinilai perilakunya karena masih berusia dibawah 1 tahun. Sebaran data subjek perempuan berdasarkan tipe HAK dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Karakteristik klinis subjek perempuan berdasarkan tipe HAK Karakteristik Tipe HAK salt-wasting simple virilizing non-classic n % n % n % Usia Saat Terdiagnosis < 1 tahun (n=30) 25 83,3 5 16, tahun (n=7) 1 14,3 4 57,1 2 28,6 Keluhan utama Genitalia ambigu (=27) 16 61, Krisis adrenal (n=10) 10 38, Riwayat keluarga HAK Stadium Prader I (n= 3) ,3 2 66,7 II (n= 11) 10 90,9 1 9,1 0 0 III (n= 21) 16 76, IV (n= 1) V (n= 1) Penentuan jenis kelamin sebelum terdiagnosis Salah (n=12) 8 66,7 4 33,3 0 0 Benar (n=18) 14 77,8 2 11,1 2 11,1 Belum yakin (n=7) 4 57,1 3 42,9 0 0 Perilaku terkait gender Maskulin (n=9) 8 88,9 1 11,1 0 0 Feminin (n=10) 4 40,0 5 50,0 1 10,0 Netral (n=14) 11 78,6 2 14,3 1 7,1 Belum dapat dinilai (n=4) 3 75,0 1 25,0 0 0

46 Karakteristik Mutasi Gen CYP21 Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian Oswari dan Batubara. Oswari mendeteksi mutasi dengan metode polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dengan menggunakan primer forward CYP5 dan reverse CYPH. 21 Batubara melakukan pemeriksaan mutasi dengan metode Real-Time PCR SNPs Genotyping Assays menggunakan 7500 Fast Real-Time PCR Systems [Applied Biosystems]. 22 Oswari melaporkan bahwa dari total 32 subjek penelitiannya, terdapat 6 subjek (18,75%) yang mengalami mutasi delesi/large gene conversion dan 2 subjek yang mengalami mutasi I172N (6,25%), sedangkan mutasi yang lain tidak berhasil dideteksi karena membutuhkan waktu yang lebih lama, hasilnya meragukan, rentan terhadap kontaminasi dan biaya enzim restriksi yang mahal. 21 Data dari 4 orang subjek yang mengalami mutasi delesi/lgc ini tidak dapat ditemukan dari rekam medis, sehingga tidak ikut disertakan dalam penelitian ini. Teknik analisis yang dilakukan oleh Batubara dengan menggunakan menggunakan primer dan probe spesifik lebih mudah untuk dikerjakan, mendapatkan hasil yang lebih cepat dan akurat. Hal ini dapat dilihat dari besar sampel yang digunakan, dari 50 sampel penelitian, mutasi CYP21 (R356W dan I172N) terdeteksi sebanyak sebanyak 45 sampel (90%). 22 Setelah melakukan kombinasi data hasil pemeriksaan mutasi dari kedua penelitian tersebut, didapatkan dua subjek yang pada penelitian Oswari diketahui hanya mengalami mutasi delesi/lgc namun saat kedua subjek tersebut dilakukan pemeriksaan mutasi oleh Batubara ternyata kedua subjek tersebut juga mengalami mutasi R356W dan I172N, yang sebelumnya tidak terdeteksi. Dua subjek yang diketahui hanya mengalami mutasi I172N pada penelitian Oswari, setelah dilakukan pemeriksaan mutasi oleh Batubara, didapatkan kedua subjek tersebut selain mengalami mutasi I172N, subjek tersebut juga mengalami mutasi R356W yang sebelumnya tidak terdeteksi. Sehingga keempat subjek pada penelitian Oswari masuk dalam penelitian Batubara.

47 46 Subjek yang mengalami ketiga jenis mutasi sebanyak dua subjek (4,4%), 19 subjek (42,3%) mengalami dua jenis mutasi, dan 24 subjek (53,3%) mengalami satu jenis mutasi di kedua alelnya (Gambar 5.2). Gambar 5.2. Jumlah mutasi CYP21 yang dialami subjek penelitian Pada masing-masing jenis mutasi, mutasi delesi/lgc ditemukan pada dua subjek. Mutasi R356W ditemukan pada 30 subjek (66,67%), yang terdiri dari 24 mutasi homozigot dan enam mutasi heterozigot. Mutasi I172N ditemukan pada 36 subjek (80%), yang terdiri dari 18 mutasi homozigot dan 18 mutasi heterozigot (Gambar 5.3). Gambar 5.3 Karakter alel pada setiap tiap jenis mutasi Kedua subjek yang mengalami mutasi delesi/lgc homozigot maupun heterozigot, keduanya mengalami mutasi R356W homozigot dan I172N homozigot. Pada subjek yang mengalami ketiga mutasi tersebut, seluruhnya termasuk HAK tipe SW. Karakteristik jenis mutasi setiap subjek terhadap tipe HAK secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.4.

48 47 Tabel 5.4. Karakteristik mutasi subjek penelitian dan tipe HAK No. Jenis Mutasi Subjek Delesi/LGC R356W I172 Tipe HAK 1 N/A Heterozigot Homozigot SW 2 N/A Homozigot Homozigot SW 3 N/A NA Homozigot SW 4 N/A Homozigot NA SW 5 N/A Heterozigot NA SW 6 N/A Heterozigot NA SV 7 N/A Homozigot NA SW 8 N/A Heterozigot NA SW 9 N/A Heterozigot NA SW 10 Homozigot Homozigot Homozigot SW 11 N/A Heterozigot NA SW 12 N/A NA Homozigot SW 13 N/A NA Homozigot SV 14 N/A Heterozigot Homozigot SV 15 N/A Homozigot NA SW 16 N/A Homozigot Homozigot SW 17 N/A Homozigot Homozigot SW 18 N/A Heterozigot Homozigot SW 19 N/A Homozigot Heterozigot SV 20 N/A NA Homozigot SW 21 N/A Homozigot Heterozigot SW 22 N/A Homozigot Homozigot SW 23 N/A NA Homozigot SV 24 N/A Homozigot Heterozigot SW 25 N/A Heterozigot NA SW 26 N/A Heterozigot NA SV 27 N/A Heterozigot Heterozigot SV 28 Heterozigot Homozigot Homozigot SW 29 N/A Homozigot NA SW 30 N/A Homozigot Homozigot NC 31 N/A Homozigot NA SW 32 N/A Heterozigot Homozigot SV 33 N/A Heterozigot NA SW 34 N/A NA Homozigot SW 35 N/A NA Homozigot SW 36 N/A Homozigot NA NC 37 N/A Heterozigot Heterozigot SV 38 N/A Homozigot NA SW 39 N/A NA Homozigot SW 40 N/A Homozigot Homozigot SW 41 N/A Heterozigot Homozigot SW 42 N/A Heterozigot Homozigot SW 43 N/A Homozigot Homozigot SW 44 N/A Homozigot Homozigot SW 45 N/A NA Homozigot SV

49 48 Pada subjek yang mengalami dua jenis mutasi kombinasi (R356W dan I172N), 13 subjek merupakan tipe SW, 5 tipe SV dan 1 tipe NC (Tabel 5.5). Tabel 5.5. Mutasi kombinasi dan subjek berdasarkan tipe HAK Mutasi kombinasi yang terjadi Jumlah subjek berdasarkan tipe HAK salt-wasting simple virilizing non-classic R356W homozigot R356W homozigot R356W heterozigot R356W heterozigot I172N homozigot I172N heterozigot I172N homozigot I172N heterozigot Sebanyak 24 subjek mengalami hanya satu jenis mutasi (R356W atau I172N saja) yang terdiri dari 9 subjek yang hanya mengalami mutasi R356W homozigot, dan 15 subjek yang hanya mengalami mutasi I172N homozigot atau I172N heterozigot (Tabel 5.6). Tabel 5.6. Mutasi (1 jenis) dan subjek berdasarkan tipe HAK Mutasi yang terjadi Jumlah subjek berdasarkan tipe HAK salt-wasting simple virilizing non-classic R356W homozigot I172N homozigot I172N heterozigot 7 2 0

50 49 BAB 6 PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola distribusi mutasi CYP21 (genotip) pada anak dengan HAK di Indonesia terkait dengan manifestasi klinis yang terjadi (fenotip). Telaah literatur yang telah dilakukan di seluruh dunia mengenai mutasi gen CYP21 menunjukkan hasil yang bervariasi. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa mutasi delesi/lgc dan mutasi R356W berhubungan dengan HAK tipe klasik salt wasting dan I172N berhubungan dengan HAK tipe klasik simple virilizing. Penelitian mengenai hal ini di Indonesia sudah pernah dilakukan sebelumnya namun belum dapat memberikan hasil yang memuaskan. 6.1 Keterbatasan penelitian Insidens HAK berdasarkan literatur sebesar 1: , dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 240 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49% pertahun, sehingga dapat diperkirakan jumlah bayi yang lahir dengan HAK kurang lebih 300 jiwa pertahunnya. Pasien yang tercatat dalam data register HAK di Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2014 hanya sebanyak 292 pasien. Data ini menunjukkan bahwa banyak pasien HAK yang belum tercatat dalam register. Kurangnya data ini dapat menunjukkan banyaknya pasien HAK yang belum atau tidak terdiagnosis. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat dan petugas medis di Indonesia mengenai gejala klinis HAK. Besar sampel yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 45 subjek. Keterbatasan besar sampel ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain (1) sebagian besar pasien HAK di Indonesia belum melakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21, (2) sebagian besar pasien HAK memiliki kepatuhan kontrol dan berobat yang buruk,

51 50 (3) pencatatan pada status rekam medis dan register HAK yang kurang baik, (4) pasien HAK di Indonesia masih banyak yang belum terdiagnosis. Banyaknya pasien yang belum melakukan pemeriksaan mutasi ini disebabkan oleh karena pemeriksaan ini belum rutin dilakukan, masih memerlukan pemeriksaan genetik molekular yang khusus dan biaya yang mahal, serta kurangnya pemahaman dan sosialisasi mengenai pentingnya pemeriksaan mutasi gen pada kasus HAK, sehingga masih ada orangtua pasien yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan mutasi pada anaknya. Sebagian besar pasien tidak rutin kontrol ke dokter, tidak rutin memeriksa kadar 17-OHP dan pemeriksaan penunjang lainnya, serta mengonsumsi obat tanpa perhitungan dosis yang tepat. Hal tersebut mengakibatkan kesulitan dalam pencarian dan pencatatan data rekam medis pasien di RS. Hal ini sekaligus menyulitkan dalam pendataan pada register HAK di Indonesia, sehingga data yang diperoleh kurang optimal. Peneliti berusaha meminimalisir keterbatasan tersebut dengan melengkapi data register HAK, menggabungkan beberapa sumber data dari rekam medis, data register HAK, hasil wawancara dengan orangtua, pengamatan sendiri oleh peneliti terhadap subjek saat kontrol dan dalam acara yang diselenggarakan oleh komunitas keluarga hiperplasia adrenal kongenital Indonesia (KAHAKI), serta konfirmasi ulang data laboratoris dengan laboratorium swasta tempat pemeriksaan kadar 17-OHP. 6.2 Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian ini terdiri dari 45 anak dengan HAK. Besar sampel yang didapatkan pada penelitian ini hampir sama bila dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan pada kasus HAK di Indonesia ,21,28 Namun besar sampel pada penelitian ini masih lebih sedikit bila dibandingkan dengan penelitian serupa di Asia. 12,14,29 Bahkan bila dibandingkan dengan besar sampel penelitian di Eropa dan Amerika. Perbedaan besar sampel penelitian disebabkan oleh karena penelitian ini terbatas pada kasus anak dengan HAK dan kasus HAK di Indonesia masih banyak yang belum terdiagnosis.

52 51 Rasio subjek perempuan dibandingkan lelaki pada penelitian ini sebesar 4,6:1. Rasio penelitian ini hampir serupa dengan penelitian di Indonesia ,21 Namun terdapat perbedaan rasio pada penelitian di luar negeri. 29,31 Rasio yang berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan besar sampel yang pada masing-masing penelitian. Perbandingan perempuan dan lelaki pada autosomal resesif adalah 1:1. Rasio perempuan dan lelaki yang berbeda pada penelitian ini memperlihatkan banyak pasien HAK lelaki yang tidak terdiagnosis, tidak terdata, terlambat didiagnosis dan tidak mendapat terapi dengan benar atau meninggal dunia. Oleh sebab itu deteksi dini kasus HAK sangat penting dilakukan untuk menghindari morbiditas dan mortalitas pasien. Subjek yang terdiagnosis HAK sebelum usia 1 tahun sebanyak 37 subjek dan yang terdiagnosis diatas usia 1 tahun sebanyak 8 subjek. Hampir seluruh subjek yang terdiagnosis sebelum usia 1 tahun adalah tipe SW (96,9%). Subjek HAK tipe SW terdiagnosis dan mulai terapi lebih dini yaitu pada median 1 bulan (rentang 0-3 bulan), tipe SV pada median 3 tahun (rentang 2-6 tahun), dan tipe NC pada usia 5 tahun. Hal ini serupa dengan teori dan penelitian sebelumnya yang melaporkan subjek tipe SW didiagnosis pada usia yang lebih muda dengan median usia 1 bulan, tipe SV pada usia 3 tahun, dan tipe NC pada usia 5 tahun. 3,19 Hal ini menunjukkan waktu diagnosis subjek HAK pada penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian lain. Subjek tipe SW dapat terdiagnosis dan mendapatkan terapi lebih dini dibandingkan tipe non-sw. Hal ini dapat terjadi karena gejala klinis krisis adrenal pada tipe SW terjadi pada 1 tahun pertama kehidupannya, sehingga membawa pasien datang berobat ke dokter lebih dini dibandingkan tipe lainnya. Keluhan utama yang membawa pasien berobat antara lain genitalia ambigus (60%), gejala krisis adrenal (35,6%) dan memiliki riwayat keluarga HAK (4,4%). Hal ini sesuai dengan penyebab genitalia ambigu tersering adalah HAK. 3 Subjek dengan tipe HAK klasik baik SW maupun SV dapat didiagnosis lebih dini oleh dokter karena manifestasi genitalia ambigus yang membuat orangtua membawa anaknya ke dokter untuk melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap jenis kelamin anak.

53 52 Penyakit HAK merupakan kelainan genetik yang bersifat autosomal resesif, sehingga diperlukan data mengenai suku/etnis pada subjek dan keluarganya. Suku terbanyak yang ditemukan adalah suku ayah dan ibu subjek adalah suku Jawa (35,6% dan 31,1%) diikuti oleh suku Betawi (20%). Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yang menunjukkan suku terbanyak adalah suku Jawa (21,6%) diikuti oleh suku Betawi (13,5%), namun hal ini tidak dapat menggambarkan pola mutasi CYP21 berdasarkan suku/etnis yang sesungguhnya terjadi. 31 Banyaknya suku Jawa dan Betawi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh wilayah geografis pada saat penelitian ini dikerjakan dan mayoritas pasien yang melakukan konsultasi di RSCM adalah dari kedua suku tersebut, sementara suku/etnis lain memilih melakukan konsultasi di RS swasta. Diagnosis yang belum merata di Indonesia dapat memberikan gambaran suku yang mungkin tidak sesuai dengan seharusnya, fasilitas dan akses kesehatan di pulau Jawa lebih baik dibandingkan pulau lain sehingga suku yang tinggal di pulau Jawa akan lebih banyak didapatkan dibandingkan suku lainnya. Perkawinan antar suku yang terjadi di Indonesia sering kali terjadi, sehingga didapatkan kesulitan dalam membuat hubungan antara pola mutasi gen CYP21 berdasarkan suku aslinya, untuk itu sebaiknya perlu dilakukan penelusuran suku asli pada minimal tiga generasi. Konsanguitas adalah hubungan darah, dalam hal ini perkawinan yang memiliki hubungan darah antar kedua orangtua subjek. Hubungan konsanguitas terhadap mutasi CYP21 pada kelainan genetik seperti kasus HAK ini perlu diteliti untuk melihat adanya suatu kecenderungan pola mutasi tertentu pada kelompok suku/etnis yang cenderung untuk melakukan pernikahan antar anggota keluarganya sendiri. Pada penelitian tidak didapatkan adanya konsanguitas pada seluruh orangtua subjek, sehingga hal ini tidak dapat diamati lebih lanjut. Penelitian lain di Indonesia melaporkan terdapat riwayat konsanguitas pada HAK sebesar 2,7%. 21 Penelitian di luar negeri melaporkan hal yang beragam, bahkan melaporkan konsanguitas terjadi lebih besar pada suku bangsa atau negara tertentu. 32 Hal ini dapat menjelaskan bahwa perbedaan budaya memiliki pengaruh terhadap konsanguitas yang terjadi pada suatu negara.

54 53 Mayoritas tipe HAK pada penelitian ini adalah tipe SW (73,3%), diikuti oleh tipe SV (22,2%) dan tipe NC (4,4%). Perbedaan jumlah subjek antara masing-masing tipe HAK, terutama antara HAK klasik dan non klasik disebabkan oleh karena di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pemeriksaan diagnosis pra-natal dan uji saring neonatus belum secara rutin dilakukan. Hal ini menyebabkan jumlah pasien HAK tipe non-klasik lebih sedikit dibandingkan dengan tipe klasik. 4,8,19 Hasil pemeriksaan 17-OHP basal dengan kadar diatas normal didapatkan pada 16 subjek (35,6%) HAK tipe klasik, yang terdiri dari tipe SW sebanyak 13 subjek dan tipe SV sebanyak 3 subjek. Nilai normal 17-OHP basal dialami oleh 1 subjek (2,2%) dengan tipe NC. Sisanya sebanyak 28 subjek (62,2%) tidak diketahui kadar 17-OHP basal-nya. Pemeriksaan kadar 17-OHP basal dapat membantu dalam mendiagnosis HAK sesuai tipenya. Pada tipe klasik, kadar 17-OHP basal dapat ditemukan jauh diatas nilai normal, sedangkan pada tipe NC, kadar 17-OHP basal dapat normal atau sedikit diatas normal. Hal ini berkaitan dengan defek enzimatik yang terjadi pada proses biosintesis hormon steroid. 2,3,8 Namun, pada penelitian ini, sebagian besar data 17-OHP basal yang tidak berhasil ditemukan pada rekam medis dan register HAK, sehingga membuat data ini tidak dapat di analisis dengan baik Karakteristik Klinis Subjek Perempuan Diagnosis pra-natal merupakan salah satu pemeriksaan penting pada kasus HAK. Semakin dini pasien terdiagnosis, maka terapi dapat diberikan sedini mungkin, sehingga dapat menghindari mortalitas dan morbiditas. Janin perempuan yang tidak terdiagnosis dapat mengalami virilisasi dalam kandungan. Bayi perempuan yang mengalami virilisasi ini akan lahir dengan genitalia ambigus. Berdasarkan derajat virilisasi Prader pada subjek perempuan, yang paling banyak dialami adalah Prader III (56,8%). Hal ini tidak terlalu berbeda dengan penelitian lain baik di dalam dan luar negeri. 11,21

55 54 Pada kelompok subjek perempuan, 12 subjek (32,4%) sempat dinyatakan sebagai lelaki oleh orangtua dan petugas medis sebelum terdiagnosis sebagai HAK. Pada kelompok ini, 8 subjek merupakan tipe SW dan 4 subjek tipe SV. Kesalahan dalam penentuan jenis kelamin ini dapat menjadi potensi masalah psikososial di kemudian hari. Terdapat penelitian yang melaporkan luaran psikososial yang buruk pada pasien yang secara genotip adalah perempuan namun sempat diperlakukan sebagai gender yang berlainan. 7,33,34 Sembilan subjek (24,3%) perempuan memiliki perilaku maskulin (tomboi) dibandingkan dengan anak seusianya atau saudara kandungnya, dan 8 subjek diantaranya merupakan tipe SW. Mereka dengan lebih memilih main mobilmobilan atau robot-robotan dibandingkan bermain boneka, lebih memilih untuk bermain bersama teman lelaki dan lebih memilih untuk memakai celana dibandingkan rok saat berpakaian. Anak lelaki normal lebih cenderung memilih permainan yang bersifat atraktif, kompetitif dan agresif, misalkan mobil-mobilan. Anak perempuan normal lebih cenderung memilih permainan yang bersifat halus dan mengandung keterampilan mengasuh atau merawat, seperti misalnyanya bermain boneka. 35,36 Hal ini sesuai dengan penelitian yang melaporkan bahwa jenis mutasi dan paparan androgen yang tinggi pada janin perempuan saat dalam kandungan memiliki pengaruh terhadap perilaku terkait gendernya, sehingga sebagian besar perempuan dengan HAK menjadi terlihat kurang feminin dibandingkan dengan anak yang bukan HAK Hal ini menunjukkan bahwa penentuan jenis kelamin pada kasus genitalia ambigus harus dilakukan dengan benar dan sedini mungkin, agar tidak terjadi gangguan identitas gender (gender dysphoria) maupun gangguan psikososial di kemudian hari Karakteristik Mutasi CYP21 Hasil penelitian ini menunjukkan pola mutasi yang berbeda pada penelitianpenelitian sebelumnya. Subjek yang mengalami mutasi I172N lebih banyak ditemukan (36/45), dibandingkan dengan subjek yang mengalami mutasi R356W (30/45) dan mutasi delesi/lgc (2/45). Sedangkan penelitian serupa yang dilakukan di luar negeri menunjukkan mutasi tersering terjadi adalah mutasi delesi

56 55 dengan persentasi sekitar 30-50% kemudian diikuti oleh berbagai jenis mutasi yang lain yang berbeda frekuensinya di tiap negara. 13,14,23,28,37,38 Rendahnya persentase mutasi delesi/lgc pada penelitian ini dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, antara lain perbedaan jumlah subjek yang diteliti pada penelitiaan ini lebih sedikit dibandingkan penelitian serupa di luar negeri, perbedaan ras/etnis antara penduduk Indonesia dan luar negeri, perbedaan teknik analisis genetik molekular dan jenis mutasi yang diperiksa. Pemeriksaan mutasi CYP21 yang dilakukan Batubara menggunakan teknik yang berbeda dengan Oswari, dan jenis mutasi yang diperiksa antara keduanya juga berbeda. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan frekuensi jenis mutasi yang terjadi. Telah banyak studi yang menganalisa korelasi antara genotip dan fenotip pada kasus HAK. Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara mutasi CYP21 yang terjadi dengan tipe HAK. Mutasi delesi/lgc dan R356W berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe klasik SW, mutasi I172N berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe SV, dan V281L dan P30L berhubungan dengan HAK 21-OHD tipe non-klasik. 1,2,5,10-14,37-41 Individu yang mengalami mutasi delesi/lgc pada gen CYP21 akan kehilangan seluruh kemampuannya untuk mengkode pembentukan enzim 21-hidroksilase, sehingga akan didapatkan manifestasi klinis yang lebih berat. 1,2,5 Pada penelitian ini didapatkan hasil yang sesuai, yakni subjek yang mengalami mutasi delesi dan seluruhnya adalah HAK tipe SW. Sebagian besar HAK 21-OHD yang mengalami mutasi R356W dihubungkan tipe SW dan sebagian kecilnya tipe SV. 1,2 Pada penelitian ini juga didapatkan hasil yang sesuai, yakni subjek yang mengalami mutasi R356W baik homozigot maupun heterozigot, kombinasi dengan I172N maupun tidak, sebagian besarnya adalah tipe SW (21/33). Mutasi I172N menyebabkan aktivitas enzim 21-hidroksilase yang terjadi hanya sebesar 1-2%, dan pada penelitian sebelumnya mutasi ini berhubungan dengan HAK tipe SV dan sebagian kecilnya tipe SW. 1,3 Pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda, karena sebagian besar subjek yang mengalami mutasi I172N saja adalah tipe SW (12/33), sedangkan SV lebih sedikit (2/10).

57 56 Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenotip yang terjadi dapat bervariasi dan tidak berhubungan dengan genotipnya. 8,13,23,38,43-45 Penelitian serupa yang dilakukan dengan subjek pasien HAK di Indonesia juga menunjukkan hasil yang bervariasi pada subjek yang mengalami mutasi I172N. 21,28 Perbedaan genotip dan fenotip pada penelitian ini disebabkan karena berbagai faktor kemungkinan. 46,47 Faktor kemungkinan terbesar adalah adanya mutasi tambahan yang belum atau tidak terdeteksi dengan teknik pemeriksaan yang dilakukan oleh Oswari dan Batubara. Batubara mendapatkan 45/50 (90%) mutasi CYP21 pada subjek penelitiannya, namun hanya melakukan pemeriksaan mutasi R356W dan I172N, dan tidak melakukan pemeriksaan mutasi delesi/lgc maupun mutasi lain. Sedangkan teknik pemeriksaan mutasi yang dilakukan oleh Oswari hanya dapat mendeteksi mutasi delesi/lgc pada 6/32 subjek (18,8%), namun hanya 2 subjek yang dapat memenuhi kriteria inklusi penelitian ini. 21 Adanya mutasi lain yang mungkin terjadi namun tidak terdeteksi, dapat memengaruhi derajat enzimatik yang sesungguhnya terjadi dan dapat memengaruhi manifestasi klinis subjek pada penelitian ini. Kemungkinan kedua adalah akibat kesalahan prosedur analisis molekular. Kesalahan pada saat melakukan DNA sequencing, splicing dan amplifikasi dapat menyebabkan perbedaan hasil yang didapatkan. 42 Kebocoran ekspresi mutasi (leaky expression) akibat adanya variasi pada faktor splicing RNA juga dapat menyebabkan informasi genetik yang didapatkan berbeda dengan seharusnya. 38 Hal ini membuat hingga saat ini banyak studi yang sedang meneliti teknik analisis molekular yang paling baik untuk mendeteksi mutasi pada CYP21. Perbedaan hasil juga dapat disebabkan oleh kemungkinan misdiagnosis pada analisis molekular penelitian ini. Gen CYP21 termasuk dalam gen yang sangat polimorfik dalam tubuh manusia, dan memiliki pseudogennya yang 98% nukleotidanya mirip dengan gen aktifnya (CYP21). Sehingga kesalahan juga dapat terjadi akibat banyaknya duplikasi gen CYP21, kompleksnya varian gen CYP21 dan pseudogennya, dan banyaknya jumlah pseudogen (CYP21P) dibandingkan gen aktifnya (CYP21)

58 57 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. a. Pada anak dengan HAK, rasio perempuan lebih banyak dibandingkan lelaki (4,6:1). b. Median usia saat terdiagnosis adalah 1 bulan (rentang 0-3 bulan) pada tipe SW, usia 3 tahun (rentang 2-6 tahun) pada tipe SV, dan usia 5 tahun pada tipe NC. 2 a. HAK tipe SW lebih banyak ditemukan (73,3%) dibandingkan dengan tipe lainnya dengan keluhan utama subjek saat datang sebagian besarnya adalah genitalia ambigus (60%). b. Subjek yang memiliki riwayat keluarga HAK sebesar 15,6% dan seluruh orangtua subjek tidak ada yang memiliki konsanguitas. c. Seluruh subjek perempuan mengalami virilisasi, dengan derajat virilisasi terbanyak adalah stadium Prader III (56,8%). Subjek perempuan juga mengalami kesalahan penentuan jenis kelamin saat lahir (32,4%) dan memiliki perilaku maskulin (24,3%). 3. a. Mutasi I172N terjadi pada 80% alel, mutasi R356W pada 66,7% alel dan mutasi delesi/lgc pada 4,4% alel. b. Sebanyak 21/45 (46,7%) subjek mengalami mutasi kombinasi, yang terdiri dari 2 subjek mengalami 3 mutasi, 19 subjek mengalami 2 mutasi (R356W dan I172N). Sebanyak 9 subjek hanya mengalami mutasi R356W, dan 15 subjek hanya mengalami mutasi I172N saja. c. Mutasi delesi/lgc dan atau R356W ditemukan pada sebagian besar subjek HAK tipe SW (21/33). Subjek yang hanya mengalami mutasi I172N saja ditemukan pada subjek dengan tipe SW (12/33), tipe SV (2/10) dan NC (1/2).

59 Saran 1. Deteksi dini HAK berperan penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah mendeteksi mutasi gen CYP Pemeriksaan mutasi gen CYP21 sebaiknya dilakukan saat konseling pranikah terutama pada pasangan yang memiliki riwayat HAK di keluarganya. 3. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 dapat menjadi salah satu metode diagnosis pra-natal untuk mencegah kejadian virilisasi pada janin perempuan dan pasca-natal untuk memprediksi kemungkinan manifestasi klinis yang akan terjadi di kemudian hari. 4. Masih diperlukan penelitian lanjutan di Indonesia dengan desain studi analitik prospektif, sampel yang lebih besar, data yang lebih lengkap, jenis pemeriksaan mutasi CYP21 yang lebih banyak terutama pada mutasi yang sering terjadi, dan teknik analisis biomolekular yang lebih baik.

60 59 DAFTAR REFERENSI 1. Speiser PW, White PC. Congenital adrenal hyperplasia. N Eng J Med. 2003;349: White PC, Speiser PW. Congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency. Endocr Rev. 2000;21: Pulungan AB, Siregar CD, Aditiawati, Soenggoro EP, Triningsih E, Suryawan IWB, dkk. Korteks adrenal dan gangguannya. Dalam: Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; h Speiser P, Azziz R, Baskin L, Ghizzoni L, Hensle TW, Merke DP, dkk. Congenital adrenal hyperplasia due to steroid 21-hydroxylase deficiency: an Endocrine Society clinical practice guideline. J Clin Endocrinol Metab. 2010;95: Marumudi E, Khadgawat R, Surana V, Shabir I, Joseph A, Ammini AC. Diagnosis and management of classical congenital adrenal hyperplasia. Steroids. 2013;78: Tridjaja B. Disorders sex development. Dalam: Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB, penyunting. Buku ajar endokrinologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; h Ogilvie CM, Crouch NS, Rumsby G, Creighton SM, Liao LM, Conway GS. Congenital adrenal hyperplasia in adults: a review of medical, surgical and psychological issues. Clin Endocrinol. 2006;64: Nordenstrom A, Thilen A, Hagenfeldt L, Larsson A, Wedell A. Genotyping is a valuable diagnostic complement to neonatal screening for congenital adrenal hyperplasia due to steroid 21-hydroxylase deficiency. J Clin Endocrinol Metab. 1999;84: Krone N, Arlt W. Genetics of congenital adrenal hyperplasia. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 2009;23: Stikkelbroeck NM, Hoefsloot LH, de Wijs IJ, Otten BJ, Hermus AR, Sistermans EA. CYP21 gene mutation analysis in 198 patients with 21- hydroxylase deficiency in the Netherlands: six novel mutations and a specific cluster of four mutations. J Clin Endocrinol Metab. 2003;88: Bas F, Kayserili H, Darendeliler F, Uyguner O, Günöz H, Yüksel Apak M, dkk. CYP21A2 gene mutations in congenital adrenal hyperplasia: genotypephenotype correlation in Turkish children. J Clin Res Pediatr Endocrinol. 2009;1:

61 Dung VC, Khanh TV, Fukami M, Phuong LT, Ha NT, Liem NT, dkk. Mutation spectrum of CYP21A2 and correlation between genotype-phenotype in 81 Vietnamese patients with congenital adrenal hyperplasia due to 21- hydroxylase deficiency. Int J Pediatr Endocrinol. 2013;2013: Krone N, Rose IT, Willis DS, Hodson J,Wild SH, Doherty EJ, dkk. Genotypephenotype correlation in 153 adult patients with congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency: analysis of the United Kingdom congenital adrenal hyperplasia adult study executive (CaHASE) cohort. J Clin Endocrinol Metab. 2013;98: Balraj P, Lim PG, Sidek H, Wu LL, Khoo AS. Mutational characterization of congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency in Malaysia. J Endocrinol Invest. 2013;36: Forrest MG. Recent advances in the diagnosis and management of congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency. Hum Reprod Update. 2004;10: Mungall AJ, Palmer SA, Sims SK, Edwards CA, Ashurst JL, Wilming L, dkk. The DNA sequence and analysis of human chromosome 6. Nature. 2003;425: Widodo AD. Karakteristik densitas tulang anak dengan hiperplasia adrenal kongenital yang mendapat terapi glukokortikoid (tesis). Jakarta: FKUI; Susanti I. Karakteristik anak hiperplasia adrenal kongenital terkait obesitas sebagai akibat dari penyakit dan terapi (tesis). Jakarta: FKUI; Sari NIN. Profil pubertas dan pertumbuhan linear pada penderita hyperplasia adrenal kongenital dalam terapi (tesis). Jakarta: FKUI; Trapp CM, Speiser PW, Oberfield SE. Congenital adrenal hyperplasia: an update in children. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes. 2011;18: Oswari AW. Deteksi delesi/large gene conversion dan mutasi titik kodom 172 gen CYP21 pada hiperplasia adrenal kongenital (tesis). Jakarta: FKUI; Batubara JRL, Tridjaja B, Prayitno L. Polimorfisme gen CYP21 pada anak dengan defisiensi steroid 21-hidroksilase di Indonesia: pengembangan diagnosis molekuler hiperplasia adrenal kongenital (riset). Jakarta: FKUI; New MI, Abraham M, Gonzalez B, Dumic M, Razzaghy-Azar M, Chitayat D, dkk. Genotype-phenotype correlation in 1,507 families with congenital adrenal hyperplasia owing to 21-hydroxylase deficiency. Proc Natl Acad Sci USA. 2013;110:

62 Berenbaum SA. Effects of early androgens on sex-typed activities and interests in adolescents with congenital adrenal hyperplasia. Horm Behav. 1999;35: Nordenstrom A, Servin A, Bohlin G, Larsson A, Wedell A. Sex-typed-toy play behavior correlates with the degree of prenatal androgenexposure assessed by CYP21 genotype in girls with congenital adrenal hyperplasia. J Clin Endocrinol Metab. 2002;11: Hall CM, Jones JA. Behavioral and physical masculinizations are related to genotype in girls with congenital adrenal hyperplasia. J Clin Endocrinol Metab. 2004;89: Madiyono B, Moeslichan Mz S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasardasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; h Goossens K, Juniarto AZ, Timmerman MA, Faradz SM, Wolffenbuttel KP, Drop SL, dkk. Lack of correlation between phenotype and genotype in untreated 21-hydroxylase-deficient Indonesian patients. Clin Endocrinol. 2009;71: Marumudi E, Sharma A, Kulshreshtha B, Khadgawat R, Khurana ML, Ammini AC. Molecular genetic analysis of CYP21A2 gene in patients with congenital adrenal hyperplasia. Indian J Endocrinol Metab. 2012;16: Wilson RC, Nimkarn S, Dumic M, Obeid J, Azar M, Najmabadi H, dkk. Ethnic-specific distribution of mutations in 716 patients with congenital adrenal hyperplasia owing to 21-hydroxylase deficiency. Mol Genet Metabol 2007;90: Chan AO, But WM, Ng KL, Wong LM, Lam YY, Tiu SC, dkk. Molecular analysis of congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency in Hong Kong Chinese patients. Steroids. 2011;76: Merke DP. Bornstein SR, Avila NA, Chrousos GP. NIH conference: future directions in the study and management of congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency. Ann Intern Med. 2002;136: White PC, Bachega TA. Congenital adrenal hyperplasia due to 21 hydroxylase deficiency: from birth to adulthood. Semin Reprod Med. 2012;30: Hochberg Z, Gardos M, Benderly A. Psychosexual outcome of assigned females and males with 46,XX virilizing congenital adrenal hyperplasia. Eur J Pediatr. 1987;146: Jadva V, Hines M, Golombok S. Infants' preferences for toys, colors, and shapes: sex differences and similarities. Arch Sex Behav. 2010;39: Blakemore JEO, Centers RE. Characteristics of Boys and Girls Toys. Sex Roles. 2005;53:9-10.

63 Dolzan V1, Sólyom J, Fekete G, Kovács J, Rakosnikova V, Votava F, dkk. Mutational spectrum of steroid 21-hydroxylase and the genotype-phenotype association in Middle European patients with congenital adrenal hyperplasia. Eur J Endocrinol. 2005;153: Wilson RC, Mercado AB, Cheng KC, New MI. Steroid 21-hydroxlase deficiency: genotype may not predict phenotype. J Clin Endocrinol Metab 1995;80: Wedell A. Molecular genetics of congenital adrenal hyperplasia (21- hydroxylase deficiency): implications for diagnosis, prognosis and treatment. Acta Paediatr. 1998;87: Loke KY, Lee YS, Lee WW, Poh LK. Molecular analysis of CYP-21 mutations for congenital adrenal hyperplasia in Singapore. Horm Res. 2001;55: Torres N, Mello MP, Germano CM, Elias LL, Moreira AC, Castro M. Phenotype and genotype correlation of the microconversion from the CYP21A1P to the CYP21A2 gene in congenital adrenal hyperplasia. Braz J Med Biol Res. 2003;36: Leccese A, Longo V, Dimatteo C, De Girolamo G, Trunzo R, D'Andrea G, dkk. Lack of genotypephenotype correlation in congenital adrenal hyperplasia due to a CYP21A2-like gene. Clin Chim Acta. 2014;437: Parajes S, Quinteiro C, Domínguez F, Loidi L. High frequency of copy number variations and sequence variants at CYP21A2 locus: implication for the genetic diagnosis of 21-hydroxylase deficiency. PLoS ONE. 2008;3: Marino R, Ramirez P, Galeano J, Perez Garrido N, Rocco C, Ciaccio M, dkk. Steroid 21-hydroxylase gene mutational spectrum in 454 Argentinean patients: genotype-phenotype correlation in a large cohort of patients with congenital adrenal hyperplasia. Clin Endocrinol. 2011;75: Yoo Y, Chang MS, Lee J, Cho SY, Park SW, Jin DK, dkk. Genotypephenotype correlation in 27 pediatric patients in congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency in a single center. Ann Pediatr Endocrinol Metab. 2013;18: Lee H. CYP21 mutations and congenital adrenal hyperplasia. Clin Genet. 2001;59: Concolino P, Mello E, Zuppi C, Capoluongo E. Molecular diagnosis of congenital adrenal hyperplasia due to 21-hydroxylase deficiency: an update of new CYP21A2 mutations. Clin Chem Lab Med. 2010;48: Szabó JA, Szilágyi Á, Doleschall Z, Patócs A, Farkas H, Prohászka Z, dkk. Both positive and negative selection pressures contribute to the polymorphism pattern of the duplicated human CYP21A2 gene. PLoS One. 2013;29;8: Tsai LP, Lee HH. Analysis of CYP21A1P and the duplicate CYP21A2 genes. Gene. 2012:506:261-2.

64 Lee H. Variants of the CYP21A2 and CYP21A1P genes in congenital adrenal hyperplasia. Clin Chim Acta. 2013;418: Tsai LP, Cheng CF, Chuang SH, Lee HH. Analysis of the CYP21A1P pseudogene: indication of mutational diversity and CYP21A2-like and duplicated CYP21A2 genes. Anal Biochem. 2011;413:

65 64 Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik Penelitian

HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL

HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL 1 DIVISI ENDOKRINOLOGI ANAK FKUSU/RSHAM Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA HIPERPLASIA ADRENAL KONGENITAL 2 Kelainan genetik dimana terjadi

Lebih terperinci

Mutasi Gen CYP21 dan Manifestasi Klinis pada Hiperplasia Adrenal Kongenital

Mutasi Gen CYP21 dan Manifestasi Klinis pada Hiperplasia Adrenal Kongenital Mutasi Gen CYP21 dan Manifestasi Klinis pada Hiperplasia Adrenal Kongenital Ludi Dhyani Rahmartan, Jose RL Batubara, Setyo Handryastuti, Lamtorogung Prayitno Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PROFIL KARAKTERISTIK FISIK PADA PASIEN CONGENITAL ADRENAL HYPERPLASIA DI SEMARANG

PROFIL KARAKTERISTIK FISIK PADA PASIEN CONGENITAL ADRENAL HYPERPLASIA DI SEMARANG PROFIL KARAKTERISTIK FISIK PADA PASIEN CONGENITAL ADRENAL HYPERPLASIA DI SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan dalam menempuh Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sekian banyak negara berkembang yang memiliki berbagai variasi penyakit menular dan tidak menular. Penyakit jantung merupakan salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR HORMON TESTOSTERON DAN 17-OH PROGESTERON TERHADAP BERBAGAI TINGKAT VIRILISASI PADA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR HORMON TESTOSTERON DAN 17-OH PROGESTERON TERHADAP BERBAGAI TINGKAT VIRILISASI PADA LAPORAN AKIR PENELITIAN UBUNGAN ANTARA KADAR ORMON TESTOSTERON DAN 17-O PROGESTERON TERADAP BERBAGAI TINGKAT VIRILISASI PADA PASIEN CONGENITAL ADRENAL YPERPLASIA Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

Fisiologi poros GnRH-LH/FSH- Estrogen

Fisiologi poros GnRH-LH/FSH- Estrogen Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana OLEH Dr. H. Hakimi SpAK Dr. Melda Deliana SpAK Dr. Siska Mayasari Lubis SpA Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan Fisiologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI PERUBAHAN TEKANAN DARAH PRA DAN PASCADIALISIS DENGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS PADA PASIEN HEMODIALISIS KRONIK DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO PADA BULAN FEBRUARI 2009

Lebih terperinci

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak tubuh dengan berat badan total lebih besar daripada normal, atau terjadi peningkatan energi akibat ambilan makanan yang berlebihan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang anak. Perubahan fisik yang mencolok terjadi selama proses ini, kemudian diikuti oleh perkembangan ciri-ciri seksual

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011 Adelia, 2012, Pembimbing 1: Laella K.Liana, dr., Sp.PA., M.Kes Pembimbing 2: Hartini Tiono, dr.,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN PREVALENSI MIKROFILARIA ANTARA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK DENGAN BRUGIA RAPID SKRIPSI ARDRA C.T. 0105000379 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM JAKARTA JUNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

24 1. Pasienpasien yang secara fisik memenuhi kriteria sebagai penderita ambigus genitalia oleh tim penyesuaian kelamin RSUP Dr. Kariadi dan FK UNDIP.

24 1. Pasienpasien yang secara fisik memenuhi kriteria sebagai penderita ambigus genitalia oleh tim penyesuaian kelamin RSUP Dr. Kariadi dan FK UNDIP. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitik untuk mengetahui adanya abnormalitas kromosom Y pada penderita ambigus genitalia. Abnormalitas kromosom Y dideskripsikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH Y

UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH Y UNIVERSITAS INDONESIA STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI JAKARTA BARAT TAHUN 2009 SKRIPSI DESSY SEPTIANINGSIH 010500053Y FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM JAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI RASA NYERI DAN DRY SOCKET PASCA EKSTRAKSI PADA PASIEN USIA 17-76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN MORTALITAS DI RUMAH SAKIT PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG AKUT DI LIMA RUMAH SAKIT DI INDONESIA PADA DESEMBER 2005 DESEMBER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA DISLIPIDEMIA DENGAN ANGKA MORTALITAS GAGAL JANTUNG AKUT SELAMA PERAWATAN DI LIMA RUMAH SAKIT DI INDONESIA PADA BULAN DESEMBER 2005 DESEMBER 2006 SKRIPSI OMAR LUTHFI

Lebih terperinci

Krisis Adrenal pada Bayi dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital

Krisis Adrenal pada Bayi dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital Artikel Asli Krisis Adrenal pada Bayi dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital Suri Nurharjanti H, Bambang Tridjaja Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, RS Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG Dwirama Ivan Prakoso Rahmadi, 1110062 Pembimbing I : dr. Sri Nadya J Saanin, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

DIVISI ENDOKRINOLOGI ANAK FKUSU/RSHAM Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. DR. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

DIVISI ENDOKRINOLOGI ANAK FKUSU/RSHAM Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. DR. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA DIVISI ENDOKRINOLOGI ANAK FKUSU/RSHAM Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK DR. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Sekumpulan gejala dan tanda klinis akibat peningkatan kadar glukokortikoid (kortisol) dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI KOMPLIKASI PASCA EKSTRAKSI (PERDARAHAN DAN DRY SOCKET) PADA PASIEN USIA 21 76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA 1 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR DUKUNGAN SUAMI DAN FAKTOR PENGETAHUAN IBU MENGENAI ASI HUBUNGANNYA DENGAN LAMA PEMBERIAN ASI PADA IBU PEGAWAI SWASTA DI BEBERAPA PERUSAHAAN DI JAKARTA SKRIPSI ANINDITA WICITRA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN PERUBAHAN LETAK SERABUT SARAF DENGAN TIPE RADANG PADA PASIEN YANG DIDIAGNOSIS SECARA HISTOPATOLOGI APENDISITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL CIPTO MANGUNKUSUMO TAHUN

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

AKTIVITAS SPESIFIK KATALASE JARINGAN JANTUNG TIKUS YANG DIINDUKSI HIPOKSIA HIPOBARIK AKUT BERULANG SKRIPSI

AKTIVITAS SPESIFIK KATALASE JARINGAN JANTUNG TIKUS YANG DIINDUKSI HIPOKSIA HIPOBARIK AKUT BERULANG SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA AKTIVITAS SPESIFIK KATALASE JARINGAN JANTUNG TIKUS YANG DIINDUKSI HIPOKSIA HIPOBARIK AKUT BERULANG SKRIPSI Silvia F S 0105001529 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PREVALENS OBESITAS PADA ANAK TAMAN KANAK- KANAK DI KELURAHAN CIKINI, KECAMATAN MENTENG, DKI JAKARTA, DAN HUBUNGANNYA DENGAN MELEWATKAN MAKAN PAGI SKRIPSI IRENE PURNAMAWATI 0105000891

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. World Health Organization (WHO) mendefinisikan. obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. World Health Organization (WHO) mendefinisikan. obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang menimbulkan risiko gangguan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

57 konsentrasi pada profil sitogenetik kromosom Y penderita. Berdasarkan hal ini, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran abnormalitas kr

57 konsentrasi pada profil sitogenetik kromosom Y penderita. Berdasarkan hal ini, maka dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran abnormalitas kr 56 BAB 6 RINGKASAN Ambigus genitalia adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya organ genitalia eksterna yang tidak jelas lakilaki atau perempuan, atau mempunyai gambaran kedua jenis kelamin. Kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju maupun negara berkembang. 1 Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit distrofi otot Duchenne dan Becker (Duchenne Muscular. kongenital terkait kromosom X yang disebabkan adanya mutasi pada gen

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit distrofi otot Duchenne dan Becker (Duchenne Muscular. kongenital terkait kromosom X yang disebabkan adanya mutasi pada gen BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Penyakit distrofi otot Duchenne dan Becker (Duchenne Muscular Dystrophy/DMD dan Becker Muscular Dystophy/BMD) merupakan penyakit kongenital terkait kromosom X yang

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RS dr. Kariadi/ FK Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini terjadi masa pubertas yang merupakan keterkaitan antara proses-proses neurologis dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. TINGKAT AKUMULASI PLAK GIGI PADA PEREMPUAN PASKAMENOPAUSE (Penelitian Klinis di Wilayah Bekasi) SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA. TINGKAT AKUMULASI PLAK GIGI PADA PEREMPUAN PASKAMENOPAUSE (Penelitian Klinis di Wilayah Bekasi) SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA TINGKAT AKUMULASI PLAK GIGI PADA PEREMPUAN PASKAMENOPAUSE (Penelitian Klinis di Wilayah Bekasi) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar akademis Sarjana

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA FAKTOR USIA PADA WANITA PESERTA PROGRAM PENAPISAN KANKER LEHER RAHIM DENGAN PENDEKATAN SEE & TREAT : UNTUK DETEKSI LESI PRAKANKER DAN PENGOBATAN DENGAN TERAPI BEKU SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011 vi ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011 Aggie, 2011; Pembimbing I : DR. Felix Kasim, dr., M. Kes. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam

Lebih terperinci

ANGKA KEMATIAN PASIEN PNEUMONIA DI ICU DAN. HCU RSUP dr. KARIADI

ANGKA KEMATIAN PASIEN PNEUMONIA DI ICU DAN. HCU RSUP dr. KARIADI ANGKA KEMATIAN PASIEN PNEUMONIA DI ICU DAN HCU RSUP dr. KARIADI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil penelitian Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr. Kariadi/FK Undip Semarang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2012 Erfina Saumiandiani, 2013 : Pembimbing I : dr. Dani,M.Kes.

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014 Ady Muhammad Hartono, 1210218 Pembimbing I : Sri Nadya J. Saanin, dr., Mkes Pembimbing II: Winsa Husin,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN FAKTOR PENGGUNAAN KONTRASEPSI TERHADAP ANGKA KEJADIAN KANKER OVARIUM DI RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA BERDASARKAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIK TAHUN 2003-2007 SKRIPSI RANDY

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KARAKTERISTIK LETAK PERFORASI APENDIKS DAN USIA PADA PASIEN YANG DIDIAGNOSIS MENDERITA APENDISITIS PERFORASI DI RSUPNCM PADA TAHUN 2005 HINGGA 2007 SKRIPSI Ade Sari Nauli Sitorus

Lebih terperinci

AZIMA AMINA BINTI AYOB

AZIMA AMINA BINTI AYOB Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011-2012 AZIMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah penyakit ganas pada serviks uterus yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) grup onkogenik resiko tinggi, terutama HPV 16 dan 18.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung

ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung ABSTRAK Gambaran Karakteristik Penderita Akne Vulgaris di Klinik Spesialis Kulit dan Kelamin Sakura Derma Bandung Regina Emmanuela Gusti Pratiwi, 2016 Pembimbing I : dr. Dani M.kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

JUMLAH KEMATIAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - DESEMBER 2014

JUMLAH KEMATIAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - DESEMBER 2014 JUMLAH KEMATIAN PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - DESEMBER 2014 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 38 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu penyakit saraf dan genetika 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di RSUP Dr.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DISTRIBUSI FREKUENSI CELAH BIBIR DAN LANGITAN DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 1998 DAN 2000

UNIVERSITAS INDONESIA DISTRIBUSI FREKUENSI CELAH BIBIR DAN LANGITAN DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 1998 DAN 2000 UNIVERSITAS INDONESIA DISTRIBUSI FREKUENSI CELAH BIBIR DAN LANGITAN DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 1998 DAN 2000 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anak a. Definisi Banyak perbedaan definisi dan batasan usia anak, menurut Depkes RI tahun 2009, kategori umur anak ialah usia 5-11 tahun. Undang- undang nomor

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR.

HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN KOLONOSKOPI PADA PASIEN KELUHAN BERAK DARAH DENGAN KEJADIAN TUMOR KOLOREKTAL DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusununtuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembentukan manusia yang berkualitas dimulai sejak masih di dalam kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat proses

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008

UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008 UNIVERSITAS INDONESIA KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK BALITA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI RUMAH SAKIT MARY CILEUNGSI HIJAU BOGOR, MARET 2008 SKRIPSI YUSIE LUCIANA PERMATA 0105001928 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014

BAB IV METODE PENELITIAN. Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. RSUP Dr. Kariadi Semarang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Anak Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis dan Mikrobiologi Klinik. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Pengambilan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT ATRIAL SEPTAL DEFECT DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG, PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Renaldy, 2010 Pembimbing I :dr. Sri Nadya Saanin M.Kes Pembimbing II :dr. Evi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang 21 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang yang digunakan dari kelahiran sampai dewasa. Dengan menentukan usia tulang, berarti menghitung

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN 2007-2009 Oleh : AZIZI BIN AZIZAN 070100390 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS RAWAT INAP TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSCM DENGAN METODE SERVQUAL TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS RAWAT INAP TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSCM DENGAN METODE SERVQUAL TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS RAWAT INAP TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSCM DENGAN METODE SERVQUAL TESIS APRIYAN LESTARI PRATIWI 0806480460 FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN ANGKA MORTALITAS GAGAL JANTUNG AKUT DI LIMA RUMAH SAKIT DI INDONESIA PADA BULAN DESEMBER 2005-2006 SKRIPSI ENI INDRAWATI 0105007098

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi retrospektif dan dilakukan menggunakan pendekatan cross sectional untuk mencari hubungan antara kadar HDL dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian Ilmu Penyakit Dalam.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian Ilmu Penyakit Dalam. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL YANG DIRAWAT-INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI JUNI 2005

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL YANG DIRAWAT-INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI JUNI 2005 ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL YANG DIRAWAT-INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JULI 2002- JUNI 2005 Mirantia Umi Budiarti, 2006 Pembimbing : Roni Rowawi, dr, SpOG

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organ seksual seorang wanita. Dimana definisi menstruasi adalah keluarnya darah,

BAB I PENDAHULUAN. organ seksual seorang wanita. Dimana definisi menstruasi adalah keluarnya darah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amenore adalah tidak terjadinya atau abnormalitas siklus menstruasi seorang wanita pada usia reproduktif. 1 Menstruasi merupakan tanda penting maturitas organ seksual

Lebih terperinci

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH.

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH. PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA PASIEN ANAK DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI HINGGA DESEMBER 2009 KARYA TULIS ILMIAH Oleh : FATHIRAH AINA BT. ZUBIR NIM : 070100405 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KEBIASAAN MAKAN CEPAT SAJI (FAST FOOD MODERN), AKTIVITAS FISIK DAN FAKTOR LAINNYA DENGAN STATUS GIZI PADA MAHASISWA PENGHUNI ASRAMA UI DEPOK TAHUN 2009 SKRIPSI EVI HERYANTI NPM :

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Penyakit Dalam 4.2. Tempat dan waktu penelitian Ruang lingkup tempat : Instalasi Rekam Medik untuk pengambilan data

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA FAKTOR PENDIDIKAN PADA WANITA PESERTA PROGRAM PENAPISAN KANKER LEHER RAHIM DENGAN PENDEKATAN SEE AND TREAT : UNTUK DETEKSI LESI PRAKANKER DAN PENGOBATAN DENGAN TERAPI BEKU

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM :

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANTAN PECANDU UNTUK KEMBALI MENYALAHGUNAKAN NARKOBA (RELAPS) TESIS NAMA: NURMIATI HUSIN NPM : 0606154295 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular. Terjadinya transisi epidemiologi ini disebabkan oleh terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DISTRIBUSI FREKUENSI CELAH BIBIR DAN LANGITAN DI RSAB HARAPAN KITA TAHUN 1996 DAN 1999 SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA DISTRIBUSI FREKUENSI CELAH BIBIR DAN LANGITAN DI RSAB HARAPAN KITA TAHUN 1996 DAN 1999 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA DISTRIBUSI FREKUENSI CELAH BIBIR DAN LANGITAN DI RSAB HARAPAN KITA TAHUN 1996 DAN 1999 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi GINZA

Lebih terperinci

ASUHAN. Kompetensi Bidan di. Disusun oleh : R commit to user

ASUHAN. Kompetensi Bidan di. Disusun oleh : R commit to user ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI PADA NY. T UMUR 32 TAHUN DENGAN AMENOREE SEKUNDER DI RSUD SURAKARTA KARYAA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Ujian Akhir Program Kompetensi

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR ASAM URAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DAN TANPA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR

PERBEDAAN KADAR ASAM URAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DAN TANPA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR PERBEDAAN KADAR ASAM URAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DAN TANPA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAYIDIMAN MAGETAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE Paulin Yuliana, 2011 Pembimbing I Pembimbing II : Winny Suwindere, drg., MS. : Adrian Suhendra, dr.,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA 64 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA 10-59 BULAN YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan Cross Sectional yang menghubungkan antara perbedaan jenis kelamin dengan derajat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA INSIDENNYA DI WILAYAH KECAMATAN CIMANGGIS, KOTA DEPOK TAHUN 2005-2008 SKRIPSI Lila Kesuma

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN ANAK TB PARU RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN ANAK TB PARU RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012 POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN ANAK TB PARU RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012 SKRIPSI OLEH: ZAFIRAH RUMALIA NASUTION NIM 111524043 PROGRAM EKSTENSI

Lebih terperinci