BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini (Arief 2001). Menurut Arief (2001) hutan hujan tropis mempunyai suhu bulanan ratarata 20 C 50 C dengan curah hujan mm per tahun. Hutan hujan tropis terdapat di Amerika Selatan (lembah Amazone), Amerika Tengah, Afrika (lembah Congo), dan Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, dan Filipina). Jenisjenis pohon yang tumbuh untuk Amerika, yaitu: Swietinia, Mora, Cedrella, Ocotea, dan Virolla. Jenis-jenis pohon yang tumbuh untuk Afrika, yaitu: Terminalia, Khaya, Triplochiton, dan Anchomea. Sedangkan jenis-jenis pohon yang tumbuh untuk Asia Tenggara adalah Dipterocarpaceae. Dalam UU RI No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian hutan dapat ditinjau dari beberapa faktor antara lain: wujud biofisik lahan dan tumbuhan, fungsi ekologi, kepentingan kegiatan operasional pengelolaan atau kegiatan tertentu lainnya, dan status hukum lahan hutan (Suhendang 2002). Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan. Satu sama lain saling terikat dalam hubungan ketergantungan. Untuk dapat dikategorikan sebagai hutan, sekelompok pepohonan harus mempunyai tajuk yang cukup rapat, sehingga merangsang pemangkasan alami dengan cara menaungi ranting dan dahan di bagian bawah, serta menghasilkan tumpukan bahan organik (serasah) yang sudah terurai maupun yang belum di atas tanah mineral (Indriyanto 2008). Menurut Simbolon et al. (1989) diacu dalam Indriyanto (2008), hutan hujan tropis memiliki ciri, yaitu: terdapat pada daerah beriklim basah, tanah

2 6 kering, pedalaman, dan berupa hutan campuran didominasi oleh pohon-pohon yang selalu hijau. Di Indonesia, hutan hujan tropik terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Hutan tersebut mempunyai lebih kurang 3000 jenis pohon besar dan termasuk ke dalam 450 marga atau genus (Arief 1994, diacu dalam Indriyanto 2008). Isi tegakan hutan hujan tropika didominasi oleh pohon-pohon yang selalu hijau dan tidak mengenal periode menggugurkan daun. Menurut tinggi tempatnya hutan hujan tropik dibedakan menjadi 3 zone sebagai berikut (Indriyanto 2008): Zone 1 : mdpl; hutan hujan bawah Zone 2 : mdpl; hutan hujan tengah Zone 3 : mdpl; hutan hujan atas 2.2 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) Menurut Darjadi dan Hardjono (1976) diacu dalam Indriyanto (2008), sistem silvikultur adalah proses pemeliharaan, penebangan, penggantian sesuatu tegakan hutan untuk menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya dalam bentuk tertentu. Silvikultur TPTI adalah serangkaian tindakan yang dilakukan secara berencana terhadap tegakan tidak seumur untuk mamacu pertumbuhan tegakan sesuai dengan keadaan hutan dan tapaknya sehingga terbentuk tegakan tertata, yakni yang optimal dan lestari. Tujuan TPTI adalah terbentuknya struktur dan komposisi tegakan hutan alam tak seumur yang optimal dan lestari sesuai dengan sifat-sifat biologi dan keadaan tempat tumbuh aslinya. Ini ditandai dengan wujud tegakan yang mengandung jumlah pohon, tiang, permudaan jenis-jenis niagawi dengan mutu dan produktivitas tinggi, didampingi oleh sejumlah jenis pohon lainnya sehingga memenuhi tingkat keanekaragaman hayati yang diinginkan. Sasaran sistem TPTI adalah tegakan hutan alam produksi tidak seumur dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Untuk mencapai tujuan pelaksanaan TPTI, Departemen Kehutanan (1993) membuat acuan, sebagai berikut: 1. Pengaturan komposisi jenis pohon di dalam hutan yang diharapkan dapat lebih menguntungkan baik ditinjau dari segi ekologi maupun ekonomi.

3 7 2. Pengaturan struktur/kerapatan tegakan yang optimal di dalam hutan yang diharapkan dapat memberikan peningkatan produksi kayu bulat dari tegakan sebelumnya. 3. Terjaminnya fungsi hutan dalam rangka pengawetan tanah dan air. 4. Terjaminnya fungsi perlindungan hutan. Pelaksanaan sistem silvikultur TPTI dalam pengusahaan hutan dimaksudkan untuk mengatur kegiatan penebangan dan pembinaan hutan alam produksi yang mempunyai jumlah pohon inti minimal 25 pohon per hektar. Pohon inti adalah pohon jenis komersial berdiameter 20 cm yang akan membentuk tegakan utama yang akan ditebang pada rotasi tebangan berikutnya. Pohon inti yang ditunjuk, diutamakan terdiri dari pohon-pohon komersial yang sama dengan pohon yang ditebang. Seandainya jumlahnya masih kurang dari 25 pohon per hektar dapat ditambah dari jenis kayu lain (Departemen kehutanan 1993). Sistem silvikultur TPTI merupakan sistem yang paling sedikit mengubah ekosistem hutan di hutan produksi yang merupakan hutan alam campuran tak seumur, dibanding sistem silvikultur lainnya. Sistem TPTI diharapkan menjadi modifikasi dari peristiwa alami di dalam hutan dengan menyingkirkan pohonpohon yang tua agar ruang yang dipakai dapat dimanfaatkan oleh pohon-pohon muda yang masih produktif (Departemen Kehutanan 1993). 2.3 Biomassa, Karbon dan Cara Pendugaannya Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per hektar (Brown 1997). Menurut Whitten et al. (1984) biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha). Biomassa dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu: biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Menurut Hairiah (2002) yang termasuk ke dalam komponen biomassa di atas permukaan tanah adalah semua vegetasi di atas permukaan tanah yang masih hidup termasuk semak-semak, tumbuhan bawah, dan bagian-bagian vegetasi yang mati (nekromassa) termasuk serasah di atas permukaan tanah, tunggak yang mati, batang, cabang, dan ranting.

4 8 Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Jumlah biomassa di dalam hutan adalah hasil dari perbedaan antara produksi melalui fotosintesis dengan konsumsi melalui respirasi dan proses penebangan (Whitten et al. 1984). Menurut Chapman (1976) secara garis besar metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua cara yaitu : 1. Metode Pendugaan Langsung (destructive sampling) a. Metode Pemanenan Individu Tanaman Metode ini dapat digunakan pada tingkat kerapatan yang cukup rendah dan komunitas dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh. b. Metode Pemanenan Kuadrat Metode ini mengharuskan memanen semua individu dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik tumbuhan yang dipanen di dalam suatu unit area contoh. c. Metode Pemanenan Individu Pohon yang Mempunyai Luas Bidang Dasar Rata-rata Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata diameternya dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau jumlah berat dari semua pohon contoh yang digandakan dengan rasio antara luas bidang dasar dari semua pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang dasar dari semua pohon contoh. 2. Metode Pendugaan Tidak Langsung (non destructive sampling) a. Metode Hubungan Allometrik Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antar dimensi pohon dengan biomassanya. Sebelum membuat persamaan

5 9 tersebut, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dari suatu unit area tertentu. b. Metode Crop Meter Pendugaan biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan yang terletak antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan alat tersebut. Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon, yaitu: pendekatan pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian dirubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha), sedangkan pendekatan kedua dengan menggunakan persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan allometrik. Persamaan allometrik digunakan untuk mempermudah pendugaan biomassa berdasarkan parameter pohon hidup dengan mengukur dimensi pohon atau tegakan yang mudah diukur, biasanya menggunakan diameter setinggi dada (Dbh) sebagai dasar pendugaan. Metode ini menggunakan biomassa sebagai fungsi dari diameter pohon dengan persamaan sebagai berikut : Biomassa di atas tanah (Y) = a D b Keterangan : Y = biomassa pohon (kg) D = diameter setinggi dada (130 cm) a dan b merupakan konstanta Menurut Ketterings et al. (2001) metode yang paling akurat dalam pengukuran biomassa tegakan di atas permukaan tanah adalah dengan cara menimbang biomassa pohon secara langsung di lapangan, tetapi metode tersebut membutuhkan banyak waktu, sangat merusak, dan pada umumnya terbatas pada area yang sempit serta ukuran pohon yang kecil. Pendugaan biomassa meggunakan metode non destructive dengan allometrik bisa lebih cepat dilaksanakan dan area yang lebih luas bisa dijadikan contoh. Persamaan allometrik sering digunakan pada studi-studi ekologi dan inventarisasi hutan

6 10 dalam menduga hubungan antara diameter setinggi dada atau variabel-variabel lain yang mudah diukur dengan volume pohon atau biomassa pohon. Penetapan persamaan allometrik yang akan digunakan dalam pendugaan biomassa merupakan tahapan penting proses pendugaan biomassa. Setiap persamaan allometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Penelitian Brown (1997) telah menghasilkan persamaan allometrik untuk menduga biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di hutan alam tropis. Pada Tabel 1 disajikan beberapa persamaan allometrik yang telah dibuat untuk menduga biomassa di hutan alam tropis berdasarkan perbedaan curah hujan. Persamaan tersebut dikembangkan dari data 371 pohon dari 3 daerah tropis dengan rentang diameter antara cm yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Tabel 1 Persamaan allometrik untuk menduga biomassa di hutan alam tropis berdasarkan zona iklim Jumlah Kisaran Dbh Zona Iklim Persamaan Contoh R 2 (cm) Pohon Y = exp[-1, ,32 * ln(d)] ,89 Kering Y = 10^[-0,535 + log 10 (BA)] ,94 Lembab Y = 42,69 12,800(D) + 1,242(D 2 ) ,84 Y = exp[-2, ,530 * ln(d)] 0,97 Basah Y = 21,297 6,953(D) + 0,740(D 2 ) ,92 Sumber : Brown (1997) Keterangan : Y = biomassa per pohon (kg) D = diameter pohon setinggi dada (cm) BA = basal area (cm 2 ) Persamaan tersebut diperuntukkan untuk 3 zona iklim yang berbeda, yaitu: kering, lembab dan basah. Suatu tempat dikatakan masuk dalam zona kering apabila curah hujan lebih rendah dibandingkan dengan potensial evapotranspirasi (misalnya curah hujan < 1500 mm/th dan periode kering selama beberapa bulan). Zona lembab adalah zona yang curah hujannya mendekati seimbang dengan potensial evapotranspirasi (misalnya curah hujan antara mm/th dengan tanpa periode kering atau periode kering sangat pendek). Zona basah

7 11 mempunyai curah hujan yang lebih besar dari potensial evapotranspirasi (misalnya > 4000 mm/th dan tanpa periode kering). Dalam inventarisasi karbon hutan, pool karbon (carbon pool) yang diperhitungkan setidaknya ada 4 pool karbon. Keempat pool karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati, dan karbon organik tanah. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari pool karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji, dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah. Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan. Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut. Karbon di hutan alam dapat diduga dengan menggunakan pendugaan biomassa hutan. Brown (1997) menyatakan bahwa umumnya 50% dari biomassa hutan tersusun atas karbon. IPCC (2006) menyatakan bahwa konsentrasi karbon dalam bahan organik adalah sekitar 47%, dengan demikian estimasi jumlah karbon tersimpan dapat dihitung dengan mengalikan total berat massanya dengan konsentrasi karbon, yaitu: total biomassa dikalikan dengan konsentrasi karbon dalam biomassa sebesar 0,47. Untuk memperhitungkan besarnya potensial emisi karbon akibat kegiatan pemanenan kayu, maka dapat diduga dari besarnya biomassa hutan yang terdapat pada pohon yang di panen/ditebang, pohon yang mengalami kerusakan akibat kegiatan penebangan dan dari pohon yang mengalami kerusakan akibat kegiatan penyaradan.

8 12 Total emisi karbon tahunan merupakan fungsi dari faktor-faktor, yaitu: (1) Luas areal yang ditebang per tahun; (2) Jumlah kayu yang dipanen per unit area (ha) per tahun; (3) Jumlah limbah per ha per tahun yang merupakan sisa penebangan, pohon yang rusak/mati akibat penebangan, kematian pohon akibat jalan sarad, jalan angkut, TPn, logyard; (4) Biomassa kayu yang dipakai lama sebagai produk kayu (GOFC gold 2009). 2.4 Mengapa Karbon (C) Tersimpan Perlu Diukur Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi, antara lain: peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dan nitrogen oksida (N 2 O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiah & Rahayu 2007). Konsentrasi GRK di atmosfir meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain: pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil emisi CO 2 terbesar di dunia. Indonesia berada di bawah Amerika Serikat dan China dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO 2 per tahun atau menyumbang 10% dari emisi CO 2 di dunia (Hairiah & Rahayu 2007). Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO 2 ) yang diserap dari udara, serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO 2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan

9 13 dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfir yang diserap oleh tanaman (Hairiah & Rahayu 2007). Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestry) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = C sink) yang jauh lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO 2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO 2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO 2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO 2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO 2 ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO 2 yang berlebihan di udara. Jumlah C tersimpan dalam setiap penggunaan lahan tanaman, serasah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai cadangan C. Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya, serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah) (Hairiah & Rahayu 2007). Penebangan hutan akan menyebabkan terbukanya permukaan tanah terhadap radiasi dan cahaya matahari. Dampak langsungnya adalah meningkatnya suhu tanah dan turunnya kadar air tanah. Dampak langsung lainnya dari kegiatan penebangan hutan adalah menurunnya cadangan karbon atas permukaan (aboveground carbon stocks) dan selanjutnya akan mempengaruhi penyusutan cadangan karbon bawah permukaan (below-ground carbon stocks) (Murdiyarso et al. 2004).

10 14 Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu: pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO 2 ke atmosfir melalui proses dekomposisi dan pembakaran. Diperkirakan sekitar 60 Pg (1 Pg = 1 Gt) karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap tahunnya, dan sebesar 0,7 ± 1,0 Pg karbon diserap oleh ekosistem daratan. Alih guna lahan dan konversi hutan merupakan sumber utama emisi CO 2 dengan jumlah sebesar 1,7 ± 0,6 Pg karbon per tahun. Apabila laju konsumsi bahan bakar dan pertumbuhan ekonomi global terus berlanjut seperti yang terjadi pada saat ini, maka dalam jangka waktu 100 tahun yang akan datang suhu global rata-rata akan meningkat sekitar 1,7-4,50 C (Rahayu et al. 2007). Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertanian melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO 2 yang mampu diserap oleh hutan dan daratan secara keseluruhan. Dampak konversi hutan ini baru terasa apabila diikuti dengan degradasi tanah dan hilangnya vegetasi, serta berkurangnya proses fotosintesis akibat munculnya hutan beton serta lahan yang dipenuhi bangunan-bangunan dari aspal sebagai pengganti tanah atau rumput. Meskipun laju fotosintesis pada lahan pertanian dapat menyamai laju fotosintesis pada hutan, namun jumlah cadangan karbon yang terserap lahan pertanian jauh lebih kecil. Selain itu, karbon yang terikat oleh vegetasi hutan akan segara dilepaskan kembali ke atmosfir melalui pembakaran, dekomposisi sisa panen maupun pengangkutan hasil panen. Masalah utama yang terkait dengan alih guna lahan adalah perubahan jumlah cadangan karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg per ha C yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 Mg per ha C. Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan cara, yaitu: (1) Mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut, dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (2) Meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu, dan (3) Mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui secara langsung maupun

11 15 tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Rahayu et al. 2007). Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut: (1) Meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (2) Menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (3) Mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Hairiah & Rahayu 2007). Untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat. Hal ini tidak berlaku pada tanah gambut (Rahayu et al. 2007). Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah. Biomasa pohon (dalam berat kering) dihitung menggunakan allometric equation berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah (Rahayu et al. 2007). 2.5 Potensi Stok Karbon di Hutan Alam Tropika Hutan merupakan reservoir dari karbon yang cukup besar adalah sekitar 350 GTC (Giga Ton Carbon) dari 550 GTC yang ada di biota daratan. Rosot karbon di hutan akan berpengaruh terhadap perubahan neraca karbon hutan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi sumber karbon di hutan (Channel 1996, diacu dalam Junaedi 2007). Penyerapan karbon oleh hutan ditentukan melalui proses penangkapan dalam proses fotosintesis dan pelepasan karbon melalui respirasi. Karbon yang ditangkap dan dilepaskan akan mempengaruhi produktifitas ekosistem bersih (NEP). Menurut Johnsen et al. (2001) diacu dalam Junaedi (2007), besarnya NEP oleh hutan sebesar pound karbon/ha/tahun.

12 16 Suhendang (2002) menyatakan bahwa sumberdaya hutan di Indonesia memiliki potensi tinggi dalam hal keanekaragaman hayati dan potensi penyerapan karbon. Diperkirakan hutan di Indonesia yang luasnya 120,4 juta hektar mampu menyerap dan menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Lokasi utama cadangan karbon di hutan alam tropika, yaitu: di atas permukaan tanah (vegetasi hutan) dan di dalam permukaan tanah (Van Noordwijk et al. 1997). Lasco (2002) menyatakan bahwa cadangan karbon di hutan tropis asia berkisar antara ton C/ha untuk vegetasi dan ton C/ha untuk tanah. Sedangkan menurut Murdiyarso et al. (1994) bahwa hutan tropis di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan karbon berkisar antara ton C/ha. Akumulasi kandungan biomassa hutan dipengaruhi oleh teknik pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur yang digunakan. Kandungan biomassa di hutan hujan tropika Asia Tenggara berkisar antara ton/ha (berat kering oven) termasuk biomassa akar (Pinard & Putz 1997, diacu dalam Junaedi 2007). Proses pelepasan cadangan karbon ke atmosfir dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya intensitas pemanenan hutan dan proses dekomposisi (Ojima et al. 1996, diacu dalam Junaedi 2007). Hasil penelitian Van Noordwijk et al. (1997) menyatakan bahwa cadangan karbon di hutan alam Jambi dapat melebihi 50 kg/m 2, dimana 80% cadangan karbon terdapat pada pohon, 10% pada pohon yang sudah mati dan 10% berada pada tanah. Sedangkan pada hutan sekunder 10 tahun, penurunan cadangan biomassa terlihat sangat nyata yang berakibat cadangan karbonnya semakin menurun drastis. 2.6 Sistem Informasi Geografis Konsep Dasar Sejak pertengahan 1970-an, telah dikembangkan sistem-sistem yang secara khusus dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferensi geografis dalam berbagai cara dan bentuk. Masalah-masalah tersebut mencakup pengorganisasian data dan informasi, menempatkan informasi pada lokasi tertentu, melakukan komputansi, memberikan ilustrasi keterhubungan satu sama lainnya (koneksi), beserta analisis-analisis spasial lainnya. Sebutan umum untuk sistem-sistem yang menangani masalah-masalah tersebut adalah Sistem Informasi

13 17 Geografis (SIG). SIG dipandang sebagai hasil dari perkawinan antara sistem komputer untuk bidang Kartografi (CAC: computer assisted cartografi) atau sistem komputer untuk bidang perancangan (CAD: computer aided design) dengan teknologi basis data (database) (Prahasta 2002). Gambar 1 Model dunia nyata (Prahasta 2002). Pada dasarnya, data geografi hanya disajikan di atas peta dengan menggunakan simbol, garis, dan warna. Sebuah peta menjadi media yang efektif baik sebagai alat presentasi maupun sebagai bank tempat penyimpanan data geografis. Namun, media peta masih mengandung kelemahan dan keterbatasan. Informasi-informasi yang tersimpan, diproses dan dipresentasikan dengan suatu cara tertentu, dan biasanya untuk tujuan tertentu pula. Tidak mudah untuk merubah bentuk presentasi ini. Sebuah peta selalu menyediakan gambar atau simbol unsur geografi dengan bentuk yang tetap (statik), meskipun diperlukan untuk berbagai kebutuhan yang berbeda. Bila dibandingkan dengan peta, SIG memiliki keunggulan inheren karena penyimpanan data dan presentasinya dipisahkan. Dengan demikian, data dapat dipresentasikan dalam berbagai cara dan bentuk (Prahasta 2002) Pengertian Menurut Prahasta (2002) pada dasarnya istilah sistem informasi goegrafis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok, yaitu: sistem, informasi, dan geografis. Sistem Informasi Geografis adalah sistem berbasis komputer yang

14 18 terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumberdaya manusia (brainware) yang mampu merekam, menyimpan, memperbaharui, menampilkan, dan menganalisis informasi yang bereferensi geografis (Jaya 2002). Menurut Aronoff (1989) diacu dalam Prahasta (2002), SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografi, sebagai berikut: 1. Masukan 2. Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) 3. Analisis dan manipulasi data 4. Keluaran Komponen Utama Sistem Informasi Geografis (SIG) Menurut Prahasta (2002) SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Menurut Gistut (1994) diacu dalam Prahasta (2002), SIG terdiri dari beberapa komponen, sebagai berikut: 1. Perangkat keras Pada saat ini, SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multi user host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan 18able1818r yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (harddisk) yang besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar. Walaupun demikian, fungsionalitas SIG tidak terikat secara ketat terhadap karakteristik-karakteristik fisik perangkat keras ini sehingga keterbatasan memori pada PC-pun dapat diatasi. Adapun perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah 18able1818r (PC), mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner. 2. Perangkat lunak Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan 18able18 perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci.

15 19 Setiap sub sistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan jika ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan program (*.exe) yang masing-masing dieksekusi sendiri. 3. Data dan informasi geografi SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara mengimport-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari 19abletabel dan laporan dengan menggunakan keyboard. 4. Manajemen Suatu proyek SIG akan berhasil jika dimanage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yg memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan Perangkat Lunak ArcGIS Desktop dan ArcView GIS ArcGIS Desktop Menurut Awaludin (2010) ArcGIS Desktop adalah sebuah solusi software aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang integral. Di dalam ArcGIS desktop terdapat beberapa aplikas Sistem Informasi Geografis yang memiliki fungsi berbeda-beda, antara lain: ArcMap, ArcCatalog, dan ArcReader. ArcGIS dikembangkan oleh ESRI (Environmental System Research Institute), sebuah perusahaan yang memfokuskan diri pada solusi pemetaan digital terintegrasi. ArcGIS Desktop adalah salah satu dari sekian banyak produk yang saling terkait di bidang pemetaan digital yang dikembangkan oleh ESRI (Awaludin 2010) ArcView GIS ArcView merupakan sebuah software pengolah data spasial. Software ini memiliki berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan pengolah data spasial. ArcView memiliki kemampuan dalam pengolahan atau editing arc, menerima atau konversi dari data digital lain seperti CAD, atau dihubungkan dengan data image seperti format JPG, TIFF, atau image gerak.

16 20 Budiyanto (2002) ArcView terdapat beberapa proyek yang masing-masing isi dari proyek tersebut saling terkait namun memiliki fungsi dan peran yang berbeda Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Menurut Jaya (2002) pada bidang kehutanan, SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah keruangan (spasial) mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan (polygon), batas (line atau Arc) dan lokasi (point). Data spasial (peta) yang umum digunakan di bidang kehutanan, sebagai berikut: 1. Peta Rencana Tata Ruang, 2. Peta Tata Guna Hutan, 3. Peta Rupa Bumi (kontur), 4. Peta Jaringan Jalan, 5. Peta Jaringan Sungai, 6. Peta Tata Batas, 7. Peta Batas Unit Pengelolaan Hutan, 8. Peta Batas Administrasi Kehutanan, 9. Peta Tanah, 10. Peta Iklim, 11. Peta Geologi, 12. Peta Vegetasi (turunan dari foto udara atau citra satelit), 13. Peta Potensi Sumberdaya Hutan (volume kayu, jenis, kelas umur, dsb). Data spasial tersebut pada umumnya sangat terkait dengan data deskriptif (tabular) yang diperlukan dalam melakukan analisis suatu permasalahan. Mengingat kemampuan SIG yang cukup handal dalam menganalisis data spasial, penggunaan SIG di bidang kehutanan berkembang sedemikian pesat.

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI SISTEM IFORMASI GEOGRAFI A. DEFINISI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) Informasi permukaan bumi telah berabad-abad disajikan dalam bentuk peta. Peta yang mulai dibuat dari kulit hewan, sampai peta yang dibuat

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian SIG Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografi merupakan gabungan dari tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geografi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan adalah suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. Pohon merupakan bagian yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam berupa suatu ekosistem. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan untuk mengatasi masalah ketersediaan lahan dan peningkatan produktivitas lahan. Masalah yang sering timbul adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden TINJAUAN PUSTAKA A. Eucalyptus grandis Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: Divisio Sud Divisio Class Ordo Family Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global Pemanasan bumi disebabkan karena gas-gas tertentu dalam atmosfer bumi seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitro oksida (N 2 O) dan uap air membiarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gas Rumah Kaca Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang bertanggung jawab sebagai penyebab pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca yang utama adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Pendugaan Biomassa Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total berat kering bahan-bahan organik hidup yang terdapat di atas dan juga di bawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi

I. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian dari ekosistem alam sebagai assosiasi flora fauna yang didominasi oleh tumbuhan berkayu yang menempati areal yang sangat luas sehingga menciptakan

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Berdasarkan jumlah keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988) hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, namun kerusakan hutan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax: PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp: 0274 4332389 Fax: 0274 488476 0 PROPOSAL PENGUKURAN CADANGAN KARBON DALAM SKEMA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses. infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungan dengan proses meningkatnya suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efisiensi Pembakaran Efisiensi pembakaran menunjukkan sampai sejauh mana suatu bahan dapat terbakar dalam satuan persen. Bila pembakaran tidak sempurna, sebagian dari hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau keragaman iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat dari aktivitas manusia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o; L PEI\{DAITULUAIT 1.1 Latar Belakang Bahan tambang merupakan salah satu sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (amanat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih

Lebih terperinci

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan

Lebih terperinci

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah

Lebih terperinci