BANJAR PEKRAMAN. Studi Kasus Sistem Kekerabatan Masyarakat Bali di Desa Sari Bhuana, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BANJAR PEKRAMAN. Studi Kasus Sistem Kekerabatan Masyarakat Bali di Desa Sari Bhuana, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai"

Transkripsi

1 1

2 BANJAR PEKRAMAN Studi Kasus Sistem Kekerabatan Masyarakat Bali di Desa Sari Bhuana, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai Abstrak Nengah Arianto Budiasa. NIM Banjar Pekraman (Studi Kasus Sistem Kekerabatan Masyarakat Bali Di Desa Sari Bhuana, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai). Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I. Yoan Tamu, S,Ag., MA dan, pembimbing II Zainudin Latare S.Pd., M.Si. Yang menjadi tujuan utama dalam penelitian ini ialah mengetahui bagai mana fungsi sosial serta sanksi bagi pelanggar dalam Banjar Pekraman di Desa Sari Bhuana. Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif dengan jenis penelitian kualitatif, dengan sampel sebagian besar masyarakat yang bergabung dalam banjar Pekraman. Datadata yang diperlukan dalam penelitian ini sebagian diambil melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keseluruhan data dianalisis secara deskriptif yang dilanjutkan dengan penjelasan yang relevan dengan data yang diambil selama penelitian yang diperoleh dari masyarakat yang berhubungan dengan Banjar Pekraman. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa, Banjar Pekraman memiliki fungsi sosial yang sangat baik terutama fungsi sosial bagai pemerintahan desa, fungsi masyarakat dengan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kehidupan, dan fungsi sosial bagi kelestarian budaya dan tradisi masyarakat Bali di daerah transmigran. Penerapan sanksi terhadap pelangar Awigawig Banjar Pekraman tergantung dari pelanggaran yang dilakukan, sesuai dengan apa yang tercantum dalam Awig-awig Banjar Pekraman Desa Sari Bhuana dengan menyelesaikan secara kekeluargaan baik berupa denda secara fisik maupun denda dengan harta (materil). Kata Kunci : Banjar Pekraman, Awig-Awig. Nengah Arianto Budiasa, Nim: Pembimbing I. Yoan Tamu, S,Ag., MA dan, pembimbing II. Zainudin Latare S.Pd., M.Si. Abstract Nengah Arianto Budiasa. NIM Banjar Pekraman (case study friendship of Balinese people in Sari Bhuanavillage).Sociology Dapartment, Faculty of Social, State Gorontalo of University. Advisor I. Yowan Tamu, S,Ag., MA, advisor II. Zainudin Latare S,Pd., M.Si. Which the main goal of this research is to find out how social functions as well as sanctions for violators Banjar Pekraman in Sari Bhuana Village. This study uses descriptive approach with qualitative research, with a most sample of the people who join the Banjar Pekraman. The data required in this research is partly taken through observation, interviews, and documentation. The data were analyzed descriptively, followed by explanations that are relevant to the data taken during the study were obtained from the public relating to the Banjar Pekraman. From the results of the study showed that, Banjar Pekraman have excellent social functions primarily social functions like a village administration, functioning society to solve the problems of life, and social functions for the preservation of culture and traditions of the people of Bali in transmigration area. Sanctions against offender Awig-awig of Banjar Pekraman depending 2

3 on the offense committed, in accordance with what is stated in Awig-awig of Banjar Pekraman Sari Bhuana Village to resolve amicably either physically or penalty fines to the property Key words: Banjar Pekraman, Awig-awig Nengah Arianto Budiasa, Nim: Pembimbing I. Yoan Tamu, S,Ag., MA dan, pembimbing II. Zainudin Latare S.Pd., M.Si. PENDAHULUAN **** Bangsa Indonesia memiliki kemajemukan baik dalam adat istiadat golongan, bangsa, dan kesukuan. Hal ini kedudukannya sama dengan masing-masing agama yang memiliki pandangan berbeda dalam upacara adat, sama halnya dengan organisasi tradisional yang ada disetiap masyarakat, terutama pada masyarakat Bali. Salah satu kebudayaan yang masih eksis di Provinsi Sulawesi Tenggah atau lebih tepatnya di Desa Sari Bhuana 1, dimana masih memegang sistem kerja gotong royong. Dalam bahasa Bali disebut: Saleng Tulongen (gotong royong). Nilai sosial yang melandasi Saleng Tulongen ini dikenal dengan istilah Menyame Braye yaitu nilai hidup yang mengangap seluruh manusia adalah saudara, sehingga memiliki kewajiban untuk saling tolong menolong dan bergotong royong. Namun oleh masyarakat Bali gotong royong atau Saleng Tulongen ini diwadahi oleh satu organisasi yang disebut dengan Banjar Pekraman. Sebagai pusat dari Banjar, di Bali dikenal adanya Bale Banjar, 2 begitu juga dimasyarakat perantauan. Seperti di Desa Sari Bhuana misalnya mengenal juga Bale Banjar sebagai tempatnya. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacaraupacara keagaman yang keramat. Di daerah pegunungan, sifat keanggotaan Banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah Banjar tersebut. Sedangkan di daerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di Banjar itu. 1 Desa sari Bhuana adalah desa yang berada di Sulawesi Tengah, yang merupakan daerah transmigrasi masyarakat Bali dan Jawa Timur pada tahun Luas Desa Sari Bhuana sekitar 850 Ha, terdiri dari luas pertanian 635, 88 Ha, luas lahan tambak 15,25 Ha, dan luas permukiman 200,75 Ha. Dengan jumlah penduduk 759 laki-laki dan 713 perempuan. Mayoritas masyarakatnya berkerja sebagai petani, sekitar 290 KK beragama Hindu dan sekitar 87% telah mengenyam pendidikan. (data Desa Sari Bhuana tahun 2011). 2 Bale Banjar merupakan suatu bangunan (gedung) yang digunakan sebagai tempat musyawarah dan mufakat, oleh Krama Banjar (tempat berkumpulnya para anggota bila akan melakukan rapat rutin dan rapat dadakan), selain digunakan sebagai tempat rapat Bale Banjar juga biasa digunakan sebagai tempat belajar, dan pelestarian budaya Bali, seperti belajar menari dan belajar memainkan alat musik tradisional (Gong). 3

4 Orang dari wilayah lain, atau lahir dari wilayah lain, dan kebetulan menetap di Banjar bersangkutan, dipersilakan untuk menjadi anggota (Krama Banjar), 3 jika yang bersangkutan ingin dan mau bergabung di Banjar bersangkutan. Kemudian, Kelihan Banjar 4 (pemimpin) mengkehendaki orang tersebut bergabung dalam Banjar bersangkutan, maka orang yang bersangkutan berhak bergabung dalam Banjar bersangkutan. Banjar di kepalai oleh seorang kepala yang disebut Kelihan Banjar. Mengenai jumlah kelihan Banjar bervariasi ada hanya seorang saja dan ada yang lebih dari seorang. Kelihan Banjar dibantu oleh seorang juru tulis yang disebut Peyarikan. Dengan adanya perubahan sosial menyebabkan bertambahnya pula struktur Banjar. Di Desa Sari Bhuana struktur kepengurusan Banjar setelah Peyarikan ditambah dengan Bendahara. Namun ada juga dibeberapa Banjar tidak memakai jurutulis, dan bendahara melainkan merangkap dengan keliang Banjar. Di bawa kelihan Banjar ada Kesinoman, yang disebut juru arah. Jumlah Kesinoman menurut besar kecilnya anggota, biasanya berkisar antara dua sampai empat orang 5. Tugas Kesinoman adalah membantu Kelihan Banjar dan terutama sekali sebagai penghubung Kelihan Banjar dengan anggotanya. Di bawa Kesinoman, adalah anggota Banjar, yang disebut Krama Banjar. Kelihan Banjar dipilih oleh Krama Banjar, sedangkan Peyarikan, dan bendahara, ditunjuk oleh kelihan Banjar itu sendiri. Kesinoman bukan dipilih melainkan digilir dari setiap anggota. Mengenai masajabatan Kelihan Banjar, Peyarikan, dan bendahara, menganut dua sistem. Sistem yang pertama, tidak menentukan lama masa jabatan, dalam hal ini penggantian Kelihan tergantung pada dua hal, yaitu dia sendiri minta berhenti atau diberhentikan oleh Krama Banjar. Sistem yang kedua, masa jabatan Kelihan Banjar ditentukan berdasarkan lamanya yaitu lima tahun, begitu juga dengan lama masa jabatan Peyarikan dan bendahara. Sedangkan masa tugas Kesinoman selama enam bulan. Tugas Kalihan Banjar tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari Banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Tidak hanya itu ia juga harus memecahkan masalah yang menyangkut adat. 3 Krama Banjar merupakan pembagian dari suku kata Krama dan Banjar, krama yang artinya kumpulan orang-orang tua yang sudah menikah (berumah tangga), dan Banjar yang artinya penorganisasian atau pengelompokan sosial yang berdasarkan persekutuan hidup setempat atau kesatuan Wilayah, maka dari istilah tersebut dikenalah dengan Banjar Pekraman, sedangkan anggota masyarakatnya dikenal dengan Krama Banjar. 4 Kelihan Banjar merupakan pemimpin dari Banjar itu sendiri, jumlah Kelihan Banjar dalam Banjar Pekraman bervariasi sesuai dengan kesepakatan anggota ada yang berjumlah hanya seorang saja, dan ada yang sampai empat orang. 5 I Wayan Surpha (2002). Seputar Desa Pekraman Dan Adat Bali. Denpasar : Pustaka Bali Post, Hal 77. 4

5 Kadang Kelihan Banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan desa. Contonya: mengurus surat izin keramaian bila anggotanya akan mengadakan pesta atau upacara keagamaan dan menyelesaikan masalah-masalah sosial seperti perkelahian, perselingkuhan, dan pencurian melalui persidangan secara adat. Sejak awal dibentuknya, Desa Pakraman telah ditata untuk menjadi desa religius yaitu berlandaskan konsep-konsep dan nilai filosofis Agama Hindu. Suatu desa merupakan desa otonom (Sima Swantantra) bila telah memenuhi empat unsur sebagai syarat yang disebut Catur Bhuta Desa, yaitu Parimandala atau lingkungan wilayah desa, Karaman atau warga desa, Datu atau pengurus atau pemimpin desa, Tuah atau perlindungan dari tuhan atau Sang Hyang Widhi. Pemimpin suatu Desa Pakraman disebut Kelihan, Kubayan, Bayan, Kiha, Kumpi, Sanat, Tuha-tuha, atau Bendesa yang bermakna orang tua 6. Kelompok kecil dalam masyarakat disebut dengan keluarga, yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Di dalam bahasa Bali keluarga disebut Kuren, yang berasal dari Keren dapur. Orang yang sudah berkeluarga sendiri disebut Mapakuren atau Mekurenan, berdasarkan sistem kemasyarakatan di dalam suku Bali, bahwa mereka yang telah menikah disebut Mapakuren atau orang yang berubah setatus kehidupannya dalam masyarakat yang tidak lagi berstatus Truna (bujang), melainkan telah berstatus tua 7, dalam istilah Karame Banjar mengandung pengertian kelompok orang-orang tua yang menghimpun diri dalam suatu kelompok sosial yang didasari atas kelompok persekutuan hidup bersama, baik dalam keadaan senang, maupun susah dalam satu kesatuan wilayah, maka anggota Banjar adalah orang-orang yang telah berumah tangga dalam suatu kelompok masyarakat yang mendiami Desa Adat. Peraturan Banjar yang dituang dalam Awig-awig Banjar 8 mengatur anggota Banjar dalam menjalani kehidupan sosial dalam sebuah Banjar. Awig-awig ini mempunyai suatu keunikan yaitu mampu mengikat warganya untuk patuh sehingga tatanan masyarakat dapat stabil. Sebagai contoh, pada masyarakat Sari Bhuana bila ada kematian, begitu Kukul (kentongan) dibunyikan, warga pasti sudah berbondong-bondong kerumah keluarga yang berduka. Walaupun ada warga yang belum mendengar keluarga mana yang berduka, mereka pasti sudah keluar rumah berpakaian adat ringan sambil bertanya keluarga mana 6 I Wayan Surpha, Ibid, hal I Wayan Surpha, Ibid, hal Awig-Awig Banjar, merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh Banjar secara musyawarah mufakat oleh seluruh anggotanya dan berlaku sebagai pedoman bertingkah laku dari anggota organisasi yang bersangkutan. yang dibuat oleh Krama Banjar yang bersangkutan berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan yang hidup dalam Krama Banjar. 5

6 yang berduka. Selain itu Awig-awig mengatur kewajiban anggtoanya untuk saling membantu satu sama lain. Konseptualisasi Asumsi teori perukaran menurut Marcel Mauss mengatakan bahwa bentuk pertukaran yang terjadi dengan melihat fenomena kehidupan masyarakat kuno segala sesuatu yang dipertukarkan oleh masyarakat sebagai wujud prestasi tukar menukar dalam pemberian hadiah. Alasa mengapa manusia melakukan tukar menukar benda satu dengan yang lainnya tentunya dapat menunjukan fakta bahwa pemberian hadiah adalah sama dengan memberi rasa santun atau pemberiaan sari kehidupan dari si pemberi kepada si penerima, dengan diterimanya suatu benda yang diberikan maka diartikan bahwa si penerima pemberian telah menerima santunan atau sari kehidupan si pemberi. Oleh karena itu si penerima pemberian tidak dapat menolaknya karena penolakan itu sama dengan penghinaan terhadap si pemberi tersebut atau sama dengan suatu penolakan terhadap saling berhubungan dan persahabatan 9. Hal tersebutlah yang menyebabkan mengapa pemberian tersebut harus diimbali dengan pemberian kembali kepada si pemberi oleh si penerima hadiah, hal ini tentunya seakan-akan dalam masyarakat terdapat suatu bentuk penekanan atau kewajiban untuk memberi dan menerima. Mauss mengemukakan pada dasarnya tidak ada pemberian yang cuma-cuma atau gratis. Segala bentuk pemberian selalu diikuti oleh suatu pemberian kembali atau imbalan dan kewajiban dari pengembalian barang yang berharga merupakan suatu keharusan muka akan hilang untuk selamanya jika itu tidak dilakukan 10. hasil dari wujud interaksi tersebut tentunya akan menunjukan perbedaan maksud dan tujuan yang berbeda dalam suatu pertukaran yang semula. Saling tukar menukar dalam pemberian prestasi terwujud sebagai saling tukar menukar pemberian hadiah menurut Mauss mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1). Pengembalian benda yang diterima tidak dilakukan pada saat pemberian hadiah itu diterima tetapi pada waktu yang berbeda sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku, jika pemberian imbalan diberikan pada waktu bersamaan maka namanya barter atau tukar menukar. 2). Pengembalian pemberian hadiah yang diterima tidak berupa barang yang sama dengan yang diterima tetapi dengan benda yang berbeda yang mempunyai nilai sedikit lebih tinggi dari pada hadiah yang telah diterima atau setidak-tidaknya sama degan itu. 3). Benda-benda pemberian yang diterima 9 Marcel Mauss (1992). Pemberian. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, Hal Marcel Mauss. Ibid. Hal 60. 6

7 tidak dilihat sebagai benda dengan nilai harafiah tetapi sebagai Mana atau prestasi, karena benda benda tersebut dipercayai berisi Mana atau kekuatan gaib yang oleh Mauss digolongkan ke dalam suatu kategori yang dinamakan Prestation atau prestasi. Melihat dari ciri-ciri saling tukar menukar pemberian prestasi yang dijelaskan di atas, tentunya tidak sama tujuan dan maksudnya dalam konsep ekonomi perdagangan (barter) dalam komunitas yang lebih berkembang. Jika barter adalah wujud dari tukar menukar benda yang satu dengan yang lainnya pada waktu bersamaan namun tukar menukar dalam pemberian prestasi ini maksud dan tujuannya adalah untuk kepentingan moral, dan sasaran dari tukar menukar ini ialah untuk menjalin interaksi atau persahabatan antara dua orang atau lebih. Sistem dari pemberian-pembarian hadiah ini tidak terbatas hanya dalam hal perkawinan, sistem ini juga kerap terjadi atau terlihat dalam peristiwa kelahiran bayi, sakit, anak perempuan menginjak puberitas, upacara penguburan orang mati dan lain sebagainya. Metodologi Penelitian Penetapan objek penelitian merupakan suatu hal yang sangat mutlak dalam mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menetapkan obyek penelitian yang bertempat di Desa Sari Bhuana, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai. Peneliti hadir pada lokasi ini untuk mencari tahu lebih detail mengenai Banjar pekraman terkait masalah fungsi dan sanksinya. Waktu, Jenis Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif pendekatan utama yang dilakukan dengan mengunakan pendekatan kualitatif. Sehingga data utama bersifa kualitatif. Lokasi penelitian di Desa Sari Bhuana, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai. Teknik pengumpulan data utama yang dilakukan adalah wawancara, observasi, dan dukumentasi. Dengan melibatkan 11 informan kunci sebagai data primer dan mengunakan beberapa dokumen dan hasil-hasil penelitian sebelumnya sebagai data skunder. Data yang didapat dikumpulkan dan digali dalam peneliti selanjutnya akan dianalisis. Waktu penelitian selama 7 bulan dari bulan Januari s/d Juli

8 Hasil Dan Pembahasan Fungsi Sosial Banjar Pekraman Pada Masyarakat Bali Di Kecamatan Toili Di Desa Sari Bhuana Suatu perkumpulan pasti memiliki tujuan untuk kebaikan atau kesejaterahan anggotanya baik kesejaterahan lahir maupun batiniahnya, selain untuk organisasi, anggotanya termasuk peranan untuk tempat tinggalnya. fungsi sosial Banjar Pekraman bagi desa nampak sangat jelas ketika terjadi pembersihan di lingkungan desa, yang dilakukan oleh Krama Banjar tanpa diperintah oleh aparat desa hal ini terlihat pada kegiatan Banjar pada hari Minggu Tanggal 8 Juni Kegiatan Banjar pada hari itu tidak lain adalah untuk menanggulangi banjir dan sekaligus melakukan pembersihan lingkungan kegiatan ini dilakukan selama 3 jam yaitu dari suara Kulkul (kentongan berbunyi) atau pukul 07;00 sampai pukul 09:00. Kegiatan pembersihan lingkungan ini biasanya dilakukan pada saat musim penghujan tiba, karena Desa Sari Bhuana merupakan desa rawan banjir, namun karena anggota Banjar Pekraman melakukan pembersihan drenase atau selokan sehingga Desa Sari Bhuana bisa terhindar dari banjir. Di dalam pembersihan lingkungan tersebut setiap anggota Banjar Pekraman maupun pengurus wajib kerja tanpa memandang status sosial atau klas-klas sosial yang ada dalam masyarakat Gambar 1. Salah satu kegiatan pembersihan lingkungan Desa Sari Bhuana yang dilakukan oleh anggota Banjar Pekraman Setiap warga Desa Adat atau Banjar Pekraman memikul kewajiban kewajiban yang patut dipenuhi atau dilaksanakannya. Kewajiban dalam hidup bermasyarakat pada dasarnya merupakan kewajiban sosial yang patut dilaksanakan oleh manusia sebagai makluk sosial yang menginginkan keserasian dan keseimbangan hidup sebagai landasan untuk mewujudkan ketentraman, keadilan, dan kesejaterahan lahir batin dalam persekutuan hidup bersama. Di Bali Banjar Pekraman selain berfungsi untuk mengatur mengenai adat dan kebudayaan, maupun kegiatan kerja bakti dalam berbagai segi kehidupan Desa Adat atau Banjar Pekraman. Banjar Pekraman di Bali juga memiliki fungsi yang baik bagi pemerintahan yakni menjungjung dan menyukseskan program pemerintahan dalam 8

9 memajukan desa terutama dalam hal pembangunan desa 11. Melihat gambar 1. Di atas Banjar Pekraman di Desa Sari Bhuana tentu tidak memiliki perpedaan dengan Banjar Pekraman yang ada di Bali khususnya berpartisipasi dalam pembangunan desa (desa dinas). Pada gambar di atas jelas terlihat bagaimana anggota Banjar Pekraman ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan desa dan menangulangi Banjir. Dari segi keamanan Desa Sari Bhuana, Banjar Pekraman ternyata memiliki kontribusi yang baik bagi Desa Sari Bhuana itu sendiri mengapa demikian, di dalam Banjar Pekraman untuk menjaga keamanan lingkungan Banjar atau keamanan setiap melakukan kegiatan keagamaan, maupun kegiatan yang bersifatkan kearifan lokal akan diatur atau diamankan oleh hansip (Pecalang) Desa Adat atau Banjar Pekraman (Pecalang Adat atau Pecalang Banjar). Menurut Awig-awig Desa Adat Sari Bhuana Bab 3 bagian 8 pasal 32 dikatakan Pecalang adalah prajuru Desa Adat atau Banjar yang bertugas dan berkewajiban untuk memberikan pelayanan keamanan umat dalam segala kegiatan sosial. Selain itu Pecalang juga berkewajiban untuk mengayomi Krama Adat atau masyarakat dalam memberikan keamanan dan kenyamanan. Fungsi Sosial Banjar Pekraman Bagi Krama Banjar (Anggota) Fungsi sosial Banjar Pekraman bagi anggota nampak sangat jelas ketika terjadi Nguopen dalam pesta pernikahan dan kematian terlihat pada kegiatan Banjar Pekraman pada acara kematian anggotanya, pada hari Kamis 29 Juni 2014 pada acara kematian keluarga Bapak Kante (Alm I Wayan Kante) dimana Krama Banjar mulai menolong keluarga Bapak Kante dari segi wujud tenaga dan wujud materi, wujud tenaga dimana Krama Banjar atau anggota berkewajiban menolong keluarga duka dari awal sampai selesai baik dari proses pembuatan sesajen, sampai dengan proses Ngaben atau kremasi, dari segi materi Krama Banjar wajib membawa santunan atau dikenal dengan Patus yang jumlahnya sesuai dengan peraturan atau Awig-awig yang disepakati sebelumnya. Selain itu Karma Banjar juga setiap malam Megebagen atau tinggal dirumah duka fungsi Megebagen ini untuk mengurangi duka keluarga atas kehilangan saudaranya, turut merasakan kehilangan dan mendoakan roh yang meningal agar mendapatkan jalan yang baik. Kegiatan Nguopen yang dilakukan oleh Krama Banjar atau anggota ini terlihat seperti gambar 3, dimana dalam proses melakukan pekerjaan terlihat ada perbedaan status atau lapisan-lapisan sosial yang terjadi, yaitu terlihat adanya pembagian-pembagian kerja 11 I Wayan Surpha. ibid. Hal 69 9

10 berdasarkan kemampuan atau ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Namun status sosial ini tidak bersifat kaku dan tertutup karena siapa saja boleh membuat sesajen (Banten) asalkan dia mampu dan paham dengan cara pembuatannya, tidak harus tokoh adat (Serati) atau pemangku ada yang membuat. Di sini juga akan terjadi komunikasi yang baik antara sesama anggota dan dapat saling berbagi pengetahuan dimana yang mengetahui akan memberi arahan atau bimbingan dalam membuat sesajen (Banten) kepada yang belum mengetahui atau yang mau belajar. Dengan adanya Nguponen di dalam menyelesaikan pekerjaan dapat memperkokoh kebudayaan yang telah ada selain itu dengan saling bertemu dalam Nguponen ini, juga dapat memperkokoh dan mempererat hubungan sosial masyarakat atau hubungan keluarga antara masyarakat juga semakin dekat. Karena, pada setiap melakukan kerja (Nguponen) mereka selalu berkumpul salaing mengisi antara yang satu dengan yang lainnya. Gambar 3. Salah satu kegiatan Metulong atau Nguponen yang dilakukan oleh anggota Banjar Pekraman pada saat kematian. Menurut I Gusti Ngurah Bagus (Koentjaraningrat) gotong royong dalam kehidupan Banjar Pekraman atau Desa Adat di Bali ada sistem gotong royong yang disebut dengan Nguopen atau Metulong dan mengikuti lapangan-lapangan keaktifan dalam perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, Banjar atau dalam pristiwa kecelakaan dan kematian 12. Di dalam Nguopen atau tolong menolong ada seorang atau suatu keluarga yang meminta bantuan dengan suatu sopan santun dengan pengertian bahwa dia wajib membalas bantuan tenaga yang disumbangkan dengan bantuan tenaga pula. Banjar Pekraman di Desa Sari Bhuana berdasarkan temua peneliti juga masih memegang teguh sistim gotong royong atau Nguopen yang ada di Bali terutama gotong royong dalam upacara pernikahan, kematian, dan upacara keagamaan termasuk pula perayaan-perayan lainya masih dikerjakan secara bersamaan seperti terlihat pada gambar Koentjaraningrat (2007). Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta : Djambatan. Hal

11 di atas. Hal ini berarti ada pertahanan kebudayaan daerah asal di daerah trasmigarasi seperti di Desa Sari Bhuana. Di dalam proses Nguopen ini seorang anggota kelompok ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok dengan harapan mendapatkan bantuan disaat dia membutuhkannya. suatu contoh apabila saat ada upacara kematian maupun pernikahan ada anggota yang tidak mau membantu dalam prosesi upacara tersebut. Maka, bagi yang tidak membantu, ketika dia memiliki upacara yang sama tidak akan mendapatkan bantuan oleh anggota. Melihat perihal tersebut bahkan dalam teori pertukaran sosial ini nampaknya sudah berlaku di dalam masyarakat Desa Sari Bhuana. Dimana dalam teori pertukaran Mauss mengatakan bahwa tidak ada pemberian yang cuma-cuma atau gratis. Segala bentuk pemberian selalu diikuti oleh suatu pemberian kembali atau imbalan. Fungsi Sosial Banjar Pekraman Bagi Kelestarian Adat Kebudaya Masyarakat Bali Di Daerah Transmigrasi Dalam pandangan hidup masyarakat etnis Bali umumnya dan, kehidupan Banjar Pekraman pada khususnya yang sangat dipengaruhi dan dijiwai oleh kebudayaan Bali dan agama Hindu. Tata krama kemasyarakatan di Desa Sari Bhuana khususnya pada Krama Banjar memberikan motivasi kepada warganya untuk berorientasi kepada kepentingan nilai-nilai suka duka dalam kehidupan bermasyarakat. Dari aspek yang lain bahwa gotong royong sebagai realisasi dari pernyataan suka-duka dalam persekutuan hidup bersama dalam kelompok social. Banjar Pekraman adalah salah satu wadah kebudayaan yang berperan mengembangkan kebudayaan daerah serta kebudayaan nasional yang telah ada serta dimiliki sejak dahulu terutama pada seni tari, seni ukir, seni musik tradisional atau Gong. Contoh konkritnya sesuai dengan pengamatan peneliti di lapangan fungsi sosial Banjar Pekraman bagi kelestarian adat kebudayaan masyarakat Bali di daerah transmigrasi khususnya di Desa Sari Bhuana memiliki fungsi untuk kelestarian adat budaya etnis Bali di sana nampak bahwa setiap hari Sabtu dan Minggu diadakan latihan menari bagi Anakanak Krama Banjar yang ada di Desa Sari Bhuana bertempat di Balai Banjar Santhi Dharma. Yang dilatih oleh Ni Kadek Rusmiati. Di dalam latihan seni tari di Desa Sari Bhuana, setiap Anak-anak dari anggota Banjar Pekraman (Krama Banjar) diperbolehkan untuk mengikuti latihan menari tanpa melihat status sosial orang tua mereka. Namun ada beberapa jenis tarian yang terdapat dalam masyarakat Bali. Yaitu, jenis tarian yang disakralkan dan tarian tidak disakralkan melainkan hanya dijadikan sebagai hiburan. Tarian sakral ini biasanya hanya ditampilkan 11

12 diupacara-upacara keagamaan atau ritual tertentu lainya contoh tari Rejang Dewa. Sedangkan tarian yang tidak sakral boleh ditampilkan tanpa harus ada upacara-upacara tertentu. Nah untuk tarian sakral inilah ada syarat yang mengharuskan penarinya masih perawan atau belum pernah menskurasi sehingga biasa penarinya adalah Anak anak SD, dan tarian ini haru dilakukan di tempat suci dan upacara-upacara keagamaan lainya. Seperti terlihat pada Gambar 4 di bawa ini, dimana terlihat anak-anak SD yang sedang dilatih tarian sakral oleh pelatihnya Ni Kadek Rusmiati. Gambar 4. Salah satu kegiatan pelestarian budaya Bali di Daerah transmigrasi di Desa Sari Bhuana (seni tari). Sesuai dengan temuan peneliti di lapangan terkait pelestarian budaya oleh Banjar Pekraman yang ada di Desa Sari Bhuana, merupakan upaya yang baik untuk menjaga kelestarian kebudayaan Bali di daerah transmigrasi. Pelestarian budaya oleh Banjar Pekraman bukan hanya terlihat di daerah transmigrasi saja. Menurut Hendriatiningsih, Dkk dalam tulisannya yang berjudul Masyarakat Dan Tanah Adat Di Bali bahwa, fungsi Banjar Pekraman di Bali (Kabupaten Buleleng) ialah membina, dan mengembangkan nilai-nilai adat Bali dalam memperkaya, memperkokoh, melestarikan dan mengembangkan budaya Bali 13. Dengan demikian hal ini menunjukan bahwa masih ada kesamaan fungsi atau peran Banjar Pekraman Di Bali dengan di Desa Sari Bhuana (daerah transmigrasi), ini menunjukan bahwa masyarakat Bali di Desa Sari Bhuana masih memegang teguh nilai dan budaya yang ada di daerah asalnya. Penerapan Sanksi dan Awig-awig (aturan adat) Pelanggar di Desa Sari Bhuana. Banjar Pekraman Terhadap Kehidupan masyarakat di Desa Sari Bhuana tersusun dalam satu kesatuan perkumpulan atau Desa Adat yang mempunyai hukum sendiri yang disebut Awig-awig. Ada beberapa hal yang termuat dalam isi pokok Awig-awig Banjar Pekraman atau Desa Adat di Desa Sari Bhuana. Peratura-peraturan atau Awig-awig Banjar Pekraman di Desa 13 Hendriatiningsih, Dkk. (2008). Masyarakat Dan Tanah Ada Di Bali, (Studi Kasus Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali). Jurnal Sosioteknologi, Edisi Desember Hal ( Hendraningtyas 1.pdf) di akses tanggal 6 Desember

13 Sari Bhuana baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sebagian besar pada umumnya membahas masalah sebagai berikut: 1). Tentang batasan-batasan wilayah beserta dasar dan tujuannya.berisi tentang dipastikannya batasan batasan wilayah serta ruang lingkup dari Banjar dan Desa Adat dimana Awig-awig tersebut diberlakukan karena mengingat setiap Desa Adat memiliki Awig-awig yang berbeda. 2).Pengorganisasian, Prajuru dan perangkat Banjar atau Desa Adat. Prajuru atau perangkat Banjar atau Desa Adat itu adalah anggota atau Krama yang diberi kepercayaan untuk mengatur pemerintahan yang diangkat oleh anggota atau Krama sendiri, serta mengatur hubungan dengan Krama, lingkunganya dan hubungan keagamaan. Mulai dari persyaratan menjadi Prajuru Adat, sampai dengan penertiban wewenang dan kewajiban diperincikan secara pasti sehingga kewenangan menyelesaikan sanksi-sanksi adat dapat dipertanggung jawabkan. 3).Tata Agama upacara Agama (Yajna) dan tata tertibnya. Berisi menganai kewajiban untuk Krama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai agama tatatertib dalam melakukan persembahyangan dan upacara keagamaan. 4). Peparuman (Rapat musyawarah). Perihal Peparuman (rapat-rapat) didasarkan atas musyawarah mufakat. Dan mengenai ketentuan rapat itu sendiri. 5). Keamanan dan kenyamanan masyarakat. Keamanan dan kenyamanan masyarakat perihal bencana alam, pembunuhan dan pencurian, pemerkosaan, persinahan, dan penfinahan telah diatur dalam Awig-awig Banjar atau Desa Adat untuk menjaga keamanan masyarakat/krama. 6). Tata ketertiban status orang (anggota Krama Adat). Mengenai masalah perkawinan, perceraian, ditandai dengan upacara adat, Pewiwahan (upacara perkawinan), dan disiarkan keseluruh Desa Adat atau Banjar kepada masyarakat, jika terjadi perceraian akan dilakukan musyawarah tentang hak dan kekayaan yang bersangkutan. 7). Upacara Pengabenan atau kremasi (Pitra Yajna).mengenai masalah prosesi-prosesi Pengabenan/kremasi, penguburan, dan pelaksanaanya. 8). Peraturan tambahan yang berisi tentang keputusankeputusan penentuan permasalahan. Jika ada yang melanggar Awig-awig (Pemidande) makan akan dikenakan sanksi. Sanksi-sanksi yang ada dalam Awig-awig Banjar Pekraman atau Desa Adat di Desa Sari Bhuana baik yang tertulis dan yang tidak tertulis ialah sebagai berikut : 1). Denda dengan tenaga, sanksi yang dimaksud yaitu ketika masyarakat melakukan kegiatan gotong royong. sanksi ini berlaku pada Krama (masyarakat) yang tidak datang Ngayah (kerja) di Pura atau di rumah anggota (Krama) yang telah ditentukan, maka individu wajib membayar sanksi kerja. Namun, sanksi ini biasa berlaku jika kerja di Pura atau di rumah anggota (Krama) lebih dari satu hari. 2). Denda harta, sanksi yang dimaksud yaitu: berupa pembayaran 13

14 sebuah uang atau harta benda, sanksi ini umumnya berlaku pada anggota yang tidak datang saat rapat dadakan, rapat rutin, angkat rumah dan gotong royong. 3). Sanksi moral atau dikucilkan, sanksi yang dimaksud yaitu individu tidak mau diajak bicara dan tidak akan dibantu oleh Krama (anggota) jika terjadi masalah menyangkut hidup. Sanksi ini umunya berlaku bagi masyarakat Hindu Bali yang mendiami Desa Adat yang tidak bergabung dalam Desa Adat atau Banjar Pekraman dan berlaku bagi orang yang tidak mau membayar denda baik berupa uang maupun barang. 4). Melakukan Pengupe Ayu desa (pembersihan lingkungan desa) sanksi yang dimaksud hukuman dalam bentuk upacara pembersihan lingkungan desa, sanksi ini berlaku bagi anggota yang melakukan perzinahan dengan istri atau suami oranglain dan kasus pembunuhan. 5). Jinah Pemidanda, (uang denda) sanksi berupa harta kekayaan menjadi milik Desa Adat atau Banjar, sanksi ini berlaku bagi anggota yang melakukan penganiayaan dan menfitnah. Pemidanda (denda) ini berfungsi untuk memulihkan keseimbangan materi dan sepritual serta menyadarkan Krama yang melanggar ketentuan-ketentuan yang ada bersifat menuntun dari pada yang melanggarnya. Dalam hal menciptakan hubungan harmonis antara Krama Adat khususnya di wilayah Desa Sari Bhuana untuk memperkecil pelanggaran yang dilakukan oleh Krama (warga) hendaknya harus senantiasa memupuk rasa Menyame Braye atau kekeluargan dan solidaritas dalam kebersamaan terhadap Banjar melalui Pesangkepan (rapat) atau mengaktifkan Sekehan Teruna (organisasi kepemudaan) dengan tujuan melastarikan kesenian dan kebudayaan juga bertujuan untuk membina rasa kekeluargaan, rasa persatuan, dan untuk menciptakan tata hubungan yang harmonis disetiap krama Adat Desa Sari Bhuana, untuk menjadikan desa yang ideal di tenggah perkembangan dan perubahan yang terjadi di era modren ini.. KESIMPULAN : Setiap masyarakat Hindu wajib bergabung dalam Banjar Pekraman, Desa Sari Bhuana mayoritas masyarakat Hindu Bali. Banjar pekraman menurut masyarakat Desa Sari Bhuana merupakan suatu organisasi tradisional yang memegang asas kekeluargaan bergerak dalam suka dan duka kehidupan. Banjar Pekraman memiliki fungsi sosial bagi pemerintahan, turut menjaga keamanan lingkungan desa, dan fungsi kelestarian budaya Bali di daerah transmigrasi. Penerapan sanksi Awig-awig (aturan adat) dilaksanakan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota, penyelesaianya disesuaikan berdasarkan pelanggaran yang 14

15 dibuat. Untuk menentukan sanksi pengurus beserta tokoh-tokoh adat bermusyawarah dilandasi oleh asas kekeluargaan dan perdamaian untuk mencerminkan rasa keadilan. Semua kegiatan maupun peraturan yang dilakukan Krama Banjar semuanya berlandaskan pada agama Hindu yang meruju pada filosofi Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan atau keharmonisan), dimana ketiga bagian tersebut iyalah sebagai berikut; pertama, Palemahan (hubungan manusia dengan lingkungan tempat tinggalnya); kedua Pawongan (hubungan manusia dengan manusia); dan yang ketiga Parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan). SARAN : Diharapkan bagi tokoh masyarakat, agama, untuk tetap menjaga, mempertahankan tradisi-tradisi yang ada khususnya Banjar Pekraman, untuk diperkenalkan kepada Anakanak agar mereka mengetahui budaya dan tradisi yang dimiliki. Karena Banjar Pekraman memiliki fungsi yang baik untuk menjaga keharmonisan hidup dan kebudayaan sehingga penguatan umat dapat berjalan dengan baik. Diharapkan bagi para generasi penerus (pemuda,pemudi) yang berada di Desa Sari Bhuana, agar kiranya dapat terus menjaga budaya dan tradisi yang dimiliki, agar tidak pudar seiring dengan berkembang zaman. Bagi masyarakat Desa Sari Bhuana keseluruhan kiranya perlu untuk menjaga hidup saling kerjasama (gotong royong) baik dalam keadaan suka maupun duka berpartisipasi untuk membangun desa yang lebih maju dan makmur. DAFTAR PUSTAKA Adhika, I Made. (1994). Peran Banjar Dalam Penataan Komunitas di Kota Denpasar. (Tesis S2). Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota : ITB. Ardika, I Wayan (2013). Sejarah Bali Dari Prasejarah Hingga Modern. Denpasar : Udayana University Press. Black, J. A. dan Dean, J. C (2009). Metode Dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung : Refika Aditama. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (2009). Pedoman Pelaksanaan Manusia Yadnya. Departemen Agama RI. Etty, Saringendiyanti Puar (2009). Sejarah Kebudayaan Indonesia, Visi Media Dan Jurusan Sejarah Unpa : Jakarta. Gantini, Christina. Dkk. (2012). Guna Dan Fungsi Pada Asitektur Bale Banjar Adat Di Denpasar Bali. Jurnal Tamu Ilmiah IPLBI. 15

16 Gede Suacana, Wayan. (2011) Budaya Demokrasi dalam Kehidupan Masyarakat Desa di Bali. Jurnal Kajian Bali Volume 01. Goris, R (1995). Exsitensi Desa Adat Di Bali. Denpasar : Upada Sastra. Hendriatiningsih, Budiartha, Andri Hernandi. (2008). Masyarakat Dan Tanah Ada Di Bali, (Studi Kasus Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali). Jurnal Sosioteknologi, Edisi Desember 2008 Kresne Aryawan, Budi. (2006). Penerapan Sanksi Terhada Pelanggaran Awig-aweg Desa Adat Oleh Krama Desa Di Desa Adat Mengwi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung Propingsi Bali. Tesis S2, Kenotariatan Universitas Di Ponegoro (UNDIP) : Semarang. Koentjaraningrat. (2007). Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta : Djambatan. Mauss, Marcel (1992). Pemberian. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Moleong, Lexsi J (2007). Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Meniarta, I Ketut, Dkk. (2009). Dinamika Sistem Kesejahteraan Masyarakat Di Banjar Pakraman Batannyuh Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 13, Nomor 12, ISSN Nazsir, Nasrullah. (2008). Teori- Teori Sosiologi. Bandung : Widya Padjadjaran. Pelly, Usman, dan Asih, Menanti (1994). Teori-Teori Sosial Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Raho, Bernard (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. Rudito, B. dan Famiola, M (2013). Social Mapping Metode Pemetaan Sosial: Teknik Memahami Suatu Masyarakat Atau Komuniti. Bandung : Rekayasa Sains. Sugiono (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV ALFABETA. Surpha, I Wayan (2002). Seputar Desa Pakraman Dan Adat Bali. Denpasar : Pustaka Bali Post. Soekanto, S (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja-Graffindo Persada. 16

BAB I PENDAHULUAN. golongan, bangsa, dan kesukuan. Hal ini kedudukannya sama dengan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. golongan, bangsa, dan kesukuan. Hal ini kedudukannya sama dengan masingmasing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kemajemukan baik dalam adat istiadat golongan, bangsa, dan kesukuan. Hal ini kedudukannya sama dengan masingmasing agama yang memiliki pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA oleh : Ida Bagus Miswadanta Pradaksa Sagung Putri M.E Purwani Bagian Hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar KAJIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM TRADISI NGAYAH DI TENGAH AKSI DAN INTERAKSI UMAT HINDU DI DESA ADAT ANGGUNGAN KELURAHAN LUKLUK KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut

Lebih terperinci

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK 1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki keragaman etnis dan budaya. Keragaman budaya tersebut menjadi kekayaan bangsa Indonesia dan perlu dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI

PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI Oleh : Pande Putu Indra Wirajaya I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari I Gusti Ngurah Dharma Laksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Desa pakraman, yang lebih sering dikenal dengan sebutan desa adat di Bali lahir dari tuntutan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak mampu hidup

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI

PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI PUDARNYA PERNIKAHAN NGEROROD PADA MASYARAKAT BALI DESA TRI MULYO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (JURNAL) Oleh : NYOMAN LUSIANI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan dan kebiasaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas atau jatidiri mereka. Kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra yang tercipta merupakan hasil dari proses kreativitas pengarang. Pengarang merupakan bagian dari masyarakat, dan hidup dalam masyarakat dengan beraneka

Lebih terperinci

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama C. Lembaga Sosial 1. Pengertian Lembaga Sosial dan Norma Lembaga Sosial suatu sistem norma yg bertujuan utk mengatur tindakan tindakan maupun kegiatan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG Ni Made Sri Windati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar sriwindati95@gmail.com

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar untuk melihat lebih dekat keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di BAB I PENDAHULAUAN 1.1 Latar Belakang Kemajemukan suku dan budaya yang berada di Indonesia menunjukkan kepada kita selaku warga negara dan masyarakat dunia bahwa indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun

I. PENDAHULUAN. seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Jawa adalah salah satu suku di Indonesia yang banyak memiliki keunikan seperti halnya suku-suku lain. Di dalam pergaulan-pergaulan hidup maupun perhubungan-perhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, seluruh umat beragama memiliki hari suci. Makna hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu memperingati suatu kejadian yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penjelasan pertama pada pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang dengan melihat kondisi yang ada secara garis besar dan dari latar belakang tersebut didapatkan suatu rumusan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah hasil dari ciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan pustaka 1.1 Konsep Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial-Budaya Secara umum, sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat adalah karena adanya sesuatu yang dianggap

Lebih terperinci

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER Oleh : Drs. I Ketut Rindawan, SH.,MH. ketut.rindawan@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village MENINGKATNYA INTENSITAS KONFLIK DESA PAKRAMAN DI BALI Anak Agung Istri Ngurah Dyah Prami Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1021005005 E-mail: dyahprami@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami. Wayan P. Windia Ketut Sudantra

PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami. Wayan P. Windia Ketut Sudantra PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami Wayan P. Windia Ketut Sudantra Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam kehidupan baik oleh individu, kelompok maupun negara. Dalam usaha memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007:15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007:15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem demokrasi rakyat memberikan kesempatan yang sama dalam proses penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan dambaan setiap orang, yang kehadirannya sangat dinanti-natikan dan tumbuh kembangnya sangat diperhatikan. Tak heran banyak sekali orang yang menunggu-nunggu

Lebih terperinci

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) : SENI BUDAYA BALI Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali Oleh (Kelompok 3) : Dewa Made Tri Juniartha 201306011 Ni Wayan Eka Putri Suantari 201306012 I Gusti Nyoman Arya Sanjaya 201306013 Dicky Aditya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkawinan akan mengungkapkan bahwa banyak keputusan menyeluruh, pilihan-pilihan, atau alternatif sedang dipertimbangkan, dan bahwa semua itu membentuk atau menentukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENGUKUHAN DAN PEMBINAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab V membahas tentang simpulan dan saran. Mengacu pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan aset dari kebudayaan nasional adalah bersumber dari puncak-puncak terindah, terhalus, terbaik

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013 Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN DHARMA SHANTI NASIONAL HARI RAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung 1. Punguan Pomparan Raja Silahisabungan Punguan Pomparan Raja Silahisabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, remaja, dewasa, dan tua. Masa dewasa inilah manusia menetapkan keputusan besar dalam hidupnya

Lebih terperinci

AWIG-AWIG DESA LEBAH SEMPAGA TENTANG PENDEWASAAN UMUR MERARIK BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

AWIG-AWIG DESA LEBAH SEMPAGA TENTANG PENDEWASAAN UMUR MERARIK BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 AWIG-AWIG DESA LEBAH SEMPAGA TENTANG PENDEWASAAN UMUR MERARIK BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam awig-awig ini yang dimaksud dengan : 1. Desa adalah desa Lebah sempaga 2. Kepala desa adalah Kepala Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN LEMBAGA ADAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci