HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR APRILIA PITRIANI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRACT APRILIA PITRIANI. Correlations Between Food Consumption and Nutritional Status with Fitness Level of Adolescents Taekwondo Athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. SUPERVISED by BUDI SETIAWAN and MIRA DEWI. The general objective of study was to analyze food consumption, adequacy ratio, nutritional status, and fitness level of adolescents taekwondo athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. The research used cross sectional study design with 23 adolescents athletes as samples. The primary data included characteristic of samples, nutritional status by anthropometry (body mass index), and food consumption. The secondary data included fitness level by bleep test (VO 2 max values), sit and reach test (flexibility), sit up and squat jump (muscle endurance), and overview of the study site which was Centralization of National Training. The study showed that overall athletes has normal nutritional status. Most athletes were lack of sufficient levels of energy and protein. There was positive correlations between the ages of athletes with flexibility (p<0,05, r=0,456) and muscle endurance (sit up test) (p<0,05, r=0,456). The correlations between with fitness level (VO 2 max) was positive significantly correlated (p<0,05, r=0,456). Keywords: Food consumption, nutritional status, physical fitness, taekwondo.

3 RINGKASAN APRILIA PITRIANI. Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan MIRA DEWI. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik atlet meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, dan tinggi badan, 2) mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi, 3) mengetahui status gizi, 4) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO 2 max, flexibility dan daya tahan otot). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer antara lain : data karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan daerah asal), data konsumsi pangan (food recall 1 x 24 jam selama 3 hari). Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional, Cipayung, Bogor yang meliputi data keadaan umum dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, serta data kebugaran (VO 2 max, flexibility, dan daya tahan otot). Pengolahan menggunakan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson serta uji beda Independent T-Test. Data status gizi contoh (IMT/U) diolah dari data antropometri menggunakan software WHO Antroplus dan diklasifikasikan menurut klasifikasi WHO (WHO 2007). Atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional (pelatnas) terdiri dari laki-laki (43,5%) dan perempuan (56,5%). Rata-rata usia atlet laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan rata-rata usia atlet perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Daerah asal atlet terdiri dari Jawa Tengah (43,5%), Jawa Barat (34,8%), D.I Yogyakarta (8,7%), Riau (8,7%) dan Sumatera Selatan (4,3%). Rata-rata berat badan atlet laki laki 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan atlet perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Tinggi badan atlet laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan atlet perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Secara keseluruhan atlet pelatnas taekwondo memiliki status gizi yang normal. Rata-rata konsumsi energi atlet taekwondo remaja secara keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dan tingkat kecukupan energi atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (69,2%). Rata-rata konsumsi protein atlet secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram, dan tingkat kecukupan protein atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar dalam kategori defisit berat (38,5%). Rata-rata konsumsi lemak atlet secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dan tingkat kecukupan lemak pada atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Rata-rata konsumsi karbohidrat atlet adalah 794,8 ± 546,3 gram, dan tingkat

4 kecukupan karbohidrat pada atlet laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) sedangkan sebagian besar atlet perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Ratarata konsumsi vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi atlet berturut-turut adalah 2669,8 ± 1603,0 µgre, 110,4 ± 44,7 mg, 5313,0 ± 6156,0 mg, dan 15,5 ± 11,6 mg. Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium sebagian besar berada dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar berada dalam kategori kurang. Usia atlet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421). Tinggi badan memiliki hubungan yang positif dan signifikan (p<0,05, r=0,558) dengan tingkat kebugaran atlet (VO 2 max). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05) dengan tingkat kebugaran atlet (VO 2 max, flexibility dan daya tahan otot). Tingkat kecukupan karbohidrat dengan tingkat kebugaran atlet (VO 2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan (p<0,05, r=0,462). iv

5 HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR APRILIA PITRIANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Nama NIM : Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor : Aprilia Pitriani : I Menyetujui: Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr.Ir. Budi Setiawan, MS NIP dr. Mira Dewi, MSi NIP Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP Tanggal lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sunarto dan Mama Suwati. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April Pendidikan penulis dimulai dari TK Nurul Hikmah pada tahun 1994 sampai tahun 1995 dilanjutkan di SDN Utan Kayu Utara 05 Jakarta pada tahun 1995 sampai tahun 2001, kemudian melanjutkan di SMPN 74 Jakarta sampai tahun Kemudian penulis melanjutkan di SMAN 68 Jakarta sampai tahun Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SNMPTN sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat selama kuliah di Departemen Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi seperti divisi Keprofesian periode 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan HIMAGIZI, BEM FEMA, Fakultas Ekologi Manusia, dan Departemen Gizi Masyarakat baik skala kampus maupun skala nasional. Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara pada tahun Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Intership Dietetic di RSUD Cibinong, Bogor.

8 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat mencapai gelar sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama skripsi ini disusun, penulis telah menerima dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. dan dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis. 3. Letkol CKM dr. Victor Wullur, Sp.KO selaku koordinator tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi. 4. Pelatih Taekwondo Pelatnas Garuda Emas 2012 (Sabeum Budi Harsono, Sabeum Fahmi Fahrezzy, Sabeum Rahmy Kurnia, Sabeum Ongen, Sabeum Abdul Rozak) beserta atlet pelatnas Garuda Emas 2012 yang telah mengizinkan dan membantu penulis selama pengambilan data. 5. Kedua orang tua yaitu bapak Sunarto, dan mama Suwati, serta adik Andari dan Anang, yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, pengertian, perhatian, semangat serta doanya. 6. Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan bantuan selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor. 7. Seluruh pengajar, staf laboratorium serta tata usaha Departemen Gizi Masyarakat atas segala bantuannya dalam memfasilitasi penyelesaian skripsi ini. 8. Kak Rian, Kak Fuad dan Kak Arif yang telah memberikan bantuan dan pengajarannya selama penyusuan dan penulisan skripsi.

9 ix 9. Teman-teman yang membantu turun lapang penelitian ini : Ika Meilaty, Gian Nubekti, Mely Choirul, Dewi Ayu W, Ayu Sekar, Ahmad Soleman yang memberikan dukungan dan membantu banyak hal dalam pengambilan data hingga pengolahan data penelitian ini. 10. Sahabat-sahabatku yaitu Diana, Nilam, Ade Ayu, Junda, Ika, Dewanti dan dan Teman-teman GM 43, 44, 45, 46, 47, 48 atas kebersamaan, keceriaan, semangat serta kerjasama sejak awal masuk kuliah hingga saat ini. 11. Ferdiansyah yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dari awal hingga akhir penelitian. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skrisi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat diharapkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pribadi maupun bagi yang memerlukannya. Bogor, September 2012 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Hipotesis Penelitian... 2 Kegunaan Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Remaja... 4 Olahraga Taekwondo... 4 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri... 5 Konsumsi Pangan... 6 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet... 8 Kebugaran KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Contoh Karakteristik Antropometri Konsumsi Pangan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Tingkat Kebugaran Hubungan Usia dengan Tingkat Kebugaran Hubungan Berat Badan dengan Tingkat Kebugaran... 47

11 xi Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 56

12 xii DAFTAR TABEL Halaman 1. Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007) Kategori pengukuran data penelitian Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Kategori aktivitas berdasarkan nilai PAR Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia Sebaran atet taekwondo menurut daerah asal Berat badan atet taekwondo berdasarkan jenis kelamin Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding Sebaran atlet taekwondo menurut nilai VO 2 max Sebaran atlet taekwondo menurut nilai flexibility Sebaran atlet taekwondo menurut nilai daya tahan otot... 46

13 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan lemak Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi... 44

14 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Struktur organisasi pelatnas Garuda Emas Kategori pengukuran data kebugaran Karakteristik atlet taekwondo Status gizi atlet taekwondo Konsumsi zat gizi atlet taekwondo Tingkat kecukupan atlet taekwondo Tingkat kebugaran atlet taekwondo Uji beda Independent t-test status gizi antar jenis kelamin Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin Uji beda Independent t-test tingkat kebugaran antar jenis kelamin Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai VO 2 max Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai flexibility Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai daya tahan otot Uji Korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran Uji Korelasi Pearson antara usia dengan tingkat kebugaran Uji Korelasi Pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran Uji Korelasi Pearson antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran... 70

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Olahraga adalah aktifitas fisik atau jasmani yang memilki peranan penting dalam meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh. Seseorang yang memiliki kebugaran dan stamina tubuh yang baik terutama pada atlet olahraga akan menghasilkan suatu prestasi yang baik pula. Pencapaian prestasi yang diraih oleh atlet-atlet perwakilan suatu bangsa di suatu kompetisi olahraga ikut berperan dalam membangun kejayaan bangsa. Atlet berprestasi didukung oleh banyak faktor diantaranya latihan dan pembinaan terprogram secara berkesinambungan serta gizi yang memadai. Pengaturan gizi olahraga bertujuan untuk memperoleh latihan dan performa yang baik. Dalam pengaturan gizi atlet, kebutuhan zat gizi akan berbeda dibandingkan dengan kelompok bukan atlet. Zat gizi yang dibutuhkan pada dasarnya tidak berlebihan namun disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktifitas serta jenis olahraga yang ditekuninya (Depkes 1993). Konsumsi pangan yang dapat memenuhi tingkat kecukupan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat mempengaruhi status gizi atlet. Konsumsi dan status gizi pada atlet memiliki peran penting selain mempertahankan kebugaran, juga untuk meningkatkan prestasi pada cabang olahraga yang ditekuninya. Menurut Sumosardjuno (1992) kebugaran atau kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk keperluan yang mendadak. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar, maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Pengukuran kebugaran dapat dilakukan pada komponen daya tahan kardiorespiratori (VO 2 max), komposisi tubuh, kekuatan dan daya tahan otot serta kelentukan (Fatmah & Ruhayati 2011). Salah satu olahraga yang memerlukan kebugaran tubuh yang optimal adalah olahraga taekwondo. Menurut Kazemi et al (2010), taekwondo merupakan seni bela diri unik yang ditunjukkan dengan penggunaan tendangan dan teknik yang dominan. Pada cabang olahraga taekwondo, atlet harus mampu bergerak dengan kelincahan, kecepatan dan kekuatan yang tinggi. Pemusatan latihan nasional untuk cabang olahraga taekwondo dilaksanakan di Cipayung, Bogor. Pelatihan tersebut bertujuan untuk memberikan serangkaian kegiatan yang menunjang untuk pengembangan kemampuan dan strategi untuk

16 2 menghadapi pertandingan. Selain diberikan pembinaan dan pelatihan, atlet mendapatkan asuhan gizi berupa pemberian makanan penunjang. Asuhan gizi serta kebugaran jasmani yang baik akan secara langsung memberikan dampak positif bagi prestasi atlet. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik atlet taekwondo remaja meliputi jenis kelamin, usia, daerah asal, berat badan, dan tinggi badan. 2. Mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. 3. Mengetahui status gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. 4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO 2 max, kelentukan / flexibility, dan daya tahan otot) di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Hipotesis 1. Atlet remaja dengan status gizi pada kisaran normal memiliki performa yang lebih baik pada tes kebugaran jasmani dibandingkan dengan atlet yang memiliki status gizi pada kisaran kurus atau gemuk. 2. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan atlet meningkatkan performa dan menunjang prestasi dalam bidang yang dijalaninya. Adapun manfaat yang akan diperoleh bagi penelitian ini adalah:

17 3 1. Bagi atlet taekwondo di pemusatan latihan nasional akan memperoleh informasi tentang bagaimana asupan yang cukup berperan penting dalam menjaga kualitas performa. 2. Bagi pemusatan latihan nasional (pelatnas) dapat memberikan gambaran mengenai kecukupan gizi dan pentingnya gizi yang baik bagi setiap atlet, dan diharapkan dapat memberikan masukan dalam peningkatan prestasi.

18 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh dewasa. Secara lebih luas, remaja mencakup usia kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Awal masa remaja berlangsung pada usia 13 tahun hingga 17 tahun, dan akhir masa remaja berlangsung dari usia 17 tahun hingga 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock 2000). Menurut Almatsier et al. (2011) rentang usia remaja adalah tahun. Masa remaja merupakan masa perubahan serta peningkatan pertumbuhan yang disertai dengan perubahan-perubahan hormonal, kognitif, dan emosional. Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan dan perkembangan fisik, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi asuan dan kebutuhan gizinya, remaja mempunyai kebutuhan gizi khusus yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan olahraga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara berlebihan, pecandu alkohol atau obat terlarang. Sebagai seorang remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik yang pesat, kebutuhan energi akan lebih besar karena selain energi diperlukan untuk pertumbuhan fisiknya, juga karena lebih banyak melakukan aktifitas fisik, seperti olahraga dan bermain, selain kegiatan rutin sebagai pelajar. Menurut Tirtawinata dan Soerjodibroto (1981) dalam Helinda (2000), bagi seorang olahragawan remaja, karena masih dalam masa pertumbuhan, maka jumlah makanan yang seimbang akan menunjang pertumbuhan fisik semaksimal mungkin. Diharapkan dengan demikian tubuh akan mencapai bentuk yang paling optimal bagi cabang olahraga yang ditekuni ole masing-masing olahragawan. Olahraga Taekwondo Taekwondo, adalah salah satu dari banyak bentuk seni bela diri yang awalnya dikembangkan lebih dari 120 abad yang lalu di Korea. Kata Taekwondo berasal dari kata tae untuk memukul menggunakan kaki, kwon memukul menggunakan tinju, dan do untuk melakukan dengan mengacu pada seni. Istilah ini secara langsung diterjemahkan ke dalam seni menendang dan meninju. Taekwondo merupakan seni bela diri yang unik dengan menggunakan tendangan dan teknik yang dominan. Beberapa waktu terakhir, taekwondo telah

19 5 berubah dari kemampuan bela diri Korea selama perang menjadi olahraga internasional yang diakui (Lee MG & Kim MG 2007). Taekwondo merupakan cabang olahraga yang menyajikan kategori berat badan yang dapat disebut juga weight cycling misalnya terjadi kehilangan berat badan secara cepat akibat beberapa metode yaitu mengkonsumsi makanan secara terbatas atau keadaan dehidrasi yang ekstrim (Rossi et al. 2009). Pada cabang olahraga ini terdapat pengklasifikasian / pengelompokan jenis pertandingan menurut berat badan atlet. Taekwondo berkaitan langsung dengan kemampuan untuk bergerak secara licah, cepat dan kuat. Dalam suatu pertandingan, seorang atlet harus menguasai teknik menyerang dan bertahan. Kemampuan tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perolehan nilai selama pertandingan. Menurut Kazemi et al. (2010), dalam taekwondo, nilai dapat diperoleh dengan menggunakan teknik kaki yaitu dengan menggunakan beberapa bagian kaki seperti bagian bawah pergelangan kaki atau teknik meninju ke bagian tubuh lawan. Pada tahun 2003, peraturan berubah untuk memperkenalkan peningkatan perolehan nilai. Penambahan 2 poin untuk setiap teknik yang mengarah ke bagian kepala, dan 1 poin untuk teknik yang mengarah bagian badan. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004). Menurut Gibson (2005) metode antropometri merupakan pengukuran ukuran tubuh dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubahubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain. Pengukuran antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya. Metode antropometri menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi,

20 6 sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003). Penilaian status gizi dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit yang berkaitan dengan asupan gizi. Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui beberapa cara yaitu penilaian antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinik. Informasi ini dapat digunakan untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi (Gibson 2005). Pengukuran antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh (triceps, biceps, subscapula dan suprailiac). Pengukuran antropometri bertujuan untuk mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, lingkar lengan atas menurut umur, dan lingkar lengan atas menurut tinggi badan. Pengukuran status gizi secara antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu : alat mudah diperoleh, pengukuran mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu (Irianto 2007). Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007) Kategori IMT/U Simpangan baku Obese >+2 SD Gemuk +1 SD sampai dengan +2 SD Normal -2 SD sampai dengan +1 SD Kurus -3 SD sampai <-2 SD Sangat kurus <-3 SD Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan,

21 7 masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al. 2002). Konsumsi pangan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang (Soediaoetama 2008). Survei atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Metode kuantitatif juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al. 2001). Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari libur terhadap

22 8 pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi pangan secara keseluruhan (Almatsier et al. 2011). Pada olahragawan, pengaturan makanan yang tepat berdasarkan cabang olahraganya akan menunjang performa dan prestasi para olahragawan. Makanan yang baik bagi para olahragawan adalah makanan yang seimbang (balanced diet), yaitu makanan yang disusun tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan energi dalam bentuk kalori saja tetapi juga harus memperhatikan komposisi makanannya (Depkes 1993). Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet Menurut Almatsier (2005) aktifitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktifitas fisik, otot memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zatzat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktifitas fisik bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktifitas fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa. Energi Energi dibutuhkan antara lain untuk metabolism basal (BMR = Basal Metabolism Rate) dan aktifitas fisik. Kebutuhan gizi menggambarkan jumlah zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu. Konsumsi energi berada di atas atau di bawah kebutuhan secara terus menerus, maka berat badan atau komposisi badan akan mengalami perubahan (Karyadi & Muhilal 1991). Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), angka kecukupan energi adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat), dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat. Pada olahragawan yang sedang melakukan latihan, dibutuhkan kurang lebih kkal per hari (Sumosardjuno 1990). Menurut rekomendasi ADA (2001) dalam Kazemi et al. (2010), asupan energi untuk individu yang memiliki aktifitas fisik tinggi dapat bervariasi antara kkal/hari. Karbohidrat Hidrat arang merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga dapat disebut juga dengan zat tenaga. Hidrat arang yang terdapat dalam

23 9 makanan adalah pati, sukrosa, laktosa, dan fruktosa (Beck 2011). Pada atlet, kecukupan zat gizi berbeda dari rata-rata masyarakat karena aktifitas atlet tidak sama dengan masyarakat umum serta terdapat kondisi-kondisi tertentu pada atlet yang harus ditunjang oleh nutrisi yang tepat. Energi diperlukan antara lain untuk metabolisme basal dan aktifitas fisik. Energi pada manusia sebagian besar berasal dari makanan sumber hidrat arang (Depkes 1993). Para pekerja berat termasuk olahragawan yang melakukan aktifitas berat, kebutuhan karbohidratnya dapat mencapai 9-10 gr/kg BB/hari atau kurang lebih 70% dari kebutuhan energi keseluruhan setiap hari dan sebaiknya mengandung karbohidrat kompleks. Sekitar 80% atau lebih karbohidrat yang diberikan sebaiknya berupa karbohidrat kompleks dan gula sederhana sebaiknya kurang dari 20% (Irianto 2007). Menurut Degoutte et al. (2003), meskipun konsumsi ideal untuk taekwondo belum ditetapkan, asupan rendah dapat mencegah resintesis glikogen dan kurang dari 500 g/hari adalah jumlah yang cukup untuk menggantikan kehilangan setelah latihan. Protein Protein tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein dalam makanan merupakan satu-satunya sumber nitrogen bagi tubuh. Protein dalam makanan mampu menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal serta dapat digunakan sebagai sumber energi (Beck 2011). Olahragawan yang sedang dalam masa pertumbuhan akan berkembang dengan baik apabila diberikan protein yang cukup untuk perkembangan tubuhnya, termasuk otot-ototnya. Protein sebanyak kurang lebih 20% dalam makanan adalah sangat baik (Sumosadjuno 1990). Menurut Irianto (2007), atlet dari cabang olahraga yang memerlukan kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gr/kg BB/hari dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kg BB/hari. Proporsi protein berubah sesuai dengan jumlah energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya separuhnya berasal dari protein hewani. Atlet juga sebaiknya mengkonsumsi pangan yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein yang berlebih akan diubah menjadi lemak tubuh dan menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993).

24 10 Lemak Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak memiliki nilai energi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan hidrat arang atau karbohidrat., protein, ataupun alkohol (Beck 2011). Kebutuhan lemak sangat baik apabila komposisi lemak yang terdiri dari lemak jenuh dan tak jenuh seimbang (Sumosardjuno 1989). Latihan olahraga dapat meningkatkan kapasitas otot dalam menggunakan lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama yang mampu melindungi pemakaian glikogen dan memperbaiki kapasitas ketahanan fisik. Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak 15-30%, sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993). Konsumsi energi dari lemak dianjurkan tidak lebih dari 30% total energi per hari (Irianto 2007). Menurut ADA (1993), secara umum, asupan lemak pada atlet dan praktisi dengan aktifitas fisik tinggi tidak boleh melebihi 30% dari total energi atau 1 g/kg/hari, proporsi tersebut terdiri dari asam lemak esensial (10 % dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh rantai panjang). Vitamin Vitamin adaah zat-zat rganik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus diperoleh dari bahan makanan. Vitamin bersifat organik sehingga vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemelihara kehidupan. (Almatsier 2005). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011) pada aktifitas olahraga, kegiatan metabolisme zat gizi akan terjadi peningkatan seiiring dengan meningkatnya kebutuhan akan zat-zat gizi termasuk vitamin. Vitamin berperan dalam mengatur fungsi tubuh, misalnya memacu dan memelihara : pertumbuhan, reproduksi, kesehatan dan kekuatan tubuh, stabilitas sistem syaraf, selera makan, pencernaan, dan penggunaan zat-zat makanan lainnya. Selain itu vitamin berperan sebagai antioksidan yakni zat untuk menghindarkan terjadinya radikal bebas. Jenis vitamin yang termasuk zat antioksidan diantaranya vitamin A, dan vitamin C (Irianto 2007). Vitamin A. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan

25 11 prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktifitas biologik seperti retinol. Fungsi utama dari vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005). Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam diferensiasi sel, oleh sebab itu asupan vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) asupan vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara tahun sebaiknya lebih dari 900 µgre dan tidak melebihi 2800 µgre. Vitamin C. Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi, peredaran, dan juga cadangan zat besi, serta dibutuhkan untuk pembentukan jaringan ikat (Beck 2011). Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Olahragawan perlu mengonsumsi vitamin yang lebih besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990). Kecukupan vitamin C yang dianjurkan WKNPG 2004 untuk pria remaja adalah sebanyak mg per hari, sedangkan untuk wanita remaja adalah sebanyak mg per hari. Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktifitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006), asupan vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktifitas yang dilakukan. Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama kofaktor dalam aktifitas enzim-enzim (Almatsier 2005).

26 12 Menurut Irianto (2007) secara umum fungsi mineral bagi tubuh adalah sebagai berikut : menyediakan bahan sebagai komponen penyusun tulang dan gigi, membantu fungsi organ, kontraksi otot, konduksi syaraf, keseimbangan asam basa, serta memelihara keteraturan metabolisme seluler. Khusus bagi olahragawan, perhatian utama harus diberikan pada status zat besi dan kalsium. Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sedangkan kalsium dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel seperti untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel. Kalsium. Menurut Irianto (2007) kalsium merupakan salah satu mineral makro yaitu mineral yang diperlukan oleh tubuh lebih dari 100 mg/hari. Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, lebih dari 99% kalsium terdapat dalam tulang. Kalsium tambahan diperlukan dalam keadaan tertentu, seperti masa pertumbuhan mulai dari anak-anak hingga usia remaja, pada saat hamil, dan selama laktasi (Beck 2011). Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya. Zat Besi. Menurut Irianto (2007) zat besi (Fe) merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kurang dari 100 mg/hari atau dapat disebut juga dengan mineral mikro. Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. (Almatsier 2005). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria mengalami kekurangan zat besi sehingga sukar untuk memperbaiki

27 13 penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya. Kandungan total zat besi dalam tubuh sangat sedikit dan pada seseorang dengan ukuran badan rata-rata, diperkirakan kandungan zat besinya sekitar 4 mg. Zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yang memegang peranan penting dalam pengangkutan oksigen serta karbon dioksida antara paru-paru dan jaringan (Beck 2011). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur dan tahun sebanyak 26 mg. Kebugaran Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian kemampuan seseorang untuk mengerjakan aktifitas fisik secara spesifik (Fatmah & Ruhayati 2011). Kebugaran jasmani adalah sekumpulan luaran yang telah dicapai oleh seseorang, sebagai tujuan utama dari aktifitas fisik secara berkelanjutan (Bovet et al. 2007; Caspersen et al. 1985). Secara umum, komponen kebugaran dibagi menjadi dua kategori yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, dan kebugaran yang berhubungan dengan olahraga/keterampilan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya resiko terhadap penyakit degeneratif dengan komponen daya tahan kardiorespiratori, kebugaran muskuloskeletal (daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal. Kebugaran yang berkaitan dengan olahraga atau keterampilan digambarkan dengan kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan fisik dalam aktifitas atletik atau olahraga. Komponennya terdiri dari kekuatan, kecepatan, daya tahan dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait olahraga dari atlet (Williams 1989). VO 2 Max Kebugaran dapat diukur melalui jumlah oksigen yang dikonsumsi saat berolahraga/latihan pada kapasitas maksimum. VO 2 max adalah jumlah oksigen dalam milliliter yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/kg /menit). Nilai VO 2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem

28 14 jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot. Beberapa studi menyatakan bahwa nilai VO 2 max seseorang dapat ditingkatkan dengan melakukan aktifitas yang mampu meningkatkan denyut jantung secara maksimum hingga 65-85% selama 20 menit pada 3-4 kali seminggu. Nilai ratarata VO 2 max untuk atlet-atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk atlet-atlet wanita sekitar 2,7 liter/menit. (Mackanzie 2001). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frachini et al. (2007), ditemukan bahwa rentang VO 2 max atlet judo adalah ml/kg/menit. Atlet judo dengan nilai VO 2 max yang tinggi memberikan keuntungan selama pertandingan (combat) dengan maksimal durasi 5 menit karena usaha yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang memiliki nilai VO 2 max yang lebih rendah. Multistage fitness test merupakan salah satu tes kebugaran bertingkat yang sering digunakan untuk mengetahui asupan maksimum oksigen atlet (VO 2 max). Keuntungan menggunakan metode ini antara lain mudah dalam pengaturan dan digunakan, pengukuran terhadap sekelompok orang sekaligus pada waktu yang bersamaan sehingga dapat meminimalkan biaya, serta dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Kekurangan dari penggunaan metode ini adalah banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes seperti jika tes dilakukan di luar ruangan maka faktor lingkungan akan mempengaruhi hasilnya. (Mackanzie 1999). Flexibility (Kelentukan) Flexibility / kelentukan menurut Kirkendall et al. (1980) adalah kemampuan tubuh atau bagian-bagian tubuh untuk melakukan berbagai gerakan dengan leluasa dan seimbang antara kelincahan dan respon keseimbangan. Secara umum, suhu badan dan usia sangat mempengaruhi luasnya gerakan bagian-bagian tubuh. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta kualitas sendi itu sendiri. Kelentukan dapat menjadi bagian dari kebugaran karena kelentukan dapat menunjukkan kekuatan sistem muskuloskeletal atau sistem gerak seseorang. Terkait dengan kesehatan, maka kelentukan merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan penyakitpenyakit terkait sistem muskuloskeletal. Alat yang digunakan untuk tes kelentukan biasanya yaitu bangku atau balok dan mistar dengan ukuran 50 cm atau biasa juga yang disebut dengan flexometer. Satuan alat ini yaitu centimeter (Anonim 2009). Metode sit and reach

29 15 test adalah salah satu metode yang dilakukan untuk pengukuran kelentukan seseorang yang dilakukan dengan cara berdiri di atas balok kemudian membungkukkan badan sejauh mungkin dengan posisi kaki dan tangan lurus kebawah. Tangan mencapai balok akan dihitung dengan nilai (+) sedangkan tangan yang tidak bisa mencapai balok akan dihitung dengan nilai (-) dengan satuan centimeter (Anonim 2009). Daya Tahan Otot Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah daya tahan. Dengan daya tahan yang baik, performa atlet akan tetap optimal dari waktu ke waktu karena memiliki waktu menuju kelelahan yang cukup panjang. Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan gerakan, yang dapat dikatakan, berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir pertandingan. Daya tahan otot adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk meneruskan kontraksi pada periode atau jangka waktu yang lama dan mampu pulih dengan cepat setelah lelah. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme aerob maupun anaerob. Daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang panjang (Parahita 2009). Menurut Fatmah & Ruhayati (2011) tes yang dapat digunakan untuk mengukur daya tahan otot meliputi pull up, sit up, dan push up.

30 KERANGKA PEMIKIRAN Pemusatan latihan nasional merupakan kegiatan pelaksanaan program pelatihan dan pembinaan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga tertentu. Dalam penelitian ini pemusatan latihan nasional yang dilaksanakan pada cabang olahraga taekwondo. Setiap atlet memerlukan zat gizi yang sesuai dengan yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktifitas pada saat latihan maupun bertanding. Atlet taekwondo diberikan asuhan gizi berupa pengaturan makanan yang baik dari penyelenggaraan makanan di pemusatan latihan nasional. Tujuan pengaturan makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi makro maupun mikro sehingga mampu menjaga stamina dan mempertahankan status gizi. Stamina yang baik dapat dilihat dari kondisi kebugaran atlet. Pengukuran tingkat kebugaran seseorang dapat dilakukan dengan serangkaian tes yang secara spesifik mengukur komponen kebugaran jasmani. Komponen kebugaran kardiorespiratori dapat diukur menggunakan bleep test sedangkan komponen kebugaran muskuloskeletal meliputi kekuatan, ketahanan, dan kelentukan. Berbagai komponen muskuloskeletal ini dapat diukur melalui beberapa tes seperti sit up, squat jump, serta tes duduk raih. Kerangka berpikir hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran disajikan pada Gambar 1.

31 17 Pengaturan Makanan Makanan dari Luar Penyelenggaraan Makanan Pelatnas Kebiasaan Makan Konsumsi Pangan Aktifitas Fisik Tingkat Kecukupan Zat Gizi Status Gizi Tingkat Kebugaran (VO 2 Max, Flexibility dan Daya Tahan Otot) Prestasi Atlet Taekwondo Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran

32 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena pemusatan latihan nasional merupakan wadah untuk pembinaan dan pelatihan atlet taekwondo nasional yang akan mengikuti beberapa event internasional untuk mewakili negara Indonesia. Atlet nasional tersebut mendapatkan beberapa fasilitas seperti penginapan sehingga juga terdapat penyelenggaraan makanan pada pemusatan latihan di Cipayung, Bogor. Cara Pengambilan Contoh Contoh pada penelitian ini adalah anggota populasi (atlet remaja taekwondo nasional) sebanyak 25 orang. Cara pengambilan dilakukan secara purposive sampling yang termasuk kedalam kriteria inklusi : usia tahun, dimana usia tersebut merupakan rentang usia untuk remaja (almatsier et al. 2011), sedang mendapatkan pelatihan dan pembinaan di pemusatan latihan nasional, dapat diajak berinteraksi, dan bersedia berpartisipasi. Adapun kriteria eksklusi antara lain : tidak berada di pelatnas ketika pengambilan data, dan tidak mengikuti rangkaian tes fisik yang dilaksanakan oleh pelatnas. Berdasarkan kriteria tersebut keseluruhan atlet dapat dijadikan sebagai contoh yaitu sebanyak 25 atlet, namun selama berlangsungnya pengambilan data penelitian terdapat 2 orang yang drop out karena tidak mengikuti tes fisik dan sedang mengikuti kegiatan akademik di sekolah asal. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer yang dikumpulkan antara lain : data karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin dan asal daerah dilakukan dengan menggunakan kuesioner, data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan yang dikumpulkan dengan mengukur secara langsung berat badan contoh menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg sedangkan tinggi badan contoh dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, dan data konsumsi pangan dengan metode food recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturutturut (sabtu, minggu, dan senin).

33 19 Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor yang meliputi :data keadaan umum dan fasilitas pemusatan latihan nasional taekwondo, data jumlah dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, dan data kebugaran (VO 2 max, flexibility, dan daya tahan otot), data VO 2 max diperoleh dari multistage fitness test atau bleep test, data flexibility diperoleh dari sit and reach test, dan data daya tahan otot diperoleh dari tes sit up dan squat jump dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut adalah jenis data, variabel, kategori penelitian dan cara pengumpukan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori pengukuran data Jenis data Variabel Kategori pengukuran Cara pengumpulan Karakteristik contoh data Usia tahun Pengisian Kuesioner Jenis kelamin 1.Laki-Laki 2.Perempuan Asal daerah Beberapa daerah di Indonesia Antropometri IMT/U IMT/U dengan kategori (WHO 2007): 1. Sangat kurus (Z skor < -3 sd) 2. Kurus (Z skor - 3 sd sampai dengan < -2 sd) 3. Normal (Z skor - 2 sd sampai dengan + 1 sd) 4. Gemuk (Z skor + 1 sd sampai dengan + 2 sd) 5. Obese (Z skor > + 2 sd) Konsumsi pangan Konsumsi pangan Tingkat konsumsi energi dan protein (Gibson 2005) : 1. Defisit tingkat berat (<70%) 2. Defisit tingkat sedang (70-79%) 3. Defisit tingkat ringan (80-89%) 4. Normal (90-119%) 5. Kelebihan ( 120%) Tingkat konsumsi vitamin dan mineral (Gibson 2005) : 1. Kurang (<77%AKG) 2. Cukup ( 77%AKG) IMT/U dihitung dengan menggunakan WHO anthroplus 2007 Pengisian Kuesioner dan Wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut

34 20 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan uji beda Independent t-test. Analisis / uji statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain : hubungan antara usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran (VO 2 max, flexibility, dan daya tahan otot) diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. Hubungan antara status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat kebugaran (VO 2 max, flexibility, dan daya tahan otot) pada jenis kelamin yang berbeda dianalisis dengan uji beda Independent t-test. Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik contoh terdiri dari karakteristik individu (jenis kelamin, usia, daerah asal), konsumsi pangan baik secara kualitatif (kebiasaan makan) maupun kuantitatif. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise. Data karakteristik contoh pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai contoh. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus Software ini dapat digunakan pada usia 5-19 tahun. Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Jumlah makanan dalam bentuk gram/urt kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi dan zat gizi dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994).

35 21 KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj Gij = Berat makanan j yang dikonsumsi = Kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan j Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja Keterangan: AKE U B Akf TB AKE = (88,5 61,9U) + 26,7B (Akf) + 903TB + 25 = Angka kecukupan energi (kkal) = Usia (tahun) = Berat badan (kg) = Angka Aktifitas Fisik (disesuaikan pada masing-masing individu) = Tinggi badan (m) Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. Keterangan : TKG K AKGI TKG = (K/AKGI) x 100 = Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi = Angka kecukupan zat gizi contoh Tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada tabel 3.

36 22 Energi dan Zat Gizi Energi dan protein Vitamin dan mineral Sumber : Gibson (2005) Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan a. Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70 79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80 89% angka kebutuhan) d. Normal (90 119% angka kebutuhan) e. Di atas angka kebutuhan ( 120% angka kebutuhan) a. Kurang (< 77% angka kebutuhan) b. Cukup ( 77% angka kebutuhan) Data aktifitas fisik didapatkan dengan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut dengan mengisi kuesioner aktifitas fisik Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktifitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktifitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut: PAL PAR Keterangan : PAL = (PAR x Alokasi Waktu Tiap Aktifitas) 24 Jam = Physical activity level (tingkat aktifitas fisik) = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktifitas per satuan waktu tertentu) Jenis aktifitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Kategori aktifitas berdasarkan nilai PAR Kategori Keterangan PAR PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1 PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1,2 PAL3 Duduk sambil menonton TV 1,72 PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1,5 PAL5 Makan dan minum 1,6 PAL6 Jalan santai 2,5 PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5 PAL8 Mengendarai kendaraan 2,4 PAL9 Menjaga anak 2,5 PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2,75 PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1,7 PAL12 Kegiatan berkebun 2,7 PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) 1,3 PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) 1,6 PAL15 Olahraga (badminton) 4,85 PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6,5 PAL17 Olahraga (bersepeda) 3,6 PAL18 Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7,5 Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

37 23 Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam tabel 5. Tabel 5 Kategori tingkat aktifitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Nilai PAL Aktifitas Sangat Ringan < 1,40 Aktifitas Ringan 1,40-1,69 Aktifitas Sedang 1,70-1,99 Aktifitas Berat 2,00-2,40 Sumber : FAO/WHO/UNU (2001) Definisi Operasional Atlet taekwondo nasional adalah atlet yang menjalani rangkaian tes dari pemusatan latihan nasional seperti fisik, teknik, kecepatan, dan kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Contoh adalah atlet nasional taekwondo yang berada di pemusatan latihan nasional. Daya tahan otot adalah kemampuan atlet dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk melakukan dan mempertahankan suatu gerakan selama mungkin yang diukur dengan tes sit up dan squat jump. Flexibility adalah kemampuan atlet untuk menekuk, meregang dan memutar tubuhnya yang diukur dengan sit and reach test. Kebugaran atlet adalah kemampuan atlet untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk digunakan pada waktu senggang dan untuk keperluan mendadak yang diukur melalui VO 2 max, flexibility, dan daya tahan otot Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh atlet, data diperoleh dengan recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut, yaitu recall dilakukan pada hari sabtu, minggu dan senin. Status gizi atlet adalah keadaan kesehatan tubuh atlet yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: Sangat Kurus = < -3 sd, Kurus = -3 sd sampai dengan < -2 sd, Normal = -2 sd sampai dengan +1 sd, Gemuk = +1 sd sampai dengan +2 sd, Obese = Z-score +2 sd (WHO 2007). Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) dan dinyatakan dalam persentase.

38 24 VO 2 max adalah volume maksimum oksigen yang dapat digunakan per menit satuan yang digunakan adalah ml/kg/menit.

39 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Garuda Emas 2012 adalah kegiatan pelaksanaan program pelatihan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga taekwondo. Pelatnas memiliki ciri-ciri khusus antara lain : pada umumnya berlangsung lebih lama (lebih dari 1 bulan sampai beberapa tahun), konsumen yang dilayani lebih homogen, satu atau beberapa cabang olahraga saja serta adanya periodisasi latihan selama masa penyelenggaraan makanan (Depkes 1993). Ciri-ciri tersebut menyebabkan adanya peraturan-peraturan gizi khusus yang perlu dilaksanakan oleh tim medis yang bertanggung jawab dalam pemusatan latihan nasional. Pemilihan atlet juga didasarkan atas hasil pengamatan dan seleksi yang dilakukan Komisi Kepelatihan PBTI terhadap atlet-atlet di berbagai daerah yang dinilai punya potensi. Para atlet juga menjalani rangkaian tes seperti tes fisik, teknik, kecepatan, serta tes kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Atlet yang terpilih akan mendapatkan pelatihan dan pembinaan dari pelatnas selama 6 bulan yaitu sejak bulan Januari 2012 hingga bulan Juni Dalam waktu tersebut para atlet diproyeksikan untuk mengikuti 6 kejuaraan. Di antaranya Kejuaraan Dunia Yunior di Mesir pada 4-8 April, Kejuaraan Asia Yunior di Vietnam pada April, Kejuaraan Asia di Vietnam pada April, Kejuaraan Asia Poomsae di Vietnam pada 1-2 Mei, Kejuaraan Yunior Poomsae di Vietnam pada 3-4 Mei, dan Kejuaraan Dunia Universitas di Korea Selatan pada Mei. Bagi atlet yang terpilih dan masih sekolah di tingkat SMP dan SMU tetap mendapatkan bimbingan pelajaran setiap hari selama 2 jam yang orientasinya sudah distandarkan dengan sekolah umum. Penyediaan makanan bagi atlet pada pelatnas Garuda Emas 2012 dilakukan oleh Hotel Mars 91 yang berada di Cipayung, Bogor. Dalam hal ini, pelayanan konsumsi menjadi bagian dari pelayanan akomodasi. Menu yang disajikan telah diatur oleh tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yaitu dengan menggunakan siklus menu 10 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kebosanan atlet terhadap makanan yang disajikan. Sebagian besar waktu para atlet dihabiskan di pelatnas sehingga kegiatan makan baik makan pagi, siang, dan malam dilakukan di pelatnas. Oleh sebab itu, pihak penyelenggara harus

40 26 benar-benar memperhatikan susunan menu, kebersihan dan penampilannya agar para atlet tertarik untuk mengonsumsi hidangan. Asmuni (1979) dalam Karfarina (2002) mengungkapkan penyelenggaraan makan atlet hendaknya memperhatikan hal-hal seperti hal berikut : (1) memenuhi syarat-syarat gizi, (2) tampak menarik, (3) bervariasi agar tidak membosankan, (4) menurut cita rasa / selera konsumen, (5) terdiri dari bahan-bahan makanan yang biasa digunakan dan terdapat di pasaran setempat, (7) sesuai dengan agama / kepercayaan konsumen, (8) memberikan rasa puas, (9) jumlah makanan sesuai dengan daya tampung lambung. Pendistribusian makanan di Pelatnas Taekwondo Cipayung menggunakan sistem prasmanan dimana para atlet dapat mengambil sendiri makanan yan telah tersedia di ruang makan sesuai dengan selera masingmasing. Kelemahan dengan sistem ini adalah tidak tercukupinya kebutuhan energi dan zat gizi atlet serta tidak meratanya konsumsi energi dan zat gizi atlet karena atlet memilih makanan tidak berdasarkan kebutuhan tetapi kesukaan terhadap makanan tertentu sehingga pada suatu saat atlet dapat mengonsumsi makanan yang tinggi zat gizi tertentu namun rendah zat gizi lainnya. Struktur Pelatnas dibawah tanggung jawab Ketua Umum PBTI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia). Pelatnas Garuda Emas 2012 terdiri dari dewan penasehat, komandan pelatnas, sekretaris/bendahara, koordinator pelatih, koordinator kesehatan, serta koordinator logistik dan perlengkapan. Komponen pelatnas ini memiliki saling keterkaitan dan kerja sama satu dengan yang lainnya. Struktur Organisasi Pelatnas dapat dilihat pada Lampiran 1. Karakteristik Contoh Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian. Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, tinggi badan. Jenis Kelamin Contoh adalah atlet taekwondo remaja nasional secara keseluruhan (baik laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti pembinaan dan pelatihan khusus di Cipayung, Bogor. Contoh yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini adalah 25 orang yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dari populasi sebanyak 42 atlet taekwondo nasional, sehingga semua populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan

41 27 tetapi, 1 orang atlet drop out karena tidak dapat melakukan tes kebugaran dan 1 orang atlet tidak mengisi kuesioner karena harus mengikuti kegiatan akademik di sekolah asal. Oleh karena itu dari 25 contoh berdasarkan kriteria inklusi, terpilih 23 orang yang dijadikan sebagai contoh. Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin Sebagian besar contoh yang mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus atlet nasional di Cipayung, Bogor, berjenis kelamin perempuan (56,5%) dan berjenis kelamin laki-laki (43,5%). Usia Atlet yang masuk ke pelatnas adalah atlet-atlet berprestasi yang tidak memerlukan usia khusus untuk mengikuti program di pelatnas. Oleh sebab itu usia contoh sedikit beragam. Sebaran atlet taekwondo menurut usia disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia Jenis kelamin Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) tahun 0 0,0 1 7, tahun 2 20,0 5 38, tahun 8 80,0 7 53,8 Jumlah , ,0 Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan contoh perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Usia semua contoh yang diteliti tergolong ke dalam usia remaja yaitu antara tahun (Almatsier et al. 2011). Daerah Asal Pemusatan latihan nasional merupakan wadah yang dijadikan untuk melatih dan sekaligus digunakan untuk tempat pembinaan atlet-atlet dari berbagai daerah yang mempunyai potensi, bakat dan prestasi di cabang

42 28 olahraga taekwondo. Atlet yang masuk di pelatnas berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Sebaran atlet menurut daerah asal disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran atlet taekwondo menurut daerah asal Daerah asal Jumlah (n) Persentase (%) Sumatra Selatan 1 4,3 Riau 2 8,7 Jawa Tengah 10 43,5 Jawa Barat 8 34,8 D.I.Yogyakarta 2 8,7 Jumlah ,0 Daerah asal contoh yang paling banyak adalah Jawa Tengah yaitu sebanyak 10 atlet (43,5%). Asal daerah atlet terbanyak kedua yaitu Jawa Barat sebanyak 8 orang atlet (34,8%), asal daerah berikutnya yaitu Riau dan D.I Yogyakarta masing-masing sebanyak 2 orang atlet (8,7%), sedangkan untuk asal daerah Sumatera Selatan sebanyak 1 orang dengan persentase 4,3%. Pemilihan atlet di pelatnas ini tidak didasarkan pada subjektivitas dari contoh. Pemilihan atlet dilakukan melalui seleksi dan pemilihan ketat yang dilakukan oleh pelatih, pembina, maupun pengurus besar taekwondo indonesia (PBTI) yaitu tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes keterampilan untuk cabang olahraga taekwondo. Selain itu, atlet pelatnas direkomendasikan oleh atlet dari SMA Ragunan Jakarta. Berat Badan Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh meliputi pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Sebaran atlet menurut berat badan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Berat badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Berat Badan Laki-Laki Perempuan Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) ,0 3 23, ,0 4 30, ,0 6 46, ,0 0 0, ,0 0 0,0 Jumlah , ,0 Sebagian besar contoh laki-laki (60,0%) memiliki kisaran berat badan antara kg. Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki berat badan antara kg, sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara kg dan sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara kg. Sebagian besar contoh perempuan (46,2%) memiliki kisaran berat badan antara kg. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki berat badan antara kg, dan sisanya sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki berat badan

43 29 antara kg. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,009) antara berat badan pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Contoh laki-laki memiliki rata-rata berat badan yaitu 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Rata-rata berat badan contoh tersebut belum memenuhi rata-rata berat badan standar untuk remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004). Tinggi Badan Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) antara tinggi badan pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kisaran tinggi badan antara cm (40,0%) dan cm (40,0%). Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki tinggi badan antara cm. Sebagian besar contoh perempuan (38,5%) memiliki kisaran tinggi badan antara cm. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki tinggi badan antara cm, sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara cm dan sisanya sebanyak 7,7% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara cm. Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Tinggi badan Laki-Laki Perempuan Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) ,0 4 30, ,0 3 23, ,0 5 38, ,0 1 7, ,0 0 0,0 Jumlah , ,0 Status Gizi Karakteristik Antropometri Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh individu atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri. Untuk menentukan status gizi contoh terlebih dahulu ditentukan IMT contoh. Penentuan status gizi contoh dilakukan dengan menggunakan indikator IMT/U

44 30 yang direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003). Secara keseluruhan baik contoh laki-laki dan contoh perempuan memiliki status gizi pada rentang -1,67 SD sampai dengan 0,84 SD dimana rentang tersebut merupakan kategori status gizi normal menurut WHO (2007). Hasil uji beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara status gizi pada contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Status gizi yang baik sangat penting bagi atlet karena dapat meningkatkan kemampuan dan performa atlet (Williams 1989). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al 2002). Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al 1988). Metode kuantitatif juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al 2001). Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari libur terhadap pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi pangan secara keseluruhan (Almatsier et al 2011).

45 31 Frekuensi Makan Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif. Menurut Khomsan (2000) dapat menjadi kecukupan konsumsi gizi diartikan sebagai semakin tinggi frekuensi makan, maka peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi akan semakin besar. Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari dengan menggunakan metode recall. Frekuensi makan contoh dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10 Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan Frekuensi Makan Sebaran Jumlah (n) Persentase (%) 1 kali 0 0,0 2 kali 1 4,3 3 kali 17 73,9 > 3 kali 5 21,7 Jumlah Sebanyak 73,9% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya, sedangkan sebanyak 5 contoh memiliki frekuensi makan lebih dari 3 kali yaitu sebesar 21,7% dan sebanyak 1 contoh memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali sehari yaitu sebesar 4,3%. Kebiasaan makan tiga kali sehari pada contoh sudah dianggap cukup baik untuk menghindari terjadinya masalah gizi (Suhardjo 1989). Kebiasaan Makan Atlet diharapkan memiliki kondisi fisik yang optimal selama menjalani latihan yang intensif. Untuk mencapai kondisi yang optimal tersebut dibutuhkan kebiasaan makan yang baik untuk mencapai gizi yang optimal dan akan menghasilkan kondisi fisik yang prima bagi atlet. Kebiasaan makan contoh diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan metode recall. Menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu konsumsi pangan, preferensi pangan (kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu pangan), ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan disajikan pada Tabel 11.

46 32 Tabel 11 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan Kebiasaan Makan Sebaran Jumlah (n) Persentase (%) Kebiasaan Sarapan Selalu 18 78,3 Kadang-kadang 5 21,7 Jarang 0 0,0 Tidak pernah 0 0,0 Jumlah ,0 Menu sarapan Mie 1 4,3 Roti 8 34,8 Nasi+lauk pauk 11 47,8 Lainnya 3 13,0 Jumlah ,0 Susunan menu siang hari Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 17 73,9 Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 3 13,0 Nasi, lauk hewani 0 0,0 Lainnya 3 13,0 Jumlah ,0 Susunan menu malam hari Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 7 30,4 Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 12 52,2 Nasi, lauk hewani 0 0,0 Lainnya 4 17,4 Jumlah ,0 Konsumsi fastfood Selalu 2 8,7 Kadang-kadang 12 52,2 Jarang 9 39,1 Tidak pernah 0 0,0 Jumlah ,0 Hasil recall mengenai kebiasaan makan pada contoh menunjukkan bahwa sebagian besar contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan yaitu sebanyak 18 contoh dengan persentase 78,3% contoh. Menu sarapan yang biasa dikonsumsi oleh sebagian besar contoh (48,7%) berupa nasi dan lauk pauk. Makan siang contoh sebagian besar diisi dengan menu berupa nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah (73,9%), sedangkan makan malam contoh sebagian besar diisi dengan menu nasi, lauk hewani atau lauk nabati serta sayur (52,2%). Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu, konsumsi pangan, preferensi (kesukaan atau ketidaksukaan) makan, ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Untuk konsumsi makanan cepat saji (fast food) sebagian besar contoh (52,2%) menyatakan kadang-kadang mengkonsumsi fast food. Menurut Irianto (2007) penyediaan makanan cepat saji memiliki kelebihan antara lain penyajian yang cepat sehingga tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja, higienis, dianggap makanan modern. Namun fast food juga memiliki kekurangan yaitu komposisi bahan makanan yang kurang memenuhi standar

47 33 makanan sehat berimbang, antara lain kandungan lemak jenuh berlebihan karena unsur hewani lebih banyak daripada nabati, kurang serat, kurang vitamin, serta terlalu banyak sodium. Kebiasaan Minum Konsumsi cairan bagi seorang atlet sangat diperlukan untuk menjaga status hidrasi tubuh. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan. Sebaran atlet menurut kebiasaan minum disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum Kebiasaan minum Sebaran Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi air putih 5 gelas 0 0,0 > 5 gelas 2 8,7 7 gelas 1 4,3 8 gelas 20 87,0 Jumlah ,0 Konsumsi sport drink Ya 22 95,7 Tidak 1 4,3 Jumlah ,0 Konsumsi minuman beralkohol Ya 0 0,0 Tidak ,0 Jumlah ,0 Berdasarkan hasil recall mengenai kebiasaan minum contoh menunjukkan bahwa contoh sebagian besar (87,0%) mengkonsumsi air putih lebih dari 8 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi lebih dari 2400 ml/hari, sebanyak 8,7% contoh mengkonsumsi air putih lebih dari 5 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi ml/hari, dan sebanyak 4,3% mengkonsumsi air putih 7 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi 2100 ml/hari. Kebiasaan minum lebih dari 8 gelas sudah dapat mencukupi kebutuhan atlet akan asupan air. Menurut Depkes (1993) asupan air bagi atlet harus mencukupi untuk dapat mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. Banyaknya air yang diperlukan kurang lebih 2500 ml. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Menurut Irianto (2007) olahragawan disarankan untuk meninggalkan minuman beralkohol karena alkohol merupakan depresan bagi susunan syaraf pusat, dapat memproduksi asam laktat, mengganggu kerja syaraf serta mempunyai sifat

48 34 diuretik yang memudahkan pengeluaran air seni. Untuk konsumsi sport drink, diketahui bahwa sebagian besar contoh yaitu 95,7% contoh mengkonsumsi sport drink. Kebiasaan Makan Sebelum Pertandingan Sebelum pertandingan, sebagian besar (82,6%) contoh mengonsumsi makanan atau minuman. Makanan/minuman yang biasa dikonsumsi oleh contoh sebelum pertandingan antara lain makanan lengkap, cemilan, sport drink, air mineral, buah-buahan, coklat, dan vitamin. Sebanyak 17,4% contoh biasa tidak mengonsumsi makanan/minuman sebelum pertandingan. Rentang waktu konsumsi makanan lengkap sebelum pertandingan, sebanyak 30,4% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding, 43,5% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam sebelum bertanding dan sisanya yaitu 26,1% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam sebelum bertanding. Sebagian besar (78,3%) contoh juga memiliki makanan dan minuman yang dihindari saat sebelum pertandingan. Menurut Depkes (1993) waktu makan yang dapat diterapkan oleh atlet pada 3-4 jam sebelum bertanding yaitu makanan utama yang terdiri dari nasi, sayur, lauk pauk dan buah. Pada 2-3 jam sebelum bertanding, makanan yang dapat dikonsumsi oleh seorang atlet adalah makanan kecil seperti crackers, roti, dll. Pada 1-2 jam sebelum bertanding makanan yang dikonsumsi oleh atlet dapat terdiri dari makanan cair/minuman seperti juice buah, teh, dll sedangkan waktu < 1 jam sebelum bertanding atlet disarankan untuk mengonsumsi cairan atau minuman. Makanan dan minuman yang dihindari oleh contoh sebelum bertanding yaitu makanan pedas dan soft drink. Kebiasaan makan pada atlet dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding Kebiasaan makan sebelum bertanding Sebaran Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi makanan/minuman sebelum pertandingan Ada 19 82,6 Tidak 4 17,4 Jumlah ,61 Rentang waktu konsumsi makanan lengkap 1-2 jam 7 30,4 2-3 jam 10 43,5 3-4 jam 6 26,1 4-5 jam 0 0,0 Jumlah ,0 Makanan dan minuman yang dihindari Ada 18 78,3 Tidak 5 21,7 Jumlah ,0

49 35 Kebiasaan Makan Selama Bertanding Mengkonsumsi makanan dan minuman selama bertanding penting dilakukan oleh atlet. Hal ini bertujuan untuk memperoleh makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen dan status hidrasi tetap terpelihara. Kebiasaan makan/minum atlet nasional taekwondo selama pertandingan dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding Kebiasaan makan selama bertanding Sebaran Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi makanan/minuman selama pertandingan Ya 15 65,2 Tidak 8 34,8 Jumlah ,0 Makanan dan minuman yang dihindari Ada 17 73,9 Tidak 6 26,1 Jumlah ,0 Sebagian besar (65,2%) contoh memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan atau minuman selama pertandingan berupa sport drink, cemilan, air mineral, buah pisang, coklat dan madu. Selama pertandingan sebagian besar contoh (34,8%) menyatakan memiliki makanan dan minuman yang dihindari selama pertandingan yaitu makanan asam dan pedas, soft drink, alkohol dan gorengan dan sisanya (26,1%) menyatakan tidak mempunyai makanan atau minuman yang dihindari pada saat pertandingan. Menurut Depkes (1993) selama bertanding hindari mengonsumsi makanan yang dapat merangsang dan mengandung gas. Makanan yang terlalu pedas, terlalu asam dan mengandung gas akan mengganggu proses pencernaan dan menimbulkan rasa tidak nyaman di lambung. Soft drink merupakan salah satu minuman yang merangsang dan dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam urat dan membuat perasaan yang tidak nyaman dalam lambung karena mengandung karbonasi. Kebiasaaan Makan Setelah Bertanding Setelah pertandingan, energi di dalam tubuh berkurang dengan cepat. Selain itu, tubuh juga mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui keringat karena aktifitas yang dilakukan selama pertandingan. Oleh sebab itu, makanan dan minuman setelah pertandingan sangat dibutuhkan sesegera mungkin oleh tubuh untuk memulihkan keadaan tubuh seperti mengembalikan glikogen, mengganti cairan dan elektrolit yang terbuang untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh.

50 36 Berdasarkan hasil recall, contoh mengkonsumsi makanan / minuman segera setelah bertanding berupa air dingin (26,1%), makan besar (26,1%), sari buah (21,7%), dan sport drink (17,4%). Tujuan dari pemberian air dingin setelah bertanding adalah karena pada saat pertandingan terjadi peningkatan pengeluaran energi yang besar, sehingga terjadi pengosongan lambung. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan air dingin yang bersuhu 10 0 C untuk mengatasi kekosongan lambung, karena air dingin lebih cepat diserap oleh usus. Selain itu, pemberian sari buah ditujukan karena dapat mengganti sebagian kalium dan natrium yang hilang melalui keringat. Dalam sari buah selain terdapat karbohidrat juga mengandung vitamin C, mineral seperti kalium dan natrium (Depkes 1993). Kebiasaan makan/minum atlet setelah bertanding dapat dilihat ada tabel 15. Tabel 15 Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding Kebiasaan makan setelah bertanding Jumlah Jumlah (n) Persentase (%) Konsumsi makanan/minuman segera setelah pertandingan Air dingin 6 26,1 Sari buah 5 21,7 Tidak ada 2 8,7 Lainnya 10 43,5 Jumlah ,0 Rentang waktu konsumsi makanan lengkap 1-2 jam 15 65,2 2-3 jam 4 17,4 3-4 jam 4 17,4 4-5 jam 0 0,0 Jumlah ,0 Makanan dan minuman yang dihindari Ada 4 17,4 Tidak 19 82,6 Jumlah ,0 Untuk konsumsi makanan lengkap setelah bertanding, sebanyak 65,2% contoh menyatakan mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah bertanding, 14,7% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam setelah bertanding dan sisanya mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam setelah bertanding. Sebanyak 82,6% contoh tidak memiliki makanan dan minuman yang dihindari setelah pertandingan, sebanyak 17,4% contoh memiliki makanan atau minuman yang dihindari yaitu minuman soda dan makanan pedas untuk tidak dikonsumsi setelah pertandingan. Menurut Irianto (2007) setengah jam setelah bertanding, atlet dapat diberikan jus buah sebanyak 1 gelas. Satu jam setelah bertanding, atlet diberikan jus buah 1 gelas dan snack ringan atau makanan cair yang mengandung karbohidrat sebanyak 300 kkal. Dua jam setelah bertanding, makan lengkap dengan prosi kecil. Sebaiknya diberikan lauk yang tidak

51 37 digoreng, tidak bersantan dan diberikan banyak sayuran dan buah. Setelah 4 jam bertanding, atlet akan merasakan rasa lapar. Oleh karena itu, penyediaan makan pada malam hari menjelang tidur mutlak diperlukan bagi atlet yang bertanding malam hari. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Energi Konsumsi energi contoh diperoleh dengan menggunakan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut yaitu sabtu, minggu dan senin. Tujuan dari metode recall ini untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang lebih optimal pada saat melakukan aktifitas di mess dan diluar mess. Pertimbangan pengambilan konsumsi pangan selama 3 hari adalah pada hari Sabtu, contoh hanya mendapatkan pembinaan dan pelatihan selama 6 jam. Pada hari Minggu, contoh tidak mendapatkan pembinaan dan pelatihan. Pada hari Senin, contoh mendapatkan pembinaan dan pelatihan sepenuhnya, sehingga atlet sudah harus kembali ke pemusatan latihan nasional dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Data konsumsi contoh yang kemudian dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi contoh diperoleh dari perhitungan berdasarkan WKNPG (2004). Faktor aktifitas yang digunakan per individu didasarkan atas aktifitas yang dilakukannya selama 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi Hasil recall menunjukkan rata-rata konsumsi energi contoh secara keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi yaitu sebesar 3204 kkal dan konsumsi energi paling rendah yaitu 870 kkal. Gambar 3.

52 38 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit tingkat berat (80,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan energi berada dalam kategori defisit tingkat berat (69,2%). Tingkat konsumsi dan kecukupan energi yang rendah dapat disebabkan oleh sistem pendistribusian makanan yang menggunakan sistem prasmanan yaitu para atlet dapat mengambil makanan berdasarkan kesukaan masing-masing individu bukan berdasarkan pada kebutuhannya sehingga pemasukan energi atlet ada yang kekurangan dan kelebihan. Padahal dengan aktifitas berat dan pengeluaran energi yang besar harus diimbangi dengan pemasukan makanan yang seimbang sehingga stamina tubuh tetap stabil. Protein Protein sangat dibutuhkan bagi atlet remaja dalam pertumbuhan dan pembentukan tubuh guna mencapai bentuk tubuh yang optimal. Sumber protein dapat berasal dari bahan pangan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, baik dalam segi jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan protein nabati berasal dari kacang-kacangan dan hasil olahannya. Rata-rata konsumsi protein contoh secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram dengan konsumsi protein paling tinggi sebesar 85,0 gram dan konsumsi protein paling rendah sebesar 19,8 gram. Tingkat kecukupan protein contoh disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%) sedangkan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori defisit berat (38,5%). Menurut Depkes (1993) kebutuhan protein atlet dari cabang olahraga yang memerlukan

53 39 kekuatan dan kecepatan (power/strenght) perlu mengonsumsi protein antara 1,2-1,7 gram protein/kgbb/hari dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kgbb/hari. Peningkatan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih berisiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat sehingga protein sangat diperlukan untuk pembentukan dan pemulihan kekuatan otot. Lemak Saat berolahraga kompetitif dengan intensitas tinggi seperti olahraga taekwondo, pengunaan lemak sebagai sumber energi tubuh akibat dari mulai berkurangnya simpanan glikogen otot dapat menyebabkan tubuh terasa lelah sehingga secara perlahan intensitas olahraga akan menurun. Hal ini disebabkan karena produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan laju produksi energi melalui pembakaran karbohidrat walaupun pembakaran lemak akan menghasilkan energi yang lebih besar jika dibandingan dengan pembakaran karbohidrat. Rata-rata konsumsi lemak contoh secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 104,0 gram dan konsumsi paling rendah sebanyak 13,2 gram. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan lemak dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Sebaran atlet taekowondo menurut tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan lemak pada contoh laki-laki sebagian besar berada dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) dan contoh perempuan sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Hal tersebut dimungkinkan oleh kekhawatiran atlet mengalami kegemukan sehingga mengurangi makanan yang berlemak. Kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993).

54 40 Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung aktifitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi sistem pusat syaraf termasuk otak. Di dalam tubuh, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan karbohidrat dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat Hasil recall menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi karbohidrat contoh adalah 794,8 ± 546,3 gram dengan konsumsi terendah sebanyak 157,8 gram dan konsumsi tertinggi yaitu 2015,4 gram. Tingkat kecukupan karbohidrat pada contoh laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) dan sebagian besar contoh perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar atlet telah mengonsumsi karbohidrat melebihi kecukupan. Menurut Clark (1996) dalam Karfarina (2002) pemberian karbohidrat bertujuan untuk membentuk glikogen otot dan hati. Tubuh akan mencerna berbagai jenis karbohidrat menjadi glukosa sebelum digunakan sebagai bahan bakar otot dan otot memerlukan glukosa darah sebagai tenaga. Para atlet yang memiliki glukosa darah yang rendah maka akan cenderung memiliki penampilan yang rendah karena rendahnya bahan bakar yang digunakan untuk tenaga, terbatasnya fungsi otot serta kapasitas mental. Selain itu, pemberian makanan karbohidrat tinggi selalu dapat menaikkan daya tahan seseorang pada latihan-latihan berat dalam jangka waktu yang lama.

55 41 Vitamin A Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai fungsi penting dalam penglihatan. Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin A juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005). Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan vitamin A dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A Angka kecukupan vitamin A bagi remaja berumur tahun adalah 900 µgre. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh secara keseluruhan yaitu 2669,8 ± 1603,0 µgre, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 5761,1 µgre dan konsumsi terendah sebanyak 213,5 µgre. Sebagian besar contoh baik laki-laki (90,0%) maupun perempuan (84,6%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A dalam kategori cukup karena sudah mengkonsumsi vitamin A lebih dari 77% angka kecukupan vitamin A. Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Pada pelatnas cabang olahraga taekwondo, tidak disediakan penambahan suplemen vitamin oleh tim medis pelatnas. Hal tersebut diharapkan bahwa atlet dapat memperoleh kecukupan vitamin dari makanan yang dikonsumsinya terutama yang berasal dari sayur dan buah. Bahan pangan yang dikonsumsi contoh yang mengandung sumber vitamin A paling besar terdapat pada bahan makanan telur ayam, wortel dan bahan makanan lainnya seperti sayur dan buah. Vitamin C Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan

56 42 antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Angka kecukupan vitamin C bagi remaja yang berumur tahun adalah 60 mg menurut WKNPG Rata-rata konsumsi vitamin C contoh secara keseluruhan yaitu 110,4 ± 44,7 mg dengan konsumsi tertinggi yaitu sebanyak 229,7 mg dan konsumsi terendah sebanyak 54,3 mg. Tingkat kecukupan vitamin C contoh disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan vitamin C baik contoh laki-laki maupun perempuan tergolong cukup yaitu contoh laki-laki (90,00%) dan contoh perempuan (92,3%). Menurut Depkes (1993), vitamin C penting untuk atlet karena perannya sebagai menjaga penyembuhan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi. Olahragawan perlu mengonsumsi vitamin yang lebh besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990). Bahan pangan sumber vitamin C yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu buah-buahan seperti jeruk, melon, semangka, dan pisang. Kalsium Fungsi utama kalsium di dalam tubuh adalah peranannya dalam pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap dan jumlah kekuatan jaringan tulang. Menurut WKNPG 2004 kecukupan kalsium remaja yang berumur tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Gambar 9.

57 43 Gambar 9 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium Rata-rata konsumsi kalsium contoh secara keseluruhan yaitu 5313,0 ± 6156,0 mg dengan konsumsi paling tinggi yaitu 17624,9 mg dan konsumsi terendah sebanyak 44,7 mg. Tingkat kecukupan kalsium sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori cukup (60,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan kalsium dalam kategori cukup (53,8%). Tingkat kecukupan kalsium baik pada contoh laki-laki maupun contoh perempuan sebagian besar berada dalam kategori cukup yaitu 60,0% pada contoh laki-laki dan 53,8% pada contoh perempuan. Kekurangan kalsium pada masa remaja akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (Almatsier 2005). Zat Besi Zat besi merupakan mineral yang sangat diperlukan tubuh dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan dalam metabolisme. Kekurangan zat besi terutama pada remaja dapat menyebabkan anemia gizi besi dan juga menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan, dan menurunkan kemampuan kognitif. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan zat besi dapat dilihat pada Gambar 10.

58 44 Gambar 10 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi Rata-rata konsumsi zat besi contoh secara keseluruhan yaitu 15,5 ± 11,6 mg, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 62,7 mg dan konsumsi terendah sebanyak 6,0 mg. Tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh laki-laki berada dalam kategori kurang (60,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan besi dalam kategori kurang (84,6%). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria mengalami kekurangan zat besi sehingga sukar untuk memperbaiki penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya. Tingkat Kebugaran Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Nilai kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Tingkat kebugaran jasmani dapat dilihat dari VO 2 max yang diperoleh dari Bleep Test, flexibility dengan sit and reach test, dan daya tahan otot diperoleh dengan pengukuran sit up dan squat jump. VO 2 Max Atlet nasional taekwondo mempunyai nilai VO 2 max yang beragam pada masing-masing kategori, tergantung kepada jenis kelamin dan umur dari atlet. Rata-rata nilai VO 2 max contoh yang berjenis kelamin laki-laki berada pada kategori baik yaitu 49,50 ± 7,5 ml/kg/menit, sedangkan rata-rata nilai VO 2 max contoh perempuan berada pada kategori sangat baik yaitu 41,24 ± 6,5

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 29 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2011 di SMA Ragunan

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17 METODE Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di lingkungan Kampus (IPB)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di SMP/SMA Ragunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Garuda Emas 2012 adalah kegiatan pelaksanaan program pelatihan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencak silat merupakan bela diri asli Indonesia yang sudah diakui dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pencak silat merupakan bela diri asli Indonesia yang sudah diakui dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencak silat merupakan bela diri asli Indonesia yang sudah diakui dunia. Saat ini, pencak silat sendiri sudah dipertandingkan diberbagai ajang kompetisi olahraga internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah salah satu cabang olahraga yang popular dan banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia sudah melekat kecintaanya terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Penelitian ini menggunakan contoh mahasiswa mayor Ilmu Gizi tahun ajaran 2009 yang mengikuti mata kuliah Gizi Olahraga. Jumlah contoh awal dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu yang membutuhkan daya tahan jantung paru. Kesegaran jasmani yang rendah diikuti dengan penurunan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus-September 2011 di SMA Negeri 6

Lebih terperinci

METODE. n = Z 2 P (1- P)

METODE. n = Z 2 P (1- P) 18 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Lokasi penelitian adalah TKA Plus Ihsan Mulya Cibinong.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 16 METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Olahraga adalah segala bentuk aktivitas fisik kompetitif yang biasanya dilakukan melalui partisipasi santai atau terorganisi, bertujuan untuk menggunakan, memelihara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak BAB V PEMBAHASAN A. Asupan Karbohidrat Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak latihan diketahui bahwa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional. Pemilihan lokasi SMA dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Daya Tahan Tubuh (Endurance) 1. Pengertian Menurut Toho Cholik Mutohir dan Ali Maksum (2007) daya tahan umum adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas terus-menerus (lebih

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 8 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai hubungan konsumsi susu dan kebiasaan olahraga dengan status gizi dan densitas tulang remaja di TPB IPB dilakukan dengan menggunakan desain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30)

METODE PENELITIAN. Yayasan Yasmina Bogor (Purposive) N= 65. Kabupaten Bogor (N = 54) Populasi sumber (N=50) Contoh penelitian (n= 30) 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah dengan cross sectional study. Pemilihan tempat tersebut dilakukan secara purposive, yaitu di Bogor pada peserta Program

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. diperlukan dalam mensuplai energi untuk aktifitas fisik (1).

BAB 1 : PENDAHULUAN. diperlukan dalam mensuplai energi untuk aktifitas fisik (1). BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan fisik sekaligus sebagai upaya memelihara kesehatan dan kebugaran, selain itu olahraga juga dapat ditunjukkan

Lebih terperinci

Karakteristik Sampel: Usia Jenis Kelamin Berat Badan Tinggi Badan. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi. Status Gizi

Karakteristik Sampel: Usia Jenis Kelamin Berat Badan Tinggi Badan. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi. Status Gizi 20 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Untuk mencapai status gizi yang baik diperlukan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

Bagan Kerangka Pemikiran "##

Bagan Kerangka Pemikiran ## KERANGKA PEMIKIRAN Olahraga pendakian gunung termasuk dalam kategori aktivitas yang sangat berat (Soerjodibroto 1984). Untuk itu diperlukan kesegaran jasmani, daya tahan tubuh yang prima, dan keseimbangan

Lebih terperinci

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes Introduction Gizi sec. Umum zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan memperbaiki jaringan tubuh. Gizi (nutrisi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Olahraga

TINJAUAN PUSTAKA Olahraga 4 TINJAUAN PUSTAKA Olahraga Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar maupun gerak keterampilan (kecabangan

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek METODE Disain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda yang dilaksanakan oleh tim

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan suatu kegiatan atau proses menyediakan makanan dalam jumlah yang banyak atau dalam jumlah yang besar. Pada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah siswa pada perguruan tinggi yang memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan sebagai remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola merupakan olahraga yang paling populer di Indonesia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola merupakan olahraga yang paling populer di Indonesia. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepak bola merupakan olahraga yang paling populer di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan oleh banyaknya klub-klub sepak bola yang ada dan penggemar yang tidak sedikit.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh

METODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana seluruh pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangsari

Lebih terperinci

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti KERANGKA PEMIKIRAN Usia sekolah adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Kebutuhan gizi pada masa anak-anak harus dipenuhi agar proses pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan profesional di Indonesia. Untuk membina seorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gizi a. Definisi Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut cara pengucapan Mesir, ghidza dibaca ghizi. Gizi adalah segala

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan baseline dari penelitian Dr. Ir. Sri Anna Marliyati MSi. dengan judul Studi Pengaruh Pemanfaatan Karoten dari Crude Pal Oil

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian mengenai konsumsi pangan, aktivitas fisik, status gizi dan status kesehatan lansia menggunakan desain cross sectional. Desain ini merupakan pengamatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 13 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian tentang hubungan tingkat konsumsi dan aktivitas fisik terhadap tekanan darah dan kolesterol ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi KERANGKA PEMIKIRAN Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis ketika masih berstatus bayi (Arisman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kondisi jasmani yang berhubungan dengan kemampuan atau kesanggupan tubuh yang berfungsi dalam menjalankan pekerjaan secara optimal dan efisien.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Awal dan Mahasiswa Konsumsi Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Awal dan Mahasiswa Konsumsi Pangan 4 TINJAUAN PUSTAKA Dewasa Awal dan Mahasiswa Dari pertumbuhan fisik, dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40

METODE PENELITIAN. Kelas Populasi (N) Contoh (n) Kelas Kelas Total 81 40 15 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah metode survei dengan teknik wawancara. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Babakan, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat pertumbuhan yang terjadi sebelumnya pada

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik yang menggambarkan sistem penyelenggaraan makan dan preferensi para atlet terhadap menu makanan yang disajikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bogor. Penentuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Pemilihan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study, dilaksanakan di Instalasi Gizi dan Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27) METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah case study. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2, Kota Bogor. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN...

LEMBAR PERSETUJUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i ABSTRAK... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii PENGESAHAN SKRIPSI... iv SURAT PERNYATAAN... v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Serta meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jepang yang terdiri dari dua kata yaitu kara dan te, jika disatukan dalam satu

I. PENDAHULUAN. Jepang yang terdiri dari dua kata yaitu kara dan te, jika disatukan dalam satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah aktifitas fisik atau jasmani yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh. Salah satu cabang olahraga yang banyak digemari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan KESEIMBANGAN ENERGI Jumlah energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar 1 kg sebesar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. atau resiko dan variabel terikat atau variabel akibat, akan dikumpulkan

III. METODE PENELITIAN. atau resiko dan variabel terikat atau variabel akibat, akan dikumpulkan III. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas atau resiko dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

Lebih terperinci

2015 PENGARUH LATIHAN CIRCUIT TRAINING TERHADAP PENURUNAN LEMAK TUBUH DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN DAYA TAHAN AEROBIK (VO2 MAX)

2015 PENGARUH LATIHAN CIRCUIT TRAINING TERHADAP PENURUNAN LEMAK TUBUH DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN DAYA TAHAN AEROBIK (VO2 MAX) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tubuh ideal dan sehat menjadi dambaan bagi semua orang karena hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri dalam pergaulan serta tampil sehat dalam setiap kesempatan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku

KERANGKA PEMIKIRAN. Karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh: Karakteristik contoh: Pengetahuan gizi seimbang. Jenis kelamin Umur Uang saku 126 KERANGKA PEMIKIRAN Ada beberapa faktor yang mempengaruhi praktek gizi seimbang yang selanjutnya diterapkan dalam konsumsi energi dan zat gizi. Faktor tersebut diantaranya adalah pengetahuan,sikap,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Gambar 2Cara Penarikan Contoh 16 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study dimana pengumpulan data dilakukan pada satu waktu untuk menggambarkan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Status Gizi a. Pengertian Status Gizi Status Gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Keseimbangan antar nutrisi yang masuk dan nutrisi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Pesantren di

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, sedangkan menurut Depkes RI 2006 jumlah remaja meningkat yaitu 43 juta jiwa, dan menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMP/SMA Negeri Ragunan Jakarta merupakan sekolah khusus yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan atlet remaja dari berbagai cabang olahraga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja dan sistematis untuk mendorong, membina dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. sengaja dan sistematis untuk mendorong, membina dan mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan segala aktivitas fisik yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk mendorong, membina dan mengembangkan potensi jasmani, rohani dan sosial

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain Case Study.Penelitian ini dilakukan di SDN Pasanggrahan 2, Desa Cilangohar, Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta.Pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prestasi olahraga Indonesia mengalami keadaan pasang dan surut. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Prestasi olahraga Indonesia mengalami keadaan pasang dan surut. Pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prestasi olahraga Indonesia mengalami keadaan pasang dan surut. Pada tiga periode SEA Games berturut-turut, yaitu tahun 2007, 2009, dan 2011, peringkat perolehan medali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci