ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SITUASI KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF"

Transkripsi

1 EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK ANALISIS SITUASI Januari- Februari 2017 JARINGAN SURVEY INISIATIF KAJIAN HUKUM GUGATAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PILKADA ACEH 2017 COPYRIGHT JARINGAN SURVEY INISIATIF 2017 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG UNDANG

2 DAFTAR ISI AUTHOR Tim Riset JSI EDITOR ARYOS NIVADA DESAIN LAYOUT Teuku Harist Muzani SENIOR EXPERT ANDI AHMAD YANI, AFFAN RAMLI, CAROLINE PASKARINA, ELLY SUFRIADI, CHAIRUL FAHMI, MONALISA, FAHRUL RIZA YUSUF pendahuluan MEMAHAMI SENGKETA PHP FORMULASI PENGHITUNGAN SELISIH SUARA php PENUTUP rjaringan SURVEY INISIATIF Jln. Tgk. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, INDONESIA Telp. (0651) Web: js.inisiatif@gmail.com

3 ANALISIS SITUASI edisi 15 tahun 2017 JSI 3 PENDAHULUAN Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pada awalnya merupakan ranah kewenangan Mahkamah Agung (MA). Dalam perkembangan selanjutnya, Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu menyebutkan bahwa pilkada merupakan bagian dari pemilihan umum (Pemilu). Ketentuan tersebut diikuti dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 memasukkan pemilihan kepala daerah (pilkada) sebagai bagian dari rezim pemilihan umum (pemilu). Sehingga pasal 236C mengamanatkan penanganan sengketa hasil penghitungan suara pilkada dialihkan dari MA ke MK dalam waktu 18 bulan sejak Undang-Undang tersebut diundangkan. Sejak itu, permohonan perkara sengketa pilkada mengalir ke MK. Namun pada 19 Mei 2014, MK melalui putusannya menegaskan penanganan penyelesaian sengketa pilkada bukan merupakan ranah kewenangan MK. Putusan bernomor 97/ PUU-XI/2013 itu menyatakan pemilihan umum menurut Pasal 22E UUD 1945 harus dimaknai secara limitatif, yaitu pemilihan umum yang diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD propinsi dan kabupaten, serta Presiden dan wakilnya yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Berdasarkan putusan tersebut, yang dimaksud pemilihan umum setiap lima tahun sekali pada Pasal 22E UUD 1945 adalah pemilihan calon anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi dan kabupaten, serta Presiden dan wakilnya secara bersamaan setiap lima tahun sekali atau pemilihan lima kotak suara. Dengan kata lain, pilkada bukan rezim pemilu. Lalu, bagaimana jika terjadi sengketa pilkada, lembaga mana yang berwenang memeriksa dan mengadilinya? Dalam putusan tersebut, MK sepenuhnya menyerahkan hal ini kepada pembentuk UU yaitu pemerintah dan DPR. Lalu lahirlah Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang mencabut berlakunya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui DPRD. Pada saat yang sama Pemerintah juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang intinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 ini pun kemudian direvisi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). UU 8 Tahun 2015 kemudian mengalami perubahan melalui UU Nomor 10 Tahun Praktis sejak berlakunya Undang-Undang Pilkada, MK secara resmi tidak lagi berwenang mengadili sengketa pilkada. Namun, seluruh putusan mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah sejak tahun 2008 tetap sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat karena putusan MK tidak berlaku surut. Sejatinya, sejak keluarnya Putusan MK Nomor 97/ PUU-XI/2013, perkara perselisihan hasil pilkada bukan lagi menjadi ranah kewenangan MK. Terlebih lagi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015

4 JSI 4 ANALISIS SITUASI edisi 15 tahun 2017 (UU Pilkada). Pasal 157 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan perkara perselisihan hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Namun karena badan peradilan khusus tersebut belum terbentuk, maka perselisihan hasil pilkada diperiksa dan diadili MK, sebagaimana ketentuan Pasal 157 ayat (3) UU Pilkada. sesuai dengan ketentuan Pasal 157 ayat (3) UU Pilkada, Mahkamah Konstitusi (MK) masih diberikan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pilkada, sebelum dibentuk badan peradilan khusus. Meskipun sebelumnya MK sudah mempunyai pengalaman dalam penyelesaian perkara Pilkada, namun berbeda dengan Pilkada 2017, di mana dilaksanakan secara serentak. Memahami sengketa Perselisihan Hasil (PHP) di MK MK memberikan batasan terhadap gugatan mengenai perkara perselisihan hasil suara dalam Pasal 158 UU Pilkada. Sebagian ada yang beranggapan bahwa selisih suara yang ditetapkan MK terlalu tipis. Selisih setipis ini, biasa dikenal dengan istilah too close to call, yang terjemahan bebasnya adalah selisih yang terlalu tipis untuk dapat dipastikan siapa pemenangnya. Pemahaman MK, selisih tipis terhadap hasil suara menyebabkan sulit untuk memastikan siapa pemenang Pilkada. Sehingga ekses dari selisih tersebut mengharuskan adanya keputusan dari MK untuk menyelesaikan perbedaan selisih suara yang tipis tersebut. Kemudian pembatasan selisih suara dimaksudkan dalam rangka mengantisipasi banjirnya gugatan ke MK. Dengan waktu yang relatif terbatas, MK menyadari bahwa tidak mungkin menyelesaikan sengketa PHP seluruh Indonesia secara maksimal dan berkualitas apabila tidak ada pembatasan terhadap aturan maksimal selisih suara yang dapat diajukan gugatan. Undang-Undang Pilkada mengatur peserta Pilkada dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur Pasal 158. Pasal 158 ayat (1) mengatur syarat jumlah perbedaan suara untuk Pilkada provinsi yaitu:

5 ANALISIS SITUASI edisi 15 tahun 2017 JSI 5 2. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu-500 ribu maka maksimal selisih suara 1,5 persen; 3. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta maka maksimal selisih suara 1 persen; 4. kabupaten/ kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen. 1. provinsi dengan jumlah penduduk kurang dari 2 juta maka maksimal selisih suara 2 persen; 2. provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta- 6 juta maka maksimal selisih suara 1,5 persen; 3. provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta- 126 juta maka maksimal selisih suara 1 persen; 4. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta maka maksimal selisih suara 0,5 persen. Pasal 158 ayat (2) mengatur syarat jumlah perbedaan suara untuk Pilkada kabupaten/kota yaitu: Pembentuk UU Pilkada memuat ketentuan syarat selisih perolehan suara dengan prosentase tertentu untuk dapat mengajukan permohonan perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pilkada ke MK dikarenakan beberapa pertimbangan sebagai berikut: Pertama, mencegah MK tidak terperosok kembali dalam kasus suap perkara Pilkada yang dapat merenggut kedaulatan rakyat karena belum adanya definisi yang sama dan konsisten tentang penggunaan batu uji terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) Kedua, kehadiran Pasal 158 UU Pilkada merupakan suatu bentuk kompromi atau konsensus pembentuk UU akibat saling lempar kewenangan antara MA dan MK, serta untuk memangkas jumlah kasus sengketa hasil pilkada yang ditangani MK 1. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu maka maksimal selisih suara 2 persen;

6 JSI 6 ANALISIS SITUASI edisi 15 tahun 2017 FORMULASI PENGHITUNGAN SELISIH SUARA PADA SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN PADA MAHKAMAH KONSTITUSI Khusus untuk konteks Aceh, Penduduk Aceh sekitar 5 juta jiwa. Maka untuk syarat maksimal selisih gugatan PHP Pilkada adalah 1,5 persen sebagaimana ketentuan Pasal 158 ayat 1 huruf (b) UU 10 Tahun Berikut bunyi pasal tersebut : Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan: provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari (dua juta) sampai dengan (enam juta), pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; Dalam Peraturan MK (PMK) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dan Perselisihan Hasil Pilkada, terutama dalam Pasal 6 ayat (3), disusun formulasi penghitungan untuk syarat pengajuan PHPKada ke Mahkamah Konstitusi.Formulasi penghitungan itu disusun sebagai tafsir dari norma yang tercantum dalam Pasal 158 UU Pilkada terkait syarat selisih suara maksimal tersebut. Formulasi perhitungan tersebut tidak terlepas dari Pasal 158 Ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016.Sederhananya, formulasi penghitungan dalam Pasal 6 ayat (3) PMK 5/2015 itu.

7 ANALISIS SITUASI edisi 15 tahun 2017 JSI 7 Misalnya dalam suatu daerah, berdasarkan jumlah penduduknya ditetapkan selisih suaranya paling banyak 2%. Maka penghitungannya adalah 2% dikali dengan jumlah perolehan suara terbanyak dari pasangan calon. Kemudian hasilnya nanti dibandingkan dari selisih perolehan suara masing-masing pasangan calon. Contoh I di daerah Y, pasangan calon A memperoleh suara dan pasangan calon B mendapat suara. Maka 2% dikali (perolehan suara paslon A) adalah Angka ini a disebut sebagai nilai koefisien 1. Kemudian, dihitunglah selisih perolehan suara paslon A ( ) dengan paslon B (90.000), yakni sebesar Angka ini disebut sebagai nilai koefisien 2. Untuk mengajukan perkara PHP ke MK sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 158 UU Pilkada, maka selisih angka nilai koefisien 2 tidak boleh lebih besar dari nilai koefisien 1. Artinya dalam contoh paslon A dan B ini, dengan nilai koefisien 2 di bawah nilai koefisien 1, maka paslon B tidak memenuhi syarat untuk mengajukan perkara PHPKada ke MK. Contoh II di daerah X, pasangan calon A memperoleh suara dan pasangan calon B mendapat suara. Maka 2 persen dikali (perolehan suara paslon A) adalah Angka ini disebut sebagai nilai koefisien 1. Kemudian, dihitunglah selisih perolehan suara paslon A ( ) dengan paslon B (85.000), yakni sebesar Angka ini disebut sebagai nilai koefisien 2. Untuk mengajukan perkara PHP ke MK, maka selisih angka nilai koefisien 2 tidak boleh lebih besar dari nilai koefisien 1.Artinya dalam contoh paslon A dan B ini, 15 ribu lebih besar daridua ribu, sehingga tidak masuk dalam ketentuan pengajuan gugatan PHP MK. Contoh kasus Aceh Pada Pilkada Aceh 2017, Pasangan Calon (Paslon) Nomor 6, meraih suara sebanyak 812,922 suara. Sedangkan paslon Nomor 5 meraih suara sebanyak 678,264 suara. Berdasarkan data BPS Aceh, jumlah penduduk Aceh per Desember 2016 adalah 5, 096 Juta. Dengan demikian berlaku ketentuan Pasal 158 ayat (1) huruf b. Selisih suara maksimal sebanyak 1, 5 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; Maka 1,5 persen dikali 812,922 (perolehan suara Paslon nomor 6) adalah suara. Angka ini disebut sebagai nilai koefisien 1. Kemudian, dihitunglah selisih perolehan suara paslon Nomor 6 (812,922) dengan paslon Nomor 5 (678,264), yakni sebesar Angka ini disebut sebagai nilai koefisien 2. Untuk mengajukan perkara PHP ke MK, maka selisih angka nilai koefisien 2 tidak boleh lebih besar dari nilai koefisien 1. Artinya dalam contoh paslon No.5 dan No.6 ini, lebih besar dari , sehingga tidak masuk dalam ketentuan pengajuan gugatan PHP MK. Artinya, apabila Paslon Nomor 5 hendak mengajukan gugatan PHP, nilai koefisien 2 harus setara atau dibawah suara ( 1,5 persen).

8 JSI 8 ANALISIS SITUASI edisi 15 tahun 2017 PENUTUP Pasal 158 UU Pilkada sampai saat ini masih sah atau konstitusional berlaku karena tidak pernah dinyatakan inskonstitusonal oleh MK dalam perkara pengujian UU, dengan demikian sangatlah janggal jika hakim MK menyimpangi ketentuan normatif dalam UU yang masih berlaku karena justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Padahal Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 telah menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dalam mengadili dan memutus perkara perselisihan hasil Pilkada pada dasarnya wajib terikat pada hukum materiil dan hukum formil (hukum acara). Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai hukum formal (procedural law) memiliki fungsi sebagai publiekrechtelijk instrumentarium untuk menegakkan hukum materiil (handhaving van het materiele recht), yaitu hukum tata negara materiil (materiele staatsrecht). Hukum materiil dalam kontek Pilkada adalah ketentuan dalam UU Pilkada yang mengatur tentang wewenang MK untuk mengadili perselisihan hasil Pilkada yaitu Pasal 157 ayat (3). Sementara hukum formil (hukum acara) adalah semua ketentuan baik terdapat dalam UU MK, UU Pilkada maupun PMK yang mengatur dan menjabarkan tentang pelaksanaan wewenang MK untuk mengadili perselisihan hasil Pilkada. Contoh hukum formil (hukum acara) dalam perselisihan hasil Pilkada ini adalah ketentuan tentang batas waktu pengajuan permohonan kepada MK oleh Pemohon yaitu paling lama 3 24 Jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pilkada oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Contoh lainnya hukum formil yang wajib diikuti oleh hakim MK dalam mengadili perselisihan hasil Pilkada adalah ketentuan Pasal 158 UU Pilkada dan Pasal 6 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pilkada yang mengatur syarat selisih perolehan suara tertentu untuk dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil Pilkada. Dengan konstruksi hukum acara yang demikian maka MK secara tegas dilarang untuk mengadili perkara perselisihan hasil Pilkada yang selisih perolehan suaranya antar peserta Pilkada tidak sesuai dengan limitasi yang ditentukan Pasal 158 UU Pilkada dan Peraturan MK Nomor 1 Tahun Hal ini juga sejalan dengan pemikiran bahwa hukum acara MK mengatur penegakan hukum yang materinya telah ditentukan dalam hukum materiilnya. ***

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif Kasus Posisi Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengkritisi penerapan

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Selisih Perolehan Suara Peserta Pemilihan Kepala Daerah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Selisih Perolehan Suara Peserta Pemilihan Kepala Daerah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XIV/2016 Pengunduran Diri dari PNS Jika Menjadi Calon Kepala Daerah dan Tenggang Waktu yang Ditentukan Oleh UU 8/2015 untuk Mengajukan Keberatan Hasil Penghitungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 129/PUU-VII/2009 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, MA & MK Pengujian UU dan peraturan di bawahnya dalam satu atap I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi Kuasa Hukum

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

SENGKARUT POLITIK HUKUM ANALISIS SITUASI PILKADA ACEH 2017 EDISI 14 TAHUN 2016 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF. November 2016

SENGKARUT POLITIK HUKUM ANALISIS SITUASI PILKADA ACEH 2017 EDISI 14 TAHUN 2016 PRODUK JARINGAN SURVEY INISIATIF. November 2016 EDISI 14 TAHUN 2016 PRODUK ANALISIS SITUASI November 2016 JARINGAN SURVEY INISIATIF SENGKARUT POLITIK HUKUM PILKADA ACEH 2017 Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017 COPYRIGHT

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) I. PEMOHON 1. Whisnu Sakti Buana, S.T. -------------------------------------- sebagai Pemohon

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 73/PUU-XIII/2015 Ketentuan Persentase Selisih Suara sebagai Syarat Pengajuan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara ke Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 Oleh: A. Mukthie Fadjar 2 I. Pendahuluan Salah satu kewenangan konstitusional yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (disingkat

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XIII/2015 Syarat Jumlah Perbedaan Suara dalam Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen I. PARA PEMOHON 1. M. Fadjroel Rachman, Pemohon I 2. Saut Mangatas Sinaga, Pemohon II

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS SAKSI PILKADA. Aryos Nivada

PANDUAN TEKNIS SAKSI PILKADA. Aryos Nivada PANDUAN TEKNIS SAKSI PILKADA Aryos Nivada Persyaratan Umum sebagai SAKSI 1. WNI 2. Memiliki Hak Pilih 3. Terdaftar sebagai pemilih 4. Mendapatkan mandat tugas dari Paslon/Tim kampanye untuk bertugas menyaksikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

ANSIS. latar belakang PROFESI & PENGEMBANGAN KEAHLIAN PENDIDIKAN BERBASIS PRODUK DAFTAR ISI. analisis situasi. Volume 8 MEI 2016

ANSIS. latar belakang PROFESI & PENGEMBANGAN KEAHLIAN PENDIDIKAN BERBASIS PRODUK DAFTAR ISI. analisis situasi. Volume 8 MEI 2016 PRODUK ANSIS analisis situasi JARINGAN SURVEY INISIATIF PENDIDIKAN BERBASIS PROFESI & PENGEMBANGAN KEAHLIAN Volume 8 MEI 2016 DAFTAR ISI 1. LATAR BELAKANG 4. SUMBER DAYA MANUSIA DI ACEH 6. PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 Rencana Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1

Lebih terperinci

Kehadiran Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan

Kehadiran Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan ANALISIS SITUASI Tim Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Edisi. 02 / Tahun I/ Desember 2015 Pro Kontra Tafsir Regulasi Penyelenggaraan Pilkada Aceh (Kajian Potensi Konflik Dualisme Regulasi pada Pemilihan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada I. PEMOHON Dani Muhammad Nursalam bin Abdul Hakim Side Kuasa Hukum: Effendi Saman,

Lebih terperinci

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017 PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017 Mekanisme pencalonan bagi calon perseorangan dalam Pemilihan

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 7/PUUXIII/2015 Penentuan Bilangan Pembagi Pemilih Jika Dilakukan Pembentukan Daerah Kabupaten/Kota Setelah Pemilihan Umum I. PEMOHON Pemohon I : Partai Hati

Lebih terperinci

Manajemen Saksi Pilkada Aceh Aryos Nivada

Manajemen Saksi Pilkada Aceh Aryos Nivada Manajemen Saksi Pilkada Aceh 2017 Aryos Nivada Arti Manajemen Manajemen secara etimologis adalah seni melaksanakan & mengatur. Manajemen sebagai disiplin ilmu yg mengajarkan proses mendapatkan tujuan organisasi

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI AGAR HIBAH TAK MENJADI GHIBAH EDISI 18 TAHUN 2017 PRODUK. (Analisis Hukum Belanja Hibah Pemerintah Daerah) JARINGAN SURVEY INISIATIF

ANALISIS SITUASI AGAR HIBAH TAK MENJADI GHIBAH EDISI 18 TAHUN 2017 PRODUK. (Analisis Hukum Belanja Hibah Pemerintah Daerah) JARINGAN SURVEY INISIATIF EDISI 18 TAHUN 2017 PRODUK 5 ANALISIS SITUASI SEPTEMBER-OKTOBER 2017 JARINGAN SURVEY INISIATIF AGAR HIBAH TAK MENJADI GHIBAH (Analisis Hukum Belanja Hibah Pemerintah Daerah) COPYRIGHT JARINGAN SURVEY INISIATIF

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

TANTO LAILAM, S.H., LL.M.

TANTO LAILAM, S.H., LL.M. PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PILKADA DI MAHKAMAH KONSTITUSI TANTO LAILAM, S.H., LL.M. PILKADA Sukses pilkada tidak hanya diukur dari tahapan perencanaan dan pelaksanaannya, namun juga penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada I. PEMOHON 1. Heru Widodo, S.H., M.Hum. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Andi Syafrani, S.H.,

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUUXII/2014 Pengesahan dan Persetujuan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON 1. T. Yamli; 2. Kusbianto, SH,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 Mengenai Hak Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada Dan Implikasinya Bagi Pengisian Jabatan Jabatan Publik Lainnya Oleh : Achmadudin Rajab

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 114 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembatasan pengajuan permomohonan pemilu 3 x 24 jam I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif

Lebih terperinci

PRODUK ANALISIS SITUASI JARINGAN SURVEY INISIATIF SUMBER DAYA MANUSIA ACEH DAN

PRODUK ANALISIS SITUASI JARINGAN SURVEY INISIATIF SUMBER DAYA MANUSIA ACEH DAN EDISI 15 TAHUN 2017 PRODUK ANALISIS SITUASI MEI-JUNI 2017 JARINGAN SURVEY INISIATIF SUMBER DAYA MANUSIA ACEH DAN POTENSI PEMBANGUNAN COPYRIGHT JARINGAN SURVEY INISIATIF 2017 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI JARINGAN SURVEY INISIATIF PENCABUTAN PASAL UUPA DALAM RUU PEMILU

ANALISIS SITUASI JARINGAN SURVEY INISIATIF PENCABUTAN PASAL UUPA DALAM RUU PEMILU EDISI 17 TAHUN 2017 PRODUK 5 ANALISIS SITUASI AGUSTUS- SEPTEMBER 2017 JARINGAN SURVEY INISIATIF ANALISIS PENCABUTAN PASAL UUPA DALAM RUU PEMILU COPYRIGHT JARINGAN SURVEY INISIATIF 2017 HAK CIPTA DILINDUNGI

Lebih terperinci

PANDUAN SAKSI PASANGAN CALON

PANDUAN SAKSI PASANGAN CALON Aryos Nivada PANDUAN SAKSI PASANGAN CALON PILKADA ACEH TAHUN 2017 DASAR HUKUM PILKADA ACEH 2017 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (yang terkait dengan Pilkada) 2. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA HASIL PERHITUNGAN SUARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH 1 Oleh: Imam Karim 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA I. PEMOHON Abdul Wahid, S.Pd.I. Kuasa Hukum: Dr. A. Muhammad Asrun, SH., MH., Ai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULA DA SARA

BAB V KESIMPULA DA SARA 152 BAB V KESIMPULA DA SARA 5.1 Kesimpulan Bertitik tolak dari uraian dalam bab III dan IV yang merupakan analisa terhadap beberapa putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian UU No. 10 tahun 2008 dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana I. PEMOHON H.A. Irwan Hamid, S.Sos. Kuasa Hukum Dr. Andi Irmanputra Sidin, SH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold I. PEMOHON Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda) dalam hal ini diwakili oleh Ahmad Ridha Sabana sebagai Ketua Umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014; RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Prof. DR.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. H. Patrice Rio Capella, S.H., Pemohon I; 2. Ahmad Rofiq, S.T., Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI Nama Lembaga Program Mata Diklat Bobot Widyaiswara/Narasumber Deskripsi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD I. PARA PEMOHON 1. H. Subhan Saputera; 2. Muhammad Fansyuri; 3. Drs. Tajuddin

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua/Papua Barat Yang Dipilih Oleh Masyarakat Adat Orang Asli Papua Dan Ditetapkan Melalui Mekanisme

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 97/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 97/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SALINAN PUTUSAN Nomor 97/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017 Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh I. PEMOHON 1. Hendra Fauzi (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Robby Syahputra (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016 DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016 Pengaturan mengenai syarat bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berkeinginan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik I. PEMOHON H. Djan Faridz Kuasa Hukum R.A. Made Damayanti Zoelva, S.H., Abdullah, S.H., Erni Rasyid,

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci

Tantangan Peradilan Pemilukada dalam Mewujudkan Keadilan Elektoral

Tantangan Peradilan Pemilukada dalam Mewujudkan Keadilan Elektoral RINGKASAN EKSEKUTIF Tantangan Peradilan Pemilukada dalam Mewujudkan Keadilan Elektoral SETARA Institute, Jakarta, 30 September 2015 Latar Belakang 1. Pemilihan umum, termasuk pemilihan umum kepala daerah/pemilukada

Lebih terperinci

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI 2012-2017 KEPASTIAN HUKUM PILKADA UU NOMOR 8 TAHUN 2015 PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 7 huruf r Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada I. PEMOHON 1. Imran, SH. (Pemohon I); 2. H. Muklisin, S.Pd. (Pemohon II); Secara bersama-sama disebut

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016 Bagaimanakah Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIII/2015 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 Terkait Syarat Pencalonan Bagi Pegawai Negeri

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal I. PEMOHON 1. Raymundus Sau Fernandes, SPT; 2. Aloysius Kobes, S.Sos.; 3. Gabriel Y Naisali;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua I. PARA PEMOHON Ahmad Yani, S.H., M.H. Drs. H. Zainut Tauhid Sa adi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 110/PUU-XIV/2016 Pengisian Kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah Dalam Hal Wakil Kepala Daerah Menjadi Kepala Daerah I. PEMOHON 1. Alif Nugraha (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LEGAL STANDING PEMOHON DALAM GUGATAN UU PEMILU TERKAIT PASAL PASAL YANG DICABUT DALAM UUPA

TINJAUAN HUKUM LEGAL STANDING PEMOHON DALAM GUGATAN UU PEMILU TERKAIT PASAL PASAL YANG DICABUT DALAM UUPA TINJAUAN HUKUM LEGAL STANDING PEMOHON DALAM GUGATAN UU PEMILU TERKAIT PASAL PASAL YANG DICABUT DALAM UUPA JARINGAN SURVEI INISIATIF Alamat : Jln. T. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XVI/2018 Syarat Menjadi Anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XVI/2018 Syarat Menjadi Anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XVI/2018 Syarat Menjadi Anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota I. PEMOHON 1. Erik Fitriadi, S.H. 2. Miftah Farid 3. Wahab Suneth, S.H. 4. Iwan Setiyono,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I);

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP dan Gubernur Papua I. PEMOHON DAN TERMOHON I.1 Pemohon Husni

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 124/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Hilangnya hak menjadi caleg DPRD akibat berlakunya UU baru I. PARA PEMOHON 1. H. Moh. Robert Usman, S.E.;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2009 PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP I. PEMOHON Lenis Kogoya (Ketua Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua) Paskalis Netep (Sekretaris Lembaga Masyarakat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Yuda Kusumaningsih (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci