BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial sikap-sikap masyarakat, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial sikap-sikap masyarakat, dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, peranggaran ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses keperubahan sosial dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka. 1 Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik, secara material maupun spritual. 2 Untuk proses pembangunan yang senantiasa menunjukkan gejala yang meningkat, maka diperlukan suatu perencanaan pembangunan disetiap daerah melalui perencanaan daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit yang 1 Rogers, The Inpact of Communication, (New York : Rinehart, 1998) hlm Todoro Michael, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (Jakarta : Erlangga, 2000), hlm. 20

2 didalamnya terdapat unsur yang berinteraksi satu sama lain. Perencanaan daerah pada dasarnya adalah perencanaan yang membentuk sistem masyarakat terhadap kondisi yang dihadapi daerah ini, merupakan perencanaan yang berorientasi kedepan dan berupaya membangun masyarakat dengan perencanaan jangka panjang dan berskala besar. sekaligus juga adanya kesadaran bahwa perencanaan harus mengantisipasi dampak dan bukan bereaksi atas dampak yang muncul atas inisiatif dan partisipasi rakyat disetiap daerah 3. Partisipasi Pembangunan di setiap daerah dalam pelayanan dan fasilitas sosial yang ditawarkan selalu seragam karena keputusan tentang perencanaan dan proyek telah terjadwal dan terinci. Rencana tersebut dirumuskan oleh suatu badan perencanaan yang kuat dan memiliki otoritas mengalokasikan sumber-sumber pembangunan publik dan mempunyai kewenangan mengalokasikan proyek-proyek yang dianggap penting 4. Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan). Karena hanya dengan partisipasi masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kesesuaian ini maka 3 Mudrajat Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan Strategi dan Peluang, (Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama, 2004), hlm 46 4 T. Moeljarto, Politik Pembangunan, (Yogjakarta: PT. Tiara Wacana, 1999), hlm. 92

3 hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat 5. Namun tidak dapat juga disangkal bahwa perencanaan dengan melibatkan masyarakat dianggap tidak efektif dan cenderung menghambat pencapaian tujuan pembangunan. Ada beberapa pertimbangan untuk kemudian tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yaitu waktu yang lebih lama, serta kemungkinan besar akan banyak sekali pihak-pihak yang menentang pembangunan itu. Menurut Soetrisno: hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan proses pembangunan yang partisipatif adalah belum dipahaminya sebenarnya dari konsep partisipasi yang berlaku dikalangan lingkungan aparat perencanaan dan pelaksanaan pembangunan adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah 6. Begitu juga disentralisasi menjadi sebuah keputusan pemerintah yang artinya peluang potensi daerah membuat semakin besarnya kesempatan masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan. Otonomi daerah harus dipandang sebagai peluang untuk keberdayaan masyarakat. Pemerintah daerah sebaiknya menjadikan momentum ini sebagai peluang untuk dapat memperkuat jaringan dan dapat mengintegrasikan hlm. 65 hlm Supriatna Tjahya, Strategi Pembangunan dan Kemiskinan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), 6 Soetrisno Loekman, Menuju Masyarakat Partisipatif, (Yogyakarta : Kanisisus, 1995),

4 seluruh jaringan kelompok yang ada dalam masyarakat kesebuah wujud kerjasama saling menguntungkan (Simbiosis mutualisme). Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Daerah mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana menurut pasal 13 UU N0. 32 tahun 2004, daerah provinsi disebutlah bahwa urusan dalam skala provinsi yang meliputi : a. Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. d. Penyediaan sarana dan prasarana umum. e. Penanganan bidang kesehatan. f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. g. Penanggulangan masalah sosial. h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan. i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah. j. Pengendalian lingkungan hidup. k. Pelayanan pertanahan. l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil. m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan. n. Pelayanan administrasi penanaman modal. o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan.

5 p. Utusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 7 Sejalan dengan hal tersebut, dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Bab II pasal 2 ayat 4 disebutkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk : 1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan 2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan daerah. 3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencana, penggangaran pelaksanaan dan pengawasan 4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat 5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Undang-undang tersebut secara jelas menyatakan bahwa salah-satu tujuan dari sistem perencanaan pembangunan adalah dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, artinya adalah bahwa sistem perencanaan pembangunan menekankan pendekatan partisipatif masyarakat atau yang biasa disebut perencanaan partisipatif. 8 Sejalan dengan hal tersebut, dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Bab VII Pasal 152 ayat (1) disebutkan bahwa perencanan pembangunan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat 7 Pasal 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 8 Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004, Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

6 dipertanggung-jawabkan. Ayat (2) data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup : a. Penyelenggaraan pemerintahan daerah. b. Organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah. c. Kepala daerah, DPRD, Perangkat Daerah, dan PNS Daerah. d. Keuangan daerah. e. Potensi sumber daya daerah. f. Produk hukum daerah. g. Kependudukan h. Informasi dasar kewilayahan, dan i. Informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam kaitannya, sistem perencanaan pembangunan daerah, pasal 153 disebutkan bahwa tujuan perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 152 disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran pelaksanaan, dan pengawasan. Mengingat pentingnya pembangunan daerah terdapat suatu pembagian urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan : Urusan pemerintahan dimaksud meliputi : 1. Politik luar negeri dalam arti menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional dan menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri 2. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, membangun dan mengembangkan sistem

7 pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara. 3. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional. 4. Moneter, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya. 5. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa mendirikan lembaga permasyarakatan dan lain-lain. 6. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama. Kemudian disisi lain terasa adanya tumpang tindih (overlapping) yang menyulitkan koordinasi pelaksanaan tugas dan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perencanaan pembangunan terdiri dari proses Top- Down dan Bottom-Up. Namun dalam kenyatannya masih banyak dominasi oleh pendekatan Top-Down, dimana pemerintah pusat memainkan peran dalam menentukan alokasi anggaran untuk daerah tanpa banyak memperhatikan prioritas lokal. Progam pembangunan nasional yang disebut PROPENAS, memberikan arahan strategi pembangunan yang terperinci untuk seluruh tingkatan pemerintahan, yang menentukan alokasi sektoral pembelanjaan pembangunan di tingkat pusat dan daerah. Diharapkan Pemerintah daerah mempertimbangkan strategi pembangunan nasional dalam proses perencanaan daerahnya. Secara prinsip, koordinasi antar tingakatan pemerintah yang berbeda dilakukan melalui konsultasi dalam pertemuan

8 koordinasi perencanaan pembangunan dimulai ketika setiap tingkat pemerintahan memberikan acuan dan keputusan tingkat pemerintahan dibawahnya. Dalam praktik, pelaksanaan pembangunan di daerah berdasarkan pola perencanaan diatas melibatkan berbagai instansi di Provinsi oleh BAPPEDA Provinsi, Biro Pembangunan Daerah, Biro Keuangan dan Dinas Daerah Provinsi, DPRD provinsi. Untuk menampung keinginan masyarakat dalam pembangunan ditempuh sistem perencanaan dari bawah ke atas. Tahap yang paling bawah dalam rapat koordinasi pembangunan daerah yang akan diusulkan pada tingkat yang lebih tinggi. 9 Rapat koordinasi Pembangunan (Rakorbang) Provinsi, dapat dilihat dari hasil Rumusan dari Rakorbang kabupaten/kota dan usulan proyek-proyek pembangunan dibahas bersama-sama dengan Biro Pembangunan dan Biro Bina Keuangan, Sekretariat Wilayah atau provinsi serta Direktorat Provinsi mengkoordinasikan usulan rencana program dan proyek untuk dibahas dalam Rakorbang Provinsi yang dihadiri lembaga vertikal dan BAPPEDA Provinsi. Kepala daerah untuk Provinsi disebut Gubernur merupakan penguasa tunggal yaitu pemegang kuasa di daerahnya yang berarti berperan sebagai pemimpin pemerintahan daerah dan berperan sebagai pemimpin pemerintah, koordinator pembangunan dan membina kehidupan masyarakat disegala bidang Kunarjo, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, (Jakarta: UI-Press,2002), hlm Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Penjelasan Umum, ke- 4

9 Gubernur dalam kapasitasnya sebagai kepala wilayah maka ia berhak mengawasi kegiatan-kegiatan instansi vertikal di daerahnya dan sebagai kepala daerah berkewajiban membimbing dinas-dinas daerah sebagai unsur pelaksana pemerintahan di daerah. Dalam melaksanakan tugas pembangunan daerah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai tugas membantu Gubernur dalam bidang perencanaan pembangunan daerah, BAPPEDA sebagai badan staf yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Badan ini berfungsi membantu Gubernur Kepala Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang perencanaan pembangunan daerah serta penilaian atas pelaksanaannya. Begitu pentingnya peranan badan ini dalam mengkoordinasikan masing-masing program pembangunan antara dinas-dinas daerah. Sehingga menjadi suatu program dan rencana pembangunan yang terarah dan terpadu. Peranan dan fungsi Bappeda ini menjadi sangat penting dengan dikembangkannya, hal inilah yang menyebabkan penulis bertekad untuk mengadakan penelitian agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam dengan mengajukan judul tesis sebagai berikut : Kedudukan dan Peranan Bappeda dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan (Studi Kasus pada Bappeda Propinsi Sumatera Utara). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

10 1. Bagaimanakah pentingnya perencanaan pembangunan daerah dalam penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan daerah? 2. Bagaimanakah koordinasi Bappeda Provinsi Sumatera Utara dengan instansi vertikal lainnya dalam perencanaan dan proses pembangunan daerah Provinsi Sumatera Utara? 3. Bagaimanakah kedudukan dan peranan BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan tugas wewenangnya? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui pentingnya perencanaan pembangunan daerah dalam penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan daerah. 2. Untuk mengetahui koordinasi Bappeda Provinsi Sumatera Utara dengan instansi vertikal lainnya dalam perencanaan dan proses pembangunan daerah Provinsi Sumatera Utara. 3. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan tugas wewenangnya. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu : 1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut :

11 a. Memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang penyusunan perencanaan pembangunan di daerah demi meningkatkan peran serta masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. b. Masukan bagi penegak hukum yang ingin memperdalam/mengembangkan dan menambah pengetahuan tentang perencanaan pemerintah dan pembangunan di daerah. c. Menambah khasanah perpustakaan 2. Manfaat Praktis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut : a. Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi masyarakat tentang penyusunan perencanaan pembangunan di daerah. b. Sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan nasional khususnya yang berhubungan dengan masalah perencanaan pembangunan daerah. c. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam menangani masalah penyusunan perencanaan pembangunan daerah. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di kepustakaan dan kepustakaan Sekolah Pasca Sarjana Univesitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan Judul Kedudukan dan Peranan BAPPEDA dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah Propinsi Sumatera Utara. Belum pernah ada yang melakukan penelitian

12 sebelumnya,sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat saya pertanggung-jawabkan dari segi isinya. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam penulisan tesis yang berjudul kajian yuridis terhadap kedudukan dan peranan Bappeda dalam penyelenggaraaan pemerintahan dan pembangunan (studi pada Bappeda Provinsi Sumatera Utara) adalah merupakan landasan teori, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini digunakan pendekatan tiga macam teori : 1. Teori Desentralisasi dan Otonomi Daerah Menurut Hanif Nurcholis, dalam sistem negara kesatuan ditemukan adanya dua cara yang dapat menghubungkan pemerintahan pusat dan daerah. Cara pertama disebut sentralisasi, dimana segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan pada pemerintah pusat. Cara kedua dikenal sebagai desentralisasi, dimana urusan, tugas dan wewenang pelaksanaan pemerintah diserahkan seluas-luasnya kepada daerah. 11 Desentralisasi dan otonomi daerah mempunyai tempatnya masing-masing, Istilah Desentralisasi cenderung pada aspek administrasi negara (Administrative aspect), sedangkan otonomi daerah lebih mengarah pada aspek politik/kekuasaan negara (Political Aspect), namun jika dilihat dari konteks berbagai kekuasaan 11 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta : PT Grasindo, 2007), hlm 39-42

13 (Sharing of Power ), kedua istilah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Secara etimologis istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu de yang berarti lepas dan centrum yang berarti pusat, dengan demikian desentralisasi berarti melepaskan diri dari pusat. Dari sudut ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah pelimpahan kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. 12 Menurut Faisal Akbar Nasution, Sentralisasi mungkin saja merupakan pilihan yang tepat untuk menggerakkan roda organisasi negara bagi suatu negara yang memiliki wilayah yang sangat kecil dan dikategorikan sebagai negara kota. Akan tetapi bagi negara yang memeiliki wilayah yang sangat luas seperti Indonesia, sentralisasi kekuasaan akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dan sukar untuk dilaksanakan. 13 Desentralisasi menurut Amrah Muslimin adalah pelimpahan kewewenangan pada badan-badan dan golongan-golongan masyarakat dalam daerah-daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri. 14 Desentralisasi mengandung 2 (dua) elemen pokok yaitu pembentukan daerah otonom dan penyerahan kewenangan secara hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian dari urusan pemerintahan tertentu. Pelaksanaan desentralisasi dalam negara kesatuan berarti memberikan hak 12 M.Victor Situmorang dan Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, (Jakarta : Singar Grafika, 1990), hlm Faisal Akbar Nasution, Pemerintah Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta : Sof Media, 2009) hlm Amrah Muslimin, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung : Alumni, 1990), hlm. 5

14 untuk mengatur dan mengurus kepentingan dan aspirasi masyarakat setempat, tetapi tidak dimungkinkan adanya daerah yang bersifat negara yang dapat mendorong lahirnya negara. Menurut pendapat Cohen dan Peterson tentang Desentralisasi sebagai alat untuk pembangunan; maka posisi Desentralisasi tergantung pada pembangunan, pembangunan adalah sebuah kegiatan yang kolosal, memakan waktu yang panjang, melibatkan seluruh negara Indonesia 15, sesuai Pasal 1 UUD 1945 negara Indonesia adalah Negara kesatuan dan kemudian dibangun pula berbagai daerah otonom melalui Pasal 18 UUD 1945 untuk memungkinkan terdapatnya kebijakan dan implementasi sesuai dengan kondisi riil masyarakat yang bersangkutan. Pembentukan daerah otonomi melalui desentralisasi pada hakikatnya adalah untuk menciptakan efisiensi dan inovasi dalam pemerintah. Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi. Desentralisasi sangat berkaitan erat dengan pembangunan di Indonesia secara sungguh-sungguh dimulai sejak era orde baru. Dalam perkembangannya, untuk memahami perencanaan pembangunan di Indonesia lebih fokus dapat dilakukan pada perencanaan pembangunan serta 15 Cohen dan Peterson menurut kutipan Kirman, Pegangan Memahami Desentralisasi dan Beberapa Pengertian Tentang Desentralisasi, (Yogyakarta: Pondok Edukasi, 2005), hlm. 9

15 penilaian dan pelaksanaan. 16 Secara konsepsual, suatu perencanaan pembangunan yang baik harus didukung oleh pembagian dan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, desentralisasi dan otonomi daerah menimbulkan konsekuensi yang mengharuskan adanya hubungan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam suatu konsep utuh, terutama menyangkut urusan dan kewenangan pemerintahan serta cara menyusun dan menyelenggarakan organisasi pemerintahan daerah. Prinsip desentralisasi dan otonomi secara tegas dinyatakan dalam konstitusi UUD 1945, khususnya Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-undang. Pemerintahan daerah dimaksud dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan desentralisasi. Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kapasitas lokal kekuasaan. Jika suatu badan lokal khususnya Bappeda diberi tanggng jawab dan sumber daya, maka kemampuan untuk mengembangkan otonomi daerah akan meningkat 17. Jika pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan 16 Riant Nugroho, Reinventing Pembangunan (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2003), hlm Tetapi demikian ada penulis yang berpendapat bahwa demokrasi kurang erat hubungannya dengan otonomi daerah. Dikatakan bahwa demokrasi bisa berjalan dengan baik meskipun tidak ada otonomi/sentralisasi. Lihat M. Hadin Muhjad, Otonomi dan Pembangunan Nasional dalam beberapa pemikiran tentang otonom daerah, editor : Abdurrahman, Jakarta : Media Sarana Press, 1987), hlm

16 pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah Teori Pemerintahan Yang Baik (Good Gouverment) Menurut PP No. 41 Tahun 2007 tentang tugas dan fungsi Badan Perencanan Pembangunan Daerah pada dasarnya merupakan bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik khususnya pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah. 19 Sejalan dengan hal itu, dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dinyatakan sebagaimana dimaksud diatas adalah (a) pemerintahan daerah provinsi, dan (daerah) pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Sedangkan yang dmaksud dengan pemerintah daerah adalah terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah 20. Oleh sebab itu, ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tersebut dalam Bab IV tentang penyelenggaraan pemerintahan (daerah), mulai dari pasal 19 sampai dengan pasal 128, berlaku umum baik bagi daerah Provinsi maupun daerah kabupaten dan 18 Jimly Asshiddigie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), hlm Penjelasan Umum PP No. 41 Tahun 2007 Tentang Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 20 Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

17 kota. Bahkan, pasal 10 sampai dengan pasal 18 juga berlaku umum untuk seluruh tingkatan daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Ketentuan yang berlaku khusus bagi daerah provinsi berupa tercantum dalam pasal 10 ayat (5) huruf daerah, pasal 12 ayat (2) dan pasal 13. sedangkan pasal 14 hanya berlaku bagi daerah kabupaten dan kota. Dalam pasal 37 dan pasal 38 juga diatur tersendiri mengenai tugas gubernur selaku wakil pemerintah pusat selebihnya adalah ketentuan yang berlaku umum, baik bagi provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan demikian, sepanjang berkenaan dengan pembagian urusan pemerintahan dan penyelenggaraan pemerintahan berlaku prosedur-prosedur normatif yang secara umum sama antara setiap satuan pemerintah daerah provinsi daerah kabupaten, dan daerah kota diseluruh Indonesia. Oleh karena itu, secara umum ada kesamaan normatif pengaturan mengenai daerah Provinsi maka sebagian besar ketentuan yang diuraikan diatas yang berlaku bagi daerah Provinsi, juga berlaku bagi daerah kabupaten dan kota yang dibahas pada bagian ini. Karena itu, hal tersebut dipandang tidak perlu dibahas secara tersendiri dalam bagian ini. Pemerintah daerah dimaksud dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum, dan daya saing daerah. Kemudian dalam pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 tahun , pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan 21 Ibid, Pasal 10 ayat (1)

18 yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seuluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi. Urusan pemerintah, menurut pasal 10 ayat (3) Undng- Undang Nomor 32 Tahun 2004 meliputi : 22 a. Politik Luar Negeri b. Pertahanan c. Keamanan d. Peradilan atau Yustisi e. Moneter dan Fiskal nasional, dan f. Agama. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang tersebut diatas, pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah yang ada di daerah atau dapat menugaskan atau memberi penugasan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa untuk melaksanakannya. Dalam urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah diluar urusan pemerintahan tersebut, pemerintah pusat dapat : (1) Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan (2) Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah, atau 22 Ibid, Pasal 10 ayat (3)

19 (3) Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas Desentralisasi. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Penyelenggaran urusan pemerintahan dimaksud merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria tersebut, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Penyelenggaraaan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintahan. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,pengalihan saran dan prasaran, sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Artinya, kebijakan Desentralisasi itu diikuti dengan kebijakan berkenaan dengan sumber dana, sarana dan prasarana, serta kepegawaian, sedangkan kebijakan dekonsentrasi diikuti dengan pedanaan saja. Urusan-urusan yang ditentukan bersifat wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi meliputi: 23 1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan 2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. 3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. 23 Ibid, Pasal 13 ayat (3)

20 4) Penyediaan sarana dan prasarana umum 5) Penanganan bidang kesehatan 6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. 7) Penanggulangan masalah sosial 8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan. 9) Fasilitasi pengembangan koperasi usaha kecil, dan menengah 10) Pengendalian lingkungan hidup. 11) Pelayanan peternakan. 12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil. 13) Pelayanan adminstrasi untuk pemerintahan. 14) Pelayanan administrasi penanaman modal. 15) Penyelenggaran pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan. 16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Titik berat penyelenggaraan pemerintahan diletakkan pada prinsip penggunan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab, maka memberikan kewenangan yang lebih banyak kepada daerah provinsi dan kabupaten kota yang didasarkan atas asas Desentralisasi. Kewenangan otonomi luas, nyata dan bertanggung-jawab sebagaimana dimaksud dalam pejelasan umum Undang-undang No. 32 Tahun 2004 adalah: a. Otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahaan, keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama serta kewenangan

21 bidang lainnya, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Disamping itu keleluasaan otonomi daerah mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari dilaksanakan perencanaan pembangunan daerah oleh Bappeda yang mempunyai peranan penting dalam perencanaan pembangunan pelaksanaan, pengawasan, pengadilan dan evaluasi. b. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata dan diperlukan serta tumbuh dan berkembang di daerah. c. Otonomi yang bertanggung jawab adalah merupakan perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan berkembang di daerah. Dalam konteks otonomi daerah, mengacu pada pemerintah daerah dalam tingkatan yang sama (antara provinsi atau antara kabupaten/kota). 24 Oleh karena itu, menempatkan otonomi secara utuh pada daerah provinsi, kabupaten.kota berkedudukan sebagai daerah otonom yang mempunyai kewenangan dan keleluasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. 25 Adapun manfaat dari otonomi daerah adalah untuk pemberian dan pelaksanaan otonomi daerah adalah sangat tergantung pada kemauan, kemampuan aparatur dalam mengelola dan memperoleh daftar serta mengorganisasikan manusianya sebagai aktor dalam membiayai kegiatan dan manusia sebagai aktor 24 Syamsuddin Haris, Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Jakarta: LIPI Press, 2005), hlm Harry Alexander, Panduan Rancangan Peraturan Daerah di Indonesia, (Jakarta : Solusidno, 2004), hlm. 26

22 dalam proses pelaksanaan otonomi daerah dan untuk pelaksanaan Desentralisasi diharapkan daerah dalam mengalokasikan dana pembangunan daerah serta tepat berdasarkan karakteristik dan potensi daerah masing-masing, sehingga diharapkan hasilnya akan lebih optimal, 26 dimana tujuannya untuk lebih meningkatkan pemerataan pembangunan daerah melalui bidang pembangunan yang diteruskan kepada Bappeda tingkat provinsi, namun bukan pemekaran daerah Teori Pembangunan Teori pembangunan dalam pelaksanaan Bappeda pada masa reformasi dalam perencanaan pembangunan daerah dilakukan dengan pendekatan secara Top-Down dalam hal ini yaitu perencanaan memperhatikan kebijakan pemerintahan pusat yang dapat dipedomani dalam perencanaan sedangkan Bottom-Up dalam hal ini yaitu perencanaan memperhatikan aspirasi dari masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah dan bertanggung-jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat secara menyeluruh. 28 Kuncoro mengatakan perencanaan pembangunan daerah dari atas ke bawah (top down planning) diartikan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat atau sasaran-sasarannya ditetapkan dari tingkat daerah. Sedangkan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) dibuat oleh pemerintah tingkat mikro/proyek. Berdasarkan apa yang dkemukakan Kunarto daerah/departemen dalam, dapat 26 Sujanto, Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertanggung-jawab, (Jakarta: Gahalia Indonesia, 1990), hlm Andi A. Malarangeng, Otonomi Daerah Perspektif Teoritis dan Praktis,( Malang:Bigraf Publishing, 2000), hlm M. Masoed, Negara, Bisnis dan KKN. (Yogyakrta: Aditya Media, 1994), hlm. 58

23 disimpulkan bahwa top down planning bersifat makro dan bottom up planning bersifat mikro. 29 Menurut Ginanjar Kartasasmita mengatakan perencanaan dari atas kebawah (top down palnning) dan perencanaan dari bawah keatas (bottom up planning) termasuk kelompok perencanaan menurut proses/hirarki penyusunan. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari bawah keatas ini dimulai prosesnya dengan pelaksanaan. 30 Anggapan bahwa mereka yang memperoleh pengaruh atau dampak langsung pembangunan seyogyanya terlihat langsung sejak tahap perencanaan, menjadi dasar pembenaran sektoral sebagai perencanaan dari atas kebawah, (bersifat makro), dan perencanaan rinci meruapakan contoh dari perencanaan dari bawah ke atas (bersifat mikro), 31 Pada pendapat kedua ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dikatakan perencanaan dari atas ke bawah (top-down planning) itu adalah perencanaan pembangunan yang dibuat oleh Badan, lembaga atau institusi pemerintah dipusat atau di tingkat atas yang sifatnya makro, khususnya mengenai bottom-up planning sering dimaksudkan perencanaan yang dibuat oleh masyarakat secara langsung. Mengacu pada pendapat kedua ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dikatakan perencanaan dari atas ke bawah (top down planning) itu adalah perencanaan pembangunan yang dibuat oleh lembaga atau institusi pemerintah di 29 Mudrajat Kuncoro, Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah, (Jakarta : PT. Erlangga, 2004), hlm Ginanjar Kartasasmita, Perdagangan Masyarakat Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat (Jakarta: Cides, 1997), hlm Ibid, hlm. 114

24 pusat atau tingkat atas yang sifatnya makro atau menyeluruh, sedangkan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) adalah perencanaan yang dibuat oleh lembaga atau institusi pemerintah di tingkat bawah yang sifatnya mikro. Hal ini sering terjadi salah pengertian dan penafsiran dibanyak kalangan terhadap isitilah top down planning dan bottom up planning. Khususnya mengenai bottom up planning sering dimaksudkan perencanaan yang dibuat oleh masyarakat secara langsung Konsepsi Pada bagian kerangka konsepsi akan dijelaskan hal-hal yang berkenan dengan konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian Tesis, ini yang merupakan defenisi operasional untuk memberikan pegangan bagi penulis, sebagai berikut : a. Kedudukan dan Peranan, merupakan unsur baku dalam struktur suatu organisasi. Pembedaan antara kedudukan dan Peranan adalah untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan, kedua-duanya tidak dapat dipisah-pisahkan oleh karena yang satu tergantung kepada yang lain dan sebaliknya. Tidak ada kedudukan tanpa peranan atau peranan tanpa kedudukan. Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi suatu badan atau lembaga dalam struktur suatu organisasi sehubungan dengan badan atau lembaga lainnya dalam organisasi tersebut atau tempat suatu badan (lembaga) diantara lembaga-lembaga (badan-badan) lainnya dalam satu organisasi yang lebih besar. Jadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan mengandung pengertian sebagai 32 Ibid, hlm. 115

25 tempat suatu badan (lembaga) dalam struktur organisasinya dalam arti lingkungan kerjanya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Kedudukan mempunyai dua arti yaitu secara abstrak kedudukan sebagai tempat dalam suatu pola tertentu dan sebagai suatu kumpulan hak-hak serta kewajiban-kewajiban jika dipisahkan dari badan (lembaga)nya. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari Kedudukan. Apabila hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang ada telah dijalankan sesuai dengan kedudukannya maka dikatakanlah bahwa Peranan telah dijalankan. Suatu Peranan paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu : a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat badan (lembaga) dalam struktur suatu organisasi. Peranan dalam hal ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang mengatur badan (lembaga) dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada struktur suatu organisasi. b. Peranan adalah konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh badan (lembaga) dalam suatu organisasi. c. Peranan dapat juga dikatakan sebagai cara bertindak badan (lembaga) yang penting bagi struktur organisasi. b. BAPPEDA, adalah akronim dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang merupakan unsur pemerintahan di daerah yang mempunyai tugas membantu Gubernur, Kepala Daerah, dalam menentukan kebijaksanaan bidang perencanaan, penyelenggaraan pembangunan, serta penilaian atas pelaksanaannya yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. c. Pemerintahan Daerah dalam rangka melancarkan pembangunan yang tersebar di pelosok negara dan dalam membina ketertiban politik serta kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan diarahkan pada pelaksanaan Otonomi Daerah

26 yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah serta dilaksanakan bersama-sama dengan Desentralisasi. d. Pelaksanaan pembangunan dalam hal ini diperlukan suatu perencanaan yang matang, agar pembangunan tersebut tidak sia-sia,baik setelah selesai ataupun kelak dibelakang hari. Pembangunan yang dimaksud disini adalah pembangunan pada scope yang luas dari suatu daerah. Pada dasarnya pembangunan dari suatu daerah berjalan berkesinambungan, ini dapat tercapai apabila adanya suatu koordinasi, terutama dalam perencanaannya. Menyadari akan hal ini, Pemerintah melalui Kepres No. 27 tahun 1980 membuat suatu keputusan tentang pembentukan badan perencanaan pembangunan daerah dan disusul oleh Surat Keputusan Mendagri No. 185 tahun 1980 tentang pedoman organisasi dan tata kerja Bappeda, dan khusus untuk Daerah Sumatera Utara dikeluarkan lagi suatu keputusan dari Mendagri Nomor tanggal 20 April 1981 tentang pengesahan Perdasu No. 2 tahun e. Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan maksudnya dalam tulisan ini adalah ruang lingkup pelaksanaan kekuasaan dan urusan pemerintahan di daerah menurut garis politik dan perundang-undangan yang berlaku yaitu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang memberi pengertian bahwa pemerintah di daerah yang dimaksud Undang-undang tersebut ialah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

27 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. f. Pembangunan Daerah, adalah suatu usaha atau serangkaian usaha pertumbuhan dan perobahan yang berencana di daerah dan dilakukan secara sadar oleh suatu masyarakat hukum dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dari dahulu sampai kini. g. Provinsi Sumatera Utara, maksudnya adalah nama atau sebutan bagi wilayah Negara Republik Indonesia yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah dimana wilayah Republik Indonesia dibagi atas Wilayah-wilayah Administratif dan Daerah Otonom. Wilayah-wilayah Administratif terdiri atas Provinsi dan Ibu Kota Negara, Kabupaten dan Kecamatan. Sedangkan daerah otonom terdiri atas Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. G. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Tipe atau Jenis Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini digunakan adalah bersifat deksriptif analitis yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan dan menguraikan tentang pemasalahan yang berkaitan dengan kedudukan dan peranan Bappeda dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam penelitian ini tidak hanya untuk mendeskripsikan gejala atau keadaan, baik pada tatanan hukum positif maupun hukum empiris, menganalisa permasalahan yang ada, tetapi juga ingin memberikan

28 pengaturan yang seharusnya dan memecahkan permasalahan hukum yang berkaitan dengan kedudukan dan peranan Bappeda dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dilihat dari segi pendekatan penelitiannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai penelahan dalam tataran konseptional tentang arti dan maksud berbagai peraturan hukum nasional yang berkaitan dengan kedudukan dan peranan Bappeda dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah penelitian ini bertitik tolak dari pemasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, kemudian menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan yaitu dari para pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber seperti Kepala Kantor Wilayah Bappeda Propinsi Sumatera Utara Data sekunder diperoleh dari bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, hukum sekunder dan hukum tertier. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat, terdiri dari norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan seperti undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti

29 hukum adat, yurisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku seperti Kitab Undang-undangHukum Pidana. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya rancangan undang-undang, hasil penelitian hukum, dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus (hukum) ensiklopedia dan lain-lain Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah : a. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Studi kepustakaan yang dilakukan meliputi penelitian tentang dokumentasi yang dilakukan dengan cara mempelajari berbagai peraturan-peraturan, kasus-kasus dan dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian. b. Wawancara Agar data yang dikumpulkan nantinya menjadi lebih lengkap dan terjamin validitasnya, maka dianggap perlu diadakan wawancara dengan berpedoman kepada daftar wawancara yang telah tersusun. 33 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm

30 4. Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan komplkes. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). 34 Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 35 Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. 36 Data primer dan data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara berurutan dan sistematis untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode berfikir deduktif. Berfikir secara deduktif yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dan selanjutnya dipresentasikan dalam bentuk deskriptif. 34 Burhan Bungi, Analisa Data Kualitatif, Pemahaman Filosofi dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hlm Ibid., hlm. 3

Panduan diskusi kelompok

Panduan diskusi kelompok Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penlitan yang telah diuraikan diatas, Maka peneliti menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Fungsi Bappeda Dalam Proses

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pembagian Urusan Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan A. Latar Belakang an daerah yang diselenggarakan menurut amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintahan daerah

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 ISSN 0216-8537 9 7 7 0 2 1 6 8 5 3 7 2 1 11 1 Hal. 1-102 Tabanan Maret 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENYERAHAN WEWENANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alasan pembentukan Undang - Undang ini adalah, sudah tidak sesuai dengan penyelenggara pemerintah daerah sehingga perlu diganti. Tujuan pembentukan Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 17 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan daerah, instrumen pemerintahan memegang peran yang sangat penting dan vital guna melancarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daerah memiliki perangkat masing-masing baik di tingkat provinsi maupu di

II. TINJAUAN PUSTAKA. daerah memiliki perangkat masing-masing baik di tingkat provinsi maupu di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perangkat Daerah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam ketentuannya mengatur tentang perangkat daerah. Pasal 120 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 42 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LANDAK, : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Page 1 of 9 NO.14.2003 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemerintah Daerah Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentralisasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 42 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. implementasi dari pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengubah sistem pemerintahan di daerah dengan penguatan sistem desentralisasi (Otonomi Daerah). Perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN DALY ERNI http://dalyerni.multiply.com daly972001@yahoo.com daly97@ui.edu daly.erni@ui.edu Kontribusi Bahan dari: Dian Puji Simatupang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan publik merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun(saragih,2005). Dewasa ini kualitas pelayanan menjadi

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyusunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 27 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

2 alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiw

2 alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiw BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah administrasi kependudukan di Indonesia merupakan hal yang sangat berperan dalam pembangunan, dimana dari sistem administrasi penduduk tersebut dapat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN HUMBANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008 Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima Pemerintah Kabupaten Bima PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te

-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara kesatuan, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara kesatuan, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara kesatuan, seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1) yang menentukan bahwa : Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa proses penataan perangkat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 14, 2003 PEMERINTAH DAERAH. Pemerintahan Daerah. Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentrasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO,

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO, PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 126 ayat (1) Undang-

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DARI BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2012 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci