BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. SISTEM KOGENERASI Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dan energi panas di industri, biasa mengggunakan generator untuk membangkitkan listrik dan boiler untuk membangkitkan panas. Hal ini merupakan cara konvensional yang dipakai dunia industri. Dengan cara tersebut, banyak energi panas yang terbuang ke atmosfer melalui sistem maupun melalui gas buang. Besarnya energi panas yang terbuang ini ternyata dapat digunakan atau dimanfaatkan kembali untuk memenuhi energi termal ataupun sebagai pendingin. Menurut definisi, kogenerasi adalah suatu proses pembangkitan dan pemanfaatan energi dalam bentuk yang berbeda secara serempak dari energi bahan bakar untuk menghasilkan tingkat efisiensi maksimum, ekonomis dan ramah lingkungan. Sistem kogenerasi biasa diaplikasikan pada pembangkitan energi listrik dan pembangkitan energi termal, dimana energi listrik digunakan untuk membangkitkan uap, air panas maupun pendinginan pada absorption chiller. Sistem kogenerasi biasa disebut sistem kombinasi panas dan daya 11

2 (Combine Heat and Power/CHP) yang terintegrasi. Sistem CHP (Combine Heat and Power) terdiri dari mesin penggerak, generator, pemanfaatan kembali panas dan sambungan listrik yang tergabung menjadi satu kesatuan yang terintegrasi. Mesin penggerak yang digunakan sistem CHP terdiri dari mesin reciprocating, pembakaran atau turbin gas, turbin uap, turbin mikro dan sel bahan bakar. Mesin penggerak ini dapat membakar berbagai bahan bakar, yaitu gas alam, batubara, minyak bakar dan bahan bakar alternatif untuk memproduksi daya poros atau energi mekanis. Energi termal yang dihasikan dari sistem ini dapat digunakan langsung dalam proses atau tidak langsung untuk memproduksi uap, air panas, udara panas untuk pengeringan atau air dingin (chilled water) untuk proses pendinginan. Gambar 4. Perbandingan Pembangkit Listrik Konvensional dan Pembangkit Listrik dengan Sistem Kogenerasi (Sumber : IntelliGen Power System LLC) KEUNTUNGAN SISTEM KOGENERASI Keuntungan yang bisa didapat dalam penggunaan sistem kogenerasi adalah sebagai berikut : o Meningkatkan efisiensi konversi energi dan penggunaannya. 12

3 o Emisi lebih rendah terhadap lingkungan, khususnya CO 2, gas rumah kaca utama. Penghematan biaya yang besar menjadikan industri atau sektor komersial lebih kompetitif dan juga dapat memberikan tambahan panas untuk pengguna domestik. o Memberikan kesempatan lebih lanjut untuk membangkitkan listrik lokal yang didesain sesuai kebutuhan konsumen lokal dengan efisiensi tinggi, menghindari kehilangan transmisi dan meningkatkan fleksibilitas pada sistem penggunaan. Hal ini khususnya untuk penggunaan bahan bakar gas alam. o Suatu kesempatan untuk meningkatkan diversifikasi plant pembangkit dan menjadikan persaingan pembangkitan MESIN RECIPROCATING PADA SISTEM KOGENERASI Pada umumnya mesin-mesin reciprocating biasa diaplikasikan untuk penggunaan pembangkitan yang terdistribusi, industri, komersial, fasilitas institusional untuk pembangkitan daya dan CHP. Mesin reciprocating dapat mengikuti beban dengan baik, memiliki efisiensi beban yang bagus dan umumnya memiliki kehandalan yang tinggi. Mesin reciprocating memiliki efisiensi listrik lebih tinggi dibanding turbin gas dengan ukuran yang sebanding, dengan demikian merendahkan biaya operasi yang berhubungan dengan bahan bakar. Disamping itu, biaya awal genset mesin reciprocating umumnya lebih rendah dari genset turbin gas hingga ukuran 3-5 MW. Sedangkan untuk biaya perawatan mesin reciprocating umumnya lebih tinggi dari turbin gas, namun perawatan kadang dapat ditangani oleh karyawan setempat atau disediakan oleh organisasi layanan setempat. 13

4 Potensi penerapan pembangkitan yang terdistribusi untuk mesin reciprocating terdiri dari standby, pemangkasan beban puncak, penyangga grid, dan penerapan CHP dimana diperlukan air panas, uap tekanan rendah atau limbah absorpsi panas pembakaran pada pendingin sangat menunjang. Gambar 5. Sistem Kogenerasi Mesin Reciprocating (Sumber : Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia Sementara penggunaan mesin reciprocating tumbuh di berbagai penerapan pembangkitan yang terdistribusi, penerapan pembangkitan yang paling umum di lokasi untuk mesin yang menggunakan bahan bakar gas alam secara tradisional dan kecenderungan ini nampaknya akan berlanjut terus. Dari segi ekonomi, mesin yang menggunakan bahan bakar gas alam pada penerapan pembangkitan di tempat, diperbaiki dengan penggunaan energi panas yang efektif dari energi panas yang terkandung dalam sistem gas buang dan pendinginan, yang biasanya sebesar 60-70% dari energi bahan bakar masuk. Terdapat empat sumber limbah panas yang dapat digunakan dari mesin reciprocating, antara lain gas buang, air pendingin jaket mesin, air pendingin minyak pelumas, dan pendingin turbocharger. Panas yang termanfaatkan umumnya dalam bentuk air panas atau uap tekanan rendah (<30 psig). Suhu gas buang yang tinggi dapat menghasilkan uap tekanan sedang (hingga sekitar

5 psig), namun gas buang mengandung hanya sekitar separuh dari energi panas yang tersedia dari mesin reciprocating. Beberapa penerapan CHP di industri dengan menggunakan sisa gas buang secara langsung untuk proses pengeringan. Pada umumnya, air panas dan uap tekanan rendah yang dihasilkan oleh mesin reciprocating, sehingga sistem CHP sangat cocok untuk kebutuhan proses bersuhu rendah, pemanasan ruangan, pemanasan air kran, dan untuk menggerakan pendingin absorbsi penyedia air dingin, AC, atau pendinginan RASIO PANAS TERHADAP LISTRIK Rasio panas terhadap listrik adalah salah satu parameter teknis yang paling penting yang mempengaruhi pemilihan sistem kogenerasi. Jika rasio panas dengan listrik industri dapat sejalan dengan karakteristik sistem kogenerasi maka optimisasi pemanfaatan energi pun akan tercapai. Secara umum rasio panas dengan listrik adalah perbandingan energi termal menjadi energi listrik yang dibutuhkan oleh industri. Sistem Kogenerasi Kisaran Nominal (Listrik) kw Laju Panas Pembangkitan Listrik (kkal/kwh) Konversi Listrik Efisiensi (%) Pemanfaatan Panas Kogenerasi Keseluruhan Mesin Reciprocating Kecil Mesin Reciprocating Besar Mesin Diesel Turbin Gas Kecil Turbin Gas Besar MW Turbin Uap MW Tabel 2. Parameter Kinerja Sistem Kogenerasi (Sumber : Komisi Energi California, 1982) 15

6 2.2. ABSORPTION CHILLER Dalam berbagai proses industri, dimana banyak sekali menghasilkan panas buang dengan suhu tinggi, siklus refrigerasi absorpsi merupakan metode menarik dan ekonomis. Sistem ini menggunakan lithium bromida (LiBr) sebagai absorber dan air murni (H2O) sebagai refrigeran. Panas dibutuhkan untuk memisahkan kedua fluida tersebut. Gambar 6. Siklus Dasar Absorption Chiller (Sumber : Stoecker, Wilbert F. et al Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Jakarta : Erlangga) Ketika kedua fluida tersebut bercampur kembali pada tekanan tertentu, air akan berubah fase bercampur dengan garam pada suhu yang sangat rendah. Pada tekanan normal, air akan menguap pada temperatur 100 C, sedangkan di dalam absorber, air dapat menguap pada suhu 7 C, sehingga dapat mendinginkan air untuk keperluan AC. Panas yang dibutuhkan dalam proses termokimia ini secara 16

7 langsung dapat diperoleh dari pembakaran gas alam atau secara tidak langsung dari sebuah boiler atau sumber panas buang yang lain seperti teknologi kogenerasi HUBUNGAN SIKLUS ABSORPSI DAN SIKLUS KOMPRESI UAP Siklus absorpsi pada prinsipnya hampir sama dalam beberapa hal dengan siklus kompresi uap. Dalam prinsipnya, siklus refrigerasi beroperasi dengan condensor, katup ekspansi dan evaporator. Dalam siklus kompresi uap menggunakan kompresor untuk keperluan transformasi uap dengan tekanan rendah dari evaporator menjadi uap dengan tekanan tinggi dan dialirkan ke condensor. Sedangkan dalam siklus absorpsi, pertama-tama meyerap uap dengan tekanan rendah ke dalam suatu zat cair penyerap (absorbing liquid) yang cocok. Yang terkandung di dalam proses absorpsi yaitu perubahan dari uap menjadi cair karena proses ini sama dengan kondensasi, maka selama proses berjalan, kalor dilepaskan. Tahap berikutnya yaitu menaikkan tekanan zat cair dengan pompa lalu membebaskan uap zat cair penyerap dengan pemberian kalor. Siklus kompresi uap sering disebut dengan siklus yang dioperasikan oleh kerja (work operated cycle) karena penarikan tekanan refrigeran dilakukan oleh kompresor yang memerlukan kerja. Sedangkan untuk siklus absorpsi sering disebut dengan siklus yang dioperasikan oleh kalor (heat operated cycle) karena sebagian besar biaya operasi berkaitan dengan pemberian kalor yang diperlukan untuk melepaskan uap (refrigeran) dari zat cair bertekanan tinggi. Sebenarnya dalam siklus absorpsi dibutuhkan kerja untuk menggerakkan pompa, tetapi jumlah 17

8 kerja tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang diperlukan pada siklus kompresi uap. Gambar 7. Metode Pengubahan Uap Tekanan Rendah menjadi Uap Tekanan Tinggi pada Siklus Refrigerasi (Sumber : Stoecker, Wilbert F. et al Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Jakarta : Erlangga) SIKLUS PENDINGINAN ABSORPTION CHILLER Ketika cairan menyerap panas dari sekitarnya menguap misalnya, ketika Anda menyebarkan alkohol di tangan Anda, tangan Anda akan merasa sangat dingin seperti alkohol menyerap panas dari tangan Anda dan menguap ke udara. Peralatan pendingin udara dirancang sesuai dengan prinsip ini. Air menguap pada 100 C di bawah tekanan atmosfir normal (760 mmhg), namun air juga bisa menguap pada suhu yang sangat rendah di bawah kondisi vakum. Dengan menciptakan vakum (6 mmhg) dalam bejana kedap udara, air bisa menguap bahkan pada 4 C. Uap air kemudian berpindah ke evaporator dan absorber dimana solution lithium bromida (penyerap sangat kuat air) menyerap uap sekitarnya sehingga kondisi tekanan rendah di vessel evaporator/absorber. Semua absorption chiller dirancang sesuai teori bahwa air menghilangkan panas dari 18

9 sistem pendingin udara karena menguap dalam kondisi vakum. solution lithium bromida menyerap uap (mentransfer panas dari penyerapan air pendingin) dalam larutan encer yang dipompa ke tekanan yang lebih tinggi di mana panas yang ditambahkan untuk kembali menguapkan air. Pengembalian larutan pekat LiBr ke absorber dan uap air ke kondensor untuk memulai proses dari awal lagi. Bagianbagian Absorption Chiller, antara lain : Gambar 8. Siklus BROAD Absorption Chiller (Sumber : DFA BROAD User s Manual) EVAPORATOR Chilled Water pada 12 C memasuki tubing tembaga evaporator melalui water box, 4 C refrigeran cair disemprotkan melalui tube (di bawah vakum). Refrigeran cair menguap dan menyerap panas, suhu chilled water berkurang menjadi 7 C. Refrigeran cair menyerap panas dari chilled water dan menjadi uap, memasuki absorber dan diserap. 19

10 ABSORBER 64% LiBr solusi pada 41 C memiliki afinitas yang kuat untuk air. Ketika menyerap air, uap berpindah dari evaporator, suhu meningkat (reaksi eksotermis) dan solution menjadi diencerkan. Cooling water dari cooling tower melewati tubing tembaga penyerap dan menghilangkan panas penyerapan. Solution LiBr diencerkan 57% dipompa ke HTG dan LTG secara terpisah untuk dipanaskan dan terkonsentrasi. Evaporator dan absorber berbagi ruang yang sama. Tekanan adalah sekitar 6 vakum mmhg HIGH TEMPERATURE GENERATOR (HTG) Solution LiBr di HTG yang dipanaskan oleh burner 1400 C sehingga menghasilkan uap banyak dengan suhu 160 C kemudian masuk ke LTG. Konsentrasi larutan meningkat 57-64% dan kembali ke absorber. Tekanan internal HTG sekitar 690 mmhg vakum LOW TEMPERATURE GENERATOR (LTG) Uap dari HTG memasuki tubing tembaga di LTG dan memanaskan diluted solution luar tabung sampai 90 C. Solution menghasilkan uap yang masuk condenser. Solution menjadi terkonsentrasi 57-63% dan kembali ke absorber. Uap dari HTG melepaskan panasnya, menjadi kondensat dan masuk ke condenser juga. 20

11 CONDENSER Cooling water dari absorber melewati tubing tembaga di condenser yang mana mengembun tabung luar uap ke dalam air dan menghilangkan panas LTG ke cooling tower. Kondensat memasuki evaporator sebagai refrigeran. LTG dan condenser berbagi ruang yang sama, tekanannya sekitar 57 mmhg vakum HIGH TEMPERATURE HEAT EXCHANGER (HTHE) 160 C solution dari pertukaran panas HTG dengan solution 38 C dari absorber. Suhu diluted solution naik sedangkan concentrated solution turun. 160 C solution melewati heat exchanger, memasuki absorber pada 42 C dan mengembalikan panas dari 118 C perbedaan suhu LOW TEMPERATURE HEAT EXCHANGER (LTHE) 90 C solution dari pertukaran panas LTG dengan solusi 38 C dari absorber. Suhu diluted solution naik sedangkan concentrated solution turun. 90 C solution melewati heat exchanger, memasuki absorber pada 41 C dan memulihkan panas yang setara dengan 49 C perbedaan suhu. Heat exchanger sangat mengurangi kebutuhan pemanasan suhu tinggi untuk HTG dan LTG, dan mengurangi laju aliran cooling water untuk pendinginan solution. Kinerja ini merupakan penghematan energi faktor kunci dalam absorption chiller LITHIUM BROMIDE Lithium bromide (LiBr), juga dikenal sebagai monobromide lithium, adalah senyawa elemen lithium dan bromine, yang memiliki satu atom lithium 21

12 terikat pada satu atom bromine. Ini adalah senyawa ionik, yang berarti bahwa atom lithium "memberikan" satu elektron pada atom bromine, dengan hasil bahwa atom lithium menjadi bermuatan positif dan atom bromine bermuatan negatif, atom tersebut kemudian terikat bersama oleh daya tarik elektrostatik. Ikatan ion adalah fitur umum dari logam sederhana / senyawa non-logam. Lithium merupakan logam milik sekelompok elemen yang dikenal sebagai logam alkali karena mereka bereaksi dengan air untuk menghasilkan alkalis kuat. Bromine milik sekelompok reaktif unsur non-logam yang dikenal sebagai halogen, yang juga termasuk fluor, klorin dan yodium. Air digunakan sebagai refrigeran dalam siklus absorption chiller. Sistem absorption chiller berbeda dari mesin pendingin sistem kompresi uap. Siklus absorption chiller menggunakan energi panas bukan energi mekanik untuk menyebabkan perubahan kondisi yang diperlukan untuk siklus pendinginan. Dengan kata lain, kompresor digantikan oleh uap panas. Berikut ini adalah dua prinsip yang menjadi dasar pemakaian Lithium Bromide sebagai refrigeran dalam sistem Absorption Chiller : 1. Lithium Bromide (LiBr) memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah besar uap air. 2. Ketika di bawah pada kondisi vakum tinggi, Lithium Bromide (LiBr) mudah menguap pada suhu rendah dan menyerap panas Dalam operasionalnya, sistem Absorption Chiller dikenal dua istilah untuk solution (LiBr), yaitu : 22

13 Diluted Solution Merupakan solution LiBr yang mempunyai konsentrasi %. Hal ini berarti kandungan garam dalam LiBr rendah dan tercampur dengan H 2 O Concentrated Solution Merupakan solution LiBr yang mempunyai konsentrasi %. Hal ini berarti LiBr mempunyai kandungan garam tinggi dan larutan H 2 O sudah menguap. Grafik 2. Sifat Suhu-Tekanan-Konsentrasi Larutan LiBr Jenuh (Sumber : LiBr) KRISTALISASI Pada grafik sifat untuk larutan LiBr, garis-garis kristalisasi tampak pada bagian bawah sebelah kanan. Daerah hingga ke sebelah kanan dan di bawah garisgaris ini menunjukkan pemadatan LiBr. Prosesnya mirip dengan proses 23

14 pemadatan bahan antibeku, dimana selama LiBr memadat, akan mengencerkan larutan air sedemikian sehingga keadaan larutan tersebut terus diwakili oleh kurva kristalisasi. Masuk ke dalam daerah kristalisasi berarti terjadi pembentukan kristal-kristal (slush) yang dapat menutup aliran di dalam pipa dan menghentikan kerja unit absorpsi PENGENDALIAN KAPASITAS Maksud dari pengendalian kapasitas yaitu penurunan kapasitas, karena operasi tanpa pengendali kapasitas akan menghasilkan kapasitas refrigerasi maksimum. Kebutuhan pengendalian kapasitas bertambah pada saat beban refrigerasi turun, yang ditandai oleh penurunan suhu Chilled Water yang kembali ke unit absorpsi (dengan menganggap laju aliran (flow rate) Chilled Water adalah konstan). Tanpa pengendalian kapasitas, suhu Chilled Water yang meninggalkan evaporator akan turun, begitu juga tekanan pada sisi rendah unit absorpsi. Tekanan sisi rendah dapat turun sampai suatu titik dimana air refrigeran membeku. Kebanyakan sistem pengendalian pada unit-unit absorpsi mengatur suhu Chilled Water yang meninggalkan evaporator agar tetap konstan. Karena itu, pada beban-beban refrigerasi yang kurang dari beban penuhnya, kapasitas refrigerasi unit absorpsi harus dikurangi. Ada beberapa metode untuk mengatasi pengurangan ini, namun dampak akhir metode-metode tersebut semuanya adalah untuk mengurangi laju aliran air refrigeran pada Main Shell. Tiga metode untuk mengurangi aliran air refrigeran yaitu : 1. Menurunkan laju aliran yang didorong oleh S-pump dari absorber. 24

15 2. Menurunkan suhu generator. 3. Menaikkan suhu pengembunan PENERAPAN SISTEM KOGENERASI PADA INDUSTRI PUSAT PERBELANJAAN Pertumbuhan Real Estate kelas menengah Indonesia yang pesat berkontribusi besar terhadap peningkatan kegiatan belanja di pasar-pasar modern. Hal ini membuat pusat perbelanjaan modern tumbuh untuk memenuhi permintaan. Dengan berkembangnya pembangunan pusat perbelanjaan ini, para pengembang mulai berpikir untuk mengadakan sistem pembangkit mandiri yang dikarenakan pasokan kebutuhan energi listrik yang tidak mampu ditanggung oleh pihak pemerintah dalam hal ini PT PLN. Namun disisi lain lonjakan kenaikan harga bahan bakar minyak membuat pengembang mulai berpikir untuk menggunakan pembangkit listrik mandiri (Genset) berbahan bakar gas. Oleh sebab itu, diperlukan skema penggunaan bahan bakar yang lebih hemat dan efisien. Teknologi kogenerasi dapat menjadi salah satu solusinya. Sistem kogenerasi ini menggunakan bahan bakar untuk memenuhi pasokan energi listrik dasar kebutuhan operasional pusat perbelanjaan seperti penerangan, pompa-pompa, serta peralatan listrik lainnya. Sedangkan kebutuhan energi untuk pendingin ruangan akan diambil dari panas buang yang dihasilkan oleh genset berbahan bakar gas. Panas buang dialirkan dari jalur pembuangan genset menuju absorption chiller. Secara sederhana absorption chiller akan mengubah panas menjadi pendingin. Sistem kogenerasi yang sederhana ini tampak seperti terlihat pada Gambar

16 Gambar 9. Sistem Kogenerasi Gas Engine dengan Absorption Chiller (Sumber : As Built Drawing Summarecon Mal Serpong) 2.4. PENERAPAN HUKUM TERMODINAMIKA DALAM SISTEM KOGENERASI Sebelum membahas mengenai hukum termodinamika II, perlu diketahui istilah reservoir energi panas (Thermal Energy Reservoir) atau lebih umum disebut dengan reservoir. Reservoir mempunyai pengertian adalah suatu benda/zat yang mempunyai kapasitas energi panas (massa x panas jenis) yang besar. Artinya reservoir dapat menyerap/menyuplai sejumlah panas yang tidak terbatas tanpa mengalami perubahan temperature. Reservoir yang menyuplai energi disebut dengan source dan reservoir yang menyerap energi disebut dengan sink SIFAT TERMODINAMIKA Bagian penting dalam menganalisis sistem termal adalah penentuan sifat termodinamika yang bersangkutan. Suatu sifat adalah setiap karakteristik atau ciri 26

17 dari bahan yang dapat dijajaki secara kuantitatif, seperti suhu, tekanan dan rapat massa kerja dan perpindahan kalor adalah hal yang dilakukan terhadap suatu sistem untuk mengubah sifat-sifatnya. Kerja dan kalor dapat diukur hanya pada pembatas sistem dan jumlah energi yang dipindahkan tergantung pada cara terjadinya perubahan SUHU Suhu (t) dari suatu bahan menyatakan keadaan termalnya dan kemampuannya untuk bertukar energi dengan bahan lain yang bersentuhan dengannya. Jadi suatu bahan yang bersuhu lebih tinggi akan memberikan energi kepada bahan lain yang suhunya lebih rendah. Suhu absolut (T) adalah derajat dia atas suhu nol absolut yang dinyatakan dengan Kelvin (K), yaitu T = t o C Oleh karena interval suhu pada kedua skala suhu tersebut identik, maka beda suhu pada Celcius dinyatakan dengan Kelvin TEKANAN Tekanan (p) adalah gaya normal (tegak lurus) yang diberikan oleh suatu fluida persatuan luas benda yang terkena gaya tersebut. Tekanan absolut adalah ukuran tekanan di atas nol (tekanan yang sebenarnya yang berada di atas nol). Tekanan pengukuran (pressure gauge) diukur di atas tekanan atmosfir suatu tempat (nol tekanan pengukuran = tekanan atmosfir di tempat tersebut). Satuan tekanan yang dipakai adalah Newton per meter kuadrat (N/m 2 ), juga disebut pascal (Pa). 27

18 RAPAT MASSA DAN VOLUME SPESIFIK Rapat massa (ρ) dari suatu fluida adalah massa yang mengisi satu satuan volume, sebaliknya volume spesifik (υ) adalah volume yang diisi oleh satu satuan massa. Rapat massa dan volume spesifik saling berkaitan satu sama lain. Rapat massa udara pada tekanan atmosfir standar dengan suhu 25 o C mendekati 1,2 kg/m KALOR SPESIFIK Kalor spesifik dari suatu bahan adalah jumlah energi yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu satuan massa bahan tersebut sebesar 1 o K. oleh karena besaran ini dipengaruhi oleh cara proses berlangsung, maka cara kalor ditambahkan atau dilepaskan harus disebutkan. Dua besaran yang umum adalah kalor spesifik pada volume tetap (c v ) dan kalor spesifik pada tekanan tetap (c p ). Besaran yang kedua lebih banyak berguna bagi kita karena banyak dipakai pada proses pemanasan dan pendinginan dalam teknik refrigerasi dan pengkondisian udara. TABEL KALOR SPESIFIK PADA TEKANAN TETAP (c p ) BAHAN c p SATUAN Udara kering 1,0 kj/kg o K Air 4,19 kj/kg o K Uap Air 1,88 kj/kg o K Tabel 3. Kalor Spesifik Beberapa Bahan pada Tekanan Tetap (Sumber : Stoecker, Wilbert F. et al Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Jakarta : Erlangga) 28

19 HEAT ENGINE (MESIN KALOR) Seperti kita ketahui kerja dapat dikonversi langsung menjadi panas. Seperti misalnya pengaduk air. Kerja dapat kita berikan pada poros pengaduk sehingga temperatur naik. Tetapi sebaliknya, jika kita memberikan panas pada air, maka poros tidak akan berputar. Atau dengan kata lain, jika memberikan panas pada air, maka tidak akan tercipta kerja (poros). Dari pengamatan di atas, konversi panas menjadi kerja bisa dilakukan tetapi diperlukan sebuah alat yang dinamakan dengan mesin kalor (heat engines) Gambar 10. Proses Heat Engine (Sumber : Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia ANALISA TERMAL DAN KINERJA ABSORPTION CHILLER HEAT BALANCE Ketika absorption chiller dioperasikan dalam kondisi Steady, analisa kesetimbangan panas untuk sistem utama nya dalam in Btu /h_ ton, ditunjukkan sebagai berikut : Q gen Q evap Q ab Q con 29

20 Q gen m cp t Exhaust Q evap m cp t Chilled Water Q con m cp t Cooling Water Q ab m cp t Diluted Solution (Sumber : ASHRAE Handbook Fundamental, 2009) Keterangan : o Q evap : m flow rate Chilled water cp air Δt : 67,2 liter/second : 4,2 kj/kg o C : selisih suhu inlet dan outlet chilled water o Q gen : m flowrate exhaust : 2,92 kg/second cp Carbondioksida pada suhu 500 o C : 1,126 kj/kg o C Δt : selisih suhu inlet dan outlet exhaust generator o Q ab : m flowrate solution cp LiBr Δt : 10,3 liter/second : 95,55 kj/kg o C : selisih suhu inlet dan outlet Diluted Solution 30

21 o Q con : m flow rate Cooling water cp air Δt : 71,1 liter/second : 4,2 kj/kg o C : selisih suhu inlet dan outlet cooling water COP (COEFFICIENT OF PERFORMANCE) Coefficient of performance (COP) merupakan ukuran standar efisiensi untuk sistem refrigerasi yang ideal. COP hanyalah merupakan perbandingan suhu, tanpa memperdulikan jenis kompresornya. Jadi COP yang biasanya digunakan di industri dihitung sebagai berikut : COP Cooling Effect kw Power input to compressor kw (Sumber : Stoecker, Wilbert F. et al Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Jakarta : Erlangga) Namun dalam sikus absorpsi kerja kompresor tidak ada dikarenakan siklus absorpsi merupakan sistem yang dioperasikan oleh kalor, maka COP absorpsi merupakan perbandingan antara laju refrigerasi dan laju penambahan kalor pada generator. COP abs laju laju refrigeras i penambahan kalor pada generator (Sumber : Stoecker, Wilbert F. et al Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Jakarta : Erlangga) Dalam hal-hal tertentu pemakaian istilah COP untuk sistem absorpsi kurang menguntungkan karena harganya agak lebih rendah dibandingkan 31

22 dengan harga dari siklus kompresi uap (misalnya 0,6 berbanding 3). Harga COP abs yang cukup rendah tidak harus dianggap merugikan dibanding COP siklus kompresi uap, dikarenakan energi dalam bentuk kerja biasanya jauh lebih berharga dan mahal daripada energi dalam bentuk kalor DAYA SPESIFIK Pemakaian daya spesifik kw/tr merupakan indikator yang bermanfaat dari kinerja sistem refrigerasi. Dengan mengukur tugas refrigerasi yang ditampilkan dalam TR dan input kw, kw/tr digunakan sebagai indikator kinerja energi. Dalam sistem chilled water terpusat, terpisah dari unit kompresor, daya juga dipakai oleh pompa refrigeran chilled water (sekunder), pompa air kondenser (untuk pembuangan panas ke menara pendingin) dan fan pada menara pendingin. Secara efektif, pemakaian energi keseluruhan merupakan penjumlahan dari : o o o o Kompresor kw Pompa air dingin kw Pompa air kondensor kw Fan menara pendingin kw, untuk menara induksi/ forced draft kw/tr, atau pemakaian spesifik energi untuk keluaran tertentu TR adalah jumlah dari : o o Kompresor kw/tr Pompa chilled water kw/tr 32

23 o o Pompa air kondenser kw/tr Fan menara pendingin kw/tr Daya spesifik kw TR (Sumber : Daily Performance BROAD Abs. Chiller) Dengan pemakaian daya yang dikonsumsi oleh : o o o o o Chilled Water Pump (CHWP) 75 kw Cooling Water Pump (CWP) 55 kw Motor Fan Cooling Tower (terdiri dari 4 Motor 5,5 kw) Solution Pump (S-Pump) 5,5 kw Refrigerant Pump (R-Pump) 0,75 kw Data ampere diambil setiap satu jam sekali selama chiller running dan diambil rata-rata per hari, dengan cos phi 0,9 dan voltage 390 volt. Rumus Cooling Capacity yang dipakai dalam perhitungan : dengan Q evap Cooling Capacity 3,5 Q evap m cp t Keterangan : m flow rate Chilled water : 67,2 liter/second cp air Δt : 4,2 kj/kg o C : selisih suhu inlet dan outlet chilled water (Sumber : Daily Performance BROAD Abs. Chiller) 33

24 2.5. KONFIGURASI DAN SPESIFIKASI UNIT KONFIGURASI UNIT Sistem kogenerasi yang digunakan dalam penelitian ini, Genset Gas menggunakan Natural Gas (NG) sebagai bahan bakar untuk membangkitkan tenaga listrik. Dalam operasionalnya, pembangkitan listrik dihasilkan oleh 3 genset gas berkapasitas 1920 kw yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan power/listrik sebesar 4,2 MW, dimana untuk satu genset gas dapat menghasilkan power/listrik sebesar ± 1300 kw. Suhu panas buang yang dihasilkan dari sistem genset gas ini sebesar ± 500 o C. Panas buang yang dihasilkan genset gas dimanfaatkan kembali oleh Absorption Chiller untuk memanaskan High Temperature Generator (HTG). Selain memanfaatkan panas buang dari genset gas, Absorption Chiller dalam tipe ini juga memanfaatkan air panas (hot water) dari sistem sirkulasi radiator genset gas. Suhu dari air panas radiator yang masuk ke dalam Low Temperature Generator (LTG) sekitar o C. Selain menggunakan panas buang dan air panas dari radiator genset gas, sistem dalam Absorption Chiller bisa menggunakan burner dengan bahan bakar gas atau solar sebagai altenatif sumber panas yang digunakan. Dalam operasionalnya, burner digunakan hanya bila genset gas mengalami trouble. Dengan menggunakan sistem kogenerasi ini, tipe Absorption Chiller Exhaust, Hot Water and Direct Fired, Efisiensi energi = Electricity + Cooling 104 %. 34

25 Gambar 11. Sistem Kogenerasi Genset Gas dan Absorption Chiller (Sumber : BROAD CHP (Distributed Energy) Case Studies, September 2009) SPESIFIKASI UNIT GENSET GAS Engine Gambar 12. Genset Gas DEUTZ TCG 2020 V20 (Sumber : DEUTZ Operating Instructions TCG 2020) Manufaktur Engine Type Power Speed : DEUTZ GmbH : TCG 2020 V20 : 2025 kva / 1920 kw : 1500 rpm Gas Consumption : 115,7 m 3 /h 35

26 Fuel Barometric : Natural Gas : 1024 mbar Heating Value : 9,966 kwh/ m 3 Ambient Air Temperature Ignition System Ignition Point : 28 o C : Altronic ZS2 : 25,0 o btdc Governor : TEM EVO / E 30 Turbo Charger Type : TPS 48 (01) Generator Manufaktur : AVK Tipe : DIG 130 1/4 Power Speed : 2025 kva / 1920 kw : 1500 rpm ABSORPTION CHILLER Specification Gambar 13. BROAD Absorption Chiller BZHE TR (Sumber : Asset Register PH-HVAC) Tipe : BZHE 121/XBD /90-36/31-d

27 Cooling Capacity : 400 TR / 1407 kw Chilled Water Chilled Water Outlet Temp. Chilled Water Inlet Temp. : 7 o C : 12 o C Flow Rate : 242 m 3 /h Static Pressure Pressure Drop Pipe Connection : 0,8 MPa : 0,045 MPa : 200 mm Cooling Water Cooling Water Outlet Temp. Cooling Water Inlet Temp. : 36 o C : 31 o C Flow Rate : 456 m 3 /h Static Pressure Pressure Drop Pipe Connection : 0,8 MPa : 0,1 MPa : 250 mm Exhaust Source Exhaust Outlet Temp. Exhaust Inlet Temp. Flow Rate Pressure Drop : 170 o C : 421 o C : kg/h : < 0,001 MPa TR Generated from Exhaust : 310 Jacket Water Source Jacket Water Outlet Temp. Jacket Water Inlet Temp. : 80 o C : 90 o C 37

28 Flow Rate : 40 m 3 /h Pressure Drop. : < 0,1 MPa TR Generated fr. Jacket Wtr : 91 Inlet / Outlet Dimension : 80 mm Fuel Natural Gas : 104 m 3 /h Pipe Connection Pressure Diesel Oil / Solar Pipe Connection : 250 mm : < 500 mbar : 104 L/h : 32 mm Weight and Power Operation Weight Electricity : 23,4 Ton : 3 Phase / 380 V / 50 Hz / 9 kw PUMPING SYSTEM CHWP Gambar 14. Armstrong CHWP 75 kw (Sumber : Asset Register PH-HVAC) Merk Type : Armstrong : Vertical In Line 38

29 Capacity Total Head Seal : 1065 USGPM : 50 M : Mechanical Power (kw/v/hz/phase) : 75 / 380 / 50 / 3 Speed : 1480 rpm CWP Gambar 15. Armstrong CWP 55 kw (Sumber : Asset Register PH-HVAC) Merk Type Capacity Total Head Seal : Armstrong : Vertical In Line : 1065 USGPM : 50 M : Mechanical Power (kw/v/hz/phase) : 55 / 380 / 50 / 3 Speed : 1470 rpm COOLING TOWER SYSTEM Merk Type : Kuken : Rectangular Cross, Low Noise 39

30 Model : SKB R Gambar 16. Kuken Cooling Tower 800 USRT (Sumber : Asset Register PH-HVAC) Spesification Nominal Capacity Inlet Water Temperature Outlet Water Temperature Ambient Wet Bulb Temp : 800 USRT : 36 o C : 31 o C : 27,5 o C Water Flow Rate : 456 m 3 /h Water Quality : City Water Outline Length Width Body Height Total Height Pressure Loss Weight Seismic Load : 3430 mm : 8160 mm : 2630 mm : 3630 mm : 2,5 MPa : 4510 / kg : 0,3 G Water Loss (Evaporation Drift) : 0,83 / 0,005 % against water Noise Level : 70,5 db 2 m away from louver side 40

31 Piping Water Inlet Water Outlet Overflow Make Up (Auto) Make Up (Manual) Equalizing : 125 A x 4 JIS Kgf/cm 2 Flange (HDG) : 125 A x 4 JIS Kgf/cm 2 Flange (HDG) : 50 A x 4 Socket (Bronze) : 50 A x 4 Socket (Bronze) : 32 A x 4 Socket (Bronze) : 125 A x 4 JIS Kgf/cm 2 Flange (HDG) Fan Model / Type of Drive Diameter Quantity : KFB / Belt Drive : 1800 mm : 4 sets Motor Merk Type Power Source Output Poles Insulation Class Starting Methode Quantity : Toshiba : 3 Phase Induction Motor : 3 Phase / 380 Volt / 50 Hz : 5,5 kw : 4 Poles : F : Star Delta : 4 sets 2.6. COST CONSUMPTION Untuk mengetahui besar efisiensi yang dihasilkan oleh absorption chiller, maka penelitian mengambil perhitungan Cost Consumption dari tarif dasar listrik 41

32 yang ditentukan oleh PLN untuk industri. Berikut dijelaskan komponen perhitungan yang dipakai : ABONEMEN (BEBAN) Pada TDL 2010 Biaya beban akan dikenakan apabila pemakaian 40 jam, dan apabila pemakaian > 40 jam maka biaya beban dianggap 0 (nol) Rumus Perhitungan : 40 jam x Daya terpasang x Rp KONSUMSI (KWH) LWBP (Luar Waktu Beban Puncak pkl. 22:00 s/d 18:00) = Rp 800/Kwh WBP (Waktu Beban Puncak pkl. 18:00 s/d 22:00) = Rp. 1200/Kwh PAJAK PENERANGAN (PPJU) 3% dari total konsumsi biaya konsumsi Jadi biaya yang dikeluarkan untuk pemakaian satu hari adalah sebagai berikut : Cost Consumptio n Abonemen kwh LWBP Rp 800 kwh WBP Rp % (Sumber : Per-Men No.13 Tahun 2012) 2.7. COOLING CAPACITY ACTUAL Dalam penelitian ini, siklus absorpsi dipengaruhi oleh cara kerja dari genset gas. Beban daya yang selalu berubah-ubah dapat mempengaruhi cooling capacity Cooling Cap Actual Output daya actual Daya engine 80% cos Cooling phi Cap efisiensi tubing (Sumber : DFA BROAD User s Manual) 42

33 Keterangan : Daya Engine : 2000 kva (kapasitas dari pabrikan) Cooling Cap : 400 USRT (kapasitas dari pabrikan) Cos phi : 0,9 Efisiensi tubing 95% (Bahan dari tubing telah diganti dengan bahan Cooper Nickel, sehingga menurunkan efisiensi heat transfer dari tubing sebesar 5 %. Absorption Chiller pada Commisioning awal di setting pada 100 % pada aktual beban tersalur genset gas 80%. 43

ANALISA PEMANFAATAN PANAS BUANG GENSET GAS UNTUK ABSORPTION CHILLER SEBAGAI IMPLEMENTASI EFISIENSI ENERGI HALAMAN JUDUL

ANALISA PEMANFAATAN PANAS BUANG GENSET GAS UNTUK ABSORPTION CHILLER SEBAGAI IMPLEMENTASI EFISIENSI ENERGI HALAMAN JUDUL ANALISA PEMANFAATAN PANAS BUANG GENSET GAS UNTUK ABSORPTION CHILLER SEBAGAI IMPLEMENTASI EFISIENSI ENERGI HALAMAN JUDUL Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

ZERO ENERGY BUILDING PEMANFAATAN SISTEM KOGENERASI DENGAN ABSORPTION CHILLER UNTUK BANGUNAN GEDUNG. Beline ( )

ZERO ENERGY BUILDING PEMANFAATAN SISTEM KOGENERASI DENGAN ABSORPTION CHILLER UNTUK BANGUNAN GEDUNG. Beline ( ) ZERO ENERGY BUILDING PEMANFAATAN SISTEM KOGENERASI DENGAN ABSORPTION CHILLER UNTUK BANGUNAN GEDUNG Beline (1506696205) Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia Email: beline@ui.ac.id, beline.alianto@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-18 Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF Akhmad Syukri Maulana dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

STUDI APLIKASI DAN PEMASYARAKATAN SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI PADA SEKTOR INDUSTRI PROSES

STUDI APLIKASI DAN PEMASYARAKATAN SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI PADA SEKTOR INDUSTRI PROSES STUDI APLIKASI DAN PEMASYARAKATAN SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI PADA SEKTOR INDUSTRI PROSES Hariyotejo Pujowidodo dan Bambang Teguh Prasetyo Balai Termodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) Puspiptek Serpong

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Muhamad dangga A 2108 100 522 Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar Krishna

Lebih terperinci

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

PENDINGINAN KOMPRESI UAP Babar Priyadi M.H. L2C008020 PENDINGINAN KOMPRESI UAP Pendinginan kompresi uap adalah salah satu dari banyak siklus pendingin tersedia yang banyak digunakan. Metode ini merupakan yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF ABSTRAK PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF Budi Arisanto, Heri Witono, Arifin Istavara Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN PENGOPERASIAN CHILLED WATER SYSTEM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 Suroso, I Wayan Sukania, dan Ian Mariano Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440 Telp. (021) 5672548

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN 5.1 Pemilihan Kompresor Kompresor berfungsi menaikkan tekanan fluida dalam hal ini uap refrigeran dengan temperatur dan tekanan rendah yang keluar dari evaporator

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1) BAB II DASAR TEORI 2.1 HUKUM TERMODINAMIKA DAN SISTEM TERBUKA Hukum pertama termodinamika adalah hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan. Energi

Lebih terperinci

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada Siklus Kompresi Uap Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak digunakan dalam daur refrigerasi, pada daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), pengembunan( 2 ke 3), ekspansi (3

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLTU merupakan sistem pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan energi panas bahan bakar untuk diubah menjadi energi listrik dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Keluatan Institut Teknolgi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 8 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat Untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N.

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. MAKALAH SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. Kelas : XI. OTOMOTIF Tahun Ajaran : 2013/2014 SMK Negeri 5 Balikpapan Pendahuluan Kerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisian udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk mengkondisikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Freezer Freezer merupakan salah satu mesin pendingin yang digunakan untuk penyimpanan suatu produk yang bertujuan untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER No. Vol. Thn.XVII April ISSN : 85-87 KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER Iskandar R. Laboratorium Konversi Energi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK 3.1 Konfigurasi PLTGU UBP Tanjung Priok Secara sederhana BLOK PLTGU UBP Tanjung Priok dapat digambarkan sebagai berikut: deaerator LP Header Low pressure HP header

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Kelas : XI TP A Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Teknik Pendingin & Tata Udara 2010/2011 KATA PENGANTAR Allhamdulillahi rabbil alamiin, pertama-tama marilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

Pengujian Performa Sistem Pendingin Absorpsi dengan Energi Panas Matahari di Universitas Indonesia Depok

Pengujian Performa Sistem Pendingin Absorpsi dengan Energi Panas Matahari di Universitas Indonesia Depok Pengujian Performa Sistem Pendingin Absorpsi dengan Energi Panas Matahari di Universitas Indonesia Depok M.I.Alhamid1,a, Harinaldi1,b, Nasruddin1,c, Budihardjo1,d, Arnas Lubis1,f, Yusvardi Yusuf2,e* 1.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA 3.1. Deskripsi Alat Adsorpsi Alat adsorpsi yang diuji memiliki beberapa komponan utama, yaitu: adsorber, evaporator, kondenser, dan reservoir (gbr. 3.1). Diantara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi. Cooling

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Kelayakan Investasi

Bab IV Analisis Kelayakan Investasi Bab IV Analisis Kelayakan Investasi 4.1 Analisis Biaya 4.1.1 Biaya Investasi Biaya investasi mencakup modal awal yang diperlukan untuk mengaplikasikan sistem tata udara dan penyediaan kebutuhan air panas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Termodinamika 2.1.1 Siklus Termodinamika Siklus termodinamika adalah serangkaian proses termodinamika mentransfer panas dan kerja dalam berbagai keadaan tekanan, temperatur,

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SOLUTION PREHEATER TERHADAP LAJU PRODUKSI UAP REFRIGERAN PADA GENERATOR MESIN REFRIGERASI SIKLUS ABSORPSI

PENGARUH PENAMBAHAN SOLUTION PREHEATER TERHADAP LAJU PRODUKSI UAP REFRIGERAN PADA GENERATOR MESIN REFRIGERASI SIKLUS ABSORPSI PENGARUH PENAMBAHAN SOLUTION PREHEATER TERHADAP LAJU PRODUKSI UAP REFRIGERAN PADA GENERATOR MESIN REFRIGERASI SIKLUS ABSORPSI Reyhan Kiay Demak Jurusan Teknik Mesin Universitas Tadulako Bumi Tadulako Tondo,

Lebih terperinci

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a Faldian 1, Pratikto 2, Andriyanto Setyawan 3, Daru Sugati 4 Politeknik Negeri Bandung 1,2,3 andriyanto@polban.ac.id

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi V. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi Mesin pendingin icyball beroperasi pada tekanan tinggi dan rawan korosi karena menggunakan ammonia sebagai fluida kerja. Penelitian

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Turbin gas adalah suatu unit turbin dengan menggunakan gas sebagai fluida kerjanya. Sebenarnya turbin gas merupakan komponen dari suatu sistem pembangkit. Sistem turbin gas paling

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB III METODOLOGI STUDI KASUS 3.1 Bahan Studi Kasus Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data pengukuran pompa sirkulasi minyak sawit pada Concentrated Solar Power selama

Lebih terperinci

Energi dan Ketenagalistrikan

Energi dan Ketenagalistrikan PENGKONDISIAN UDARA DENGAN SISTEM ABSORPSI DALAM UPAYA PENGHEMATAN ENERGI DAN PENYELAMATAN LINGKUNGAN Dedi Suntoro dan Ikrar Adilla Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI 2012 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Brine Sistem Brine adalah salah satu sistem refrigerasi kompresi uap sederhana dengan proses pendinginan tidak langsung. Dalam proses ini koil tidak langsung mengambil

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure Ryan Hidayat dan Bambang

Lebih terperinci

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai STEAM TURBINE POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai PENDAHULUAN Asal kata turbin: turbinis (bahasa Latin) : vortex, whirling Claude Burdin, 1828, dalam kompetisi teknik tentang sumber daya air

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Kampus 3, Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC) Pertemuan ke-9 dan ke-10 Materi Perkuliahan : Kebutuhan jaringan dan perangkat yang mendukung sistem pengkondisian udara termasuk ruang pendingin (cool storage). Termasuk memperhitungkan spatial penempatan

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha (0906605340) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI HRSG KA13E2 DI MUARA TAWAR COMBINE CYCLE POWER PLANT

ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI HRSG KA13E2 DI MUARA TAWAR COMBINE CYCLE POWER PLANT ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI HRSG KA13E2 DI MUARA TAWAR COMBINE CYCLE POWER PLANT Anwar Ilmar Ramadhan 1,*, Ery Diniardi 1, Hasan Basri 2, Dhian Trisnadi Setyawan 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol No. 2 Mei 214; 65-71 ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 Anggun Sukarno 1) Bono 2), Budhi Prasetyo 2) 1)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Skema Oraganic Rankine Cycle Pada penelitian ini sistem Organic Rankine Cycle secara umum dibutuhkan sebuah alat uji sistem ORC yang terdiri dari pompa, boiler, turbin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi udara yang digunakan dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi penghuni

Lebih terperinci

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng MULTIREFRIGERASI SISTEM Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng SIKLUS REFRIGERASI Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap Proses 1 2 : Kompresi isentropik Proses 2 2 : Desuperheating Proses 2 3 : Kondensasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-2 DAN R-34a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W Ridwan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma e-mail: ridwan@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket. SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011 No Minggu ke 1 1-2 20 Feb 27 Feb Materi Tujuan Ket. Pendahuluan, Jenis dan Contoh Aplikasi system Refrigerasi Siswa mengetahui

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 HASIL PENGUJIAN STEADY SISTEM CASCADE Dalam proses pengujian pada saat menyalakan sistem untuk pertama kali, diperlukan waktu oleh sistem supaya dapat bekerja dengan stabil.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM. Disusun Oleh: MUHAMMAD NADJIB, S.T., M.Eng. TITO HADJI AGUNG S., S.T., M.T.

MODUL PRAKTIKUM. Disusun Oleh: MUHAMMAD NADJIB, S.T., M.Eng. TITO HADJI AGUNG S., S.T., M.T. MODUL PRAKTIKUM Disusun Oleh: MUHAMMAD NADJIB, S.T., M.Eng. TITO HADJI AGUNG S., S.T., M.T. PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016 i ii KATA PENGANTAR Assalaamu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System 32 BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System PLTP Gunung Salak merupakan PLTP yang berjenis single flash steam system. Oleh karena itu, seperti yang

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT PK Imron Rosadi, Agus Wibowo, Ahmad Farid. Mahasiswa Teknik Mesin, Universitas Pancasakti, Tegal,. Dosen Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Menara Pendingin Menurut El. Wakil [11], menara pendingin didefinisikan sebagai alat penukar kalor yang fluida kerjanya adalah air dan udara yang berfungsi mendinginkan

Lebih terperinci

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi Lamsihar S. Tamba 1), Harmen 2) dan A. Yudi Eka Risano 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage Sugiyono 1, Ir Sumpena, MM 2 1. Mahasiswa Elektro, 2. Dosen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori PLTGU atau combine cycle power plant (CCPP) adalah suatu unit pembangkit yang memanfaatkan siklus gabungan antara turbin uap dan turbin gas. Gagasan awal untuk

Lebih terperinci

Aku berbakti pada Bangsaku,,,,karena Negaraku berjasa padaku. Pengertian Turbocharger

Aku berbakti pada Bangsaku,,,,karena Negaraku berjasa padaku. Pengertian Turbocharger Pengertian Turbocharger Turbocharger merupakan sebuah peralatan, untuk menambah jumlah udara yang masuk kedalam slinder dengan memanfaatkan energi gas buang. Turbocharger merupakan perlatan untuk mengubah

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm)

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm) ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine 600-1200 rpm) Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 6308030042 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect Cooling System) Sistem pendinginan tidak langsung (indirect Cooling system) adalah salah satu jenis proses pendinginan dimana digunakannya

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-399 Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Debit Fluida Engine Oil Sebagai Heater Generator Terhadap Perfomansi Mesin Pendingin

Lebih terperinci

Basic Comfort Air Conditioning System

Basic Comfort Air Conditioning System Basic Comfort Air Conditioning System Manual Book (CAC BAC 09K) 5 PERCOBAAN 32 5.1. KOMPONEN KOMPONEN UTAMA DALAM SISTEM PENDINGIN TUJUAN: Setelah melakukan percobaan ini siswa akan dapat : 1. Memahami

Lebih terperinci