RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. 1 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan mencipta dan berkarya di bidang perfilman merupakan bagian dari seni dan budaya sebagai salah satu bentuk menyatakan pendapat yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa pembuatan film merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan hak asasi manusia dalam menciptakan karya seni dan budaya yang perlu memperoleh perlin-dungan dan penghargaaan dari bangsa dan negara dalam rangka menjaga dan mempertahankan keanekaragaman nilai-nilai dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara; c. bahwa film sebagai hasil seni dan budaya mempunyai fungsi dan manfaat yang luas dan besar baik di bidang sosial, ekonomi, maupun budaya, oleh karena itu perlu diatur dalam suatu tatanan hukum; d. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473) tidak sesuai lagi dengan perkembangan sistem politik dan hukum dalam menegakkan peran-serta masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga perlu dicabut dan diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai-mana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perfilman. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28, Pasal 32, dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);

2 2 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menetapkan : MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG TENTANG PERFILMAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah-satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya. 2. Perfilman adalah segala kegiatan atau usaha yang berhubungan dengan pembuatan film, jasa teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan atau penayangan film, jasa profesi, jasa rental atau penyewaan penayangan film, pengarsipan film, peningkatan sumber daya manusia perfilman, pembinaan apresiasi film, dan penelitian dan pengembangan perfilman. 3. Perfilman Indonesia adalah seluruh kegiatan kerja dan usaha dari produk perfilman dalam negeri. 4. Perfilman Nasional adalah kegiatan kerja dan usaha perfilman yang berada di kawasan nasional. 5. Organisasi Perfilman adalah sebuah badan, lembaga dan organisasi yang bergerak dalam ruang lingkup perfilman. 6. Insan Perfilman adalah seseorang yang kegiatan profesionalnya berada dalam lingkup perfilman. 7. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 8. Menteri adalah Menteri yang bertugas menangani urusan perfilman.

3 3 BAB II ASAS, VISI, MISI DAN FUNGSI Pasal 2 Perfilman nasional diselenggarakan berasaskan: a. Penghormatan atas nilai luhur moral agama; b. Penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan; c. Pemahaman atas keanekaragaman budaya bangsa; d. Penghargaan atas kemerdekaan berekspresi; e. Penghormatan atas hak dan kewajiban serta kepastian dan persamaan hukum. Pasal 3 (1) Kemerdekaan mencipta dan berkarya di bidang teknik dan keyakinan rasa artististiknya. (2) Setiap warga negara bebas berkarya di bidang perfilman sesuai dengan pilihan, pendekatan artistik dan keyakinannya. (3) Tiada satu badan dan perorangan pun yang berhak mengubah dan membelenggu sebuah karya film tanpa seizin pemegang hak cipta karya film, kecuali ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 4 Visi penyelenggaraan Perfilman Indonesia adalah kebanggaan atas produksi anak negeri dan penghormatan atas produksi asing yang memperkaya khasanah budaya bangsa. Pasal 5 Penyelenggeraan Perfilman di Indonesia memiliki misi untuk: a. mencerdaskan kehidupan berbangsa yang berbudaya; b. mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi perfilman secara khusus maupun umum; c. menumbuhkan dan mengembangkan perfilman Indonesia sebagai industri yang mengandung nilai-nilai budaya dan mampu bersaing dalam peta perfilman internasional; d. memberdayakan seluruh komponen perfilman Indonesia agar dapat terwujud dan mampu menciptakan film Indonesia yang bermutu yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara, dan masyarakat nasional maupun internasional; e. memberdayakan masyarakat pada umumnya dalam pembangunan watak dan kepribadian bangsa; f. memantapkan dan mengembangkan nilai-nilai keragaman budaya bangsa; dan g. mempromosikan nilai-nilai keragaman budaya dan kepribadian bangsa kepada masyarakat internasional.

4 Pasal 6 4 Penyelenggaraan Perfilman di Indonesia mempunyai fungsi sebagai : a. pemberdayaan masyarakat; b. pengekspresian seni; c. pengembangan budaya bangsa; d. pendidikan; e. hiburan; f. penerangan atau informasi; f. komoditas ekonomi. BAB III DEWAN PERFILMAN INDONESIA Bagian Kesatu Tugas, Fungsi dan Wewenang Dewan Perfilman Indonesia Pasal 7 (1) Untuk penyelenggaraan perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6, dengan Undang-undang ini dibentuk Dewan Perfilman Indonesia yang selanjutnya disingkat DPI. (2) DPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan badan independen yang keanggotaannya berasal dari unsur masyarakat perfilman nasional. (3) Dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya, DPI bertanggungjawab kepada Presiden. Pasal 8 (1) DPI berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. (2) Dalam hal dipandang perlu, dapat membentuk kantor perwakilan di daerah. Pasal 9 DPI mempunyai tugas: a. memfasilitasi dan memajukan serta memberdayakan insan, perusahaan dan organisasi perfilman nasional; b. melindungi kemerdekaan setiap orang yang berkarya di bidang perfilman Indonesia; c. menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan perfilman nasional; d. meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia di bidang perfilman; e. mencegah monopoli dalam perfilman Indonesia; f. memantau dan mengawasi terlaksananya peraturan di bidang perfilman;

5 5 g. menjalankan dan ikut mendorong terlaksananya dan pengarsipan perfilman Indonesia; h. memfasilitasi penyelesaian permasalahan perfilman Indonesia dan ikutserta mencari upaya pemecahannya; i. menyusun dan melaksanakan program-program kegiatan penelitian dan pengkajian, yang diperlukan bagi pengembangan dan kemajuan perfilman Indonesia; j. menyelenggarakan festival film yang menunjang kemajuan perfilman Indonesia; k. membuka hubungan dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan perfilman; l. melakukan kerja sama dengan negara lain di bidang perfilman dan membuka hubungan antar insan perfilman Indonesia dan insan perfilman regional atau internasional; m. mendorong peran serta dan apresiasi masyarakat umum dalam mengembangkan dan memajukan perfilman Indonesia. Pasal 10 DPI memiliki fungsi: a. penyaluran dan perwujudan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan perfilman; b. pengkoordinasian komunikasi atau hubungan antara masyarakat perfilman, masyarakat, dan pemerintah; c. peningkatan mutu perfilman Indonesia dalam mengembangkan pendidikan dan budaya, termasuk keanekaragaman budaya; d. pemajuan industri perfilman Indonesia dan penanganan film impor dalam mewujudkan hubungan kerja yang saling mendukung dengan Perfilman Indonesia, terutama dalam aspek hiburan, industri dan perekonomian, serta promosi Indonesia dalam masyarakat internasional; e. penelitian dan pengkajian di bidang perfilman. Pasal 11 DPI memiliki kewenangan: a. menjadi lembaga arbitrase permasalahan perfilman; b. menetapkan anggaran; c. memberikan masukan dan pertimbangan; d. menjaga kebebasan berekspresi di bidang perfilman; e. melakukan kegiatan yang berguna untuk memajukan perfilman Indonesia. Bagian Kedua Keanggotaan DPI Pasal 12 (1) Anggota DPI berjumlah 21 (dua puluh satu) orang. (2) Anggota DPI berasal dari unsur organisasi perfilman dan atau masyarakat perfilman karena ketokohan atau kepemimpinannya.

6 6 (3) Anggota DPI diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan setelah berakhir masa jabatannya dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (4) Ketua dan Wakil Ketua DPI dipilih dari dan oleh Anggota DPI berdasarkan mekanisme yang ditetapkan oleh DPI. Pasal 13 Untuk dapat diangkat menjadi Anggota DPI harus dipenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Republik Indonesia; b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memiliki integritas dan kredibilitas pribadi yang jujur dan terpecaya; d. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perfilman; e. tidak sedang duduk dalam kepengurusan partai politik beserta afiliasinya; f. bukan pejabat negara; dan g. mendukung kemerdekaan berekspresi di bidang seni budaya, terutama di bidang perfilman. Pasal 14 (1) Anggota DPI diangkat oleh Presiden berdasarkan calon anggota yang diajukan oleh Menteri dari hasil pemilihan berdasarkan ketentuan Pasal ini; (2) Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengumumkan penerimaan calon dan melakukan kegiatan mengumpulkan calon berdasarkan keinginan dan masukan dari masyarakat perfilman yang disampaikan selama 14 (empat belas) hari secara terus-menerus; (3) Setelah memperoleh masukan dari masyarakat perfilman, Menteri akan menyampaikan 42 (empat puluh dua) nama calon anggota kepada Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak penentuan jumlah nama calon; (4) Presiden dapat menerima dan mempertimbangkan masukan masyarakat perfilman tentang calon anggota yang diusulkan Pemerintah; (5) Calon anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berjumlah sekurangkurangnya 42 (empat puluh dua) orang dari unsur masyarakat; (6) Presiden memilih 21 (dua puluh satu) calon dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan dari Menteri; (7) Presiden menetapkan calon terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya pengajuan dari Menteri. Pasal 15 Proses pencalonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh suatu panitia yang dibentuk oleh Menteri yang anggotanya terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat perfilman. Pasal 16

7 7 Proses pencalonan calon anggota DPI dan pemilihannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 wajib dilakukan oleh Menteri secara terbuka atau transparan dan dapat diikuti oleh seluruh media cetak dan elektronik. Pasal 17 Anggota DPI berhenti karena: a. berakhir masa jabatannya; b. meninggal dunia; c. mengundurkan diri; d. menjadi tersangka karena melakukan tindak pidana kejahatan; e. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya. Pasal 18 (1) Dalam hal anggota DPI berhenti atau diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, maka DPI memberitahukan perihal pemberhentian tersebut kepada Menteri untuk mengajukan calon anggota pengganti antarwaktu kepada Presiden; (2) Pengajuan calon pengganti antarwaktu dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan diambil dari calon anggota yang tidak terpilih dari 42 (empat puluh dua) calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) yang diambil dari yang terbaik dari 21 (dua puluh satu) yang tidak terpilih. Pasal 19 (1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DPI dibantu oleh Sekretariat; (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris; (3) Sekretaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggungjawab kepada DPI; (4) Pegawai Sekretariat terdiri dari unsur pegawai negeri yang pengangkatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan kepegawaian yang berlaku; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi Sekretariat diatur dengan Peraturan DPI. BAB IV LEMBAGA PENILAIAN FILM Pasal 20 (1) Setiap film yang akan beredar atau diedarkan, wajib mendapat penilaian oleh Lembaga Penilaian Film; (2) Lembaga Penilaian Film yang selanjutnya disingkat LPF merupakan lembaga independen; (3) LPF berkedudukan di ibukota negara; (4) LPF bertangggung jawab lepada Presiden.

8 8 Pasal 21 (1) Susunan keanggotaan, jumlah anggota, persyaratan menjadi anggota, pengangkatan dan pemberhentian anggota, fungsi dan tugas LPF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diatur dengan Peraturan Pemerintah; (2) Pengaturan keanggotaan LPF berasal dari unsure masyarakat perfilman, organisasi perfilman, rohaniwan, tokoh atau ahli perfilman, pendidik, budayawan dan ahli hukum; Pasal 22 (1) LPF mempunyai fungsi melakukan penilaian dan penelitian terhadap film yang akan diedarkan atau akan beredar, untuk menentukan klasifikasi penonton. (2) Menyarankan pemotongan bagian tertentu dari sebuah film kepada Pemegang Hak Cipta demi menghindari pelanggaran Undang-undang Hak Cipta. Pasal 23 LPF mempunyai tugas: a. menilai, meneliti, dan menetapkan penggolongan atau klasifikasi film yang akan beredar sesuai standar yang telah ditetapkan oleh DPI; b. memantau pelaksanaan peredaran dan penayangan film di Indonesia; c. mengusulkan kepada DPI mengenai masalah penilaian film; d. LPF dapat melaporkan adanya dugaan, pelanggaran, klasifikasi film, penyimpangan peredaran dan pertunjukan film kepada DPI dan atau kepada pihak yang berwenang. BAB V PENGGOLONGAN ATAU KLASIFIKASI FILM Pasal 24 Hasil karya film dapat digolongkan atau diklasifikasikan dengan kategori: a. untuk umum; dan b. untuk kepentingan khusus. Pasal 25 Klasifikasi untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 26 Klasifikasi untuk kepentingan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b meliputi: a. klasifikasi untuk festival; b. klasifikasi untuk pendidikan;

9 c. klasifikasi untuk instruksional; d. klasifikasi untuk kesehatan; e. klasifikasi pelayanan masyarakat. 9 Pasal 27 Klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku juga untuk film iklan dan film musik/karaoke. Pasal 28 Setiap orang yang mengedarkan dan mempertunjukkan atau menayangkan film wajib mengumumkan, menggolongkan film tersebut kepada calon penonton atau mengklasifikasikan sesuai dengan penggolongan umur dan jam pertunjukan. Pasal 29 Setiap orang yang mengedarkan, memproduksi, mengimpor, atau mengadakan pertunjukan film dengan Klasifikasi XXX dan Cabul/Porno, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 30 Untuk film diplomatik, berlaku ketentuan khusus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI ORGANISASI PERFILMAN Pasal 31 Organisasi perfilman merupakan organisasi yang dibentuk oleh insan perfilman secara bebas dan mandiri dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas insan perfilman dan melindungi anggotanya sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Pasal 32 (1) Setiap orang yang menjalankan profesi di bidang perfilman wajib tunduk dan mematuhi kode etik dan ketentuan yang dikeluarkan oleh DPI. (2) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi di bidang perfilman dilakukan oleh organisasi perfilman dan DPI. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan pelanggaran kode etik diatur dengan Peraturan DPI. BAB VII USAHA PERFILMAN

10 10 Pasal 33 Usaha perfilman meliputi usaha: 1. Usaha produksi film. 2. Usaha jasa pendukung produksi film, berupa: a. jasa teknik film; b. jasa penyediaan profesi film; c. jasa pengembangan sains dan teknologi. 3. Usaha perdagangan dan eksibisi film, berupa: a. peredaran film; b. pertunjukan film; c. penyewaan dan penjualan film; d. ekspor film; e. impor film. Pasal 34 (1) Usaha perfilman hanya dapat dilakukan oleh badan usaha Indonesia atau perorangan yang berwarga negara Indonesia yang memiliki izin sesuai dengan bidang usaha masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; (2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 35 (1) Pihak asing dapat memiliki saham pada perusahaan perfilman Indonesia. (2) Pihak asing yang memiliki saham di perusahaan perfilman Indonesia sebagai dimaksud pada ayat (1) baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh menjadi pemegang saham mayoritas. Pasal 36 Pengusaha perfilman wajib menggunakan kemampuan nasional secara maksimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, dan kualitas. Pasal 37 (1) Untuk pengembangan perfilman nasional, perusahaan perfilman dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan perfilman asing. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan izin dari instansi yang berwenang. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kerjasama dalam usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 38

11 11 (1) Produksi film didasarkan atas kebebasan berkarya yang bertanggung jawab; (2) Kebebasan berkarya dalam produksi film sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sesuai dengan asas penyelenggaraan perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 39 (1) Usaha pembuatan film hanya dilakukan oleh perusahaan produksi film yang memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; (2) Dalam produksi film yang dilakukan oleh pihak asing yang menggunakan lokasi di wilayah negara Republik Indonesia, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari instansi yang berwenang dan mendapat rekomendasi dari DPI; (3) Pernyataan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 40 Dalam produksi film, masyarakat atau insan perfilman berhak mendapatkan jaminan sosial dan perlindungan hukum terkait dengan kegiatan dan peran yang dilakukan berdasarkan perjanjian kerja yang dibuatnya dengan perusahaan produksi film atau reklame film. Pasal 41 Usaha jasa pendukung produksi film hanya dapat dilakukan oleh perusahaan jasa pendukung produksi film yang memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Pasal 42 Usaha jasa pendukung produksi film yang berupa jasa teknik film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 meliputi: a. studio pengambilan gambar; b. sarana dan pembuatan film; c. laboratorium film; d. sarana penyuntingan film; e. sarana pengisian suara film; f. sarana pemberian teks film; dan g. sarana pencetakan atau penggandaan film atau rekaman video; h. sarana lainnya yang mendukung produksi film. Pasal 43 (1) Usaha jasa profesi film hanya dapat dilakukan oleh perusahaan nasional di bidang jasa profesi film yang memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; (2) Untuk pengembangan profesi, DPI dapat melakukan akreditasi terhadap usaha jasa profesi film sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); (3) Dalam hal jasa profesi film telah mendapatkan akreditasi dari badan perfilman asing, maka akreditasi tersebut harus mendapatkan penilaian dan legalisasi dari DPI. Pasal 44

12 Usaha ekspor film dapat dilakukan oleh perusahaan ekspor film atau perusahaan pengedar film yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Pasal 45 Usaha impor film hanya dapat dilakukan oleh perusahaan impor film yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Pasal 46 (1) Film impor merupakan pelengkap untuk memenuhi keperluan pertunjukan dan penayangan film bagi masyarakat di dalam negeri yang jumlahnya ditentukan secara seimbang dengan jumlah produksi film nasional; (2) Isi film impor harus bermutu baik yang selaras dengan asas, visi, misi, dan penyelenggaraan perfilman serta memperhatikan nilai-nilai keagamaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 47 Setiap pengusaha yang mengimpor film wajib menyampaikan film yang diimpor tersebut pada kantor pabean untuk dilakukan tindakan seperlunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 48 (1) Film yang dimasukkan ke Indonesia oleh perwakilan diplomatik atau badan-badan internasional yang diakui pemerintah hanya diperuntukkan kepentingan perwakilan yang bersangkutan; (2) Film yang dimasukkan ke Indonesia untuk tujuan khusus hanya dapat dilakukan berdasarkan izin dari instansi yang berwenang; (3) Film-film keperluan festival film dapat dibebaskan dari kewajiban penilaian berdasarkan persetujuan dari DPI. Pasal 49 (1) Usaha pengedaran film hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pengedar film yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; (2) Perusahaan produksi film dapat melakukan usaha pengedaran film yang memiliki izin tersendiri. 12 Pasal 50 (1) Film yang dapat diedarkan hanya film yang telah ditentukan penggolongan atau klasifikasinya oleh LPF; (2) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditentukan oleh LPF sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

13 13 Pasal 51 Usaha pertunjukan film hanya dapat dilakukan oleh perusahaan film yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Pasal 52 (1) Pertunjukan film dapat dilakukan dalam gedung atau tempat yang memungkinkan bagi pertunjukan film melalui sistem proyeksi mekanik, elektronik atau teknologi lainnya; (2) Pertunjukan film sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk pula penayangan film yang dilakukan melalui stasiun pemancar penyiaran atau perangkat elektronik lainnya yang khusus ditujukan untuk menjangkau khalayak pemirsa yang penyelenggaraannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pasal 53 Pertunjukan film sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dilakukan dengan memperhatikan ketentuan penggolongan umur penonton dan jam pertunjukan yang telah ditetapkan bagi film yang bersangkutan sesuai dengan Undang-Undang ini. Pasal 54 (1) Kejaksaan Agung dengan persetujuan DPI dapat menarik film apabila dalam peredarannya dan atau pertunjukan dan atau penayangannya menimbulkan gangguan terhadap keamanan, ketertiban, atau ketenteraman dalam masyarakat; (2) Aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat menarik dari peredaran film dengan klasifikasi XXX atau dan film klasifikasi Cabul/Porno, film yang beredar tidak sesuai dengan penggolongan atau klasifisikasi yang ditentukan, dan film yang belum dinilai oleh LPF; (3) Dalam hal produser atau pemilik film berkeberatan atas tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan bagi produser film yang mengedarkan tidak sesuai dengan penggolongan atau klasifisikasi yang ditentukan, maka produser atau pemilik film dapat melakukan pembelaan diri melalui saluran hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (4) Pemilik film atau pemegang hak cipta film yang peredaran filmnya ditarik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menempuh keberatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (5) Dalam hal pemilik atau pemegang hak film mengajukan keberatan filmnya ditarik dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selama belum ada putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap, film tersebut tidak boleh diedarkan dan dipertunjukkan terlebih dahulu. Pasal 55 (1) Film yang menggunakan bahasa asal film, sebelum diedarkan dan dipertunjukkan terlebih dahulu dibubuhi teks dalam bahasa Indonesia;

14 14 (2) Film sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang disulihsuarakan, kecuali untuk tujuan: a. pendidikan dan pengajaran; b. penelitian; c. penyuluhan. (3) Ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus mendapatkan rekomendasi terlebih dahulu dari DPI. BAB VIII PERAN SERTA MASYRARAKAT Pasal 56 (1) Setiap warga masyarakat mempunyai hak yang sama untuk ikut berperan serta dalam memelihara, mengembangkan, memajukan dan mengawasi perfilman Indonesia; (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX FASILITASI PEMERINTAH Pasal 57 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan fasilitas untuk mengembangkan dan memajukan perfilman Indonesia; (2) Fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. pembiayaan pembuatan film; b. pembiayaan untuk mendukung penyelenggaraan kearsipan film; c. pemberian kemudahan dalam tarif, pajak, dan bea masuk terkait dengan penyelenggaraan perfilman sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku; d. dukungan sarana dan prasarana untuk pengembangan dan kemajuan dunia perfilman. BAB X PEMBIAYAAN Pasal 58

15 15 Dalam rangka menjalankan Undang-Undang ini, pembiayaan pembentukan dan pendirian serta pelaksanaan kerja DPI dan LPF dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 59 Setiap orang yang tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), Pasal 39 ayat (1) atau (2), Pasal 41, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51 dan Pasal 52, dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,- (Satu setengah milyar rupiah). Pasal 60 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 5 (lima) tahun atau denda Rp ,- (Lima ratus juta rupiah). Pasal 61 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 60, dan Pasal 61 dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi hanyalah pidana denda tersebut ditambah dengan 1/3 (satu per tiga); (2) Selain denda, korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha. Pasal 62 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 61 adalah pelanggaran. Pasal 63 Selain pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa, barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, dapat disita untuk negara. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 64

16 16 (1) Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, DPI sudah harus terbentuk; (2) Selama belum terbentuk, tugas dan fungsi serta wewenang DPI dilaksanakan oleh Badan Pertimbangan Perfilman Nasional. Pasal 65 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Lembaga Sensor Film tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai LPF terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 66 Peraturan pelaksanaan yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini masih dinyatakan tetap berlaku sebelum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal 67 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus terbentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 68 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 69 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerin-tahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal.. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

17 17 SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal.. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.. NOMOR.. RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

18 NOMOR.. TAHUN 18 TENTANG PERFILMAN UMUM Perfilman di Indonesia sebagai industri kebudayaan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat dalam keanekaragaman nilai-nilai kebangsaan yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus tetap ditumbuhkan dan dikembangkan secara profesional dan proporsional dengan tetap memperhatikan etika keartistikan dan kesusilaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar budaya bangsa yang merupakan pencerminan nilai-nilai luhur bangsa tetap terus terpelihara dan dikembangkan melalui media film sebagai sarana penerangan atau informasi, pendidikan, pengekspresian seni, pengembangan kebudayaan, penghiburan, perindustrian dan perekonomian, kontrol sosial, dan promosi Indonesia di dunia internasional. Dalam kenyataannya selama ini, perfilman di Indonesia belum secara maksimal berperan di dalam masyarakat sebagai industri kebudayaan karena berbagai faktor yang mempengaruhinya sehingga maksud di atas belum sepenuhnya terpenuhi. Untuk itu, permasalahan ini segera diatasi dan merupakan bagian dari kegiatan pemberdayaan perfilman nasional secara menyeluruh. Dalam rangka pemberdayaan tersebut, usaha perfilman di Indonesia perlu menjadi bagian dari tanggungjawab DPI, LPF, Pemerintah, dan masyarakat yang didukung oleh profesionalitas insan film sehingga tidak semata-mata tergantung pada kemampuan pihak tertentu dan pihak swasta yang sifatnya monopolistik seperti yang terjadi selama ini. Peningkatan kualitas ataupun kuantitas sumber daya manusia (SDM) perfilman memiliki arti yang strategis untuk memecahkan masalah di atas dan sekaligus menghadapi persaingan global dalam era pasar bebas. Ketersediaan SDM yang handal akan meningkatkan daya saing film nasional sehingga memungkinkan film nasional sebagai produk budaya dapat memasuki pasar global. Berkaitan dengan fungsi film sebagai produk budaya, maka seluruh rangkaian kegiatan perfilman merupakan kegiatan industri kebudayaan yang selalu mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Sebagai kegiatan industri, maka seluruh elemen dalam kegiatan perfilman harus mendasarkan pada acuan sistem perindustrian yang serba terukur dan memperhatikan standar yang jelas dan pasti, termasuk di dalamnya ketentuan mengenai akreditasi yang diakui sehingga para pelaku usaha yang memerlukan SDM perfilman akan memiliki patokan dan dasar dalam memperkerjakan atau merekruit tenaga-tenaga profesional di bidang perfilman. Untuk melaksanakan keinginan di atas, Undang-Undang ini mengamanatkan agar dibentuk DPI. DPI sebagai lembaga yang independen yang secara menyeluruh mengupayakan fungsi dan tugasnya dalam rangka melaksanakan misi dan visi perfilman

19 19 nasional. Fungsi dan tugas DPI yang diatur dalam Undang-Undang ini cukup memberikan harapan bagi insan film dalam mengembangkan karya ciptanya sesuai dengan profesinya. DPI dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dapat melakukan kerja sama dengan pemerintah, masyarakat, dan pihak asing dalam rangka mendorong kebebasan berkarya dan ber-cipta di bidang perfilman untuk menyongsong era persaingan bebas dan globalisasi. Untuk penyelenggaraan semua kegiatan demi melaksanakan Undang-Undang ini, wajib dibiayai oleh negara melalui ang-garan pendapatan belanja negara (APBN). Dalam kenyataannya, sumbangan perfilman melalui pajak tontonan dan lain-lain terhadap negara sangatlah besar sehingga negara dalam memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini, terutama fungsi dan tugas DPI dan LPF, merupakan hal yang wajar. Undang-Undang ini secara substansial dan jiwanya adalah berbeda dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Undang-Undang ini memberikan kebebasan sepenuhnya kepada insan film dan masyarakat film untuk mengembangkan dirinya secara profesional dan proporsional dengan tetap memperhatikan etika keartistikan dan kesusilaan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai penggolongan atau klasifikasi film sebagai acuan bagi penyelenggaraan perfilman di Indonesia yang ditentukan secara jelas dan rinci dengan maksud agar tercipta kepastian hukum bagi penyelenggara perfilman dan masyarakat. Usaha perfilman juga diatur secara rinci dan komprehensif, termasuk aturan main bagi perusahaan perfilman dalam bentuk perizinan. Bentukbentuk penyelenggaraan secara monopoli dan persaingan tidak sehat, dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian pula terhadap larangan pembajakan film, juga mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, dalam Undang-Undang ini juga memberikan kesempatan kepada organisasi perfilman yang ada untuk membentuk wadah tunggal dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan masyarakat perfilman dan insan film di seluruh Indonesia sebagai salah satu daya dukung mengembangkan perfilman di Indonesia. Organisasi perfilman ini diberikan waktu paling lambat 2 (dua) tahun untuk dibentuk dalam satu wadah organisasi (dalam bentuk federasi). Atas dasar pertimbangan di atas dan atas dasar perkembangan hukum masya-rakat, terutama masyarakat perfilman, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3473) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan Undang-Undang baru. PASAL DEMI PASAL Pasal 1.

20 20 Pasal 2 Huruf a. Asas penghormatan atas nilai luhur moral agama dalam ketentuan ini adalah. Huruf b. Asas penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan dalam ketentuan ini adalah.... Huruf c. Asas pemahaman atas keanekaragaman budaya bangsa dalam ketentuan ini adalah.. Huruf d. Asas penghargaan atas kemerdekaan berekspresi dalam ketentuan ini adalah... Huruf e. Asas penghormatan atas hak dan kewajiban serta kepastian dan persamaan hukum dalam ketentuan ini adalah.... Pasal 3. Pasal 4 Dalam ketentuan ini, visi untuk menumbuhkan dan mengembangkan perfilman dititikberatkan pada film yang diproduksi oleh bangsa Indonesia dalam arti menjadikan produk film sebagai kebanggaan nasional. Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Ayat (1). Ayat (2) Yang dimaksud dengan independen dalam ketentuan ini adalah independen fungsional. Ayat (3). Pasal 8 Pasal 9

21 21 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Keberadaan LPF pada dasarnya hanya ada satu, yakni di pusat. Sedangkan di daerah dibentuk dan disesuaikan dengan kebutuhan dan budaya masing-masing daerah. Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25

22 22 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41

23 23 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Ayat (1) dan ayat (2) Peran-serta masyarakat dalam ketentuan ini diwujudkan antara lain dengan membentuk berbagai kelompok diskusi dan pemikiran, mendirikan pemantau perfilman (film watch), menyelenggarakan festival, memantau dan mengawasi

24 24 penyimpangan yang terjadi di perfilman dan upaya-upaya lain yang bertujuan meningkatkan mutu dan kearifan perfilman Indonesia. Pasal 57 Cukup Jelas Pasal 58 Pasal 59 Pasal 60 Pasal 61 Pasal 62 Pasal 63 Pasal 64 Pasal 65 Pasal 66 Pasal 67 Pasal 68 Pasal 69 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TIM RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERFILMAN BADAN PERTIMBANGAN PERFILMAN NASIONAL (BP2N)

25 25 1. H. Djonny Syafruddin, S.H. Ketua Merangkap Anggota Adisurya Abdy, M.Sc. Anggota Drs. Bakri, M.M. Anggota Zairin Zain Anggota Rudy S. Sanyoto, S.E. Anggota Enison Sinaro Anggota Wihadi Wiyanto, S.H. Anggota Kusumo Priyono, ARS Anggota Slamet Rahardjo Djarot Nara Sumber Deddy Mizwar Nara Sumber Suharyono, S.H, M.H. Nara Sumber 11.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Film sebagai media komunikasi massa pandangdengar mempunyai

Lebih terperinci

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); SALINAN NOMOR 35/E, 2009 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGEDARAN, PERTUNJUKAN DAN PENAYANGAN FILM DI KOTA MALANG WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa demokrasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Film sebagai media komunikasi massa pandangdengar mempunyai peranan penting bagi pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN SERAH-SIMPAN DAN PENGELOLAAN KARYA REKAM FILM CERITERA ATAU FILM DOKUMENTER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN SERAH-SIMPAN DAN PENGELOLAAN KARYA REKAM FILM CERITERA ATAU FILM DOKUMENTER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (10), Pasal 15,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka membangun Kompolnas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

1 of 8 3/17/2011 4:31 PM

1 of 8 3/17/2011 4:31 PM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA pkumham.go PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka membangun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL SELAPARANG TELEVISI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN SERAH-SIMPAN DAN PENGELOLAAN KARYA REKAM FILM CERITERA ATAU FILM DOKUMENTER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 30, 2005 Komunikasi. Frekwensi. Penyiaran. Perijinan. Pembinaan. Pengawasan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO GEMILANG KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN PERFILMAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN PERFILMAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN PERFILMAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 37 Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.387, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pengawas. Dana Kampanye. Pemilu. Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2012

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 104, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara kesatuan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran

Menimbang : a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki peran RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa film sebagai karya seni budaya memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 51 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM 1 (satu) Hari Kerja ~ waktu paling lama, Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN I. UMUM Salah satu tuntutan gerakan reformasi tahun 1998, ialah diadakannya reformasi dalam bidang politik dan kebudayaan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN PERFILMAN JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN PERFILMAN JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN PERFILMAN JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.296, 2014 KESRA. Haji. Pengelolaan. Keuangan. Dana. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5605) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci