JURNAL PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SEKS BEBAS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI KELAS X SMA NEGERI 4 KOTA GORONTALO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SEKS BEBAS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI KELAS X SMA NEGERI 4 KOTA GORONTALO"

Transkripsi

1 JURNAL PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SEKS BEBAS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI KELAS X SMA NEGERI 4 KOTA GORONTALO

2 PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SEKS BEBAS TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA DI KELAS X SMA NEGERI 4 KOTA GORONTALO Sartika Halid, Zuhriana K.Yusuf, Nasrun Pakaya Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG Sartika_Halid@Yahoo.Com ABSTRAK Sartika Halid,2014. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Seks Bebas Terhadap Pengetahuan Remaja Di Kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I,dr.Zuhriana K.Yusuf,M.Kes dan Pembimbing II,Nasrun Pakaya,Ns,M.Kep. Daftar Pustaka 28 ( ) Pengetahuan seks bebas penting diberikan kepada remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah halhal yang tidak diinginkan. Mengingat selama ini banyak remaja yang memperoleh pengetahuan seksnya dari teman sebaya, membaca buku porno, menonton film porno sedangkan seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse atau kinky-seks merupakan bentuk pembahasan seks yang di pandang tidak wajar. Tidak saja agama dengan negara, tetapi juga oleh filsafat. Perilaku seks bebas cenderung disukai anak muda, terutama kalangan remaja yang secara bio-psikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan tentang seks bebas terhadap pengetahuan remaja di kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pra esperimen dengan pendekatan one group pre test dengan pos test. Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa Siswi SMA Negeri 4 Kota Gorontalo dengan sampel sebanyak 56 orang yang di tentukan dengan teknik simple random sampling. Analisis statistik menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh penyuluhan kesehatan seks bebas terhadap pengetahuan remaja di kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo (ρ= <0,01). Bagi pihak sekolah dapat melakukan penyuluhan secara mandiri dengan mengundang pakar-pakar kesehatan untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang seks bebas. Kata Kunci : Seks Bebas, Pengetahuan 1 1 Sartika Halid, , Jurusan Ilmu Keperawatan, FIKK UNG, dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes, Nasrun Pakaya, S.Kep, Ns, M.Kep

3 Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse atau kinky-seks merupakan bentuk pembahasan seks yang di pandang tidak wajar. Tidak saja agama dengan negara, tetapi juga oleh filsafat. Perilaku seks bebas cenderung disukai anak muda, terutama kalangan remaja yang secara bio-psikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan (Amiruddin & Mariana, 2005). Perilaku sesual yang tidak sehat dikalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hasil penelitian menunjukan usia remaja ketika pertama kali mengadakan hubungan seksual aktif bervariasi antara usia tahun dan usia terbanyak adalah antara tahun (Fuad & Radiono 2003). Perilaku seksual pada remaja dapat dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin diatas baju, memegang alat kelamin dibawa baju, dan melakukan senggama. (Sarwono,2003) Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Pada kondisi ini remaja sangat labil karena mereka masih mencari jati dirinya. Dimana mereka beringinan dirinya dianggap gaul dan dewasa dengan menirukan orang lain. Apabila mereka tidak didukung pendidikan orang tua dan agama yang kuat akan terjerumus ke hal-hal yang merugikan banyak pihak, terutama dirinya sendiri (Soetjiningsih, 2004) Menurut World Health Oranization (WHO) 2010, Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia, sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur tahun. Sektiar 900 juta berada dinegara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat 2008 menunjukkan jumlah remaja berumur tahun sekitar 15% populasi. Jumlah penduduk di Asia Pasifik merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur tahun. Berbagai laporan di Indonesia menunjukkan bahwa kelompok umur paling banyak menderita IMS adalah kelompok umur muda. Selama 2 tahun / di Rumah Sakit Pringadi Medan untuk penyakit kondiloma akuminata tercatat 35,4% adalah penderita kelompok umur tahun, 33,3% dari kelompok umur tahun. Selama 4 tahun / di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang tercatat 3803 kasus IMS pada unit rawat jalan,1325 kasus 38,8% adalah penderita umur tahun,dan tercatat 1768 orang 46,5% adalah umur tahun. Demikian juga halnya di Rumah Sakit Umum Pemerintah Sanglah Denpasar, tercatat 59,1% dari penderita IMS yang tercatat antara tahun adalah kelompok remaja. (Soetjiningsih, 2004) Menurut Soetjiningsih (2004), perilaku seks bebas yang dilakukan oleh remaja tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan remaja mengenai seks bebas tersebut. Berdasarkan hasil survey Lembaga Survei Indonesia , pengetahuan seks remaja Indonesia masih relatif rendah, pengetahuan remaja laki laki hanya 46,1% dan pengetahuan remaja perempuan hanya sekitar 43,1%. Dari data lain

4 diketahui hanya 55% remaja yang mengetahui proses kehamilan dengan benar, 42% mengetahui tentang HIV/ AIDS dan hanya 24% mengetahui tentang PMS. Data Demkes RI (2006), menunjukan jumlah remaja umur tahun di Indonesia sekitar 43 juta (19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar 1 juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa pernah melakukan hubungan seksual. Penelitian yang dilakukan oleh berbagai institusi di Indonesia selama kurung waktu , mengemukakan 5-10% wanita dan 18-38% pria muda berusia tahun telah melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang seusia mereka 3-5 kali. (Suryoputro, 2006). Di Kota Gorontalo pergaulan bebas di lingkungan remaja yang mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita infeksi menular seksual pada setiap tahunnya. Jumlah kasus infeksi menular seksual (IMS) di Kota Gorontalo tahun 2009 naik dari 13 kasus pada tahun 2008 menjadi 19 kasus. Berbeda dengan tahun 2008 dimana kasus IMS hanya ditemukan di Kecamatan Kota Selatan. Pada tahun ini kasus IMS menyebar di 5 (lima) kecamatan dengan jumlah kasus tertinggi ada di Kecamatan Kota Selatan dan terendah adalah Kecamatan Kota Timur dan Kota Barat masing-masing 1 (satu) kasus. Di Kecamatan Dungingi tidak ditemukan kasus IMS. Sesuai data yang penulis dapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, pada tahun 2010 jumlah penderita IMS yang didominasi oleh kaum wanita sejumlah 20 kasus IMS. Dengan jenis IMS, yang paling sering di keluhkan adalah ISK (infeksi saluran kemih) dan Fluor Albus (keputihan). Sedangkan jenis IMS yang paling sering dikeluhkan oleh para lelaki adalah Gonore, usia produktif yang sangat rentan oleh IMS ini, dimana dari usia tahun. Berdasarkan hasil penelitian di atas, nampak bahwa pengetahuan remaja terhadap seks mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh kurangnya informasi tentang bahasa seks bebas. Oleh sebab itu, perlu pemberian informasi terhadap remaja tentang bahasa seks tersebut. Pemberian informasi dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada remaja pada lembaga-lembaga pendidikan, khususnya jenjang SMP dan SMA agar remaja memperoleh informasi yang cukup sebagai bekal dalam pergaulan dan kehidupan sosialnya. Penyuluhan lebih banyak di laksanakan di tingkat perguruan tinggi dari pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Mengnengah Atas (SMA) pada hyal angka partisipasi pelajar SMA di indonesia lebih tinggi dari pada angka partisipasi mahasiswa. Penelitian menunjukan bahwa remaja di negara-negara berkembangan sangat membutuhkan pendidikan kesehatan reproduksi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Bulan Maret 2014 jumlah siswa-siswi di SMA Negeri 4 kota gorontalo di kelas X berjumlah 233. Berdasarkan studi pendahuluan peneliti subjek penelitian memenuhi syarat untuk di teliti serta tersedianya waktu untuk di lakukan penelitian,kemudian dari segi etik penelitian tersebut tidak bertentangan dengan etika serta memiliki manfaat bagi peneliti dan penelitian sebelumnya(pakaya N, 2013). Berdasarkan hal-hal di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh penyuluhan kesehatan seks bebas terhadap pengetahuan remaja di kelas X SMA Negeri 4 Gorontalo. Pelitian ini

5 diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan pendidikan kesehatan seks bebas khususnya pada remaja. Identifikasi Masalah 1. Berdasarkan wawancara awal terdapat 5 orang saswa-siswi yang tidak dapat melanjukan studinya akibat pergaulan bebas. 2. Berdasarkan hasil wawancara kepada 5 orang siswa siswi terdapat 3 orang siswasiswi yang tidak dapat menjelaskan tentang dampak seks bebas tersebut. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah penelitian, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah ada pengaruh penyuluhan tentang seks bebas terhadap pengetahuan remaja di SMA Negeri 4 Gorontalo? Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk dapat menganalisa pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan remaja tentang tentang seks bebas di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo. 1. Tujuan Khusus a. Diidentifikasi karakteristik responden berupa umur,jenis kelamin di kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo b. Diidentifikasi perbedaan pengetahuan sebelum dilakukannya penyuluhan di kelas X SMA Negeri Kota Gorontalo tentang seks bebas. c. Diidentifikasi Perbedaan Pengetahuan sesudah dilakuakannya penyuluhan di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo tentang seks bebas. d. Diidentifikasi pengaruh penyuluhan terhadap seks bebas dikelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu : 1. Teoritis a. Pentingnya penyuluhan tentang seks bebas dan dampak perilaku seksual bebas pada remaja b. Mencegah semakin berkembangnya perilaku seksual bebas di kalangan remaja. 2. Praktis 1) Bagi sekolah Bagi sekolah, dapat dijadikan dasar dalam menyusun program penyuluhan pencegahan penyakit dan promosi kesehatan yang tepat bagi siswa. 2) Bagi institusi Memberi informasi kepada instansi terkait sebagai dasar untuk pengembangan kebijakan mengenai penyuluhan kesehatan pada remaja siswa sekolah menengah. 3) Bagi peneliti

6 Penelitian ini menjadi tolak ukur untuk meningkatkan wawasan,pengetahuan,pengalaman belajar dalam kegiatan penelitian. I. METODE PENELITIAN Dalam penelitian tentang pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan remaja tentang bahaya seks bebas, menggunakan jenis penelitian pra esperimen dengan pendekatan one group pre test dengan postest di mana dalam pengumpulan data dilakukan intervensi atau perlakuan. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment dengan Desain The One-Group Pretest- Posttest Design (Campbell, dalam Sugiyono, 2007) Variabel dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel Bebas (Independent) : Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat, jadi variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi. Variabel independent terdiri dari penyuluhan. 2. Variabel Terikat (Dependent) : Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiono, 2008). Variabel dependent adalah pengetahuan remaja tentang bahaya seks bebas. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo yang berjumlah 233 siswa-siswi. Sampel penelitian ini ditentukan secara acak, dengan mengambil 25% dari populasi yaitu 25% X 223 siswa sama dengan 56 orang siswa. Jadi sampel penelitian ini berjumlah 56 siswa kelas X SMA Negeri 4 Gorontalo. Adapun rincian jumlah sampel dari tiap kelas adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Rincian Jumlah Sampel Kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo No Kelas Jumlah Siswa Jumlah Sampel (25%) 1 X X X X X X X Jumlah Sumber: SMA Negeri 4 Gorontalo tahun 2014

7 II. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur nampak pada tabel berikut: Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo No Jenis Kelamin Jumlah Persentase 1 Laki-Laki 29 51,79 2 Perempuan 27 48,21 Jumlah Sumber: Data Primer Tahun 2014 Tabel 4.1. menunjukkan bahwa responden sebagian besar berjenis kelamin lakilaki dengan jumlah 29 orang atau 51,79% sedangkan perempuan berjumlah 27 orang atau 48,21% Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo No Umur Jumlah Persentase 1 15 tahun 12 21, tahun 42 75, tahun 2 3,57 Jumlah Sumber: Data Primer Tahun 2014 Tabel 4.2. menunjukkan bahwa responden sebagian besar berusia 16 tahun dengan jumlah 42 orang atau 75%, selanjutnya umur 15 tahun dengan jumlah 12 orang atau 21,43% dan umur 17 tahun berjumlah 2 orang atau 3,57%. Responden dalam penelitian ini adalah 56 orang siswa kelas X SMA Negeri 4 gorontalo yang terdiri dari 7 kelas yang diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Tabel 4.3 Skor Perbedaan Pengetahuan siswa SMAN 4 Gorontalo sesudah dan sebelum diberikan Penyuluhan Seks Bebas Pengetahuan No Kategori Sebelum Sesudah Jumlah % Jumlah % 1 Baik 1 1, ,61 2 Cukup 20 35, ,00 3 Rendah 35 62,65 3 5,38 Jumlah Sumber Data Primer Tahun 2014 Secara keseluruhan perbedaan nilai Pengetahuan siswa tentang seks bebas sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan nampak pada tabel berikut:

8 Tabel 4.4 Perbedaan Statistik Pengetahuan siswa tentang seks bebas di SMAN 4 Gorontalo sesudah dan sebelum diberikan penyuluhan. No Kategori Nilai Sebelum Sesudah 1 Terendah Tertinggi 75,00 95,00 3 Rata-Rata 45,80 62,23 4 Standar Deviasi 13,68 14,77 Sumber: Data Primer Tahun 2014 Tabel 4.4 diatas terlihat bahwa ada perbedaan dari nilai Pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang seks bebas dengan nilai tertinggi sebelum diberikan penyuluhan 75,00 setelah diberikan penyuluhan nilai tertingginya 95,00. Nilai terendah sebelum diberikan penyuluhan 10,00 setelah diberikan penyuluhan nilai terendahnya 30,00 dengan nilai rata-rata sebelum diberikan penyuluhan 45,80 setelah diberikan penyuluhan menjadi 62,23 dan nilai standar deviasi sebelum diberikan penyuluhan 13,68 setelah diberikan penyuluhan terjadi perbedaan yaitu nilai standar deviasi menjadi 14,77 yang menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang seks bebas meningkat. Berikut uraian dari hasil analisis data penelitian : Pengetahuan siswa siswi di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo tentang seks bebas sebelum dan sesudah di berikan Penyuluhan. Sebelum diberikan penyuluhan seks bebas, responden yang memperoleh nilai dengan kategori baik berjumlah 1 orang atau 1,79%, kateogori cukup berjumlah 20 orang atau 35,71%, sedangkan responden yang memperoleh nilai kategori rendah berjumlah 35 orang atau 62,65% Selanjutnya berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa rata-rata nilai yang diperoleh siswa sebelum penyuluhan adalah 45,80 dengan standar deviasi sebesar 13,68 dan sesudah diberikan penyuluhan tentang seks bebas, responden yang memperoleh nilai dengan kategori baik berjumlah 11 orang atau 19.61%, kategori cukup berjumlah 42 orang atau 75,00%, sedangkan responden yang memperoleh nilai kategori rendah berjumlah 3 orang atau 5,38%. Selanjutnya berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa rata-rata nilai yang diperoleh siswa setelah penyuluhan adalah 62,23 dengan standar deviasi sebesar 14,77. Siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang seks bebas dengan nilai tertinggi sebelum diberikan penyuluhan 75,00 setelah diberikan penyuluhan nilai tertingginya 95,00. Nilai terendah sebelum diberikan penyuluhan 10,00 setelah diberikan penyuluhan nilai terendahnya 30,00 dengan nilai rata-rata sebelum diberikan penyuluhan 45,80 setelah diberikan penyuluhan menjadi 62,23 dan nilai standar deviasi sebelum diberikan penyuluhan 13,68 setelah diberikan penyuluhan terjadi perbedaan yaitu nilai standar deviasi menjadi 14,77 yang menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang seks bebas meningkat.

9 Analisis data merupakan suatu proses pemecahan masalah atau permasalahan agar tujuan penelitian dapat tercapai dan hipotesis dapat terjawab. Untuk itu, dalam proses analisis data diperlukan pendekatan yang disesuaikan dengan objek yang diteliti. Perbedaan pengetahuan siswa sebelum dan setelah mengikuti penyuluhan tentang seks bebas merupakan permasalahan dalam penelitian ini. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, maka pada bab ini peneliti akan mengemukakan hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian, analisis data, serta pembahasannya. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan one group pre test dengan pos tets yang dilaksanakan di SMA Negeri 4 Gorontalo. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X yang diambil secara simple random sampling. Adapun data penelitian ini diperoleh dengan pemberian angket dan tes terhadap siswa sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Data tersebut kemudian dianalisis dan diinterpretasikan peneliti guna memecahkan masalah penelitian. Analisis Bivariat Tabel 4.5 Skor Pengaruh Penyuluhan Seks Bebas terhadap Pengetahuan Siswa Siswi Di Kelas X SMA Negeri 4 Kota gorontalo. Variabel Median Statistik Min/Max P Perbedaan Pengeta Pre Test /75 <0.01 huan Post Test /95 Sumber: Data Primer Tahun 2014 Berdasarkan hasil analisis dengan Wilcoxon Signed Ranks Test diperoleh nilai median pengetahuan siswa sebelum di berikan penyuluhan sebesar 45,80 dan sesudah diberikan penyuluhan sebesar 62,23 dengan statistic perbedaan 16,43 dan nilai maksimum/minimum sebelum diberikan penyuluhan 10/75 serta nilai sesudah adalah 30/95 dan nilai probabilitas (p=<0,01), oleh karena (p<0,05) maka data disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan. Pembahasan 1. Jenis Kelamin Jenis kelamin sangat menentukan keberhasilan penyuluhan tentang seks bebas. Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden didominasi oleh laki-laki sebesar 51,79%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dan tingkat pengetahuan tentang seks bebas. Ini menggambarkan para wanita kurang mendapatkan informasi tentang seks bebas dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan kemungkinan karena laki-laki lebih banyak berada di luar rumah sehingga mudah mendapatkan segala sumber informasi kesehatan khususnya seks bebas dari manapun. Sumber informasi kesehatan bisa didapat dari petugas

10 kesehatan, masyarakat, media massa seperti televisi, surat kabar dan media cetak lainnya (Shinta dan Sukowati S, 2005). Menurut Situmorang (2005) bahwa pola pikir dan perhitungan pria terhadap hubungan seks, cenderung tidak didasarkan pada penilaian baik buruknya pribadi dan perilaku pasangannya secara keseluruhan, atau jaminan kesetiaan hidup bersama dalam perspektif masa depan, melainkan diukur semata-mata karena selera tertarik dari segi fisik yang indah, montok dan menggiurkan. Sementara dipihak wanita masa kini seolah memberikan reaksi yang positif dengan sengaja bersikap, berperilaku (termasuk mode busana) yang secara nyata menonjolkan dan membuka bagian-bagian tubuh yang diketahui mengundang birahi. Kalau diketahui karakteristik pria lebih merupakan gejala badaniah yang didorong oleh gemuruh seks yang dangkal, sementara wanita cenderung memberikan peluang, maka meskipun pria sebagai sumber inisiatif penekan dalam melakukan serentetan pendekatan seks melalui pegangan tangan, ciuman, memeluk dan mencumbu; bukan berarti sebagai satusatunya pihak yang bertanggung jawab, tetapi pihak wanita juga menentukan tingkat intimitas batas kepantasan hubungan seks mereka. Oleh karena itu dalam perkembangan hubungan intim itu, lagi-lagi pihak wanita menyerah dan mengizinkan pria untuk memenuhi tuntutan seksnya, lantaran iapun sesungguhnya mempunyai deru-gelora nafsu seks tersendiri. Sebab bila puncak birahi keduanya telah seimbang, maka hampir tak ada orang yang sanggup menolak keinginan hubungan seksnya, baik dengan alasan-alasan rasional maupun alasanalasan moral, dosa ataupun sanksi sosial. Dalam perburuan seks, kaum pria cenderung bersifat lebih independen dan interaktif dalam posisi meminta dan menekan (memaksa) sehingga tanpa disadari terjadi eksploitasi perilaku seks yang kemudian mengaburkan makna cinta dan seks. Pihak wanita sendiri memberikan reaksi seks dalam posisi terikat (dependen) dan tak mampu menolak tuntutan seks. Keterikatan wanita dalam perilaku seks masa kini cenderung salah kaprah menanggapi makna mitos cinta sejati yang berarti "rela memberikan segalanya". Hal ini justeru diartikan sebagai proses kompromi seks yang saling merelakan segala yang berharga demi sebuah kenikmatan seks. Oleh karena itu nilai pengorbanan, harga diri dan penyesalan, akibat hubungan seks tersebut semaksimal mungkin ditiadakan. Artinya kebebasan seks cenderung dipandang sebagai perilaku pemuasan nafsu yang melahirkan kenikmatan belaka, dan melupakan realitas negatif akibat dari seks itu sendiri 2. Umur Responden penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 4 Gorontalo yang berusia antara 15 sampai dengan 17 tahun. Dari hasil penelitian nampak bahwa responden didominasi oleh siswa yang berusia 16 tahun sebesar 75%. Pada usia tersebut siswa tergolong pada masa remaja. Masa remaja dipandang sebagai periode yang penting daripada periode lain karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, serta akibat-akibat jangka panjangnya. Misalnya saja, perkembangan biologis menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan tertentu, baik yang bersifat fisiologis yang cepat dan disertai percepatan perkembangan mental yang cepat,

11 terutama pada masa remaja awal. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru. Minat baru yang dominan muncul pada masa remaja adalah minatnya terhadap seks. Pada masa remaja ini mereka berusaha melepaskan ikatan-ikatan afektif lama dengan orang tua. Remaja lalu berusaha membangun relasi-relasi afektif yang baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis dan dalam memainkan peran yang lebih tepat dengan seksnya. Dorongan untuk melakukan ini datang dari tekanantekanan sosial akan tetapi terutama dari minat remaja pada seks dan keingintahuannya tentang seks. Karena meningkatnya minat pada seks inilah, maka remaja berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Tidak jarang, karena dorongan fisiologis ini juga, remaja mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu, atau bersenggama (Hurlock, 1999: 226). Pada usia 15 sampai dengan 17 tahun siswa mengalami masa puberitas Pada masa pubertas, kelenjar hormon seksual berkembang dan membuat dorongan seksual menjadi lebih kuat dan sering mengancam keutuhan fungsi ego seseorang. Bila oedipus complex tidak teratasi, maka remaja akan selalu di hadapkan pada keterikatan seksual dengan orang tua dari jenis kelamin yang berbeda, remaja laki-laki terhadap ibunya dan remaja perempuan terhadap ayahnya sehingga remaja tersebut mengalami kesulitan dalam menjalani relasi heterososial dengan kelompok sebayanya. Hal semacam ini merupakan pangkal dari peluang perkembangan disfungsi dan deviasi seksual pada masa dewasa kelak yang mana keduanya ini merupakan gangguan perkembangan psikoseksual. 3. Pengetahuan Siswa Kelas X di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo Sebelum di Berikan Penyuluhan Untuk mengetahui nilai pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan dapat dilihat pada tabel 4.3. Hasil analisis menunjukkan bahwa responden yang memperoleh nilai kategori baik sebesar 1,79%, kateogori cukup berjumlah 20 orang atau 35,71%, sedangkan responden yang memperoleh nilai kategori rendah berjumlah 35 orang atau 62,65%, nilai rata-ratanya 45,80 dan nilai standar deviasinya 13,68. Hal ini dikarenakan sampel yang diambil sudah pernah mempelajari seks bebas. Dan karena usianya sama antara tahun dan tingkat pendidikan yang diperoleh juga sama yaitu kelas X semester II. Informasi yang diberikan secara jelas mengenai seks bebas akan memberikan pemahaman yang baik kepada siswa mengenai seks bebas, sehingga tidak membuat siswa kebingungan dalam mencari dan memahami penjelasannya. Sebelum diberikan penyuluhan mengenai seks bebas sebagian besar siswa SMA Negeri 4 Gorontalo masih kurang memahami tentang seks bebas, yaitu sebanyak 47 siswi dari 56 siswi yang menjadi responden. Rendahnya pengetahuan seks bebas pada siswa di SMA Negeri 4 Gorontalo dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang mereka terima dari sekolah maupun lingkungan serta keluarga. Hal senada dikemukakan oleh Andre (2013) bahwa rendahnya pengetahuan remaja awal tentang pendidikan seks di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor keluarga dan faktor lingkungan sosial. Sebanyak 65,3% siswa

12 yang tidak pernah diberikan pendidikan seks oleh keluarganya dan 74,66% siswa yang tidak pernah diberikan pendidikan seks oleh lingkungan sosialnya. Pengetahuan siswa tentang seks bebas menurut Catarine (2011) perlu ditingkatkan melalui upaya-upaya konkrit yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh lembaga pendidikan. Hal ini mengingat bahwa pengetahuan sangat diperlukan untuk menghindari adanya bahaya yang diakibatkan oleh pengetahuan yang rendah. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pengetahuan siswa tentang seks bebas perlu dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan pembinaan baik yang dilakukan oleh sekolah berupa penyuluhan, sosialisasi dan kegiatan-kegiatan penyampaian informasi lainnya. 4. Pengetahuan Siswa di Kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo Setelah Penyuluhan Tentang Sek Bebas Untuk mengetahui nilai pengetahuan sesudah diberikan penyuluhan dapat dilihat pada tabel 4.4. Hasil analisis menunjukkan bahwa responden yang memperoleh nilai kategori baik sebesar 19.61%, kategori cukup berjumlah 42 orang atau 75,00%, sedangkan responden yang memperoleh nilai kategori rendah berjumlah 3 orang atau 5,38%, nilai rata-ratanya 62,23 dan nilai standar deviasinya 14,77 yang menunjukkan bahwa Pengetahuan siswa tentang seks bebas ini lebih beragam (Heterogen) yang merupakan pengaruh dari pemberian penyuluhan dengan kemampuan setiap responden dalam menerima dan memahami materi Seks bebas yang diberikan berbeda-beda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Meningkatnya pengetahuan siswa tentang seks bebas disebabkan penyuluhan yang telah diberikan. Penyuluhan tersebut telah memberikan informasi kepada siswa tentang seks bebas baik berupa pentingnya pengetahuan tersebut maupun bahaya yang ditimbulkan karena melakukan seks bebas. Berdasarkan teori, pengetahuan adalah hasil dari tahu, setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu melalui indra penglihatan, pendengaran, rasa, dan raga. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan dan informasi yang didapat seseorang, karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Hal senada dikemukakan oleh Andre (2013) bahwa peningkatan pengetahuan remaja awal tentang pendidikan seks setelah penyuluhan sebesar 78% siswa yang meningkat pengetahuannya dan 22% siswa yang tidak meningkat pengetahuannya tentang seks bebas. Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, karena responden yang diambil memiliki tingkat pendidikan formal yang sama, Menurut teori WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri, maka perbedaan pengetahuan setiap siswa bisa dikarenakan informasi diluar pendidikan non formal yang didapat siswa secara individu seperti media massa, media elektronik dan informasi dari internet. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek

13 positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Faktor lain yang sangat berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial akan mendukung tingginya rendahnya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. Kemudian Kultur (budaya, agama). Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. Pengalaman yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak (Notoatmodjo, 2007) Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa penyuluhan yang baik akan memberikan pengaruh pada peningkatan pengetahuan siswa terhadap seks bebas. Oleh sebab itu penyuluhan setidaknya diberikan secara kontinu baik oleh lembaga pendidikan maupun oleh masyarakat umum secara formal maupun secara non formal. 5. Pengaruh Penyuluhan Siswa di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo tentang Seks Bebas Terhadap Pengetahuan Siswa Siswi SMA Negeri 4 Kota Gorontalo Hasil penelitian menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test dengan nilai (alpa) 0,05 diperoleh hasil yang signifikan (ρ=0,00) yang berarti ρ value <0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada perbedaan nilai pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang seks bebas di SMAN 4 Gorontalo. Hasil analisis sebelum dilakukan penyuluhan tentang seks bebas diperoleh nilai rata-rata 45,80, kemudian setelah diberikan penyuluhan tentang seks bebas mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata menjadi 62,23. Notoadmodjo (2007) penyampaian informasi dipengaruhi oleh metode dan media yang digunakan yang mana metode dan media penyampaian informasi dapat memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan. Ini dapat dilihat dari hasil analisis penelitian di atas yang menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan tentang seks bebas, hal ini membuktikan bahwa metode penyuluhan efektif digunakan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang seks bebas. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian sebelumnya yaitu oleh Dian Triana Sari (2008) tetang pengaruh penyuluhan tentang perawatan metode kanguru pada BBLR. Hasil penelitian nilai Pengetahuan siswa sebelum diberikan tindakan penyuluhan tentang perawatan metode kanguru pada BBLR menunjukkan bahwa 75,33% responden memiliki nilai pengetahuan kurang, Nilai Pengetahuan siswa setelah diberikan tindakan penyuluhan tentang perawatan metode kanguru pada BBLR mununjukkan bahwa 83,33% responden memiliki nilai pengetahuan baik, Hasil analisis menunjukkan bahwa metode penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan tentang perawatan metode kanguru pada BBLR, hasil ini mengidentifikasi bahwa hipotesis penelitian diterima.

14 Adapun penelitian lain yang hasilnya sama dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Kholiatul Izza (2009) tentang pengetahuan dan sikap wanita terhadap pemeriksaan papsmear sebelum dan sesudah penyuluhan tentang pemeriksaan papsmear di RB Budi Rahayu Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Pada penelitian ini terdapat peningkatan pengetahuan yang signifikan (ρ=0,000) sesudah penyuluhan tentang pemeriksaan papsmear. Terdapat pula perubahan sikap yang signifikan (ρ =0,000) sesudah penyuluhan tentang pemeriksaan papsmear. III. SIMPULAN Dari analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Berdasarkan karakteristik responden sebagian besar responden berusia 16 tahun yaitu sebanyak 75%, Bersarkan jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 29 orang. 2. Pada saat pretest diketahui bahwa rata-rata pengetahuan siswa tentang seks bebas sebesar 45, Pada saat posttest rata-rata hasil belajar pengetahuan siswa tentang seks bebas telah meningkat sesuai yang diharapkan yaitu sebesar 62, Ada pengaruh penyuluhan kesehatan seks bebas terhadap pengetahuan remaja di kelas X SMA Negeri 4 Kota Gorontalo.

15 DAFTAR PUSTAKA Arikunto,. Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Amiruddin, Mariana Menganggap Seks Sebagai Tabu adalah Kejahatan Kemanusian. Jurnal Perempuan No 41. BKKBN Remaja dan Seks Pranika. Diakses Tanggal 28 Maret Catarine Remaja Indonesia Penganut Seks Bebas. Diakses Tanggal 28 Maret Chyntia E Akhirnya Aku Sembuh Dari Kanker Payudara. Yokjakarta: Maximu. Dhamayanti, M Overview Adolecent Health Problems and Services. Remaja / Artikel. Diakses Tanggal 28 Maret Depertemen Kesehatan RI Modul Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depertemen Kesehatan RI Lebih 1,2 Juta Remaja Indonesia Sudah Lakukan Seks Pranikah. Diakses Tanggal 28 Maret 2014 Departemen Kesehatan RI Program Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan dan Pemberantasan PMS termasuk AIDS. Jakarta. Desmita Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Effendy, Onong Uchyana Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarta. Fuat C, Radiono S Pengaruh Pendidikan Kesehatan Seks Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja dalam Upaya Pencegahan Penularan HIV/AIDS di kodya Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat XIX/IXI- 60;UGM Yogyakarta.

16 Ghirari, Al Abu Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern. Bandung: Mujahid Press. Kartono, Kartini Perkembangan Psikologi Anak. Jakarta: Erlangga. Kasumawardani, Erika Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Prakrtis Ibu dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas di Ponerogo. Makmun A.S Karakteristik Perilaku dan Pribadi pada Masa Remaja pada masa remaja. Diakses Tanggal 28 Maret Nanggala Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan. Edisi 1 cetakan 1. Bandung: Grafindo Media Pramata. Notoatmodjo, Soekidjo Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo S Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Pakaya N Metodologi Penelitian. Materi Pemenuhan Metlit FIKK UNG, Gorontalo. Sadock, Kaplan Synopsis Of Psichiatry: Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10 th ed. USA. William & Wilkins. Sarwono, S.W Psikologi Remaja ed revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sarwono, W.S Psikologi Remaja. Jakarta: Grafindo Persada. Sarwono, S.W Psikologi Remaja. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Soetjiningsi Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto. Suryoputro, A., Ford, N. J., dan Shaluhiyah Z Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan reproduksi. Makara Kesehatan. Vol. 10. No. 1.

17 Setiadi Konsep dan Praktis Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono Kesehatan Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Balai Pustaka.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse atau kinky-seks merupakan bentuk pembahasan seks yang di pandang tidak wajar. Tidak saja agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: DELYANA 201410104149 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2) P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK

RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG ABSTRAK RELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ADOLESCENT POSITION ABOUT HIV-AIDS WITH BEHAVIOR OF SEX BEFORE MARRIEDINDIUM SMA PGRI 1 SEMARANG 7 ABSTRAK Di era globalisasi, dengan tingkat kebebasan yang longgar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tunas, generasi penerus, dan penentu masa depan yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan kelompok remaja tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health Organization), batasan usia remaja adalah

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN ABSTRAK

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin 2 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *E-mail : Citramustika28@gmail.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Perilaku seksual dapat diwujudkan dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2 Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Pemberian Pendidikan Kesehatan Reproduksi Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Seks Bebas pada Remaja Kelas X dan XI

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG

PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU BANDUNG Dyan Kunthi Nugrahaeni 1 dan Triane Indah Fajari STIKES A. Yani Cimahi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era globalisasi. Hal tersebut membuat banyak nilai-nilai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Caecilia Takainginan 1, Ellen Pesak 2, Dionysius Sumenge 3 1.SMK Negeri I Sangkub kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2,3,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PUTRI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PUTRI 19 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PUTRI Yeti Mareta Undaryati Dosen STIKES Insan Cendekia Medika Jombang ABSTRAK Peningkatan minat dan motivasi terhadap

Lebih terperinci

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PACARAN SEHAT DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMA KOTA SEMARANG Riana Prihastuti Titiek Soelistyowatie*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (STUDI PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 TELAGA)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (STUDI PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 TELAGA) GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (STUDI PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 TELAGA) Febriyanto Suaib NIM. 841 410 035 Program Studi Ilmu Keperawatan,Fakultas Ilmu Ilmu Keshetaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini tengah terjadi peningkatan jumlah remaja diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia sekitar 43,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsifungsi serta proses-prosesnya,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN Rachel Dwi Wilujeng* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no. Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90% diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB, 2013). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH STUDI EKSPERIMEN DENGAN METODE PENYULUHAN TENTANG SIKAP PENANGANAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH GIRLAN NUSANTARA SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu mengalami proses dalam kematangan mental, emosional,

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J PERBANDINGAN PERSEPSI MAHASISWA DARI LULUSAN BERBASIS UMUM DAN AGAMA TENTANG PERILAKU SEKS PRANIKAH DI LINGKUNGAN SEKITAR UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan remaja pada zaman sekarang berbeda dengan zaman pada tahun 90 an. Dimulai tahun 2000 hingga saat ini remaja dalam berperilaku sosial berbeda dalam mencari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

Rina Indah Agustina ABSTRAK

Rina Indah Agustina ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERSEPSI PERILAKU SEKSUAL MAHASISWASEMESTER II PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Rina Indah Agustina ABSTRAK Remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun sesama jenis tanpa ikatan dengan berganti-ganti pasangan (Sarwono, 2008). Menurut Irawati dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan yang cepat baik fisik, mental, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 SITI WAHYUNI 1 1 Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian SMA Negeri 1 Gorontalo adalah sekolah menengah atas yang pertama berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu golongan masyarakat yang termasuk dalam kategori generasi muda, dikaitkan dengan pembangunan suatu negara, sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB.

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB. SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Arum Yuliasari 201310104148

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU Riske Chandra Kartika, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolescence) di mulai sejak usia 10 tahun sampai 19 tahun. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mengesankan dan indah dalam perkembangan hidup manusia, karena pada masa tersebut penuh dengan tantangan, gejolak emosi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PUNCU TAHUN AJARAN 2016/2017

EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PUNCU TAHUN AJARAN 2016/2017 EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PUNCU TAHUN AJARAN 2016/2017 THE EFFECTIVENESS INFORMATION SERVICES TO IMPROVE

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung

Lebih terperinci

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung

The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung The Factors Related to Pre Marriage Sexual Behavior of Adolescents in Grade X and XI in State Senior High School 1 in Bandar Lampung Sari MN, Islamy N, Nusadewiarti A Faculty of Medicine in Lampung University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO), menguraikan bahwa kesehatan reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan lingkungan serta bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase hidup manusia dimana fase ini terdapat banyak perkembangan pesat baik fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan fisik ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja (adolescence)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti melewati beberapa fase perkembangan, salah satunya yaitu fase remaja. Fase atau masa remaja adalah masa dimana anak berusia 12 sampai 19 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini. STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini Dewi Elliana*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi : elliana_dewi@yahoo.com ABSTRAK Masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa dewasa atau masa usia belasan tahun yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk dibahas. Hal ini karena seksualitas adalah suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia.

Lebih terperinci

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA HUBUNGA N ANTARAA KETERBUKAAN KOMUNIKASI SEKSUAL REMAJA DENGAN ORANG TUA DALAM PERILAKU SEKS PRANIKAH SKRIPSII Diajukan Oleh: BUNGA MARLINDA F 100 060 163 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan  hasil Riset Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Kementerian Kesehatan www.depkes.go.id hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama dan kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. resiko dan faktor efek (Notoatmodjo, 2010).

BAB III METODE PENELITIAN. resiko dan faktor efek (Notoatmodjo, 2010). 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Racangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik. Survei Analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana

Lebih terperinci