BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN"

Transkripsi

1 24 BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN E. Pengertian Perdagangan 1. Sumber-Sumber Hukum Dagang Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan. Dapat juga dikatakan, hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum satu sama lain dalam lapangan perdagangan. 16 Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada: 17 a. Hukum Tertulis yang dikodifikasikan: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel (W.v.K) Indonesia. 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek (BW) Indonesia. b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan yang mengatur perdagangan ada dua (2) rupa, yakni: Peraturan-peraturan yang dibuat oleh negara (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan sebagainya). 16 C.S.T.Kansil, Op.Cit., hal.7 17 Ibid. 18 Iting Partadireja, Pengetahuan dan Hukum Dagang, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1978, hal.6

2 25 2. Peraturan-peraturan yang tumbuh dan berkembang dalam perdagangan itu sendiri, sehingga menjadi kebiasaan, baik secara lokal maupun internasional. 2. Arti Perdagangan Sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag), pengertian perdagangan dirumuskan sebagai berikut: Perdagangan adalah kegiatan jual-beli barang dan/atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau dengan disertai imbalan atau kompensasi. 19 Selain itu, dirumuskan juga pengertian pedagang, yakni: Pedagang adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan/perdagangan secara terus-menerus dengan tujuan memperoleh laba. 20 Pengertian pedagang ini dapat dikaitkan juga dengan orang yang menjalankan perusahaan (bedrijf), sehingga menjadi pengertian yang lebih luas. 21 Pada umumnya, perdagangan atau perniagaan ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada suatu waktu dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Dalam zaman yang modern ini, perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk menjualkan 19 Pasal 1 butir 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan 20 Pasal 1 butir 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan 21 H. Abdul Muis, Hukum Persekutuan dan Perseroan, Medan, Fakultas Hukum USU, 2006, hal.131

3 26 dan membelikan barang-barang, yang mana memudahkan dan memajukan penjualan dan pembelian. 22 Perdagangan ada yang bersifat nasional dan ada yang bersifat internasional. Dikatakan bersifat nasional, apabila terjadi antara penjual dan pembeli dalam wilayah negara yang sama. Dikatakan bersifat internasional, apabila terjadi antara penjual dan pembeli yang bertempat tinggal di dalam wilayah negara yang berlainan (antarnegara). 23 Adapun pemberian perantaraan itu meliputi berbagai macam pekerjaan, seperti: 24 a. pekerjaan orang-orang perantara, misalnya makelar, komisioner, pedagang keliling, dsb. b. pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti: Perseroan Terbatas (PT) atau Naamloze Vennootschap (NV), Firma (Fa) atau Vennootschap Onder Firma (VOF), Perseroan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap (CV), dsb guna memajukan perdagangan. c. pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga, baik darat, laut, maupun udara. d. pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup risiko pengangkutan dengan asuransi. e. peraturan bankir untuk membelanjai atau membiayai perdagangan. 22 C.S.T.Kansil, Op.Cit., hal.1 23 C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Dagang, Jakarta, Djambatan, 2001, hal Ibid.

4 27 f. mempergunakan surat perniagaan, seperti wesel 25, cek, aksep 26 untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah guna memperoleh kredit. 3. Objek Dagang (Handelszaak) Benda perdagangan adalah hal-hal yang dapat dijadikan objek bagi badan-badan usaha, baik badan usaha perdagangan maupun badan usaha dalam bidang perekonomian secara umum. Pengertian yang paling luas dari perkataan benda (zaak) ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang, sedangkan dalam arti yang sempit, benda itu sebagai barang yang dapat dilihat saja. Undang-undang membagi benda-benda dalam beberapa macam: 27 a. benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan yang tidak dapat diganti (contoh: seekor kuda) b. benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar perdagangan (contoh: jalan-jalan, lapangan umum) c. benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh: seekor kuda) d. benda yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tidak bergerak (contoh: tanah) 25 Wissel: surat berharga yang berisi perintah dari si penarik kepada si wajib bayar untuk membayar sejumlah uang tertentu yang disebutkan jumlahnya dalam surat itu kepada orang yang ditunjuknya/ordernya, J.C.T.Simorangkir, Drs. Rudy T. Erwin, J.T.Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hal Aksep atau Promes: suatu surat yang memuat janji pembayaran sejumlah uang yang tertentu kepada orang yang tertentu atau wakilnya di tempat dan pada waktu yang tertentu pula, C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 1992, hal.60-61

5 28 Dari pembagian di atas, yang paling penting ialah yang terakhir, yaitu mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak, sebab pembagian ini mempunyai akibat-akibat yang sangat penting dalam hukum. 28 Mengenai benda-benda bergerak ditetapkan dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPer, bahwa bezit 29 berlaku sebagai titel yang sempurna. Tentang arti dan maksud peraturan ini, diterangkan sebagai berikut (menurut Legitimatie-Theorie dari Mr.Paul Scholten ) 30 : Pada umumnya, hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah secara sah jika seseorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut, yaitu pemiliknya. Akan tetapi, dapat dimengerti bahwa kelancaran dalam lalu lintas hukum akan sangat terganggu, jika dalam tiap jual-beli barang bergerak, si pembeli harus menyelidiki dahulu apakah si penjual sungguh-sungguh mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya. Untuk kepentingan lau lintas hukum itulah, Pasal 1977 KUHPer menetapkan mengenai barang bergerak. Si penjual dianggap sudah cukup membuktikan hak miliknya dengan menunjukkan bahwa ia menguasai barang itu seperti seorang pemilik, yaitu bahwa menurut keadaan yang nampak keluar, barang itu seperti kepunyaannya sendiri (bezit). Oleh Mr.Paul Scholten juga diajarkan suatu pelembutan hukum (rechtsverfijning) bahwa perlindungan yang diberikan oleh Pasal 1977 ayat (1) KUHPer hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan dalam kalangan perdagangan (handelsdaden). 31 Selanjutunya, Pasal 1347 KUHPer menetapkan bahwa hak-hak atau kewajiban-kewajiban yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian ( gebruikelijk beding ), meskipun pada suatu waktu tidak dimasukkan dalam surat perjanjian, harus juga dianggap tercantum dalam 28 Ibid. 29 Bezit ialah suatu keadaan lahir, di mana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa, Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal.69

6 29 perjanjian. Oleh karena apa yang dinamakan gebruikelijk beding ini menurut undang-undang harus dianggap sebagai dicantumkan dalam perjanjian, akibatnya ia dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang tergolong hukum pelengkap (aanvullend recht). Misalnya, jika ternyata dalam suatu kalangan perdagangan tentang suatu macam barang yang sudah lazim diperjanjikan, bahwa risiko terhadap barang dipikul oleh si penjual sampai pada saat penyerahan kepada si pembeli. Meskipun Pasal 1460 KUHPer menetapkan risiko terhadap barang yang tertentu harus dipikul oleh si pembeli, karena pasal-pasal perihal risiko ini tergolong hukum pelengkap. 32 Menurut Pasal 1460 KUHPer tersebut, dalam hal suatu perjanjian jual-beli mengenai suatu barang yang sudah ditentukan sejak saat ditutupnya, perjanjian barang itu sudah menjadi tanggungan si pembeli, meskipun belum diserahkan dan masih berada di tangan si penjual. Dengan demikian, jika barang itu hapus bukan karena salahnya si penjual, si penjual masih tetap berhak untuk menagih harga yang belum dibayar. 33 Dalam praktik, pengertian objek dagang ini dihubungkan dengan isi dari pengertian perusahaan dan secara umum yang dimaksudkan dengan isi perusahaan itu dapat disebut antara lain: benda-benda perdagangan termasuk yang berada dalam persediaan, inventaris perusahaan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud seperti utang-utang, juga nama dagang, merek dagang, cap dagang, serta oktroi 34, bahkan juga termasuk apa yang disebut sebagai goodwill (Goodwill adalah segala sesuatu yang 32 Ibid., hal Ibid., hal J.C.T.Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal.110

7 30 merupakan bagian dari usaha perniagaan atau bagian dari perusahaan untuk mempertinggi nilai dari perusahaan itu sebagai kesatuan, misalnya pesawat telepon, letak perusahaan, dsb 35 ). 4. Perdagangan Dalam Negeri Perdagangan dalam negeri berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena dapat mendorong pertumbuhan produksi dengan menjamin pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi, disamping itu juga dapat melindungi konsumen dengan pengadaan dan penyaluran barang dan jasa dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik dan harga yang stabil. Selanjutnya, berkembangnya kegiatan perdagangan dalam negeri pada tingkat harga yang sepadan dengan pertumbuhan produksi dapat mendorong perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan rakyat. 36 Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Gunaryo mengatakan: Kegiatan sinkronisasi perdagangan dalam negeri, meskipun diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan, namun dipandang masih sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan persamaan persepsi dan pemahaman dalam penyusunan dan pelaksanaan program perdagangan dalam negeri, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam pertemuan yang rencananya akan berlangsung dari tanggal April 2009 tersebut, akan dibahas mengenai kebijakan teknis di bidang perdagangan dalam negeri yang akan disampaikan para direktur di lingkungan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, evaluasi pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi di bidang perdagangan dalam negeri, rencana kegiatan dekonsentrasi untuk tahun 2010, serta isu aktual dan permasalahan di bidang 37 perdagangan dalam negeri. 35 C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal Gunaryo, Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, pada acara Pembukaan Rapat Sinkronisasi Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2009 yang pada tahun-tahun sebelumnya disebut Forum Koordinasi Teknis (FKT), di Hotel Santosa Senggigi, Rabu malam (22/4), Sinkronisasi

8 31 Masalah perdagangan juga kelihatannya semakin banyak dikaitkan dengan masalah-masalah lain, misalnya perdagangan jasa, seperti angkutan, perbankan, asuransi, pariwisata, dan sebagainya sudah masuk dalam satu paket dengan perdagangan barang atau komoditi. 38 Pembangunan perdagangan diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembangunan serta perkembangan ekonomi dunia. Pembangunan perdagangan ditujukan pula untuk meningkatkan pendapatan produsen dan sekaligus menjamin kepentingan konsumen, meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja dan lebih memeratakan kesempatan berusaha. Guna menunjang peningkatan produksi tersebut, perlu ditingkatkan perdagangan dalam negeri dan luar negeri. 39 Agar peningkatan perdagangan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan produsen dan menjamin kepentingan konsumen, kebijaksanaan perdagangan perlu diarahkan untuk menciptakan keadaan dan perkembangan harga yang layak dan bersaing melalui peningkatan efisiensi perdagangan dalam dan luar negeri. Peningkatan efisiensi perdagangan diharapkan dapat menurunkan biaya pemasaran serta memperlancar arus barang dan jasa sehingga tercipta kemantapan harga. 40 Perdagangan Dalam Negeri 2009, Jum'at, 24 April 2009 (08:54 WIB), Mataram, PAB-Online, 38 Kata Pengantar dari Suhadi Mangkusuwondo, hal.x, dalam buku: J.Soedradjad Djiwandono, Perdagangan dan Pembangunan: Tantangan, Peluang, dan Kebijaksanaan Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jakarta, LP3ES, Ibid., hal Ibid.

9 32 Makin meluas dan berfungsinya sarana dan prasarana penunjang perdagangan (perbankan, asuransi, transportasi, surveyor 41,telekomunikasi, periklanan, arbitrase, bursa komoditi, kawasan berikat (bonded zone), dan sebagainya), dapat meningkatkan efisiensi perdagangan. Hal ini dilakukan melalui upaya memperluas dan mendorong berkembangnya usaha di bidang jasa penunjang perdagangan, serta meningkatkan keterpaduan dan koordinasi kebijakan dan langkah dengan instansi-instansi pembina jasa penunjang perdagangan. 42 F. Jenis Perdagangan dan Tugas Perdagangan 1. Jenis Perdagangan Dalam perdagangan, barang-barang yang akan diekspor kadangkadang disebut komoditi; barang yang dibeli dan didatangkan dari luar negeri disebut barang impor; barang yang dititipkan kepada pedagang lain, disuruh jual olehnya, disebut barang konsinyasi; sedangkan yang diterima dari pihak lain (dipercayakan untuk dijual) disebut barang komisi, yang artinya barang amanat orang. 43 Perdagangan bisa dikelompokkan dengan dilihat dari berbagai segi: 44 a. Menurut cara menjual barang Perdagangan besar (orangnya disebut pedagang besar), yaitu yang menjual barang semata-mata kepada pedagang lagi (distributor, dealer, dan pedagang eceran), tidak langsung kepada konsumen (pemakai). 41 Surveyor adalah seseorang yang melakukan pemeriksaan atau mengawasi dan mengamati suatu pekerjaan lainnya, yang tujuannya untuk memastikan apakah kelengkapan kapal telah terpenuhi, 42 J.Soedradjad Djiwandono, Op.Cit., hal Iting P., Op.Cit., hal.7 44 Ibid., hal.8

10 33 Perdagangan kecil (orangnya disebut pedagang kecil atau pedagang eceran), yaitu yang menjual barang langsung kepada konsumen. Diantara kedua macam perdagangan di atas, ada perdagangan yang menjual barang dengan tidak ada ketentuan khusus, kadang-kadang langsung kepada konsumen dan kadang kepada pedagang yang lain lagi, dan ini dianggap sebagai perdagangan menengah. Importir yang membeli barang dari luar negeri, kemudian menjualnya semata-mata hanya kepada distributor saja, tidak termasuk pedagang kecil, walaupun hanya mengimpor satu macam barang saja. Dia merupakan pedagang besar yang perusahaannya kecil. b. Menurut batas-batas tempat berdagang Perdagangan lokal, yakni pedagang yang hanya berdagang dalam satu pulau atau satu bagian dari pulau. Perdagangan inter-insuler, yakni yang melakukan perdagangan antarpulau (dalam wilayah Indonesia). Perdagangan lokal dan perdagangan inter-insuler disebut perdagangan dalam negeri. Perdagangan luar negeri, meliputi: - Perdagangan impor (pedagangnya disebut importir), yakni perdagangan yang membeli barang dari luar negeri. - Perdagangan ekspor (pedagangnya disebut eksportir), yakni perdagangan yang menjual barang ke luar negeri. - Perdagangan transito, yaitu perdagangan yang mendatangkan barang dari luar negeri untuk dijual lagi ke luar negeri.

11 34 c. Perdagangan dengan tenggang waktu Perdagangan Op Levering (Perdagangan dengan penyerahan), yang mana dapat dilihat pada contoh berikut ini: Pengusaha pabrik minyak kelapa menutup perjanjian dengan penghasil kopra. Di dalam perjanjian disebutkan bahwa penghasil kopra akan menyerahkan kopranya sekian ton kepada pengusaha pabrik setiap minggu. d. Dengan mengikuti cara memperoleh dan menyebarkan barangnya Terbagi dalam dua golongan, yaitu perdagangan mengumpul (collecterend) dan perdagangan menyebarkan (distribuerend). Perdagangan mengumpul ialah perdagangan yang membeli barang secara berangsur-angsur, mengumpulkan, dan menyediakan. Di Indonesia, perdagangan ini terutama di lingkungan eksportir yang membeli barang dari tengkulak atau langsung dari penghasil, lalu dikumpul dan diekspor dalam partai besar atau dijual kepada pedagang di kota besar. Sedangkan, perdagangan menyebarkan adalah perdagangan yang menjual barang kepada konsumen setelah melalui pengangkutan dan penyebaran. e. Menurut barangnya Perdagangan barang, seperti: perdagangan kopi, perdagangan kapok, perdagangan beras, dan sebagainya. Perdagangan surat berharga, seperti: perdagangan wesel, perdagangan efek, perdagangan uang dan modal.

12 35 Pembagian perdagangan juga dapat digambarkan secara singkat seperti di bawah ini: 45 a. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang: 1) perdagangan mengumpulkan (produsen-tengkulak-pedagang besareksportir) 2) perdagangan menyebarkan (importir-pedagang besar-pedagang menengah-konsumen) b. Menurut jenis barang yang diperdagangkan: 1) perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil pertanian, pertambangan, pabrik) 2) perdagangan buku, musik, dan kesenian 3) perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek) c. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dijalankan: 1) perdagangan dalam negeri 2) perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), meliputi: perdagangan ekspor, perdagangan impor, perdagangan meneruskan (transito) 2. Tugas Perdagangan Pada pokoknya, perdagangan mempunyai tugas untuk: 46 a. membawa atau memindahkan barang-barang dari tempat yang berkelebihan (surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus). b. memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen. 45 C.S.T. Kansil (1994), Op.Cit., hal.3 46 Ibid.

13 36 c. menimbun dan menyimpan barang-barang dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan. G. Syarat-Syarat Perdagangan Jika dilihat secara sepintas, tampaknya dalam transaksi perdagangan, hubungan antara pembeli dan penjual cukup sederhana, yakni pembeli membayar atas barang yang diinginkannya yang diterimanya dari penjual dan penjual menerima pembayaran tersebut atas barang yang ditawarkannya kepada pembeli. Namun, apakah memang sesederhana itu? Jawabannya adalah mungkin ada yang berpendapat ya dan ini memang ada benarnya bila dilihat dari sudut pandang yang sederhana pula, yakni hubungan antara penjual dan pembeli masih dalam satu tempat dan objek yang diperdagangkan belum (tidak) begitu besar, sehingga para pihak dapat memeriksa satu per satu barang yang menjadi objek perdagangan. Namun sebaliknya, bagaimana jika objek perdagangan itu dalam jumlah yang besar dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, sementara para pihak belum saling kenal karena berbeda tempat atau bahkan sampai melintasi batas negara (antarnegara)? Tentunya, ini tidak akan menjadi sederhana lagi. Oleh karena itu, dalam hal ini para ahli berpendapat perlu dibedakan antara perdagangan lokal dengan perdagangan luar negeri. 47 Para pihak yang terlibat dalam transaksi perdagangan, jika tidak ingin dirugikan oleh pihak lainnya, maka ia harus mengetahui seluk beluk dunia perdagangan itu sendiri, di samping aturan-aturan hukum yang berlaku, 47 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2004, hal.90

14 37 terlebih lagi apabila transaksinya antarnegara. 48 Dengan demikian, dalam transaksi perdagangan ada diatur mengenai syarat-syarat perdagangan. Syaratsyarat perdagangan ini dapat dilihat dalam kontrak dagangnya (sales contract) yang diuraikan dalam bentuk klausul atau pasal dalam perjanjian perdagangan. Syarat-syarat perdagangan tersebut, antara lain: Loco Maksud dari klausul ini adalah pembeli menerima penyerahan barang di gudang penjual. Risiko dan hak milik beralih kepada pembeli mulai saat barang diangkut keluar dari gudang penjual, serta segala biaya pengangkutan sejak dari gudang penjual sampai tempat tujuan ditanggung oleh pembeli. 2. Free Alongside Ship (FAS) Maksud dari klausul ini adalah penjual menyerahkan barang di samping kapal yang disediakan oleh pembeli. Pembeli berkewajiban memikul segala biaya pengangkutan mulai dari gudang penjual sampai ke pelabuhan tujuan. Pembeli menanggung biaya pemuatan ke dalam kapal, premi asuransi, uang angkutan, biaya pembongkaran dan ongkos-ongkos lain sampai di gudang pembeli. 3. Free On Board (FOB) Sebenarnya hampir sama dengan klausul FAS. Hanya dalam syarat FOB, penjual menyerahkan barang di atas kapal yang disediakan pembeli di pelabuhan pemuatan. Hal ini berarti, penjual dibebani biaya muat ke atas kapal. Biaya-biaya pengangkutan dan ongkos-ongkos lain sampai di atas 48 Ibid. 49 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang-Revisi, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2008, hal

15 38 kapal menjadi tanggungan penjual, sedangkan pembeli, bebas (free) dari biaya tersebut. 4. Cost, Insurance, and Freight (CIF) Dalam syarat ini, penjual menanggung semua biaya dan ongkos-ongkos mengangkut barang sampai pelabuhan tujuan pembeli. Yang menjadi tanggungan penjual adalah uang angkutan, premi asuransi, dan ongkosongkos lainnya. 5. Cost and Freight (C & F) Hampir sama dengan CIF, hanya dalam C&F biaya asuransi (premi asuransi) dibayar/ditanggung oleh pembeli. 6. Franco Dalam hal ini, penjual harus menyerahkan barang di gudang pembeli. Untuk itu, segala biaya yang mungkin timbul menjadi tanggungan penjual. Biaya yang sudah pasti ada yakni biaya pengangkutan, asuransi, muat dan bongkar barang. Selain itu, biaya mungkin timbul berkaitan dengan pajak/bea masuk jika barang masuk ke suatu negara/daerah tertentu. Syarat Franco dapat merupakan syarat pembiayaan atau syarat penyerahan. Sebagai syarat pembiayaan, syarat Franco ini membuat pembeli bebas dari segala macam pembiayaan dalam pengangkutan barang sampai di tempat yang disebut di belakang kata Franco, tetapi menjadi beban penjual. Misalnya, syarat Franco Jakarta, maka pembeli bebas dari segala macam pembiayaan dan ongkos-ongkos sampai di Jakarta dan pada umumnya, pembiayaan pembongkaran ini menjadi beban penjual. Syarat Franco sebagai syarat penyerahan berarti penjual akan menyerahkan

16 39 barang-barang yang dijual itu kepada pembeli di kota yang tercantum di belakang kata Franco. Dalam hal contoh tersebut, maka penjual akan menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli di Jakarta. Jakarta di sini sebagai kota pelabuhan pembongkaran. Di sini, pembeli tidak hanya bebas dari pembebanan ongkos-ongkos dan biaya-biaya pengangkutan, tetapi juga risiko. Ini berarti bahwa risiko sampai di tempat tujuan menjadi beban penjual. Di sini terlihat ada kekhususan dalam jual-beli dagang (transaksi perdagangan) dibandingkan dengan jual-beli biasa, yakni: 50 a. perbuatan dilakukan atas nama perusahaan b. salah satu atau para pihak adalah pengusaha c. barang yang dibeli dijual kembali d. diperlukan sarana transportasi dan asuransi e. diperlukan sejumlah dokumen Pada umumnya, transaksi perdagangan dibuat secara tertulis yang kadangkadang bentuknya sudah distandardisasi, artinya bagi pihak yang posisi tawarnya (bargaining position) kuat, maka dialah yang akan menentukan syarat-syarat yang diinginkan. 51 Sementara itu, pihak lainnya (partner usahanya) hanya menyetujui. Akan tetapi, apabila belum ada standard kontrak, maka para pihak dapat saling menentukan persyaratan yang diinginkan yang 50 Ibid., hal Ibid., hal.137

17 40 tentunya kedudukan para pihak adalah sama. 52 Ini dapat dilihat dalam jual-beli biasa, sebagaimana yang terdapat dalam KUHPer. 53 Dalam transaksi perdagangan internasional, syarat-syarat perdagangan itu diatur dalam Incoterms yang merupakan produk dari International Chamber of Commerce (Kamar Dagang Internasional). Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut. Incoterms (International Commercial Terms) Incoterms merupakan seperangkat peraturan internasional yang mengatur mengenai syarat-syarat perdagangan guna memberikan kepastian tentang rumusan risiko dan tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam transaksi perdagangan (jual-beli) secara sederhana dan aman. Untuk pertama kalinya Incoterms diadakan pada tahun 1936 yang selanjutnya disempurnakan terus-menerus secara berkala mulai dari tahun 1953, 1967, 1976, 1980, 1990, dan terakhir 2000 yang dikenal dengan nama Incoterms Ruang lingkup Incoterms dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam kontrak penjualan atau perdagangan mengenai pengiriman dari barang-barang yang dijual ( yang berwujud (tangibles), tidak termasuk yang tidak berwujud (intangibles) seperti software komputer). Incoterms selalu ditujukan untuk digunakan bagi barang-barang yang dijual dan diangkut melewati batas-batas suatu negara. 52 Ibid. 53 Pasal 1457 KUHPerdata: Jual-beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga barang yang telah dijanjikan; Pasal 1458 KUHPerdata: Jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. 54 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis-Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor- Impor & Imbal Beli), Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003, hal

18 41 Namun, dalam praktiknya kadang-kadang juga digunakan dalam kontrak perdagangan barang-barang dalam pasar domestik. Jika ini terjadi, maka ada klausula-klausula dan ketetapan lain yang berkaitan dengan ekspor dan impor dalam Incoterms menjadi tidak berguna. 55 Struktur Incoterms 56 Istilah-istilah dalam Incoterms dikelompokkan dalam 4 kategori dasar yang berbeda, yang penamaannya didasarkan pada saat penentuan risiko atas kebendaan yang beralih yang terjadi dalam perdagangan. 1. Syarat Perdagangan Kelompok E Ex Works berarti bahwa penjual tidak lagi menanggung risiko atas barang yang dijual, manakala ia telah menyediakan barang-barang bersangkutan di tempatnya sendiri atau tempat lainnya (yaitu tempat kerja, pabrik, gudang, dll) untuk keperluan pembeli. Dalam transaksi perdagangan internasional yang bersifat lintas negara, biasanya syarat ini sangat jarang digunakan karena tidak disukai oleh pembeli, oleh karena pembeli tidak mengetahui secara pasti mengenai persyaratan pabean yang diperlukan (Pabean adalah instansi (jawatan, kantor) yang mengawasi, memungut, dan mengurus bea masuk (impor) dan bea keluar (ekspor), baik melalui darat, laut, maupun udara 57 ). Namun, dalam perdagangan dalam negeri yang tidak memerlukan transportasi lain selain transportasi darat, syarat perdagangan ini sangat banyak digunakan. 55 Ibid., hal.142 dan Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op.Cit., hal Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), edisi ketiga, cetakan ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Balai Pustaka, 2005, hal.807

19 42 Syarat ini membebankan tanggung jawab yang paling ringan (minimal) bagi penjual, sedangkan pembeli memikul semua biaya dan risiko yang berhubungan dengan barang-barang yang dibeli sejak barang berada di tempat penjual. 2. Syarat Perdagangan Kelompok F a. Free Carrier (FCA) FCA berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang (yang sudah mendapat izin ekspor) kepada pengangkut yang ditunjuk pembeli pada suatu tempat tertentu. Harus dicatat bahwa pemilihan tempat penyerahan mempunyai dampak pada kewajiban pemuatan dan pembongkaran barang-barang di tempat itu. Jika ditentukan bahwa penjual berkewajiban untuk menyediakan barang di tempat penjual, maka penjual bertanggung jawab atas risiko barang hingga dimuat, sedangkan jika penjual diwajibkan untuk menyediakan barang pada tempat lain, maka penjual tidak bertanggung jawab atas risiko pembongkaran barang dari pengangkut yang ditunjuk oleh penjual kepada pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli. b. Free Alongside Ship (FAS) FAS berarti bahwa penjual menyediakan barang-barang dengan menempatkan barang-barang tersebut di samping (alongside) kapal di pelabuhan pengapalan yang disebut. Artinya pembeli wajib memikul semua biaya dan risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang mulai saat itu. Dalam transaksi perdagangan internasional, penjual diwajibkan untuk mengurus formalitas ekspor yang diperlukan.

20 43 c. Free On Board (FOB) FOB berarti bahwa penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal di pelabuhan yang disebut. Ini berarti bahwa pembeli wajib memikul semua biaya dan risiko atas kehilangan atau kerusakan barang-barang mulai dari titik itu. Syarat ini juga menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor. 3. Syarat Perdagangan Kelompok C a. Cost and Freight (C&F/CFR) Dalam CFR, penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual masih diwajibkan untuk membayar biaya-biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan. Tetapi risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang telah berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat barang-barang yang dijual telah disediakan oleh penjual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual dituntut untuk mengurus formalitas ekspor. b. Cost, Insurance and Freight (CIF) Dalam CIF, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas barang-barang yang dijual juga dianggap terjadi pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang ditunjuk. Penjual wajib membayar semua biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan, termasuk asuransi dari barang-barang yang dijual.

21 44 Tetapi, risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang telah berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Meskipun penjual wajib menutup asuransi angkutan laut terhadap risiko rugi atau kerusakan barang-barang yang dijual, namun pihak yang menjadi beneficiary (penikmat) terhadap asuransi tersebut adalah pembeli, karena pihak pembelilah yang menanggung semua risiko dari barang-barang yang dibeli olehnya selama barang dalam perjalanan. Syarat ini menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor. c. Carrier Paid To (CPT) Dalam CPT, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas barang-barang yang dijual terjadi pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri dan membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke tempat tujuan, meskipun risiko atas barang-barang telah beralih kepada pembeli. Penjual diwajibkan mengurus formalitas ekspor. d. Carriage and Insurance Paid to (CIP) Dalam CIP, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas barang-barang yang dijual terjadi pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual juga diwajibkan untuk menutup asuransi terhadap risiko

22 45 kerugian dan kerusakan atas barang yang menimpa pembeli selama barang dalam perjalanan serta diwajibkan juga untuk mengurus formalitas ekspor. 4. Syarat Perdagangan Kelompok D a. Delivered at Frontier (DAF) DAF berarti bahwa kewajiban penjual untuk menanggung risiko atas barang-barang yang dijual berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual ke dalam kewenangan pembeli pada saat datangnya alat angkut yang ditunjuk oleh pembeli, namun belum dibongkar tetapi sudah diurus formalitas ekspornya, sedangkan formalitas impornya belum diurus, di tempat atau pada titik yang disebut di wilayah perbatasan, tetapi belum memasuki wilayah pabean dari negara yang bertetangga. b. Delivered Ex Ship (DES) DES berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal, yang belum diurus formalitas impornya di pelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan yang disebut sebelum dibongkar. c. Delivered Ex Quay (DEQ) DEQ berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di atas dermaga, di pelabuhan tujuan yang disebut, tetapi belum diurus formalitas impornya. Penjual

23 46 wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan dan membongkar barang-barang di atas dermaga. Pembeli dituntut untuk mengurus formalitas impor dan membayar semua biaya resmi, bea masuk, pajak, dan biaya lain yang dipungut atas impor. d. Delivered Duty Unpaid (DDU) DDU berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di atas alat angkut yang baru datang di tempat tujuan yang disebut, tetapi belum diurus formalitas impornya. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang sampai ke sana, kecuali bea masuk (termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean, pembayaran biaya resmi (formalitas), bea masuk, pajak, dan biaya lainnya) yang diperlukan di negara tujuan. Bea masuk tersebut harus dipikul oleh pembeli, termasuk semua biaya dan risiko yang disebabkan oleh kegagalannya mengurus formalitas impor pada waktunya. e. Delivered Duty Paid (DDP) DDP berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di suatu tempat tertentu, namun belum dibongkar dari atas alat angkut dan belum diurus formalitas impornya. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang itu sampai ke sana, termasuk bea masuk (termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean,

24 47 pembayaran biaya resmi (formalitas), bea masuk, pajak, dan biaya lainnya) yang diperlukan di negara tujuan. Ini menunjukkan adanya tanggung jawab yang maksimal dari penjual. H. Pihak-Pihak dalam Perdagangan Dalam perdagangan, ada beberapa pihak yang terkait yakni penjual dan pembeli yang berbeda tempat dan kedudukannya maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Seorang pedagang, terutama seorang yang menjalankan perusahaan yang besar, biasanya tidak dapat bekerja seorang diri dalam menjalankan perusahaannya, maka diperlukan bantuan orang-orang yang bekerja padanya sebagai orang bawahan ataupun orang yang berdiri sendiri dan mempunyai perusahaan sendiri (yang mempunyai perhubungan tetap atau tidak dengan dia). 58 Sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan yang demikian pesat, pengusaha-pengusaha kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan bersatu dalam persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan. 59 Yang termasuk dalam golongan pekerja-pekerja perniagaan di dalam lingkungan perusahaan, yakni: pemimpin perusahaan (manager), pemegang-prokurasi (procuratie-houder atau general agent), dan pedagang berkeliling (commercial traveller). 60 Berikut ini akan diuraikan satu per satu pihak-pihak dalam perdagangan. 1. Pihak Penjual 58 C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal Ibid., hal C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Aksara Baru, 1979, hal.44

25 48 Pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan benda dan hak milik atas benda. Penjual dapat berstatus pengusaha atau bukan pengusaha yang mewakili kepentingan diri sendiri atau pihak lain atau kepentingan badan hukum.. Pengusaha adalah penjual yang menjalankan perusahaan. Kewajiban penjual: a. Penyerahan Benda 61 Ada dua kewajiban utama penjual, yaitu penyerahan benda dan penjaminan benda. Penyerahan ialah pengalihan benda yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan menjadi milik pembeli. Penyerahan benda mungkin mengeluarkan atau tidak mengeluarkan biaya. Jika mengeluarkan biaya, menurut Pasal 1476 KUHPer, biaya penyerahan menjadi beban penjual, sedangkan biaya pengambilan menjadi beban pembeli, kecuali jika diperjanjikan lain. Dalam Pasal 1477 KUHPer ditentukan bahwa penyerahan harus dilakukan di tempat benda itu berada pada waktu jual-beli terjadi, kecuali jika diperjanjikan lain. Kalimat kecuali jika diperjanjikan lain memberi kemungkinan kepada penjual dan pembeli untuk menentukan cara lain, baik mengenai biaya penyerahan maupun tempat penyerahan. Ketentuan ini hanya mengenai biaya dan tempat penyerahan benda bergerak. Dalam praktik jual-beli benda bergerak tertentu, penjual tidak merumuskan ketentuan mengenai beban biaya dan tempat penyerahan, dengan demikian, pihak-pihak mengikuti 61 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, hal.37

26 49 ketentuan undang-undang. Tetapi, undang-undang memberi keleluasan untuk diperjanjikan lain. Baik penjual maupun pembeli mempunyai kewajiban utama. Namun, manakah yang wajib dipenuhi lebih dahulu, penyerahan oleh penjual atau pembayaran harga oleh pembeli? Dalam Pasal 1478 KUHPer ditentukan, penjual tidak diwajibkan menyerahkan benda jika pembeli belum membayar harga, kecuali jika penjual mengizinkan penundaan pembayaran kepada pembeli. Jadi, kewajiban penjual menyerahkan benda, baru ada pada saat pembeli membayar harga benda. Tetapi, jika penjual mengizinkan pembeli melakukan penundaan pembayaran (diberi kelonggaran waktu), maka kewajiban menyerahkan benda itu ada walaupun belum ada pembayaran harga. Sesuai dengan Pasal 1478 KUHPer, pembeli membayar harga benda, kemudian baru menerima penyerahan benda tersebut. Bentuk penyerahan barang atau jasa dapat dilakukan sepenuhnya dengan cara pemindahan fisik atau hanya pemindahan hak saja. 62 Penyerahan barang harus diperlengkapi surat-surat yang diperlukan untuk menjadi pemilik dan pemakai, sehingga terpenuhilah kewajiban penjual dalam menanggung pihak pembeli agar dapat memakai dan memiliki barang dengan tenang dan aman. 63 b. Penjaminan Benda Soekiyah Nayono, Sri Supartini, M. Hadisumarno, Bisnis dan Hukum Perdata Dagang: Kelompok Bisnis dan Manajemen, Surakarta, PT Tiga Serangkai, 1999, hal H.NY.Basrah, Op.Cit., hal Ibid., hal.41

27 50 Menurut Pasal 1492 KUHPer, meskipun pada waktu mengadakan jual-beli tidak ditentukan syarat penjaminan, penjual demi hukum wajib menjamin pembeli bahwa benda yang dijualnya itu bebas dari tuntutan pihak ketiga dan bebas dari pembebanan hak. Menurut Pasal 1504 KUHPer, penjual wajib menjamin cacat tersembunyi pada benda yang dijual. Berdasarkan ketentuan ini, dapat dinyatakan bahwa kewajiban utama penjual mengenai penjaminan meliputi tiga hal, yaitu: a. menjamin bebas dari tuntutan pihak ketiga b. menjamin bebas dari pembebanan hak c. menjamin bebas dari cacat tersembunyi Walaupun undang-undang membebankan kewajiban penjaminan kepada penjual, kedua belah pihak boleh mengadakan janji khusus yang memperluas atau mengurangi bahkan meniadakan kewajiban penjaminan itu (Pasal 1493 dan 1506 KUHPer). 2. Pihak Pembeli Pihak pembeli, yaitu pihak yang membayar harga benda. Pembeli dapat berstatus pengusaha atau bukan pengusaha, yang dapat mewakili kepentingan diri sendiri atau pihak lain atau kepentingan badan hukum. Kewajiban Pembeli 65 Pembeli hanya mempunyai satu kewajiban utama, yaitu pembayaran harga. Menurut Pasal 1513 KUHPer, pembeli wajib membayar harga benda yang dibeli pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian. Tetapi, jika pada waktu mengadakan jual-beli tidak ditetapkan 65 Ibid., hal.47

28 51 waktu dan tempat pembayaran, maka menurut Pasal 1514 KUHPer, pembeli harus membayar pada waktu dan di tempat penyerahan dilakukan. 3. Perantara dalam Perdagangan Salah satu objek studi hukum dagang adalah Perantara Dagang 66 (Pedagang Perantara). Tugas utama Pedagang Perantara adalah menghubungkan produsen dan konsumen. Untuk membakukan lembaga ini, pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, tanggal 21 Januari Dalam Kepmenperindag ini, digunakan istilah Lembaga Perdagangan: Lembaga Perdagangan adalah suatu instansi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha, baik sebagai eksportir, importir, pedagang besar, pedagang pengecer, ataupun lembaga lembaga perdagangan lain yang sejenis, yang di dalam tatanan pemasaran barang dan/atau jasa, melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memindahkan barang dan/atau jasa, baik langsung 68 maupun tidak langsung dari produsen sampai pada konsumen. Secara umum, Pedagang Perantara dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yakni: 69 1) Berdasarkan hubungan kerja, artinya pedagang perantara dalam menjalankan tugasnya terikat dalam perjanjian kerja antara majikan dengan pekerja, seperti: pekerja keliling, pengurus filial, pemegang prokurasi, pimpinan perusahaan. 66 Selain istilah Pedagang Perantara dalam Literatur Hukum Dagang, dikenal pula istilah Pengusaha dan Pembantu-pembantunya (HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Jakarta: Djambatan, 1987, hal.41); Pedagang Antara (Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta: PradnyaParamita,1987, hal.43), dalam Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal Ibid. 68 Pasal 1 butir 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan 69 Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal.118

29 52 2) Berdiri sendiri, artinya pedagang perantara tidak terikat dengan pemberi kerja, seperti: agen perdagangan/perniagaan (commercial agent), makelar (broker), komisioner (factor), perantara pedagang efek (PPE). Berikut ini akan diuraikan satu per satu mengenai pedagang perantara, antara lain: (a) Pemimpin Perusahaan Pemimpin (Pimpinan) Perusahaan adalah seorang kuasa dari pemilik perusahaan (pengusaha) atau pemegang kuasa pertama dari perusahaan. Pimpinan Perusahaan menggantikan pengusaha dalam segala hal dan oleh karena itu, ia menjadi kepala seluruh perusahaan itu. Kedudukannya adalah sama dengan kedudukan seorang Direktur PT yang memimpin perusahaan atas nama pengusaha dan dianggap berkuasa untuk semua tindakan yang timbul dari perusahaan itu, kecuali kekuasaannya dibatasi. 70 (b) Pemegang Prokurasi (PP) Seorang PP adalah juga seorang kuasa dari si pengusaha (pemilik perusahaan) yang menolong dan meringankan pekerjaan pengusaha atau pemegang kuasa dari perusahaan, yang bertindak sebagai wakil dari pimpinan perusahaan. PP bekerja pada pengusaha dan juga menjadi wakil si pengusaha itu. Ia dapat juga dipandang berkuasa untuk beberapa tindakan yang timbul dari perusahaan itu, seperti mewakili perusahaan di muka pengadilan, meminjam uang, menarik 70 C.S.T.Kansil (1979), Op.Cit., hal.47

30 53 dan mengakseptir surat wesel, mewakili pengusaha dalam hal menandatangani perjanjian dagang, surat-surat keluar, dan lain-lain. 71 (c) Pedagang Berkeliling (Commercial Traveller) Pedagang berkeliling adalah orang yang bekerja pada pengusaha dan memberikan jasa perantaranya pada pembuatan persetujuan tertentu, misalnya mengadakan jual-beli barang antara majikannya dengan orang lain 72 atau merupakan pembantu pengusaha di luar kantor untuk memperluas transaksi bisnis. 73 Dalam Kepmenperindag, dirumuskan pengertian Pedagang Keliling, yakni: Pedagang Keliling adalah perorangan yang melakukan penjualan barang-barang dengan berkeliling meggunakan kendaraan, kereta, gerobak, sepeda atau sejenisnya. 74 Pedagang berkeliling berhak atas upah yang telah dijanjikan segera sesudah perjanjian antara majikan dan pihak ketiga ditutup. Perusahaan-perusahaan yang besar biasanya mempunyai banyak pedagang berkeliling. Mereka mendapat upah yang tidak tentu besarnya (disebut provisi 75 : upah yang diberikan), tetapi kadangkadang juga menerima gaji tetap. 76 (d) Pengurus Filial 71 Ibid. 72 Ibid., hal Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal Pasal 1 butir 23 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan 75 J.C.T.Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal C.S.T.Kansil (1979), Op.Cit., hal.48

31 54 Pengurus filial adalah pihak yang mewakili pengusaha untuk semua hal, tetapi terbatas untuk satu cabang atau wilayah tertentu. 77 (e) Agen Perniagaan (Commercial Agent) Agen Perniagaan adalah orang yang mempunyai perusahaan untuk memberikan perantara pada pembuatan persetujuan tertentu, misalnya persetujuan jual-beli antara pihak ketiga dengan seorang principal, dengan siapa ia mempunyai hubungan tetap atau juga pekerjaan menurut persetujuan-persetujuan seperti itu atas nama dan untuk principalnya itu. 78 Oleh karena itu, tugas sebenarnya sama dengan pedagang keliling, yakni memperluas pemasaran, hanya dalam agen perniagaan/perdagangan, tidak berdasarkan hubungan kerja, tetapi berdasarkan perjanjian keagenan. 79 Agen perniagaan berdiri sendiri (mempunyai perusahaan sendiri), tidak berkedudukan sebagai pekerja terhadap principalnya. 80 Agen itu menerima provisi yang terdiri dari persentase tertentu dari jumlah transaksi-transaksi yang dibuat oleh agen itu. 81 (f) Makelar Makelar (Broker) adalah seorang pedagang perantara yang diangkat oleh presiden atau oleh pembesar yang oleh presiden telah dinyatakan berwenang untuk itu 82.Ia menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan, yang mana 77 Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal C.S.T.Kansil (1979), Op.Cit., hal Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal C.S.T.Kansil (1979), Op.Cit., hal Ibid. 82 Pasal 62 ayat (1) KUHD

32 55 pekerjaan makelar ialah melakukan penjualan dan pembelian bagi majikannya akan barang-barang dagangan dan lainnya, kapal-kapal, andil-andil dalam dana umum dan efek-efek lainnya, obligasi-obligasi, surat-surat wesel, surat-surat order, dan surat-surat dagang lainnya, pula untuk menyelenggarakan perdiskontoan, pertanggungan, perutangan dengan jaminan kapal, perutangan uang atau lainnya 83, seraya mendapat upahan atau provisi tertentu, atas amanat dan nama orang-orang dengan siapa ia tak mempunyai sesuatu hubungan yang tetap. 84 Sebelum diperbolehkan melakukan pekerjaannya, makelar harus bersumpah di muka Pengadilan Negeri yang termasuk dalam daerah hukumnya. 85 Makelar tidak bertindak atas nama sendiri, tetapi mempunyai perusahaan yang berdiri sendiri. Segera sesudah mengakhiri semua tindakan, makelar mencatat perbuatan itu dalam buku catatannya (zakboek) dan setiap hari catatan itu disalin dalam buku harian dengan cara yang teratur disertai keterangan yang jelas dengan penyebutan yang jelas tentang namanama dari pihak-pihak yang bersangkutan, tentang waktu perbuatan dan penyerahan, tentang macam, jumlah, dan syarat-syarat dari perbuatan yang telah dilakukan (perbuatan yang ditutupnya) termasuk juga kualitas dan harga barang-barang. 86, 83 Pasal 64 KUHD 84 Pasal 61 ayat (1) KUHD 85 Pasal 62 ayat (2) KUHD 86 Pasal 66 KUHD

33 56 Undang-Undang memandang bahwa catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan istimewa untuk dijadikan bukti antara kedua pihak yang bersangkutan yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang diterangkan pada catatan-catatan tersebut. 87 (g) Komisioner Komisioner (Factor) adalah seorang yang menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama atau firmanya sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain, dan dengan menerima upahan atau provisi tertentu. 88 Kata atas namanya sendiri menunjukkan bahwa seorang komisioner tidak diwajibkan memberitahukan kepada yang memerintahkannya mengenai hubungan dagang dengan pihak tertentu yang dijalinnya (dilakukannya). Bahkan selanjutnya komisioner berbuat sebagai pengusaha sendiri dan hanya bertanggung jawab terhadap barang-barang yang diperdagangkan. Jadi, berbeda dengan makelar, karena makelar berusaha atas nama dan tanggung jawab orang lain. Selain itu, seorang komisioner tidak diangkat oleh pemerintah dan sebelum melaksanakan tugasnya, seorang komisioner tidak perlu disumpah. Dalam menjalankan pekerjaannya, ia menghubungkan pihak-pihak pemberi kuasa (komiten) dengan pihak ketiga dengan memakai namanya sendiri. Selain bertindak atas nama sendiri, iapun tidak diwajibkan untuk menyebutkan kepada pihak ketiga dengan siapa ia 87 Pasal 68 KUHD 88 Pasal 76 KUHD

34 57 berniaga 89, yaitu nama orang yang memberi perintah (principal). Oleh karena itu, ia berhubungan dengan pihak ketiga seolah-olah tindakan itu urusannya sendiri dan komisioner tidak menanggung dipenuhinya kontrak oleh pihak ketiga. Tugas seorang komisioner adalah melakukan jual-beli atas perintah seseorang komiten. Dengan demikian, risiko harus dipikulnya sendiri. Berkenaan dengan risiko yang harus dipikulnya, komisioner memiliki hak retensi 90, yaitu hak yang mana jika perlu komisioner dapat menahan barang-barang komitennya supaya mendapat pembayaran upah dan uang sebagai pembayar barang-barang itu (uang yang telah dibayarnya) beserta bunganya. (h) Ekspeditur Ekspeditur adalah orang yang mengurus pengangkutan barang dagangan dan lain-lain, baik melalui daratan ataupun lautan/perairan. Di dalam KUHD disebutkan: Ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menjadi tukang menyuruhkan kepada orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan lainnya, melalui daratan atau perairan. Hukum dagang telah menentukan kewajiban seorang ekspeditur 91. Pembeli yang membeli sejumlah besar barang biasanya menyerahkan pengurusan pengangkutan barang tersebut kepada ekspeditur. yaitu membuat catatan-catatan dalam sebuah register harian secara 92, 89 Pasal 77 KUHD 90 C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Op.Cit., hal Pasal 86 ayat (1) KUHD 92 Pasal 86 ayat (2) KUHD

35 58 berturut-turut dan terus-menerus tentang macam dan jumlah barangbarang dagangan serta yang lainnya yang harus diangkut, termasuk juga harganya jika hal itu diketahuinya (dianggap perlu). Ekspeditur bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan keutuhan barang-barang yang dipercayakan pengangkut kepadanya selama di perjalanan dan sampai pada saat penyerahan kepada pihak yang berhak menerimanya atau alamat tujuan yang telah ditentukan 93, serta harus menanggung segala kerusakan atau kehilangan barangbarang dagangan dan lainnya yang dikirimkannya, yang disebabkan karena kesalahan atau kurang hati-hatinya Bank Dalam Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 95 Bank merupakan lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang usaha pembiayaan penyediaan dana (kredit) dan dalam masalah lalu lintas pembayaran, khususnya menerima atau membayar dalam jumlah yang besar. Jadi, bank bukan hanya perantara dalam hal pemberian kredit, tetapi juga dalam hal melakukan pembayaran 93 Pasal 87 KUHD 94 Pasal 88 KUHD 95 Pasal 1angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Kekhususan Jual Beli Perusahaan JUAL BELI DAGANG Suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan yakni perbuatan pedagang / pengusaha lainnya yang berdasarkan jabatannya melakukan perjanjian jual beli Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin modern, dalam dunia internasional tiap-tiap Negara

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4. Incoterm 2010

Pertemuan ke-4. Incoterm 2010 Pertemuan ke-4 Incoterm 2010 INCOTERMS 2010 GROUP E DEPARTURE EXW EX WORKS GROUP F MAIN CARRIAGE UNPAID FCA FAS FOB FREE CARRIER FREE ALONGSIDE SHIP FREE ON BOARD GROUP C MAIN CARRIAGE PAID CFR CIF CPT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBAYARAN BARANG DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBAYARAN BARANG DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBAYARAN BARANG DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

-2- teknologi, melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan, meningkatkan produksi, dan memperluas kesempatan kerja. Di lain sisi, pemilih

-2- teknologi, melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan, meningkatkan produksi, dan memperluas kesempatan kerja. Di lain sisi, pemilih TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Barang. Pembayaran. Penyerahan. Ekspor. Impor (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 167) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Pedagang Perantara Copyright by dhoni.yusra

Pedagang Perantara Copyright by dhoni.yusra Pedagang Perantara Copyright by dhoni.yusra 1 Pedagang Perantara Tugas Utama Pedagang Perantara adalah menghubungkan produsen dan konsumen. Istilah lain Pedagang perantara adalah Pengusaha dan pembantunya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

DASAR HUKUM BERLAKUNYA BEDING SYARAT-SYARAT (BEDING) DALAM JUAL BELI PERNIAGAAN ISI BEDING JUAL BELI LOKO 11/8/2014. Ps BW:

DASAR HUKUM BERLAKUNYA BEDING SYARAT-SYARAT (BEDING) DALAM JUAL BELI PERNIAGAAN ISI BEDING JUAL BELI LOKO 11/8/2014. Ps BW: DASAR HUKUM BERLAKUNYA BEDING SYARAT-SYARAT (BEDING) DALAM JUAL BELI PERNIAGAAN Ps. 1347 BW: Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam persetujuan,

Lebih terperinci

JUAL BELI (KE)PERUSAHAAN: INCOTERMS 2010

JUAL BELI (KE)PERUSAHAAN: INCOTERMS 2010 JUAL BELI (KE)PERUSAHAAN: INCOTERMS 2010 Oleh: Dr. Miftahul Huda, SH, LLM Disampaikan Dalam Kuliah HUKUM JUAL BELI (KE)PERUSAHAAN Program S1 Reguler Fakultas Hukum - Universitas Indonesia Semester Genap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH Pengangkutan atau lebih dikenal dengan istilah transportasi di masa yang segalanya dituntut serba cepat seperti sekarang ini memiliki peran yang sangat besar.

Lebih terperinci

KEPASTIAN RISIKO, BIAYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM INCOTERMS 2010

KEPASTIAN RISIKO, BIAYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM INCOTERMS 2010 KEPASTIAN RISIKO, BIAYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM INCOTERMS 2010 Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Incoterms 2010 merupakan produk ICC yang ditujukan untuk memudahkan transaksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Ekspor 1 Pengertian Ekspor Ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi di dalam negeri kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Abdulkadir Muhammad (2000:225), yang dimaksud perjanjian adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Abdulkadir Muhammad (2000:225), yang dimaksud perjanjian adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Perdagangan Internasional Menurut Abdulkadir Muhammad (2000:225), yang dimaksud perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan

Lebih terperinci

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN KONFEDERASI SWISS MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERHASRAT untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan perekonomian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Harus diakui

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengenalan transaksi ekspor impor

BAB I PENDAHULUAN. Pengenalan transaksi ekspor impor BAB I PENDAHULUAN Pengenalan transaksi ekspor impor Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor impor pada dasarnya adalah suatu transaksi yang sederhana dan tidak lebih

Lebih terperinci

PERUSAHAAN, PENGUSAHA dan PEMBANTU PENGUSAHA

PERUSAHAAN, PENGUSAHA dan PEMBANTU PENGUSAHA PERUSAHAAN, PENGUSAHA dan PEMBANTU PENGUSAHA PENGERTIAN PERUSAHAAN Molengraaff: Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk memperoleh penghasilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dari perekonomian yang modern dapat dilihat dari kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Salah satu kebutuhan itu adalah tentang kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya: a. Menurut

Lebih terperinci

HUKUM JUAL BELI PERUSAHAAN - 2 PENGERTIAN JUAL BELI PERUSAHAAN

HUKUM JUAL BELI PERUSAHAAN - 2 PENGERTIAN JUAL BELI PERUSAHAAN HUKUM JUAL BELI PERUSAHAAN - 2 PENGERTIAN JUAL BELI PERUSAHAAN Pengertian Jual beli Perusahaan (Zeylemaker) Suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang atau pengusaha

Lebih terperinci

Praktek Pengisian Dokumen Ekspor. Pertemuan ke-7

Praktek Pengisian Dokumen Ekspor. Pertemuan ke-7 Praktek Pengisian Dokumen Ekspor Pertemuan ke-7 I PETUNJUK PENGISIAN PEB PENGERTIAN Adalah Formulir isian tentang Pemberitahuan Ekspor Barang yang wajib diisi secara obyektif, lengkap dan jelas oleh seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 157/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MONGOLIA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

Lebih terperinci

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 Menimbang : a. TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

ISSN No Media Bina Ilmiah 31

ISSN No Media Bina Ilmiah 31 ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 31 ALAT PEMBAYARAN DAN CARA PENYERAHAN BARANG DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh: Ni Made Rai Sukmawati Dosen Jurusan Pariwisata di Politeknik Negeri Bali Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENDAPATAN Kantor Dagang

Lebih terperinci

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Disusun oleh : SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Oktober 2009 begawan5060@gmail.com begawan5060 1 Pasal 1 Pengertian 1 Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan

BAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan A. Ekspor BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PENGATURAN HUKUM SURAT BERHARGA YANG BERSIFAT KEBENDAAN DALAM TRANSAKSI BISNIS DI INDONESIA 1 Oleh: Deasy Soeikromo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan perkuliahan dengan Pokok Bahasan Sistem Pembayaran Perdagangan Internasional, mahasiswa akan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. khususnya di bidang ekonomi internasional. Kelancaran serta kesuksesan

BAB I. Pendahuluan. khususnya di bidang ekonomi internasional. Kelancaran serta kesuksesan digilib.uns.ac.id 1 BAB I Pendahuluan A. Latar belakang masalah Perkembangan serta kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi dan transportasi telah memberi pengaruh yang besar dalam hubungan antar negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR STANDAR KOMPETENSI LULUSAN EKSPOR IMPOR DIREKTORAT PEMBINAAN KURSUS DAN PELATIHAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL DAN INFORMAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 2011 A. Latar Belakang.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1986 TENTANG KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1986 TENTANG KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1986 TENTANG KAWASAN BERIKAT (BONDED ZONE) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mengembangkan perdagangan luar negeri dan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan suatu barang atau komoditi dari daerah pabean, atau mengirim barang tersebut dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG KONSINYASI DAN DISTRIBUTOR OUTLET / DISTRO

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG KONSINYASI DAN DISTRIBUTOR OUTLET / DISTRO BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG KONSINYASI DAN DISTRIBUTOR OUTLET / DISTRO A. Pengertian Konsinyasi Penjualan konsinyasi dalam pengertian sehari-hari dikenal dengan sebutan penjualan dengan cara penitipan.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1792 Bab XVI Buku III Kitab

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1792 Bab XVI Buku III Kitab BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan pertanggungan atau perusahaan asuransi adalah suatu badan hukum yang sanggup mengambil alih risiko seseorang berdasarkan perjanjian pertanggungan. 1 Selain

Lebih terperinci

STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977 tanggal 26 April 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977 tanggal 26 April 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, STANDAR PENETAPAN HARGA INDONESIA Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1977 tanggal 26 April 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengaturan standar penetapan harga guna perhitungan bea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 155 TAHUN 1998 (155/1998) TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH ROMANIA MENGENAI PENGHIDARAN

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK PEMBAYARAN EKSPOR-IMPOR FURNITURE PADA CV.MUGIHARJO BOYOLALI

TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK PEMBAYARAN EKSPOR-IMPOR FURNITURE PADA CV.MUGIHARJO BOYOLALI TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK PEMBAYARAN EKSPOR-IMPOR FURNITURE PADA CV.MUGIHARJO BOYOLALI Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum Jurusan

Lebih terperinci

1. Biaya Sea Transportation (Freight) USD48,308, Biaya Insurance USD 465, USD48,774,332.00

1. Biaya Sea Transportation (Freight) USD48,308, Biaya Insurance USD 465, USD48,774,332.00 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.61168/PP/M.XVB/15/2015 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak : 2006 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN TRANSAKSI JUAL BELI ATAU PERMOHONAN VALUATION RULING

SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN TRANSAKSI JUAL BELI ATAU PERMOHONAN VALUATION RULING LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 166 /BC/2003 TENTANG TATALAKSANAPEMBERIAN CUSTOMS ADVICE DAN VALUATION RULING. SURAT PERMOHONAN CUSTOMS ADVICE UNTUK IMPORTASI YANG MERUPAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Lebih terperinci

AKIBAT LAMPAU WAKTU PENGELUARAN BARANG (DWELLING TIME) DALAM PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT BERDASARKAN KONTRAK PENJUALAN (SALES CONTRACT) (Skripsi)

AKIBAT LAMPAU WAKTU PENGELUARAN BARANG (DWELLING TIME) DALAM PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT BERDASARKAN KONTRAK PENJUALAN (SALES CONTRACT) (Skripsi) AKIBAT LAMPAU WAKTU PENGELUARAN BARANG (DWELLING TIME) DALAM PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT BERDASARKAN KONTRAK PENJUALAN (SALES CONTRACT) (Skripsi) Oleh ANITA FIRLANI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TANGGAL 4 APRIL 1985

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TANGGAL 4 APRIL 1985 LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1985 TANGGAL 4 APRIL 1985 I. TATALAKSANA EKSPOR Untuk memperlancar arus barang ekspor diambil langkah-langkah 1. Terhadap barang-barang ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI I. TATALAKSANA EKSPOR 1. Kewenangan pemeriksaan barang-barang

Lebih terperinci

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA Pengangkutan Transportasi yang semakin maju dan lancarnya pengangkutan, sudah pasti akan menunjang pelaksanaan pembangunan yaitu berupa penyebaran kebutuhan pembangunan,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA KUWAIT TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang pengusaha atau produsen dalam rangka memperkenalkan produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu bekerjasama dengan pihak lokal/nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1992 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH MALAYSIA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :45

1 of 5 21/12/ :45 1 of 5 21/12/2015 12:45 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang antar pengusaha yang masing masing bertempat tinggal di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. barang antar pengusaha yang masing masing bertempat tinggal di negara negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH ROMANIA MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

ARTI PERDAGANGAN PERANTARA DAGANG PERANTARAAN PERUBAHAN KITAB I KUHD 9/24/2014. Perdagangan atau perniagaan pada umumnya:

ARTI PERDAGANGAN PERANTARA DAGANG PERANTARAAN PERUBAHAN KITAB I KUHD 9/24/2014. Perdagangan atau perniagaan pada umumnya: ARTI PERDAGANGAN PERANTARA DAGANG Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD. Perdagangan atau perniagaan pada umumnya: Pekerjaan membeli barang Lalu menjual barang tsb Dg maksud memperoleh keuntungan Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi BAB I PENDAHULUAN Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi beberapa tahun terakhir ini telah membawa pengaruh sangat besar bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

Soal Tentir Persiapan UAS Hukum Dagang. Dept. Pendidikan dan Keilmuan BEM FHUI Business Law Society (BLS)

Soal Tentir Persiapan UAS Hukum Dagang. Dept. Pendidikan dan Keilmuan BEM FHUI Business Law Society (BLS) I. Perseroan Terbatas 1. Apa yang anda ketahui tentang PT? Kaitkan dengan a. Definisi dan dasar hukumnya b. Wewenang dan tanggung jawab dari Organ PT c. Modal 2. Apa yang membedakan PT dengan PP, Firma,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan individu untuk melakukan proses interaksi antar sesama merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci