TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM TAKE OVER BANK GAGAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM TAKE OVER BANK GAGAL"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM TAKE OVER BANK GAGAL Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum SKRIPSI Oleh : Angelita Christa Mary Priscilla Departemen Hukum Ekonomi FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

2 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM TAKE OVER BANK GAGAL Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum SKRIPSI Oleh : Nama : Angelita Christa Mary Priscilla NIM : Departemen : Hukum Ekonomi Program Reguler Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Prof.Dr.Bismar Nasution,SH.M.H Dr.T.Keizerina Devi A.,SH.CN.M.Hum NIP NIP Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Ekonomi Prof.Dr.Bismar Nasution,SH.M.H NIP FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat, kasih karunia dan anugerahnya yang dilimpahkan dalam hidup Penulis, terlebih dalam penulisan skripsi ini hingga dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban dalam tahap akhir sudi yang disusun dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan melengkapi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul yang penulis bahas adalah Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Take Over Bank Gagal. Skripsi ini Penulis persembahkan terkhusus buat yang terkasih, kedua orang tuaku, St.Ir.D.Sinaga dan A.M.br.Sipayung,BA yang telah memberikan pengorbanan dan kasih tak terhingga kepada Penulis, yang selalu mendoakan, memberi semangat, kasih sayang, dana, dukungan dan segenap perhatian kepada Penulis selama ini. Penulis juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu Penulis dalam menyusun skripsi ini, baik itu melalui bimbingan, dorongan, doa serta bantuan lainnya. Oleh sebab itu Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh stafnya.

4 2. Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution,SH.M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dr.Tengku Keizerina Devi Azwar,SH.CN.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini. 4. Ibu Dr. Sunarmi,SH.M.Hum., yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. 5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis. 6. Saudara-saudaraku terkasih, abangku Andrew Christian Michael Steven D.Sinaga untuk nasihat dan semangat yang memotivasiku, adek-adekku Aaron Sadrach Yosep Timothy D. Sinaga, Aarmita Cecilia Sarah Gloria D. Sinaga, Artika Naomi Reminiscere Felicia D.Sinaga, terima kasih buat semua doa dan dukungannya. 7. Teman-temanku yang selalu mendukungku, G-toe (Loly, Nia, Citra, Sri, walaupun kita jauh tapi aku yakin kalian pasti selalu mendoakanku...,nony & Ipit, makasi buat persahabatan yang begitu luar biasa...luv u,sis). Buat teman-teman kampusku...(aku sebutkan berdasarkan abjad aja ya...), Chrisse (teman seperjuanganku, teman hedonku...hehe..makasi buat semangatnya), Debora (makasi buat motivasi2nya..), Indry (makasi ya buat kebaikan2mu slama ini, nyariin bangku utk kami yg suka dtg telat

5 kuliah..hehe..), Mutiara (kemana aja buq..kok menghilang), Sandro (thanks ya buat kemurahan hatimu), Santy (makasi ya san udah mau jadi teman curhatku...), Tiomsi (thanks ya babe...buat kebaikan & dukunganmu), dan semua teman-teman stambuk 05 yang lainnya. Makasi juga buat teman-teman naposoku, makasi buat bantuan dan dukungan kalian selama ini. Akhir kata, Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan segenap pambaca. Penulis juga mengharapkan saran dan kritikan dalam topik yang diangkat dalam penulisan skripsi ini karena Penulis menyadari kekurangan dan ketidaksempurnaan Penulis. Semoga Tuhan memberkati kita sekalian. Amin. Terima Kasih. Medan, Juni 2009 Penulis, Angelita Christa Mary Priscilla

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii ABSTRAKSI... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 8 D. Keaslian Penulisan... 9 E. Tinjauan Kepustakaan... 9 F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANK GAGAL A. Pengertian Bank Gagal B. Dasar Hukum Bank Gagal C. Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistematik D. Bank Gagal yang Berdampak Sistematik BAB III TINJAUAN HUKUM TERHADAP LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) A. Latar Belakang Pembentukan B. Dasar Hukum LPS C. Struktur Organisasi D. Fungsi, Tugas, dan Wewenang E. Skema Penjaminan Simpanan BAB IV KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM TAKE OVER BANK GAGAL A. Penyelesaian Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistematik B. Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistematik C. Likuidasi Bank Gagal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA... 89

7 ABSTRAKSI Prof. Dr. Bismar Nasution,SH.M.H *) Dr.T.Keizerina Devi Azwar,SH.CN.M.Hum **) Angelita Christa Mary Priscilla ***) Peristiwa penutupan sejumlah bank pada saat krisis ekonomi telah memberikan dampak kurangnya kepercayaan terhadap lembaga perbankan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat adalah dengan memberikan penjaminan seluruh kewajiban bank (blanket guarantee). Seiring berjalannya waktu program penjaminan blanket guarantee bukanlah solusi terbaik karena selain membebani anggaran negara dapat pula menimbulkan moral hazard baik pada pihak pengelola bank maupun pada nasabah bank. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan limited guarantee dan juga didasarkan pada amanat Pasal 37B Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dibentuklah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang No 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Selain untuk memberikan penjaminan simpanan nasabah bank, LPS juga berwenang untuk mengambil alih atau take over Bank Gagal, baik yang berdampak sistematik maupun tidak berdampak sistematik dan juga melakukan likuidasi terhadap Bank Gagal yang dicabut izin usahanya oleh LPP. Sehubungan dengan hal itu, maka ada tiga hal yang perlu dilihat, yaitu bagaimana pengaturan hukum atas Bank Gagal, bagaimana keberadaan LPS dan bagaimana kewenangan LPS dalam take over Bank Gagal. Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas industri perbankan berwenang untuk mengeluarkan kebijakan perbankan yang ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan bank serta menetapkan cara penilaian tingkat kesehatan bank. Apabila bank tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan dan permasalahan itu tidak segera diatasi, maka dapat dipastikan bank tersebut menjadi tidak sehat dan pada akhirnya akan menjadi Bank Gagal. Apabila Bank Indonesia sudah menetapkan suatu bank sebagai Bank Gagal, barulah LPS berfungsi. LPS akan melaksanakan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal. Kewenangan yang cukup besar yang dimiliki LPS dimaksudkan agar LPS dapat melakukan pengelolaan dan pengurusan bank yang diputuskan untuk diselamatkan ataupun melakukan pemberesan aset dan kewajiban dari bank yang dicabut izin usahanya. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode normatif yaitu penelitian kepustakaan (library research). Penelitian hukum biasanya dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yang meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka melalui sumber-sumber atau bahan tertulis berupa buku-buku, artikel, koran dan majalah dengan cara membaca, menafsirkan, membandingkan serta menerjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan. *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Berkaitan dengan itu, stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada akhir 1990-an 1 ketika banyaknya lembaga perbankan dilikuidasi dan tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk menyerahkan kembali dana yang disimpan oleh masyarakat pada lembaga perbankan. Keadaan demikian telah memberikan dampak kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. 2 Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta penjaminan simpanan nasabah bank. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai lembaga intermediasi dan penyedia jasa-jasa perbankan. Apabila bank kehilangan kepercayaan masyarakat, kelangsungan usaha bank tidak dapat dilanjutkan. 1 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Edisi V, 2005), hal Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal 142

9 Akibatnya, bank tersebut menjadi bank gagal yang dapat dicabut izin usahanya. Atas dasar pertimbangan tersebut, baik pemilik dan pengelola bank maupun otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan pengawasan bank, harus bekerja sama mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. 3 Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank adalah dengan memberikan penjaminan simpanan. Sebenarnya Indonesia telah mengenal lembaga penjamin simpanan (deposit insurance) pada tahun 1973 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang pada Bank. Latar belakang dikeluarkannya peraturan tersebut yaitu untuk meningkatkan minat masyarakat berhubungan dengan lembaga perbankan, memperluas lalu lintas pembayaran giral dan juga untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan lembaga perbankan. Namun sayangnya, ketentuan mengenai jaminan simpanan (asuransi deposito) belum pernah dilaksanakan. Penyelenggaraan lembaga asuransi deposito sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 secara yuridis didasarkan atas ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Adapun pelaksana dari lembaga asuransi deposito ini adalah Bank Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran agar efektivitas dan efisiensi dari penyelenggaraan usaha termaksud dapat lebih terjamin jika pelaksanaannya dikaitkan dengan kewenangan yang telah diberikan kepada Bank 3 Dahlan Siamat, Loc.Cit.

10 Indonesia melalui ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yaitu untuk mengatur dan menjaga likuiditas dan solvabilitas bank. 4 Akan tetapi, kegiatan lembaga penjaminan tersebut ternyata tidak efektif, bahkan sepertinya tidak dilaksanakan. Keberadaan lembaga tersebut tidak dilanjutkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sehingga sewaktu terjadinya likuidasi enam belas bank pada bulan November 1997 tidak dapat diselesaikan oleh suatu lembaga penjamin sehingga mengakibatkan turunnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan. Hal demikian disadari oleh pemerintah sehingga tidak lama kemudian pemerintah melakukan pembayaran uang nasabah dari bank-bank yang terlikuidasi, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum. Tindakan demikian merupakan tindakan pemerintah yang bersifat crash program, ditujukan untuk menghindarkan semakin buruknya perekonomian nasional. Penjaminan pembayaran dana nasabah sebagaimana diatur dalam keputusan Presiden tersebut bersifat sementara hanya berlangsung sampai 26 Januari Penjaminan seluruh kewajiban bank (blanket guarantee) berdasarkan Keputusan Presiden ini berhasil mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan pada masa krisis moneter dan perbankan. Namun, penjaminan yang sangat luas ini juga membebani anggaran negara dan menimbulkan moral hazard pada pihak pengelola bank dan nasabah bank. Pengelola bank tidak 4 Muhammad Djumhana, Op. Cit, hal Ibid, hal 144

11 terdorong untuk melakukan usaha bank secara prudent (hati-hati), sementara nasabah tidak memperhatikan atau mementingkan kondisi kesehatan bank dalam bertransaksi dengan bank. Selain itu, penerapan penjaminan secara luas ini yang berdasarkan kepada Keputusan Presiden kurang dapat memberikan kekuatan hukum sehingga menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan penjaminan. Oleh karena itu diperlukan dasar hukum yang lebih kuat dalam bentuk Undang- Undang. 6 Sejalan dengan program perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan dilandasi kesadaran begitu pentingnya sandaran hukum mengenai Lembaga Penjamin Simpanan maka pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur adanya kewajiban setiap bank untuk menjamin dana masyarakat. Ketentuan Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur : 1. Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan 2. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan 3. Mekanisme penjaminan dana masyarakat dan kelembagaannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Akhirnya pada tahun 2004 dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 6 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

12 (UULPS), maka pengaturan terhadap penjaminan bagi simpanan nasabah kini berbentuk undang-undang, bukan berbentuk Peraturan Pemerintah. Pengertian simpanan yang dimaksud dalam UULPS adalah simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Perbankan. Pengertian simpanan menunjuk pada pengertian yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Di dalam UULPS ditetapkan penjaminan simpanan nasabah bank diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard. Penjaminan simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal sebagai bagian dari pemeliharaan stabilitas sistem perbankan. Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan

13 diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini merupakan tindak lanjut penyelesaian bank yang mengalami kesulitan keuangan. LPS melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien, dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN). LPS bersama dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) menjadi anggota Komisi Koordinasi sampai dengan terbentuknya LPP sesuai dengan amanat UU Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, fungsi LPP tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia. 7 Tindakan penyelesaian atau penanganan bank gagal oleh LPS didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bank Indonesia melalui mekanisme sistem pembayaran akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan, kemudian dapat menjalankan fungsinya sebagai lender of the last resort (memberikan bantuan dalam keadaan darurat). LPP juga dapat mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan menjalankan fungsi pengawasannya, antara lain berupa tindakan agar pemilik bank menambah modal atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain. Apabila kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera dilakukan. Dalam 7 Dahlan Siamat, Op.Cit. hal 178

14 keadaan ini, penyelesaian dan penanganan bank gagal diserahkan kepada LPS yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional. Jika perkiraan pencabutan izin usaha bank memiliki dampak terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang akan dilakukan LPS didasarkan kepada keputusan Komite Koordinasi. 8 Dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal sebagai bagian dari pemeliharaan stabilitas sistem perbankan, LPS mempunyai kewenangan untuk mengambil alih manajemen bank atau lazim disebut Take Over sekaligus mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS dan juga sebagai pembentuk tim likuidasi dalam hal bank dinyatakan dilikuidasi. LPS merupakan badan hukum yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya 9 serta bertanggung jawab kepada Presiden 10. Independensi LPS mengandung arti bahwa pihak manapun termasuk pemerintah tidak boleh melakukan campur tangan dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kecuali hal-hal yang dinyatakan secara jelas dalam undang-undang ini Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 9 Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 10 Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 11 Penjelasan Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

15 B. Perumusan Masalah Berdasarkan judul skripsi ini yaitu Tinjauan Yuridis terhadap Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Take Over Bank Gagal maka perlu dirumuskan yang menjadi permasalahan terhadap judul skripsi ini. Persoalan yang akan dibahas yaitu : 1. Bagaimanakah pengaturan hukum atas Bank Gagal? 2. Bagaimanakah keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang ada di Indonesia? 3. Bagaimanakah kewenangan LPS dalam Take Over Bank Gagal? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum atas Bank Gagal yang berlaku di Indonesia. 2. Untuk mengetahui tentang keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia. 3. Untuk mengetahui sejauh mana kewenangan LPS dalam Take Over Bank Gagal. Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Pembahasan terhadap masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap perkembangan hukum

16 perbankan di Indonesia di mana pembahasan terhadap permasalahanpermasalahan yang akan dikemukakan akan memberikan gambaran tentang wewenang LPS dalam mengambil alih atau Take Over Bank Gagal. 2. Secara Praktis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan secara yuridis tentang keberadaan LPS dan kewenangannya dalam Take Over Bank Gagal yang ditinjau dari peraturan perundang-undangan. Juga sebagai bahan kajian bagi para akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan tentang kewenangan LPS dalam Take Over Bank Gagal. D. Keaslian Penulisan Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Take Over Bank Gagal yang diangkat menjadi judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secara administrasi dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terutama yang berkaitan dengan kewenangan LPS setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun Jadi, penulisan dan pembahasan skripsi ini dengan mengangkat judul tersebut di atas dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Penulis menyusun melalui referensi bukubuku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari berbagai pihak.

17 E. Tinjauan Kepustakaan Wewenang / berwenang yaitu mempunyai hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk bertindak. Kekuasaan untuk membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Kewenangan adalah hal berwenang / hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. 12 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah badan hukum yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun Menurut undang-undang ini, LPS merupakan badan hukum yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga ini merupakan suatu badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan, melalui skim asuransi, dana penyangga atau skim lainnya. Melihat tujuannya maka lembaga ini sangat diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah serta usaha untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. 14 Menurut Kamus Perbankan, Take Over berarti menerima penyerahan; mengambil alih 15. Bank Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 24, pasal 26 huruf a dan Pasal 33 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang- 12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi Ketiga, 2005), hal Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 14 Muhammad Djumhana, Op. Cit, hal Bank Indonesia, Kamus Perbankan, (Jakarta:Bank Indonesia,1999), hal 257

18 Undang Nomor 6 Tahun 2009 mempunyai kewenangan untuk menutup dan mencabut izin suatu bank umum bila keadaan suatu bank menurut penilaiannya membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional. Akan tetapi, penutupan bank dan pencabutan izin bank tersebut bukanlah suatu perkara yang mudah. Dalam hal ini yang paling mungkin dilakukan oleh Bank Indonesia dan pemerintah adalah mengambil alih manajemen bank tersebut sekaligus mengambil alih kepemilikan bank tersebut atau lazim disebut Take Over sehingga bank tersebut menjadi Bank Take Over. Tindakan Take Over merupakan tindakan interim atau tindakan sementara saja untuk membuat bank tersebut menjadi sehat kembali. 16 Setelah berlakunya UU No.24 Tahun 2004, maka LPS juga mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan Take Over setelah didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 17 Sedangkan yang dimaksud dengan Bank Gagal (failing bank) adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan 16 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003), hal Pasal 1 angka 2 UU No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

19 usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. 18 F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan penelitian hukum yang mengacu kepada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka atau yang disebut dengan penelitian hukum normatif. Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup : 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: a. Norma atau kaidah dasar, yakni Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945; b. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Peraturan Perundang-undangan, yakni Undang-Undang dan peraturan yang setaraf, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturanperaturan Daerah; d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat dan kebiasaan; e. Yurisprudensi; f. Traktat; 18 Pasal 1 angka 7 UU No. 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

20 g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang kini masih berlaku seperti KUH Perdata, KUH Pidana, dan lain sebagainya. 2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. 3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 19 G. Sistematika Penulisan Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur di dalam penulisannya yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANK GAGAL Merupakan suatu bab yang membahas tentang pengertian Bank Gagal, dasar hukum Bank Gagal, Bank Gagal yang tidak 19 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 13

21 berdampak sistematik, serta Bank Gagal yang berdampak sistematik. BAB III : TINJAUAN HUKUM TERHADAP LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) Merupakan suatu bab yang membahas tentang latar belakang pembentukan LPS, dasar hukum LPS, struktur organisasinya, fungsi, tugas dan wewenangnya, dan skema penjaminan simpanan. BAB IV : KEWENANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM TAKE OVER BANK GAGAL Bab ini akan membahas apa yang menjadi pokok dari semua bab sesuai dengan judul yang telah diangkat di atas yaitu Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Take Over Bank Gagal, lebih lanjut lagi bab ini akan menjabarkan mengenai penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistematik, penanganan Bank Gagal yang berdampak sistematik, serta likuidasi Bank Gagal. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan hukum perbankan dan orang-orang yang membacanya.

22 BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP BANK GAGAL A. Pengertian Bank Gagal Sesuai dengan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian tersebut tampak bahwa usaha kegiatan bank pada pokoknya adalah penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan untuk selanjutnya menyalurkan dana tersebut kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana antara lain dalam bentuk kredit. 20 Dengan demikian Perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian negara. Perbankan mempunyai fungsi utama sebagai intermediasi, yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah negara. Dalam hal ini, bank menghimpun dana dari masyarakat berdasarkan asas kepercayaan dari masyarakat. Apabila masyarakat percaya kepada bank, maka masyarakat akan merasa aman untuk menyimpan uang atau dananya di bank. Dengan demikian, bank menanggung risiko reputasi atau reputation risk yang besar. Bank harus selalu menjaga tingkat kepercayaan 20 Budiman Ginting, Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Bank dalam Likuidasi, Majalah Hukum, Vol 6 No 4 Tahun 2001, hal.349

23 dari nasabah atau masyarakat agar menyimpan dana mereka di bank, dan bank dapat menyalurkan dana tersebut untuk menggerakkan perekonomian bangsa. 21 Sebagaimana telah disebutkan di atas, lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian guna mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah berusaha melindungi masyarakat dari tindakan lembaga, ataupun oknumnya yang tidak bertanggung jawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat. Bank Indonesia sebagai pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah. Hal-hal yang menyangkut dengan usaha perlindungan nasabah di antaranya berupa laporan dan data-data yang merupakan bahan informasi. Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan bank. 22 Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan bank, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran, serta dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan 21 Erna Priliasari, Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 5 No.2 Juni 2008, hal Ibid, hal 45

24 pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan. 23 Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, mengelola dengan baik dan mengoperasikan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan yang pada dasarnya berupa ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan. 24 Hal yang demikian tercantum di dalam Pasal 29 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas, serta aspek lain yang berkaitan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL, yaitu : Capital, untuk memastikan kecukupan modal dan cadangan untuk memikul risiko yang mungkin timbul. Modal merupakan benteng pertahanan bagi bank. 23 Perry Warjiyo. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar. (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, 2004), hal Ibid, hal 173

25 Asset, untuk memastikan kualitas aset yang dimiliki bank dan nilai real dari aset tersebut. Kemerosotan kualitas dan nilai aset merupakan sumber erosi terbesar bagi modal bank. Management, untuk memastikan kualitas dan tingkat kedalaman penerapan prinsip manajemen bank yang sehat, terutama yang terkait dengan manajemen risiko. Manajemen yang kompeten dan memiliki integritas yang tinggi merupakan ujung tombak atau pemeran terdepan dari pertahanan atas risiko bank. Earning, untuk memastikan efisiensi dan kualitas pendapatan bank secara benar dan akurat. Kelemahan dari segi pendapatan real merupakan indikator terhadap potensi masalah bank Liquidity, untuk memastikan dilaksanakannya manajemen aset dan kewajiban (liabilities) dalam menentukan dan menyediakan likuiditas yang cukup serta mengurangi exposure yang sensitif terhadap risiko suku bunga. Likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, kelemahan dari segi likuiditas merupakan indikator terhadap adanya ancaman bagi bank yang paling cepat dapat diketahui. Bila kekurangan likuiditas tersebut disebabkan oleh kesenjangan pendanaan jangka pendek dan sementara, tidak terlalu berbahaya, sebab dapat diimbangi dengan pinjaman di pasar uang atau bank sentral. Namun, jika kesulitan tersebut bersumber dari faktor

26 yang fundamental, seperti rendahnya kualitas aset, rendahnya sumber pendapatan, atau berakar pada insolvensi, persoalannya menjadi sangat serius. 25 Dalam menentukan tingkat kesehatan suatu bank, pada mulanya Bank Indonesia menilai atas dasar tiga kelompok faktor penilaian, yaitu : 1. Keadaan keuangan bank, yang meliputi likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas. 2. Kualitas aktiva produktif, yaitu kekayaan bank berupa penanaman dalam berbagai aktiva yang diharapkan dapat memberi penghasilan kepada bank. 3. Tata kerja serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan terutama yang berkaitan dengan bidang perbankan. Dengan demikian, cara penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia adalah sistem CAMEL plus. Karena, di samping menilai keadaan keuangan bank yang meliputi unsur-unsur CAMEL, juga dinilai keadaan atau unsur-unsur yang tidak termasuk dalam keadaan keuangan bank yang merupakan faktor plus, yaitu kepatuhan terhadap peraturan-peraturan, khususnya peraturan di bidang perbankan. 26 Kelima faktor CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, and Liquidity) tersebut saling berkaitan dan memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami 25 Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993), hal 98.

27 permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan. Sebagai contoh, suatu bank mengalami masalah likuiditas, (meskipun modal bank tersebut cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, dan kualitas produktifnya baik). Apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi, maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Demikian pula pada waktu krisis perbankan terjadi di Indonesia, sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat. Akan tetapi, karena terjadinya rush, bank-bank mengalami kesulitan likuiditas sehingga sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat. 27 Padahal kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank. 28 Suatu bank dikatakan bermasalah jika bank yang bersangkutan mengalami kesulitan yang bisa membahayakan kelangsungan usahanya, yakni kondisi usaha bank semakin memburuk, yang antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat. Ini berarti bank yang tidak bermasalah adalah bank yang kegiatan usahanya berkembang secara wajar, tanpa mengalami kesulitan yang berarti dalam segi permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas. 29 Bank bermasalah dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu : 27 Perry Warjiyo, Op.Cit. hal Juli Irmayanto,dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,Cetakan Keempat, 2004), hal Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal 143

28 a. Bank yang bermasalah struktural, yakni bank yang kondisinya sudah tergolong sangat parah (tidak sehat) dan setiap saat dapat terancam kelangsungan hidupnya. Karakteristik bank yang masuk dalam kategori ini biasanya antara lain kualitas aktiva produktif tidak sehat, akumulasi rugi cukup besar yang mengakibatkan modal menjadi negatif serta likuiditasnya sangat buruk. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh campur tangan pemilik dalam pengelolaan manajemen cukup besar yang antara lain dapat dilihat dari besarnya kredit yang diberikan kepada grup atau kelompok dari pemilik; b. Bank yang bermasalah non-struktural, biasanya campur tangan pemilik tidak atau belum terlalu jauh dan kemudian pemilik menyadari kesalahan tersebut. Sementara itu, meskipun rentabilitas bank cenderung memburuk akibat kualitas aktiva produksi yang juga kurang menggembirakan, namun modal bank masih mencukupi ketentuan penyediaan modal minimum. Bank yang masuk dalam kategori ini tingkat kesehatannya biasanya kurang atau bisa juga tidak sehat. 30 Terhadap bank bermasalah tersebut, Bank Indonesia akan menjalankan fungsinya sebagai lender of the last resort dan melakukan upaya untuk menyehatkan kembali bank bermasalah itu. Apabila bank bermasalah itu tidak dapat disehatkan kembali maka Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) di mana sampai saat ini fungsi LPP masih dilaksanakan oleh Bank Indonesia akan menyatakan bank tersebut sebagai Bank Gagal. Dalam peraturan perundangundangan istilah Bank Gagal dipakai sejak berlakunya Undang-Undang Nomor Ibid, hal

29 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Bank Gagal (failing bank) adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya adalah suatu cakupan pengertian yang sangat luas dari ketentuan yang wajib dilakukan dalam pengelolaan bank. 31 Dalam Penjelasan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas dan rentabilitas, serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat. Apa yang dikemukakan dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) di atas tentang pengertian bank mengalami kesulitan keuangan yang membahayakan kelangsungan usahanya adalah tidak lain dari ketentuan kewajiban memelihara kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang 31 Berlian Napitupulu, Analisis Juridis Likuidasi Bank di Indonesia, (Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana USU, Medan, 2004), hal 145.

30 Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, di mana Pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dengan prinsip kehati-hatian. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa suatu bank yang bermasalah dikategorikan sebagai Bank Gagal bukan hanya karena bank tersebut kekurangan kecukupan modal, atau karena bank berada dalam masalah likuiditas, atau karena mismanajemen bank atau karena bank wanprestasi terhadap penarikan dana yang dilakukan nasabah deposan, akan tetapi karena kondisi usaha bank semakin memburuk dengan ditandai antara lain, menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat dan juga dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP. Bank Gagal dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Bank Gagal yang berdampak sistematik dan Bank Gagal yang tidak berdampak sistematik. Bank Gagal dikatakan berdampak sistematik apabila kegagalan bank memiliki dampak luar biasa terhadap perbankan secara nasional sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain. Sedangkan Bank Gagal dikatakan tidak berdampak sistematik apabila kegagalan bank tersebut tidak menimbulkan dampak terhadap bank lain. Menurut Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), Darmin Nasution, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) hanya berfungsi kalau bank

31 masuk kategori Bank Gagal. Selama bank masih berjalan sehat tetap akan menjadi urusan Bank Indonesia (BI). Selama bank masih berjalan apakah bermasalah atau sehat LPS tidak mengurusi bank satu per satu. Itu urusan BI, kecuali BI menyatakan bank ini sudah gagal, baru LPS berfungsi. 32 B. Dasar Hukum Bank Gagal Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan dan kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah. Pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasan bank tercantum di dalam Bab V mulai dari Pasal 29 sampai dengan Pasal 37B Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di dalam Pasal 29 ayat (1) dikatakan bahwa pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasan bank juga diatur di dalam Bab VI mulai dari Pasal 24 sampai dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Oleh karena itu, Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bankbank di Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan ketentuan akses tanggal 26 Mei Muhammad Noordin, Analisis Hukum Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Upaya Perlindungan Dana Nasabah Bank, (Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005), hal 24.

32 ketentuan yang memberikan pelaksanaan ketentuan dari pasal-pasal yang tercantum di dalam Bab V Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu antara lain : 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/38/PBI/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/27/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank Selain itu, di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan juga diatur mengenai Bank Gagal yaitu di dalam Pasal 1 angka 7 mengenai pengertian Bank Gagal, Bab V mulai dari Pasal 21 sampai dengan Pasal 42 mengenai Penanganan dan Penyelesaian Bank Gagal, Pasal 43 sampai dengan Pasal 60 mengenai Likuidasi Bank Gagal oleh LPS.

33 C. Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistematik Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa suatu bank dikategorikan sebagai Bank Gagal apabila bank mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh LPP (Lembaga Pengawas Perbankan) sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Pengertian sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana (rush) maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian. Sementara yang tidak sistemik tentunya apabila tidak memenuhi kriteria tersebut di atas. 34 Dengan kata lain Bank Gagal yang tidak berdampak sistematik adalah Bank Gagal yang tidak mempunyai pengaruh terhadap perbankan secara nasional. Bank Indonesia selaku pengatur dan pengawas perbankan mengeluarkan peraturan mengenai tindak lanjut pengawasan dan penetapan status bank. Di dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/27/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank dikatakan bahwa Bank Indonesia mengumumkan Bank yang ditempatkan dalam pengawasan khusus apabila : a. memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sama dengan atau kurang dari 6% (enam persen); 34 Krisna Wijaya, Penanganan Bank Gagal, akses tanggal 25 Mei 2009

34 b. memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum lebih dari 6% (enam persen) dan kurang dari 8% (delapan persen) dan tidak mengajukan rencana perbaikan permodalan; c. memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum lebih dari 6% (enam persen) dan kurang dari 8% (delapan persen) dan tidak melaksanakan rencana perbaikan permodalan; d. memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum lebih dari 6% (enam persen) dan kurang dari 8% (delapan persen) dan Bank Indonesia tidak menyetujui revisi rencana perbaikan permodalan; Di dalam Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/38/PBI/2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank menyebutkan bahwa Bank yang ditempatkan dalam pengawasan khusus dikategorikan tidak berdampak sistematik apabila memenuhi kriteria : a. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 belum terlampaui, namun kondisi Bank menurun sehingga: 1. memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau disebut dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) kurang dari 2% (dua perseratus) dan dinilai tidak dapat ditingkatkan menjadi 8% (delapan perseratus); atau 2. memiliki rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari 0% (nol perseratus) dan tidak dapat diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku; atau

35 b. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terlampaui, rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8% (delapan perseratus) dan kondisi Bank tidak mengalami perbaikan. Adapun jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank, yaitu : a. selambat-lambatnya 6 (enam) bulan untuk Bank yang telah terdaftar di pasar modal; b. selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan untuk Bank yang tidak terdaftar di pasar modal atau kantor cabang bank asing, sejak tanggal dikeluarkannya perintah tertulis dari Bank Indonesia. Bank Indonesia memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan dan meminta keputusan Lembaga Penjamin Simpanan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank yang bersangkutan. Contoh Bank Gagal yang tidak berdampak sistematik adalah Bank IFI. Likuidasi Bank IFI diyakini tidak berdampak sistemik pada industri perbankan nasional. Aset dan pinjaman interbank bank milik pengusaha Bambang Rachmadi ini terbilang kecil. Aset Bank IFI per Maret 2009 hanya sebesar Rp 440 miliar atau sekitar 0,01 persen dari total aset industri perbankan. Sedangkan pinjaman interbank yang dimilikinya tidak mencapai Rp 8 miliar. Selain aset dan pinjaman interbank, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) bank ini juga kurang dari syarat minimum, yaitu 8 persen. Berdasarkan Surat Keputusan

36 Gubernur Bank Indonesia No. 11/ 19 /KEP.GBI/2009 tanggal 17 April 2009, BI memutuskan untuk mencabut izin usaha PT Bank IFI. Pencabutan izin usaha dilakukan sesuai dengan mekanisme dan prosedur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/9/PBI/2004 Tanggal 26 Maret 2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan PBI No.10/27/PBI/2008 tanggal 30 Oktober D. Bank Gagal yang Berdampak Sistematik Di dalam Penjelasan Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/38/PBI/2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank dikatakan bahwa dampak sistematik adalah skala dan dimensi permasalahan yang ditimbulkan Bank tersebut yang dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank lain sehingga dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem perbankan dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. Sedangkan menurut Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 5/PLPS/2006 sebagaimana telah diubah dengan PLPS No. 3/PLPS/2008 tentang Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistematik, Bank Gagal yang berdampak sistematik adalah Bank Gagal yang dinyatakan berdampak sistematik oleh Komite Koordinasi yang diserahkan penanganannya kepada LPS. Jadi, selain memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan, Bank Indonesia juga meminta Komite Koordinasi untuk melaksanakan rapat guna 35 akses tanggal 1 Juni 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sistem perekonomian suatu negara industri perbankan memegang peranan penting sebagai penunjang perekonomian negara tersebut. Di Indonesia industri perbankan mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian nasional. Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun pihak yang berwenang

Lebih terperinci

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Peran Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi Yennie Agustin M.R. Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampun Email : yennie.agustin@fh.unila.ac.id Abstrak merupakan penyempurnaan dari

Lebih terperinci

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK ekonomi.akurat.co I. PENDAHULUAN Perbankan memegang peran penting dalam kehidupan saat ini. Berbagai transaksi mulai dari menyimpan uang, mengambil uang, pembayaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan (bank) yang memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Perbankan di Indonesia yang terus berkembang menjadikan perbankan sebagai komponen penting dalam perekonomian nasional saat ini, lembaga perbankan sudah dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam agenda pembangunan nasional Tahun 2004 2009, secara politis dikatakan bahwa kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainya belum mantap. Lemahnya pengaturan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 2.1 Likuidasi Bank 2.1.1 Pengertian likuidasi bank Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/38/PBI/2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/9/PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN UMUM Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dalam Pasal 1 angka 1 menjelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 38 BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009 A. Latar Belakang berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan Industri perbankan merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK SALINAN PERATURAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa salah satu tugas dan fungsi Lembaga Penjaminan Simpanan adalah turut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang- 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang- Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, . PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) Dosen: Dr Jamal Wiwoho, dkk 4/9/2012 www.jamalwiwoho.com 1 Sejarah LPS Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya

Lebih terperinci

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD)

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD) DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD) 1. Apakah yang dimaksud dengan Satbilitas Sistem Keuangan (SSK)? Stabilitas sistem keuangan merupakan suatu upaya yang

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.577, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penanganan Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 16) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah krisis moneter dan krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang menyangkut berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen. Kesatuan yuridis merupakan badan usaha yang umumnya berbadan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen. Kesatuan yuridis merupakan badan usaha yang umumnya berbadan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah kesatuan yuridis dan ekonomis dari faktor-faktor produksi yang bertujuan mencari keuntungan dengan memberi layanan kepada konsumen. Kesatuan yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian dikarenakan bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.578, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penyelesaian Bank selain Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 17) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA A. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak krisis moneter pertengahan tahun 1997 perbankan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Sejak krisis moneter pertengahan tahun 1997 perbankan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Sejak krisis moneter pertengahan tahun 1997 perbankan nasional menghadapi masalah yang dapat membahayakan kelangsungan usaha perbankan serta merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang menyebabkan merosotnya nilai rupiah hingga terjadinya krisis keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis bank adalah bisnis yang rentan mengalami masalah secara tiba-tiba

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis bank adalah bisnis yang rentan mengalami masalah secara tiba-tiba BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis bank adalah bisnis yang rentan mengalami masalah secara tiba-tiba dan menyeret bank menemui kegagalannya dalam menjalankan peranannya. Salah satu karakteristik

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu lembaga keuangan yang paling besar peranannya adalah perbankan. disalurkan kembali kepada komponen penggerak ekonomi.

I. PENDAHULUAN. satu lembaga keuangan yang paling besar peranannya adalah perbankan. disalurkan kembali kepada komponen penggerak ekonomi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini dalam perekonomian di dunia pasti berhubungan dengan lembaga keuangan. Di mana lembaga keuangan merupakan penghubung antara pihak yang memerlukan dan pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah bagi negara-negara berkembang yang dikarenakan tingginya kebergantungan perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah satu bagian dari lembaga keuangan yang menitikberatkan pada kegiatan menghimpun dana dari

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN MELALUI MEDIASI MENURUT UU NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN 1 Oleh: Adistya Dinna 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena koperasi merupakan sebagian dari tata perekonomian masyarakat Indonesia. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Disusun oleh: Nurul Sukma Putri (25211411) Ona Sendri Imelda Kaseh (25211469) Putri Sari Sigiro (25211670) Restu Nurul Andria (26211004) Rezza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi dalam sebuah negara. Bank memegang peranan penting dalam menyeimbangkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kondisi perekonomian yang terus berkembang, bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari dua pihak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang pernah mendapatkan pendidikan mengenai perbankan maupun yang tidak, tahu arti umum dari bank.

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perbankan yang tidak sehat diturunkan melalui Bank Indonesia sebagai Bank

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perbankan yang tidak sehat diturunkan melalui Bank Indonesia sebagai Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjadi penopang dalam perekonomian nasional. Dalam hal ini campur tangan pemerintah untuk mengatasi kondisi perbankan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai penggerak pembangunan dan menjaga stabilitas perekonomian suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga

BAB I PENGANTAR. yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga BAB I PENGANTAR A. Latar belakang Lembaga Perbankan merupakan sebuah lembaga yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga perbankan mempertemukan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang sangat cepat. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran bank sebagai lembaga keuangan yang mengatur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi sangat bergantung pada keberadaan sektor perbankan yang berfungsi

Lebih terperinci

SKRIPSI KING RICHTER SINAGA NIM :

SKRIPSI KING RICHTER SINAGA NIM : SISTEM KOORDINASI ANTARA OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PENANGANAN BANK GAGAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 6 /PBI/2011 TENTANG TINDAK LANJUT PENANGANAN TERHADAP BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DALAM STATUS PENGAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak BAB I PENDAHULUAN Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak lagi dapat terselamatkan, ditempuh langkah terakhir dengan pencabutan izin usaha BPR yang dilanjutkan dengan proses

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius dalam bisnis perbankan, sebagian besar bank kesulitan karena modal

BAB I PENDAHULUAN. serius dalam bisnis perbankan, sebagian besar bank kesulitan karena modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter tahun 1997 memberikan pembelajaran yang serius dalam bisnis perbankan, sebagian besar bank kesulitan karena modal terkuras, kualitas aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan tidak kalah pentingnya sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga perantara keuangan. Menurut Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyaluran kredit dilakukan sebagai salah satu akibat dari besarnya kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi produktivitas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efek. Pasar modal menjadi sesuatu yang penting dan sangat berharga. Pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. efek. Pasar modal menjadi sesuatu yang penting dan sangat berharga. Pernyataan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu lembaga yang memobilisasi dana masyarakat dalam hal ini investor, yaitu dengan menyediakan sarana dan tempat untuk mempertemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemilihan Judul Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan dengan aset nonfinansial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai perantara keuangan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

Sri Pujiyanti Dr. Ir. E. Susi Suhendra, MS Universitas Gunadarma

Sri Pujiyanti Dr. Ir. E. Susi Suhendra, MS Universitas Gunadarma ANALISIS KINERJA KEUANGAN MENGENAI TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMEL (STUDI KASUS PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN PT. BANK BUKOPIN Tbk PERIODE 2006-2008) Sri Pujiyanti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Pengertian Bank Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan tidak kalah pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan dampak bagi perekonomian di indonesia terutama pada struktur perbankan. Hal ini menyebabkan krisis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/7/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sektor Perbankan 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Negara Republik Indoneisa Nomor 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan yaitu badan usaha yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di beberapa negara maju, sumber dana eksternal bagi perusahaanperusahaan non-keuangan, sebagian besar berasal dari pinjaman, dan pinjaman yang didapatkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini industri perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam kondisi yang stabil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi utama dari perbankan adalah intermediasi keuangan, yakni proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang cukup penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian sebuah negara. Bank yang sehat menunjukkan bahwa bank tersebut mampu menjalankan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara negara di Eropa, Amerika dan Jepang mendengar kata bank sudah tidak asing lagi. Bank sudah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki perekonomian Indonesia. Tingginya laju inflasi yang terus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejauh ini krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1998 telah membawa dampak yang tidak baik bagi perkembangan bangsa Indonesia. Hampir

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 3, Sept.- Des. 2013, ISSN 1978-5186 Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan Rilda Murniati Bagian Hukum Keperdataan

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM Batang Tubuh PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin majunya perkembangan perekonomian saat ini semakin banyak pula bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber dana yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bunga yang sangat tinggi. Hingga saat ini, sistem pengkreditan bank sudah merata

BAB 1 PENDAHULUAN. bunga yang sangat tinggi. Hingga saat ini, sistem pengkreditan bank sudah merata 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak jaman penjajahan Belanda, sistem pengkreditan rakyat sudah diterapakan pada masa itu dengan mendirikan Bank Kredit Rakyat (BKR) yang membantu para petani, pegawai,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Kriteria bank gagal berdampak sistemik membutuhkan penilaian yang

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Kriteria bank gagal berdampak sistemik membutuhkan penilaian yang BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kriteria bank gagal berdampak sistemik membutuhkan penilaian yang mendalam dari berbagai indikator, baik indikator yang dapat diukur maupaun indikator-indikator yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berdasarkan asas kehati-hatian, mampu meredam hingga sekecil-kecilnya

BAB I PENDAHULUAN. dan berdasarkan asas kehati-hatian, mampu meredam hingga sekecil-kecilnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi dan peran pengawasan bank dengan fungsi dan peran manajemen bank merupakan dua kegiatan yang sangat erat kaitannya ibarat dua sisi dari sebuah koin, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan Indonesia telah mengalami pasang surut. Dimulai pada tahun 1983 ketika berbagai macam deregulasi mulai dilakukan pemerintah, kemudian bisnis

Lebih terperinci