BAB I PENDAHULUAN. cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang terjadi di seluruh dunia tanpa ada yang dapat membatasinya. Perkembangan yang sangat cepat itupun dirasakan oleh masyarakat Indonesia di dalam berbagai bidang : bidang sosial, ekonomi, dan juga teknologi. Perkembangan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam dampak, baik yang positif maupun yang negatif bagi masyarakat. Jika kita langsung menerima segala informasi tersebut tanpa disaring terlebih dahulu, maka akan timbul dampak yang negatif bagi kehidupan kita. Masyarakat kita akan cepat mencontoh dan juga mempraktekkan hal yang mereka peroleh melalui media yang telah berkembang pesat. Hal tersebut dapat memicu meningkatnya segala tindak kejahatan di dalam masyarakat berupa pembunuhan, pencurian, perampokan dan juga penodongan yang telah banyak terjadi di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan rasa tidak aman bagi warga masyarakat. Oleh karena itu sebagian besar warga masyarakat berusaha menjaga atau mencegah agar mereka terhindar dari segala tindak kejahatan tersebut. Maka menurut sebagian masyarakat senjata api cocok untuk menjaga diri, sebagai alat untuk pembelaan diri dan juga untuk perlindungan diri. Menyikapi perkembangan kebutuhan akan rasa aman dan tenteram tersebut, pemerintah Indonesia dalam hal ini Polri mempunyai kewenangan memberikan izin kepada warga sipil yang ingin memiliki senjata api, namun pemegang izin kepemilikan 1

2 senjata api seringkali mengingkari dan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan aparat yang berwenang dengan cara menggunakan senjata api tidak sesuai dengan fungsinya, yaitu tidak digunakan untuk kepentingan self defence (mempertahankan diri) dari segala bahaya yang mengancam keamanan diri. Sebaliknya senjata api itu digunakan untuk menunjukkan eksistensi seseorang ataupun sebagai wujud personifikasi sikap aroganisme pribadi secara sewenang-wenang (show of force). Dikatakan demikian karena untuk memiliki senjata api diperlukan biaya yang tidak murah. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki senjata api, yaitu mereka yang karena tugas dan jabatannya diperbolehkan memiliki dan membawa senjata api. Namun bukan hanya orang-orang yang karena tugas dan jabatannya saja yang diperbolehkan membawa serta memiliki senjata api, masih ada orang-orang dari golongan ekonomi tertentu yang dapat memiliki serta membawa senjata api. Di dalam perkembangannya banyak warga sipil selain yang tersebut di atas memiliki izin untuk menguasai senjata api. Kepemilikan senjata api saat ini sudah bergeser menjadi sebuah gaya hidup. Di sisi lain, maraknya kepemilikan senjata api juga harus dilihat dari aspek keamanan masyarakat. Peningkatan kepemilikan senjata api dipicu oleh rasa aman yang kini sangat sulit diperoleh masyarakat. Syarat dan mekanisme perizinan kepemilikan senjata api bagi masyarakat sipil yang dikeluarkan oleh POLRI termasuk ketat dengan syarat pertama mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian setempat. Kepemilikan senjata api diizinkan untuk masyarakat umum, namun diawasi dengana sangat ketat, melibatkan pelaporan pada polisi, tes tertulis, ceramh dan serangkaian pelatihan menembak, selain pemeriksaan latar belakang yang sangat menyeluruh dan rencana penyimpanan yang mendetail. Berangkat dari kekhawatiran 2

3 penduduk sipil terhadap penggunaan senjata api oleh kelompok geng lokal, muncul sebuah keputusan oleh keputusan oleh pemerintah terhadap kepemilikan senjata api. 1 Untuk memiliki senjata api diperlukan biaya yang tidak murah. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memiliki senjata api, yaitu mereka yang karena tugas dan jabatannya diperbolehkan memiliki dan membawa senjata api. Namun bukan hanya orangorang yang karena tugas dan jabatannya saja yang diperbolehkan membawa serta memiliki senjata api, masih ada orang-orang dari golongan ekonomi tertentu yang dapat memiliki serta membawa senjata api. Di dalam perkembangannya banyak warga sipil selain yang tersebut di atas memiliki izin untuk meguasai senjata api. Penggunaan senjata api untuk membela diri adalah sah-sah saja, tetapi jangan sampai justru berakibat pada penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain. Penggunaan dan kepemilikan senjata api di Indonesia telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Mengubah "Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl Nomor 17) Dan Undang-undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 yang mengatur bahwa pihakpihak yang tanpa izin atau dapat dikatakan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dapat diancam dengan hukuman yang sangat berat yakni dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. 1 A. Josias Runturambi dan Atin Sri Pujiastuti, Senjata Api dan Penanganan Tindak Pidana, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), halaman

4 Dalam pasal ini, terdapat pengertian yang sangat luas mengenai kepemilikan senjata api. Pasal ini meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 2 Pemerintah menggangap masalah kepemilikan senjata api oleh masyarakat sangatlah berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Jadi, bagi mereka yang melanggar dan akhirnya dipidana, berarti dirinyamenjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai kurang baik da membahayakan kepentingan umum. 3 Ijin kepemilikan senjata api untuk tujuan bela diri hanya diberikan kepada pejabat tertentu. Menurut ketentuannya, mereka harus dipilih secara selektif. Pada tahap penggunaan (pasca diterbitkannya izin) maka seharusnya dilakukan kontrol mulai dari masa berlakunya surat ijin hingga dilakukannya upaya paksa penarikan senjata api apabila tidak diperpanjang ijinnya. Selain itu perlu diberikan dasar kewenangan untuk melakukan upaya pemeriksaan secara random yang meliputi pemeriksaan senjata api ditempat-tempat umum dan lain sebagainya. Kasus kepemilikan senjata api tanpa memiliki izin dari pihak yang berwenang untuk menyimpan, memiliki, ataupun menggunakan senjata api rakitan dan begitu dengan satu butir amunisi, untuk menjaga diri/membela diri apabila ada musuh. Sebagaimana dalam Studi Kasus Putusan Nomor: 261/Pid.B/2013/PN.GS. Rumah milik ELIFASI WARUWU Als AMA LESTIN di temukan satu pucuk senjata api rakitan tersebut dan satu butir amunis. Terdakwa tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang untuk menyimpan, memiliki, ataupun menggunakan senjata api rakitan dan begitu dengan satu butir amunisi. 2 Masruchin Rubai, Asas-Asas Hukum Pidana, (Malang : Penerbit UM PRESS, 2001), halaman R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), halaman

5 Terkait kepemilikan senjata api tanpa memiliki surat izin maka hakim menyatakan terdakwa Elifasi Waruwu Alias Ama Lestin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah tanpa hak membawa, menyimpan amunisi. Tanpa hak, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakaan,atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Pengertian tanpa hak yang diartikan sebagai elemen delik yang menentukan tentang adanya kesalahan dalam perbuatan terdakwa tersebut, dimana pengertian kesalahan tersebut dibatasi pada perbuatan yang dilakukan apabila bertentangan dengan undangundang (wet) atau perbuatan yang dilakukan bertentang dengan hak orang lain yang diakui oleh undang-undang, yang dalam unsur Pasal ini menyangkut tentang senjata api, amunisi atau suatu bahan peledak. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGUASAAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API TANPA HAK OLEH WARGA SIPIL (STUDI KASUS PADA PUTUSAN NOMOR: 261/Pid.B/2013/PN.GS). B. Perumusan Masalah Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan. 5

6 Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api? 2. Bagaimanakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api? 3. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengenai apa saja yang akan dicapai dalam penelitian tersebut dan selalu menuliskan apa yang ingin dicapai dengan permasalahan. 4 Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui/mengkaji pengaturan hukum terhadap tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api. b. Untuk mengetahui/mengkaji factor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api. c. Untuk mengetahui/mengkaji upaya penanggulangan tindak pidana secara penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil. D. Manfaat Penelitian Tidak ada penelitian yang tidak memiliki manfaat. Penelitian yang baik, harus dapat dimanfaatkan.secara umum, sebuah penelitian memiliki terhadap pengembangan 4 V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian: Lengkap, Praktis dan Mudah Dipahami, (Yogyakarta: PustakabaruPress, 2014), halaman 55. 6

7 khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang penelitian tersebut. 5 Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya tindak pidana penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil baik materiil maupun formil dan pada umumnya dalam pengembangan hukum pidana. b. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penegak hukum dalam praktek,khususnya menjadi bahan pertimbangan hak menguasai dan penggunaan senjata api oleh warga sipil yang digunakan untuk kejahatan tertentu. D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah analisis hukum mengenai penguasaan dan penggunaan senjata api tanpa hak oleh warga sipil (studi kasus pada putusan nomor: 261/Pid.B/2013/PN.GS), judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. halaman Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Citapustaka Media, 2012), 7

8 E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tanpa Hak Atau Melawan Hukum (Wederrechtelijke) Pengertian perkataan tanpa hak wederrchtelijkheid terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok positif dan negatif, bagi penganut paham negatif mengartikan perkataan wederrchtelijkheid sebagai tanpa hak atau zonder bevoegdheid seperti yang dianut oleh HOGE RAAD. Hazewinkel-Suringa sebagai pengikut paham negatif berpendapat bahwa : wederrechtelijk itu, ditinjau dari penempatannya dalam suatu rumusan delik menunjukkan bahwa perkataan tersebut haruslah ditafsirkan sebagai zonder eigen recht atau tanpa ada hak yang ada pada diri seseorang yakni katanya seperti yang telah dijelaskan dalam rumusan-rumusan delik menurut pasal KUHP. 6 Bahwa unsur dengan sengaja dan tanpa hak merupakan satu kesatuan yang dalam tataran penerapan hukum harus dapat dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak berarti pelaku menghendaki dan mengetahui secara sadar bahwa tindakannya dilakukan tanpa hak. 7 Salah satu unsur utama tindak pidana yang bersifat objektif adalah melawan hukum. Hal ini dikaitkan pada asas legalitas yang tersirat pada KUHP. Dalam bahasa Belanda melawan hukum itu adalah wederrechtelijk (weder = bertentangan dengan melawan, recht = hukum). 8 Definisi melawan hukum, misalnya merampas, nyawa orang lain ata menganiaya orang lain. Karena perbuatan-perbuatan ini kepentingan hukum orang lain dilanggar. 9 6 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 1997), halaman diakses tanggal 24 Mei Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013), halaman Schaffmeister, N. Keijzer dan E. PH. Sutorius, Hukum Pidana, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), halaman 37. 8

9 2. Kepemilikan senjata api bagi warga sipil Kepemilikan senjata api (senpi) di tangan sipil telah memicu kontroversi. Hal ini disebabkan sering terjadi penyalahgunaan senpi oleh penggunanya. Banyaknya terjadi penyalahgunaan senjata api belakangan ini memaksa kita berpikir ulang soal manfaat pemberian senjata bagi warga sipil. Rasa aman memang bagian dari hak asasi manusia, tetapi apakah upaya melindungi diri dan memberikan rasa aman harus diberikan hak kepada warga sipil memiliki senpi. Bukankah melindungi dan mengayomi masyarakat adalah menjadi tugas Kepolisian? UU memberikan hak kepada aparat negara melakukan upaya paksa terhadap warga negara. Senjata termasuk simbol dari penggunaan kekuasaan itu. Ketika warga sipil diberikan izin memiliki senjata, bukankah itu berarti menggerogoti fungsi dan peran yang seharusnya dimiliki aparat negara?. 10 Kasus kriminalitas makin meningkat,korbanpun makin bertambah. Kondisi ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Sering terjadi tindak kejahatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api dan pihak aparat keamanan tidak bisa berbuat banyak karena volume kejahatan juga meningkat maka banyak kasus tidak dapat terselesaikan secara maksimal.untuk memerangi kejahatan di lapangan banyak mengalami tantangan cukup berat jumlah personil kepolisian belum seimbang dengan luas cakupan tugasnya serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Meningkatnya senjata api akan menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat mengenai aturan kepemilikan senjata api bagi masyarakat pelaksanaannya selama ini. Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak sasaran/target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti persyaratan yang telah 10 Puteri Hikmawati, Kontroversi Kepemilikan Senjata Api oleh Warga Sipil, Peneliti Madya Bidang Hukum Pidana pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, Jurnal Hukum Info Singkat Vol. IV, No. 10/II/P3DI/Mei/2012, halaman 1. 9

10 ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi) tiap atlet penembak/yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib menjadi anggota perbakin. Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18 tahun (maks. 65), punya kemampuan menguasai dan menggunakan senjata api. Selain warga negara indonesia warga negara asing juga bisa memiliki senjata api, selama berada di indonesia diantaranya: 11 a) Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor D-184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api. b) Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api di Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari : 1) Wisatawan yang memperoleh izin berburu. c) Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api. d) Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran. e) Petugas security tamu negara. f) Awak kapal laut pesawat udara. g) Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan peraturan kemigrasian. Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif, yaitu 11 diakses tanggal 24 Mei

11 suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan dapat juga dilihat sebagai hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan di dalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum. 12 Tindak pidana penyalahgunaan senjata api Kejahatan terhadap tindak pidana penyalahgunaan senjata api merupakan kejahatan yang menyerang kepentingan hokum negara. Sesuai dengan namanya, kejahatan ini mempunyai obyek keamanan negara. Lebih tepat apabila disebut sebagai Kejahatan Terhadap Pelestarian Kehidupan Negara, karena yang dijaga di sini adalah berlangsungnya kehidupan bernegara, atau Kejahatan Tata negara. Dibentuknya peraturan dalam kepemilikan senjata api adalah ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum atas keselamatan dan keamanan negara dari perbuatanperbuatan yang mengancam, mengganggu dan merusak kepentingan hukum negara. Dari hal di atas dapat diketahui ada ketertiban hokum yang harus dilindungi dalam aturan tentang kejahatan terhadap keamanan negara itu. Bahwa unsur penyalahgunaan senjata api adalah orang atau pelaku sebagai subyek hukum dari suatu tindak pidana yang akan secara sadar mempertanggung jawabkan tindak pidana yang dilakukan Majelis Hakim akan mempertimbangkan Pasal 359 KUHP, dalam unsur tersebut terdiri dari : a. Unsur pertama Barang siapa menurut Undang-undang adalah setiap orang warga Negara atau siapa saja yang mampu bertanggung jawab yang tunduk pada peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah. 12 Surya, Ringkasan Hukum Pidana, diakses tanggal 24 Mei

12 b. Unsur kedua Bahwa dari kata-kata tanpa hak dalam perumusan delik ini, sudah dipastikan bahwa seseorang (baik militer maupun non militer) sepanjang menyangkut masalahmasalah senjata api, munisi atau bahan peledak harus ada ijin dari yang berwenang untuk itu. c. Unsur ketiga Menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, suatu senjata api, munisi atau suatu bahan peledak. Unsur ini bersifat alternatif, maka majelis akan memilih unsur yang terkait dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yaitu menyerahkan berarti memberikan, mempercayakan, menyampaikan kepada (dalam hal ini senjata api) orang lain. Sedangkan yang dimaksud senjata api adalah menurut peraturan senjata api pasal 1 ayat 1 Staatblaad 1937 Nomor 170 yang diubah dengan Ordonantie tanggal 30 Mei 1939, Staatblaad 278 adalah senjata api dan bagianbagiannya termasuk amunisi sebagai kelengkapannya. 3. Menguasai dan Penyalahgunaan Senjata Api Menguasai benda sebagai orang yang menikmati, artinya mengambil manfaat secara materiil, misalnya pada hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, hak sewa. Penguasa benda tidak hanya memegang, melainkan menikmati dan itu adalah hak yang diperolehnya atas suatu benda. 13 Yang dimaksud dengan Menguasai adalah berkuasa atas (sesuatu), memegang kekuasaan atas (sesuatu), menggunakan 13 diakses tanggal 24 Mei

13 kuasa/pengaruhnya atas (sesuatu) dalam hal ini senjata api, munisi atau bahan peledak. Peredaran senjata api di Indonesia mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat banyaknya kasus kasus penyalahgunaan senjata api di masyarakat. Peredaran senjata api ilegal sampai kepada masyakat tentu tidak terjadi begitu saja, beberapa sumber penyebab terjadinya yang berkaitan dengan peredaran senjata api, antara lain : 14 Penyelundupan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan impor, namun juga ekspor. Hal ini sering dilakukan baik oleh perusahaan perusahaan eksportir/importir ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan dokumen tentang isi dari kiriman. Pasokan dari dalam negeri, maka hal ini erat kaitannya dengan keterlibatan oknum militer ataupun oknum polisi, karena memang mereka dilegalkan oleh undang-undang untuk menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api. Namun pada kenyataannya kepemilikan senjata api yang legal tersebut sering disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organic TNI / POLRI dengan harga yang murah kepada masyarakat sipil. Munculnya berbagai kasus terhadap penyalahgunaan senjata api sudah sering terjadi di tengah masyarakat. Terkadang penggunaan senpi tak lagi sesuai fungsi dan tak jarang pemilik menggunakannya semena-mena dengan sikap arogan yang memicu terjadinya ketidaktenangan masyarakat. Lantas, bagaimana dengan senpisenpi ilegal yang sering digunakan untuk melakukan aksi kejahatan. Larangan penyalahgunaan senjata api meliputi empat hal, yaitu : 1. Memiliki senjata api tanpa izin. 2. Menggunakan senjata api untuk berburu binatang yang dilindungi. 3. Meminjamkan/menyewakan senjata api kepada orang lain. 14 M.Tito Karnavian. Indonesia Top Secret Membokar Konflik Poso, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008). halaman

14 4. Serta menggunakan senjata api untuk mengancam atau menakut-nakuti orang lain. Maraknya penggunaan senjata api tanpa izin orang yang tidak bertanggungjawab berdampak meresahkan masyarakat dan mengganggu stabilitas keamanan nasional. Kondisi ini memaksa aparat keamanan untuk bekerja keras memberantas para pemasok senjata api gelap. Penyalahgunaan senjata tersebut mulai dari pengancaman, pemukulan, penembakan, modikfikasi senjata, terlibat narkoba dan apabila terjadi penyalahgunaan senjata api, otomatis izin kepemilikannya dicabut, izin kepemilikan senjata api juga dicabut apabila sang pemilik meninggal dunia. Asas hukum pidana Indonesia mengatur sebuah ketentuan yang mengatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dihukum selama perbuatan itu belum diatur dalam suatu perundan-undangan atau hukum tertulis. Asas ini dapat dijumpai pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yang disebut dengan asas legalitas yaitu asas mengenai berlakunya hukum. Untuk itu dalam menjatuhkan atau menerapkan suatu pemidanaan terhadap saeorang pelaku kejahatan harus memperhatikan hukum yang berlaku. 15 Dalam ketentuan Pasal I ayat (1) KUHP, asas legalitas mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu : 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. 2. Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh digunakan analogi. 3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut. 16 Dari pengertian point I menyebutkan harus ada aturan undang-undang. Dengan demikian harus ada aturan hukum yang tertulis terlebih dahulu terhadap suatu halaman Ibid 15 Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000). 14

15 perbuatan sehingga dapat dijatuhi pidana terhadap pelaku yang melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian berdasarkan peraturan yang tertulis akan ditentukan perbuatan apa saja yang dilarang untuk dilakukan yang jika dilanggar menimbulkan konsekuensi hukum yaitu menghukum pelaku. Berbicara mengenai tindak pidana yang ditimbulkan oleh penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur, maka yang akan dibahas adalah adalah tindak pidana yang terjadi akibat penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur. Yang dimaksud dengan menguasai adalah berkuasa atas sesuatu, memegang kekuasaan atas sesuatu, dalam hal ini senjata api atau munisi. F. Metode Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti mencari kembali. 17 Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain: 1. Spesifikasi penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian yang mempergunakan sumber data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah halaman Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2012), 15

16 spekulatif, teoritis dan analisis normatif dan kualitatif. 18 Pada penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang ada dalam keadaan siap terbuat, bentuk dan isinya telah disusun peneliti-peneliti terdahulu dan dapat diperoleh tanpa terikat atau tempat. 19 Tujuan utama dari tipe penelitian hukum normatif ini adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap sejumlah pengertian-pengertian dasar dalam hukum (peraturan perundang-undangan), misalnya pengertian masyarakat hukum, objek hukum, peristiwa hukum, hak dan kewajiban dan lain sebagainya. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam skripsi adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum. 3. Sumber data Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber penelitian hukum dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. 20 Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan, antara lain: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 18 Ediwarman, Metode Penelitian Hukum, (Medan: Penerbit PT Sofmedia, 2015), halaman Soerjono Soekanto, & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2013), halaman Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan Ke-8, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2013), halaman

17 b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Repubik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum. 21 Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Teknik pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui : a. Studi kepustakaan, dilakukan untuk mendapatkan data sekunder seperti bukubuku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 5. Analisis data Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah 21 Ibid 17

18 untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, memilahmilahnya, mencari dan menemukan pola. 22 Mengolah dan menginterpretasikan data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan Lexy H. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi revisi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), halaman Ibid, halaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar masyarakat ataupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan senjata api,salah satu jenis kejahatan menggunakan senjata api yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan masyarakat seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena selalu didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan 1 ` BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan, globalisasi dan regionalisme telah menjadi salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan lingkungan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan,

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan, BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan, yaitu: Seorang anggota Polri yang menyalahgunakan senjata api dapat mempertanggungjawabkannya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem perundangundangan.

I. PENDAHULUAN. aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem perundangundangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung tinggi hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme. TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 SEBAGAI TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI (TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME) 1 Oleh: Edwin Fernando Rantung 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN. REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.GSK) Oleh : Arkisman ABSTRAK Narkotika adalah obat/ bahan berbahaya, yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari serta ketimpangan strata sosial yang terjadi dalam masyarakat, menimbulkan kecemburuan sosial yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang khas dalam struktur kenegaraan. Sebagai tulang punggung pertahanan negara, institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam, yang merupakan agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah agama yang menyerukan manusia untuk menyerahkan diri hanya kepada Allah, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang sangat indah dan beragam, yang terlihat pada setiap penjuru pulau di Indonesia banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kondisi di Negara saat ini, masyarakat dihadapkan pada kondisi ekonomi yang semakin sulit dimana tingkat persaingan hidup semakin tinggi. Suatu kenyataan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki keterbatasan, baik dalam hal ketersediaan personil, peralatan dan anggaran operasional. Oleh karena itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) OLEH : Aswin Yuki Helmiarto E 0003104 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan membangun dalam rangka mengisi kemerdekaan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan membangun dalam rangka mengisi kemerdekaan. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi yang sangat cepat dewasa ini membuat cara yang digunakan untuk melakukan kejahatan semakin maju dan beraneka ragam jenisnya. Kejahatan dan pelanggaran

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH A. Prinsip-Prinsip Penggunaan Senjata Api Dalam Tugas Kepolisian

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN, MENGAKIBATKAN MATINYA SESEORANG YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan- peraturan yang menentukan perbuatan apa saja yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa Indonesia itu sendiri. Tidak hanya pada saat ini tetapi berlangsung terus sampai akhir zaman. Yang menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci