BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Konversi Lahan di Jawa Tanah merupakan sumber hidup bagi manusia yang berkembang dan melakukan segala aktivitas di atasnya. Sumberdaya alam seperti air, tumbuhan, dan lainnya yang diperlukan untuk menghidupi manusia di bumi juga semua berada di atas tanah. Dari hal tersebut, kita dapat melihat bahwa tanah mempunyai fungsi yang sangat penting untuk manusia. Manusia diberi hak untuk mengolah dan memelihara. Namun, dalam pengelolaan tanah ini, terdapat tumpang tindih kepentingan. Masyarakat mengolah tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disamping menggunakan tanah untuk tempat tinggal. Sementara itu, pihak swasta sebagai pemodal tentu saja ingin mengembangkan usahanya, dan dalam pengembangan usaha ini, tak jarang menggunakan sumberdaya yang ada dan menggunakan tanah sebagai tempat mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, peran pemerintah yang mengeluarkan kebijakan untuk memfasilitasi berbagai kepentingan tersebut menjadi sangat penting. Pemerintah disamping harus dapat mempertahankan tanah sebagai resapan air agar tidak terjadi banjir dan memastikan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumberdaya alam, pembangunan juga harus tetap dilakukan pemerintah. Namun, kemiskinan dan hutang negara banyak mempengaruhi kebijakan pemerintah yang kini cenderung liberal, sehingga untuk pembangunan Indonesia diserahkan kepada pihak swasta. Pihak swasta yang ada di Indonesia melihat hal ini sebagai peluang untuk mengembangkan usahanya dengan mudah. Maka, eksploitasi sumberdaya alam dan konversi lahanpun tak terhindarkan lagi, dan kini telah banyak lahan yang berubah fungsinya. Menurut Bulkin (2005), pengalaman pembangunan negara-negara sedang berkembang yang melibatkan swasta menunjukkan bahwa meskipun pada tahap awal terlihat sukses. Namun, dalam pelaksanaannya banyak mengalami hambatan, terbengkalai, dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Proyek-proyek pembangunan biasanya memerlukan pembebasan lahan yang luas dan dapat

2 6 menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Permasalahan ini biasanya tidak sederhana, bahkan sampai ke proses pengadilan, terutama apabila sudah melibatkan banyak pihak. Bila hal ini terjadi, pembangunan proyek akan mengalami keterlambatan cukup lama yang mengakibatkan penyelesaian proyek tertunda. Pembangunan dan perekonomian negara yang tidak stabil mempengaruhi banyaknya industri yang masuk ke Indonesia. Menurut Kustiawan (1997), fenomena konversi lahan merupakan dampak proses transformasi struktur ekonomi (dari pertanian ke industri) dan demografis (dari pedesaan ke perkotaan) yang pada gilirannya menuntut pula adanya transformasi alokasi sumber daya lahan dari pertanian ke non-pertanian. Konversi lahan akibat perubahan struktur agraria dari pertanian ke non pertanian banyak dialami oleh lahan di pedesaan yang berada di pinggiran kota (urban periphery). Konversi sawah di daerah urban adalah akibat perluasan pemukiman dan pembangunan pemukiman tersebut akan diikuti pembangunan prasarana ekonomi. Kawasan pinggiran kota ini adalah daerah Kabupaten/Kota yang belum terencana dan dihuni oleh penduduk asli dengan kegiatan perdesaan, sehingga desakan pergeseran pembangunan perumahan ke kawasan tersebut mengakibatkan wajah pola pembangunan perumahan yang sporadis dan tidak tertata. Hal ini mendorong munculnya permasalahan baru seperti kesenjangan sosial dan kekumuhan (slum area) di kawasan pinggian (Budiyono, et. al., 2006). Hasil penelitian Pakpahan (1994) dan Sumaryanto, et. al. (1995) menunjukkan bahwa luas lahan sawah yang terkonversi di Pulau Jawa adalah sebagai berikut: di Jawa Barat pada periode adalah hektar, Jawa Tengah ( ) adalah hektar, DI. Yogyakarta ( ) adalah 2.9 ribu hektar, dan Jawa Timur ( ) adalah hektar. Dengan demikian rata-rata luas lahan sawah di Pulau Jawa yang beralih fungsi sekitar hektar per tahun. Data ini dapat digambarkan oleh tabel berikut:

3 7 Tabel 1. Perkiraan Luas Lahan Sawah di Pulau Jawa Beralih Fungsi ke Penggunaan Lain Propinsi Periode Total Luas Lahan (hektar) Luas Lahan yang Beralih Fungsi (hektar) Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Sumber: Sumaryanto dan Suhaeti (1997) Biro Pusat Statistik mengemukakan luas baku lahan sawah pada tahun 2000 sekitar 3,4 juta hektar. Selama kurun waktu total konversi lahan sawah di Jawa mencapai satu juta hektar, dan pada periode yang sama percetakan lahan sawah baru sekitar 518 ribu hektar, sehingga neraca lahan sawah di Jawa berkurang 483 ribu hektar. Besaran konversi lahan sawah tersebut relatif sama dengan hasil pantauan satelit yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanah dan Agrokimat (Puslitbangtanak). Dari data-data tersebut, dapat diketahui bahwa laju konversi lahan dari tahun ke tahun meningkat. Konversi lahan terjadi hampir di seluruh bagian di Indonesia, baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Namun, laju konversi lahan yang tercepat adalah di Pulau Jawa. Menurut Pakpahan, et. al. (1994), hal ini disebabkan terkonsentrasinya penduduk pulau ini dan merupakan akibat logis dari pertumbuhan sektor industri dan jasa di Jawa yang jauh lebih tinggi dari pulau-pulau lainnya. Sementara seperti yang telah diketahui bersama bahwa, Pulau Jawa adalah pulau yang subur dan menghasilkan produksi beras tersebar di Indonesia. Pulau Jawa adalah penghasil 60 persen dari produksi beras nasional (Pakpahan, et. al., 1994) sehingga fenomena konversi lahan sawah di Jawa harus diwaspadai sebagai salah satu ancaman terhadap pelestarian swasembada beras. Menurut Sumaryanto (2001), pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya motif tindakan ada tiga, yakni untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, dan kombinasi seperti misalnya untuk membangun rumah tinggal yang sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola konversi seperti ini terjadi di sembarang

4 8 tempat, kecil-kecil dan tersebar. Kedua, alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha nonsawah atau kepada makelar. Dampak konversi terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata. Ketiga, menurut prosesnya konversi lahan sawah dapat pula terjadi secara gradual dan seketika (instant). Alih fungsi secara gradual lazimnya disebabkan fungsi sawah tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Alih fungsi secara instant pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban, yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Konversi lahan umumnya diakibatkan oleh adanya krisis ekonomi yang menyebabkan tingginya angka pengangguran sehingga pendapatan masyarakat menurun. Masyarakat yang hanya memiliki aset berupa lahan sawah menjualnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan adalah sebagai berikut: Faktor Ekonomi Faktor ekonomi yang menentukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian, yaitu nilai kompetitif padi menurun, petani merespon dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat, kedekatan lokasi sawah dengan pusat ekonomi, dan pajak lahan yang tinggi sangat nyata mempengaruhi laju konversi lahan (Ilham, et. al., 2006). Selain itu, menurut Sihaloho (2004), pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan tempat tinggal yang makin meningkat. Implikasinya adalah kebutuhan pemukiman juga meningkat. Kebutuhan akan tempat tinggal ini juga dapat dilihat dari perubahan hak atas tanah yang terjadi khususnya dalam proses jual beli lahan yang dimanfaatkan untuk pemukiman. Keterdesakan ekonomi yang menginginkan adanya perubahan paling tidak dipilih masyarakat karena sudah berpuluh tahun tinggal di desa tanpa ada perubahan. Hasil pertanian tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehingga

5 9 dipandang perlu untuk melakukan perubahan, seperti memiliki usaha baru. Mayoritas penduduk yang menjual tanahnya ingin mendapatkan modal untuk usaha lain yaitu untuk melakukan industri rumah tangga (Sihaloho, 2004) Faktor Sosial Menurut Witjaksono (1996) dalam Ilham, et. al. (2006), ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dua faktor terakhir berhubungan dengan sistem pemerintahan. Terbukanya wawasan penduduk pedesaan terhadap dunia baru di luar lingkungannya akibat prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai menyebabkan perubahan perilaku masyarakat desa. Hubungan antara pemilik lahan dengan buruhnya diikat dalam ikatan kekeluargaan meskipun status mereka berbeda satu sama lain. Sistem waris menyebabkan kepemilikan lahan yang semakin menyempit. Bentuk lain yang berhubungan dengan pemecahan lahan adalah lembaga perkawinan yang umumnya berlaku di lingkungan masyarakat petani di pedesaan. Semakin tinggi laju pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan menyebabkan semakin besarnya penyusutan luas lahan sawah. Semakin besar perubahan luas penguasaan lahan per-rumah tangga pertanian pengguna lahan, semakin besar pengaruhnya terhadap laju penyusutan luas lahan sawah (Kustiawan, 1997). Makin banyak jumlah anggota keluarga yang ditanggung petani, maka semakin banyak kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi sedangkan lahan mereka tetap tidak luas. Penghasilan dari pertanian tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, masalah ini menekan mereka untuk tidak bercocok tanam lagi dan mengkonversi lahan mereka (Munir, 2008). Menurut Munir (2008), faktor internal yang menyebabkan konversi lahan salah satunya adalah faktor pendidikan. Konversi lahan dilakukan oleh petani yang belum pernah mengenyam pendidikan. Petani yang berpendidikan akan lebih bijak dalam mengambil keputusan untuk mengkonversi lahan atau tidak. Dengan analisis kualitatif, pendidikan tidak menentukan konversi lahan, namun berhubungan dengan latar belakang ekonomi keluarga. Petani berpendidikan

6 10 rendah berasal dari keluarga kurang mampu. Mereka berpikir dengan mengkonversi lahan bisa mencukupi kebutuhan mereka Kebijakan Menurut Sihaloho (2004), dalam faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian terdapat faktor makro yang meliputi kebijakan pemerintah yang memberikan iklim kondusif bagi transformasi peruntukan suatu kawasan dan pertumbuhan penduduk alamiah dan non-alamiah. Menurut Munir (2008), dukungan pemerintah daerah bagi pertanian mempengaruhi petani untuk memutuskan mengkonversi lahannya atau tidak. Ketika petani tidak mendapat dukungan dari pemerintah, seolah-olah pertanian yang mereka usahakan tidak berarti. Permasalahan meningkat dan langkanya harga saprotan juga mempengaruhi sehingga mereka mengambil keputusan untuk berhenti bercocok tanam. Ditambah lagi dengan adanya privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru, serta deregulasi investasi dan perizinan dapat menyebabkan konversi lahan (Kustiawan, 1997). Pihak swasta yang berinvestasi pun memiliki andil besar dalam terjadinya konversi lahan. Pihak swasta yang menawarkan membeli tanah dan tidak jarang disertai paksaan dan iming-iming pekerjaan. Namun sekarang, banyak petani yang tidak mau merelakan tanahnya dengan mudah kepada pengusaha karena mereka mengetahui tanah yang dikonversi itu hasilnya jauh lebih menguntungkan (Munir, 2008) Dampak Konversi Lahan Konversi lahan pertanian menjadi pemukiman mempunyai dampak positif dan negatif. Menurut Putri (2008), dampak positif dari pembentukan pemukiman yaitu menyebabkan meningkatnya nilai ekonomis yaitu melalui sewa menyewa kontarakan. Namun peningkatan nilai ekonomis ini hanya diterima oleh pemilik tempat sewa tempat tinggal. Konversi lahan juga dapat meningkatnya tingkat kesejahteraan rumah tangga petani, ditunjukkan perubahan pola hidup yang menjadi konsumtif (Munir, 2008). Dari sudut pandang sosial ekonomi, sebagian dari mereka justru mengalami perbaikan kesejahteraan, terutama bagi pemilik

7 11 lahan yang sejak semula merupakan bagian dari lapisan atas penduduk setempat. Walaupun begitu, kecenderungan konversi lahan memang banyak memberikan dampak negatif daripada positif. Dampak konversi lahan sawah dapat dipandang dari dua segi (Ilham, et. al., 2006). Dari segi fungsinya, lahan sawah diperuntukan untuk memproduksi padi. Dengan demikian adanya konversi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Dari segi bentuknya perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan lainnya berimplikasi besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikannya dana untuk mencetak sawah, membangun waduk dan sistem irigasi. Dampak lain dari alih fungsi lahan pertanian adalah kesempatan kerja pertanian menurun sejalan dengan menurunnya lahan pertanian yang tersedia, kesempatan kerja yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan produksi padi, dan degradasi lingkungan (Sumaryanto, Hermanto, dan Pasandaran 1996 dalam Ilham, et. al., 2006). Berikut adalah dampak-dampak yang ditimbulkan dari adanya konversi lahan: Pertanian Dampak terhadap struktur agraria akibat konversi lahan antara lain melalui perubahan pola penguasaan lahan dan perubahan orientasi nilai atas lahan dari segi nilai sosial, nilai kepentingan umum, dan nilai ekonomi. Dampak pertanian meliputi ketimpangan distribusi kepemilikan lahan termasuk perubahan status akses terhadap lahan, petani yang menjual tanahnya dan membeli tanah di tempat lain umumnya masih mempertahankan petani penggarap lahan yang dimilikinya dengan sistem maro atau mertelu (Sihaloho, 2004). Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah dalam rangka menciptakan lingkungan biosifik yang paling optimal bagi bertumbuhkembangnya tanaman padi. Rusaknya jaringan irigasi, pencemaran, dan rusaknya keseimbangan ekologi sawah yang disebabkan konversi lahan, menyebabkan produktivitas padi menurun, dan hal ini akan menyebabkan terancamnya ketahanan pangan.

8 12 Konversi lahan sawah dianggap dapat menjadi ancaman terhadap upaya mempertahankan swasembada beras nasional (Kustiawan, 1997). Berkurangnya lahan sawah berarti ada produksi padi yang hilang (Pakpahan, et. al., 1994). Menurut Sumaryanto, et. al. 2001, ketahanan pangan nasional mutlak tergantung pada padi atau beras. Berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama, penyakit, kekeringan ataupun banjir, berkurangnya produksi padi akibat konversi lahan sawah adalah bersifat permanen. Hilangnya lahan, menurunnya produksi padi, dan isu terancamnya ketahanan pangan sangat berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Pangan adalah kebutuhan primer manusia, dan akan selalu dibutuhkan selama manusia hidup. Akibat pangan yang terancam tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan impor beras. Sedangkan kebijakan impor beras ini justru mematikan petani Indonesia karena beras impor yang dijual lebih murah dibandingkan beras yang dihasilkan oleh petani Indonesia. Akhirnya membuat jurang kemiskinan yang semakin dalam sehingga kesenjangan miskin dan kaya terlihat jelas. Sedangkan dari segi politik, kebijakan impor beras ini melibatkan elit-elit pejabat yang memainkan tender dan menunjukkan hilangnya peran negara dalam kapasitasnya sebagai pengurus urusan rakyatnya (pemenuhan kebutuhan pokok) serta memperjelas bagaimana sistem kapitalisme liberal yang dianut pemerintahan Indonesia tidak memberikan solusi terhadap permasalahan ketahanan pangan yang terjadi di Indonesia Sosial Dampak sosial meliputi kesenjangan antara masyarakat pendatang dengan warga setempat. Hal ini dilihat dari kemampuan ekonomi yang berbeda dan secara sosial budaya tidak terjadi interaksi antar pihak. Pertumbuhan kota-kota besar dengan cepat mengubah lahan perdesaan menjadi perkotaan. Perubahan yang cenderung eksponensial ini diimbangi oleh kesiapan sosial dan ekonomi dari masyarakat yang semula menempati wilayah tersebut, akibatnya mereka cenderung tersingkir oleh aktivitas investasi baru yang masuk kewilayahnya, kemudian mengalami marjinalisasi. Konversi lahan telah menyebabkan perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang dimaksud

9 13 berhubungan dengan perubahan struktur agraria, proses marjinalisasi atau kemiskinan dan pelaku konversi (warga masyarakat) tersubordinasi oleh pihak pemanfaat konversi. Secara khusus implikasi dari perubahan struktur agraria adalah perubahan pola penguasaan agraria, pola nafkah, pola hubungan produksi, dan perubahan orientasi nilai terhadap sumberdaya agraria. Sebaliknya, masuknya modal baru yang saling berlomba dalam situasi dimana Pemerintah Daerah biasanya kurang siap dengan kebijaksanaan pengembangan wilayahnya, rencana tata ruang serta pengarahan melalui pengembangan prasarana terpadu, membawa perkembangan tata ruang yang ruang tertata, dan pemanfaatan lahan yang tidak optimal (Budiyono, et. al., 2006) Ekonomi Dampak negatif akibat konversi lahan ternyata lebih banyak dibandingkan dampak positifnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terutama dalam segi ekonomi. Untuk golongan bawah (terutama buruh tani dan petani gurem) yang terjadi adalah sebagian besar dari mereka tidak dapat secara otomatis beralih pekerjaan/usaha ke sektor nonpertanian sehingga yang terjadi kemudian adalah kondisi semakin sempitnya peluang usaha yang mereka hadapi. Pada saat yang sama, terjadi pula perubahan budaya dari masyarakat agraris ke budaya urban. Yang terjadi kemudian adalah meningkatnya kriminalitas (Sumaryanto, et. al., 2001). Masyarakat yang awalnya menggantungkan perekonomiannya pada lahan pertanian, kini tergantung pada sektor industri akibat konversi lahan. Menurut Kustiawan (1997), konversi lahan sawah terkait dengan dampak sosialekonominya dalam skala mikro rumah tangga pertanian terutama dalam kaitannya dengan pergeseran struktur ketenagakerjaan dan penguasaan pemilikan lahan pertanian di pedesaan. Usaha tani padi merupakan aktivitas ekonomi yang banyak menyediakan lapangan kerja. Oleh sebab itu, konversi lahan sawah bukan hanya menyebabkan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan petani penggarap tetapi juga buruh tani. Jika dilihat ke depan, usaha tani padi menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan pada usaha penggilingan beras dan industri makanan dan minuman. Sedangkan bila dilihat ke belakang, menciptakan kesempatan kerja

10 14 pada usaha penyewaan traktor, industri traktor, industri pupuk, dan sebagainya. Alih fungsi lahan sawah juga menciptakan sejumlah kesempatan kerja dan pendapatan pada pihak lain. Tiap hektar lahan sawah yang terkonversi ke nonpertanian (industri misalnya) mempunyai nilai output, pendapatan, maupun kesempatan kerja yang tercipta pada umumnya jauh lebih besar namun kenyataannya masyarakat lokal (pemilik tanah semula dan buruh tani) banyak sekali yang tidak dapat menikmati kesempatan kerja dan pendapatan dari aktivitas ekonomi yang baru tersebut (Sumaryanto, et. al., 2001). Hal ini disebabkan petani tidak mempunyai kapasitas dan keahlian yang membuat mereka mampu bersaing di sektor industri Politik Dampak politik dari konversi lahan menurut Sihaloho (2004), selain akumulasi modal yang dilakukan pemodal untuk meningkatkan usaha tani juga terdapat praktek memanfaatkan dominasi modal kepada pihak-pihak yang berkuasa di sisi lainnya. Sebagai pihak yang menguasai modal, mereka mengembangkan usahanya dengan leluasa dan menyelesaikan semua kerugian sumberdaya yang diakibatkan oleh mereka dengan kekuasaan modal yang dimiliki. Pembangunan pemukiman maupun industri di atas lahan yang awalnya adalah lahan pertanian menyebabkan rusaknya sistem irigasi. Anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk pembangunan irigasi (konstruksi baru) merefleksikan nilai investasi yang dibutuhkan. Nilai investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu hektar lahan sawah beririgasi teknis semakin mahal seiring dengan makin tingginya harga tanah dan makin sedikitnya sumber-sumber air yang potensial. Jika biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan sistem irigasi dan pengembangan kelembagaan pendukung juga diperhitungkan maka investasi yang selama ini telah kita tanamkan untuk mengembangkan suatu ekosistem sawah diperkirakan sekitar dua kali lipat dari angka-angka tersebut. Secara implisit hal-hal tersebut harus diperhitungkan sebagai bagian dari kerugian akibat konversi lahan sawah (Sumaryanto, 2001). Perubahan fungsi lahan juga menyebabkan penataan ulang kelembagaan

11 15 pertanian. Menurut Nasoetion dan Winoto (1996) dalam Ilham, et. al., 2006, biaya investasi pengembangan struktur sosial terutama dalam bentuk pengembangan sistem kelembagaan pertanian, yang menjadi soko guru sistem produksi beras di Indonesia sangat mahal Ekologi Dampak ekologi dari konversi lahan dapat berupa pencemaran. Pencemaran atau polusi oleh Jayadinata (1999) dalam Putri (2008), dinyatakan sebagai akibat dari suatu kegiatan atau suatu proses menghasilkan hasil sampingan yang merusak sistem buatan manusia. Apalagi jika dengan lahan yang terbatas dan jumlah penduduk yang perbandingannya tidak seimbang dengan luas lahan ditambah oleh sikap masyarakat yang kurang memperhatikan lingkungan terutama dalam hal pembuangan sampah. Fungsi utama dari lahan yaitu sebagai daerah resapan air kini tidak berfungsi kembali dengan semestinya. Dampak ekologi jangka panjang yang paling dirasakan yaitu timbulnya bencana banjir setiap tahunnya. Timbulnya pemukiman menyebabkan sistem penyerapan air terganggu, dipicu juga oleh limbah sampah rumah tangga dari pemukiman. Lahan pertanian yang telah banyak berubah fungsi tidak diimbangi oleh pencetakan kembali lahan pertanian baru. Menurut Sumaryanto, et. al. (2001), sekali lahan sawah berubah fungsi, berarti tak lagi lahan tersebut dapat menjadi sawah kembali. Semakin tinggi produktivitas lahan sawah yang terkonversi, semakin tinggi pula kerugian yang terjadi. Penurunan kualitas dalam konteks ini menyangkut tingkat ketersediaan air dan kesuburan tanah. Ada pula kerugian yang sifatnya tidak langsung, yakni turunnya produktivitas lahan sawah di sekitarnya sebagai akibat degradasi ekologi lahan sawah. Menurut Sumaryanto (2001), dampak negatif lain akibat konversi lahan sawah merupakan akibat lanjutan dari rusaknya ekosistem sawah. Tak dapat diingkari bahwa untuk wilayah tropis maka fungsi sawah pada musim penghujan bukan sekedar lahan yang dipergunakan untuk budi daya padi, tetapi juga merupakan hamparan yang efektif untuk menampung kelebihan air limpasan. Secara teknis, areal pesawahan telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga sebagian dari air limpasan tertampung di areal pesawahan dengan tinggi genangan

12 16 yang tidak berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman padi. Adapun kasus di Cimacan seperti yang diungkapkan oleh Bachriadi dan Lucas (2001) yaitu sekitar 31.6 hektar lahan sawah dikonversi lahan pertanian menjadi non pertanian (lapangan golf) dan diambil alih oleh pihak swasta. Lapangan golf adalah monoculture ecosystem, dan seperti kita ketahui bahwa sistem seperti ini berdampak negatif terhadap lingkungan hidup setempat. Pembangunan lapangan golf mengakibatkan terjadinya penggundulan hutan, penggalian tanah, dan pemadatan tanah yang dapat menimbulkan banjir di musim hujan. Penggundulan hutan akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan air, meningkatkan erosi tanah, dan menyebabkan terjadinya pendangkalan daerah aliran sungai. Setelah tanah diratakan buldoser, diuruk pasir, dipadatkan, dan ditanami rumput, sebagian besar pasir yang digunakan mengalir kembali ke sungai bersama air hujan. Pasir itu kemudian mengendap di kolam air yang ditumbuhi teratai di tengah-tengah hutan. Upaya pencegahan yang dilakukan justru berakibat lebih besar. Sungai lebih keruh dan sering banjir. Air hujan yang mengalir ke sungai itu juga bercampur dengan sisa bahan kimia sehingga mencemari sungai. Sisa bahan kimia tersebut berasal dari pupuk, pestisida, serta obat-obatan beracun lain yang digunakan unutk mengeraskan dan menyuburkan tanah, serta mencegah timbulnya rumput liar dan hama. Padahal banyak penduduk memanfaatkan air sungai itu untuk mandi, bahkan sebagai sumber air minum sehingga timbul wabah muntaber. Di musim kemarau, untuk menjaga agar rumput lapangan golf tampak hijau, pengelola mengambil air dari sungai. Akibatnya penduduk kekurangan air di akhir musim kemarau. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cianjur juga protes karena air minum yang diambil dari Sungai Cikundul menjadi keruh. Konversi lahan menjadi lapangan golf ini juga berdampak negatif terhadap ekologi Taman Nasional Gunung Pangrango (TNGP). Padahal sejak 1989 TNGP ditetapkan sebagai cagar alam. Pembangunan lapangan golf menggangu keseimbangan alam. Selain itu, demi menyambung hidup, petani yang tergusur terpaksa merusak lingkungan dan melanggar hukum. Petani banyak yang mencuri tanaman langka di TNGP, seperti beraneka jenis pakis, jenis tanaman bibit bonsai, anggrek, dan tumbuhan hias untuk dijual.

13 17 Kawasan seluas hektar TNGP ini berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan bagi daerah sekitarnya (Sukabumi, Bogor, Cianjur, Jakarta). Fungsi ini berjalan baik bila kondisi kawasan penyangganya (buffer zone), seperti perkebunan teh di kawasan Puncak juga baik. Masalah muncul karena pemerintah pusat dan Pemda Tingat II Cianjur tidak melaksanakan konsep tata ruang kawasan Bogor-Puncak-Cianjur secara konsisten. Mereka membolehkan berbagai proyek agrowisata dikembangkan di atas lahan yang telah diterapkan sebagai kawasan penyangga. Indonesia telah memiliki peraturan tentan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang mewajibkan pelaksana proyek membuat penyajian informasi lingkungan untuk memperoleh ijin lokasi. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Skephi bersuara keras terhadap akibat buruk pembangunan lapangan golf terhadap lingkungan. Untuk memelihara rumput lapangan golf -yang seringkali harus diimpordigunakan pestisida, herbisida, dan obat-obatan lain. Pestisida yang kemudian larut dalam air dan mengalir ke saluran air atau sungai akan menyebabkan tanaman air, ikan, dan hewan ampibi lain mati. Penggunaan pupuk secara berlebihan, yang kemudian larut dalam air, akan menyebabkan kanal menjadi dangkal dan tersumbat kerana tumbuhan liar menjadi subur. Untuk mempertahankan rumput tetap subur diperlukan banyak air. Penggunaan air yang besar ini dapat mengganggu debit air tanah di sekitar lapangan golf. Pembangunan lapangan golf membuat struktur dan susunan kimia tanah rusak. Hal ini disebabkan untuk mempertahankan kadar air tanah dan kelembaban digunakan berbagai bahan penguruk, seperti karang, ijuk, busa, dan dilakukan penggalian. Dampak ekologi ini dalam jangka panjang akan sangat mempengaruhi perubahan struktur agraria. Dengan demikian, berubah pula pola penghidupan masyarakat. Hilangnya fungsi tanah sebagai resapan air akan menyebabkan banjir yang tidak terkendali dan rusaknya sumberdaya alam. Hal ini berakibat masyarakat lebih memilih untuk berpindah ke tempat yang sumberdaya alamnya masih dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka secara baik dengan membuka lahan. Sumberdaya tersebut pada umumnya berada di areal yang sebenarnya diperuntukkan bagi konservasi. Akibatnya rusaknya sumberdaya alam semakin meluas.

14 Kerangka Pemikiran Perubahan struktur agraria dari lahan pertanian ke pemukiman atau industri menyebabkan perubahan fungsi lahan. Lahan pertanian yang berfungsi sebagai penopang pangan negara berubah fungsinya menjadi tempat usaha dan perputaran ekonomi. Pada umumnya konversi lahan terjadi di areal pedesaan yang berada di pinggiran kota atau urban. Perubahan desa menjadi kota ini juga diikuti dengan perubahan perilaku masyarakatnya dan perubahan kepemilikan lahan. Begitu pula kebijakan pemerintah yang mempunyai peran penting dalam keputusan masyarakat untuk mengkonversi lahannya, diantaranya kebijakan pemerintah dalam subsidi pupuk atau bibit yang dapat mendukung keberlangsungan sektor pertanian. Jika pemerintah menghapuskan atau mengurangi subsidi tersebut, petani pun merasa pemerintah tidak mendukung pertanian sehingga mereka lebih cenderung menjual tanah pertaniannya. Ketiga hal tersebut yang secara umum mempengaruhi konversi lahan yang ada di Indonesia. Konversi lahan terutama di Pulau Jawa dari tahun ke tahun meningkat. Tentu saja hal ini berdampak banyak terhadap berbagai aspek. Konversi lahan berdampak positif terhadap peningkatan nilai ekonomis dengan sistem sewa menyewa. Namun tentu saja, dampak negatif lebih banyak dibanding dampak positif. Konversi lahan berdampak terhadap beberapa aspek, diantaranya aspek sosial, ekonomi, politik, dan ekologi. Kesenjangan antar masyarakat di desa menjadi indikator dampak konversi lahan terhadap aspek sosial, yaitu pihak yang mengkonversi lahan derajatnya menjadi turun dalam hal stuktur kepemilikan dan penguasaan lahan dan sebaliknya. Kemudian aspek ekonomi dapat diukur dengan keterkaitan antara luas lahan, produktivitas, dan pendapatan. Aspek politik diukur dengan perizinan investasi yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat dengan tujuan pembangunan. Terancamnya ekologi mempunyai indikator, diantaranya daya dukung lingkungan menurun, terganggunya sistem resapan air, dan peluang banjir meningkat. Beberapa aspek tersebut tentu saja berkaitan satu sama lain. Kerugian yang ditimbulkan oleh konversi lahan terhadap ekologi setempat menyebabkan sistem yang lain terganggu (Gambar 1).

15 19 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi lahan - Ekonomi - Sosial - Kebijakan Konversi Lahan Pertanian ke non-pertanian Pemukiman (Kompleks perumahan) Dampak Sosial Ekonomi Politik Ekologi - Kesenjangan antar masyarakat di Desa - tingkat pendapatan - luas lahan - produktivitas - perizinan investasi - kondisi sungai - kondisi udara - daya dukung lingkungan - sistem resapan air - peluang banjir Gambar 1. Bagan Alur Berfikir Dampak Konversi Lahan Terhadap Keberlanjutan Ekologi Keterangan: Hubungan Ada Keterkaitan 2.3 Hipotesa Pengarah Adapun hipotesis pengarah yang membantu peneliti dalam mengarahkan dan memudahkan pencarian data dan proses pengujian hipotesis, antara lain: 1. Diduga terdapat hubungan antara kedekatan lokasi desa dengan pusat ekonomi, kebutuhan hidup, pendapatan dari hasil pertanian, dan pertumbuhan penduduk dengan keputusan petani untuk mengkonversi lahan;

16 20 2. Diduga terdapat hubungan antara perubahan perilaku masyarakat dan perubahan hubungan kepemilikan lahan dengan keputusan petani untuk mengkonversi lahan; 3. Diduga terdapat hubungan antara dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian dengan keputusan petani untuk mengkonversi lahan; 4. Diduga konversi lahan berdampak negatif terhadap aspek sosial masyarakat yang mengkonversi lahan, yaitu kesenjangan antar masyarakat desa; 5. Diduga konversi lahan berdampak negatif terhadap aspek ekonomi yaitu luas lahan menurun berakibat produktivitas pertanian menurun dan pendapatan pun menurun; 6. Diduga konversi lahan berdampak negatif pada aspek politik, yaitu banyaknya investasi yang masuk ke Desa Mulyaharja; 7. Diduga konversi lahan berdampak negatif pada aspek ekologi yaitu menurunnya daya dukung lingkungan, terganggunya sistem resapan air, dan meningkatnya peluang banjir sehingga produktivitas hasil pertanian menurun; dan 8. Diduga ada keterkaitan antara dampak sosial, ekonomi, dan poltik terhadap aspek ekologi. 2.4 Definisi Konseptual Adapun hal-hal yang dibatasi antara lain: 1. Konversi lahan adalah peristiwa perubahan fungsi lahan di luar kegiatan pertanian, baik sebagian, maupun keseluruhan. Dalam hal ini, konversi lahan yang dimaksud ialah proses perubahan fungsi lahan pertanian menjadi fungsi non-pertanian (pembangunan kompleks perumahan); 2. Faktor ekonomi yang mempengaruhi konversi lahan yaitu kedekatan lokasi dengan dengan pusat ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang menyebabkan keterdesakan ekonomi dalam hal daya saing usahatani, kebutuhan akan tempat tinggal, dan hasil pertanian tidak mencukupi; 3. Faktor sosial yang mempengaruhi konversi lahan yaitu perubahan pola pikir masyarakat desa ke kota. Hal ini menyebabkan perubahan perilaku

17 21 masyarakat dan hubungan kepemilikan lahan; 4. Faktor kebijakan yang mempengaruhi konversi lahan yaitu dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian. Termasuk diantaranya kebijakan subsidi bibit dan pupuk, serta kebijakan impor beras; 5. Kesenjangan antara masyarakat adalah pihak yang mengkonversi lahan derajatnya menjadi turun dalam hal stuktur kepemilikan dan penguasaan lahan dan sebaliknya, serta masyarakat yang tidak mempunyai tanah cenderung tak bisa akses dalam politik desa (menjadi elit desa maupun kemampuan untu menyuarakan pendapat); 6. Perizinan investasi berkaitan dengan kebijakan pemerintah desa untuk menerima investasi dari pihak luar desa akibat pembangunan pemukiman yang pada umumnya diikuti pembangunan ekonomi; 7. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya atau kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung 1lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan; 8. Sistem resapan air adalah sistem lapisan tanah yang mampu menyerap air, yang mempunyai daya tahan tanah untuk menahan curah hujan. Pembangunan di area resapan menyebabkan tanah tidak mampu ditembus oleh kelembaban karena dipenuhi beton-beton menyebabkan hilangnya daerah resapan air; dan 9. Peluang banjir adalah kemungkinan meluapnya air dan tidak tertampungnya air hujan oleh daerah resapan air. 2.5 Definisi Operasional 1. Tingkat pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan rata-rata responden yang diperoleh selama satu bulan. Pengukuran: 1. rendah: < Rp

18 22 2. sedang: Rp Rp tinggi: > Rp Luas lahan yang dimiliki adalah ukuran lahan yang dimiliki oleh responden dalam satuan hektar. Pengukuran: 1. Sempit : 0,01-0,49 hektar 2. Sedang : 0,5-0,99 hektar 3. Luas : 1 hektar 3. Produktivitas pertanian berkaitan dengan jumlah produksi per luasan lahan. Pengukuran: 1. Rendah : < 4500 kilogram per hektar 2. Sedang : kilogram per hektar 3. Tinggi : > 5000 kilogram per hektar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 63 BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 7.1 Dampak Ekologi Konversi lahan pertanian ke pemukiman sangat berdampak negatif terhadap ekologi. Secara ekologis, perubahan telah terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN ISSN 0216-8138 52 DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN Oleh I Ketut Suratha Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali Abstrak

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi. II. LANDASAN TEORI A. Alih Fungsi Lahan Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan ruang darat yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia memanfaatkan lahan dalam wujud penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun kondisi sumberdaya alam terbatas. Berdasarkan hal tersebut, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah

I. PENDAHULUAN. komunitas mengubah ekosistem hutan atau lahan kering menjadi sawah adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkaji permasalahan tentang fungsi lahan sawah terkait erat dengan mengkaji masalah pangan, khususnya beras. Hal ini berpijak dari fakta bahwa suatu komunitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pertanian dan Petani Pertanian memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyediaan kebutuhan pangan melainkan sumber kehidupan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya yang termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah TINJAUAN PUSTAKA Definisi Land Rent Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan. Menurut (Heady dan Jensen, 2001) penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensifikasi pertanian di lahan yang selama ini digunakan untuk pertanian tradisional, ladang berpindah atau bentuk pertanian extensif lainnya membutuhkan pengetahuan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian

A. Latar Belakang. ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan pertanian dapat memberikan banyak manfaat seperti dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan hutan lindung, khususnya hutan yang menjadi perhatian baik tingkat daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan tersebut

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kaya yang dikenal sebagai negara kepulauan. Negara ini memiliki banyak wilayah pesisir dan lautan yang terdapat beragam sumberdaya alam. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Pola Konversi dan Pemanfaatan Lahan yang Dikonversi

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Pola Konversi dan Pemanfaatan Lahan yang Dikonversi 7 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini akan menjelaskan mengenai acuan-acuan yang melandasi pemikiran terhadap permasalahan dalam penelitian. Beberapa acuan diperoleh dari laporan hasil penelitian, baik cetak maupun

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agraria Pengertian agraria menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 (UU No.5 Tahun 1960) adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

Multifungsi Lahan dan Revitalisasi Pertanian

Multifungsi Lahan dan Revitalisasi Pertanian Multifungsi Lahan dan Revitalisasi Pertanian Oleh : Irawan Pengetahuan dan pemahaman masyarakat di Jepang terhadap multifungsi pertanian sudah sedemikian rupa sehingga pertanian dinilai bukan dari hasil

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan unsur dari geosfer yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kehidupan manusia sangat tergantung pada lahan. Manusia memanfaatkan lahan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci