PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI DISTRIK MISOOL BARAT ELVA LESTARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI DISTRIK MISOOL BARAT ELVA LESTARI"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI DISTRIK MISOOL BARAT ELVA LESTARI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Distrik Misool Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Elva Lestari NIM I

4

5 ABSTRAK ELVA LESTARI. Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Distrik Misool Barat. Dibimbing oleh ARIF SATRIA. Distrik Misool Barat merupakan salah satu Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Raja Ampat, di dalam pengelolaan sumber daya lautnya terdapat kearifan lokal pada masyarakat berupa Sasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat pada kawasan konservasi perairan daerah Distrik Misool Barat. Menganalisis dari faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pengelolaan sumber daya, serta unsur-unsur pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah. Metode penelitian yang digunakan, menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa Sasi di kawasan konservasi perairan daerah sudah efektif dan berjalan baik, dibandingkan kebijakan pemerintah untuk pengelolaan sumber daya laut kebijakan Kawasan Konservasi Perairan Daerah tidak terlepas dari Sasi, serta masyarakat memiliki peran penting dalam pengelolaan sumber daya laut yang dibantu oleh tokoh agama, ketua adat, tokoh masyarakat, dan LSM TNC. Hasil dari segi tingkat keberlanjutan sumber daya laut yang ada disana, termasuk kategori Good. Kata kunci: kawasan konservasi laut, pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat, pengelolaan sumber daya berkelanjutan, multi-dimensional scalling. ABSTRACT ELVA LESTARI. Community Based Marine Conservation Managament in West Misool District. Supervised by ARIF SATRIA. West Misool District is one of the Marine Protected Areas in Raja Ampat,wherein Sasi is found. The purpose of the study was to determine and analyze the performance of Sasi as a model of community-based marine conservation management, and to analyze the external and internal factors affecting it. The methods used in this research, are using quantitative and qualitative approaches. The results showed that Sasi in marine conservation areas has been effectively practiced compared to the government based conservation management. Marine Protected Areas policies should not be separated from Sasi, and the community has an important role in the management of marine resources, supported by religous leaders, traditional leaders, community leaders, and NGOs. Furthermore, the sustainability performance of marine conservation area can be categorized as Good. Keywords: marine protected areas, marine resource management, community-based sustainable resource management, multidimentional scaling.

6

7

8

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Distrik Misool Barat dapat diselesaikan dengan baik. Laporan skripsi ini ditujukan untuk mendapat gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sain Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada keluarga tercinta khususnya Ayahanda Mumuh Mulyadi dan Ibunda Nurmawaty atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Dr Arif Satria, SP MSi, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan kritik dan juga saran, serta terdapat motivasi dan inspirasi selama proses penulisan laporan skripsi ini. Pada umumnya masyarakat di Distrik Misool Barat, khususnya para responden, nelayan di Desa Lilinta, dan keluarga Bapak Rajak, masyarakat di Desa Kapatcol dan Masyarakat di Desa Biga yang telah memberikan berbagai cerita, pengalaman hidup, pengetahuan, dan hal-hal baru lainnya. Bupati Raja Ampat, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Raja Ampat yang mengizinkan penulis melakukan penelitian dan juga The Nature Conservancy (TNC) Raja Ampat yang memberi kesempatan dan bantuan selama proses melaksanakan penelitian di Kawasan Konservasi Perairan Distrik Misool Barat. Sahabat, rekan-rekan sebimbingan, keluarga besar Forum Indonesia Muda Regional Bogor, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor Kabinet Berkarya dan Kreasi Untuk Negeri, IsUnite, Public Relation Community, Rumah Belajar-kids FIM Hore Bogor, keluarga besar mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 47 atas kebersamaannya selama ini, serta semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerja sama kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Januari 2015 Elva Lestari

10

11 DAFTAR ISI PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 5 Manfaat Penelitian... 6 PENDEKATAN TEORITIS... 7 Tinjauan Pustaka... 7 Dasar Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan Daerah... 7 Tujuan dan Manfaat Konservasi Laut... 7 Pengelolaan Sumber Daya Laut Berbasis Masyarakat... 8 Tipologi dan Karakteristik Nelayan Unsur-unsur Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat Penetapan Zona-zona Sebagai Batas Wilayah Tipe-tipe Rezim Kepemilikan Faktor-faktor dalam Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat Faktor Eksternal dan Faktor Internal Konsep Pembangunan Berkelanjutan Multidimensional Scaling Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Hipotesis Uji Definisi Konseptual Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pemilihan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM DISTRIK MISOOL BARAT Kondisi Geografi dan Demografi... 33

12 Karakteristik Penduduk Potensi Sumber daya Perikanan dan Laut Distrik Misool Barat KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik Usia Tingkat Pendidikan Responden Pengalaman Sebagai Nelayan Jumlah Tanggungan Keluarga Tingkat Pendapatan Nelayan Selama Satu Bulan Terakhir Tingkat Perkiraan Pengeluaran Nelayan Selama Satu Bulan KARAKTERISTIK USAHA NELAYAN Ukuran Mesin Kapal Modal Melaut Selama Satu Bulan Hasil Tangkapan dan Armada Melaut SEJARAH KAWASAN KONSERVASI DI RAJA AMPAT Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam pengelolaan sumber daya di Raja Ampat Peran UPTD pengganti sistemnya dari Lembaga Swadaya Masyarakat Keterkaitan Sasi dengan Penetapan Kawasan Konservasi UNSUR-UNSUR PENGELOLAAN SUMBER DAYA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH MISOOL BARAT Sasi : Kearifan Lokal Sebagai Konservasi Tradisional Batas Wilayah Aturan Hak Sanksi Pemegang otoritas Pengawasan dan Evaluasi Sasi Ibu-ibu Batas Wilayah Aturan Hak Sanksi... 62

13 Pemegang otoritas Pengawasan dan Evaluasi FAKTOR EKSTERNAL DAN FAKTOR INTERNAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA BERBASIS MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH Faktor Eksternal Pengakuan dari pemerintah Kebijakan pengelolaan sumber daya Faktor Internal Tingkat Homogenitas Masyarakat Sejarah pengelolaan lokal Kompleksitas ekonomi wilayah Kepemimpinan dan proses inisiasi TINGKAT KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA LAUT DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH Dimensi Ekologi Dimensi Hukum dan Kelembagaan Dimensi Sosial Dimensi Ekonomi Dimensi Teknologi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DOKUMENTASI RIWAYAT HIDUP

14 DAFTAR TABEL 1 Definisi pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (PSBM) 10 2 Karakteristik masyarakat pesisir 12 3 Tipologi nelayan 12 4 Rezim kepemilikan 14 5 Status kepemilikan sumber daya alam 15 6 Faktor eksternal dan internal pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat 16 7 Dimensi dan Atribut Keberlanjutan 24 8 Ukuran stress dikaitkan dengan kecocokan model 31 9 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan seks ratio di Distrik Misool Barat Tahun Kalender musim nelayan Distrik Misool Barat Jumlah dan persentase usia responden menurut golongan usia Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman sebagai nelayan Jumlah dan persentase responden menurut tingkat tanggungan keluarga responden selama satu bulan terakhir Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan neayan selama satu bulan terakhir Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengeluaran rumah tangga nelayan selama satu bulan Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kekuatan mesin kapal yang digunakan Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal melaut selama satu bulan terakhir Jumlah dan persentase ikan yang ditangkap dalam satu kali loading Beberapa jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan di Distrik Misool Barat Sejarah singkat kawasan konservasi di Kabupaten Raja Ampat Mekanisme dalam tutup dan buka Sasi Tipe Sanksi dan penerapannya Mekanisme tutup Sasi dan buka Sasi Ukuran biota laut yang dapat dipanen Nilai statistik tingkat keberlanjutan sumber daya 67 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka penelitian 19 2 Kerangka analisis tingkat keberlanjutan 30 3 Peta Kawasan Raja Ampat 34 4 Desa Lilinta pusat Distrik Misool Barat 36 5 Jenis katinting yang digunakan masyarakat di Distrik Misool Barat 43 6 Alur singkat sejarah kawasan konservasi di Raja Ampat 50

15 7 Buka Sasi "ibu-ibu" di Kapatcol 62 8 Diagram dimensi ekologi 68 9 Diagram dimensi hukum dan kelembagaan Diagram dimesni sosial Diagram dimensi sosial Diagram teknologi Diagram layang-layang dimensi keberlanjutan 73

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai km 2 dengan luas wilayah laut yang mendominasi total luas teritorial Indonesia sebesar 7.7 juta km 2. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber daya kelautan yang besar, termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar (Data Pusat Statistik KKP 2011). Menurut Dahuri (2003), karakteristik geografis Indonesia serta struktur dan tipologi ekosistemnya yang didominasi oleh lautan telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai Mega-biodiversity terbesar di dunia, yang merupakan justifikasi bahwa Indonesia merupakan salah satu negara bahari terbesar di dunia Berdasarkan jenisnya sumber daya kelautan dibagi menjadi sumber daya yang dapat pulih (renewable resources), sumber daya yang tak dapat pulih (unrenewable resources), energi kelautan dan jasa-jasa lingkungan. Menurut (Supriharyono 2007) pemanfaatan sumber daya alam di wilayah pesisir yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan sumber daya alam itu sendiri, konservasi sumber daya hayati laut merupakan salah satu implementasi pengelolaan ekosistem sumber daya laut dari kerusakan akibat aktivitas manusia bahwa kawasan konservasi ini biasanya dilindungi oleh hukum, sehingga sering disebut pula sebagai kawasan lindung. Melalui Undang-undang 5 Tahun 1990 yaitu, pemerintah pusat berwenang menetapkan kawasan konservasi yang meliputi taman nasional, taman hutan, serta taman wisata alam (Damanik, Satria, Prasetiamartati 2006). Menurut Satria (2002a) secara makro dan ekstensif, pengelolaan atas sumber daya alam selama ini memang berada dibawah kewenangan pemerintah pusat berdasarkan UUD 45 Pasal 33 Ayat 3. Dalam konteks legal makro, dijelaskan bahwa tanah, air, dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dikelola oleh negara dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Sebagai pihak yang berperan dalam melindungi sumber daya alam, pemerintah menggunakan instrumen kebijakan dengan menetapkan suatu wilayah sebagai kawasan konservasi, awalnya wilayah yang merupakan kawasan konservasi seringkali dijadikan sebagai wilayah pemanfaatan oleh masyarakat. Kondisi tersebut mengakibatkan aturan-aturan yang dibuat untuk kegiatan konservasi mengeliminasi hak-hak masyarakat dalam mengakses dan mengontrol sumber daya laut (Satria 2009b), contoh pada Kabupaten Raja Ampat yang memiliki sistem Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 27 Tahun 2008, menyebabkan pro dan kontra pada masyarakat di sana. Masalah lain yang ditimbulkan dari praktek rezim pengelolaan terpusat adalah munculnya eksternalitas negatif 1 di bidang perikanan, yaitu: gejala tangkap lebih (over fishing), rusaknya terumbu karang akibat aktivitas pengeboman dan penggunaan potasium sianida, rusaknya hutan mangrove dan lain sebagainya 1 Eksternalitas adalah suatu akibat yang harus ditanggung secara bersama masyarakat yang disebabkan oleh aktivitas yang ditimbulkan pihak lain.

18 2 (Satria 2002) dikutip (Solihin, Satria 2007). Pada pelaksanaannya Satria (2002a) mengungkapkan bahwa pengelolaan berbasis pemerintah pusat memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) aturan-aturan yang dibuat kurang terinternalisasi dalam masyarakat (2) biaya transaksi yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan sangat besar sehingga menyebabkan lemahnya penegakkan hukum. PKSPL IPB (2007) dikutip (Tawakal 2012) pun mengungkapkan bahwa kelemahan model sentralistis yang menutup pintu partisispasi masyakat, memakan biaya pengawasan hukum yang cukup mahal, lemahnya penegakan hukum, serta bias terhadap pemilik modal, terbukti telah menghancurkan sumber daya perikanan. Otonomi daerah atau desentralisasi dalam pengelolaan, merupakan awal dari pengelolaan sumber daya laut dan perikanan yang berkelanjutan, dimana terdapat ruang untuk masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Sebagian daerah yang memiliki institusi lokal, yang masih mencerminkan kearifan lokal merupakan salah satu kekuatan diterapkannya Undang-undang No 22 Tahun 1990 (Satria 2002a). Pada Undang-undang No 31 Tahun 2004 Pasal 2 menyebutkan bahwa, pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan pemerataan keterpaduan, keterbukaan, efisisensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Pasal 6 Undangundang No 31 Tahun 2004 menyebutkan pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat. Pasal 60 merupakan salah satu bagian penting dalam Undang Undang PWP yang mengatur hak masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Perairan. Secara tegas bahwa masyarakat memiliki hak akses maupun hak pengelolaan (Satria, 2009b). Konsep yang kemudian dihasilkan untuk merubah rezim pengelolaan berbasis pemerintah pusat adalah pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (Community Based Management). Pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat dimana memberikan insentif bagi masyarakat untuk mandiri dalam wadah-wadah organisasi di tingkat lokal, pengawasan terhadap pelaksanaan lokal pun lebih efektif dan semakin kuat karena dilakukan oleh masyarakat secara lembaga (Satria 2002a), contoh yang paling mudah ditemukan di Indonesia adalah sistem Sasi di Maluku. Berbicara mengenai pemanfaatan dan pengelolaan, dalam pemanfaatan sumber daya alam pada suatu wilayah biasanya sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Banyak fakta di negara-negara lain yang menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya laut yang mengutamakan nilai-nilai lokal sebagai aturan formal, sangat mendukung proses pemanfaatan yang bertanggung jawab. Pemanfaatan yang bertanggung jawab mampu menjaga kelestarian sumber daya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang dialami Jepang, negara ini menggunakan fishery right dalam mengelola sumber daya lautnya. Nilai-nilai tersebut diangkat dari hak-hak ulayat (soyu) yang dulu pernah berkembang di Jepang dan telah mengakar dalam diri masyarakat nelayan Jepang (Satria, et al 2002a). Keuntungan sistem pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat sudah banyak dikenal dalam kegiatan irigasi, hutan masyarakat dan pertanian. Mudahnya pengawasan yang dilakukan secara langsung oleh masyarakat terhadap lingkungan sumber dayanya, sehingga dapat menjaga kelestarian sumber daya (Solihin, Satria 2007). Selain itu dengan adanya pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat, membuka ruang bagi masyarakat

19 3 untuk berpartisipasi dan menjaga keberlanjutan dari sumber daya laut. Upaya pengelolaan berbasis masyarakat di sektor perikanan dan kelautan umumnya masih dalam tahap pengembangan. Hal ini barangkali disebabkan oleh rumitnya sistem sumber daya pesisir dan laut serta struktur sosial budaya masyarakat nelayan/pesisir (Bengen 2001). Namun terdapat kelebihan dari pengelolaan berbasis masyarakat dalam pengelolaan perikanan contohnya di Wilayah Lombok Utara adalah salah satunya dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, karena sesuai dengan aspirasi dan keinginan masyarakat sendiri serta sesuai dengan budaya lokal. Di Kepulauan Raja Ampat, sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (sekitar 80%) dan petani. Mata pencaharian sebagai nelayan merupakan mata pencaharian pokok yang dianggap memberikan hasil bagi penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kegiatan penangkapan ikan ini dilakukan, baik pada siang hari maupun malam hari dan umumnya masih secara tradisional. Meskipun penduduk di Kabupaten Raja Ampat mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, namun potensi perikanan yang begitu besar masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat (KKP 2012). Pemahaman tentang pola-pola pemanfaatan sumber daya laut dan peraturan pengelolaannya adalah sebuah komponen penting dalam sistem perikanan berkelanjutan dan pengelolaan sumber mata pencarian di laut, sementara perikanan ilegal dan tidak diatur diketahui mengancam sumber daya laut, penelitian terbaru memperlihatkan bahkan perikanan artisanal berskala kecil pun dapat menyebabkan tangkap-lebih jika tidak dikelola dengan baik. Jejaring KKP Raja Ampat yang luas adalah idelal untuk perlindungan dan pemulihan ekosistem laut dan lokasi tangkap yang penting, akan tetapi justru keterpencilannya menyebabkan kesulitan mendeteksi aktivitas illegal yang dilakukan oleh nelayan 2. Pada November tahun 2012, masyarakat adat Pulau Misool mengukuhkan kepedulian mereka terhadap pelestarian sumber daya laut lewat upacara adat Timai untuk mendeklarasikan zonasi KKLD Misool Timur Selatan yang mencakup area seluas 366 ribu hektare. Dari luas total KKLD itu, sekitar 82 hektare di antaranya didedikasikan menjadi wilayah Sasi oleh masyarakat Kampung Folley 3. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa masyarakat adat menjaga sumber daya laut, untuk keberlanjutan kehidupan mereka, karena secara tidak langsung kehidupan mereka tergantung dengan laut. Salah satu cara yang dikembangkan untuk melihat keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat adalah dengan menilai keberlanjutannya menurut atribut-atribut pembangunan berkelanjutan dari setiap dimensi menggunakan Metode multi variabel yang disebut multidimensional scaling (MDS), metode ini digunakan untuk menilai secara cepat status keberlanjutan pembangunan sektor tertentu yang. Metode tersebut yang digunakan oleh penulis untuk menilai keberlanjutan di Raja Ampat, tepatnya di daerah Distrik Misool Barat, selain itu perlu ada kajian dan beberapa hal yang 2 Pengelolaan Berbasis Ekosistem di Bentang Laut Kepala Burung Indonesia, Menerjemahkan Hasil Kajian Ilmiah Ke rancangan Aksi Pengelolaan Sumber Daya Laut 3 Kutipan pada artikel yang berjudul Buka Sasi, Nelayan di Raja Ampat Panen Teripang diakses pada 29 Januari 2014 pukul di Panen-Teripang

20 4 perlu dipertimbangkan karena masih sedikit penelitian mengenai pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat secara khusus pada kawasan konservasi di beberapa wilayah Distrik Raja Ampat. Penelitian ini dilakukan di Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Peneliti ingin menganalisis Sejauh mana tingkat keberlanjutan pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (PSBM) di Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah Raja Ampat adalah nelayan, dan juga dikarenakan adanya kearifan lokal masyarakat di daerah tersebut berupa Sasi. Perumusan Masalah Salah satu aspek penting dalam kajian sosial seputar pengelolaan sumber daya perikanan menurut (Satria 2002b) adalah pelaku-pelaku yang terlibat dalam proses pengelolaan tersebut. Pelakunya mungkin pemerintah (goverment based management), masyarakat (community based management) atau kerjasama di antara keduanya (co-management). Rezim sentralisme telah diterapkan dalam pengelolaan sumber daya alam selama puluhan tahun, yang menekankan kewenangan kepada negara dalam mengelola sumber daya alam mulai dari kebijakan, pelaksanaan hingga pengawasan dan pengendalian sumber daya alam. Pemerintah sebagai pihak yang berperan dalam melindungi sumber daya alam, menggunakan instrumen kebijakannya dengan menetapkan kawasan konservasi, yang pada awalnya dijadikan sebagai wilayah pemanfaatan oleh masyarakat. Pemerintah yang memegang seluruh kendali pengelolaan sumber daya perikanan, khususnya dalam hal inisiatif maupun pengawasan melalui organisasi formal yang dimilikinya. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana faktor eksternal dan internal pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (PSBM) memengaruhi pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Distrik Misool. Pada satu sisi, nelayan atau pelaku usaha perikanan tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengelola sumber daya perikanan, kemudian kegagalan praktik pengelolaan sumber daya yang berpusat pada pemerintah mendorong munculnya kesadaran pentingnya community based managament (CBM) atau pengelolaan yang berbasis pada masyarakat. Para nelayan atau pelaku usaha perikanan di suatu wilayah tertentu, melalui organisasi yang sifatnya informal seperti Sasi kearifan lokal yang sejak lama diterapkan oleh masyarakat di Distrik Misool Barat yang berfungsi melindungi dan melestarikan sumber daya alam, dibandingkan peraturan pelarangan yang di keluarkan pemerintah. Peraturan Pemerintah 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber daya Ikan, yaitu pada Pasal 9 Ayat (1) butir 2, menjelaskan bahwa penetapan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dilakukan berdasarkan kriteria sosial dan budaya, meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal serta adat istiadat (Satria 2009). Pengelolaan Sumber daya perairan oleh masyarakat dijadikan alternatif solusi karena terbukti memberikan sejumlah manfaat karena adanya jaminan mata pencaharian, kesamaan akses terhadap sumber daya perairan dan

21 5 mekanisme resolusi konflik, serta berorientasi pada keberlanjutan (Berkes 1989) dikutip Satria (2009b). Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana unsur pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (PSBM) memengaruhi pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Distrik Misool. Otonomi daerah sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Daerah Undangundang No 22 Tahun 1999 yang menjadi Undang-undang No 32 Tahun 2004, merupakan landasan yang kuat untuk mencapai sumber daya kelautan secara berkelanjutan. Berdasarkan dari rujukan-rujukan yang didapat, pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat dapat dikatakan efektif, dimana unsur-unsur yang memengaruhi penarapan pengelolaan berbasis masyarakat adalah batas wilayah, dengan adanya batas wilayah yang jelas maka adanya kemudahan untuk mengidentifikasi dan mengenal akses pengelolaan sumber daya laut, mengurangi adanya tumpang tindih peraturan mengenai batas wilayah dari pemerintah pusat dan masyarakat lokal. Sejarah dan kebudayaan, dengan masih dipertahankannya kebudayaan dalam pengelolaan sumber daya laut, masyarakat yang memiliki peran langsung dalam pengelolaan sumber daya, menjaga sumber daya melalui pengetahuan lokal secara turun-temurun dari nenek moyang, untuk menjaga kelestarian sumber daya laut yang nantinya dapat dimanfaatkan sampai waktu yang lama dan biasanya terdapat tradisi yang dilakukan sebelum melaut, untuk meminta keselamatan dan agar hasil tangkapan dapat melimpah. Adanya peraturan atau norma yang berlaku pada masyarakat pesisir/nelayan dalam mengakses sumber daya, sesuai dengan batasan yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan yang berlaku yang dipegang oleh lembaga pengelola sumber daya baik secara tertulis maupun tidak, hal tersebut menjadikan sumber daya yang ada dapat terjaga dengan baik. Jika terdapat pihak melakukan pelanggaran yang ketentuannya telah disepakati, dapat diberikan sanksi kepada pihak yang melanggar. Pada 2006, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat bersama masyarakat lokal, TNC dan CI, menjadi pemerintah daerah pertama yang mendeklarasikan jejaring KKLD yang sekarang menjadi KKPD. Kawasan konservasi ini secara global telah diakui sebagai sebuah perangkat yang efektif untuk menopang perikanan berkelanjutan, melindungi habitat laut penting, dan menjamin mata pencaharian masyarakat lokal. Saat ini terdapat tujuh KKPD dalam jejaring yang meliputi lebih dari satu juta hektar wilayah pesisir dan laut. dimana terdapat kemudian karena hal ini akan memengaruhi keberlanjutan pengelolaan sumber daya laut yang ada. Salah satu dari KKPD tersebut adalah KKPD di Misool. Karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk menganalisis sejauhmana unsur-unsur pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat memengaruhi tingkat keberlanjutan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Distrik Misool. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberlanjutan yang ada dalam pengeloaan sumber daya berbasis masyarakat pada kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) di Distrik Misool, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat dan secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

22 6 1. Menganalisis pengaruh dari faktor eksternal dan internal dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) di Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat dengan metode kualitatif 2. Menganalisis unsur unsur pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat di KKPD Distrik Misool Barat. 3. Menganalisis tingkat keberlanjutan dari pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat di kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) di Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan kegunaan bagi berbagai pihak mengenai pola pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat terutama pada yaitu: 1. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi atau masukan bagi para pengambil dan pembuat kebijakan yang relevan terhadap kondisi masyarakat pesisir/nelayan, agar program atau kebijakan yang diberikan dapat terimplementasikan dengan baik dan sesuai dengan rencana serta tujuan penyusunan strategi yang tepat dalam memberdayakan nelayan, sesuai dengan karakteristik sosial budaya masyarakatnya. Hal ini dikarenakan agar tidak ada tumpang tindihnya kebijakan, dalam mengelola sumber daya laut demi mewujudkan perikanan yang berkelanjutan di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. 2. Bagi Kalangan Akademisi dan Peneliti Penelitian ini bermanfaat menjadi tambahan literatur penelitian, mengenai pola pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat di kawasan konservasi perairan daerah (KKPD), sehingga kedepannya dapat mempermudah dalam menganalisis terkait topik PSBM (pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat) untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi yang diharapkan dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi sumber rujukan dalam topik pengelolaan sumber daya alam khususnya daerah pesisir/laut. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran data, fakta dan situasi mengenai hal yang terjadi pada masyarakat nelayan secara khusus di kawasan konservasi perairan daerah dan secara umum agar masyarakat dapat mengambil inisiatif mengelola sumber daya alam.

23 7 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Dasar Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Disahkannya Undang-undang No 32 tahun 2004 yang merupakan perubahan dari Undang-undang No 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah, yang di dalamnya menjelaskan pembagian wewenang ke Pemerintah Daerah termasuk urusan konservasi. Merubah dasar pengelolaan sumber daya alam yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik, kemudian untuk menjaga sumber daya yang ada agar dapat dirasakan keberlanjutan, maka dibentuklah suatu Kawasan Konservasi Perairan Daerah Pada Undang-undang No 1 Tahun 2014 Ayat 19. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya pelindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Pada Ayat 20 diungkapkan bahwa Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan. Kawasan Konservasi Perairan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan adalah kawasan konservasi perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Berdasarkan tipe ekosistem yang dimiliki, KKP dapat meliputi KKP tawar, KKP payau dan KKP laut. Untuk KKP di wilayah laut dikenal sebagai Kawasan Konservasi Laut (KKL). KKL adalah wilayah perairan laut termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup tumbuhan dan hewan di dalamnya, serta/atau termasuk bukti peninggalan sejarah dan sosial budaya di bawahnya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif baik dengan melindungi seluruh atau sebagian wilayah tersebut. Berdasarkan Keppres No 32 Tahun 1990, kawasan konservasi terdiri atas: (i) kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawah (hutan lindung, bergambut, resapan air); (ii) kawasan perlindungan stempat (sempadan pantai, sungai, sekitar danau atau waduk, mata air); dan (iii) kawasan suaka alam dan cagar budaya (suaka alam, hutan bakau, taman nasional, cagar budaya dan ilmu pengetahuan) (Supriharyono 2007). Tujuan dan Manfaat Konservasi Laut Menurut (Hamilton 2012) mengutip (Sale et al 2005, Moffitt, White dan Botsford 2011) Kawasan Konservasi laut (MPAs) adalah alat untuk memanajemen kegiatan manuasia di area pembangunan laut, seperti memancing, melarang atau memantau daerah tertentu. Menurut IUCN (1994) dikutip Supriharyono (2007) terdapat beberapa tujuan kawasan konservasi atau konservasi laut yaitu:

24 8 Melindungi dan mengelola sistem laut dan mengelola sistem laut dan eustaria supaya dapat dimanfaatkan secara terus menerus dalam jangka panjang dan mempertahankan keanekaragaman genetik; Untuk melindungi penurunan, tekanan, populasi dan spesies langka, terutama pengawetan habitat untuk kelangsungan hidup merka; Melindungi dan mengelola kawasan yang secara nyata merupakan siklus hidup spesies ekonomis penting; Mencegah aktivitas luar yang memungkinkan kerusakan kawasan konservasi laut; Memberikan kesejahteraan yang terus menerus kepada masyarakat dengan menciptakan kawasan konservasi laut; menyelamatkan, melindungi, mengelola daerah-daerah mulut sungati dan estuaria yang mempunyai nilai sejarah dan budaya, serta nilai-nilai estetika alam, untuk generasi sekarang dan masa yang akan datang; Mempermudah dalam menginterpretasikan sistem laut dan estuaria untuk tujuan konservasi, pendidikan, dan pariwisata; Menyediakan pengelolaan yang sesuai, yang mempunyai spektrum luas bagi aktivitas manusia dengan tujuan utamanya adalah penataan laut dan estuaria; Menyediakan sarana untuk penelitian dan pelatihan, dan untuk pemantauan pengaruh aktivitas manusia terhadap lingkungan, termasuk pengaruh langsung dan tidak langsung daripada pembangunan dan pemanfaatan lahan di daratan. Pengelolaan Sumber Daya Laut Berbasis Masyarakat Menurut Satria, et al (2002a), PSBM yaitu sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pengambilan keputusan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Latar belakang sejarah dan budaya menjadikan masyarakat lokal memiliki pengetahuan lokal yang baik dalam pengelolaan sumber daya alam dengan praktek- praktek usaha tani tradisional. Masyarakat lokal dengan pengetahuan lokaltelah memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan berkelanjutan. Pada praktik pengelolaan sumber daya yang berbasis masyarakat, (Satria 2002b) menjelaskan pengelolaan sepenuhnya dilakukan para nelayan atau pelaku usaha perikanan di suatu wilayah tertentu melalui organisaasi yang sifatnya informal. Pada model pengelolaan ini, partisispasi nelayan sangatlah tinggi dan mereka memiliki otonomi terhadap pengelolaan sumber daya perikanan tersebut, ada beberapa keunggulan PSBM, antara lain: 1) Tingginya rasa kepemilikan masyarakat terhadap sumber daya sehingga mendorong mereka untuk bertanggung jawab melaksanakan aturan tersebut 2) Aturan-aturan dibuat sesuai dengan realitas yang sebenarnya secara sosial maupun ekologis sehingga dapat diterima dan dijalankan masyarakat dengan baik 3) Rendahnya biaya transaksi karena semua proses pengelolaan dilakukan masyarakat itu sendiri, khususnya dalam kegiatan pengawasan. Definisi

25 pengelolaan Sumber daya alam pengelolaan berbasis masyarakat (PSBM) dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pengelolaan sumber daya untuk mengelola sumber daya alam di kawasan tertentu. Masyarakat dalam definisi pengelolaan berbasis masyarakat adalah komunitas atau kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan atau tujuan yang sama, sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang berada di kawasan tertentu. Pengelolaan sumber daya yang berbasiskan kepada masyarakat dalam kawasan tertentu, akan menjadi lebih berguna dan berhasil apabila dilakukan sendiri oleh masyarakat yang berada paling dekat jaraknya dari sumber daya alam tersebut (COREMAP II 2006). Nikijuluw (2002) dikutip Ruslan (2010) menyatakan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Selain itu mereka juga memiliki akar budaya yang kuat dan terkait dengan kepercayaannya (religion). Model pengelolaan berbasis masyarakat yang telah berlangsung secara tradisional dapat dijumpai dalam praktek Sasi di masyarakat Maluku dan sistem Subak maupun Banjar pada masyarakat Bali. Pengelolaan perikanan secara tradisional Sasidikenal sebagai hukum adat dan kepemilikan sumber daya secara komunal (hak ulayat) terbukti telah efektif dalam pengelolaan marine protected area dan suaka laut. Saad (2003) mendefinisiskan pengelolaan perikanan berbasis masyarakat sebagai pembagian tanggungjawab dan otoritas antara pemerintah setempat dan sumber daya setempat (local community) untuk mengelola sumber daya perikanan. Ketentuan-ketentuan sistem pengelolaan sumber daya alam yaitu perikanan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai berikut: 1. Alat-alat penangkapan ikan, 2. Syarat-syarat teknis perikanan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan dengan tidak mengurangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai keselamatan pelayaran 3. Jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap 4. Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan 5. Pencegahan pencemaran dan kerusakan, rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya 6. Penebaran ikan jenis baru 7. Pencegahan dan pemberantasan hama serta penyakit ikan (Pasal 4 UU Perikanan). Pada pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat yang dirangkum dari beberapa penjelasan, merupakan komunitas atau kelompok masyarakat yang memiliki tujuan yang sama dalam mengelola sumber daya pada suatu kawasan, yang mana pengambilan keputusan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah, berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat. Definisi pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (PSBM) yang dijelaskan oleh peneliti pada Tabel 1. 9

26 10 Tabel 1 Definisi pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (PSBM) Oleh Satria, et al (2002 a) dan Satria (2002b) COREMAP (2006) Nikijuluw (2002) dikutip Ruslan (2010) Saad (2003) Penjelasan Sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pengambilan keputusan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Pengelolaan sepenuhnya dilakukan para nelayan atau pelaku usaha perikanan di suatu wilayah tertentu melalui organisaasi yang sifatnya informal Pengelolaan sumber daya yang berbasiskan kepada masyarakat dalam kawasan tertentu, akan menjadi lebih berguna dan berhasil apabila dilakukan sendiri oleh masyarakat yang berada paling dekat jaraknya dari sumber daya alam tersebut Menyatakan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Selain itu mereka juga memiliki akar budaya yang kuat dan terkait dengan kepercayaannya (religion) Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat sebagai pembagian tanggungjawab dan otoritas antara pemerintah setempat dan sumber daya setempat (local community) untuk mengelola sumber daya perikanan Tipologi dan Karakteristik Nelayan Masyarakat didefinisikan oleh Horton, et. al (1991) dikutip Satria (2002b) sebagai sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatnnya di dalam kelompok tersebut. Untuk memperjelas karakteristik masyarakat pesisir, Satria (2002b) menguraikan karakteristik tersebut dari berbagai aspek, yaitu : 1) Sistem Pengetahuan Pengetahuan lokal yang berakar kuat menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka selaku nelayan. 2) Sistem Kepercayaan Secata teologis, nelayan memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu perlakuan khusus dalam melakukan penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapannya semakin terjamin. 3) Peran Wanita Selain menjalankan urusan domestik rumah tangga, isteri nelayan tetap harus menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dalam kegiatan penangkapan, pengolahan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan ikan. Hal ini menunjukkan bahwa peran wanita di wilayah pesisir sangat tinggi. 4) Posisi dan Sosial Nelayan Posisi sosial nelayan di masyarakat diperlihatkan dengan status mereka yang relatif rendah dibandingkan kelompok masyarakat yang lain. Masyarakat pesisir menurut Satria dan Matsuda (2004) adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada

27 pemanfaatan sumber daya pesisir. Masyarakat pesisir, tidak akan terlepas dari masalah nelayan, karena sebagian besar penduduk daerah pesisir, umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (Satria 2002b). Koentjaraningrat dikutip Satria (2002b) mengungkapkan bahwa masyarakat pesisir juga memiliki sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha dibidang perikanan yang merupakan mata pencaharian utama, karena usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Maka dapat diartikan bahwa, masyarakat pesisir/nelayan adalah sekelompok manusia pesisir dan memanfaatkan sumber daya pesisir/laut seperti ikan dan lain-lain, sebagai pekerjaan utamanya Menurut Satria (2001) secara sosiologis, komunitas nelayan berbeda dari komunitas petani. Petani menghadapi situasi ekologis yang dapat dikontrol, berbeda dengan nelayan. Nelayan dihadapkan pada situasi ekologis yang sulit dikontrol produknya mengingat perikanan tangkap bersifat open access sehingga nelayan juga harus berpindah-pindah dan ada elemen risiko yang harus dihadapi lebih besar daripada yang dihadapai petani menurut (Pollnack 1988) dikutip (Satria 2001). Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan UU Nomor 31 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat. Pada UU Nomor 16 Pasal 1 Ayat 13 Tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan menjelaskan bahwa nelayan adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang mata pencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan penangkapan ikan. Melihat dari kemiskinan dan faktor-faktor penyebabnya, Satria (2009b) menyatakan bahwa kemiskinan masyarakat pesisir dapat dibagi menjadi tiga macam: kemiskinan struktural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh struktur ekonomi, struktur sosial, dan struktur politik yang tidak kondusif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan faktor budaya, seperti kemalasan, cara berfikir fatalistik, dan rendahnya etos kewirausahaan. Sementara itu kemiskinan alamiah terjadi karena kondisi sumber daya alam yang serba terbatas untuk dimanfaatkan untuk kepentingan produksi. Menurut Satria, et al (2002a) dari segi politik, nelayan kecil tidak memiliki kemampuan untuk memberi pengaruh pada kebijakan publik karena nelayan selalu dalam posisi dependen dan marjinal. Nelayan dalam menangkap ikan masih menggunakan pengetahuan lokal seperti yang dijelaskan Satria (2009b), pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya didapat dari warisan orang tua atau pendahulu mereka berdasarkan pengalaman empiris. Dari sistem kepercayaan, nelayan masih percaya bahwa laut masih memiliki kekuatan magis sehingga diperlukan perlakuan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Berikut karakteristik masyarakat yang disajikan pada Tabel 2 dan tipologi nelayan pada Tabel 3. 11

28 12 Tabel 2 Karakteristik masyarakat pesisir Aspek Penjelasan Sosial Sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir (Satria 2004) Ekonomi Pelaku ekonomi di subsistem produksi primer-nelayan dan seringkali menemui masalah yaitu ketidakadilan harga (Satria 2009) Pengetahuan Pengelolaan sumber daya didasarkan atas pengetahuan lokal (Satria 2009b) Politik Nelayan kecil terus dalam posisi dependen dan marjinal akibat dari faktor kapital yang dimilikinya sangatlah terbatas (Satria 2002b) Teknologi Perubahan teknologi perikanan, perikanan penangkapan maupun budidaya. Perubahan teknologi itu dapat terjadi melalui adopsi dan dapat pula melalui inovasi (Satria 2002b) Ekologi Tunduk dan selaras dengan alam (Kluckhon dalam Satria 2002b) Tabel 3 Tipologi nelayan Aspek Penjelasan Kepemilikan Alat Tangkap dan Modal Nelayan Juragan, Nelayan Menengah, dan Nelayan Pandega (Mubyarto 1984 dikutip Herdian 2003) Nelayan Juragan dan Nelayan Pandega (Islam 2009; Irnawati 2008) Nelayan Pemilik dan Nelayan Buruh (Sihombing 2003) Nelayan Buruh, Nelayan Juragan, dan Nelayan Perorangan (Mulyadi 2007 dikutip Helmi 2011) Teknologi yang Digunakan Nelayan Modern dan Nelayan Tradisional (Koentjoroningrat 2001 dikutipherdian 2003) Respon Dalam Mengantisipasi Resiko dan Ketidakpastian Nelayan Besar (large scale fisherman) dan Nelayan Kecil (small scale fisherman) (Pollnac dikutip Satria et. al. 2002) Status Juragan Darat, Juragan Darat-Laut, Juragan Laut, Buruh, dan Anggota Kelompok (Hermanto 1986 dikutip Purnomo Kapasistas Teknologi, Orientasi Pasar, dan Karakteristik Hubungan Produksi 1999) Peasant-fisher, Post-peasant fisher, Commercial fisher, dan Industrial Fisher. (Satria 2002b) Unsur-unsur Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat Ruddle (1999) dikutip Satria (2009b), unsur-unsur pengelolaan sumber daya perikanan berbasis masyarakat antara lain: 1. Territorial Boundary (batasan wilayah) ada kejelasan batas wilayah yang kriterianya adalah mengandung sumber daya yang bernilai bagi masyarakat 2. Rules (peraturan): berisi hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang. Dalam dunia perikanan, aturan tersebut biasanya mencakup kapan, dimana, bagaimana, dan siapa yang boleh menangkap. 3. Hak: pengertian hak bisa mengacu pada seperangkat hak kepemilikan yang dirumuskan Ostrom and Schlager 4. Authority (kewenangan): pemegang otoritas merupakan organisasi atau lembaga yang dibentuk masyarakat yang bersifat formal maupun informal

29 13 untuk kepentingan mekanisme pengambilan keputusan. Ada pengurus dan susunan yang disesuaikan dengan kondisi. 5. Sanctions (Sanksi): untuk menegakkan aturan diperlukan sanksi sehingga berlakunya sanksi merupakan indikator berjalan tidaknya suatu aturan. Ada beberapa tipe sanksi; sanksi sosial (seperti dipermalukan atau dikucilkan masyarakat), sanksi ekonomi (denda, penyitaan barang), sanksi formal (melalui mekanisme pengadilan formal), dan sanksi fisik (pemukulan) 6. Monitoring (Pemantauan): terdapat mekanisme pemantauan dan evaluasi oleh masyarakat secara sukarela dan bergilir yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan. Dalam pengelolaan sumber daya alam yang melibatkan masyarakat khususnya dalam konservasi laut, ada beberapa prinsip yang harus ada dalam pengelolaannya menurut Ruddle (1999) dikutip Muswar (2011) yaitu: 1. Batas wilayah dan aturan jelas 2. Anggota masyarakat mempunyai akses yang sama untuk memperkecil konflik 3. Organisasi pengelolaan, organisasi pengelolaan adalah institusi yang dibentuk masyarakat untuk memantau perkembangan dan sebagai wadah bertukar pikiran untuk kemajuan bersama. 4. Pengawasan merupakan sebuah aspek yang penting untuk menjaga keberlangsungan program. monitoring dilakukan terhadpa lingkungan, institusi, serta sebagai sarana untuk resolusi konflik bila ada. 5. Sanksi. Sanksi merupakan salah satu aspek yang yang dapat menguatkan pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam. Sanksi juga merupakan indikator berjalan tidaknya suatu aturan. Penetapan Zonasi Menurut (Solihin, Satria 2007) adanya batasan zona tangkapan yang diatur seperti awig-awig yang menggunakan tanda atau batas alam, yaitu wilayah terumbu karang yang secara kebetulan berada disekitar zona 3 mil. Batas wilayah pengelolaan laut daerah kabupaten/kota menurut UU No 22 tahun 1999 adalah sejauh sepertiga dari wilayah laut lepas atau perairan kepulauan. Pasal 17 Ayat 4 PP No 60 Tahun 2007, terdiri dari zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, serta zona lainnya. Menurut Satria, et al (2002a) penetapan zonasi kawasan adalah pengelompokan areal suatu kawasan kedalam zona-zona sesuai dengan kondisi fisik dan fungsinya. Tujuan penentuan zonasi adalah untuk mengoptimalkan fungsi ekologi dan ekonomi ekosistem suatu kawasan sehingga dapat dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan secara berkelanjutan. Zona di kawasan konservasi laut sebagaimana pasal 17 Ayat 4 PP No. 60 Tahun 2007, terdiri dari zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, serta zona lainnya. Bengen (2001) dikutip (Tawakal 2012) menuliskan bahwa secara umum zonazona di suatu kawasan konservasi dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu: Pertama: zona inti atau perlindungan, habitat di zona ini memiliki nilai konsevasi yang tinggi, sangat rentan terhadap ganggunan atau perubahan, dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktivitas manusia. Zona ini

30 14 harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi Kedua: zona penyangga, zona ini bersifat lebih terbuka, tetapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diizinkan. Penyangga di sekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga kawasan konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu, dan melindungi kawasan konservasi dari pengaruh eksternal. Ketiga: zona pemanfaatan, lokasi di zona ini masih memiliki nilai konservasi tertentu, tapi dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia dan layak bagi beragam kegiatan eksploitasi yang diizinkan dalam suatu kawasan konservasi. Satria, et al (2002a), menyatakan bahwa upaya penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan adalah menetapkan zonasi melalui dua mekanisme pokok, yaitu: mekanisme teknis dan mekanisme sosial. Mekanisme teknis adalah mekanisme yang didasarkan pada teknis-ekologis, sedangkan mekanisme sosial adalah mekanisme yang dilakukan dengan memperimbangkan aspek sosial sebagai hasil dari identifikasi potensi sosial dan kelembagaan. Tipe-tipe Rezim Kepemilikan Kesejahteraan nelayan terkait dengan dua hal, yakni akses pada pemanfaatan sumber daya dan akses kontrol pada pengelolaan sumber daya (Satria 2009). Menurut Bromley dikutip (Satria 2009) ada empat rezim kepemilikan yaitu: akses terbuka (open access), negara (state property), rezim swasta (private property) dan rezim komunal (communal property). Empat rezim tersebut disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Rezim kepemilikan Rezim Kepemilikan Pembahasan Akses Terbuka (Open access) Tidak ada pengaturan tentang apa, kapan, dimana, siapa dan bagaimana. Memicu terjadinya tragedy of the commons, kerusakan sumber daya, konflik antar pelaku kesenjangan ekonomi Rezim Negara Berada ditingkat daerah hingga pusat, (State property) membutuhkan biaya tinggi, seringkali berbenturan dan tidak sesuai dengan kondisi lapang. Rezim Swasta, baik individual maupun korporat Rezim kepemilikan ini biasanya merupakan hak kepemilikan yang bersifat temporal (dalam jangka waktu tertentu) karena izin pemanfaatan yang diberiakn oleh pemerintah Rezim Komunal Bersifat turun-temurun lokal dan spesifik, dapat bersifat tertulis dan tidak tertulis, dibuat dari pengetahuan lokal dan pelaksanaannya lebih efektif. Sumber: Diolah dari Bromley [tidak ada tahun] dikutip Satria (2009) Pada bukunya, Satria (2009) mengungkapkan tipe-tipe kepemilikian versi Ostrom dan Schlager (1999) meliputi: a) Hak akses (Access right): hak untuk masuk ke wilayah sumber daya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non-ekstraktif. b) Hak pemanfaatan (Withdrawal right): hak untuk memanfaatkan sumber daya atau hak untuk berproduksi.

31 15 c) Hak pengelolaan (Management right): hak untuk menentukan aturan operasional pemanfaatan sumber daya. d) Hak eksklusi (Exlusion right): hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana akses tersebut dialihkan ke pihak lain. e) Hak pengalihan (Alienation right): hak untuk menjual atau menyewakan sebagian atau seluruh hak-hak kolektif. Hak-hak tersebut yang nantinya menunjukkan pihak yang mendapat akses, status yang dapat dilihat pada Tabel 5. Contoh pada kawasan Gili Indah, sebelum dibuat kawasan konservasi mereka memiliki status sebagai proprietor. Adanya kawasan konservasi laut yang dibuat oleh pemerintah pusat, kemudian terdapat sejumlah hak nelayan yang dicabut, yakni hak untuk mengelola sumber daya pesisir (Satria 2009). Tabel 5 Status kepemilikan sumber daya alam Tipe Hak Owner Proprietor Claimant Authorized User Authorized entrant Akses X X X X X Pemanfaatan X X X X Pengelolaan X X X Eksklusi X X Pengalihan X Sumber: Ostrom dan Schlager (1996) dikutip Satria (2009) Faktor-faktor dalam Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat Pollnac (2001) pada penelitiannya memutuskan untuk melakukan analisis dalam satu negara sebagai sarana untuk mengendalikan aspek perundangundangan dan kebijakan yang dapat mempengaruhi pembentukan nasional dan keberlanjutan dari pengelolaan sumber daya alam di kawasan konservasi laut, selain itu Satria (2012) membagi faktor keberhasilan pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat ke dalam dua faktor. Kedua faktor tersebut yaitu faktor eksternal dan faktor internal 4, faktor eksternal meliputi pengakuan dari pemerintah dan kebijakan sumber daya alam. Faktor internal yaitu sejarah, homogenitas, kompleksitas ekonomi, dan kepemimpinan. Pollnac (2001) membagi dua kategori besar faktor keberhasilan dalam pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat yaitu: menjadi dua kategori besar: kontekstual dan proyek. Faktorfaktor kontekstual meliputi aspek sosial, budaya, politik, dan ekonomi sedangkan faktor-faktor proyek meliputi aspek pelaksanaan proyek (misalnya, strategi dan taktik) dan setelah implementasi kegiatan. Berikut merupakan faktor eksternal dan faktor internal dalam pengelolaan berbasis masyarakat yang disajikan pada Tabel 6. 4 Satria Arif Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat. [ppt]. Bogor [ID].

32 16 Faktor Eksternal dan Faktor Internal Tabel 6 Faktor eksternal dan internal pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat Faktor Eksternal Faktor Internal 1. Pengakuan dari Pemerintah 2. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 1. Sejarah Pengelolaan Lokal 2. Tingkat Homogenitas Masyarakat Faktor Eksternal dan Faktor Internal Tegaknya aturan serta adanya pengakuan dari pemerintah daerah (Satria 2009) Dukungan pemerintah daerah dan kampung tentang Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (Randan 2010) Aturan-aturan lokal yang ada dapat mendukung aturan-aturan formal yang dikeluarkan pemerintah (praktek awig-awig di Lombok) (Satria 2009) Masyarakat setempat menganggap sumber daya laut adalah warisan turun temurun dari nenek moyang dan peraturan yang berlaku adalah peraturan lokal berdasarkan pengetahuan lokal (Sasi) (Randan 2010). Sekumpulan masyarakat yang hidup bersamasama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria 2004). 3. Kompleksitas Ekonomi Wilayah Rendahnya produktifitas akibat sumber daya yang tidak subur (Satria 2009) 4. Kepemimpinan Kepatuhan terhadap tokoh masyarakat tertentu (Ristiyanti 2008) 5. Proses Inisiasi Munculnya lembaga lokal manajemen perikananatau disebut pengelolaan perikanan berbasis masyarakat di Lombok Barat sebenarnya merupakan nelayan lokal untuk menanggapi krisis moneter dan reformasi nasional (Satria 2004) Konsep Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh World Comision on Environment and Development (1987) dikutip Susilo (2003) adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan menurut Roderic et.al (1997) dikutip Pranoto (2008) menyatakan bahwa berkelanjutan memerlukan pengelolaan tentang skala keberlanjutan dalam ekonomi terhadap dukungan sistem ekologi, pembagian ditribusi sumber daya dan kesempatan generasi sekarang dan yang akan datang secara berimbang serta adil dalam pengalokasian sumber daya. Menurut Mitchell (1997) dikutip Panoto (2008) ada dua prinsip keberlanjutan yaitu: 1. Prinsip Ekologi: Pertama melindungi sistem penunjang kehidupan. Kedua, memelihara integritas ekosistem. Ketiga, mengembangkan dan menerapkan strategi preventif dan adaptif untuk menghadapi ancaman perubahan lingkungan global. 2. Prinsip sosial politik: pertama, mempertahankan skala fisik dari kegiatan manusia dibawah daya dukung atmosfer. Kedua, mengenali biaya

33 17 lingkungan dari kegiatan manusia. Ketiga, meyakinkan adanya kesamaan sosial, politik, dan ekonomi dalam transisi menuju masyarakat berkelanjutan. Fauzi dan Ana (2005) mengutip Alder et. al. (2000) terdapat beberapa komponen atau dimensi dalam menentukan keberlanjutan pembangunan perikanan. Komponen tersebut menyangkut aspek ekologi, ekonomi, teknologi, sosiologi, dan etnis. Dari setiap komponen atau dimensi ada beberapa atribut yang harus dipenuhi yang merupakan indikator keragaan perikanan sekaligus indikator keberlanjutan. Beberapa komponen tersebut adalah 1. Ekologi: tingkat eksploitasi, keragaman rekruitment, perubahan ukuran tangkap, discard dan by catch, serta produktivitas perimer. 2. Ekonomi: kontribusi perikanan terhadap GDP, penyerapan tenaga kkerja, sifat kepemilikan, tingkat subsidi, dan alternatif income. 3. Sosial: pertumbuhan komunitas, status konflik, tingkat pendidikan, dan pengetahuan lingkungan (environmental awareness). 4. Teknologi: lama trip, tempat pendaratan, selektivitas alat, FAD, ukuran kapal, dan efek samping dari alat tangkap. 5. Etik: kesetaraan, illegal fsihing, mitigasi terhadap habitat, mitigasi terhadap ekosistem, dan sikap terhadap limbah dan by catch. Pada penelitian di Distrik Misool Barat, Raja Ampat, Papua Barat, peneliti menggunakan lima dimensi yang dijabarkan oleh Fauzi dan Ana (2005) mengutip Alder et. al. (2000), juga Pitcher dan Preikshot (2001) yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi hukum dan kelembagaan, dan dimensi teknologi. Multidimensional Scaling Sickle (1997) dikutip Arifin (2008) menyatakan bahwa multidimensional scaling adalah metode ordinasi dengan basis jarak antar obyek/point dalam dua dimensi atau tiga dimensi hal tersebut dapat mempresentasikan metode ordinasi secara efektif. (Arifin 2008) tujuan pendekatan multidimensional scaling yang digunakan pada penlitiannya mengenai pengelolaan terumbu karang adalah untuk melihat keragaan (performance) pengelolaan terumbu karang ditinjau dari 5 dimensi yang telah disimpulkan secara umum menurut Susilo (2008) yaitu: dimensi ekonomi, ekologi, sosial, hukum dan kelembagaan. Selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengevaluasi akuntabilitas dan kebernjutan pengelolaan. Menurut (Susilo 2003) atribut-atribut pembangunan berkelanjutan dari setiap dimensi dapat dianalisis dan digunakan untuk menilai secara cepat status keberlanjutan pembangunan sektor tertentu dengan menggunakan metode multi variabel yang disebut multidimensional scaling (MDS). Analisis multidimensional scaling merupakan salah satu metode multivariate yang dapat menangani data yang non-metrik. Metode ini juga dikenal sebagai salah satu metode ordinasi dalam ruang (dimensi) yang diperkecil (ordination in reduced space). Ordinasi sendiri merupakan proses yang berupa plotting titik obyek (posisi) di sepanjang sumbu-sumbu yang disusun menurut hubungan tertentu (ordered relationship) atau dalam sebuah sistem grafik yang terdiri dari dua atau lebih sumbu (Legendre dan Legendre, 1983) dikutip (Arifin 2008).

34 18 Kerangka Pemikiran Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah mengetahui bagaimana pengaruh faktor eksternal dan faktor internal dalam pengelolaan sumber daya masyarakat. Satria (2009) membagi faktor keberhasilan pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat ke dalam dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal, faktor eksternal meliputi pengakuan dari pemerintah dan kebijakan sumber daya alam. Faktor internal yaitu sejarah, homogenitas, kompleksitas ekonomi, dan kepemimpinan. Adanya Undang undang mengenai Peraturan Daerah, memberikan kewenangan kepada daerah masing-masing untuk dapat mengelola daerahnya. Penetapan kawasan konservasi yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menjaga sumber daya alam yang ada, contohnya pada kawasan konservasi perairan daerah di Distrik Misool Barat, Raja Ampat Papua Barat. Kawasan konservasi perairan daerah terdapat pengelolaan sumber daya yang berbasiskan pada masyarakat, berupa Sasi yang sebenarnya secara turun-temurun telah diterapkan di tempat ini, kemudian adanya kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) membuat masyarakat berkontribusi besar dalam pengelolaannya yaitu masyarakat yang membuat aturan, masyarakat yang membuat sanksi dan ikut mengawasi kawasan konservasi dengan bantuan dan di fasilitasi oleh LSM TNC (Lembaga Sosial Masyarakat The Nature Conservancy) di Distrik Misool Barat. Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat (PSBM) di Distrik Misool Barat berupa Sasi dan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah menjadikan pengelolaan tersebut dapat berjalan secara efektif atau tidak, dilihat dari unsurunsurnya. Menurut Ruddle (1999) dikutip Satria (2009b), mengungkapkan bahwa unsur-unsur pengelolaan sumber daya perikanan berbasis masyarakat antara lain: (1) Batas wilayah yaitu batas yang jelas dalam pengelolaan baik itu pada kawasan konservasi dan juga Sasi yang ada; (2) Aturan, aturan dibuat berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya seperti kepala adat, kepala kampung, tokoh agama (3) Hak; (4) Pemegang Otoritas; (5) Sanksi; (6) Monitoring dan Evaluasi. Selanjutnya terdapat pengaruh antara faktor eksternal dan faktor internal terhadap kinerja institusi dilihat dari keenam unsur-unsur pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat (batas wilayah, pemegang otoritas, aturan, sanksi, hak, monitoring dan evaluasi) kemudian dapat dilihat dari keberlanjutan sumber daya laut yang ada di Distrik Misool, Raja Ampat, Papua Barat. Dalam melihat keberlanjutan dinilai melalui lima dimensi yaitu: sosial, ekonomi, hukum dan kelembagaan, ekologi, dan teknologi. Keenam dimensi tersebut akan diukur menggunakan MDS (multidimensional scalling). Berikut gambar kerangka berfikir yang akan digunakan dalam penelitian.secara ringkas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

35 19 Faktor Eksternal 1. Pengakuan dari Pemerintah 2. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Faktor Internal 1. Sejarah Pengelolaan Lokal 2. Tingkat Homogenitas Masyarakat 3. Kompleksitas Ekonomi Wilayah 4. Kepemimpinan 5. Proses Inisiasi Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Unsur-Unsur Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat 1. Batas wilayah 2. Aturan 3. Hak 4. Pemegang Otoritas 5. Sanksi 6. Pemantauan dan Evaluasi Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Sumber daya Alam 1. Ekologi 2. Kelembagaan dan Hukum 3. Sosial 4. Ekonomi 5. Teknologi Keterangan Gambar 1 Kerangka penelitian : Memengaruhi (Uji Kuantitatif) menggunakan MDS : Memengaruhi (Uji Kualitatif) Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis penelitian ini meliputi: Hipotesis Uji Diduga tingkat keberlanjutan dari lima dimensi yaitu; ekologi, sosial, ekonomi, hukum dan kelembagaan dan, teknologi, pada Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat sangat baik.

36 20 Definisi Konseptual 1. Kawasan Konservasi Laut adalah sebuah areal yang berada di wilayah pasang surut atau diatasnya, termasuk air yang melingkupinya beserta berbagai flora, fauna serta peninggalan sejarah dan berbagai bentuk kebudayaan, yang telah ditetapkan oleh aturan hukum yang berlaku maupun oleh cara-cara lain yang efektif, dilindungi baik sebagian maupun keseluruhannya. 2. Pengelolaan Sumber daya Berbasis Masyarakat suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pengambilan keputusan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah. 3. Nelayan adalah orang yg mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan/biota laut lainnya 4. Batas Wilayah adalah ada kejelasan batas yang kriterianya mengandung sumber daya yang bernilai bagi masyarakat 5. Aturan adalah ketentuan yang mengikat warga atau kelompok masyarakat dipakai sebagai panduan, tatanan dan pengendalian tingkah laku yang sesuai dan diterima 6. Kewenangan adalah kekuasaa.n yang sah atau yang mendapat dukungan / pengakuan dari masyarakat. 7. Hak Kepemilikan adalah bentuk mekanisme sosial yang memberikan wewenang kepemilikan kepada individu disertai kewajiban atas kepemilikan sumber daya alam. Menurut Ostrom dan Schlager (1990) dikutip Satria (2009), hak kepemilikan dibagi menjadi lima macam meliputi: a. Hak akses (Access right) adalah hak untuk masuk ke wilayah sumber daya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat nonekstraktif. b. Hak pemanfaatan (Withdrawl right) adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya atau hak untuk berproduksi. c. Hak pengelolaan (Management right) adalah hak untuk menentukan aturan operasional pemanfaatan sumber daya. d. Hak eksklusi (Exclussion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak akses tersebut dialihkan ke pihak lain. e. Hak pengalihan (Alienation right) adalah hak untuk menjual atau menyewakan sebagian atau seluruh hak-hak kolektif tersebut di atas. 8. Status adalah tempat atau posisi individu dalam suatu masyarakat berkaitan dengan hak kepemilikan yang dimiliki. Menurut Ostrom dan Schlager (1990) dikutip Satria (2009), status dibagi menjadi lima macam meliputi: a. Authorized entrant adalah nelayan yang hanya memiliki hak akses. b. Authorized user adalah nelayan yang memiliki hak akses dan hak pemanfaatan. c. Claimant adalah nelayan yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan, dan hak pengelolaan. d. Proprietor adalah nelayan yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak eksklusi e. Owner adalahnelayan yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan, hak pengelolaan, eksklusi, dan hak pengalihan.

37 21 9. Sanksi adalah hukuman yang diberikan kepada pelanggar yang melakukan kesalahan / atau yang melanggar aturan. 10. Monitoring dan Evaluasi adalah mekanisme pemantauan, pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas program. Evaluasi oleh masyarakat secara sukarela dan bergilir yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan, menilai kontribusi program. 11. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Definisi Operasional Pada penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah diberikan batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Berikut istilahistilah yang digunakan dalam penelitian: 1. Karakterisitik individu adalah ciri yang melekat pada individu meliputi usia, pendidikan, dan pengalaman sebagai nelayan. a. Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian. Havighrust dan Acherman dalam (Sugiah 2008) membagi usia menjadi tiga kategori: i. Muda (18-30 Tahun) ii. Dewasa (31-50 Tahun) iii. Tua (>50 Tahun) b. Pendidikan adalah tingkat pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan ke dalam kategori: i. Rendah (jika tidak sekolah, tidak tamat, dan tamat SD/sederajat) ii. Sedang (Jika tidak tamat dan tamat SMP/Sederajat) iii. Tinggi (jika tidak tamat SMA/sederajat, tamat SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi) c. Pengalaman sebagai nelayan adalah lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satu satuan waktu (tahun), sejak pertama kali menjadi nelayan sampai dengan penelitian ini dilakukan yang dinyatakan dalam kategori i. Rendah (5-25 Tahun) ii. Sedang (26-46 Tahun) iii. Tinggi ( > 46Tahun) d. Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang yang kehidupannya masih bergantung pada nelayan tersebut terutama terkait dengan ekonomi, termasuk dirinya sendiri. Jumlah tanggungan dibedakan menjadi: i. Rendah (jika anggota keluarga berjumlah 1 4 orang) ii. Menengah (jika anggota keluarga berjumlah 5 8orang)

38 22 iii. Tinggi (jika anggota keluarga berjumlah lebih dari atau sama dengan 9 orang) e. Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan, termasuk penghasilan sampingan yang diperoleh dalam 1 bulan, yang dibagi berdasarkan kategori: i. Rendah (jika pendapatan responden Rp Rp ) ii. Sedang (jika pendapatan responden Rp Rp ) iii. Tinggi (jika pendapatan responden lebih dari Rp ) f. Tingkat pengeluaran responden adalah jumlah pengeluaran secara individu nelayan untuk pengeluaran rumah tangga, yang dikeluarkan dalam 1 bulan. Tingkat pendapatan tersebut dibagi berdasarkan kategori: i. Rendah (jika pengeluaran responden Rp Rp ) ii. Sedang (jika pengeluraran responden Rp Rp ) iii. Tinggi (jika pengeluaran responden > ) 2. Karakteristik usaha nelayan adalah faktor-faktor internal yang memengaruhi proses nelayan dalam menjalankan usahanya. Karakteristik usaha nelayan yang diteliti dibagi menjadi ukuran kapal, modal melaut, dan jumlah hasil tangkapan. a. Penggolongan mesin kapal meliputi: i. Rendah (jika mesin kapal yang digunakan antara 5-9 PK). ii. Sedang (jika mesin kapal yang digunakan antara dari PK) iii. Tinggi (jika mesin kapal yang digunakan lebih dari 14 PK) b. Modal melaut merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan nelayan untuk usaha melaut yang umumnya meliputi biaya perbekalan, solar, dan kebutuhan lainnya dihitung selama satu bulan. Penggolongan modal melaut digolongkan dalam kategori. i. Rendah (jika modal yang dikeluarkan Rp Rp ) ii. Sedang (jika modal yang dikeluarkan ) iii. Tinggi (jika modal yang dikeluarkan lebih dari ) c. Jumlah hasil tangkapan adalah rataan jumlah ikan yang berhasil ditangkap dalam sekali melaut/loading. Pengukuran dilakukan dengan cara melihat jumlah hasil tangkapan dengan satuan kilogram (kg). Jumlah hasil tangkapan ikan digolongkan dalam kategori. i. Rendah (jika jumlah hasil tangkapan kurang dari sama dengan dari 1-20) ii. Sedang (jika jumlah hasil tangkapan antara kg 21-40) iii. Tinggi (jika jumlah hasil tangkapan lebih dari 40) 3. Tingkat Keberlanjutan Pengeloaan Sumber Daya Berbasis Masyarakat di Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Distrik Misool Barat Tingkat keberlanjutan konservasi adalah pengukuran dimensi dan atribut status keberlanjutan sumber daya laut di wilayah kawasan konservasi dilihat

39 dari faktor ekologi, ekonomi, kelembagaan dan hukum, sosial dan teknologi. Dibagi menjadi bad dan good. Cara pengkuruannya adalah dengan melihat dimensi-dimensi sebagai berikut: a. Dimensi ekologi merupakan cerminan dari baik-buruknya kualitas lingkungan dan sumber daya laut/perikanan sebagai berikut proses-proses alami di dalamnya, baik yang dapat/tidak dapat mendukung secara berkelanjutan setiap kegiatan di kawasan konservasi perairan daerah b. Dimensi ekonomi merupakan cerminan dapat atau tidaknya suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya laut/perikanan memeroleh hasil yang secara eonomis dapat berjalan dalam jangka panjang dan berkelanjutan. c. Dimensi kelembagaan dan Hukum merupakan cerminan dari derajat pengaturan kegiatan yang menunjukan ketersediaan dasar hukum dan sistem pengelolaan yang dilaksanakan dalam kawasan konservasi perairan daerah. d. Dimensi sosial merupakan cerminan dari bagaimana sistem sosial manusia (masyarakat pesisir/nelayan) yang berlangsung dapat/tidak dapat mendukung berlangsungnya pembangunan dalam jangka panjang dan secara berkelanjutan. e. Dimensi teknologi merupakan cerminan dari derajat pemanfaatan sumber daya laut/perikanan dengan menggunakan suatu teknologi. Teknologi yang baik adalah teknologi yang dapat mendukung dalam janga panjang dan secara berkesinambungan setiap kegiatan ekonomi dalam sektor sumber daya laut. 23

40 24 Tabel 7 Dimensi dan Atribut Keberlanjutan Dimensi dan Atribut Tingkat pemanfaatan (D1) Kesuburan sumber daya (D2) Kesehatan ekosistem (D3) Upaya Perlindungan sumber daya perikanan (D4) Upaya perlindungan karang dan mangrove (D5) Hubungan dengan pemerintah (DKH1) Hukum adat dalam konservasi (DKH2) Peraturan pengelolaan (DKH3) Lembaga atau kelompok nelayan dalam pengelolaan (DKH4) Demokrasi dalam pengambilan keputusan (DKH5) Keberadaan sanksi (DKH6) Pembentukan aturan dan sanksi Skor Buruk Baik Skor Penilaian Dimensi Ekologi 0;1;2 0 2 Semakin rendah tingkat eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah / unit analisis, maka resiko ancaman bagi keberlanjutan perkanan di wilayah / unit analisis akan semakin kecil (indikator kinerja pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap indonesia, 2003) dikutip (Hartono. Tri T; Kodiran. Taryono; Iqba. M. Ali dan Koeshendrajana. Sonny, 2005) (2) Optimal (1) Agak melebihi batas (0) Jauh melebihi batas 0;1;2 0 2 (2) Sangat subur (1) Subur (0) Tidak subur 0;1;2 0 2 (2) Baik (1) Sedang (0) Buruk 0;1;2 0 2 (2) Baik (1) Sedang (0) Buruk 0;1;2 0 2 (2) Baik (1) Sedang (0) Buruk Dimensi Kelembagaan dan Hukum 0;1;2 0 2 (0) Buruk (1) Sedang (2) Baik 0;1;2 0 2 (2) Ada dan Berjalan (1) Ada, tetapi tidak berjalan (0) Tidak ada 0;1;2 0 2 (2) Ada dan berjalan (1) Ada, tetapi tidak berjalan (0) Tidak ada 0;1;2 0 2 (2) Ada (1) Ada, tetapi tidak berjalan (0) Tidak ada 0;1 0 1 Sistem pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan (0) Tidak terdapat sistem pengambilan keputusan. (1) Ada, berfungsi sesuai dengan sistem pengambilan keputusan yang disepakati 0;1;2 0 2 (2) Ada dan berjalan (1) Ada, tetapi tidak berjalan (0) Tidak ada 0;1 0 1 (1) Ada (0) Tidak

41 25 (DKH7) Keterlibatan masyarakat (DS1) Sosialisasi informasi KKPD (DS2) Akses nelayan (DS3) Adanya pertemuan membahas KKPD (DS4) Konflik antar nelayan (DS5) Peningkatan hasil tangkapan (DE1) Peningkatan pendapatan (DE2) Pemberdayaan nelayan (DE3) Adanya Pemasukan Lain selain melaut (DE4) Dimensi Sosial 0;1;2 0 2 Keterlibatan masyarakat dalam pemberian data dan informasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi pembangunan (0) Rendah (1) Sedang (2) Tinggi 0;1;2 0 2 Memberitahukan kepada masyarakat bahwa terdapat kawasan konservasi, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan, pemberitahuan zona-zona yang ada. (2) Ada dan berjalan (1) Ada, tetapi tidak berjalan (0) Tidak ada 0;1 0 1 Seteah adanya kawasan konservasi akses nelayan dalam pemanfaatan sumber daya laut (1) Mudah (0) Sulit 0;1 0 1 Adanya pertemuan membahas masalahmasalah pengelolaan KKPD antara masyarakat dengan pemerintah (1) Ada (0) Tidak ada 0;1;2 0 2 Umumnya kelestarian usaha perikanan di wilayah / unit analisis akan lebih terjamin jika tidak pernah terjadi konflik (indikator kinerja pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap indonesia, 2003) dikutip (Hartono. Tri T; Kodiran. Taryono; Iqba. M. Ali dan Koeshendrajana. Sonny, 2005) (0) Ada (1) Jarang (2) Tidak pernah Dimensi Ekonomi 0;1 0 1 (0) Tidak terdapat peningkatan hasil penangkapan setelah adanya kawasan konservasi (1) Terdapat peningkatan dari hasil penangkapan setelah adanya kawasan konservasi 0;1 0 1 (0) Tidak adanya peningkatan dalam segi pendapatan nelayan (1) Adanya peningkatan dalam segi pendapatan nelayan 0;1 0 1 (0) Tidak adanya pemberdayaan nelayan seperti koperasi nelayan (1) Adanya pemberdayaan nelayan seperti koperasi nelayan 0;1 0 1 Semakin sedikit masyarakat perikanan yang dianalisis melakukan kegiatan di sektor perikanan sebagai pekerjaan utama, maka resiko / ancaman terhadap keberlanjutan usaha perikanan (terjadinya eksploitasi

42 26 sumber daya perikanan yang berlebihan) (0) Tidak ada (1) Ada Subsidi (DE5) 0;1 0 1 Semakin kecil subsidi yang diberikan nelayan, maka secara tidak langsung menunjukkan kemandirian mereka untuk mendukung keberlanjutan usaha perikanan semakin besar (0) Ada Subsidi besar (1) Tidak ada subsidi, walaupun ada tidak besar Dimensi Teknologi Adanya teknologi konservasi (DT1) Masyarakat menerima karang buatan (DT2) Pembangunan sarana dan prasaran (DT3) Masyarakat beradaptasi dengan teknologi konservasi (DT4) Inovasi yang ada berguna (DT5) 0;1 0 1 Tersedianya teknologi dalam penangkapan ikan, udang, dan biota laut lainnya mencakup kapal, alat tangkap, dan manajemennya. (0) Tidak ada (1) Teknologi sederhana (tidak semua teknologi diterapkan 0;1 0 1 (0) Masyarakat tidak mendapatkan karang buatan. (1) Masyarakat mendapatkan karang buatan. 0;1 0 1 (0) Tidak terdapat pembangunan sarana dan prasarana di kawasan konservasi. (1) Terdapat pembangunan sarana dan prasarana di kawasan konservasi. 0;1 0 1 (0) Terdapat teknologi dalam penangkapan sumber daya laut di kawasan konservasi dan masyarakat tidak beradaptasi dengan teknologi (1) Terdapat teknologi dalam penangkapan sumber daya laut di kawasan konservasi dan masyarakat beradaptasi dengan teknolgi tersebut. 0;1 0 1 (0) Tidak terdapat inovasi yang berguna untuk membantu keberlanjutan di kawasan konservasi (1) Terdapat inovasi yang berguna untuk membantu keberlanjutan di kawasan konservasi seperti adanya karang buatan.

43 27 PENDEKATAN LAPANGAN Bab ini menguraikan metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pmilihan responden dan informan, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis data. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Wilayah ini termasuk kawasan konservasi yang telah ditetapkan pemerintah, dan terdapat juga peran dari Lembaga Sosial Masyarakat yaitu TNC (The Nature Conservancy) di Distik Misool Barat, selain itu terdapat kearifan lokal yang masih dilakukan oleh masyarakat di Distrik Misool Barat berupa Sasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung dengan pendekatan kuantitatif. Kombinasi ini dilakukan untuk memperkaya data dan lebih memahami situasi yang diteliti. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survai, dalam survai informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner, untuk memeroleh hasil yang lebih mendalam, pada penelitian ini mengenai pola pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat di Distrik Misool, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat digunakanlah metode kualitatif pada data kuantitatif (Singarimbun 1989) (Lampiran 4). Metode kualitatif dilakukan melalui pendekatan lapang secara langsung kepada responden dan informan berupa wawancara mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan (Lampiran 5) untuk mendaptakan informasi yang lebih akurat, observasi langsung, studi literatur, dan pengamatan berpartisipasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah pendekatan deskriptif. Deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap keadaan di tempat penelitian sesuai dengan fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau daerah yang diteliti (Singarimbun 1989). Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung, observasi, dan kuesioner yang disebarkan kepada responden. Data sekunder didapat melalui dokumentasi dan studi literatur yang berkaitan dengan penelitian seperti buku, data potensi desa, dan lain sebagainya. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yakni: 1. Disitrik Misool, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat merupakan kawasan konservasi perairan daerah yang ditetapkan menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 64/Men/2009 Tgl 3 September Adanya pengelolaan sumber daya masyarakat dengan kearifan lokal berupa Sasi

44 28 Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juli 2014 Waktu penelitian yang dimaksud mencakup waktu selama pembuatan proposal peneliti intensif berada di wilayah penelitian sampai peneliti pemberbanyak laporan penelitian. Selama pengambilan data berlangsung, peneliti tinggal bersama subjek penelitian di lapangan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui lokasi penelitian dengan baik dan juga terciptanya hubungan sosial yang dekat dengan subjek penelitian. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal dan instrumen penelitian, kolokium, pengumpulan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Berikut jadwal pelaksanaan yang disusun penulis yang dibuat pada Lampiran 1. Teknik Pemilihan Responden dan Informan Populasi ialah jumlah keselurahan dari unit analisa yang ciri-ciri akan diduga dalam penelitian (Singarimbun 1989) dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir/nelayan yang ada di desa Lilinta, Disitrik Misool Barat, Raja Ampat, Papua Barat. Unit analisis sebagai responden penelitian dari penelitian ini adalah individu yakni nelayan yang mengelola sumber daya laut dan bekerja/bermata pencahariannya mencari ikan di laut sesuai (UU Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan) yang berbunyi Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan Penentuan responden dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan simple random sampling, sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun 1989) yaitu berdasarkan tujuan penelitian, teknik ini digunakan untuk menentukan sasaran sampel yang akan digunakan oleh peneliti.. Responden yang dimaksud adalah responden yang pekerjaan utama sebagai nelayan menangkap ikan untuk keberlangsungan hidupnya atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan pemanfaatan karena kegiatan utama dilakukan di laut. Jumlah responden pada penelitian sebanyak 40 orang, daftar nama kerangka sampling dan responden terdapat pada Lampiran 3. Jumlah informan dalam penelitian ini tidak dibatasi, untuk memperkaya informasi mengenai pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat berupa Sasi dan kawasan konservasi perairan daerah di Distrik Misool Barat. Penulusuran dilakukan pada pihak-pihak terkait dengan menggunakan teknik bola salju (snowball sampling) yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya. Pencarian informan ini berhenti, saat tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru sudah berada di titik jenuh, terdapat informan kunci dalam pencarian informasi. Informan kunci yang pertama kali diwawancarai adalah pihak kepala Distrik Misool Barat. Informan yang terdapat pada penelitian ini

45 29 yaitu kepala Distrik Misool Barat, kepala BAMUSKAN Desa Lilinta, ketua adat Desa Lilinta, kepala kampung Desa Kapatcol, ketua adat Desa Kapatcol, LSM TNC, 4 orang Nelayan, Ketua Sasi ibu-ibu dan 7 orang anggota Sasi ibu-ibu Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder dapat dilihat pada Lampiran 2. Data primer dilakukan dan dikumpulkan sendiri oleh peneliti berupa pengamatan langsung peneliti sendiri, yakni hasil wawancara dengan responden atau informan dan hasil pengukuran peneliti sendiri. Data primer dengan pendekatan kuantitatif melalui metode survei yang diperoleh dari responden melalui wawancara terstruktur dengan alat bantu kuesioner. Data primer yang akan dikumpulkan yaitu; karakteristik nelayan di wilayah KKPD, yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman sebagai nelayan, tingkat pendapatan nelayan, dan tingkat pengetahuan nelayan dan karakteristik usaha nelayan, yang meliputi ukuran mesin kapal, modal melaut, dan jumlah hasil tangkapan. Pengumpulan data dari informan yang bersifat kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dan pengamatan langsung di lapangan menggunakan pedoman wawancara mencakup kepala desa, tokoh masyarakat, ketua adat, ketua gabungan kelompok nelayan dan dinas kelautan dan perikanan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah (KKPD). Data dari informan dikumpulkan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Data yang dikumpulkan meliputi faktor eksternal dan faktor internal yang memengaruhi pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat selain itu unsur-unsur pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat yang meliputi; batas wilayah, peraturan, hak, pemegang otoritas, sanksi, dan monitoring evaluasi. Selain data primer, pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain dan sudah diolah oleh pihak lain tersebut. Sumber data sekunder diperoleh dari: Kepala Distrik Misool Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan, buku, internet, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis, dan laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan data menggunakan Microsoft Excell 2010, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif sebagai analisis pendahuluan yang dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik setiap variabel pada sampel penelitian. Teknik yang digunakan dalam mengukur tingkat keberlanjutan KKPD adalah dengan menggunakan analisis statistik multivariate berupa analisis Multidimensional Scaling (MDS) dengan menggunakan software SPSS Statistics20 for windows. Pendekatan multi dimensional scalling (MDS) merupakan metode analisis penelitian dengan

46 30 menggunakan Leverage analysis, pendekatan ini merupakan pendekatan yang dimodifikasi dari program Rapfish. penentuan atribut yang mencakup lima dimensi yaitu dimensi ekologi, hukum dan kelembagaan, sosial, teknologi dan dimensi ekonomi. Kedua, penilaian setiap atribut dalam skala ordinal (scoring) berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi. Ketiga, menilai indeks dan status keberlanjutan pengelolaan KKPD yang dikaji secara multidimensi. Mulai Review Atribut Keberlanjutan Pengelolaan KKPD (termasuk variasi kategori dan konfirmasi kriteria skoring) Identifikasi & Definisi konservasi MDS (Ordinasi Setiap Atribut) Penskalaan multidimensi untuk setiap atribut Simulasi Monte Carlo (untuk mengetahui ketidak pastian analisis) Leverage analyses (untuk mengetahui anomali dari atribut yang dianalisis) Indeks keberlanjutan Gambar 2 Kerangka analisis tingkat keberlanjutan Dari atribut-atribut pada setiap dimensi dilakukan analisis multi dimensi dengan menghubungkan seluruh atribut tersebut. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: 1. Menelaah atribut-atribut pada setiap dimensi keberlanjutan dan mendefinisikan atribut tersebut melalui kajian pustaka. Dalam kajian ini terdapat 27 atribut yang dianalisis dan terdiri dari lima dimensi. 2. Pemberian skor yang didasarkan pada hasil kajian pustaka. Rentang skor berkisar antara 0-2 yang diartikan dari buruk sampai baik tergantung kondisi masing-masing atribut. 3. Hasil skor dilakukan analisis menggunakan program MDS melalui Software SPSS Statistic20 for windows untuk menentukan posisi keberlanjutan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah. Setiap

47 31 dimensi yang dinyatakan dalam skala indeks keberlanjutan. Skala indeks keberlanjutan terletak antara Selang indeks keberlanjutan tersebut yaitu selang 0-25 dalam kategori buruk, selang dalam kategori kurang, dalam kategori cukup, dan dalam kategori baik (Kavanagh and Pitcher, 2004). Multidimensional scaling berkaitan dengan permsalahan bahwa untuk sejumlah asosiasi ( distance, dissimilarity, similarity ) yang diamati antara pasang N obyek (titik posisi), temukan sebuah wakil asosiasi dari obyek-obyek tersebut dalam dimensi yang diperkecil sedemikian sehingga dugaan wakil asosiasi obyek-obyek ini (proximities) hampir sama dengan asosiasi awal menurut (Johson dan Eichern 1988) dikutip (Susilo 2003), ketika asosiasi diukur dalam skala interval atau rasio (metrik) maka metodenya disebut metric multidimensional scaling dan jika data diukur dalam skala ordinal atau nominal (non metrik) maka metode analisisnya disebut non-metric multidimensional scaling. Dari hasil multidimensional scaling yang dilakukan oleh penulis, dapat menjadikan referensi dalam hal skala prioritas untuk pemangku kebijakan dalam mengambil keputusan di kawasan konservasi perairan daerah di Misool Barat khususnya. Indeks keberlanjutan ditentukan oleh kondisi kini di lapangan, yang dapat diartikan bahwa indeks tersebut dapat berubah menjadi baik atau menjadi lebih buruk, tergantung pada perubahan atau upaya-upaya yang diarahkan untuk melakukan perubahan pada kondisi dari atribut-atribut tersebut. Sebagian dari atribut tersebut dapat dikategorikan sebagai atribut sensitif, sehingga dapat dipandang sebagai faktor pengungkit, untuk itu, bagian di bawah ini, selain menampilkan hasil analisis ordinansi, juga mempresentasikan hasil analisis anomali (leverage analyses), yang mengindikasikan sensitivitas dari setiap atribut pada masing-masing dimensi. Goodness of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran niali S-Stress dan R 2 menurut (Malhotra, 2006) dikutip (Nurmalina, 2008) adalah model yang baik ditunjukkan dengan nilai S-Stress yang lebih kecil dari 0.25 atau S< 0.25 dan R 2 yang mendekati 1. Menurut Wickelmaier (2003) The amount of stress may also be used for judging the goodness of fit of an MDS solution: a smaal stress value indicates a good fitting solution, whereas a high value indicates a bad fit. Makin kecil nilai stress berarti makin besar representatif jarak dapat dipertahankan pada analisis ordinasi dalam ruang yang diperkecil atau hasil analisis makin dapat dipercaya. Menurut Kruskal (1964a) dikutip Wickelmaier (2003) memberikan beberapa panduan untuk penafsiran dari nilai stress sehubungan dengan kebaikan t (hasil) dari solusi. Berikut ukuran stress dikaitkan dengan kecocokan model pada Tabel 8 Ukuran stress dikaitkan dengan kecocokan model Stress Goodness of fit >.20 Poor.10 Fair.05 Good.025 Excellent.00 Perfect

48 32

49 33 GAMBARAN UMUM DISTRIK MISOOL BARAT Bab ini menguraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian meliputi kondisi geografi dan demografi serta sosial ekonomi. Kondisi Geografi dan Demografi Kawasan konservasi Tenggara Misool, sebagai kawasan ke-v di TPPKD Raja Ampat, mencakup kawasan seluas ha. Kawasan tersebut terletak di baratdaya Pulau Salawati dan Batanta pada koordinat S dan T. Terdapat tiga kecamatan di dalam kawasan konservasi ini, termasuk di dalamnya Misool Barat (dengan 5 desa dalam kawasan konservasi: Biga, Gamta, Lilinta, Magey dan Kapatcol), Misool Timur (dengan 4 desa dalam kawasan konservasi: Tomolol, Usaha Jaya, Fafanlap, dan Folley) serta Misool Selatan (dengan 4 desa: Yellu, Dabatan, Harapan Jaya, dan Keyerepop). Masyarakat setempat di bagian tenggara Misool umumnya terdiri dari dua sub-etnis (Matbat dan Matlol), namun kawasan tersebut juga merupakan pertemuan budaya yang sangat penting antara Papua dan daerah Maluku, dimana komposisi gabungan etnis masyarakatnya sangat terlihat. Letak geografis dari Distrik Misool Barat adalah 2 o LS dan 130 o BT. Pusat pemerintahan Distrik Misool Barat terletak di Kampung Lilinta, tinggi pusat pemerintahan Distrik Barat dari permukaan laut adalah ± 5 mdpl. Suhu maksimum diwilayah Distrik Misool Barat sekitar 23 o s/d 35 C, dengan intensitas curah hujan kurang lebih 109,5 mm. Batas wilayah admisnistrasi Distrik Misool Barat adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara : Kampung Waigama (Misool Utara) b. Sebelah selatan : Kampung Dabatan (Misool Selatan) c. Sebelah timur : Batas Timur Kampung Folley (Misool Timur) d. Sebelah barat : Laut Seram (Pulau Seram) Penduduk di Kecamatan Misool Barat pada tahun 2012 tercatat sejumlah 1425 jiwa. Dengan luas wilayah km 2, maka kepadatan penduduk di daerah ini sebesar 7 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk per desa bervariasi, dengan laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Misool Barat dipengaruhi oleh faktor kelahiran, kematian dan migrasi yang masuk maupun yang keluar dari Kecamatan Misool Barat. Mayoritas penduduk Misool Barat beragama Islam dengan jumlah pemeluk agama sebesar 923 orang, pemeluk agama Kristen Protestan sebesar 758 orang, dan yang memeluk agama Kristen Katolik 35 orang.

50 34 Gambar 3 Peta Kawasan Raja Ampat Karakteristik Penduduk Berdasarkan data BPS Kabupaten Raja Ampat (2012), Desa Lilinta memiliki jumlah penduduk paling banyak di Distrik Misool Barat dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 14 jiwa per km 2. Sementara kepadatan penduduk terkecil adalah di Desa Magei dan Desa Kapatcol yaitu 3 jiwa per km 2. Dilihat dari jenis kelamin dan umur, penduduk di Kecamatan Misool Barat lebih banyak di dominasi oleh laki-laki dengan Sex Ratio sebesar 109 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan seks ratio di Distrik Misool Barat Tahun Kelurahan Laki-laki Perempuan Seks Ratio (1) (2) (3) (4) Lilinta Biga Gamta Magei Kapatcol Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat 2012

51 35 Jumlah kepala keluarga di Distrik Misool Barat pada tahun 2014 sebanyak 326 KK, menurut jenis kelamin penduduk laki-laki sebanyak 931 jiwa dan perempuan 739 jiwa. Jumlah penduduk Distrik Misool Barat menurut usia: a. 0-5 tahun : 237 Jiwa b tahun : 259 Jiwa c tahun : 262 Jiwa d : 752 Jiwa e. 57-seterusnya : 160 Jiwa Setiap masyarakat di desa yang ada di Misool Barat, hampir semua memiliki alat transportasi ataupun sarana untuk menangkap sumber daya laut berupa katinting 5, namun ada pula yang memiliki johnson pribadi. Selain dari kepemilikan pribadi, sarana kapal/perahu/johnson ada yang didapat dari bantuan pemerintah. Sarana kapal/perahu/johnson milik pemerintah yang ada di Distrik Misool Barat. a. Kampung Lilinta = 1 Unit (Rusak Berat) b. Kampung Biga = 1 Unit (Baik) c. Kampung Gamta = 1 Unit (Baik) d. Kampung Magey = 1 Unit (Baik) e. Kampung Kapatcol = 1 Unit (Baik) Sebagian besar penduduk di Distrik Misool Barat bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan sebesar 300 orang, karena wilayahnya yang berada diantara pulau-pulau dan laut, penduduk di Distrik Misool Barat banyak juga menjadi petani atau melakukan kegiatan bercocok tanam seperti menanam umbiumbian dan jagung kecuali padi, selain itu penduduk Distrik Barat memiliki komuditas unggulan berupa sagu yang banyak di Kampung Biga. Selain nelayan dan petani terdapat buruh perusahan swasta kurang lebis sekitar 75 orang yang bekerja di Perusahaan Mutiara di Kampung Yellu, 30 orang sebagai Pegawai Negeri Sipil, 2 (dua) orang menjadi TNI dan Polri. Namun dalam penelitian yang dilakukan penulis hanya fokus pada Desa Lilinta yang mayoritas penduduk yang tinggal di desa tersebut banyak bekerja/bermata pencaharian sebagai nelayan. Potensi Sumber daya Perikanan dan Laut Distrik Misool Barat Sumber daya perairan laut di Distrik Misool Barat sebagian besar dimanfaatkan untuk perikanan tangkap. Wilayah penangkapan ikan masyarakat berada di sekitar area Distrik Misool Barat, pada saat melaut masyarakat biasanya menetap di pulau-pulau seperti Pulau Waf dan Pulau Yeff bii yang dijadikan oleh mereka tempat untuk berisitirahat dan mengumpulkan hasil tangkapan ikan (camp nelayan). Armada laut yang digunakan, hampir sebagian besar masyarakat di Distrik Misool Barat memiliki armada laut berupa sampan yang diberi mesin (katinting), yang digunakan untuk transportasi dan menangkap ikan di laut 5 Sampan yang memiliki mesin/motor penggerak diluar untuk menjalankannya, ukuran katinting beraneka ragam dan kekuatan mesinnya pun beraneka ragam, tergantung si pemilik yang memilikinya.

52 36 kapasitas mesin dari katinting sebesar 5-13 PK namun ada pula nelayan yang memiliki jonson 6 sebagai armada untuk transportasi dan menangkap ikan. Alatalat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Distrik Misool Barat sebagian besar adalah pancing dasar, jaring dan ada beberapa masyarakat yang masih menggunakan bubu, namun ada juga yang menggunakan rumpon sebagai alat tangkapnya. Rumpon tersebut digunakan hanya oleh masyarakat dari luar Distrik Misool Barat yaitu nelayan dari Ternate, Tidore dan Makasar, untuk menggunakan Rumpon nelayan tersebut harus memiliki izin tidak boleh sembarangan menggunakan alat tangkap tersebut terutama di daerah dekat kawasan konservasi. Kegiatan dalam penangkapan ikan di laut Distrik Misool Barat, hampir setiap bulan nelayan menangkap ikan dilaut namun, masyarakat hanya mengenal dua musim dalam kegiatan menangkap ikan yaitu musim angin selatan dan musim angin barat, musim angin selatan biasanya terjadi pada bulan Juni-Oktober. Pada saat musim angin selatan nelayan tidak berani melaut karena ombak laut sangat tinggi dan angin sangat kencang terdapat istilah di masyarakat pada saat itu yaitu Laut Putih, puncak dari musim angin selatan, terjadi pada bulan Agustus, nelayan tidak ada yang berani melaut terlalu jauh untuk mengambil sumber daya ikan, hanya di sekitar beberapa meter dari tempat mereka tinggal untuk memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-hari. Pada saat bulan Juni- Oktober pula biasanya tedapat Sasi musiman, pada saat angin musim selatan dilakukan tutup Sasi. Masyarakat tidak dapat mengambil ikan karena faktor cuaca itu sendiri, kemudian pada saat angin musim barat yang terjadi pada November- April, nelayan kemudian kembali mencari ikan di laut atau pergi ke camp nelayan. Pada saat bulan Januari dan Februari biasanya hasil dari tangkapan ikan melimpah, dan di saat angin musim Barat biasanya masyarakat menggunakan kesempatan tersebut untuk buka Sasi. Gambar 4 Desa Lilinta pusat Distrik Misool Barat Dari hasil penelitian di lapangan yang telah dipaparkan oleh penulis, berikut Tabel 10 yang merupakan kalender musim nelayan di Distrik Misool Barat. 6 Berupa perahu speed bermesin, dengan kekuatan mesin 15 PK-40 PK

53 37 Tabel 10 Kalender musim nelayan Distrik Misool Barat Aktivitas Nelayan Periode Melaut Tidak Melaut Tangkapan Ikan Melimpah Tangkapan Ikan sedikit Ada Badai Ada Gelombang Tinggi Tutup Sasi Buka Sasi Bulan Ke- Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Ikhtisar Kawasan konservasi Tenggara Misool, sebagai kawasan ke-v di TPPKD Raja Ampat memiliki tiga kecamatan (distrik) di dalam kawasan konservasi ini, termasuk di dalamnya Misool Barat. Misool Barat memiliki 5 (lima) desa dalam kawasan konservasi yaitu: Biga, Gamta, Lilinta, Magey dan Kapatcol. Pusat pemerintahan Distrik Misool Barat terletak di Kampung Lilinta, penduduk di Distrik Misool Barat pada tahun 2012 tercatat sejumlah 1425 jiwa. Desa Lilinta memiliki jumlah penduduk paling banyak di Distrik Misool Barat,kepadatan penduduk terkecil adalah di Desa Magei dan Desa Kapatcol. Menurut jenis kelamin penduduk laki-laki sebanyak 931 jiwa dan perempuan 739 jiwa. Setiap masyarakat di desa yang ada di Misool Barat, hampir semua memiliki alat transportasi ataupun sarana untuk menangkap sumber daya laut berupa katinting, namun ada pula yang memiliki johnson pribadi. Selain dari kepemilikan. Sebagian besar penduduk di Distrik Misool Barat beragama Islam, penduduk mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan, di Desa Lilinta lebih banyak bermata pencaharian sebagai nelayan, sumber daya perairan laut di Distrik Misool Barat sebagian besar dimanfaatkan untuk perikanan tangkap.alat-alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Distrik Misool Barat sebagian besar adalah pancing dasar, kemudian jaring dan ada beberapa orang yang juga masih menggunakan 7 bubu. Masyarakat Misool Barat hanya mengenal dua musim dalam kegiatan menangkap ikan yaitu musim angin selatan dan musim angin barat, musim angin selatan biasanya terjadi pada bulan Juni-Oktober. Pada saat bulan Juni-Oktober pula biasanya tedapat Sasi musiman, pada saat angin musim selatan dilakukan tutup Sasi, pada November-April, nelayan kemudian kembali mencari ikan di laut, masyarakat kemudian menggunakan kesempatan tersebut untuk buka Sasi. 7 Adalah alat tangkap yang berupa jebakan dan penghadang juga bersifat pasif, berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar.

54 38 KARAKTERISTIK RESPONDEN Responden dalam penelitian ini adalah individu nelayan, yang kegiatannya menangkap ikan dilaut dan sebagai mata pencaharian utama bukan hanya untuk menangkap ikan untuk kebutuhan sehari-hari Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 40 orang. Karakteristik nelayan yang diidentifikasi dalam penelitian adalah usia responden, pengalaman menjadi nelayan, lama tinggal di desa, dan tingkat pendidikan. Karakteristik Usia Usia responden adalah selisih antara tahun responden pada saat dilahirkan sampai pada tahun dilaksankannya penelitian ini dilakukan. Usia responden bervariasi dari usia 18 Tahun sampai 67 Tahun dengan rata-rata 38% (persen) Tahun. Usia responden dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu usia muda (18-30 Tahun), dewasa (31-50 Tahun), dan tua (lebih dari 50 tahun). Dengan demikian, usia responden yang masuk ke dalam golongan usia muda sebesar 10 orang dengan persentase 25%, golongan usia dewasa sebesar 23 orang dengan persentase 57%(persen), dan tua sebesar 7 orang dengan persentase 18% (persen). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan merupakan usia produktif dengan rataan usia sebesar Tabel 11 Jumlah dan persentase usia responden menurut golongan usia Usia Responden Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Muda (18-30) Dewasa (31-50) Tua (>51) 7 18 Jumlah (n) Sumber: data primer diolah Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah yang pernah diikuti oleh responden. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 40 responden memiliki tingkat pendidikan yang berbeda. Tingkat pendidikan Rendah (Tidak bersekolah, tidaka tamat atau tamat SD/sederajat) sebanyak 18 orang atau dengan persentase sebesar 45%, Tingkat pendidikan Sedang (tidak tamat atau tamat SMP/sederajat) sebanyak 13 orang atau dengan persentase 32%, dan Tingkat pendidikan Tinggi (tidak tamat atau tamat SMA/sederajat sampai yang ke Perguruan tinggi) dengan jumlah 9 orang atau 23%. Hasil tersebut juga memerlihatkan bahwa mayoritas nelayan yang ada di sana, jenjang pendidikan tertinggi hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar. Banyak responden yang tingkat pendidikannya rendah hanya sampai lulus SD karena, sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia hanya di beberapa desa di Distrik Misool Barat, untuk akses ke sekolah jauh dari tempat tinggal, butuh waktu yang lama dari rumah menuju sekolah, dan perlu biaya lebih jika ingin

55 39 bersekolah di luar Misool Barat dengan prasarana yang lebih baik yaitu bersekolah di Sorong. Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (tidak bersekolah, tidak tamat, atau tamat SD/sederajat) Sedang (tidak tamat atau tamat SMP/sederajat) Tinggi (tidak tamat atau 9 23 tamat SMA/sederajat, Perguruan tinggi) Jumlah (n) Sumber: data primer diolah Pengalaman Sebagai Nelayan Pengalaman sebagai nelayan adalah lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satuan waktu (tahun), sejak pertama kali menjadi nelayan sampai penelitian ini dilakukan. Dari semua responden yang diwawancarai oleh penulis, hampir semuanya memiliki pengalaman yang cukup lama menjadi nelayan, karena mereka menjadi nelayan saat mereka masih anak-anak, atau mengikuti orang tua mereka saat pergi melaut, dan ada yang setelah mereka lulus dari sekolah, dengan tingkat pendidikannya hanya sampai SD, mereka akhirnya memutuskan untuk bekerja menangkap ikan/menjadi nelayan. Terdapat satu responden saja yang masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas pada saat di wawancarai. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman sebagai nelayan Rendah (<1-14 Tahun) sebanyak 13 orang atau dengan persentase 32%, tingkat pengalaman Sedang (15-29 Tahun) dengan jumlah 16 orang atau dengan persentase 40% dan tingkat pengalaman tinggi (29 Tahun) sebanyak 11 orang atau persentase sebesar 28%. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman sebagai nelayan Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman sebagai nelayan Tingkat Pengalaman Sebagai Nelayan (Tahun) Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (<1-14) Sedang (15-29 ) Tinggi (>29) Jumlah (n) Sumber: data primer diolah

56 40 Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang yang kehidupannya masih bergantung pada nelayan tersebut terutama terkait dengan ekonomi, termasuk dirinya sendiri. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa tanggungan keluarga rendah dengan jumlah tanggungan 1(satu) sampai 4 (empat) orang sebanyak 19 orang nelayan atau dengan persentase sebesar 47%. Tingkat menengah dengan 5 (lima) sampai 8 (delapan) orang tanggungan keluarga sebanyak 18 orang atau dengan persentase sebesar 45% (persen) dan tingkatan tanggungan keluarga tinggi dengan jumlah lebih sama dengan 9 orang, sebanyak 8 (delapan) orang atau 3% (persen). Dari penelitian tersebut rata-rata responden memiliki tanggungan untuk dirinya, satu istri dan 2 (dua) orang anak, terdapat pula responden yang memiliki anak angkat sebagai tanggungannya dan anggota keluarga lain yang juga menjadi tanggungan untuk nelayan tersebut seperti orang tua, saudara, dan orang lain yang masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat tanggungan keluarga responden selama satu bulan terakhir disajikan oleh peneliti pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat tanggungan keluarga responden selama satu bulan terakhir Tingkat Tanggungan Keluarga Responden Satu Selama Satu Bulan Terakhir Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (1-4 orang) Menengah (5-8 orang) Tinggi( 9 orang) 8 3 Jumlah (n) Sumber: data primer diolah Tingkat Pendapatan Nelayan Selama Satu Bulan Terakhir Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang didapatkan nelayan, termasuk penghasilan sampingan yang didapat dalam waktu satu bulan terakhir saat penelitian. Hasil penelitian di lapangan didapat bahwa sebanyak 37 orang atau 92% tingkat pendapatannya rendah degan kisaran pendapatan responden sebesar Rp Rp Tingkat pendapatan responden menengah dengan kisaran pendapatan Rp Rp , sebanyak 2 (dua) orang atau 5% (lima) persen sedangkan tingkat pendapatan responden tinggi selama satu bulan terakhir dengan pendapatan yang didapat diatas Rp sebanyak 1 (satu) orang atau 3% (tiga) persen. Pendapatan nelayan yang didapat dari hasil melaut digunakan untuk keperluan sehari-hari, seperti untuk membayar iuran listrik selama satu bulan, untuk membeli keperluan sembako, dan membeli keperluan rumah tangga lainnya. Jumlah dan Persentase Pendapatan Keluarga Responden Menurut Tingkatan di sajikan pada Tabel 15.

57 41 Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan neayan selama satu bulan terakhir Tingkat Pendapatan Nelayan Selama Satu Bulan Terakhir Rendah Rp Rp Menengah Rp Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Rp Tinggi> Rp Jumlah (n) Sumber: data primer diolah Tingkat Perkiraan Pengeluaran Nelayan Selama Satu Bulan Jumlah pengeluaran secara individu nelayan untuk pengeluaran rumah tangga yaitu bahan makanan, bahan bakar minyak untuk memasak maupun penerangan, uang iuran jenset untuk pembangkit listrik, rokok, pendidikan, dan pemeliharaan kesehatan yang dikeluarkan dalam 1 bulan terakhir. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga responden dengan tingkatan terendah sebanyak 34 orang atau 85 persen dengan jumlah pengeluaran rumah tangga nelayan sebesar Rp sampai Rp Responden dengan tingkat pengeluaran rumah tangga nelayan sedang yaitu sebesar Rp sampai Rp , sebanyak 4 orang atau persentase sebesar 10 persen. Tingkat pengeluaran biaya rumah tangga nelayan tinggi dengan jumlah biaya pengeluaran lebih besar dari Rp sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 5 persen. Hasil yang didapat dilapang menunjukkan setiap individu nelayan mengeluarkan biaya yang berbeda beda karena dari segi jumlah anggota keluarga dirumah, kebutuhan dasar makan yang berbeda, intensitas merokok dalam satu bulan, biaya pendidikan anak, biaya perawatan kesehatan walaupun disana mendapatkan bantuan berupa jamkesmas namun masih ada yang juga membayar dari beberapa responden. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengeluaran rumah tangga nelayan selama satu bulan disajikan oleh penulis pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengeluaran rumah tangga nelayan selama satu bulan Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan Selama Satu Bulan Rendah (Rp Rp ) Sedang (Rp Rp Responden Jumlah (orang) Persentase (%) ) Tinggi ( > Rp ) 2 5 Jumlah (n) Sumber: data primer diolah

58 42 Ikhtisar Tingkatan usia responden lebih banyak pada golongan usia dewasa, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan merupakan usia produktif dengan rataan usia sebesar Jenis pendidikan/sekolah yang pernah diikuti oleh responden, tingkat pendidikannya rendah yaitu responden sebagian besar hanya lulusan Sekolah Dasar. Hasil tersebut juga memeperlihatkan bahwa mayoritas nelayan memiliki jenjang pendidikan tertinggi hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar. Banyak responden yang tingkat pendidikannya rendah hanya sampai lulus Sekolah Dasar hal ini disebabkan sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia hanya di beberapa desa di distrik Misool Barat, akses ke sekolah yang jauh dari tempat tinggal, butuh waktu yang lama dari rumah menuju sekolah karena jaraknya yang jauh, perlu biaya lebih jika ingin bersekolah di luar Misool Barat, dengan prasarana yang lebih baik yaitu bersekolah di Sorong. Pengalaman sebagai nelayan merupakan lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satuan waktu (tahun), sejak pertama kali menjadi nelayan sampai penelitian ini dilakukan tingkat pengalaman nelayan dalam kategori tingkatan sedang. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa tanggungan keluarga rendah dengan jumlah tanggungan 1 sampai 4 orang dan ada beberapa responden yang memiliki anak angkat yang di asuhnya. Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang didapatkan nelayan, termasuk penghasilan sampingan yang didapat dalam waktu satu bulan terakhir saat penelitian persen tingkat pendapatannya rendah dengan kisaran pendapatan responden sebesar Rp Rp Jumlah pengeluaran secara individu nelayan untuk pengeluaran rumah tangga masuk kedalam tingkatan terendah dengan jumlah pengeluaran rumah tangga nelayan sebesar Rp sampai Rp Hasil yang didapat dilapang menujukkan setiap individu nelayan mengeluarkan biaya yang berbeda beda karena dari segi jumlah anggota keluarga dirumah, kebutuhan dasar makan yang berbeda, intensitas merokok dalam satu bulan, biaya pendidikan anak, biaya perawatan kesehatan walaupun disana mendapatkan bantuan berupa jamkesmas namun masih ada yang juga membayar dari beberapa responden.

59 43 KARAKTERISTIK USAHA NELAYAN Karakteristik usaha nelayan, merupakan faktor-faktor internal yang memengaruhi proses responden sebagai seorang nalayan, dalam menjalankan usahanya. Karakteristik usaha nelayan yang diteliti oleh penulis yaitu: ukuran kapal, modal melaut, dan jumlah hasil tangkapan. Ukuran Mesin Kapal Ukuran kapal yang digunakan adalah ukuran perahu yang digunakan oleh nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan dilihat dari panjang, lebar dan kekuatan mesin yang digunakan. Gambar 5 Jenis katinting yang digunakan masyarakat di Distrik Misool Barat Hasil penelitian yang dilakukan dilapangan didapatkan bahwa responden mempunyai perahu sampan dengan mesin tempel diperahunya sebagai alat bantu untuk bergerak (katinting) atau sarana transportasi lain dengan beraneka ragam ukuran dan kekuatan mesin yang digunakan, contoh pada gambar yang diberikan oleh penulis. Gambar pada bagian kiri, merupakan katinting yang memiliki sayap dan biasanya katinting tersebut banyak digunakan oleh masyarakat di desa Biga, Gamta dan Magei, ukuran aktinting tersebut lebih kecil, sedangkan pada gambar yang berada disebelah kanan banyak digunakan oleh masyarakat di desa Lilinta. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kekuatan mesin kapal yang digunakan. Tingkat Kekuatan mesin kapal yang Responden digunakan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (jika mesin kapal digunakan antara 5-9 PK) Sedang (jika mesin kapal 7 18 digunakan antara PK) Tinggi (jika mesin kapal yang 2 5 digunakan lebih dari 14 PK) Jumlah (n) Sumber: data primer diolah

60 44 Kekuatan mesin kapal untuk katinting yang banyak digunakan oleh responden hampir sebagian besar antara 5-9 PK, dari 40 responden 31 orang menggunakan mesin kapal antara 5-9 PK atau dengan persentase sebesar 77%, hal tersebut merupakan tingkat rendah dalam penggunaan kekuatan mesin kapal. Tingkat kekuatan mesin kapal yang digunakan sedang, dengan kekuatan mesin kapal antara sebanyak 7 orang responden atau dengan persentase sebesar 18%. Tingkat kekuatan mesin kapal yang digunakan tinggi lebih dari 14 PK sebanyak 2 orang atau 5%. Ukuran kapal tidak mempengaruhi kekuatan mesin kecuali dengan menggunakan jonson, seoranag nelayan minimal menggunakan 15 PK untuk bisa menjalankan jonson tersebut. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kekuatan mesin kapal yang digunakan disajikan oleh penulis pada Tabel 17. Modal Melaut Selama Satu Bulan Modal melaut adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan untuk usaha melaut yang dilakukannya, dari biaya bahan bakar minyak, biaya perbekalan, atau kebutuhan lainnya yang dikeluarkan oleh nelayan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang atau 50% untuk modal melaut yang dikeluarkan satu bulan terakhir, dengan biaya sebesar Rp Rp tergolong ke dalam kategori rendah. Tingkat modal melaut sedang jika modal melaut yang dikeluarkan sebesar Rp Rp , dengan jumlah respoden sebanyak 16 orang atau persentase sebesar 40%, dan terakhir pada kategori tingkat modal melaut tinggi, dengan modal melaut yang dieluarkan lebih dari Rp , jumlah responden sebanyak 4 orang atau dengan persentasi sebesar 10% Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal melaut selama satu bulan terakhir Tingkat Modal Melaut Selama satu Responden bulan terakhir Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (jika modal yang dikeluarkan Rp Rp Sedang (jika modal yang dikeluarkan Rp Rp ) Tinggi (jika modal yang dikeluarkan 4 10 lebih dari Rp ) Jumlah (n) Sumber: data primer diolah Hasil Tangkapan dan Armada Melaut Jumlah hasil tangkapan adalah rataan jumlah ikan yang berhasil ditangkap dalam sekali melaut/loading. Pengukuran hasil tangkapan yang dilakukan dengan cara, melihat jumlah hasil tangkapan dengan satuan kilogram. Hasil dari penelitian berupa wawancara yang dilakukan dilapangan, bahwa nelayan banyak yang mengambil ikan tenggiri dan kakap merah dalam sekali loading, namun ikan geropa atau yang banyak dikenal oleh masyarakat sebagai

61 45 ikan kerapu merupakan jenis biota laut unggulan di Raja Ampat khususnya di daerah Misool. Dari hasil penelitian dilapang menunjukkan bahwa jumlah ikan yang ditangkap saat satu kali loading pada tingkatan rendah yaitu sebanyak 10 kg-59 kg ikan adalah 16 orang responden atau dengan persentase sebesar 40%. Jumlah ikan saat loading tingkat sedang sebanyak 60 kg-109 kg ikan adalah 10 responden atau dengan persentasenya sebesar 25%, dan terakhir jumlah ikan saat loading tinggi dengan banyaknya ikan lebih dari 109 kg, adalah 14 orang responden dengan persentase 35%. Tabel 19 Jumlah dan persentase ikan yang ditangkap dalam satu kali loading Jumlah ikan yang ditangkap dalam satu kali loading Responden Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (10 kg-59 kg) Sedang (60 kg-109 kg) Tinggi (>109 kg) Jumlah (n) Sumber: data primer diolah Beberapa jenis ikan yang ditangkap oleh para nelayan disajikan pada Tabel 21 oleh penulis. Ikan yang sering ditangkap oleh nelayan adalah Kakap merah, Kerapu, Bobara, Tenggiri dan Goropa. Goropa atau sejenis ikan Kerapu merupakan biota laut yang menjadi komoditas unggulan masyarakat Misool Barat. Ikan-ikan yang ditangkap oleh nelayan biasanya dikumpulkan oleh mereka kepada pengumpul ikan yang disebut Plasma, mereka jual ke kapal Jolor (kapal penampung) dan ada juga yang hanya menjual hasil dari tangkapan mereka keliling kampung.

62 46 Tabel 20 Beberapa jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan di Distrik Misool Barat No Gambar Jenis ikan 1. Kakap Merah 2. Bobara 3. Goropa 4. Kerapu 5. Napoleon (Mami) 6 Saising (Saeseng) 7 Sunu 8 Tenggiri Ikhtisar Pada hasil penelitian yang dilakukan di lapangan didapatkan bahwa responden mempunyai katinting atau sarana transportasi yang beraneka ragam ukuran dan mesin yang digunakan, dan mayoritas responden menggunakan mesin kapal antara 5-9 PK untuk katintingnya, hal ini termasuk dalam tingkatan rendah untuk penggunaan mesin. Modal melaut adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh nelayan untuk usaha melaut yang dilakukannya, dari biaya bahan bakar minyak, biaya perbekalan, atau kebutuhan lainnya yang dikeluarkan oleh nelayan penelitian di lapangan masuk kedalam kategori rendah. Jumlah hasil tangkapan adalah rataan jumlah ikan yang berhasil ditangkap dalam sekali melaut/loading. Pengukuran hasil tangkapan yang dilakukan dengan cara, melihat

63 jumlah hasil tangkapan dengan satuan kilogram. Dari hasil penelitian dilapang menunjukkan bahwa jumlah ikan yang ditangkap saat satu kali loading rendah yaitu sebanyak 10 kg-59 kg ikan dan jenis ikan yang sering ditangkap ada ikan jenis Kakap merah, Geropa dan Bobara. 47

64 48

65 49 SEJARAH KAWASAN KONSERVASI DI RAJA AMPAT Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan Daerah, dimulai sejak tahun 2003, diawali dengan diadakannya kesepakatan berupa deklarasi yang dikenal dengan deklarasi Tomolol, di Kampung Tomolol pada saat periode pertama Bupati Raja Ampat menjabat. Bupati Raja Ampat saat itu mengumpulkan semua tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat yang ada di sana, kemudian mereka semua mendeklarasikan sebuah kesepakatan, yaitu mereka sepakat untuk melindungi, mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut yang ada di Kabupaten Raja Ampat. Satu pernyataan yang disampaikan oleh Bupati Raja Ampat bahwa Kabupaten Raja Ampat akan diarahkan menjadi kabupaten bahari, dengan adanya deklarasi Tomolol hal ini menjadi dasar untuk semua Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan swasta yang melakukan aktivitas di dalam pembangunan di Raja Ampat maupun di Lembaga Sosial Masyarakat, diarahkan semuanya pada program kerja ke arah bahari dengan deklarasi tersebut. Lembaga Sosial Masyarakat sendiri yang berada di Kabupaten Raja Ampat selanjutnya mulai bergerak, mulai melakukan pendampingan bersama-sama dengan masyarakat mencari kearifan-kearifan yang ada, bersama masyarakat untuk duduk bersama dan berdiskusi memajukan Kabupaten Raja Ampat dengan dasar kearifan lokal. Tahun 2003 sampai pada Tahun 2007 terbitlah Peraturan Daerah tentang kawasan konservasi, sehingga pemerintah Raja Ampat khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) yang arah pembangunan sumber daya laut, mengarah pada deklarasi Tomolol. Tahun 2005 Raja Ampat ditetapkan sebagai kabupaten definitif, yang pada awalnya di Tahun 2003 masih mendapat pendampingan dari Kabupaten Sorong, kemudian Raja Ampat pada Tahun 2005 resmi definitif berdiri sendiri sebagai kabupaten. Raja Ampat menjadi definitif sebagai kabupaten pada tanggal 9 Mei 2005, setelah dideklarasikan pada tahun 2005, kemudian Bupati Raja Ampat memiliki visi dan misi yaitu pembangunan Kabupaten Raja Ampat menuju ke arah bahari dan menuju masyarakat Raja Ampat yang madani, di dukung dari sektor kelautan perikanan dan pariwisata. Sektor yang lain bukan tidak diperhatikan namun karena geografis dari wilayah Kabupaten Raja Ampat sebagai wilayah bahari, mendukung visi dan misi Bupati Raja Ampat, dan sudah 10 tahun wilayah kabupaten Raja Ampat dibina, seperti sampai sekarang yang di kenal sebagai salah satu Syurga Dunia dengan keindahan karang dan lautnya. Pembagian tugas Dinas Kelautan dan Perikanan adalah untuk pariwisata, menjaga laut, dalam hal user atau penggunanya dikelola oleh Dinas Pariwisata untuk dimanfaatkan dari kinerja Dinas Kelautan dan Perikanan. Seperti yang diungkap oleh Kepala DKP Bapak MPU (wawancara pada tanggal 16 Mei 2014, 08.30)... yaitu mereka memanfaatkan hasil sumber daya yang telah kami lindungi akhirnya kita punya sumber daya silahkan manfaatkan, jadi adanya kerjasama antara DKP dan dinas pariwisata.

66 Pembentukan kawasan konservasi di Raja Ampat, dengan adanya Deklarasi Tomolol 2005 Raja Ampat menjadi definitif sebagai Kabupaten November 2012, adanya deklarasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Gambar 6 Alur singkat sejarah kawasan konservasi di Raja Ampat Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam pengelolaan sumber daya laut di Raja Ampat Di Kabupaten Raja Ampat terdapat dua lembaga swadaya masyarakat (LSM) yaitu CI dan TNC, kepanjangan dari CI adalah Conservation International sedangkan TNC kepanjangan dari The Nature Conservancy, pada tahun 2002 TNC melakukan sebuah kajian ekologis sumber daya laut di Raja Ampat, tetapi sebelumnya pada tahun 2001 CI sudah melakukan kajian ekologis terlebih dahulu. Tahun 2002 merupakan dasar untuk memastikan bahwa dari TNC diperbolehkan atau tidak mengelola lagi di kawasan Kabupaten Raja Ampat. The Nature Conservancy melakukan kajian mengenai ekologi secara cepat, mereka berkeliling ke beberapa lokasi di Kabupaten Raja Ampat, dan dari hasil kajian itu para tim ahli yang bergabung pada tim survei merekomendasikan bahwa Kabupaten Raja Ampat, menjadi satu kawasan yang sangat penting untuk dilindungi artinya untuk dilakukan upaya-upaya pengelolaan. Pada tahun sebelumnya yaitu di tahun 2001, ahli-ahli yang bergabung dalam surveinya Conservation International pun merekomendasikan hal yang sama, karena memang ternyata ditemukan spesies dan sumber daya yang luar biasa di Raja Ampat, hal itulah yang menjadi dasardasar kegiatan dari TNC terutama di Raja Ampat, dengan survei kajian yang dilakukan oleh TNC dan CI kemudian banyak sekali proses yang dilakukan oleh CI dan TNC bersama masyarakat kemudian masyarakat melakukan deklarasi di beberapa kawasan mulai dari Waigeo, kemudian beberapa wilayah seperti di Wayag, masyarakat terlebih dahulu membuat deklarasi adat untuk membentuk kawasan konservasi kemudian di lanjutkan dengan TNC di Kofiau pada mulanya, kemudian di Misool. Deklarasi-deklarasi adat yang dilakukan oleh masyarakat kemudian dibawa oleh masyarakat ke pemerintah, tetapi sebelumnya di tahun 2003 itu ada lokakarya yang sangat besar yang dilakukan oleh masyarakat, CI, TNC dan pemerintah di Tomolol Distrik Misool Timur, semua ahli dikumpulkan utuk mengkaji, memberikan rekomendasi dari hasil kajian-kajian yang dilakukan oleh CI dan TNC. Lokakarya yang sangat besar merupakan lokakarya yang menjadi satu pondasi yang kuat, untuk upaya-upaya konservasi Raja Ampat, yang dikenal sebagai Deklarasi Tomolol, dari deklarasi Tomolol disana mulailah berkembang, masyarakat dengan ketua adat dan lembaga-lembaga adat yang ada di kampungkampung maupun yang ada di sorong, mendekati pemerintah untuk meminta pemerintah melanjutkan rekomendasi-rekomendasi yang sudah muncul dari pihaknya termasuk LSM.

67 51 Para peneliti dan ahli yang berada di Raja Ampat pada saat itu, kebanyakan dari Amerika, Jepang, Australia dan peneliti-peneliti yang bekerja di TNC. Mereka dikumpulkan untuk memberikan rekomendasi pada saat lokakarya di Tomolol. Pemerintah selanjutnya benar-benar memberikan komitmen yang kuat karena memang Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan, sektor yang memimpin adalah sektor bahari, kemudian pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan dan LSM mulai membentuk beberapa kawasan konservasi, pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah, melalui Surat Keputusan Bupati kemudian naik ke Peraturan Daerah tentang pembentukan kawasan konservasi yang ada di Raja Ampat, ada sekitar 6 (enam) wilayah kawasan konservasi yang ada di Kabupaten Raja Ampat, pembagian fokus daerah, untuk CI fokus pada daerah di sebelah utara di Waigeo dan pihak TNC di daerah Kofiau dan Misool. Dari sinilah dimulai untuk mendesain kawasannya seperti apa, kriteriakriteria yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain kawasan konservasi, kemudian desain zonasinya, dengan memperhatikan aspek tradisonal yang ada berupa Sasi. Pada akhirnya terbentuklah kawasan konservasi, terbentuklah sistem zonasi, ada peraturan-peraturan kampung yang dibuat, ada peraturan daerah dari kabupaten. Dari Hasil wawancara dengan salah satu Informan dari TNC, Bapak YN megungkapkan bahwa kalau bisa di acara SAIL Raja Ampat 2014 akan ada penetapan menteri tentang kawasan konservasi di Raja Ampat karena,...kalau dilihat dari aturan yang ada, apa yang sudah TNC lakukan di Raja Ampat itu baru disebut pencanangan, nanti harus ada penetapan menteri, tetapi sebenarnya orang daerah sendiri melihat apa yang sudah dilakukan, itu sudah benar-benar kuat, karena namanyakan KKPD yah, Kawasan Konservasi Perairan Daerah otoritas tertinggi ada di Kabupaten, jadi peraturan daerah yang sudah dikeluarkan oleh PEMDA itu sudah sangat kuat. Jika hanya mengacu pada undang-undang yang lebih luas, undang-undang Nasional, yaitu Undang-undang 27 Tahun 2007, hal yang dilakukan di daerah khususnya di Raja Ampat sendiri, baru disebut pencanangan, jadi harus memerlukan SK Menteri tentang kawasan daerah konservasi perairan di Raja Ampat. Peran Unit Pelaksana Teknis Daerah Pertengahan tahun 2014, Lembaga Swadaya Masyarakat yaitu TNC yang berada di Misool, akan habis masa kontrak dengan pemerintah Raja Ampat pada tanggal 30 Juni 2014, dari Dinas Kelautan dan Perikanan membahas tugas yang telah selesai dilakukan/ending dari pihak TNC dan CI, untuk bagaimana selanjutnya, kemudian dari pemerintah Raja Ampat memikirkan untuk meneruskan kembali kinerja yang telah dibuat oleh pihak LSM di Raja Ampat salah satunya di Misool, dengan menejemen yang dibuat pemerintah Indonesia karena sistemnya berbeda jauh, yaitu sistem yang di buat oleh pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (TNC dan CI) mengikuti bank dunia, terdapat beberapa alternatif -dari departemen dalam negeri yang membahas terkait hal tersebut di Jakarta, dengan adanya wadah Unit Pelaksana Teknis Daerah berbentuk UPT (unit pelaksanaan teknis) artinya peraturan pemerintah yang berperan, jadi dari TNC dan CI dapat bergabung dan terfasilitasi.

68 52 Fungsi dari UPTD adalah membuat sistem BLUD (badan layanan umum daerah) menjadi satu-satunya mekanisme yang dapat dijadikan untuk manajemen Bank Dunia bisa masuk di dalamnya. Sistem tersebut dibuat sama dengan sistem LSM, yaitu dengan membuat laporan pertanggung jawaban, tetapi di dalam pemerintahan sendiri akan diatur supaya salah satu sistem itu dapat masuk, untuk pembuatan laporan berupa dana pemerintah yang pertanggung jawabannya sesuai dengan aturan Indonesia. Badan layanan umum daerah di dalamnya bisa pegawai negeri atau bukan pegawai negeri, kalau pegawai negeri pihak terkait bisa mempertanggung jawabkan kepada pemerintahan, kemudian pihak dari TNC yaitu masyarakat yang dulunya bekerja di TNC dapat masuk kedalam sistem tersebut dan mengikuti kinerja sistem BLUD. Tabel 21 Sejarah singkat kawasan konservasi di Kabupaten Raja Ampat Tahun Hal yang terjadi 2002 Pada tahun 2002 TNC melakukan sebuah kajian ekologis sumber daya laut di Raja Ampat, namun satu tahun sebelumnya CI sudah melakukan kajian ekologis terlebih dahulu Adanya Deklarasi Tomolol, sebagai awal mula diadakannya kawasan konservasi di Raja Ampat dan Dasar untuk semua kegiatan pembangunan Di Raja Ampat 2005 Raja Ampat resmi menjadi Kabupaten, tepatnya pada tanggal 9 Mei Adanya Peraturan Daerah mengenai Kawasan Konservasi November 2012, Adanya deklarasi Kawsan Konservasi Perairan Daerah 2014 Di wilayah Misool sendiri dan Kofiau-Boo, masa kontrak LSM tersebut telahhabis, tepatnya pada 30 Juni Fungsi dari LSM akan digantian peranannya dengan UPTD Keterkaitan Sasi dengan Penetapan Kawasan Konservasi Kawasan konservasi merupakan mekanisme sistem Sasi moderen, yang dilakukan untuk keberlanjutan sumber daya alam, menjaga kelestarian habitat yang ada di dalamnya, digunakan untuk kemudian hari sebagai tabungan generasi mendatang. Sasi sendiri merupakan sistem konservasi yang telah dilakukan secara turun-temurun, karena Sasi tersebut merupakan adat yang berlaku sejak lama di kampung dan masih berlaku hingga saat ini. Sasi yang ada terutama di Lilinta merupakan Sasi tradisonal. Sasi yang ada dikeluarkan atau ditetapkan oleh tokoh adat, dimana pada musim tertentu atau musim yang sudah ditentukan, nelayan tidak boleh menangkap ikan, atau melakukan pekerjaan perikanan di wilayah tersebut, jadi wilayah-wilayah konservasi tersebut atau wilayah Sasi sudah dibuat sedemikan rupa oleh tokoh adat dan disepakati bersama oleh masyarakat juga sama halnya dengan kawasan konservasi yang sudah disepekati bersama. Dari kepala distrik sendiri setuju dengan adanya kawasan konservasi perairan daerah pada saat diwawancarai...karena selama ini yang membuat alam kita terjaga karena adanya sistem kawasan konservasi tersebut, dan secara turun temurun, masyarakat sudah diajarkan untuk menjaga alam mencari tetapi tidak berlebihan. Dalam artian masyarakat menggunakan alat tangkap yang tidak merusak lingkungan dan juga menjaga kawasan-kawasan tertentu sehingga kelanjutannya masih berjalan dengan baik sampai sekarang, adanya kesadaran

69 masyarakat yang diterapkan ke anak cucu nya supaya berkelanjutan (Sasi Tradisional jaman dahulu). Adanya kawasan konservasi perairan daerah yang dideklarasikan pada tanggal 28 November 2012, membuat aktivitas nelayan sebelum dan sesudah adanya kawasan konservasi perairan daerah terdapat sedikit perbedaan. Kawasan konservasi perairan daerah yang ditetapkan oleh pemerintah hanya namanya saja, namun sejak dulu sudah dilakukan secara turun-temurun atau adat istiadat yang telah dijaga atau dilakukan sistem konservasi tersebut, yaitu ada beberapa pulau yang mungkin dijaga kelestariannya berupa terumbu karang dan juga penyu yang bertelur di pulau itu, boleh diambil telurnya tetapi tidak boleh semua jadi khusus untuk konsumsi saja tetapi tidak untuk diperjual belikan. Sumber daya yang di Sasi sendiri tidak hanya ikan, lobster, lola, penyu, jadi Sasi juga mencakup suatu wilayah misalnya, ada di suatu pulau tertentu sumber daya alam yang ada di kawasan tersebut tidak boleh dilakukan pengambilan ikan atau aktivitas di dalamnya, ada peraturan yang berlaku di dalam sistem Sasi untuk segi pengambilan sumber daya. Terkait kawasan konservasi untuk pemahaman dan pengetahuan nelayan dalam ditetapkannya kawasan konservasi perairan daerah oleh pemerintah daerah yang dibantu oleh LSM, bahwa para nelayan di Distrik Misool Barat sudah mengetahui sistem kawasan konservasi itu sudah sejak dulu berupa Sasi tetapi kadang hal tersebut terbentur dengan kebutuhan ekonomi, sehingga sedikit terkendala dalam sistem kawasan konservasi tersebut. Kebutuhan ekonomi masyarakat pada musim angin selatan masyarakat, tidak pergi memancing atau melakukan aktivitas perikanan, untuk memenuhi perekonomiannya, kebutuhan uang, kebutuhan keluarga, pendidikan, pada saat musim teduh mereka terkadang masuk juga pada kawasan konservasi. Kawasan konservasi meskipun sudah ditetapkan, dan nelayan tahu akibat yang akan mereka dapatkan jika melanggar, namun nelayan masih saja menangkap di kawasan konservasi tersebut. Hal ini disebabkan nelayan menangkap ikan di sekitar, bahkan masuk kedalam kawasan konservasi karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nelayan sering mendapatkan penyuluhan atau sosialisasi mengenai kawasan konservasi perairan daerah, penyuluhan yang diberikan mengenai batas wilayah, aturan, dan sanksi tetapi sosialisasi yang pernah dilakukan ini tidak berkesinambungan. Terdapat keluhan dari beberapa nelayan mengenai lokasi-lokasi penangkapan, dimana kawasan konservasi tersebut adalah lumbung ikan dan kawasan yang tidak dikonservasi biasanya tempat yang tidak ada ikan. Nelayan mengeluh karena hasil tangkapannya berkurang, tetapi demikian walaupun hasil tangkapan berkurang, nelayan harus tetap menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat beberapa kegiatan yang dilarang di KKPD salah satunya yaitu menangkap ikan terutama ikan hiu kemudian telur penyu dan karang laut juga molusca seperti tripang, lola lobster, karena itu semua merupakan hasil biota laut yang cukup mahal. Hasil penelitian di lapang didapati bahwa di kawasan konservasi, pada zona pemanfaatan nelayan dapat melintas disana, tetapi untuk memancing atau melakukan aktivitas diatasnya tidak diperbolehkan dan tidak diperbenarkan, sedangkan di zona inti nelayan tidak diperbolehkan melintasi bahkan mengambil biota laut di kawasan tersebut. Praktek Sasi dapat menjadi strategi adaptasi nelayan dalam menghadapi perubahan iklim karena Sasi pada zaman dahulu adalah Sasi tradisional seperti 53

70 54 yang sudah dijelaskan oleh peneliti bahwa Sasi tradisonal terjadi karena adanya pergantian musim yaitu angin musim selatan (tutup Sasi musiman), dimana masyarakat tidak dapat melaut sama sekali dan saat angin musim barat (buka Sasi musiman). Mereka harus berfikir untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, cara yang dilakukan mereka yaitu berkebun atau hanya memancing seadanya di dekat pemukiman mereka agar mereka dapat bertahan hidup. Pendekatan model baru melalui Sasi, dengan monitoring dan kontrol membantu masyarakat untuk melakukan perubahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, yakni masyarakat dapat mengetahui bahwa Sasi juga dapat terukur sebelum dan sesudah melakukan Sasi. Ketika masyarakat ingin melakukan Sasi, sebelumnya harus mencari lokasi kemudian memonitoring dulu lokasi tersebut untuk mengetahui biota yang ada, lokasi tersebut sudah tepat atau belum, dan ketika masyarakat ingin buka Sasi, dimonitoring kembali untuk melihat biotanya sudah siap untuk di panen atau belum.

71 55 UNSUR-UNSUR PENGELOLAAN SUMBER DAYA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH MISOOL BARAT Sasi : Kearifan Lokal Sebagai Konservasi Tradisional Sasi yang merupakan kearifan lokal, dikenal sebagai hukum adat dengan kepemilikan sumber daya bersifat komunal (hak ulayat) terbukti telah efektif dalam pengelolaan marine protected area dan suaka laut menurut Nikijuluw (2002) dikutip Ruslan (2010). Istilah moderen Sasi dikenal sebagai konservasi tradisional, dengan model pengelolaan berbasis masyarakat yang telah berlangsung secara tradisional dan turun-temurun dari leluhur masyarakat di daerah tersebut, dapat dijumpai dalam praktek Sasi contohnya di masyarakat Maluku yang kemudian menyebar ke wilayah kawasan Papua. Secara keseluruhan terdapat pula Sasi di wilayah Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat Papua Barat salah satunya di wilayah Lilinta dengan Kepala Adat berinisial RUO (57 tahun) dan Sasi ibu-ibu dengan ketuanya ibu BDH (44 Tahun). Menurut Ruddle (1999) dikutip Satria (2009b), unsur-unsur pengelolaan sumber daya perikanan berbasis masyarakat antara lain: batas wilayah, aturan, hak, pemegang otoritas, sanksi, dan monitoring serta evaluasi. Pada pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat di kawasan Distrik Misool Barat berupa Sasi laut, contoh pada Sasi yang dilakukan di Desa Lilinta dan Desa Kapatcol adalah khusus untuk melarang penangkapan biota laut yaitu: lola, teripang, lobster dan juga ikan (khusus di Kapatcol), sedangkan jenis biota lainnya tidak di Sasi. Batas Wilayah Batasan wilayah daerah yang diatur dalam Sasi di Distrik Misool Barat adalah seluruh batas wilayah laut di area desa tersebut, dengan menggunakan tanda batas tanda alam (natural sign) seperti kampung dengan kampung dan pulau dengan pulau, untuk memberitahukan bahwa wilayah tersebut telah di Sasi atau dengan menggunakan pelampung, kayu-kayu, dan papan yang bertulisakan Sasi. Area Sasi termasuk ke dalam kawasan konservasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat, wilayah kawasan konservasi sendiri meliputi beberapa pulau saja yang dikavling untuk wilayah konservasi, tetapi ketika di dalam pembukaan Sasi maka wilayahwilayah yang di kavling sebagai wilayah Sasi kemudian dibuka agar masyarakat dapat memanfaatkan dan mengelola hasil dari sumber daya laut. Sebelum terdapat kawasan konservasi masyarakat memang sudah tahu batas-batas wilayah Sasi dengan batas imaginer berupa pulau-pulau di sekitar kampung. Pada kawasan konservasi terdapat zona-zona di kawasan konservasi yang diatur dalam setiap kegiatan pemanfaatan sumber daya. Di Misool Barat terdapat enam pembagian kawasan zona yang ditetapkan yaitu: zona inti, zona pemanfaatan terbatas (Sub zona ketahanan pangan dan parwisata juga sub zona perikanan berkelanjutan dan budidaya), zona pemanfaatan lainnya (Sub zona pemanfaatan tradisonal masyarakat, sub zona Sasi dan sub zona pemanfaatan umum). Dari hasil

72 56 pengamatan dan wawancara masyarakat hanya mengetahui dua zona secara garis besar yaitu zona inti dan zona pemanfaatan tradisional berupa zona Sasi. a. Zona inti atau perlindungan Zona inti atau perlindungan adalah kawasan dimana masyarakat atau nelayan tidak diperbolehkan untuk melewati, melakukan dan mengambil sumber daya laut di wilayah tersebut, zona inti tersebut berada di Pulau Wolid. Keberadaan zona inti terletak jauh dari pemukiman masyarakat pesisir dan tempat biasa mereka melakukan penangkapan ikan, karena tempat tersebut dijadikan rumah bagi ikan yang ingin berkembang biak dan dapat dikatakantempat tutup Sasi permanen yang tidak pernah dilakukan buka Sasi. Zona inti yang ditetapkan sudah ada musyawarah sebelumnya antara masyarakat, pemerintah desa dan LSM yang bertanggung jawab di Misool yaitu TNC b. Zona pemanfaatan Zona pemanfaatan tradisional yaitu zona pemanfaatan yang merupakan tempat diberlakukannya Sasi di desa-desa Distrik Misool Barat. Zona tersebut merupakan wilayah yang dibatasi oleh masyarakat, jaraknya berada di dekat tempat tinggal mereka. Batas wilayahnya sendiri antara kampung dengan kampung, atau beberapa pulau yang masyarakat berikan tanda, bahwa daerah tersebut di Sasi atau dengan bantuan papan penanda yang ditempatkan di sekitar wilayah yang di Sasi. Tabel 22 Perbedaan batas wilayah antara KKPD dan Sasi Batas Wilayah Perbedaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Sasi Kejelasan Wilayah Formalitas Tanda Batas wilayah jelas, dengan pembagian zona-zona dalam pengelolaan dan pemanfaatannya. Pembentukan batas wilayah bersifat formal dan diatur dalam peraturan tertulis Batas wilayah menggunakan tanda alam yaitu antara kampung dengan kampung, pulau dengan pulau dan semenanjung dengan semenanjung Batas wilayah tidak terlalu jelas, namun masyarakat/nelayan mengetahui batasan wilayah yang di Sasi Pembentukan batas wilayah bersifat informal, yaitu batas wilayah buka dan tutup Sasi, dengan ketentuan disepakati bersama oleh masyarakat di desa dan petuanan (ketua adat) Batas wilayah menggunakan tanda alam yaitu batas antara kampung atau antar pulau, wilayah yang di Sasi, selain itu menggunakan kayu dan papan yang bertulisakan wilayah Sasi Batas wilayah yang telah diatur oleh pemerintah memang sudah baik, dengan zona-zona yang diatur dengan jelas pada kawasan konservasi perairan daerah di Distrik Misool Barat, namun nyatanya dari hasil wawancara di lapang yang dilakukan oleh peneliti, aturan yang ada masih bisa dilanggar oleh masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di laut, mereka mengambil ikan di sekitar kawasan dan bahkan ada yang masuk ke dalam kawasan konservasi karena mereka harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini berbeda dengan batas wilayah Sasi yang ditetapkan oleh ketua adat bersama masyarakat (legitimasi adat) untuk melindungi sumber daya laut, meskipun pembentukan batas wilayah Sasi belum terlalu jelas dan bersifat informal, namun masyarakat lebih mematuhinya.

73 57 Aturan Aturan dalam hukum Sasi di Distrik Misool Barat contoh di Desa Lilinta termasuk ke dalam kategori collective level rules, yang artinya dalam penerapan otoritas pengambilan keputusan oleh sistem yang berlaku baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Distrik Misool Barat penerapan dibeberapa desa memang belum ada secara tertulis, jadi tidak ada aturan baku yang diterapkan, tetapi masyarakat sudah mengetahui dan memahami mengenai aturan adat tersebut saat buka Sasi ataupun saat tutup Sasi, untuk peraturan kampung masih dalam proses pembuatan pada saat peneliti melakukan penelitian. Aturan Sasi yang diterapkan yakni, pada saat tutup Sasi masyarakat hanya boleh melintas di area yang di Sasi, tidak diperbolehkan mengambil lola, lobster, teripang, dan ikan yang juga di Sasi di wilayah tersebut. Saat dimulai penutupan Sasi, maka saat itulah aturan Sasi diberlakukan, aturan berakhir ketika telah diumumkan bahwa sudah saatnya buka Sasi. Mekanisme dalam menutup dan membuka Sasi hampir sama di seluruh desa di Distrik Misool Barat penerapannya. Berikut Tabel 23 Mekanisme buka Sasi dan tutup Sasi yang disajikan oleh penulis. Tabel 23 Mekanisme dalam tutup dan buka Sasi No Tutup Sasi 1. Terdapat pengumuman yang diberikan oleh kepala adat ke masyarakat, bahwa akan segera dilakukan tutup Sasi. Masyarakat di desa tersebut diharapkan mengetahui dan mematuhi segala peraturan yang ada, bagi masyarakat di luar kampung juga sudah ada pemberitahuan bahwa tutup Sasi sudah dilakukan di desa yang bersangkutan dan mereka juga harus mematuhi aturan yang sudah ditetapkan. 2. Diadakan pertemuan terlebih dahulu, yakni musyawarah antar kepala Rukun Tetangga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan beberapa perwakilan masyarakat lainnya untuk menetapkan kesepakatan bahwa sudah waktunya tutup Sasi. Musyawarah sendiri dilakukan di balai pertemuan, saat pertemuan diadakan adalah menentukan kesepakatan waktu tutup Sasi dan lama waktu Sasi. 3 Pada saat tutup Sasi, diadakan upacara adat dan upacara agama, ada pula yang hanya upacara adat saja, contoh di Lilinta. Upacara yang dilakukan berupa doa dari pendeta gereja dan ketua adat. Ada peresmian bahwa tutup Sasi sudah dilakukan. Periode tutup Sasi berbeda-beda tergantung dari kesepakatan yang ditetapkan, Sasi Musiman lamanya 6 (enam) bulan, Sasi Kampung dan Sasi Gereja lama Sasi yang diterapkan dapat dilakukan 1 atau bahkan 2 tahun sekali. Mekanisme Buka Sasi Membuka Sasi dilakukan sama seperti halnya tutup Sasi, yaitu dengan diadakannya pengumuman bahwa akan segera dilakukan buka Sasi. Diadakan pertemuan antara tiga tungku (tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kepala adat), kepala Rukun Tetangga dan perwakilan dari masyarakat. Saat buka Sasi, desa yang melakukan kegiatan tersebut akan memeberitahukan desa-desa di sekitarnya (dalam satu Distrik) untuk diundang saat upacara buka Sasi. Musyawarah dilakukan terlebih dahulu untuk kesepakatan buka Sasi, selanjutnya kesepakatan yang sudah disepakati diumumkan dari kepala adat dan disebarkan dari mulut ke mulut. Acara pembukaan Sasi sama halnya seperti saat tutup Sasi. Hasil dari Sasi tidak semuanya dapat diambil, ada monitoring dari pihak LSM TNC terkait ukuran yang dapat diambil. Hasil dari biota laut yang terkumpul (teripang, lola, lobster, batu laga) dan dimonitoring kemudian ada pembagian hasilnya yaitu untuk gereja dan masyarakat. Buka Sasi biasanya berlangsung 3 (tiga) sampai 7 (tujuh) hari, tergantung kesepakatan.

74 58 Apabila ada warga yang melanggar akan diberikan sanksi. Pengambilan keputusan yang melanggar aturan, tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah yang berhak menentukan hukuman yang didapat oleh pihak yang melanggar. Hak Menurut Ostrom dan Schlager (1990) dikutip Satria (2009), hak kepemilikan dibagi menjadi lima macam meliputi: hak akses, hak pemanfaatan hak pengelolaan, hak eksklusi dan hak pengalihan. Terdapat hak ulayat di Misool Barat dengan petuanan yang menguasai beberapa luas wilayah perairan salah satunya di Misool Barat yaitu di daerah Lilinta, secara global hak ulayat dimiiki marga tertentu, tetapi dalam pengelolaannya dikelola untuk keseluruhan masyarakat yang tinggal dan hidup di daerah Masyarakat di wilayah Distrik Misool Barat, memiliki hak dalam pengambilan/penangkapan ikan yaitu dapat melintasi kawasan yang di Sasi pada saat tutup Sasi, namun dalam memanfaatkan sumber daya laut hanya bisa saat buka Sasi, selain itu hak lainnya masyarakat turut serta untuk mengambil keputusan dan mengawasi pelaksanaan Sasi. Tidak ada hak eksklusif dalam pengelolaan Sasi disana. Menurut Ostrom dan Schlager (1990) dikutip Satria (2009), status atau posisi individu dalam suatu masyarakat berkaitan dengan hak kepemilikan yang dimiliki, di Distrik Misool Barat termasuk pada Claimant karena nelayan memiliki hak akses, hak pemanfaatan, dan hak pengelolaan sumber daya laut yang ada disana. Sanksi Sanksi yang diberlakukan terkait pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat berupa Sasi, adalah jika ada yang melanggar aturan tersebut maka ada hukuman. Mekanisme pemberian sanksi terhadap para pelanggar tergantung dengan ketua adat, hukuman dapat berupa kegiatan fisik, denda, atau alat tangkapnya diambil. Kegiatan fisik misalnya, untuk pihak yang melanggar, dia harus mengangkat batu untuk masjid atau berjalan jongkok dan berkeliling di desa. Denda berupa uang yang diberikan bagi pihak yang telah melanggar, adalah memberikan uang sebesar Rp sampai Rp Pak RUO 57 tahun (wawancara pada tanggal 7 Mei 2014, WIT) berkata Apabila kita sudah pasang Sasi, Sasi artinya larangan saat kita sudah menutup Sasi baru ada yang lewat aturan itu, mungkin dia pengambilan belum ada waktunya ya belum buka Sasi dia melanggar ya berarti itu dia sudah pasti kena hukuman, hukumannya itu hukuman denda terus pun terkadang itu suruh angkut batu itu, yah kalau disini masjid, kalau dendanya tergantung lebih dari yaitu , karena agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Hal ini tidak hanya berlaku untuk Sasi, jika ada nelayan dari luar mengambil ikan atau biota lautnya di kawasan konservasi maka akan diberikan sanksi tersebut karena belum ada peraturan tertulis yang dibuat. Beberapa sanksi yang diberlakukan jika didapati ada yang melanggar saat diadakannya tutup Sasi disajikan pada Tabel 24

75 59 Tabel 24 Tipe Sanksi dan penerapannya Tipe Sanksi Agama Sosial Ekonomi Formal Fisik Penerapannya Hukuman dari Tuhan, biasanya yang melanggar kesepakatan saat tutup Sasi, orang tersebut mendapat karma/hukuman dari Tuhan. Seperti halnya matanya, merah, lumpuh, sakit bahkan menyebabkan kematian. Biasanya dibicarakan oleh orang lain jika diketahuai bahwa ia melanggar. Denda dalam bentuk uang yang ditentukan jumlahnya oleh ketua adat, sekitar Rp Rp Sanksi formal berupa diadakannya sedang dan dimasukkan ke penjara tidak ada Hukuman fisik, dengan caara mengangkat batu untuk pembangunan masjid, berjalan jongkok mengelilingi kampung, atau keputusan lain yang diambil oleh pihak yang berwenang. Pemegang otoritas Pelaksanaan Sasi sebagai sistem pengelolaan perikanan yang berbasis kearifan lokal, hal tersebut masih dipengaruhi oleh adat istiadat yang secara turuntemurun sudah dilaksanakan, untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya laut masyarakat melakukan upacara adat sebelum buka atau tutup Sasi. Ketua adat di distrik Misool Barat sangat berperan penting untuk mengadakan dan mengatur Sasi tersebut, selain itu otoritas juga melekat pada pemerintahan desa dan tokoh agama yaitu pendeta gereja. Setiap keputusan yang ada dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dimusyawarahkan terlebih dahulu bersama-sama dengan masyarakat, seperti untuk buka dan tutup Sasi. Ketua adat di Desa Lilinta ditempatkan sebagai kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemanfaatan sumber daya laut dan menjaga sumber daya laut untuk sekarang dan masa depan yang akan datang, karena kehidupan mereka bergantung kepada laut. Pengawasan dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi Sasi yang ada di Misool Barat dilakukan oleh masyarakat dibantu oleh pihak LSM TNC, terdapat kelompok pengawas yang berkeliling pulau dengan membawa lembaran catatan jika ada yang melanggar sekaligus memonitoring kawasan konservasi yang ada di daerah tersebut. Mekanisme dalam pengawasan Sasi jika ada masyarakat mengetahui ada yang melanggar maka harus memberitahukan kepada tiga tungku (kepala kampung, ketua adat dan tokoh agama) atau dapat langsung mengusir pelaku yang melakukan pelanggaran. Teknik dalam pengawasan yang dilakukan berupa patroli dan masyarakat yang memancing di dekat kawasan Sasi maupun kawasan konservasi, jika ada nelayan dari luar yang memancing di kawasan tersebut, maka masyarakat melaporkan kepada kepala kampung atau ketua adat. Terkait kasus dalam kawasan konservasi, kepala distrik sendiri pernah menangkap langsung Saya pernah sendiri orang, kebetulan itu bagan, bagan sedang jadi, kebetulan dia melintas atau melakukan aktivitas ditempat konservasi pas kebetulan di depan kampung jadi kelihatan yah sudah kita melakukan tindakan dan pengusiran pada saat itu.

76 60 Sasi Ibu-ibu Selain terdapatnya Sasi kampung, Sasi gereja, dan Sasi musiman yaitu pada saat angin musim selatan yang digunakan untuk tutup Sasi dan angin musim barat digunakan untuk buka Sasi,. Terdapat hal yang berbeda di Distrik Misool Barat di Desa Kaptcol, terdapat Sasi yang khusus di kelola oleh ibu-ibu di luar Sasi kampung dan gereja. Mengutip perkataan Ketua Adat dari kampung Kapatcol Bapak DDH 50 Tahun, Sasi di Kapatcol ada dua, yaitu Sasi Ibu-ibu dan Sasi kampung, hal ini mungkin baru pertama kali karena biasanya Sasi di kelola seperti Sasi gereja, Sasi yang dikelola oleh kampung, Sasi adat. Sasi Ibu-ibu di kampung kapatcol di ketuai oleh Ibu Bedsinah Hai. Mulanya ada Sasi ibu-ibu di Kapatcol adalah pada awal tahun 2010, ibuibu di kampung Kapatcol melihat hasil dari Sasi Kampung sangatlah baik dan hasilnya memuaskan, semenjak saat itu ibu-ibu terutama ketua dari Sasi ibu-ibu yaitu Ibu Bedsinah Hai berinisiatif untuk membuat Sasi khusus untuk Ibu-ibu. Pada tahun yang sama itu pula, ibu-ibu kemudian membuat Sasi yang letaknya tidak begitu jauh tempatnya, di tanjung di depan kampung, namun pada awal buka Sasi, tidak ada hasil yang didapat atau bisa dikatakan bahwa Sasi tersebut gagal karena tidak ada hasil dari Sasi yang dilakukan. Kata Ibu BDH 44 Tahun, ketua Sasi ibu-ibu,...kegagalan karena kesalahan kami yang mungkin menetapkan tempat yang salah, kemudian letak Sasi pun dipindahkan ke tempat dekat dengan Sasi kampung, dan dilakukan kembali pada tahun 2013 dengan bantuan dari pihak TNC. Batas Wilayah Batas wilayah yang telah disepakati untuk Sasi Ibu-ibu adalah dari Galamisim sampai Lawatipan (dari papan didepan kampung yaitu Tanjung Kaleforon sampai Tanjung Lia dengan menggunakan papan). Batas wilayah juga diberi tanda dengan menggunakan pelampung dan kayu-kayu dan ada papan yang bertuliskan Sasi. Aturan Ibu-ibu melakukan buka Sasi pada tanggal 26 April 2014, untuk pertama kali setelah mengalami kegagalan, dengan jangka waktu lama pengambilan biota laut pada saat buka Sasi ibu-ibu atau panen adalah 2 hari, hasil yang didapat lumayan banyak selama 2 (dua) hari panen yang dilakukan bersama Sasi kampung sekitar kg, sumber daya laut yang di Sasi yaitu teripang, lola lobster, dan batulaga. Salah satu biota laut saat panen Sasi, tanggal 26 April 2014 yaitu teripang, ukuran teripang yang diambil hingga mencapai cm, hasil dari buka Sasi pertama ibu-ibu di Kapatcol disajikan oleh penulis pada lampiran 5. Ibu-ibu ketika buka Sasi sempat merasa kecewa terhadap bapak-bapak, karena ada kecurangan pada saat panen hasil buka Sasi, maka pada bulan Oktober 2014 ibuibu akan melakukan buka Sasi kembali. Jangka waktu buka Sasi ibu-ibu, telah ditetapkan masa buka dan tutup Sasi, periodenya selama 2 (dua) tahun sekali. Terdapat aturan yang berlaku pada saat tutup dan buka Sasi, dengan mekanisme yang diterapkan hampir sama dengan mekanisme tutup dan buka Sasi secara

77 61 umum di Distrik Misool Barat. Berikut mekanisme tutup Sasi dan buka Sasi ibuibu di Kapatcol yang penulis buat pada Tabel 25 Tabel 25 Mekanisme tutup Sasi dan buka Sasi No Mekanisme Tutup Sasi Ibu-ibu Buka Sasi Ibu-ibu 1 Secara keseluruhan peraturan Sasi ibu-ibu sama dengan peraturan yang ditetapkan Sasi Kampung dan Sasi lainnya yang diterapkan di Distrik Misool Barat. Pengumuman diberikan sebelum penutupan Sasi ibu-ibu di wilayah yang ditetapkan, melalui gereja saat acara keagamaan, pada awal tutup Sasi dilakukan ada monitoring tempat yang dilakukan oleh pihak LSM TNC untuk menentukan tempat yang di Sasi. Pengumuman diberikan di gereja saat akan diadakannya buka Sasi. Terdapat monitoring dari LSM TNC terkait biota yang akan dipanen apakah sudah siap dipanen atau belum. 2 Diadakan pertemuan di balai pertemuan yang dihadiri oleh tokoh agama (pendeta), tokoh masyarakat, kepala adat, ketua Sasi ibu-ibu, dan perwakilan masyarakat, untuk menetapkan saat tutup Sasi. 3 Saat tutup Sasi, tempat yang di Sasi terlebih dahulu didoakan (adanya upacara agama) dan juga upacara adat. 4 Saat tutup Sasi, masyarakat boleh melintasi namun tidak boleh mengambil sumber daya laut yang di Sasi, sumber daya laut yang di Sasi yaitu lola, teripang, lobster, batulaga termasuk ikan juga yang berada pada wilayah yang di Sasi. Pertemuan diadakan seperti saat akan diadakannya tutup Sasi, yang dihadiri oleh tokoh agama (pendeta), tokoh masyarakat, kepala adat, ketua Sasi ibu-ibu, dan perwakilan masyarakat, untuk menetapkan saat buka Sasi pada waktu yang tepat Seperti halnya saat tutup Sasi, sebelum buka Sasi, tempat yang di Sasi sebelumnya didoakan terlebih dahulu dengan adanya upacara agama setelah itu diadakan upacara adat. Saat buka Sasi, ibu-ibu dapat mengambil biota laut yang telah di Sasi, dengan bantuan bapak-bapak. Biota yang di Sasi, tidak dapat diambil semua, ada monitoring yanng dilakuakn terkait ukuran biota laut yang boleh dipanen. Ukuran yang dipenen, penulis buat pada Tabel 25. Ukuran biota laut yang dapat dipenen pada saat buka Sasi, disajikan oleh penulis pada Tabel 26. Hasil dari buka Sasi jenis teripang ada pada lampiran 6 dan buka Sasi jenis lola ada pada lampiran 7. Tabel 26 Ukuran biota laut yang dapat dipanen No Biota Laut Ukuran 1 Lola Ukuran lola yang di panen yaitu 7 cm sampai 15 cm, diatas ukuran 15 cm tidak diambil 2 Lobster Ukuran lobster yang dapat diambil yaitu lobster dari ukuran 7 cm sampai ukuran terbesar diambil 3 Batulaga ukuran batulaga yang dapat diambil, dengan besar ukuran diameter cangkang 7 inci 4 Teripang Ukuran teripang yang diambil sama halnya dengan lobster, dari ukuran 7 cm sampai yang terbesar

78 62 Hak Masyarakat diberikan hak pemanfaatan dan pengelolaan pada saat buka Sasi, tidak ada pengalihan hak kepada orang lain apalagi kampung lain untuk bisa mengelola, hanya saja jika pada saat buka Sasi, setiap kampung yang ada di Distrik Misool Barat (Lilinta, Biga, Magey, Gamta) diundang untuk dapat menikmati hasil dari buka Sasi dan memang hal tersebut berlaku pada setiap kampung, dan kegiatan buka Sasi ibu-ibu sendiri sama halnya seperti itu. Sanksi Terkait sanksi yang berlaku, jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, maka terdapat sanksi gereja, sanksi yang didapat seperti sakit atau musibah lainnya, tidak ada sanksi fisik selama ini, karena masyarakat kampung atau dari luar jika melanggar dapat dikatakan hukuman yang mereka dapatkan langsung dari Tuhan. Hal tersebut juga berlaku pada Sasi ibu-ibu, masyarakat sangat mematuhi aturan yang berlaku pada saat tutup Sasi agar tidak mendapat sanksi/hukuman dari Tuhan. Pemegang otoritas Pemegang otoritas untuk Sasi ibu-ibu ada pada ketua Sasi ibu-ibu, selain itu ketua adat, kepala desa dan pendeta sangat berperan dalam pengelolaan Sasi termasuk Sasi ibu-ibu di Kapatcol. Sama halnya dengan Sasi pada umumnya Setiap keputusan yang ada dimusyawarahkan terlebih dahulu bersamasama dengan masyarakat, seperti untuk buka dan tutup Sasi. Ketua adat, kepala desa dan pendeta termasuk ketua Sasi ibu-ibu memiliki kekuasaan yang sama tingginya. Pengawasan dan Evaluasi Sistem pengawasan dan evaluasi dilakukan, dengan bantuan TNC seperti memonitoring tempat yang bisa dijadikan tempat Sasi, saat dilakukan buka atau tutup Sasi. Saat buka Sasi jumlah biota laut yang dipanen, hasilnya diukur dan ditimbang bersama-sama oleh ibu-ibu dan VCO dari perwakilan pihak TNC, dan memberikan evaluasi terkait hasil dari Sasi kepada masyarakat dan kelompok ibuibu, pemerintah kampung dan juga tokoh adat. Dari segi pengawasan Sasi ibuibu, ibu-ibu dibantu oleh masyarakat juga dibantu oleh TNC mengawasi daerahdaerah tempat yang di Sasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab berupa patroli lokal atau dengan cara mengawasi nelayan atau pihak dari luar wilayah kapatcol, pada saat masyarakat memancing disekitar wilayah tempat yang diberlakukannya Sasi. Gambar 7 Buka Sasi "ibu-ibu" di Kapatcol

79 63 FAKTOR EKSTERNAL DAN FAKTOR INTERNAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA BERBASIS MASYARAKAT PADA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH Pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat di Distrik Misool Barat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi institusi dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaan hasil dari sumber daya laut untuk berlangsungnya keberlanjutan, dari sumber daya laut di daerah tersebut. Faktor internal yaitu sejarah pengelolaan lokal masyarakat, tingkat homogenitas masyarakat, kompleksitas ekonomi wilayah, kepemimpinan dan proses inisiasi yang ada di dalam faktor tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat Distrik Misool Barat yang memengaruhi upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut yaitu pengakuan dari pemerintah dan kebijakan pengelolaan sumber daya laut. Faktor Eksternal Pengakuan dari pemerintah Sasi merupakan kearifan lokal yang sudah secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat di Distrik Misool Barat, yang memang sudah diakui oleh pemerintah, untuk membuat kawasan konservasi perairan daerah pun pemerintah bersama masyarakat dan LSM membuat kebijakan yang tidak terlepas dari Sasi yang sudah ada sejak lama di Distrik Misool Barat. Peran Sasi dinilai penting dalam pembuatan aturan-aturan kawasan konservasi perairan daerah Seperti yang dikutip dari pernyataan kepala DKP Raja Ampat. Jadi sasi itukan merupakan budaya masyarakat yang turun menurun dari kita punya nenek moyang untuk melindungi sumber daya alam yang ada disana jadi biasanya untuk kepentingan masyarakat banyak tooh untuk kepentingan kampung,dengan hadirnya KKLD itu kita hanya menguatkan kearifan lokal yang ada dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah, jadi kita hanya munculkan dia dalam bentuk konservasi. Kawasan Konservasi Perairan Daerah atau yang lebih dikenal dengan Kawasan Konservasi Laut Daerah, terbentuk pada dasarnya adalah sistem Sasi yang diangkat dalam bentuk konservasi, kemudian diterapkan melalui peraturanperaturan daerah dalam bentuk KKLD, pembentukan KKLD perlu waktu yang cukup lama dan melibatkan seluruh stakeholder yang ada baik itu pemerintah, swasta, dan juga masyarakat. Di Raja Ampat pembentukan wilayah-wilayah konservasi memerlukan proses yang lama sekitar 5-7 tahun, kemudian barulah keluar Perda tersebut. Proses pembentukkan kawasan konservasi dibantu oleh LSM TNC di wilayah Misool Barat dan sudah menggalakan seluruh masyarakat sejak tahun 2003 sampai pada Perda untuk penetapan KKLD itu keluar tahun 2007.

80 64 Kebijakan pengelolaan sumber daya Kebijakan pengelolaan sumber daya laut pada dasarnya memiliki tujuan yaitu meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat (social well-being) di daerahnya secara berkelanjutan. Kebijakan berupa Sasi contohnya di daerah Distrik Misool Barat, memberikan kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut yang di Sasi, terdapat kesepakatan-kesepakatan bersama yang dibuat oleh masyarakat, ketua adat, tokoh masyarakat dan kepala kampung dengan ketua adat yang memiliki kedudukan tertinggi. Kesepakatan yang ada, berupa aturan dan sanksi jika ada yang melanggar, aturan-aturan Sasi mempunyai legitimasi yang kuat dan terinternalisasi dengan baik seperti tidak menangkap ikan yang telah diberi batas Sasi sebelum adanya buka Sasi, namun masih bisa melintas di daerah tersebut. Masyarakat yang berada di luar Distrik Misool dapat mengelola sumber daya yang ada disana misalkan nelayan dari Ternate Tidore, Seram, dan Maluku tetapi harus memiliki izin dan mematuhi peraturan yang ada, baik itu peraturan pemerintah maupun peraturan yang berlaku di masyarakat, agar tidak ada tangkap lebih dan rusaknya karang akibat aktifitas negatif yang dilakukan oleh masyarakat yang datang untuk menangkap ikan. Pemerintah pusat sendiri memiliki kebijakan dalam pengelolaan sumber daya dengan membuat aturan-aturan dan membuat suatu kawasan dengan zona-zona di dalamnya dibantu oleh LSM yang ada di Raja Ampat. Hal tersebut menjadikan pemerintah secara tidak langsung hadir membuat aturan agar dalam pengelolaan sumber daya supaya berjalan dengan baik dan berkelanjutan dengan adanya KKPD, atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan KKLD. Pemerintah harus mengatur, memberikan pengetahuan dan membina sumber daya manusianya, menghubungkan antara masyarakat dengan swasta, menghubungkan sumber daya alam yang ada dengan teknologi serta menguatkan kearifan lokal yang ada dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah seperti PERDA No. 27 Tahun 2007 mengenai kawasan konservasi di Raja Ampat. Faktor Internal Tingkat Homogenitas Masyarakat Di Distrik Misool Barat merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir (Satria 2004) yaitu desa-desa yang ada berada di sana, dari segi mata pencaharian utama lebih banyak sebagai nelayan karena demografi mereka yang mendukung mereka bekerja sebagai nelayan, sedikit dari mereka yang bekerja sebagai petani yaitu di daerah Biga, Gamta dan Magey. Masyarakat yang tinggal di desa, biasanya masih memiliki hubungan saudara dan memiliki garis keturunan yang sama atau satu suku, dua suku yang terkenal di Distrik Misool yaitu Matbat dan Matlo. Selain itu hampir semua desa di Distrik Misool Barat melakukan kegiatan Sasi yang dilakukan sejak lama untuk menjaga sumber daya alam yang ada agar dapat berkelanjutan. Sejarah pengelolaan lokal Dalam segi pengelolaan sumber daya, pengelolaan sumber daya didasarkan atas pengetahuan lokal (Satria 2009b), tunduk dan selaras dengan alam (Kluckhon

81 65 dalam Satria 2002b), yakni masyarakat di Misool Barat secara terus menerus melakukan kegiatan Sasi yang telah mereka sadari bahwa kearifan lokal tersebut akan menjadi hal yang berguna, sebagai tabungan untuk anak dan cucuk mereka di masa yang akan datang. Sasi yang dilakukan tidak hanya Sasi Muisman, namun terdapat Sasi Kelompok, Sasi Kampung, Sasi Gereja dan bahkan di daerah Kapatcol terdapat Sasi Ibu-ibu, dalam segi pengelolaannya dikelola oleh ibu-ibu. Masyarakat di Misool Barat memiliki peran penting dalam pengelolaan yang dibantu oleh tiga tungku yaitu: kepala adat, tokoh masyarakat, serta tokoh agama. Masuknya kawasan konservasi di daerah Misool Barat tidak mengganggu dan tidak menyebabkan banyak permasalahan yang kaitannya mengenai Sasi, karena Kawasan Konservasi Perairan Daerah, pada saat pembuatan dan penetapannya tidak terlepas dengan Sasi yang ada di sana. Kompleksitas ekonomi wilayah Wilayah di Distrik Misool Barat, sebagian besar bekerja untuk menghidupi kebutuhannya menjadi seorang nelayan, namun di beberapa desa di Misool Barat, menghidupi kehidupannya dengan bercocok tanam dengan komoditas unggulan adalah sagu, masih ada sistem barter dalam memenuhi kebutuhan dengan cara masyarakat di desa Biga datang ke Lilinta untuk menjual sagu, masyarakat dari Lilinta membayar sagu tersebut dengan ikan. Membahas ekonomi di wilayah Distrik Misool Barat, seperti yamg telah dipaparkan bahwa masyarakat tunduk dan selaras dengan alam. Saat musim angin selatan masyarakat yang bekerja menjadi nelayan, tidak pergi untuk melaut, akhirnya masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali meminjam uang atau mengutang demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pemberdayaan yang dilakukan untuk masyarakat misalnya dengan membuat koperasi khusus nelayan, harusnya dapat diadakan dapat dimanfatakan, sehingga saat buka Sasi yang dilakukan oleh masyarakat, hasilnya dapat terkontrol dengan baik dan bisa sangat membantu masyarakat untuk memenajemen keuangan. Kaitan Sasi dengan kompleksitas ekonomi yaitu dalam menangkap ikan masyarakat sangat bergantung dengan alam seperti yang sudah disampaikan oleh peneliti, jika musim tidak mendukung masyarakat untuk mengambil ikan, saat itulah dijadikan sebagai Sasi musiman yang dilakukan masyarakat hanya meminjam atau saling tukar menukar barang. Kepemimpinan dan proses inisiasi Kepemimpinan dalam pengelolaan sumber daya di Distrik Misool Barat, ketua adat yang berperan penting dalam mengatur pengelolaan tersebut, yaitu saat buka dan tutup Sasi, namun peran tokoh agama seperti pendeta dan kepala kampung juga memiliki peran yang penting dalam segi pengelolaannya. Proses inisiasi dalam pengelolaan sumber daya penulis mengambil contoh pada Sasi ibuibu, karena melihat hasil yang memuaskan dan bagus pada saat buka Sasi kampung, maka Ibu Bechinan Hai memiliki inisiatif membuat Sasi khusus ibuibu. Semua anggota adalah ibu-ibu yang berada di Desa Kapatcol, tetapi masih ada peran serta dari kepala kampung dan tokoh agama.

82 66

83 67 TINGKAT KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA LAUT DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH Kebijakan pengembangan kawasan konservasi perairan daerah di Raja Ampat salah satunya di Misool Barat, secara berkelanjutan sangat diperlukan karena dengan mengingat kedudukannya sebagai pusat segitiga karang dunia (coral triangle) dan sebagai syurga bawah laut dunia. Keberlanjutan pembangunan menurut Roderic et.al (1997) dikutip Pranoto (2008) memerlukan pengelolaan tentang skala keberlanjutan dalam ekonomi terhadap dukungan sistem ekologi, pembagian ditribusi sumber daya dan kesempatan generasi sekarang dan yang akan datang secara berimbang serta adil dalam pengalokasian sumber daya. Kawasan konservasi perairan daerah di Misool Barat dalam segi pengelolaannya sudah baik dan bagus, karena didukung oleh kearifan lokal masyarakat tersebut berupa Sasi yang terus menerus dilakukan demi mempertahankan kondisi alam dan sumber daya alam yang ada di dalamnya, namun masih ada hal yang harus dilihat dan dianalisis untuk dapat kawasan konservasi perairan daerah tersebut menjadi tabungan bagi generasi selanjutnya, menjamin kelangsungan ekosistem dan kesadaran generasi sekarang dan selanjutnya untuk tetap melestarikan daerah mereka. Di lapangan saat penulis melakukan penelitian, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh pihakpihak terkait baik itu masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat dan juga pemerintah untuk terus menjaga dan memperbaiki sumber daya alam di kawasan konservasi dari segi analisis tingkat keberlanjutan menggunakan multi dimensional scaling. Secara keseluruhan analisis tingkat keberlanjutan dari lima dimensi yaitu ekologi, hukum dan kelembagaan, sosial, ekonomi, dan teknologi. nilai strees yang didapat sebesar atau sebesar 7.795%, dengan RSQ sebesar , hal ini menunjukkan bahwa tingkat keberlanjutan kawasan konservasi di Distrik Misool Barat termasuk kedalam kategori good atau baik. Kawasan konservasi yang belum lama terbentuk selama 2 (dua) tahun dalam kategori baik, karena ada pengelolaan Sasi yang dilakukan masyarakat untuk berperan aktif menjaga lingkungan dan sumber daya laut, namun masih banyak penanganan yang harus dilakukan baik itu dari pemerintah, swasta, dan masyarakat sendiri yang tinggal di kawasan konservasi. Dari setiap dimensi, penulis memaparkan hasil dari tingkat keberlanjutan, dan prioritas yang dapat diambil untuk memperbaiki dimensi tersebut melalui analisis multidimensional-scaling. Tabel 27 Nilai statistik tingkat keberlanjutan sumber daya Nilai Ekologi Hukum dan Sosial Ekonomi Teknologi Statistik Kelembagaan Stress r Jumlah iterasi

84 68 Dimensi Ekologi Hasil analisis ini menghasilkan nilai stress , pada dimensi ekologi secara garis besar, dapat diartikan bahwa tingkat keberlanjutannya di kategorikan perfect, dengan nilai stress dan nilai r 2 adalah Prioritas utama jika dilihat pada diagram, maka yang harus diperbaiki yaitu D2 (kesuburan sumber daya perikanan, kemudian D3 (kesehatan ekosistem setelah adanya KKPD). Distrik Misool Barat sendiri sebenarnya untuk segi kesuburan sumber daya, dapat dikatakan sangat subur dan baik, namun masyarakat berpendapat bahwa adanya kawasan konservasi belum memberikan hasil yang signifikan dan nyata dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dampak positifnya adalah sebelum adanya kawasan konservasi dan diadakannya kegiatan monitoring oleh masyarakat, kelompok pengawas dan pemerintah, sering sekali masyarakat dari luar Misool Barat datang mengambil sumber daya laut yang ada disana dengan melakukan cara yang merusak, seperti menggunakan bom, sianida, dan pukat harimau. Seperti pada hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, namun setelah adanya KKPD dapat meminimalisir kegiatan negatif....orang luar yang tidak tinggal disini masuk dan nelayan luar masuk, kampung-karena curi-curi daerah to..,dari sana lari kesini, tetangga distrik itu.. lari kesini, karena bagus subur disini, bagus itukan tidak bagus terus, kalau diambil-ambil yah habis, harusnya di tanam (AQZ,50 Tahun). Gambar 8 Diagram dimensi ekologi Dimensi Hukum dan Kelembagaan Hasil dari analisis tingkat keberlanjutannya dimensi hukum dan kelembagaan dikategorikan perfect, nilai stress atau persentasi senilai 1.56%, dengan nilai r 2 sebesar Prioritas utama yang harus dilihat adalah DKH4 (keberadaan lembaga atau kelompok nelayan dalam pengelolaan di KKPD). Lembaga atau kelompok nelayan dalam pengelolaan menjadi prioritas

85 69 utama yang harus diperbaiki karena di lapang dari hasil pengamatan dan wawancara peneliti, kelompok nelayan atau lembaga secara khusus untuk menjaga kawasan konservasi perairan daerah belum ada, jadi untuk memonitoring kawasan konservasi perairan daerah, hanya sukarela dari masyarakat, atau pada saat memancing masyarakat sambil menjaga daerah tersebut. Prioritas berikutnya yang harus dilihat adalah DKH7 (Pembentukan aturan dan sanksi), dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa aturan dan sanksi yang sudah diatur mengenai kawasan konservasi memang sudah ada, namun masyarakat masih ada yang melanggar karena kebutuhan mereka akan sumber daya laut demi keberlangsungan hidup mereka, masyarakat lebih memenuhi aturan dan sanksi yang dibuat bersama dengan ketua adat, tokoh adat, dan tokoh agama berupa Sasi. Aturan dan sanksi yang sudah ada mengenai kawasan konservasi perairan daerah, harus lebih dikuatkan, diterapkan dengan benar dan harus ada disosialisasikan secara rutin, agar masyarakat tidak hanya menerapkan aturan lokal namun juga menerapkan aturan yang dibuat pemerintah. Gambar 9 Diagram dimensi hukum dan kelembagaan Dimensi Sosial Hasil analisis dari dimensi sosial, tingkat keberlanjutan dikategorikan perfect dengan nilai stress atau persentase senilai 2,09% dan r 2 sebesar , skala prioritas yang harus diperbaiki yang pertama adalah DS3 (Akses masyarakat terhadap sumber daya perikanan), DS4 (pertemuan membahas masalah-masalah pengelolaan KKP antara masyarakat dengan pemerintah), kemudian DS2 (adanya sosisalisasi informasi terkait KKPD). Berikut kutipan dari salah seorang nelayan (HKS, 55 Tahun), Mereka sosialisasi disini, memang mereka tu larang, larangnya itu yang mereka sudah taruh batas, ya sudah tidak bisa masuk, seperti tabungan begitu itu, kalau bisa diluar batas itu, baru bisa mancing, di dalam batas itu tidak bisa

86 70 mancing itu, kalau diluar menangkap ikan juga tapi biasa biasa saja. Ya.. mungkin karena itu yang tidak sesuai dengan punya hidup, rakyat kan punya hidup, kan rakyat menentang punya hidup satu, dan tidak menjamin masyarakat yang ada di kampung.untuk perekonomian dan penangkapan, biasa-biasa saja, dulu tidak ada larang-larang disini, dulu masyarakat hidup tidak ada laranglarang begini. Mereka hanya punya saat itu, pakai alat yang merusak karang itu dilarang, jangan menjaring disitu, lepas jangkar disitu, untuk mancing toh.. (Mereka sosialisasi disini, memeang meraka itu melarang, melarang yang sudah ada batas yang diberikan, jadi tidak bisa masuk, dan memancing di dalam batas yang diberikan, kalau di luar menangkap ikan, tetapi hasilnya biasa-biasa saja, jadi tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat, karena rakyatkan punya hidup, jadi menentang karena kehidupannya hanya satu yaitu melaut, dan tidak ada jaminan dari yang dilakukan. Untuk perekonomian dan penangkapan biasabiasa saja hasilnya, karena dulu tidak ada larangan larangan yang diberlakukan. Mereka pada saat itu (maksudnya pihak LSM) melarang pakai alat yang merusak karang, jangan menjaring di kawasan konservasi, lepas jangkar disitu untuk melakukan pemancingan). Dari salah satu hasil kutipan wawancara, menerangkan bahwa memang ada sosialisasi yang dilakukan mengenai batas penangkapan ikan, dan sebenarnya masyarakat mengetahui hal tersebut, namun karena kebutuhan mereka akan sumber daya dalam memenuhi hidup, menjadikan mereka ingin merasakan segera hasil dari adanya kawasan konservasi. Sosialisai secara berkala diperlukan sekali terkait KKPD untuk terus menimbulkan kesadaran dan pemahaman bagi masyarakat yang akan menghasilkan dampak positif nantinya. Selain itu pemerintah terutama pemerintah pusat penting mengadakan pertemuan langsung, bersama masyarakat untuk membahas mengenai permasalahan yang ada yaitu pengelolaan KKPD agar pemerintah mengetahui permasalahan secara jelas dan mengetahui apa yang harus dilakukan. Gambar 10 Diagram dimesni sosial

87 71 Dimensi Ekonomi Dimensi ekonomi tergolong kedalam kategori perfect, dengan nilai atau dengan persentase sebesar 0%, dan nilai r 2 hasilnya sebesar , namun demikian yang harus diperhatikan dan menjadi skala prioritas pada dimensi ekonomi adalah DEK3 (pemberdayaan nelayan dalam bidang ekonomi/koperasi) dan DEK4 (pemasukan lain selain melaut). Mengenai subsidi masyarakat, masyarakat sebenarnya memang diberikan subsidi berupa katinting dari pemerintah, namun jumlah yang diberikan hanya sekitar 10 (sepuluh) buah, dari 10 (sepuluh) buah tersebut harus dibagikan kepada yang membutuhkan, tetapi pemberian bantuan katinting masih belum tepat sasaran. Koperasi nelayan diwilayah Distrik Misool Barat untuk para nelayan sangat diperlukan, namun keberadaanya belum ada untuk para nelayan, dengan adanya koperasi nelayan dapat membantu untuk pengelolaan keuangan nelayan. Pemasukan nelayan terutama di Desa Lilinta mata pencaharian utama adalah mencari ikan, tidak ada hal lain yang dilakukan terutama pada saat tidak bisa melaut, masyarakat hanya bisa memancing disekitar tempat tinggal, meminjam uang, atau menukar barang (barter) yang mereka miliki. Adanya pekerjaan sampingan yang diberikan/dibuat pemerintah untuk nelayan hal tersebut dapat memberikan pemasukan mereka saat tidak melaut dan mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Gambar 11 Diagram dimensi sosial Dimensi Teknologi Hasil dimensi teknologi,didapatkan nilai stress sebesar dan nilai r 2 sebesar yang artinya tergolong excelent, namun di lapang, masyarakat terutama responden banyak yang berkata dari segi teknologi masih sangat kurang diperhatikan, dilihat dari matriks DT3 (pembangunan sarana dan prasarana) menjadi prioritas utama untuk diperhatikan, kemudian DT1 (Adanya teknologi konservasi berupa terumbu karang), selanjutnya DT2 (Masyarakat menerima

88 72 terumbu karang buatan). Masyarakat belum mendapatkan teknologi yang moderen terutama seperti alat tangkap yang moderen, namun sesuai dengan aturan dalam penangkapan ikan. Alat transporatasi untuk menangkap ikan dan kegiatan seharihari masih belum moderen, hanya beberapa orang saja yang memiliki perahu lebih moderen karena kemampuan perekonomian masyarakat tersebut. Atribut mengenai terumbu karang, yaitu adanya teknologi konservasi berupa terumbu karang, dan masyarakat menerima terumbu karang buatan, dalam hal ini masyarakat belum pernah mengetahui mengenai teknologi konservasi karang buatan terlebih lagi menerima karang buatan. Gambar 12 Diagram teknologi Peneliti mencoba menampilkan perbandingan yang jelas diantara kelima dimensi, dengan membuat Diagram Layang pada Gambar 13. Dimensi ekologi sebesar 85.9%, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 85.8%, dimensi sosial sebesar 80.3%, dimensi ekonomi sebesar 77.7% dan dimensi teknologi sebesar 75%. Terlihat pada gambar kelima dimensi, dua dimensi tersebut yaitu dimensi ekonomi dan teknologi mempunyai nilai yang rendah, sehingga dapat dipandang sebagai atribut-atribut dari dimensi sensitif yang perlu mendapatkan perhatian utama atau perlu intervensi kebijakan. Kebijakan mengenai ekonomi dapat berupa pembuatan koperasi nelayan yang ada di masyarakat dan mengenai teknologi adanya inovasi dalam hal penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Hal ini penting dilakukan untuk menaikan tingkat keberlanjutan pada pengelolaan KKPD, jika tidak ada penguatan dibidang ekonomi dan teknologi, maka dikhawatirkan pengelolaan KKPD tidak akan berlanjut pada masa yang akan datang.

89 73 Gambar 13 Diagram layang-layang dimensi keberlanjutan Ikhtisar Dari kelima dimensi keberlanjutan yaitu: dimensi sosial, hukum dan kelembagaan, sosial, ekonomi, dan teknologi, secara keseluruhan (Goodness of fit) termasuk pada kategori Good, namun terdapat dua dimensi yang perlu mendapatkan perhatian utama dibandingkan dimensi yang lain, dimensi tersebut yaitu dimensi ekonomi dan teknologi. Hal tersebut karena kedua dimensi memiliki nilai yang rendah, walaupun dilihat pada nilai s-strees, dimensi ekonomi dikategorikan Perfect, dan dimensi teknologi dikategorikan Excelent, untuk dimensi teknologi masyarakat terutama responden banyak yang berkata dari segi teknologi masih sangat kurang diperhatikan, dalam pembangunan sarana dan prasarana untuk pengelolaan sumber daya di kawasan konservasi perairan daerah. Dimensi ekonomi sendiri perlu perhatian lebih oleh pemerintah karena masyarakat pekerjaan utamanya menangkap ikan, namun dalam segi pemasukan nelayan hanya bergantung pada hasil melaut, yang menjadikan masyarakat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan saat tidak melaut terutama pada saat angin musim selatan, bantuan berupa katinting yang diberikan pun masih belum tepat sasaran, koperasi nelayan pun belum ada di daerah tersebut yang sebenarnya dapat membantu pengelolaan keuangan nelayan.

90 74

91 75 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah, oleh masyarakat yang dilakukan seperti di desa-desa Distrik Misool Barat berupa Sasi secara turuntemurun sampai sekarang, dalam penerapannya sudah baik, karena masyarakat yang memiliki peran penting, dari pemanfaatan, pengelolaan, pengawasan, aturan yang dibuat, sanksi, monitoring dan evaluasi, dibantu dengan ketua adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Dilihat dari Batas wilayah antara kawasan konservasi perairan daerah dengan Sasi, batas wilayah yang telah diatur oleh pemerintah memang sudah baik, dengan zona-zona yang diatur dengan jelas pada kawasan konservasi perairan daerah di Distrik Misool Barat, namun aturan yang ada masih bisa dilanggar oleh masyarakat yang melakukan penangkapan ikan di laut, mereka mengambil ikan di sekitar kawasan dan bahkan ada yang masuk ke dalam kawasan konservasi karena mereka harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbeda dengan batas wilayah Sasi yang ditetapkan oleh ketua adat bersama masyarakat (legitimasi adat) meskipun belum terlalu jelas dan bersifat informal, namun masyarakat lebih mematuhinya. Aturan dalam hukum Sasi sudah baik, penerapan dibeberapa desa memang belum ada secara tertulis, tetapi masyarakat sudah mengetahui dan memahami mengenai aturan adat tersebut saat buka Sasi ataupun saat tutup Sasi agar tidak mendapatkan sanksi. Jika ada yang melanggar aturan tersebut maka ada hukuman, mekanisme pemberian sanksi terhadap para pelanggar tergantung dengan ketua adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Masyarakat di wilayah Distrik Misool Barat, memiliki hak dalam pengambilan/penangkapan ikan yaitu dapat melintasi kawasan yang di Sasi pada saat tutup Sasi, namun dalam memanfaatkan sumber daya laut hanya bisa saat buka Sasi, selain itu hak lainnya masyarakat turut serta untuk mengambil keputusan dan mengawasi pelaksanaan Sasi. Setiap keputusan yang ada dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dimusyawarahkan terlebih dahulu bersama-sama oleh masyarakat, ketua adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Ketua adat di Desa ditempatkan sebagai kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemanfaatan sumber daya laut dan menjaga sumber daya. Monitoring dan evaluasi Sasi yang ada di Misool Barat dilakukan oleh masyarakat dibantu oleh pihak LSM TNC, bagi masyarakat yang mengetahui ada pelanggaran, maka harus memberitahukan kepada tiga tungku (kepala kampung, ketua adat dan tokoh agama) atau dapat langsung mengusir pelaku yang melakukan pelanggaran di wilayah Sasi dan kawasan konservasi. 2. Sasi merupakan kearifan lokal yang sudah secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat di Distrik Misool Barat, masyarakat yang tinggal di desa, biasanya masih memiliki hubungan saudara dan memiliki garis keturunan yang sama atau satu suku, dua suku yang terkenal di Distrik Misool yaitu Matbat dan Matlo. Selain itu hampir semua desa di Distrik Misool Barat melakukan kegiatan Sasi yang dilakukan sejak lama untuk menjaga sumber daya alam yang ada agar dapat berkelanjutan. Sasi memang sudah diakui oleh pemerintah,

92 76 untuk membuat kawasan konservasi perairan daerah pun pemerintah, masyarakat dan LSM membuat kebijakan yang tidak terlepas dari Sasi. Pemerintah pusat memiliki kebijakan dalam pengelolaan sumber daya dengan membuat aturan-aturan dan membuat suatu kawasan dengan zona-zona di dalamnya. Kaitan Sasi dengan kompleksitas ekonomi yaitu dalam menangkap ikan masyarakat sangat bergantung dengan alam, jika musim tidak mendukung masyarakat untuk mengambil ikan, saat itulah dijadikan sebagai Sasi musiman yang dilakukan masyarakat hanya meminjam atau saling tukar menukar barang. Kepemimpinan dalam pengelolaan sumber daya di Distrik Misool Barat, ketua adat yang berperan penting dalam mengatur pengelolaan tersebut, yaitu saat buka dan tutup Sasi, namun peran tokoh agama seperti pendeta dan kepala kampung juga memiliki peran yang penting dalam segi pengelolaannya. 3. Kategori tingkat keberlanjutan sumber daya laut yang ada di Distrik Misool Barat, termasuk dalam kategori Good, walaupun Kabupaten Raja Ampat secara umum merupakan kabupaten baru, namun dengan adanya Sasi yang masyarakat lakukan membuat kondisi sumber daya alam terjaga dengan baik. Dari enam kawasan konservasi di Raja Ampat salah satunya Misool belum lama menjadi kawasan konservasi perairan daerah, hasil penelitian yang dilakukan penulis, menunjukkan bahwa perlu adanya skala prioritas yang dilakukan oleh pemangku kebijakan, pada dua dimensi yaitu ekonomi dan teknologi, pada dimensi ekonomi atribut yang sangat perlu di prioritaskan demi keberlanjutan sumber daya alam adalah pemberdayaan nelayan dalam bidang ekonomi/koperasi dan pemasukan lain selain melaut. Masyarakat beranggapan belum adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk mereka terutama dari segi pemenuhan ekonomi, walaupun sumber daya alam laut di Distrik Misool Barat sangat baik dan melimpah. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengelolaan keuangan masyarakat seperti koperasi yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan, belum adanya pekerjaan selain melaut untuk memenuhi kebutuhan saat masyarakat tidak melaut, terlebih lagi saat adanya musim angin selatan, yang membuat masyarakat kesulitan mencari ikan. Dimensi teknologi atribut yang perlu diprioritaskan untuk perbaikan adalah masyarakat yang masih menggunakan alat tradisional, untuk mengambil biota laut tidak jarang masyarakat menggunakan bom atau sianida, namun yang menggunakan alat tersebut adalah nelayan dari luar Distrik Misool Barat, pada umumnya tetangga terdekat dari Distrik Misool Barat sendirilah yang menggunakan alat dan melakukan tindakan negatif tersebut. Saran Penulisan skripsi ini dirasa masih banyak kekurangan, namun peneliti berharap hasil dari penelitian dapat memberikan saran dan masukan kepada pihakpihak terkait. Saran yang dapat diberikan yaitu perlu adanya penguatan lebih dari pemerintah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan terkait kawasan konservasi perairan daerah, adanya peraturan kampung yang jelas untuk bisa diterapkan di desa-desa di Distrik Misool Barat walaupun kearifan lokal bersifat informal. Keberadaan kelompok nelayan khusus diperlukan keberadaannya untuk mengawasi dan menjaga kawasan konservasi perairan daerah dan juga kawasan

93 Sasi, karena kawasan konservasi pada saat ini dapat mengurangi kegiatan negatif yang merusak sumber daya dibandingkan sebelum adanya kawasan konservasi dengan adanya sistem monitoring di wilayah tersebut. Selain itu dengan adanya pengalokasian dana dari pemerintah membantu masyarakat di sekitar kawasan konservasi perairan daerah untuk kegiatan pengawasan konservasi sendiri/patroli pengawasan oleh kelompok masyarakat pengawas. Pemberdayaan ekonomi nelayan seperti koperasi nelayan untuk pengelolaan hasil sumber daya laut berupa Sasi dan untuk pengelolaan keuangan nelayan seperti koperasi simpan pinjam sangat diperlukan keberadaannya. Mengadakan sosialisasi lebih rutin dan terjadwal, agar dari sosialisasi tersebut masyarakat lebih mengetahui dan memahami mengenai kawasan konservasi agar masyarakat menerapkan peraturan yang telah ditetapkan di kawasan konservasi perairan daerah. Terakhir dalam menganalisis tingkat keberlanjutan perlu ada metode lain selain MDS agar hasil yang didapat lebih valid dalam menggambarkan tingkat keberlanjutan. 77

94 78

95 79 DAFTAR PUSTAKA Anonim Buku Panduan Pembelajaran dari Program Pengelolaan Sumber daya Alam Laut Berbasis Masyarakat, Volume 2, Coremap II. PT. Bina Marina Nusantara. [Internet]. Indonesia [ID]. [diunduh 14 Januari 2013]. Dapat diunduh dari PEMBELAJARAN_CBM.pdf. Anonim Draft strategi utama jejaring kawasan konservasi laut. Indonesia [ID]. [diunduh pada 25 November 2013]. Dapat diunduh dari rks. pdf. Arifin T Akuntabilitas Dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang Di Selat Lembeh, Kota Bitung. [disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor Bengen, Dietriech G, editor, Ekosistem dan Sumber daya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding: Bogor 29 Oktober s/d 3 November Bogor [ID]: Pusat Kajian sumber daya pesisir dan lautan IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka Kabupaten Raja Ampat [ID] Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja Ampat Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. [BPS] Badan Pusat Statistik Raja Ampat Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat [ID]: Kabupaten Raja Ampat Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Charles A Community fishery right: issues, approaches and atlantic canadian case studies dalam IIFET portsmouth proceedings [Internet]. [diunduh pada 11 Januari 2014]. Dapat diunduh dari Charles AT A.Fishery manager s guidebook, manager measure and their application. chapter 6 Use Rights and responsible fisheries: limiting access and harvesting through right-based management. FAO. [Internet]. Roma [RO]. [diunduh 12 Januari 2014]. Dapat diunduh dari Dahuri, R Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan, dalam Orasi Ilmiah : Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. [Internet]. Bogor [ID]. [diunduh 10 Januari 2014]. Dapat diunduh dari nce=2. Damanik R, Satria A, Prasetiamartati B Menuju konservasi laut yang pro rakyat dan pro lingkungan. Jakarta [ID]: Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Fauzi A dan Anna S Permodelan Sumber daya Perikanan dan Lautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta [ID]. Gramedia Pustaka Utama Hamilton M Perception of fishermen towards marine protected areas in Cambodia and the Philippinies. Dalam: Research articlebioscience

96 80 Horizons [Internet]. [dikutip 13 Februari 2014]; volume 05: doi: Hasani Q Konservasi sumber daya perikanan berbasis masyarakat, implementasi nilai luhur budaya Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam: Aquasains [Internet]. [dikutip 13 November 2013]; 01(01): doi: Helmi A Strategi Adaptasi Nelayan terhadap perubahan ekologis kawasan pesisir. [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor Kavanagh P. Pitcher TJ Implementing Microsoft Excel Software For Rapfish: a Technique for The Rapid Appraisal of Fisheries Status. [Internet]. Canada [US]. [diunduh pada 15 Maret 2014]. Dapat diunduh dari [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Sejarah Perkembangan Kawasan Konservasi Perairan Indonesia. [Internet]. Indonesia [ID]. [diunduh pada 6 Januari 2014]. Dapat diunduh pada perkembangan. Keppres No. 32 Tahun Pengelolaan Kawasan Lindung. [internet]. Indonesia [ID]. [diunduh pada 20 Februari 2014]. Dapat diunduh dari 2%20Tahun% pdf. Munthe MA Aspek sosial budaya dan hukum adat dalam penataan ruang laut. Dalam: Equality [Internet]. [dikutip 25 Desember 2013]; 11(01): doi: Muswar HS Dampak Pelabelan Ramah Lingkungan (Ecolabel) Perikanan Bagi Nelayan Ikan Hias (Kasus Nelayan Ikan Hias Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali). [skripsi]. Bogor [ID]. Institutt Pertanian Bogor. Nurmalina R Analysis of Sustainability Index and Status of Rice Availability System in Several Regions in Indonesia. [internet]. Bogor [ID]. [diunduh pada 14 September 2014]. Dapat diunduh dari Pemerintah Republik Indonesia Undang-undang Nomor 32/1999 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Undang-undang Nomor 32/2004 Tentang Perubahan Undang-undang No. 22/1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI. Pemerintah Republik Indonesia Undang-undang Nomor 16/2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No 64/Men/2009 Tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Raja Ampat dan Laut Di Sekitarnya Di Provinsi Papua Barat. Jakarta (ID): Sekretariat Negara RI.

97 Pemerintah Republik Indonesia Undang-undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-undang No. 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pitcher TJ, Preikshot D RAPFISH: a rapid appraisal technique to evaluate the sustainability status of fisheries. [Internet]. Canada [US]. [diunduh pada 15 Maret 2014]. Dapat diunduh dari 20bib%20wp7/pitcher_and_preikshot_rapfish.pdf. Pomeroy RS Community-based and co-management institutions for sustainable coastal fisheries management in Southeast Asia. Dalam: Elsevier [Internet]. [dikutip 12 Januari 2014]; 27(3): doi: Pranoto, S Analisis Indeks Keberlanjutan Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor [ID]. Insititut Pertanian Bogor. Randan A Analisis dampak penetapan kawasan konservasi perairan daerah terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan (kasus daerah perlindungan laut kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, (Papua Barat). [skripsi]. [Internet]. [dikutip 27 Desember 2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Dapat diunduh dari: Ristiyanti E Strategi Pengembangan Wisara Alam Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Merapi Daerah Istimewa Yogyakarta). [tesis]. Institut Pertanian Bogor. Ruddle K, Satria A Springer. Managing Coastal and Inland Waters. Preexisting Aquatic Management Systems in Sotheast Asia. Ashiya City [JP] dan Bogor [ID]. Ruslan BM Kajian pengelolaan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat di pulau pasi kabupaten kepulauan selayar. [disertasi]. [Internet]. [dikutip 26 Desember 2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor Dapat diunduh dari: Saad S Politik Hukum Perikanan Indonesia. Jakarta [ID]: Dian Pratama Printing. Saad S Pemeliharaan & Penangkapan Ikan Eksistensi dan Prospek Pengaturannya di Indonesia. Yogyakarta [ID]: PT LkiS Yogyakarta. Satria A, Umbari A, Fauzi A, Purbayanto A, Sutarto E, Muchsin I, Muflikhati I, Karim M, Saad S, Oktariza W, Imran Z. 2002a. Menuju desentralisasi kelautan. Jakarta [ID]: Pusat kajian Agraria IPB, Partnership in Indonesia dengan PT Pustaka Cidesindo. Satria A. 2002b. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta [ID]: PT Pustaka Cidesindo. Satria A, Matsuda Y Decentralization of fisheries management in Indonesia. Dalam: Journal of Marine [Internet]. [dikutip 8 Januari 2014]; 28(2004): doi: Satria A Sawen Instituion, local knowledge and myth in fiheries management in Nort Lombok, Indonesia.Fishers knowledge in fisheries science and management. Paris [FR]: UNESCO. Satria A. 2009a. Ekologi politik nelayan. Yogyakarta [ID]: LkiS Yogyakarta. 81

98 82 Satria A. 2009b. Pesisir dan laut untuk rakyat. Bogor [ID]: IPB Press. Singarimbun M Metode dan proses penelitian. Singarumbun M dan Effendi S, editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Solihin A, Satria A Hak ulayat laut di era otonomi daerah sebagai solusi pengelolaan perikanan berkelanjutan: kasus awig-awig di Lombok Barat. [Internet]. Indonesia [ID]. [diunduh pada 10 Januari 2014]. Dapat diunduh dari Supriharyono Konservasi Ekosistem Sumber daya hayati di WilayahPesisir dan Laut Tropis. Yogyakarta [ID]: Pustaka pelajar. Supuno S Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Pantai Utara Jakarta Secara Berkelanjutan. [disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor Suryawati, Hajar S, Purnomo, AH Analisis Ex-Ante Keberlanjutan Minapolitan. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Vol. 6 No Susanto, Rofian D, Analisis Perubahan Sosial dan Institusi Pengelolaan Sumber daya Pesisir (Studi Kasus Masyarakat Suku Laut di Desa Air Sena, Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor Susilo, BS Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil: Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [disertasi]. Bogor [ID]. Insititut Pertanian Bogor. Tawakal I Analisis Tingkat Keberlanjutan dan Respon Nelayan Terhadap Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (Kasus Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Ujungnegoro, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah). [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2004). Wickelmaier F An Introduction to MDS. [internet]. Denmark [DK]. [diunduh pada 14 September 2014]. Dapat diunduh dari. Widodo S Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir Kasus Dua Desa di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bangkalan, Propinsi Jawa Timur. [internet]. Bogor [ID]. [diunduh pada 3 Maret 2014]. Dapat diunduh dari.

99 83 LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal skripsi Pengambila n data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan Skripsi Perbanyak Skripsi Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 83

100 84 Lampiran 2 No Kebutuhan Data 1 Kondisi Umum Lokasi 2 Profil dan Sejarah Lokasi 3 Batas Wilayah Pengelolaan 4 Pengelola Sumber Daya 5 Peraturan formal dan informal Metode Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan data Primer, Kuantitatif dan Sekunder Kualitatif Studi literatur, Wawancara, Pengamatan Studi literatur, Wawancara Studi literatur, wawancara, pengamatan berperan serta, survey Studi literatur, wawancara, pengamatan berperan serta, survei Studi literatur, wawancara, pengamatan berperan serta, survey 6 Sanksi Studi literatur, wawancara, pengamatan berperan serta, survey 7 Pengawas sumber daya laut 8 Tingkat Keberlanjutan KKPD Studi literatur, wawancara, pengamatan berperan serta, survey Keberlanjutan Ekologi Keberlanjutan Ekonomi Keberlanjutan Sosial dan Budaya Keberlanjutan Kelembagaan dan Hukum Primer, sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder Primer, sekunder Pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan literatur Tokoh masyarakat, pemerintah desa, dan literatur Nelayan, tokoh masyarakat, pemerintah desa, literatur, Dinas Kelautan dan Perikanan Distrik Misool Nelayan, Pemerintah, Tokoh Masyarakat, LSM Nelayan, Pemerintah, tokoh masyarakat, LSM Nelayan, Pemerintah, tokoh masyarakat, LSM Nelayan, Pemerintah, tokoh masyarakat, LSM Nelayan, Pemerintah, Tokoh masyarakat, LSM Kuantitatif dan Kualitatif Kualitatif dan kuantitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kuantitatif

101 Lampiran 3 Daftar nama kerangka sampling dan responden penelitian 1 TMN 21 BSR 41 HKS 61 ASP 2 ASM 22 ATR 42 PRM 62 KMR 3 ALT 23 BKR 43 RMD 63 HNT 4 ADM 24 HSL 44 KLB 64 JBD 5 JBG 25 WHR 45 ARU 65 ERM 6 IBH 26 JMU 46 TET 66 JFR 7 ABS 27 SHR 47 MDM 67 SRF 8 UMR 28 BKS 48 DMB 68 SLU 9 AMN 29 KMU 49 JAR 69 AMU 10 MSD 30 TTU 50 ABT 70 MHI 11 RDI 31 TBR 51 BHS 71 ABS 12 LWN 32 ALB 52 MHR 72 ARS 13 SLU 33 ANR 53 ZRA 73 APS 14 BRH 34 MSM 54 FLN 74 ARK 15 LKY 35 DMA 55 MMS 75 SRU 16 THR 36 AKS 56 ADL 76 AQR 17 MOH 37 DRM 57 AFF 77 AHR 18 USL 38 AHR 58 YSF 19 ASS 39 HRK 59 MDL 20 PGS 40 BSB 60 ADL 85

102 86 Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAUT BERBASIS MASYARAKAT No. Kode Sampel: Nama responden : Tanggal pengambilan data : Pukul : Assalamualaikum. Wr. Wb. Saya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan Saya sedang melakukan penelitian mengenai Pola Pengelolaan Sumber Daya Laut Berbasis Masyarakat Pada Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Distrik Misool, Raja Ampat, Papua Barat. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Apapun jawaban Bapak/Ibu, akan menjadi data penting bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini, saya ucapkan banyak terima kasih. DOKUMEN RAHASIA Hormat saya, Elva Lestari Bagian I 1 Nama : 2 Tempat/Tanggal Lahir 3 Umur : : 4 Alamat Lengkap : 5 Jenis Kelamin [ ] Laki-laki [ ] Perempuan 6 Pendidikan Terakhir : 1. Tidak Sekolah d. SMA/Sederajat 2. SD/sederajat e. Perguruan tinggi 3. SMP/sederajat

103 Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Lainnya Jumlah Anggota Keluarga Pendapatan 9 Keluarga selama 1 bulan terakhir Anggota Keluarga Kepala Keluarga Istri Anak/lainnya Total Pekerjaan Utama... Pekerjaan Lain... Isteri...orang Anak kandung...orang Anak Angkat...orang Lainnya...orang Rp... Pendapatan (Rp/bulan) dari jenis pekerjaan Utama Sampingan Total Perkiraan Pengeluaran Rumah Tangga dalam 1 bulan terakhir 10 Sumber Pengeluaran Makanan Rokok Bahan Bakar (Solar, Minyak Tanah dll) Pendidikan anggota keluarga Pemeliharaan Badan/kesehatan Pakaian Pengeluaran lainnya Lama Tinggal Di Desa...Tahun Perkiraan Jumlah Konsumsi per Bulan Tahun Bagian II Jenis Pengeluaran Untuk Melaut 1 Bulan Terakhir 11.BBM Kisaran Jumlah Biaya dalam Rupiah (Rp) 12.Perbekalan makanan 13.Perawatan alat dan

104 88 kapal 14.Keperluan Lainnya: a.... b.... a.... b.... Keterangan 15. Hasil Tangkapan 1. Apa saja jenis ikan yang Anda tangkap saat melaut? a...jumlah...kg b...jumlah...kg c...jumlah...kg d...jumlah...kg 2. Banyaknya hasil tangkapan yang bisa dijual ke industri... kg 16. Jenis Alat Tangkapan Jenis Alat tangkap apa saja yang Anda gunakan saat melaut? a... b... c... d Armada Tangkapan Armada apa yang Anda gunakan saat melaut?..., lebar / panjang...cm, kekuatan mesin... pk..., lebar / panjang...cm, kekuatan mesin... pk 18. Periode Melaut No Pertanyaan J F M A M J J A S O N D 1 Dibulan apa Anda biasa melaut 2 Dibulan apa kegiatan mencari ikan di laut tidak dilakukan 3 Dibulan apa musim panen ikan 4 Dibulan apa hasil tangkapan

105 89 ikan sedikit 5 Dibulan apa biasanya ada badai 6 Dibulan biasanya ada gelombang tinggi 7 Dibulan apa tutup Sasi 8 Dibulan apa buku Sasi 19. Tingkat Keberlanjutan Bagian III No Pernyataan Jawaban Keterangan 1.Dimensi Ekologi 1 Tingkat Pemanfaatan perikanan 2 Kesuburan sumber daya perikanan 3 Kesehatan ekosistem setelah adanya KKPD 4 Upaya perlindungan sumber daya perikanan 5 Upaya perlindungan karang dan mangrove (a) Jauh melebihi batas (b) Agak melebihi batas (c) Optimal (a) Sangat subur (b) Subur (c) Tidak subur (a) Buruk (b) Sedang (c) Baik (a) Buruk (b) Sedang (c) Baik (a) Buruk (b) Sedang Baik 2.Dimensi Kelembagaan dan Hukum 6 Hubungan dengan pemerintah (a) Buruk (b) Sedang (c) Baik 7 Keberadaan perangkat hukum adat dalam konservasi (a) Tidak ada (b) Ada tetapi tidak berjalan (c) Ada dan berjalan 8 Keberadaan peraturan (a) Tidak ada

106 90 pembentukan dan pengelolaan KKPD 9 Keberadaan lembaga atau kelompok nelayan dalam pengelolaan di KKPD 10 Demokrasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan 11 Keberadaan sanksi dalam pengelolaaan KKPD 12 Pembentukan aturan dan sanksi 3.Dimensi Sosial 13 Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KKPD 14 Adanya sosialisasi informasi terkait KKPD 15 Akses masyarakat terhadap sumber daya perikanan 16 Adanya pertemuan membahas masalah-masalah pengelolaan KKPD antara masyarakat dengan pemerintah 17 Konflik pemanfaatan sumber daya antar nelayan di sekitar kawasan konservasi (b) Ada, tetapi tidak berjalan (c) Ada dan berjalan (a) Tidak ada (b) Ada, tetapi tidak berjalan (c) Ada dan berjalan (a) Tidak (b) Iya (a) Tidak ada (b) Ada, tetapi tidak berjalan (c) ada dan berjalan (a) Tidak (b) Iya (a) Rendah (b) Sedang (c) Tinggi (a) Tidak ada (b) Ada, tetapi tidak berjalan (c) Ada (a) Sulit (b) Mudah (a) Ada (b) Tidak ada (a) Ada (b) Kadangkadang (c) Tidak ada 4.Dimensi Ekonomi 18 Peningkatan hasil tangkapan (a) Tidak ada (b) Ada 19 Peningkatan pendapatan (a) Ada (b) Tidak ada 20 Adanya pemberdayaan nelayan dalam bidang ekonomi seperti koperasi (a) Tidak ada (b) Ada

107 91 21 Adanya Pemasukan Lain selain melaut 22 Apakah ada subsisdi dalam pemenuhan ekonomi dan dalam melaut 5.Dimensi Teknologi 21 Adanya teknologi konservasi (terumbu karang) 22 Masyarakat menerima terumbu karang buatan 23 Pembangunan sarana dan prasarana 24 Masyarakat beradaptasi dengan adanya teknologi konservasi 25 Inovasi yang dikenalkan berguna (a) Iya (b) Tidak (a) Iya (b) Tidak (a) Tidak ada (b) Ada (a) Iya (b) Tidak (a) Tidak ada (b) Ada (a) Iya (b) Tidak (a) Iya (b) Tidak

108 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM 92 Pedoman wawancara mendalam untuk Informan Secara Keseluruhan Batasan Wilayah No Pertanyaan Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat Zona pada wilayah KKPD 2 Terdapat Batas wilayah laut yang jelas 3 Adanya pemasangan tanda batas Sebutkan Batas wilayah disetujui bersama 5 Batas wilayah dibuat oleh pemerintah saja 6 Terdapat aturan yang dibuat pemerintah Jika Tidak, sebutkan siapa saja selain pemerintah Peraturan 7 Terdapat aturan yang dibuat oleh Jika ya, sebutkan

109 masyarakat lokal dan kepala adat aturan tersebut Masyarakat (nelayan) menyetujui peraturan yang dibuat Jika tidak, mengapa demikian? 9 Peraturan memberikan kerugian Jika tidak mengapa? 10 Peraturan memberikan keuntungan Jika Ya, sebutkan keuntungannya Hak Sampai sejauhmana hak Anda dapat mengelola sumber daya di Kawasan Konservasi 11 Terdapat Hak Akses 12 Terdapat Hak Pemanfaatan 13 Terdapat Hak Pengelolaan 14 Terdapat Hak Eksklusi 15 Terdapat Hak Pengalihan 16 Pengelolaan sumber daya dikelola secara penuh oleh masyarakat Kewenangan 17 Sumber daya laut dikelola oleh 93

110 Pemerintah Daerah 18 Masyarakat ikut serta dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi 19 Ada ketua adat yang berwenang mengatur pengelolaan sumber daya laut 21 Adanya pengawas khusus di KKPD 22 Teknik pengawasan berupa patroli Pengawasan Masyarakat ikut menjadi pengawas 26 Pernah ada masyarakat/nelayan melanggar peraturan Sanksi 27 Masyarakat tahu peraturan yang ditetapkan Ya, Sebutkan 28 Masyarakat ikut dalam pembuatan dan penyetujuan keputusan 29 Terdapat sanksi adat yang diberikan, jika melanggar peraturan

111 95 A. Pedoman Wawancara Mendalam untuk Pemerintah Desa Hari/tanggal : Lokasi : Nama dan Umur : Jabatan : Alamat : No. Tlp/HP : Tujuan : Mengetahui mengenai Kawasan Konservasi Perairan Daerah dan Aktivitas Nelayan Dalam Pengelolaan Sumber daya Laut yaitu Perikanan Pertanyaan : 1. Sejak kapan Anda tinggal di Distrik Misool? 2. Sejak kapan Anda menjadi aparatur desa? 3. Apa saja pekerjaan masyarakat di desa ini? 4. Apakah Anda tahu sejarah mengenai desa ini? 5. Secara umum bagaimana Anda menggambarkan kondisi sosial, ekonomi, hukum,dan ekologi nelayan di desa ini? 6. Menurut Anda faktor apa saja yang memengaruhi kondisi sosial, ekonomi, hukum,dan ekologi tersebut? 7. Menurut Anda, bagaimana karakter nelayan di desa ini? 8. Menurut Anda Faktor apa saja yang memengaruhi pengelolaan sumber daya laut terutama perikanan di desa ini? 9. Menurut Anda, apa arti Kawasan Konservasi? 10. Apakah Anda Setuju dengan adanya Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Desa ini? 11. Bagaimana Aktivitas Nelayan Sebelum adanya KKPD? 12. Bagaimana Aktivitas Nelayan Sesudah adanya KKPD? 13. Apakah para nelayan sudah paham mengenai KKPD? 14. Apakah nelayan sering mendapat penyuluhan mengenai KKPD? 15. Apakah ada aturan lokal atau hukum adat dalam pengelolaan sumber daya laut (perikanan) di daerah ini? 16. Bagaimana aturan tersebut diterapkan? 17. Bagaimana hubungan antara nelayan dengan KKPD? 18. Apa saja yang dilakukan pemerintah desa dengan adanya KKPD dan terhadap nelayan? 19. Apa nelayan tahu batas wilayah untuk mengelola / menangkap ikan 20. Apa saja kegiatan yang dilarang di KKPD 21. Apa saja kegiatan yang diperbolehkan di KKPD? 22. Siapa yang menjadi pengawas di KKPD 23. Teknik apa yang diterapkan dalam pengawasan? 24. Apakah ada kasus dalam aturan yang diberlakukan di KKPD?

112 96 B. Pedoman Wawancara Mendalam untuk Tokoh Masyarakat (Ketua Adat) Hari/tanggal : Lokasi : Nama dan Umur : Jabatan : Alamat : No. Tlp/HP : Tujuan : Mengetahui mengenai Kawasan Konservasi Perairan Daerah dan Aktivitas Nelayan Dalam Pengelolaan Sumber daya Laut yaitu Perikanan Pertanyaan : 1. Sejak kapan Anda tinggal di Distrik Misool? 2. Sejak kapan Anda menjadi Ketua Adat? 3. Apa saja yang anda lakukan sebagai Ketua Adat? 4. Apa saja pekerjaan masyarakat di desa ini? 5. Bagaimana Anda menggambarkan kondisi sosial, ekonomi, hukum,dan ekologi nelayan di desa ini? 6. Menurut Anda faktor apa saja yang memengaruhi kondisi sosial, ekonomi, hukum,dan ekologi tersebut? 7. Menurut anda, bagaimana karakter nelayan di desa ini? 8. Menurut Anda Faktor apa saja yang memengaruhi pengelolaan sumber daya laut terutama perikanan di desa ini? 9. Menurut Anda, apa arti Kawasan Konservasi? 10. Apakah Anda Setuju dengan adanya Kawasan Konservasi Laut Daerah di Desa ini? 11. Apakah anda diikut sertakan dalam penetapan KKPD? 12. Bagaimana Aktivitas Nelayan Sebelum adanya KKPD? 13. Bagaimana Aktivitas Nelayan Sesudah adanya KKPD? 14. Apakah para nelayan sudah paham mengenai KKPD? 15. Apakah nelayan sering mendapat penyuluhan mengenai KKPD? 16. Apakah ada aturan lokal atau hukum adat dalam pengelolaan sumber daya laut (perikanan) di daerah ini? 17. Bagaimana hubungan antara nelayan dengan KKPD? 18. Apa saja yang dilakukan ketua adat dengan adanya KKPD dan terhadap nelayan? 19. Apa saja kegiatan yangilarang di KKPD 20. Apa saja kegiatan yang diperbolehkan di KKPD? 21. Siapa yang menjadi pengawas di KKPD 22. Teknik apa yang diterapkan dalam pengawasan? 23. Apakah ada kasus dalam aturan yang diberlakukan di KKPD?

113 Lampiran 4 Peta zoning pada kawasan konservasi perairan daerah di Misool 97

114 98 Lampiran 5 Data hasil buka Sasi teripang (Sasi Ibu-Ibu) No. Nama Jenis Teripang >25 lokasi Sasi 1 Yesaya Kacili Minyak Hitam Liliang 2 Yesaya Kacili Susu Liliang 3 Rudy Salumena Benang Liliang 4 Betsina Hay Minyak Hitam Liliang 5 Betsina Hay Benang bintik Liliang 6 Betsina Hay Merah Galamisim 7 Betsina Hay Susu Galamisim 8 Betsina Hay Minyak Hitam Galamisim 9 Barbalina Drimlol Benang Bintik Galamisim 10 Agustina Hay Nenas Galamisim 11 Rudy Kacili Balok Galamisim 12 Barbalina Drimlol Merah Data : Diolah dari TNC (2014)

115 Lampiran 6 Data hasil buka Sasi Lola (Sasi Ibu-Ibu) No. Nama Tanggal Lokasi Ukuran Lola Nama Pendata 1 Yance Kacili 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 2 Yesaya Kacili 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 3 Lewi Jemput 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 4 Semuel Salumena 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 5 Ronal Salumena 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 6 Fredik Salomena 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 7 Rudi Salumena 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 8 Yadi Kacili 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 9 Derek Hay 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 10 Yotam Hay 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 11 Agus Hay 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 12 Metu Hay 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 13 Luis Hay 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 14 Jefri Salomena 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 15 Andi Logof 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 16 Hendrik Hoo 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 17 Yulius Hay 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 18 Marson Salomena 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 19 Yohanis Hay 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 20 George Salomena 28/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 21 Betsina Hay 28/04/2014 Mailo Andi Logof 22 Sikus Botot 28/04/2014 Mailo Andi Logof 23 Alex Mangar 28/04/2014 Mailo Andi Logof 24 Agustina Kacili 28/04/2014 Mailo Andi Logof 25 Barbalina Drimlol 28/04/2014 Mailo Andi Logof 26 Encemina Hay 28/04/2014 Mailo Andi Logof 27 Hermelina Kapaunon 28/04/2014 Mailo Andi Logof 28 Alfon Hay 28/04/2014 Mailo Andi Logof 29 Mery Hay 28/04/2014 Mailo Andi Logof 30 Yesaya Kacili 29/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 99

116 31 Luis Hay 29/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 32 Rudi Salumena 29/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 33 George Salomena 29/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 34 Betsina Hay 29/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 35 Barbalina Drimlol 29/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof 36 Agustina Kacili 29/04/2014 Tanjung Galamisim Andi Logof Total Sumber: Diolah dari 100

117 101 DOKUMENTASI Desa Lilinta merupakan pusat kecamatan di Distrik Misool Barat Pemukiman di Desa Kapatcol dengan mayoritas penduduk Kristen Kantor pengawasan di Pulau Waf Distrik Misool Barat Wawancara dengan Ibu-Ibu Anggota Kelompok Sasi Ibu-ibu Kapatcol Camp nelayan yang berada di Pulau Waf, Misool Barat Pendeta yang akan mendoakan kegiatan buka Sasi di Kapatcol Foto : BUKA SASI KAPATCOL oleh NUGROHO ARIF PRABOWO-TNC

118 102 Kelompok masyarakat Pengawas, yang akan melakukan monitoring di Misool Barat Lola-lola salah satu hasil dari buka Sasi ibu-ibu di Kapatcol Foto : BUKA SASI KAPATCOl - oleh NUGROHO ARIF PRABOWO-TNC Nelayan yang sedang melakukan penangkapan ikan menggunakan tali pancing Rumpon milik nelayan pendatang dari luar Misool Pulau Waf, camp nelayan Ikan tangkapan nelayan

119 Lampiran 9 Hasil olahan data Proximities [DataSet1] Case Processing Summary a Cases Valid Missing Total N Perc N Perc N Perc ent ent ent , 0% 0 0,0% , 0% a. Euclidean Distance used 103

120 Alscal 104 [DataSet1] Alscal Procedure Options Data Options- Number of Rows (Observations/Matrix). 27 Number of Columns (Variables) Number of Matrices Measurement Level Ordinal Data Matrix Shape Symmetric Type Dissimilarity Approach to Ties Leave Tied Conditionality Matrix Data Cutoff at , Model Options- Model Euclid Maximum Dimensionality Minimum Dimensionality Negative Weights Not Permitted Output Options- Job Option Header Data Matrices Printed Printed

121 Configurations and Transformations. Output Dataset Initial Stimulus Coordinates... Plotted Not Created Computed Algorithmic Options- Maximum Iterations Convergence Criterion.....,00100 Minimum S-stress ,00500 Missing Data Estimated by.... Ulbounds Tiestore Raw (unscaled) Data for Subject 1 10,000 3,873 6,164 8, , ,164, ,317 6,403, ,000 5,568 4,000, ,449 6,000 3,606 2,646, ,732 5,745 3,464 3,162 3,000, ,732 5,745 3,162 2,000 2,646 2,000, ,000 6,083 3,742 3,464 3,606 3,464 2,828, ,307 6,856 8,367 7,874 8,185 8,246 7,874 7,746, ,449 5,657 3,606 3,000 2,828 3,000 2,646 3,317 7, ,123 6,083 4,000 4,243 4,359 4,000 4,000 4,243 7, ,782 4,243 6,245 6,245 6,481 6,557 6,557 6,403 6, ,110 6,403 8,124 8,602 9,110 8,944 8,718 8,000 7,

122 3,606 9,747 10,630 8,185 9,000 8,832 11,874 11,619 6,856 10,954 11,402 7,280 10,817 10, ,123 6,083 4,000 4,000 4,123 4,243 3,742 2,828 6, ,344 6,856 9,899 9,695 10,050 10,100 10,100 9,695 8, ,269 7,000 10,863 10,677 11,091 10,954 11,045 10,583 8, ,660 6,708 7,874 8,124 8,185 8,367 8,485 8,832 8, ,539 6,083 8,832 8,832 9,327 9,165 9,055 9,055 7, ,381 6,000 8,660 8,660 9,165 9,000 8,888 8,888 7, ,530 8,307 11,832 11,832 12,124 12,166 12,166 11,747 8, ,288 8,307 11,576 11,489 11,874 11,916 11,916 11,662 8, ,416 4,359 7,071 6,782 7,141 6,928 7,071 7,071 6, ,662 8,000 10,909 11,000 11,225 11,269 11,358 10,909 7, ,166 8,124 11,446 11,358 11,747 11,790 11,790 11,358 8, ,810 5,196 7,616 7,211 7,280 7,616 7,616 7,483 6, ,533 7,937 10,770 10,954 11,269 11,136 11,225 10,770 7, ,136 7,616 10,344 10,536 10,863 10,724 10,817 10,344 7, , ,568, ,000 5,000, ,472 5,916 7,211, ,944 5,000 6,325 9,274, ,100 5,385 6,633 10,100 4,690, ,367 5,916 8,246 8,367 7,483 8,246, ,485 4,123 5,292 8,367 5,657 4,690 8,000, ,307 4,000 5,745 8,307 5,568 4,796 8,062 1,732,000

123 ,000 2,000 5,831 3,000 2,236 5,657 3,162 3, ,045 6,083 6,782 11,045 4,899 3,464 8,944 4,690 4, ,770 5,916 7,071 10,954 4,690 3,742 8,367 4,899 5, ,633 2,236 5,099 6,481 5,477 5,099 6,325 3,742 3, ,247 5,477 6,708 10,149 4,796 4,359 8,185 5,000 4, ,724 5,831 6,557 10,630 4,796 3,873 8,660 5,000 4, ,928 2,646 5,831 7,071 4,690 5,292 6,481 4,243 4, ,100 5,385 6,325 10,000 5,099 4,243 8,485 4,899 4, ,747 5,099 5,916 9,539 5,196 4,583 7,937 5,000 5, , ,657, ,000 5,385, ,646 5,568 2,449, ,477 3,162 5,385 5,745, ,162 5,099 2,236 2,236 5,477, ,317 4,796 2,828 2,828 5,385 1,732,000 Iteration history for the 2 dimensional solution (in squared distances) Young's S-stress formula 1 is used. Iteration S-stress Improvement 1, ,07521, ,07279, ,07180,

124 Iterations stopped because S-stress improvement is less than, Stress and squared correlation (RSQ) in distances RSQ values are the proportion of variance of the scaled data (disparities) in the partition (row, matrix, or entire data) which is accounted for by their corresponding distances. Stress values are Kruskal's stress formula 1. For matrix Stress =,07795 RSQ =,97755 Configuration derived in 2 dimensions Stimulus Coordinates Dimension Stimulus Stimulus 1 2 Number Name 1 TingkatP 1,7956, Kesubura,2725, Kesehata 1,5468, Upayaper 1,5562, Upayap_1 1,6713, Hubungan 1,6587, Hukumada 1,6706 -, peratura 1,5483 -, Lembagaa,0718-1,2745

125 10 Demokras 1,5511 -, keberada 1,3347 -, Pembentu -,1198, keterlib -,4491 -, Sosialis 1,3114 -, Aksesnel -1,1987, Adanyape -1,5785, Konflika -,0571 1, peningka -,8929 -, pening_1 -,8445 -, pemberda -1,9299 -, adanya_1-1,8552, subsidi -,2438, Adanyate -1,6561 -, masyarak -1,8079 -, pembangu -,2931, masyar_1-1,5997 -, inovasiy -1,4629 -,1015 Optimally scaled data (disparities) for subject 1 10,000, , ,532,000 3,337 1,532,000 4,268 1,374,446,000 5,216 1,443,413,224,000 6,179 1,374,357,337,268,000 7,179 1,374,337,203,224,203,000 8,268 1,443,429,357,413,357,268, ,180 1,717 2,180 2,004 2,180 2,180 2,004 1,833,000 10,216 1,374,413,268,268,268,224,337 1,833 11,523 1,443,446,523,523,446,446,523 2,

126 1,532 2,180,413 2,793 3,138 2,180 2,474 2,372 3,504 3,412 1,717 3,207 3,360 1,791 3,157 3, ,717,523 1,532 1,532 1,566 1,566 1,566 1,532 1, ,474 1,532 2,180 2,372 2,474 2,458 2,372 2,004 1,791 14,523 1,443,446,446,523,523,429,268 1, ,018 1,717 2,793 2,793 2,895 2,914 2,914 2,793 2, ,340 1,791 3,157 3,138 3,255 3,207 3,255 3,138 2, ,372 1,566 2,004 2,180 2,180 2,180 2,372 2,372 2, ,739 1,443 2,372 2,372 2,602 2,557 2,474 2,474 1, ,646 1,443 2,372 2,372 2,557 2,474 2,457 2,457 1, ,727 2,180 3,487 3,487 3,604 3,604 3,604 3,486 2, ,652 2,180 3,410 3,410 3,504 3,522 3,522 3,441 2, ,791,523 1,791 1,717 1,791 1,717 1,791 1,791 1, ,441 2,004 3,207 3,217 3,312 3,340 3,352 3,207 2, ,604 2,180 3,371 3,352 3,486 3,486 3,486 3,352 2, ,004 1,024 1,833 1,791 1,791 1,833 1,833 1,791 1, ,410 2,004 3,157 3,207 3,340 3,281 3,312 3,157 1, ,281 1,833 3,018 3,025 3,157 3,141 3,157 3,018 1, , ,374, ,004,931,000 14,523 1,443 1,791, ,458,931 1,532 2,602,000

127 ,000,203 1,443,268,203 1,374,337, ,914 1,374 1,566 2,914,811, ,180 1,443 2,180 2,180 1,791 2,180, ,372,523 1,106 2,180 1,374,811 2,004, ,180,446 1,374 2,180 1,374,906 2,004,179, ,255 1,443 1,717 3,255,906,357 2,458,811, ,157 1,443 1,791 3,207,811,429 2,180,906, ,566,203 1,024 1,566 1,374 1,024 1,532,429, ,992 1,374 1,566 2,973,906,523 2,180,931, ,141 1,443 1,566 3,138,906,429 2,372,931, ,717,224 1,443 1,791,811 1,106 1,566,523, ,914 1,374 1,532 2,895 1,024,523 2,372,906, ,793 1,024 1,443 2,739 1,024,523 2,004,931 1, , ,374,000 23,268 1,374,000 24,224 1,374,216, ,374,337 1,374 1,374,000 26,337 1,024,203,203 1,374,000 27,337,906,268,268 1,374,179,000 Abbreviated Extended Name Name adanya_1 Adanyape Adanyate adanyapemasukanlainselainmelaut AdanyapertemuanmembahasKKPD Adanyateknologikonservasi 111

128 Aksesnel Demokras Hubungan Hukumada inovasiy keberada Kesehata Kesubura keterlib Konflika Lembagaa masyar_1 masyarak pembangu Pembentu pemberda pening_1 peningka peratura Sosialis TingkatP Upayap_1 Upayaper Aksesnelayan Demokrasidalampengambilankeputusan Hubungandenganpemerintah Hukumadatdalamkonservasi inovasiyangberguna keberadaansanksi Kesehatanekosistem Kesuburansumberdaya keterlibatanmasyarakat Konflikantarnelayan Lembagaataukelompoknelayandalampengelolaan masyarakatberadaptasidenganteknologikonservasi masyarakatmenerimakarangbuatan pembangunansaranadanprasarana Pembentukanaturandansanksi pemberdayaannelayan peningkatanpendapatan peningkatanhasiltangkapan peraturanpengelolaan SosialisasiinformasiKKPD TingkatPemanfaatan Upayaperlindungankarangdanmangrove Upayaperlindungansumberdayaperikanan 112

129 113

Peranan Sistem Sasi Dalam Menunjang Pengelolaan Berkelanjutan di Daerah Raja Ampat... (Elva Lestari dan Arif Satria)

Peranan Sistem Sasi Dalam Menunjang Pengelolaan Berkelanjutan di Daerah Raja Ampat... (Elva Lestari dan Arif Satria) Peranan Sistem Sasi Dalam Menunjang Pengelolaan Berkelanjutan di Daerah Raja Ampat... (Elva Lestari dan Arif Satria) PERANAN SISTEM SASI DALAM MENUNJANG PENGELOLAAN BERKELANJUTAN PADA KAWASAN KONSERVASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Pemanfaatan Sumberdaya alam oleh masyarakat lokal berdasarkan pengetahuan tradisional telah dikenal masyarakat Raja Ampat sejak dahulu. Budaya sasi yang berawal

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi otonomi daerah di wilayah laut merupakan bagian dari proses penciptaan demokrasi dan keadilan ekonomi di daerah. Hal ini dituangkan dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konservasi Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk dilakukan dalam melindungi ekosistem dan sumberdaya adalah dengan menetapkan kawasan konservasi

Lebih terperinci

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Kuwati, M. Martosupono dan J.C. Mangimbulude Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Email: kuwatifolley@yahoo.co.id Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi Sasi merupakan bentuk aturan pengelolan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang telah dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Maluku. Sasi merupakan kearifan tradisional

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT Oleh Paulus Boli Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil Jakarta, 9 10 Mei 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN Kegiatan perikanan tangkap sangat tergantung pada tersedianya sumberdaya perikanan, baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan (sarana dan prasarana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII)

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 HAK KEPEMILIKAN (PROPERTY RIGHT) Rezim Hak Kepemilikan Hak Kepemilikan Tipe Hak Kepemilikan Akses Terbuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data pokok kelautan dan perikanan 2010 1 menggolongkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang banyak.

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON Oleh : H. Mardjoeki, Drs., MM. ABSTRAKSI Pemberdayaan masyarakat pesisir pantai Kapetakan (Bungko) sampai pesisir pantai Mertasinga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2014 WILAYAH. Kepulauan. Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2015

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2015 BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN KAPUAS HULU SEBAGAI KABUPATEN KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LOMBOK TENGAH, Menimbang : a. bahwa kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU 1 PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN DI PERAIRAN UMUM KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 31/DPD RI/II/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

[Type the document subtitle]

[Type the document subtitle] PENGAKUAN KEBERADAAN KEARIFAN LOKAL LUBUK LARANGAN INDARUNG, KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU DALAM PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP [Type the document subtitle] Suhana 7/24/2008 PENGAKUAN

Lebih terperinci

vi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 16 TAHUN 2002

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 16 TAHUN 2002 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 16 TAHUN 2002 T E N T A N G PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Potensi Sumberdaya Hayati Laut dan Ekosistemnya

6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Potensi Sumberdaya Hayati Laut dan Ekosistemnya 6 PEMBAHASAN 6.1 Dukungan Potensi Sumberdaya Hayati Laut dan Ekosistemnya Salah satu parameter yang berpengaruh bagi pengembangan kawasan konservasi laut adalah kandungan potensi kekayaan bawah laut yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN UNTUK PERAIRAN DARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci