ANGGI RHADITYA LUBIS A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANGGI RHADITYA LUBIS A"

Transkripsi

1 PENDUGAAN CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERSAMAAN ALOMETRIK DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, KABUPATEN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ANGGI RHADITYA LUBIS A DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 ABSTRACT ANGGI RHADITYA LUBIS. Prediction of Carbon Stocks of Oil Palm Based on Allometric Equations on Peatland of Meranti Paham Estate, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, North Sumatera. Under advicy of KUKUH MURTILAKSONO and M. ARDIANSYAH. Carbon stock of oil palm on peatland plays an important role in climate change and global climate balance. Number of biomass carbon of oil palm can be determined by either destruction method or non destructive approach (allometric equation). Biomass carbon of oil palm can indicate amount of carbon dioxide (CO 2 ) absorbed by the plants. The research aims to construct allometric equation and predict carbon stock of oil palm on peatland of Meranti Paham Estate, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, North Sumatera. Biomass and biomass carbon of oil palm was calculated and determined using destructive method. Samples of oil palm trees in each planting year were destructed and weighted how much every part of the plant contribute total weight of the sampled oil palm plant before determining its water content. Other applied method is allometric equation that representing the destructive method. The allometric approach just predicts the stock and it is Y = 0, D 2,3385 H 0,9411 that stands for diameter of stem perpendicular to stem it self (D) and plant height without frond (H). Based on destructive method (dimension of stem, leaf, frond, frond pruning, and fresh fruit bunch) biomass carbon stock of oil palm in Meranti Paham estate is tons. Meanwhile, allometric method resulting tons of biomass carbon stock. The discrepancy is due to the second sampling (2009) of oil palm trees is different than the first one (2008) although in the same blocks of planting year. Biomass carbon of oil palm in Meranti Paham estate based on the two methods has high positive correlation with its coefficient = 0,98 that indicates high linear correlation of destructive and allometric method. The results of t-student test shows that there is no significance different between destructive and corrected allometric method. Therefore the corrected allometric method can be applied accurately to predict biomass carbon stock of oil palm in Meranti Paham estate. Key words: biomass carbon stock, peatland, allometric equation, destructive method. 2

3 RINGKASAN ANGGI RHADITYA LUBIS. Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan M. ARDIANSYAH. Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa sawit dapat diketahui dengan dilakukannya pengukuran perusakan tanaman (destruktif) dan pengurangan tindakan perusakan selama pengukuran (persamaan alometrik). Dengan demikian jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat diukur sehingga dapat diketahui banyaknya CO 2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk membangun persamaan alometrik dan menduga cadangan karbon kelapa sawit di lahan gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Perhitungan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan metode destruktif dan metode alometrik. Berdasarkan metode destruktif, dilakukan penebangan contoh pohon kelapa sawit pada berbagai keragaman umur tanam. Sementara, metode alometrik merupakan perhitungan persamaan alometrik yang telah terbangun adalah Y = 0, D 2,3385 H 0,9411 dimana digunakan data sampel diameter batang dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang (DBH) dan tinggi bebas percabangan (H) tanaman kelapa sawit yang diambil. Cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit yang terdapat di Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan pengukuran destruktif yang didapatkan dari dimensi batang, pelepah, daun, pelepah pruning, dan TBS adalah ton/kebun. Sementara, cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit yang terdapat di Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV berdasarkan pengukuran alometrik adalah ton/kebun. Terjadinya perbedaan nilai diakibatkan pengambilan sampel tanaman pada kedua metode menggunakan tanaman kelapa sawit yang berbeda dan blok yang berbeda juga, akan tetapi tahun tanamnya sama Karbon biomassa kelapa sawit berdasarkan penggunaan metode destruktif dan metode alometrik memiliki korelasi (hubungan) positif yang tinggi. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,98 menunjukkan adanya hubungan linear yang sangat baik antara metode alometrik dengan destruktif. Hasil perhitungan t-student menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara metode destruktif dan metode alometrik terkoreksi. Dengan demikian metode alometrik terkoreksi cukup akurat dan dapat digunakan untuk memprediksi cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit di lahan gambut kebun Meranti Paham. Kata kunci: cadangan karbon biomassa, lahan gambut, metode destruktif, persamaan alometrik. 3

4 PENDUGAAN CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT BERDASARKAN PERSAMAAN ALOMETRIK DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, KABUPATEN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ANGGI RHADITYA LUBIS A Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

5 Judul Skripsi : Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Nama NIM : Anggi Rhaditya Lubis : A Menyetujui, Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS NIP Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP Tanggal Lulus : ii

6 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara pada tanggal 26 Februari Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara anak pasangan Bapak Rusdi Lubis dan Ibu Winariati Lessan. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Percobaan Negeri Medan, kemudian pada tahun 2003 menyelesaikan studi di SMP Negeri I Medan. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Harapan Medan dan lulus pada tahun Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2007 penulis menyelesaikan masa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) dan diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Fisika Tanah Tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya adalah Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) selaku Ketua Umum periode , Badan Pengawas HIMPRO FAPERTA periode , Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) selaku Ketua Umum periode , dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor selaku Kabid PAO periode iii

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Berdasarkan Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa pelaksanaan penelitian, maupun saat penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. M. Ardiansyah selaku dosen pembimbing skripsi II dan koordinator penelitian kerjasama IPB-PPKS yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. PT. Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) Medan dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan atas kesediaannya membiayai dan mendukung terlaksananya penelitian ini. 4. Balai Penelitian Tanah, Balitbang Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Depertemen Pertanian yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian ini. 5. Ayah dan Ibunda saya tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam segala hal, terutama dalam doa, nasehat dan bimbingannya. Buat Abangku Adrian Risky Lubis, Kakakku Rahmadhani Arya Irawan, dan Adikku Dimas Sofani Lubis yang selalu memberikan motivasi, doa, dan semangat sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Decky Sanjaya, Putri Yuniastuti, dan Zaini yang telah menjadi rekan kerja dan saling membantu dalam penelitian ini. iv

8 7. Mbak Rina Hartini atas kerjasamanya telah membantu dalam pengolahan data penelitian ini. 8. Sahabat saya Bang Amril, Rizky Rambey, Bayu Tarigan, Zahedi, Kak Tya, Indana, Riri, Kiki, Fandi, Anda, Ginda, Alfan, Wira dan Indra terima kasih atas persahabatan selama ini. 9. Sahabat-sahabat perjuangan di MSL 43 (Luluk, Rudi, Dodo, Puti,dan Mike) serta rekan-rekan MSL 43 terima kasih atas silaturahim yang dijalanin selama ini. 10. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. 11. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pihak yang membacanya dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tuntutan dalam menambah perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Desember 2011 Anggi Rhaditya Lubis v

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 4 II TINJAUAN PUSTAKA Metode Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Penyimpanan Karbon pada Lahan Gambut... 8 III METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian Persiapan Pembangunan Persamaan Alometrik pada Kelapa Sawit dengan Metode Destrukttif Perhitungan Biomassa Pelepah Pruning dan Tandan Kosong Penetapkan Karbon Kelapa Sawit Pendugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit Pembangunan Persamaan Alometrik Terkoreksi Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pertahun Tanam Penerapan Persamaan Alometrik Terkoreksi Uji Statistik Koefisien Korelasi Uji Perbedaan Model Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit di Perkebunan viii x vi

10 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Cadangan Biomassa Kelapa Sawit Dengan Metode Destruktif Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif Persamaan Alometrik Dugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik Terkoreksi Uji Korelasi Beda Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Metode Destruktif dan Persamaan Alometrik Terkoreksi Pendugaan Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Biomassa Tanaman Contoh Kelapa Sawit pada Beberapa Tahun Tanam dari Blok Kebun Meranti Paham PTPN IV tahun Rata-rata Bobot Biomassa Kering Bagian-Bagian Kelapa Sawit pada Berbagai Tahun Tanam Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV Tahun 2008 (kg/pohon) Rata-rata Bobot Biomassa Pelepah Pruning di Kebun Meranti Paham PTPN IV sampai dengantahun Total Rata-rata Bobot Biomassa TBS dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun Rata-rata Biomassa Kelapa Sawit dari Bagian-bagian Kelapa Sawit di Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV Tahun Rata-rata Karbon Biomassa pada Bagian-bagian Kelapa Sawit Total Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun Konstanta Regresi dari Berbagai Model Persamaan Alometrik untuk Menduga Karbon Biomassa Rata-rata Pendugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik pada Berbagai Tahun Tanam Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun Rata-rata Karbon Biomassa Kelapa Sawit Per Tahun Tanam Menggunakan Metode Destruktif dan Metode Alometrik Pada Kebun Meranti Paham Pendugaan Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun Lampiran 1. Pelepah Pruning Kelapa Sawit di Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun Produksi TBS Kelapa Sawit Tahun Tanam di Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun Produksi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Umur Tanam dari Tahun viii

12 4. Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun Kadar Air Bagian Batang, Pelepah, dan Daun Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun Diameter, dan Tinggi Kelapa Sawit Tahun 2008 dan Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit Tahun 2009 di Kebun Meranti Paham PTPN IV Persamaan Alometrik yang Dibangun Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Alometrik di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun ix

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Diagram Alir Penelitian Biomassa Kering (kg/pohon) pada Setiap Dimensi Kelapa Sawit Pola Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman Hubungan antara Biomassa Kering dengan Diameter Batang (Berdasarkan Model Persamaan I) Hubungan Biomassa Kering dengan Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Berbagai Tinggi (Berdasarkan Model Persamaan II) Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II) Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter Tanpa Pelepah dan Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II) Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter dengan Pelepah yang Diukur Sejajar tanah dan Berbagai Tinggi (Berdasarkan Model Persamaan III) Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter Batang yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Berbagai Tinggi Batang (Berdasarkan Model Persamaan III) Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Berbagai Tinggi Batang (Berdasarkan Model Persamaan III) Korelasi Antara Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Persamaan Alometrik dan Metode Destruktif Lampiran 1. Dokumentasi Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Tahun Tanam 2007, 2006, 1999, 1997, 1995, 1991, dan x

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan konsentrasi yang terjadi lebih disebabkan oleh terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan gas karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dan nitrous oksida (N 2 O) atau yang lebih dikenal dengan sebutan gas rumah kaca (GRK). Gas rumah kaca utama yang terus meningkat adalah karbon dioksida. Gas ini adalah salah satu gas yang secara alamiah keluar ketika manusia menghembuskan nafas, juga dihasilkan dari pembakaran batubara, kayu, atau dari penggunaan kendaraan berbahan bakar bensin dan solar. Sebagian dari karbon dioksida ini dapat diserap kembali, antara lain melalui proses fotosintesis yang merupakan bagian dari proses pertumbuhan tanaman atau pohon. Namun, kini kebanyakan negara memproduksi karbon dioksida secara jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh tanaman atau pohon, sehingga konsentrasinya di atmosfer meningkat secara bertahap (UNDP, 2007). Keberadaan karbon penting bagi keseimbangan alam sehingga perlu untuk diperhatikan. Pada lahan-lahan yang sudah terdegradasi berpotensi untuk meningkatkan daerah penyerapan CO 2 apabila dilakukan rehabilitasi melalui aforestasi (konversi lahan menjadi hutan pada lahan yang bukan hutan sebelumnya) dan reforestasi (penghijauan kembali pada hutan yang telah rusak). Namun dalam rangka pemanfaatan lahan secara lebih maksimal maka dilakukan pembukaan perkebunan kelapa sawit yang sekarang ini banyak dilakukan pada lahan-lahan gambut. Saat ini kelapa sawit merupakan komoditi unggulan perkebunan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi l/ha biodiesel mentah sehingga sangat menguntungkan. Indonesia merupakan negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang telah berhasil mengungguli Malaysia. Kedua negara ini dapat memenuhi sekitar 80% kebutuhan minyak sawit dunia. Pertumbuhan amat pesat akan konsumsi minyak sawit sebesar ton pada tahun 1993

15 2 dan meningkat menjadi ton pada tahun Permintaan yang semakin tinggi ini telah membuat pemerintah semakin yakin untuk mengembangankan areal baru perkebunan kelapa sawit (Ditjenbun, 2006). Pemanfaatan tanah gambut untuk tanaman perkebunan telah dilakukan sejak lama. Tercatat sudah ada perkebunan kelapa sawit pada tanah gambut sebelum Perang Dunia II, seperti perkebunan Ajamu (Meranti Paham dan Panai Jaya), Negeri Lama, Seruwai, dan banyak lagi perkebunan yang dibuka di daerah pantai timur Sumatera, tetapi informasi tanah gambut untuk tanaman tahunan belum banyak ditulis. Pengamatan perkebunan kelapa sawit pada tanah gambut di Sumatera Utara yang di buka sejak 1935 menunjukkan tanaman kelapa sawit pada tanah gambut ombrogen dapat memberikan produksi rata-rata tahunan sebesar 15,7 ton tandan buah (TBS) segar selama 13 tahun masa panen. Tingkat produktivitas sebesar itu termasuk kelas S3 atau kesesuaian terbatas (marginally suitable) jika disetarakan dengan potensi produksi kelapa sawit pada tanah mineral di Sumatera Utara (Pangudijatno, 1988). Total luas lahan gambut di Indonesia sekitar 20 juta ha dan setiap 1 m lapisan gambut diperkirakan mampu menyimpan sekitar 700 ton C tahun -1 ha -1. Potensi tersebut menyebabkan lahan gambut memiliki fungsi penting sebagai sumber karbon dan pemendaman karbon (Yulianti, 2009). Lahan gambut sangat mudah terdegradasi apabila mengalami gangguan terhadap ekosistemnya. Pelaksanaan pembukaan lahan gambut kebanyakan dilakukan melalui aktivitas pembakaran untuk menghilangkan gulma ataupun vegetasi yang menutupi lahan. Apabila dilakukan pembakaran maka karbon akan terlepas ke udara, sehingga akan menghasilkan emisi gas karbon yang dapat menghasilkan efek rumah kaca. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pembakaran lahan gambut akan mendukung terjadinya pemanasan global yang kerugiannya sangat besar bagi kelangsungan makhluk hidup. Degradasi lahan gambut yang terjadi di Indonesia pernah menjadikan Indonesia sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca ketiga di dunia setelah USA dan RRC (Notohadiprawiro, 1997). Degradasi lahan gambut yang terjadi di Indonesia sebagian besar diduga akibat perubahan tutupan hutan tropis yang bertujuan ekonomis, non ekologis.

16 3 Lahan yang terdegradasi dapat direhabilitasi dengan metode konservasi yang tepat bukan tidak mungkin areal yang terdegradasi dapat digunakan sebagai media pengurangan emisi dengan membangun tempat penyimpanan (carbon sink) yang baru. Penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer terutama C0 2, tidak hanya dengan menurunkan emisi, tetapi perlu diiringi dengan meningkatkan penyerapan GRK tersebut. Melalui fotosintesis, C0 2 diserap dan diubah oleh tumbuhan menjadi karbon organik dalam bentuk biomassa. Kandungan karbon dalam biomassa pada waktu tertentu dikenal dengan istilah cadangan karbon (carbon stock) (Noor an, Purwaningsih, Rustami, Subagyo, 2010). Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997). Penelitian tentang cadangan karbon pada perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan untuk meninjau berapa sebenarnya karbon yang mampu diserap, serta menduga berapa cadangan karbon yang terdapat pada tanaman kelapa sawit. Hasilnya mungkin mampu untuk menilai keuntungan dan kerugian pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode untuk mengestimasi cadangan karbon pada tanaman kelapa sawit. Metode untuk mengestimasi cadangan karbon pada tanaman dapat diketahui dengan melakukan pengukuran langsung dengan perusakan tanaman (destruktif) atau untuk mengurangi tindakan perusakan, biaya yang mahal, dan waktu yang lama pada tanaman selama pengukuran, dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan alometrik. Alometrik didefinisikan sebagai hubungan pertumbuhan antara ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Dalam studi biomassa tanaman, persamaan alometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo, 2009). Adapun biomassa kelapa sawit merupakan masa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, daun, pelepah, dan TBS. Metode alometrik ini telah banyak diaplikasikan untuk estimasi cadangan karbon pada berbagai tipe vegetasi di Indonesia (Hairiah dan Rahayu, 2007). Sementara, penyusunan persamaan alometrik yang digunakan sebagai dasar

17 4 pendugaan karbon biomassa kelapa sawit telah dilakukan oleh Thenkabail (2004) tapi bukan pada gambut. Penelitian lain hanya menggunakan persamaan yang sudah ada sebelumnya (Htut, 2004). Jadi, pengumpulan data mengenai cadangan karbon pada agroekosistem kelapa sawit masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini mencoba mengkombinasikan pengukuran lapangan pada tingkat detil yang telah dilakukan oleh Yulianti (2009) dan menyusun persamaan alometrik pada kelapa sawit, sehingga dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfer dapat diserap oleh tanaman kelapa sawit Tujuan Penelitian Membangun persamaan alometrik dan menduga cadangan karbon biomassa kelapa sawit pada kebun Meranti Paham, PT. Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

18 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Keberadaan karbon merupakan bagian penting dari siklus kehidupan di bumi. Ada empat reservoir karbon utama yaitu atmosfer, biosfer teresterial (daratan), lautan, dan sedimen. Beberapa dekade terakhir terjadi ketidak seimbangan neraca karbon global diakibatkan semakin bertambahnya populasi manusia. Pemanenan karbon melalui perubahan penggunaan lahan, pembakaran biomassa, penambangan bahan bakar fosil dan pencemaran di laut menyebabkan peningkatan jumlah karbon di atmosfer. Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer adalah gas karbon dioksida (CO 2 ), metan (CH 4 ) dan kloroflorokarbon (CFC merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang berperan dalam pemanasan global (Yulianti, 2009). Cadangan karbon pada ekosistem teresterial (daratan) terbagi menjadi karbon diatas permukaan dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah. Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma), nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Karbon bawah permukaan meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang mengalami dekomposisi) serta hamparan lahan gambut (Hairiah dan Rahayu, 2007). Biomassa tanaman digunakan sebagai dasar untuk menduga karbon atas permukaan. Teknik untuk mengukur biomassa bisa dilakukan dengan metode destruktif dan menggunakan persamaan alometrik. Penggunaan metode destruktif sangat memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang terutama jika dilakukan terhadap vegetasi hutan. Oleh karena itu salah satu metode pemecahannya dapat digunakan persamaan alometrik yang telah disusun dari tanaman yang sejenis. Persamaan ini menghubungkan biomassa tanaman dengan diameter dan tinggi tanaman (Pearson, Brown, Birdsey, 2007). Karbon atas permukaaan dapat diduga jika biomassa telah diketahui.

19 6 Metode pendugaan cadangan karbon atas permukaan dengan pendekatan biomassa merupakan salah satu metode yang bisa diterapkan (Gibbs et al., 2007). Biomassa dapat diduga melalui pengukuran lapangan yang intensif atau dikembangkan dengan persamaan alometrik yang telah disusun sebelumnya (Brown, 1997). Model pendugaan biomassa dapat disusun berdasarkan parameter tinggi dan diameter pohon (Johnsen et al., 2001). Persamaan alometrik merupakan persamaan yang menghubungkan dimensi-dimensi dari pohon dengan nilai biomassa pohon. Setiap tanaman yang berbeda akan memiliki pola yang berbeda untuk membentuk persamaan alometrik ini. Penyusunan persamaan alometrik untuk kelapa sawit yang telah dilakukan oleh Thenkabail et al. (2004) menghasilkan persamaan berikut : Berat Kering (kg) = 0,3747*tinggi (cm) + 3,6334 (R 2 = 0,9804) Tetapi persamaan tersebut disusun berdasarkan data biomassa dan dimensi kelapa sawit yang ditanam pada lahan mineral di Afrika. Sementara itu, pada lahan gambut persamaan alometrik yang didapatkan dalam penelitian Yulianti (2009) didapatkan persamaan sebagai berikut : Berat Kering (kg) = 2,24 exp -3 *diameter 1,85 *tinggi 0,68 (R 2 = 0,99) 2.2. Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) adalah jenis tanaman dari famili palmae dan sub famili Cocoideae yang mampu menghasilkan minyak nabati. Berdasarkan warna buah kelapa sawit dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu (i) nigrrescent dengan buah berwarna ungu tua pada buah mentah dan memiliki topi coklat atau hitam pada buah masak, (ii) virescens dengan warna hijau pada buah mentah dan orange tua pada buah masak, dan (iii) albenscens yang tidak memiliki warna. Berdasarkan ketebalan cangkang, kelapa sawit dikelompokkan menjadi Dura (tebal 2-8 mm), Tenera (tebal mm), dan Pisifera (tidak bercangkang). Buah sawit bergerombol dalam tandan dan muncul dari tiap pelepah. Tiga lapisan yang terdapat pada buah sawit yaitu eksoskarp adalah bagian kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin, mesokarp adalah serabut buah, dan endoskarp yang menjadi cangkang pelindung inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi (Ditjenbun, 2006).

20 7 Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Pertama kali diintroduksikan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1848, tepatnya di Kebun Raya Bogor (s Lands Plantentuin Buitenzorg). Pada tahun 1911, K.Schadt seorang berkebangsaan Jerman dan M.Adrien Hallet berkebangsaan Belgia mulai mempelopori budidaya tanaman kelapa sawit. Schadt mendirikan perusahaan kelapa sawit di Tanah Ulu, sedangkan Hallet mendirikan di Pulu Raja (Asahan) dan Sungai Liput (Aceh). Sejak saat itulah, mulai dibuka perkebunan-perkebunan baru. Pada tahun 1938, di Sumatera diperkirakan sudah ada ha perkebunan kelapa sawit (Pahan, 2008). Pohon kelapa sawit berbentuk silinder, pada tahun pertama atau kedua pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, di mana diameter batang bisa mencapai 60 cm. Setelah itu, batang akan mengecil, biasanya hanya berdiameter 40 cm, tetapi pertumbuhan tingginya menjadi lebih cepat. Pertambahan tinggi batang umumnya bisa mencapai cm per tahun, tergantung pada keadaan lingkungan tumbuh dan keragaman genetik. Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut yang mengarah ke samping dan bawah, terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umummnya berdiameter 6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujam ke dalam tanah dengan sudut beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang diameternya 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7-1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener sedangkan akar tersier dan kuarter membentuk ikatan pada 30 cm lapisan atas tanah pada radius 1,5-2 m dari pohon kelapa sawit. Daun sawit mempunyai panjang antar 3-10 m dengan jumlah anakan daun sekitar helai dan panjang cm (Pahan, 2008). Hasil dari kelapa sawit berupa minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan emulsifier, margarine, minyak goreng, minyak makan merah, shortening, susu kental manis, es krim, dan yogurt. Sementara manfaatnya di bidang non pangan sebagai senyawa ester, lilin, kosmetik, farmasi, biodiesel, pelumas, asam lemak sawit, fatty alkohol bahkan pada industri baja. Produk sampingan (limbah) berupa tandan kosong sawit digunakan untuk pulp dan kertas, kompos, karbon dan rayon (

21 8 di unduh 4 Februari 2010). Sejak tingginya harga minyak bumi dan maraknya isu penekanan emisi karbon dari bahan bakar fosil (fossilfuel) maka pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati (biofuels) semakin meningkat. Perkebunan kelapa sawit sangat memberikan keuntungan secara ekonomi bagi negara. Pada tahun 2005, devisa yang diperoleh dari ekspor produk kelapa sawit di Indonesia mencapai US $ juta (Ditjenbun, 2006) Penyimpanan Karbon pada Lahan Gambut. Lahan Gambut merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi hidro-orologi dan fungsi ekologi lain yang penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Umumnya gambut terbentuk di daerah basah, beraerasi yang buruk seperti di daerah danau-danau yang dangkal, kolam, rawa dan daerah berlumpur dan hasil akhir dari eutrofikasi alamiah. Eutrofikasi adalah proses yang terjadi di daerah danau dangkal dan kolam yang terjadi pengkayaan unsur-unsur hara kemudian terisi oleh tanaman dan sisa bahan tanaman. Sisa-sisa tanaman terakumulasi di dasar danau yang dangkal dan kolam yang beraerasi dan berdrainase buruk sehingga perombakan yang terjadi tidak berjalan sempurna. Proses permulaan hingga terbentuknya gambut dinamakan paludisasi, yaitu proses geogenik (bukan pedogenik), yang dalam hal ini berupa akumulasi bahan organik mencapai ketebalan lebih dari 40 cm. Pada keadaan akumulasi bahan organik tersebut dapat dianggap suatu proses pembentukan bahan induk tanah gambut. Pada proses pembentukan dan perkembangan tanah gambut selanjutnya, bahan induk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; kelembaban, susunan bahan organik, kemasaman, aktivitas jasad renik dan waktu (Hardjowigeno, 1993). Hidrologi pada lahan gambut sangat berperan penting. Awal terbentuknya gambut tropik karena berada pada daerah yang selalu tergenang. Kondisi hidrologi pada lahan gambut merupakan fungsi dari : (i) keseimbangan antara air masuk dan air keluar, (ii) topografi tanah mineral yang menopang endapan gambut, dan (iii) keadaan musim yang dapat berpengaruh terhadap fluktuasi permukaan air genangan (Mitsch dan Gosselink, 1993). Apabila tidak terdapat kondisi anaerob yang menyebabkan lambatnya dekomposisi bahan organik maka tidak akan terbentuk gambut (Noor, 2001).

22 9 Ketebalan gambut dalam suatu bentang lahan tidak menunjukkan permukaan datar. Berdasarkan pengukuran (H), terdapat perbedaan tinggi antara permukaan bagian tengah dengan permukaan bagian tepinya sebesar 2,5 m (Sabiham, 2006). Pada umumnya topografi lahan gambut membentuk kubah (dome). Peningkatan ketebalan menuju kubah kurang 1 m setiap jarak 1 m. Contohnya, penampang melintang antara sungai Sebangau dan Sungai Bulan di Kalimantan Tengah sepanjang 24,5 km serta puncak kubah berjarak 16,5 m. Peningkatan ketebalan mencapai 4 m pada jarak 1 3 km dari pinggir Sungai Sebangau dengan ketinggian mencapai 4 m di atas permukaan sungai. Wilayah transisi dari hutan rawa campuran ke hutan tiang, pada jarak 3 6 km mempunyai ketebalan yang meningkat seiring peningkatan ketinggian permukaan dari sungai antara 6,25 9 m. Pada jarak 6 11 km yang merupakan wilayah hutan maka ketebalan gambut meningkat mencapai 10 m (Noor, 2001) Luas areal gambut di Indonesia merupakan areal terluas di daerah tropik. Bahan gambut tropika berasal dari akumulasi pepohonan dari hutan tropik sehingga sangat sulit untuk didekompisisi mengakibatkan gambut yang terbentuk menjadi sangat tebal. Neuzil (1997 dalam Noor, 2001) menyatakan bahwa laju penimbunan gambut di kawasan tropik lebih cepat tiga hingga enam kali dibandingkan dengan gambut di kawasan subtropik. Adapun unsur utama yang menjadi komposisi bahan organik yaitu C, H, dan O. Menurut (Suhardjo dan Widjaja, 1976 dalam Noor, 2001) melaporkan bahwa kandungan C organik gambut meningkat setiap peningkatan ketebalan. Pada gambut yang sangat dalam (>3 m) mengandung C organik sebesar 54,11 %, sedangkan gambut dangkal (0,5 1 m) mengandung C organik sebesar 49,80 %. Gambut Kalimantan Tengah berkisar antara 53,1 57,8 % (Salampak, 1999). Apabila terjadi dekomposisi bahan organik tersebut maka akan melepaskan CO 2 dan H 2 O. Selama ribuan tahun lahan gambut telah berperan penting untuk menjaga iklim global terutama pada era holosin. Pada ekosistem lahan gambut tropika terjadi siklus karbon. Sekitar 50 % total karbon akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam proses fotosintesis. Sisa tanaman yang mati akan terdekomposisi kembali ke dalam sistem tanah menjadi sumber hara dan sebagian akan teremisi ke atmosfer

23 10 dalam bentuk CO 2. Dalam kondisi normal siklus ini selalu membentuk keseimbangan karbon di biosfer. Kemampuan gambut yang besar dalam pemendaman karbon akan sangat efektif untuk mengatasi laju emisi karbon. Gorham (1991) menunjukkan bahwa fraksi karbon di lahan gambut tropika mencapai Mt. Wojick (2005) menyatakan C-sequentration di lahan gambut dan lahan basah lainnya antara 0,1 0,7 Gt. Simpanan karbon bisa mencapai 70 Gt sedangkan kapasitas simpanan C mencapai Gt atau sekitar 20% dari total secara global (Rieley et al., 1997). Melling et al. (2008) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa cadangan karbon yang dilakukan pada gambut dalam di Malaysia yaitu sebesar ton C/ha. Besarnya karbon yang terkandung pada lahan gambut menjadikannya sebagai sumber (source) dan penyimpan (sink) karbon teresterial terbesar.

24 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak di Meranti Paham, PT. Perkebunan Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Peneliti sebelumnya Yulianti (2009) melakukan penelitian di lokasi yang sama dan kebun Panai Jaya (kebun kelapa sawit belum menghasilkan = TBM) dengan waktu pelaksanaan bulan Agustus sampai Desember Kebun Meranti Paham (kebun kelapa sawit menghasilkan = TM) terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kebun Meranti Paham sebelumnya bernama Kebun Ajamu II yang terletak pada koordinat 02 o o LU dan 100 o o BT. Kebun ini berada pada hamparan lahan gambut dan mineral dengan luasan total sekitar ha yang memiliki 215 blok yang terbagi menjadi enam afdeling. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dimulai sejak tahun 1970-an. Lokasi ini terdiri dari tahun tanam 1988 sampai tahun tanam 1999 dan replanting pada tanaman yang mulai tidak produktif, yaitu tahun tanam 1990 dan Varietas yang mendominasi adalah Varietas Marihat. Lokasi penelitian pada bagian utara, barat dan selatan berbatasan dengan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Cisadane Sawit Raya, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Sungai Barumun Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data pengukuran langsung di lapang digunakan sebagai data primer yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah dan berat pelepah pruning, tinggi dan diameter tegakan pohon. Data sekunder yang digunakan dari penelitian Yulianti (2009) berupa biomassa kelapa sawit yang terdiri dari batang, pelepah dan daun yang diukur dari 34 pohon yang mencakup kelompok umur 1, 2, 9, 11, 13, 17 dan 18 tahun, sedangkan data produksi TBS bersumber dari kebun kelapa sawit Meranti Paham PT. Perkebunan Nusantara IV.

25 12 Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini berupa Vertex Transponder untuk mengukur tinggi pohon, pita ukur diameter Hultafors untuk mengukur diameter setinggi dada (DBH), dan timbangan untuk mengetahui berat pelepah yang dipangkas (pruning) Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian tercakup dalam beberapa bagian, yaitu pengukuran lapang serta perhitungan biomassa dan karbon biomassa pada kelapa sawit. Adapun diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Persamaan Alometrik pada Kelapa Sawit : Metode Destruktif (Yulianti, 2009) Persamaan Awal Data Biomassa tanpa Pelepah Pruning dan TBS (Tandan Buah Segar) Pendataan Pelepah Pruning dan TBS (Tandan Buah Segar) Pertahun Tanam Perhitungan Biomassa Pelepah Pruning dan TBS (Tandan Buah Segar) Pertahun Tanam Integrasi Data Biomassa kelapa Sawit Pembangunan Persamaan Alometrik Terkoreksi Penerapan Persamaan Alometrik Pengukuran Diameter (DBH) dan Tinggi Pohon (H) Pertahun Tanam Pendugaan Cadangan Karbon Kebun Kelapa Sawit Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

26 Persiapan Sebelum melakukan kegiatan penelitian di lapangan terhadap plot pengukuran kelapa sawit perlu diperhatikan, yaitu : 1. Mengetahui kondisi di lokasi penelitian. 2. Menetapkan beberapa sampel tanaman kelapa sawit berdasarkan tahun tanamnya Pembangunan Persamaan Alometrik pada Kelapa Sawit dengan Metode Destruktuif Pembangunan persamaan alometrik dibuat dengan metode destruktif sebelumnya telah dilakukan pada penelitian Yulianti (2009). Metode destruktif merupakan perhitungan biomassa pada tanaman kelapa sawit dengan cara pemotongan/penebangan pohon. Bagian-bagian kelapa sawit yang digunakan adalah batang, pelepah, dan daun. Suatu tegakan pohon banyak menyimpan karbon yang sebagian besar berasal dari biomassa pohon. Dalam pendugaan karbon tersimpan, sangat diperlukan pengukuran terhadap biomassa pohon didalam suatu kawasan. Tahapan kerja yang dilakukan Yulianti (2009) dalam menyusun persamaan alometrik biomassa kelapa sawit adalah sebagai berikut: 1) Contoh tanaman kelapa sawit yang dipilih adalah tanaman yang tumbuh sehat dan mencakup Tahun Tanam 2007, 2006, 1999, 1997, 1995, 1991, dan 1990 sebanyak 34 pohon (Gambar Lampiran 1). 2) Pengukuran dimensi kelapa sawit. Pengukuran ini mencakup diameter dengan pelepah sejajar tanah (khusus tanaman miring), diameter dengan pelepah tegak lurus batang, diameter tanpa pelepah, tinggi total sampai pucuk, tinggi bebas percabangan dan panjang batang miring. 3) Menebang kelapa sawit dan memisahkan ke dalam bagian-bagian pohon. Sebelum ditebang maka sebagian dari pelepah daun dipangkas dan seluruh tandan buah dan bunga (apabila ada) dipanen agar tidak ada bagian yang rusak ketika kelapa sawit ditebang/dipotong. Kelapa sawit ditebang sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Kelapa sawit dipisahkan dalam kelompok batang, pelepah, daun, dan tandan buah.

27 14 4) Pengukuran dan penimbangan bagian-bagian kelapa sawit. Batang dipotong sependek cm dan pada panjang 1,3 m diukur diameternya tetapi untuk kelapa sawit umur tanam muda maka yang diukur adalah batang bagian tengah saja. Seluruh batang, pelepah, daun dan tandan buah ditimbang untuk menetapkan bobot basahnya. 5) Pengambilan contoh uji bagian kelapa sawit. Bagian kelapa sawit yang diambil contoh ujinya mencakup bagian tengah batang, pelepah, dan daun. Contoh uji bagian batang diambil dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm sedangkan daun dan pelepah diambil sekitar 0,5 kg. Setiap contoh uji dikemas ke dalam plastik tertutup rapat untuk mencegah berkurangnya kandungan air pada contoh uji. 6) Pengeringan contoh uji. Seluruh contoh uji dikeringkan dengan oven pada suhu C di laboratorium untuk memperoleh kadar air. Contoh uji yang telah dikeringkan ditimbang untuk mendapatkan bobot keringnya. 7) Penetapan bobot kering biomassa kelapa sawit contoh dan bagian-bagian kelapa sawit. Bobot kering ditentukan dengan mengkonversi bobot basah kelapa sawit contoh dan kadar air dari contoh uji setiap kelapa sawit. 8) Analisis hubungan antara bobot kering biomassa seluruh kelapa sawit contoh dengan dimensi kelapa sawit contoh. Analisis hubungan dilakukan dengan pendekatan analisis regresi yang menghasilkan persamaan alometrik terbaik untuk pendugaan biomassa kelapa sawit Perhitungan Biomassa Pelepah Pruning dan Tandan Kosong Pelepah Pruning Pruning merupakan pembuangan/pemotongan pelepah-pelepah yang tidak produktif pada tanaman sawit. Pruning juga dilakukan untuk sanitasi (kebersihan) tanaman yang menciptakan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangan hama dan penyakit. Pada tanaman belum menghasilkan (TBM) tidak ada proses pruning. Pada tanaman menghasilkan (TM 1) kegiatan pruning dilakukan enam bulan sekali dengan rata-rata jumlah yang dipotong sekitar dua hingga tiga pelepah. Pada umumnya kadar air di dalam pelepah basah berkisar % pada umur tanaman tahun (Yulianti, 2009). Biomassa pelepah pruning pada kelapa

28 15 sawit dapat diketahui melalui beberapa tahapan, yaitu dengan memotong pelepah yang paling bawah pada kelapa sawit pada berbagai tahun tanam berbeda. Pelepah yang telah terpisah dari batang pohon dipotong menjadi empat bagian. Bagian yang dipotong akan ditimbang secara bersamaan untuk mengetahui berat basah pelepahnya. Untuk mengetahui biomassa kering pelepah dapat digunakan persamaan sebagai berikut: dimana, KA : kadar air (%) Biomassa kering pelepah (kg/pelepah) yang telah didapat akan di jumlahkan, dari umur tanaman menghasilkan (TM 1) hingga umur tanaman pada saat pengambilan sampel. Dengan asumsi setiap tahunnya pelepah yang di pruning sebanyak lima pelepah Tandan Kosong Produk utama tanaman kelapa sawit pada tingkat perkebunan yaitu buah yang berbentuk TBS. Berat basah TBS diketahui dari produktivitas TBS di kebun kelapa sawit Meranti Paham PT. Perkebunan Nusantara IV. Kadar air pada TBS memiliki persentase yang tinggi, yaitu 300% 1. Untuk mengetahui biomassa kering TBS atau biasa dinamakan tandan kosong basah dapat digunakan persamaan sebagai berikut: dimana, KA : kadar air (300%) sedangkan tandan kosong basah memiliki kadar air sebesar 53% 2 sehingga untuk mengetahu biomassa kering tandan kosong digunakan persamaan sebagai berikut: Dimana, KA : kadar air (53%) 1 2 Pusat Penelitian Kelapa Sawit Komunikasi Pribadi. Medan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Komunikasi Pribadi. Medan.

29 Penetapan Karbon Kelapa Sawit Penetapan C-organik dari biomassa kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan metode pengabuan kering. Bagian-bagian dimensi kelapa sawit pada bagian batang, pelepah dan daun menggunakan hasil C-organik Yulianti (2009) sedangkan C-organik tandan kosong sebesar 42,8% (Darmosarkoro, Sutarta, Winarna, 2001) Pendugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit Karbon biomassa kelapa sawit diduga dengan menggunakan faktor konversi yang diperoleh dari hasil analisis kandungan karbon masing-masing dimensi kelapa sawit, yaitu batang, pelepah dan daun. Rumus yang digunakan adalah : Karbon Biomassa (kg/pohon) = Biomassa Kering (kg/pohon) x % C-organik Pembangunan Persamaan Alometrik Terkoreksi Karbon biomassa pohon kelapa sawit yang diduga dari persamaan alometrik yang telah didapatkan pada penelitian Yulianti (2009) ditambahkan dengan karbon biomassa pelepah pruning dan karbon biomassa tandan kosong sehingga dapat terbangun persamaan alometrik sebagai berikut: Ŷ = β 0 D β1 Ŷ = β 0 + β 1 D 2 H Ŷ = β 0 D β1 H β2 dengan: Ŷ : karbon biomassa (batang, daun, pelepah, pelepah prunning, dan tandan kosong) (kg) D : diameter kelapa sawit/diameter Breast Height (cm) H : tinggi kelapa sawit (cm) baru dengan berbagai model Peubah karbon biomassa pada pohon kelapa sawit meliputi karbon biomassa terkoreksi dengan penambahan pelepah pruning dan tandan kosong. Diameter batang yang diambil dari pengukuran pada penelitian Yulianti (2009) dilakukan sejajar tanah dan tegak lurus batang, baik yang dengan pelepah maupun

30 17 tanpa pelepah. Sementara, ukuran tinggi tanaman merupakan tinggi vertikal yang diukur dari permukaan tanah sampai pucuk, tinggi bebas percabangan dan panjang batang miring digunakan untuk menghitung persamaan alometrik. Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model hipotetik di atas dengan menggunakan koefisien determinasi (R 2 ) yang tertinggi. Data yang diperoleh, diolah menggunakan Minitab Versi Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Pertahun Tanam Pengukuran tinggi tanaman kelapa sawit menggunakan alat Vertex Transporder. Aplikasi dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengukuran tinggi vertikal 1,3 m dari permukaan tanah (setinggi dada), bebas percabangan (dibawah pelepah), dan pucuk tanaman. Sementara, dalam pengukuran diameter alat yang digunakan adalah Pita Hultafors. Pada penelitian ini pengukuran DBH dari batang pohon dilakukan sejajar tanah dan tegak lurus batang, baik yang dengan pelepah maupun tanpa pelepah. Pengukuran ini untuk menduga cadangan karbon biomassa kelapa sawit. Pengukuran dilakukan pada lima sampel tanaman kelapa sawit di setiap tahun tanam Penerapan Persamaan Alometrik Terkoreksi Berdasarkan persamaan alometrik terkoreksi yang telah terbangun dan dengan menggunakan data diameter (DBH) dan tinggi (H) tanaman kelapa sawit pada setiap tahun tanam maka dapat diketahui/diperoleh karbon biomassa kelapa sawit per pohon, per tahun tanam, per blok, dan akhirnya per kebun Uji Statistik Koefisien Korelasi Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi sebagai ukuran hubungan antara dua peubah acak X dan Y, dan di lambangkan dengan r. Jadi r mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus (Walpole, 1992). Peubah yang digunakan adalah cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif dan cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik terkoreksi. Dua peubah yang digunakan dapat melihat saling

31 18 keterhubungannya. Data diolah dengan menggunakan Minitab Versi 14 atau dapat juga menggunakan rumus, yaitu : dengan : r : koefisien korelasi x : karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik terkoreksi y : karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif n : banyaknya sampel tahun tanam Uji Perbedaan Model Uji t-student merupakan suatu tes yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua nilai rata-rata sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Sudijono, 1986). Uji t-student yang digunakan adalah uji t untuk dua sampel yang saling berhubungan satu sama lain. Hipotesis yang diajukan yaitu : H0 = tidak terdapat perbedaan antara metode alometrik terkoreksi dan metode destruktif, H1 = terdapat perbedaan antara metode alometrik terkoreksi dan metode destruktif. H0 diterima apabila t-student hitung lebih kecil dari t-student tabel pada taraf signifikansi 5%. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung t-student adalah : dan dimana to adalah t-student, M D adalah mean of different (rata-rata hitung dari selisih antara cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik terkoreksi dan cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif)

32 19 dan SEM D adalah standart error of mean different, D adalah selisih antara cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik dan metode destruktif, SD D adalah standar deviasi dan N adalah jumlah data Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit di Perkebunan Pendugaan cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Karbon biomassa (ton/ha) = Karbon biomassa (ton/pohon) x TPP (pohon/ha) dimana, TPP : Tegakan Pohon Produktif Karbon biomassa (ton/tahun tanam) = Karbon biomassa (ton/ha) x LLTT (ha) dimana, LLTT : Luas Lahan Tahun Tanam Besarnya karbon biomassa pada suatu kebun dapat diketahui dengan penjumlahan seluruh karbon biomassa (ton/tahun tanam) : Karbon Biomassa (ton/kebun) = Karbon Biomassa (ton/tahun tanam).

33 20 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun Meranti Paham, PTPN IV. Sebelum dinamakan Meranti Paham, kebun ini dinamakan Ajamu II. Kawasan ini di golongkan kedalam gambut sedang hingga gambut dalam, dimana masih ditemukan gambut setebal 9 m. Keberagaman kematangan gambut pada Kebun Meranti Paham cenderung secara vertikal, dimana bagian permukaan memiliki kematangan saprik karena lahan ini telah lebih dari 25 tahun dibuka dan telah mengalami berbagai pengolahan lahan, drainase dan pemupukan yang intensif sehingga mempercepat proses dekomposisi (Yulianti, 2009). Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, dan pada koordinat 02 o o LU dan 100 o o BT. Kebun ini berada pada hamparan lahan gambut dan mineral dengan luasan total sekitar ha yang memiliki 215 blok dan terbagi menjadi enam afdeling. Pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dimulai sejak tahun 1970-an. Lokasi ini terdiri atas tahun tanam antara tahun 1988 sampai tahun 2007 dan telah direncanakan replanting pada tanaman yang mulai tidak produktif. Varietas yang mendominasi adalah Varietas Marihat. Lokasi ini pada bagian utara, barat, dan selatan berbatasan dengan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Cisadane Sawit Raya, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Sungai Barumun Cadangan Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif Tanaman memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO 2 ) yang diserap dari udara serta air dan unsur hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO 2 di udara diserap tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, pelepah, bunga dan buah. Bahan organik yang terbentuk dari hasil proses fotosintesis disebut dengan biomassa yang dinyatakan dalam satuan bobot kering. Biomassa kelapa sawit pada penelitian sebelumnya (Yulianti, 2009), hanya mempertimbangkan dari batang, pelepah, dan daun sesuai umur kelapa sawit saat penelitian dilangsungkan.

34 21 Pada penelitian ini biomassa kelapa sawit ditambahkan biomassa pelepah pruning dan tandan kosong sesuai umur tanaman kelapa sawit. Pada Tabel 1 disajikan biomassa hasil pengukuran secara destruktif dengan penebangan 34 pohon kelapa sawit yang dilakukan oleh Yulianti (2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tua umur tanam kelapa sawit biomassanya akan semakin meningkat, dapat dilihat rata-rata biomassa kelapa sawit pada tahun tanam 1991 (17 tahun) sebesar 230 kg/pohon. Pada umur tertentu tidak akan terjadi peningkatan biomassa, bahkan cenderung terjadi penurunan, dapat dilihat pada tahun tanam 1990 (18 tahun) dengan rata-rata biomassanya sebesar 208 kg/pohon. Jarak tanam kelapa sawit kebun Merani Paham adalah 8 x 9 m dan/atau 9 x 9 m tergantung pada kondisi lahannya. Kerapatan kelapa sawit maksimal setiap hektarnya adalah 130 pohon. Penetapan jarak tanam disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan yang berkaitan dengan ketebalan dan tingkat kematangan gambut, tata air dan teknik pengelolaannya. Apabila ada tanaman yang mati atau mengalami gangguan hama dan penyakit maka dilakukan penyisipan dengan tanaman baru. Berdasarkan jumlah kerapatan kelapa sawit maksimal tersebut maka dihitung biomassa dari masing-masing tahun tanam untuk setiap hektar. Tabel 1 menunjukkan hasil variasi biomassa kering pohon kelapa sawit. Tahun tanam merupakan tahun pada waktu tanaman sawit ditanam, sebagai contoh 1999K adalah tanaman kelapa sawit yang ditanam pada tahun Sedangkan K, memiliki makna blok areal kelapa sawit. Luas blok kelapa sawit di kebun Meranti Paham berkisar antar 25 ha hingga 35 ha per bloknya.

35 22 Tabel 1. Biomassa Tanaman Contoh Kelapa Sawit pada Beberapa Tahun Tanam dari Blok Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2008 No Tahun Tanam Umur Tanaman Biomassa kering (kg) Batang Pelepah Daun Total R ,49 21,40 19, R ,24 61,71 24, R ,69 28,36 25, R ,02 23,26 30, R ,02 29,53 29, Rerata 149,09 32,85 25, Z ,92 40,70 33, Z ,99 17,97 28, Z ,72 28,08 24, Z ,38 18,15 18, Z ,55 32,69 29, Rerata 175,51 27,52 26, C ,57 23,80 15, C ,08 23,01 24, C ,31 39,23 19, C ,28 37,54 35, C ,71 29,79 19, Rerata 123,59 30,68 22, D ,41 33,55 44, D ,01 32,32 29, D ,62 26,73 34, D ,99 33,41 23, Rerata 120,76 31,50 33, K ,70 47,21 30, K ,98 52,77 33, K ,76 46,01 30, K ,36 47,36 30, K ,10 39,22 39, Rerata 90,58 46,51 32, L 1 2 4,57 6,93 3, L 2 2 2,57 3,93 2, L 3 2 2,58 6,13 4, L 4 2 6,75 7,42 5, L 5 2 3,68 6,78 3,67 14 Rerata 4,03 6,24 3, AC 1 1 3,29 4,77 3, AC 2 1 2,80 4,23 4, AC 3 1 2,25 4,14 3, AC 4 1 2,78 3,66 2, AC 5 1 2,13 3,91 1,96 8 Rerata 2,65 4,14 3,05 10 Sumber : Yulianti (2009)

36 23 Pada areal kebun Meranti Paham terdapat tanaman kelapa sawit yang berusia dari 20 sampai 12 tahun atau dari tanaman tahun tanam 1988 sampai Letak dari tanaman tahun tanam 1988 berada disebelah utara tepatnya di Afdeling II, sedangkan tahun tanam 1996 berada disebelah selatan tepatnya di Afdeling V. Data biomassa kering dari bagian batang, daun, dan pelepah untuk tahun tanam 1988 dan 1996 tidak ada. Oleh karena itu, biomassa sawit tahun tanam 1988 diasumsikan sama dengan tahun tanam Hal yang sama juga untuk tahun tanam 1996 diasumsikan sama dengan tahun tanam Data biomassa kering tahun tanam 2006 dan 2007 menggunakan data dari kebun Panai Jaya, karena pada kebun Meranti Paham tidak terdapat data biomassa kering tahun tanam 2006 dan Tabel 2 menunjukkan biomassa kering kelapa sawit yang diperoleh dari penelitian Yulianti (2009). Tabel 2. Rata-rata Bobot Biomassa Kering Bagian-Bagian Kelapa Sawit Pada Berbagai Tahun Tanam Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV Tahun 2008 (kg/pohon) Tahun Tanam (tahun) Biomassa Kering (kg/pohon) Batang Pelepah Daun Total ) 149,09 32,85 25, ,09 32,85 25, ,51 27,52 26, ,59 30,68 22, ) 120,76 31,50 33, ,76 31,50 33, ,58 46,51 32, ,03 6,24 3, ,65 4,14 3,05 10 Sumber: Yulianti (2009) ; 1) diasumsikan dengan data tahun tanam ) diasumsikan dengan data tahun tanam 1997 Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa rata-rata biomassa kering paling besar terdapat pada batang dari tahun tanam 1991 sebesar 175,51 kg/pohon, sedangkan biomassa batang terkecil terdapat pada tahun tanam 2007 sebesar 2,65 kg/pohon. Menurut Pahan (2008) batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh-pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parinkem. Meristem pucuk terletak dekat ujung batang, dimana pertumbuhan batang sedikit agak membesar. Aktivitas meristem pucuk hanya sedikit memberikan kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya yaitu menghasilkan daun dan infloresen bunga. Penebalan dan pembesaran batang terjadi karena aktivitas penebalan meristem primer yang

37 24 terletak di bawah meristem pucuk dan ketiak daun. Pada tahun pertama atau kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, dimana diameter batang bisa mencapai 60 cm. Setelah itu batang akan mengecil, biasanya hanya berdiameter 40 cm, tetapi pertumbuhan tinggi menjadi lebih cepat. Semakin tinggi umur kelapa sawit maka biomassa keringnya juga akan semakin berat hingga titik puncaknya sekitar umur tahun. Karena pada umur ini batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua. Setelah itu, bekas pelepah mulai rontok, biasanya mulai dari bagian tengah batang kemudian meluas ke atas dan ke bawah. Batang kelapa sawit tua biasanya sudah tidak ada lagi bekas tangkai pelepah daun tua, kecuali sedikit dibawah tajuk. Kemungkinan inilah yang menyebabkan tanaman tahun 1988 dan 1990 lebih rendah biomassa keringnya di bandingkan tahun tanam Sementara, pada tanaman muda (<2 tahun) atau TBM biomassa kering pada pelepah lebih besar dibandingkan pada batang dan daun. Hal ini disebabkan pada umur tersebut batang masih muda dan belum padat serta lebih didominasi oleh besarnya kandungan air yang mencapai lebih dari enam kali biomassanya. Rata-rata biomassa pelepah terbesar, terdapat pada tahun tanam 1999 sebesar 46,51 kg/pohon, sedangkan yang terkecil pada tahun tanam 2007 yaitu 4,14 kg/pohon. Sementara, rata-rata biomassa daun terbesar, terdapat pada tahun tanam 1996 dan 1997 sebesar 33,11 kg/pohon, sedangkan yang terkecil terdapat pada tahun tanam 2007 sebesar 3,05 kg/pohon. Pelepah meningkat secara progresif sekitar umur 8-10 tahun. Meningkatnya pelepah dengan bertambahnya umur tanaman ternyata disebabkan oleh bertambahnya daun dan rata-rata ukurannya. Pada fase melewati umur 10 tahun maka laju pembentukan pelepah dan daun akan menurun (Pahan, 2008). Pengelolaan tajuk yang tepat merupakan aspek kunci peningkatan produksi kelapa sawit. Salah satunya dengan cara penunasan (pruning), yaitu pekerjaan memotong pelepah dan daun. Pruning merupakan pekerjaan yang mengandung dua aspek yang saling bertolak belakang, yaitu menjaga produksi agar maksimum dan memperkecil losses produksi. Untuk menjaga produksi maksimum diperlukan pelepah produktif (berkaitan dengan fotosintesis) sebanyak-banyaknya, tetapi

38 25 untuk mempermudah pekerjaan potong buah dan memperkecil kehilangan produksi maka beberapa pelepah harus dipotong. Untuk mendapatkan produksi maksimum diperlukan jumlah pelepah yang optimum yaitu pelepah (tanaman muda) dan pelepah (tanaman tua) (Pahan, 2008). Kegiatan pruning dilakukan setiap enam bulan sekali dengan rata-rata jumlah yang dipotong sekitar dua sampai tiga helai pelepah dan daun. Meskipun demikian, pruning dapat dilakukan juga saat panen jika memang diperlukan (Yulianti, 2009). Hasil pemotongan sebagian besar ditumpuk pada sekitar pohon kelapa sawit sehingga berpotensi sebagai sumber pengembalian biomassa ke dalam tanah. Hasil perhitungan pelepah pruning di kebun Meranti Paham terinci dalam (Tabel Lampiran 1). Dalam satu tahun, diasumsikan sebanyak lima pelepah yang dipotong. Pruning dilakukan pada saat memasuki TM1 atau tanaman yang berusia ( 3 tahun). Pada Tabel 3 disajikan besarnya rata-rata biomassa dari pemotongan pelepah kelapa sawit kebun Meranti Paham PTPN IV, kecuali pada kelapa sawit dengan umur tanam < 2 tahun tidak dihitung karena pada kelapa sawit muda belum dilakukan pemotongan pelepah. Tabel 3. Rata-rata Bobot Biomassa Pelepah Pruning di Kebun Meranti Paham PTPN IV sampai dengantahun 2008 Tahun Tanam Biomassa Pelepah Pruning Basah (kg/pohon) Kadar Air (%) Biomassa Pelepah Pruning Kering (kg/pohon) ,00 494,11 134, ,25 494,11 97, ,60 548,46 76, ,50 310,24 96, ,00 310,24 72, ,00 407,65 56, ,33 414,18 35,67 Besarnya rata-rata biomassa pelepah pruning sangat dipengaruhi oleh faktor usianya. Semakin tinggi umur kelapa sawit maka akan semakin banyak pelepah yang dipotong, sehingga pengembalian biomassanya ke tanah juga semakin besar. Hasil perhitungan pada Tabel 3 terlihat bahwa yang tertinggi adalah tanaman tahun tanam 1988 tetapi yang terkecil adalah tahun tanam Nilai ini dihitung dengan asumsi bahwa banyaknya tindakan pemotongan pelepah

39 26 adalah sama setiap tahunnya. Biomassa yang dikembalikan ini akan menjadi akumulasi bahan organik tanah meskipun tidak akan mampu menggantikan bahan gambut yang telah hilang. Produk dari perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan adalah buah berbentuk Tandan Buah Segar (TBS) yang mempunyai manfaat begitu besar dengan nilai ekonomis yang sangat tinggi, serta produk turunan yang dihasilkan mencapai 72 macam produk dengan berbagai kegunaan (Pahan, 2008). Produksi TBS di kebun Meranti Paham secara terperinci terdapat pada Tabel Lampiran 2 dan produksi tandan kosong terdapat pada Tabel Lampiran 3. Biomassa TBS yang didapatkan merupakan penjumlahan dari produktivitas TBS pada waktu awal produksi hingga dilakukannya penelitian. Pada tahun tanam 1988, 1990, dan 1991 produktivitas TBS hitung dari tahun Tahun tanam 1995 produktifitas TBS dihitung dari tahun Tahun tanam 1996 dihitung dari tahun Tahun tanam 1997 produktivitas TBS dihitung dari tahun , sementara tahun tanam 1999 produktivitas TBS dihitung dari tahun Pada Tabel 4 ditunjukkan total biomassa TBS dan tandan kosong yang terdapat pada kebun Meranti Paham. Tabel 4. Total Rata-rata Bobot Biomassa TBS dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun Tahun Tanam Biomassa TBS (kg/ha) Rata-rata Pohon Produktif/ha Biomassa TBS (kg/pohon) Biomassa Basah Tandan Kosong (kg/pohon) Biomassa Kering Tandan Kosong (kg/pohon) ,01 590, ,23 304, ,62 297, ,65 208, ,52 212, ,98 162, ,77 124,44 81 Sumber : PTPN IV (2008) Besarnya bobot total biomassa pada Tabel 4 merupakan gambaran produksi yang cukup tinggi. Kadar air dan minyak pada TBS cukup tinggi, berkisar 300 % (PPKS, komunikasi pribadi, 2010). Sementara, kadar air pada tandan kosong basah sebesar 53 % (PPKS, komunikasi pribadi, 2011). Biomassa kering tandan kosong yang paling besar adalah tahun tanam 1988 sebesar 386 kg/pohon dan terendah

40 27 adalah tahun tanam 1999 sebesar 81 kg/pohon. Dengan bertambahnya umur kelapa sawit maka laju produktivitasnya juga akan semakin tinggi, terbukti dari tahun tanam 1988 yang berumur 20 tahun produktivitasnya masih tinggi. Kelapa sawit pada umumnya mencapai masa produktifnya di umur 25 tahun dan secara lambat laun produksinya akan semakin turun akibat alokasi karbohidrat yang semakin tidak optimal. Biomassa setiap bagian kelapa sawit di kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV secara terperinci terdapat dalam Tabel Lampiran 4 dan rata-rata biomassa kelapa sawit pada setiap dimensi dengan metode destruktif disajikan juga pada Tabel 5 dan Gambar 2. Biomassa tandan kosong kelapa sawit pada tahun tanam 1988 merupakan biomassa tertinggi dibandingkan dimensi biomassa lainnya. Sementara, biomassa batang pada tahun tanam 2007 merupakan biomassa terendah. Tabel 5. Rata-rata Biomassa Kering dari Bagian-bagian Kelapa Sawit di Kebun Meranti Paham dan Panai Jaya PTPN IV Tahun 2008 Biomassa Kering (kg/pohon) Tahun Umur Tandan Pelepah Tanam Tanaman Batang Pelepah Daun Total Kosong Pruning ,09 32,85 25,99 386,11 134, ,09 32,85 25,99 199,06 97, ,51 27,52 26,77 194,22 76, ,59 30,68 22,93 136,38 96, ,76 31,50 33,11 138,97 72, ,76 31,50 33,11 105,88 56, ,58 46,51 32,83 81,33 35, ,03 6,24 3, ,65 4,14 3, Ket : Tahun tanam 2006 dan 2007 hasil pengukuran dari kebun Panai Jaya (Yulianti, 2009)

41 Biomassa Kering (kg/pohon) Batang Pelepah Daun Tandan Kosong Pelepah Pruning Tahun Tanam Gambar 2. Biomassa Kering (kg/pohon) pada Setiap Dimensi Kelapa Sawit. Data pada Tabel 5 menunjukkan biomassa tertinggi terdapat pada bagian tandan kosong tahun tanam 1988 sebesar 386,11 kg/pohon sedangkan terendah terdapat pada dimensi batang tahun tanam 2007 sebesar 2,65 kg/pohon. Peningkatan biomassa terjadi akibat pertambahan umur tanaman. Bagian tanaman yang terus meningkat adalah batang, tandan kosong, dan pelepah pruning. Total rata-rata biomassa kelapa sawit tertinggi pada tahun tanam 1988 (20 tahun) sebesar 729 kg/pohon, sedangkan biomassa yang paling rendah terdapat pada tahun tanam 2007 (1 tahun) sebesar 10 kg/pohon Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses perosot karbon atau C-sequestration. Dengan demikian mengukur jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomas) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Perhitungan cadangan karbon biomassa kelapa sawit ditentukan dengan persentase C-organik dalam biomassa kering yang terdapat pada batang, pelepah, daun, pelepah pruning, dan tandan kosong yang secara terperinci terdapat pada Tabel Lampiran 6.

42 29 Pada Tabel 6 ditunjukkan hasil rata-rata karbon biomassa pada kelapa sawit. Sementara, tahun tanam 2006 dan 2007 merupakan tanaman yang berasal dari kebun Panai Jaya, PTPN IV. Rata-rata karbon biomassa kelapa sawit tertinggi terdapat pada tahun tanam 1988 sebesar 356 kg/pohon. Ada peningkatan yang nyata dari karbon biomassa kelapa sawit tahun tanam 1988 disebabkan oleh tandan kosong sebesar 165,26 kg/pohon. Sementara, karbon biomassa yang terendah ditemukan pada tahun tanam 2007 sebesar 5 kg/pohon, yang sebagian besar berasal dari pelepah (2,27 kg/pohon). Tabel 6. Rata-rata Karbon Biomassa pada bagian-bagian Tanaman Kelapa Sawit. No Tahun Tanam Umur Tanaman Karbon Biomassa (kg/pohon) Batang Pelepah Daun Tandan Pelepah Kosong Pruning Total ,49 18,55 14,41 165,26 75, ,49 18,55 14,41 85,20 55, ,93 15,74 14,74 83,13 43, ,50 16,90 12,70 58,37 53, ,99 17,28 18,24 59,48 39, ,99 17,28 18,24 45,32 30, ,02 25,34 18,04 34,81 19, ,19 3,42 2, ,45 2,27 1, Ket : Tahun tanam 2006 dan 2007 hasil pengukuran dari kebun Panai Jaya (Yulianti, 2009) Penanaman kelapa sawit bertujuan memproduksi TBS yang optimal, sehingga pertumbuhan lebih diarahkan kepada pertumbuhan generatif (buah), akibatnya karbon biomassa pada tandan kosong sangat tinggi dibandingkan dimensi kelapa sawit yang lain. Sementara, tahun tanam 2007 memiliki Karbon biomassa paling rendah disebabkan umur tanaman masih muda ( 2 Tahun). Hubungan antara karbon biomassa kelapa sawit dengan umur tanaman kelapa sawit cenderung menunjukkan pola linier seperti pada Gambar 3. Pada umur tanam masih muda terjadi peningkatan karbon biomassa yang relatif lambat selanjutnya akan semakin cepat seiring dengan bertambahnya pertumbuhan.

43 30 Karbon Biomassa (kg/pohon) Umur Tanaman (Tahun) Gambar 3. Pola Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa rata-rata karbon biomassa dari bagian batang kelapa sawit umur 1 tahun (tahun tanam 2007) sampai umur 17 tahun (tahun tanam 1991) terus meningkat, akan tetapi menurun pada umur 18 dan 20 tahun (tahun tanam 1990 dan 1988). Dengan lain perkataan, karbon biomassa akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur kelapa sawit, tetapi pada umur tertentu karbon biomassa mulai mencapai kondisi yang cenderung tidak lagi mengalami perubahan. Namun pola ini masih belum lengkap, karena data ini belum mencakup umur tanam antara 3-8 tahun dan umur tanam yang diatas 20 tahun. Cadangan karbon biomassa kelapa sawit dalam satu hamparan kebun Meranti Paham PTPN IV dapat diketahui dari total karbon biomassa pada setiap pohon kelapa sawit. Luas blok setiap tahun tanam beragam, seperti dapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7. Total Pendugaan Cadangan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2009 No Tahun Tanam Karbon Biomassa (kg/pohon) Rata-rata Pohon Produktif/ha Karbon Biomassa (ton/ha) Luas Tanam (ha) Karbon Biomassa (ton/tahun tanam) , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total Kebun

44 31 Total karbon biomassa kelapa sawit di kebun Meranti Paham berdasarkan pengukuran secara destruktif adalah ton. Cadangan karbon biomassa tertinggi terdapat pada tahun tanam 1990 sebanyak ton. Hal ini dipengaruhi oleh karbon biomassa yang cukup tinggi sebesar 33,14 ton/ha dan memiliki lahan terluas, 649 ha. Sementara, total karbon terendah terdapat pada tahun tanam 2007 sebanyak 87 ton Persamaan Alometrik Salah satu metode pendugaaan cadangan karbon yang digunakan adalah persamaan alometrik. Persamaan ini menghubungkan biomassa tanaman kelapa sawit dengan diameter dan tinggi tanaman kelapa sawit yang ditunjukkan pada Tabel Lampiran 7. Pada penelitian sebelumnya Yulianti (2009) telah berhasil menyusun persamaan alometrik untuk kelapa sawit yang ditanam pada lahan gambut di lokasi yang sama. Persamaan ini menghubungkan total karbon biomassa dari batang, pelepah dan daun kelapa sawit dengan peubah bebas diameter (D) dan tinggi (H) yang berasal dari tujuh plot penelitian yang mewakili tahun tanam 1990, 1991, 1995, 1997, 1999, 2006, dan Dalam penelitian ini persamaan alometrik, yang dibangun oleh Yulianti (2009), disempurnakan dengan menambah biomassa bagian pelepah pruning dan tandan kosong. Pada penelitian ini tidak ada data karbon biomassa kelapa sawit umur 3-8 tahun (tahun tanam ), sehingga persamaan yang dibangun belum lengkap menggambarkan hubungan yang kuat antara karbon biomassa dan dimensi-dimensi kelapa sawit yang diukur. Untuk memperoleh persamaan yang lebih baik digunakan berbagai kombinasi peubah diameter (DBH) yang meliputi DBH dengan pelepah yang diukur sejajar tanah (D1), DBH dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang (D2) serta DBH tanpa pelepah (D3), dan peubah tinggi meliputi tinggi total kelapa sawit (H1), tinggi bebas percabangan (H2) dan panjang batang miring (H3). Persamaan alometrik yang dibangun dari peubah-peubah tersebut diatas disajikan pada Tabel 8 dan grafik hubungannya disajikan pada Gambar 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10.

45 32 Persamaan alometrik model I dan III disusun berdasarkan persamaan regresi non linier tunggal dan berganda, dimana peubah yang digunakan adalah fungsi logaritma (log). Sementara model II disusun berdasarkan persamaan regresi linier tunggal. Masing-masing model diuji berdasarkan koefisien determinasi (R 2 ). Hasil perhitungan yang didapatkan (Tabel Lampiran 8) menunjukkan semua model yang disusun memiliki kemampuan untuk menjelaskan peubah karbon biomassa dengan baik. Model III merupakan model terbaik karena mempunyai koefisien determinasi tertinggi. Model tersebut disusun berdasarkan peubah kombinasi diameter dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang (D2) dengan tinggi bebas percabangan (H2), dimana R 2 senilai 0,987. Persamaan alometrik yang dibangun adalah sebagai berikut: Biomassa Kering (kg/pohon) = 0,002382D 2,3385 H 0,9411 (R 2 = 0,987) Tabel 8. Konstanta Regresi dari Berbagai Model Persamaan Alometrik untuk Menduga Karbon Biomassa Persamaan Alometrik Peubah β 0 β 1 β 2 R 2 Model I : Ŷ = β 0 D β1 D1 1,665E-07 4, ,10% D2 1,043E-07 4, ,10% D3 8,009E-06 4, ,20% Model II : Ŷ = β 0 + β 1 D 2 H D1;H1-8,97 0, ,40% D1;H2 28,05 0, ,50% D1;H3 30,14 0, ,10% D2;H1-9,81 0, ,70% D2;H2 17,55 0, ,90% D2;H3 21,43 0, ,70% D3;H1 9,63 0, ,90% D3;H2 21,28 0, ,40% D3;H3 23,29 0, ,30% Model III :Ŷ = β 0 D β1 H β2 D1;H1 0, ,1691 2, ,30% D1;H2 0, ,2269 0, ,10% D1;H3 0, ,3701 0, ,00% D2;H1 0, ,2253 2, ,40% D2;H2 0, ,3385 0, ,70% D2;H3 0, ,4688 0, ,50% D3;H1 0, ,7437 2, ,10% D3;H2 0, ,7788 1, ,10% D3;H3 0, ,8998 1, ,90%

46 33 Keterangan : D1 : Diameter batang dengan pelepah yang diukur sejajar tanah D2 : Diameter batang dengan pelepah yang diukur tegak lurus batang D3 : Diameter batang tanpa pelepah yang diukur tegak lurus batang H1 : Tinggi total H2 : Tinggi bebas percabangan H3 : Panjang batang miring Ŷ : Peubah biomassa pohon β 0,β 1,β 2 : Konstanta regresi R 2 : Koefisien determinasi LN Y (Karbon Biomassa (kg/pohon)) Diamter (cm) D1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah) D2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang) D3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah) Expon. (D1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah)) Expon. (D2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang)) Expon. (D3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah)) Gambar 4. Hubungan antara Karbon Biomassa Kering dengan Diameter Batang (Berdasarkan Model Persamaan I) Karbon Biomassa (kg/pohon) D 2 H D1H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Total) D1H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Bebas Percabangan) D1H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Panjang Batng Miring) Linear (D1H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Total)) Linear (D1H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Bebas Percabangan)) Linear (D1H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Panjang Batng Miring)) Gambar 5. Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Berbagai Tinggi (Berdasarkan Model Persamaan II)

47 Karbon Biomassa (kg/pohon) D 2 H D2H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Total) D2H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Bebas Percabangan) D2H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Panjang Batang Miring) Linear (D2H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Total)) Linear (D2H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Bebas Percabangan)) Linear (D2H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Panjang Batang Miring)) Gambar 6. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II) 350 Karbon Biomassa (kg/pohon) D 2 H D3H1 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dantinggi Total) D3H2 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Bebas Percabangan) D3H3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Panjang Batang Miring) Linear (D3H1 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dantinggi Total)) Linear (D3H2 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Bebas Percabangan)) Linear (D3H3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Panjang Batang Miring)) Gambar 7. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter Tanpa Pelepah dan Berbagai Tinggi Tanaman (Berdasarkan Model Persamaan II)

48 35 LN Y (Karbon Biomassa (kg/pohon)) DH Gambar 8. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Berbagai Tinggi (Berdasarkan Model Persamaan III) LN Y (Karbon Biomassa (kg/pohon)) D1H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Total) D1H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Bebas Percabangan) D1H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Panjang Batang Miring) Expon. (D1H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Total)) Expon. (D1H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Tinggi Bebas Percabangan)) Expon. (D1H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Sejajar Tanah dan Panjang Batang Miring)) LN DH D2H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Total) D2H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Bebas Percabangan) D2H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Panjang Batang Miring) Expon. (D2H1 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Total)) Expon. (D2H2 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Tinggi Bebas Percabangan)) Expon. (D2H3 (Diameter Batang dengan Pelepah yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Panjang Batang Miring)) Gambar 9. Hubungan Karbon Biomassa dengan Diameter Batang yang Diukur Tegak Lurus Batang dan Berbagai Tinggi Batang (Berdasarkan Model Persamaan III)

49 36 LN Y (Karbon Biomassa (kg/pohon)) LN DH D3H1 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Total) D3H2 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Bebas Percabangan) D3H3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Panjang Batang Miring) Expon. (D3H1 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Total)) Expon. (D3H2 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Tinggi Bebas Percabangan)) Expon. (D3H3 (Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Panjang Batang Miring)) Gambar 10. Hubungan Karbon Biomassa Kering dengan Diameter Batang Tanpa Pelepah dan Berbagai Tinggi Batang (Berdasarkan Model Persamaan III) 4.5. Dugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik Pendugaan karbon biomassa kelapa sawit dengan persamaan alometrik dilakukan tanpa perusakan tanaman (destruktif), akan tetapi menggunakan peubahpeubah bebas dari persamaan alometrik, yang di ukur di lapangan yaitu, diameter yang diukur tegak lurus batang (D) dan tinggi bebas percabangan (H) dari tanaman kelapa sawit. Hasil perhitungan karbon biomassa kelapa sawit berdasarkan persamaan alometrik secara terperinci terdapat pada Tabel Lampiran 9. Pengukuran peubah bebas dilakukan dua periode, yaitu tahun 2008 dilakukan pengukuran untuk tahun tanam 1990, 1991, 2006, dan 2007 yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya Yulianti (2009), sedangkan periode kedua dilaksanakan pada tahun 2009 untuk tahun tanam 1988, 1995, 1996, 1997, dan Hasil rata-rata karbon biomassa kelapa sawit dengan persamaan alometrik disajikan pada Tabel 9.

50 37 Tabel 9. Rata-rata Pendugaan Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik pada Berbagai Tahun Tanam Kebun Meranti Paham, PTPN IV Tahun 2009 Tahun Tanam Diameter (D) (cm) Tinggi (H) (m) Karbon Biomassa (kg/pohon) ,02 7, ,40 5, ,40 5, ,83 4, ,12 4, ,42 3, ,33 2, ,60 0, ,30 0,46 5 Keterangan: Tahun tanam 2006 dan 2007 merupakan pengukuran dari kebun Panai Jaya pada tahun 2008 ; persamaan yang digunakan : Karbon Biomassa (kg/pohon) = 0, D 2,3385 H 0,9411 Kelapa sawit tahun tanam 1999 (usia 10 tahun) memiliki diameter yang cukup besar, yaitu 82,33 cm dan tinggi sebesar 2,95 cm, akan tetapi terjadi penurunan diameter batang pada tahun tanam 1997 sebesar 79,42 cm serta peningkatan tinggi tanaman sebesar 3,76 cm. Hal ini dikarenakan pangkal pelepah mulai rontok mengakibatkan lingkar diameter batang semakin kecil. Begitu juga yang terjadi pada tahun tanam tanam 1996, 1995, dan 1988 berturut-turut terjadi penurunan lingkar diameter sebesar 74,12, 74,83, dan 72,02 cm karena meningkatnya pertumbuhan tinggi tanaman kelapa sawit. Rata-rata dugaan karbon biomassa kelapa sawit tertinggi dengan menggunakan metode alometrik terdapat pada tahun tanam 1988 (20 tahun) sebesar 358 kg/pohon, sedangkan yang terendah terdapat pada tahun tanam 2007 (1 tahun) sebesar 5 kg/pohon. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhannya, bahwa pada saat usia muda pertumbuhan terlihat pada penebalan dan pembesaran batang di bagian pangkal. Sementara itu pertumbuhan tinggi tanaman belum begitu optimal Uji Statistik Beda Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Metode Destruktif dan Persamaan Alometrik Terkoreksi. Hasil karbon biomassa kelapa sawit per tahun tanam yang didapatkan dengan metode destruktif dan persamaan alometrik terkoreksi memiliki perbedaan nilai untuk setiap tahun tanam (Tabel 10). Perbedaan nilai disebabkan oleh

51 38 pengambilan sampel tanaman pada kedua metode menggunakan tanaman kelapa sawit yang berbeda dan blok yang berbeda juga, akan tetapi tahun tanamnya sama. Perhitungan untuk melihat adanya hubungan antara peubah karbon biomassa kelapa sawit menggunakan metode destruktif dan peubah karbon biomassa kelapa sawit menggunakan metode alometrik (Tabel 10) dapat ditunjukkan dengan sebuah bilangan, yaitu koefisien korelasi yang di lambangkan dengan r. Jika korelasi antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya atau menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus, maka r = 0, dan disimpulkan tidak ada hubungan antara kedua peubah. Namun bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah, ditandai r = +1 (mendekati nilai 1) (Walpole, 1992) Tabel 10. Rata-rata Karbon Biomassa Kelapa Sawit Per Tahun Tanam Menggunakan Metode Destruktif dan Persamaan Alometrik Terkoreksi Pada Kebun Meranti Paham Tahun Tanam Karbon Biomassa Alometrik (kg/pohon) Karbon biomassa Destruktif (kg/pohon) Selisih Karbon Biomassa (kg/pohon) ,87 355,68-2, ,28 254,92-46, ,74 253,29-36, ,93 207,86-37, ,86 199,94-17, ,70 176,58-53, ,83 145,65-53, ,36 7,71-1, ,81 5,41 0,6 Keterangan : selisih karbon = karbon biomassa destruktif karbon biomassa alometrik Pada Gambar 11 ditunjukkan diagram hasil korelasi antara karbon biomassa kelapa sawit per pohon dengan metode alometrik dan destruktif. Dapat dilihat bahwa, titik-titik menggerombol mengikuti garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah. Nilai r yang didapat pada kedua peubah adalah 0,98. Koefisien korelasi sebesar 0,98 menunjukkan adanya hubungan linear yang sangat baik antara metode alometrik dengan destruktif.

52 39 Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif (kg/pohon) r = 0, Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Alometrik (kg/pohon) Korelasi antara Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Alometrik dan Destruktif Gambar 11. Korelasi antara Karbon Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Persaman Alometrik dan Metode Destruktif Perhitungan t-student menggunakan data selisih karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif dan alometrik terkoreksi yang tertera pada Tabel 10. Uji kalibrasi model dengan menggunakan uji statistik t-student menghasilkan nilai t hitung sebesar -3,68 sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 1,86. Dengan demikian hipotesis nol (H0) dapat diterima yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara metode destruktif dan metode alometrik terkoreksi. Berdasarkan hasil uji t tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode alometrik terkoreksi cukup akurat dan dapat digunakan untuk memprediksi cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit di lahan gambut kebun Meranti Paham Pendugaan Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik. Pendugaan total karbon biomassa kelapa sawit di kebun Meranti Paham PTPN IV dapat dilakukan setelah hasil perhitungan karbon biomassa didapatkan (Tabel Lampiran 9). Hasil pendugaan karbon biomassa memiliki nilai yang bervariasi karena sangat ditentukan oleh umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan (Hartley, 1967 dalam Yulianti, 2008). Berdasarkan persamaan alometrik, Tabel 11 menunjukkan hasil

53 40 pendugaan karbon biomassa kelapa Kebun Meranti Paham per pohon, per hektar, dan total luas kebun. Tabel 11. Pendugaan Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Persamaan Alometrik di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2009 No Tahun Tanam Karbon Biomassa (kg/pohon) Rata-rata Pohon Produktif/ha Karbon Biomassa (ton/ha) Luas Tanam (ha) Karbon biomassa (ton/tahun tanam) , , , , , , , , , , , , , , * 9, , , , Total Kebun Keterangan: 1. Tahun tanam 2006 dan 2007 berasal dari pengukuran kebun Panai Jaya tahun * : Kebun Meranti Paham tidak memiliki tanaman tahun tanam 2006, sehingga tidak terdapat luas tanam dan hanya untuk pendugaan persamaan alometrik Perhitungan total karbon biomassa kelapa sawit menggunakan persamaan alometrik dengan memasukkan diameter dan tinggi tanaman untuk setiap tahun tanam. Pada Tabel 11 diketahui bahwa karbon biomassa (kg/pohon) meningkat dari tahun tanam 2007 (umur 1 tahun) hingga tahun tanam 1997 (umur 11 tahun) sebagai akibat bertambahnya diameter dan tinggi tanaman mengikuti umur (Tabel Lampiran 9), dan menurun untuk tahun tanam 1996 (umur 12 tahun) sebesar 217,86 kg/pohon akibat diameter batang yang mengecil, dan meningkat kembali pada rata-rata tahun tanam 1995 (umur 13 tahun) hingga tahun tanam 1988 (umur 20 tahun) akibat peningkatan tinggi tanaman (Tabel Lampiran 9). Umumnya diameter batang kelapa sawit mengecil karena batang yang tadinya ada pangkal pelepah daun mulai rontok, dimulai dari bagian tengah batang kemudian meluas ke atas dan ke bawah. Pahan (2008) menjelaskan bahwa tanaman kelapa sawit usia tua sudah tidak ada lagi bekas tangkai pelepah daun tua, kecuali sedikit dibawah tajuknya.

54 41 Karbon biomassa kelapa sawit per pohon tertinggi terdapat pada tahun tanam 1988 (umur 20 tahun) sebesar 357,87 kg/pohon. Nilai ini sejalan dengan hasil yang didapatkan pada Tabel 7, bahwa karbon biomassa sangat dipengaruhi oleh biomassa tanaman tersebut, dengan kata lain semakin tinggi biomassa tanaman, maka karbon yang tersimpan juga akan semakin tinggi. Karbon biomassa per pohon terendah terdapat pada tahun tanam 2007 (umur 1 tahun) sebesar 4,81 kg/pohon. Kebun Meranti Paham memiliki luas tanam sebesar ha, dimana lahan yang telah ditanam dan sudah berproduksi seluas ha, sehingga dapat diketahui total cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode alometrik di Kebun Meranti Paham yaitu ton. Sementara, cadangan karbon biomassa kelapa sawit dengan metode destruktif di kebun Meranti Paham lebih rendah sebesar ton, terdapat selisih yang besar sekitar ton. Terjadinya selisih total cadangan karbon dapat diakibatkan dari perbedaan sampel tanaman saat pengukuran diameter dan tinggi yang dilakukan pada penelitian kali ini (Tabel Lampiran 9) dengan Yulianti (2009) peneliti sebelumnya (Tabel Lampiran 7), sehingga pada saat penerapan diameter dan tinggi pada persamaan alometrik yang didapatkan terjadi peningkatan karbon biomassa (kg/pohon) dibandingkan karbon biomassa (kg/pohon) menggunakan metode destruktif.

55 42 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan 1. Model persamaan alometrik terkoreksi yang terbaik adalah model Y = 0,2382 D 2,3385 H 0,9411 dimana Y = karbon biomassa kering (kg/pohon), D = diameter batang dan tinggi pelepah yang diukur tegak lurus batang (cm), dan H = tinggi bebas percabangan (m). 2. Total cadangan karbon biomassa tanaman kelapa sawit di kebun Meranti Paham berdasarkan pengukuran dengan metode destruktif adalah ton/kebun. Cadangan karbon biomassa yang tertinggi terdapat pada tahun tanam 1990 (umur 18 tahun) sebesar ton. Sedangkan terendah terdapat pada tahun tanam 2007 (umur 1 tahun) sebesar 87 ton. 3. Total cadangan karbon biomassa kelapa sawit di kebun Meranti Paham dengan persamaan alometrik terkoreksi sebesar ton/kebun. Cadangan karbon biomassa tertinggi terdapat pada tahun tanam 1990 (umur 18 tahun) sebesar ton. Sementara itu, tahun tanam 2007 (umur 1 tahun) memiliki cadangan karbon biomassa terendah, yaitu 77 ton. 4. Tidak terdapat perbedaan nyata cadangan karbon antara metode destruktif dan metode alometrik terkoreksi, sehingga metode alomertik terkoreksi dapat digunakan untuk memprediksi cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit di lahan gambut Saran 1. Pengambilan sampel tanaman sebaiknya mewakili setiap umur tanaman atau jarak usianya tidak terpaut terlalu jauh (1 atau 2 tahun) sehingga persamaan alometrik yang dibangun menjadi lebih akurat. 2. Pengambilan titik sampel sebaiknya lebih banyak sehingga perhitungan cadangan karbon biomassa kelapa sawit menjadi lebih akurat, karena kondisi lahan gambut yang heterogen.

56 43 DAFTAR PUSTAKA Brown, S Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: A Primer. FAO Forestry Paper 134. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Darmasarkoro, W., E.S. Sutarta, dan Winarna Teknologi Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit. Dalam Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Ditjetbun Direktorat Jenderal Perkebunan Profil Kelapa Sawit Indonesia. Departemen Pertanian, Republik Indonesia. Jakarta. Gibbs, H. K., S. Brown, J. O. Niles, and J. A. Foley Monitoring and Estimating Tropical Forest Carbon Stock : Making REDD A Reality. Enviromental Research Letters 2. IOP Publishing Ltd. United Kingdom. Gorham, E Nothern Peatland : Role in Carbon Cycle and Probable Responses to Climate Warning. Ecological Applications 1(2) : Hairiah, K. dan S. Rahayu Pengukuran Karbon Tersimpan Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Worl Agroforestry Centre-ICRAF, South East Asia. Bogor. Hardjowigeno, S Sumberdaya Daya Fisik Wilayah dan Tata Guna Lahan: Histosol. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hlm Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Htut, T.M Combination Between Empirical Modelling and Remote Sensing Technology in Estimating Biomass An Carbon Stock of Oil Palm in Salim Indoplantation Riau Province. Tesis. Graduate School, Bogor Agricultural University. Bogor. Johnsen, K., L. Samuel, R. Teskey, S. McNulty, and T. Fox Process Models as Tool in Forest Research and Management. Forest Science. 49 (1) : 2-8. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacquin) awit/kelapa_sawit_main.html+kelapa+sawit+tenera&hl=de&ct=clnk&cd=1 3&gl=de&lr=lang_id&client=firefox-a. Diunduh 4 Februari Melling, L., K.J. Goh., C. Beauvais, and R. Hatano Carbon Flow and Budget in A Young Mature Oil Palm Agroecosystem on Deep Tropical Peat. The Planter No. 84: Mitsch, W.J, and J.G. Gosselink Wetlands. Van Nostrand Reinhold. NY. p 722. Noor, M Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta.

57 44 Notohadiprawiro, T Twenty-five Years Experience in Peatland Development for Agriculture in Indonesia. Proceedings Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands. Samara Publ. Ltd. Cardigan. p Noor an, R.F., S. Purwaningsih, A. Rustami, dan P. Subagyo Pengukuran dan Pendugaan Stok Karbon Tipe Ekosistem Hutan Dipterocarapaceae di KHDTK Labanan Kab. Berau Kalimantan Timur. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan. Samarinda. Nyman, J.A and R.D. DeLaune CO 2 Emission and Soil Eh Responses to Defferent Hydrological Condition in Fresh, Brackish, and Saline Marsh Soils. Limnol. Oceanogr, 36 (7): Pahan, I Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Pangudijatno, G Tanaman Kelapa Sawit di Tanah Gambut. Buletin Pertanian: Fakultas Pertanian. Universitas Islam Sumatera Utara. Medan. ISSN v. 7(1) Hlm. 1-6 Pearson. T.R.H., S.L. Brown, and R.A. Birdsey Measurement Guidelines for The Sequestration of Forest Carbon. United States Department of Agriculture Forest Service, Northern Reseach Station. Delaware. PTPN IV Laporan Produksi TBS Kelapa Sawit Tahun di Kebun Meranti Paham Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara. Sabiham, S. dan M. Ismangun Potensi dan Kendala Pengembangan Lahan Gambut Untuk Pertanian. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres V PERAGI. Jakarta. Hlm Salampak Peningkatan Produktivitas Tanah Gambut yang Disawahkan dengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudijono, A Pengantar Statistik Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudjana, N. dan A. Rivai Media Pengajaran. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Sutaryo, D Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. Thenkabail, P. S., N. Stucky, B. W. Griscom, M. S. Ashton, J. Diels, B. Van Der Meer, and E. Enclona Biomass Estimations and Carbon Stock Calculations in the Oil Palm Plantations of African Derived Savannas Using Ikonos Data. International Journal of Remote Sensing. Tim Institut Pertanian Bogor Gambut Pedalaman untuk Lahan Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

58 45 [UNDP] United Nations Development Programme Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Indonesia. Walpole, R. E Pengantar Statistik. Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wojick, D. E., Carbon Storage in Soils: The Ultimate No-Regrets Policy? A Report to Greening Earth Society, 1999 in Mitra, Sudip., Reiner Wassmann and Paul L. G. Vlek An Appraisal of Global Wetland Area and Its Organic Carbon Stock. Current Science, Vol. 88, No. 1, 10 January Yulianti, N Cadangan Karbon Lahan Gambut dari Agroekosistem Kelapa Sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

59 LAMPIRAN 46

60 47 Tabel Lampiran 1. Pelepah Pruning Kelapa Sawit di Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun No Tahun Tanam Pelepah Pruning Basah (kg) kadar air (%) Pelepah Pruning Kering (kg) Q 1 918,00 494,11 154, Q 2 680,00 494,11 114,48 Rerata ,00 494,11 134, ,25 494,11 97, ,60 548,46 76, R 1 520,00 310,24 126, R 2 275,00 310,24 67,07 Rerata ,50 310,24 96, S 369,00 310,24 72, A 284,00 407,65 56, M 1 172,50 414,18 33, M 2 200,00 414,18 38, M 3 177,50 414,18 34,53 Rerata ,25 414,18 35,67 47

61 48 Tabel Lampiran 2. Produksi TBS Kelapa Sawit Tahun Tanam di Kebun Meranti Paham PTPN IV dari Tahun TAHUN 1994 TAHUN 1995 TAHUN 1996 No Tahun Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Tanam Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha , , , , , , , , , , , , , , , , , , TAHUN 1997 TAHUN 1998 TAHUN 1999 No Tahun Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Tanam Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

62 49 Tabel Lampiran 2. Lanjutan TAHUN 2000 TAHUN 2001 TAHUN 2002 No Tahun Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Tanam Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,19 TAHUN 2003 TAHUN 2004 TAHUN 2005 No Tahun Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Tanam Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,74 49

63 50 Tabel Lampiran 2. Lanjutan TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008 No Tahun Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Umur Luas Realisasi Tanam Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha Ha Ton Ton/ha , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,89 Tabel Lampiran 3. Produksi Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Umur Tanam dari Tahun No Tahun Tanam TBS basah (ton/ha) TBS Basah (kg/ha) Rata-rata Pohon Produktif/ha TBS Basah (kg/pohon) TBS kering (Tandan Kosong Basah) (kg/pohon) Tandan Kosong Kering (kg/pohon) , ,01 590,75 386, , ,23 304,56 199, , ,62 297,15 194, , ,65 208,66 136, , ,52 212,63 138, , ,98 162,00 105, , ,77 124,44 81,33 50

64 Tabel Lampiran 4. Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2008 No Biomassa basah (kg) Biomassa kering(kg) Tahun Tandan Pelepah Tandan Pelepah Tanam Batang pelepah Daun Total batang pelepah Daun Total Kosong Pruning Kosong Pruning Y ,00 158,50 63,00 590,75 799, ,12 171,49 21,40 19,40 386,11 134,51 623, Y ,50 372,00 105,00 590,75 799, ,12 207,24 61,71 24,78 386,11 134,51 704, Y ,00 139,00 67,50 590,75 799, ,12 171,69 28,36 25,11 386,11 134,51 635, Y 4 870,00 154,50 80,00 590,75 799, ,12 98,02 23,26 30,84 386,11 134,51 562, Y 5 688,50 139,50 78,50 590,75 799, ,12 97,02 29,53 29,83 386,11 134,51 567,11 Rerata 1.081,80 192,70 78,80 590,75 799, ,92 149,09 32,85 25,99 386,11 134,51 618, R ,00 158,50 63,00 304,56 581, ,31 171,49 21,40 19,40 199,06 97,85 509, R ,50 372,00 105,00 304,56 581, ,31 207,24 61,71 24,78 199,06 97,85 590, R ,00 139,00 67,50 304,56 581, ,31 171,69 28,36 25,11 199,06 97,85 522, R 4 870,00 154,50 80,00 304,56 581, ,31 98,02 23,26 30,84 199,06 97,85 449, R 5 688,50 139,50 78,50 304,56 581, ,31 97,02 29,53 29,83 199,06 97,85 453,29 Rerata 1.081,80 192,70 78,80 304,56 581, ,11 149,09 32,85 25,99 199,06 97,85 504, Z ,00 220,00 94,00 297,15 495, ,75 187,92 40,70 33,28 194,22 76,48 532, Z ,00 177,00 89,50 297,15 495, ,25 129,99 17,97 28,46 194,22 76,48 447, Z ,00 130,00 74,50 297,15 495, ,25 223,72 28,08 24,77 194,22 76,48 547, Z ,00 141,50 66,50 297,15 495, ,75 175,38 18,15 18,24 194,22 76,48 482, Z ,50 155,00 91,00 297,15 495, ,25 160,55 32,69 29,12 194,22 76,48 493,06 Rerata 1.200,30 164,70 83,10 297,15 495, ,85 175,51 27,52 26,77 194,22 76,48 500, C 1 699,00 90,00 52,50 208,66 397, ,98 121,57 23,80 15,93 136,38 96,95 377, C 2 84,50 88,50 60,50 208,66 397,50 813,98 14,08 23,01 24,40 136,38 96,95 278, C 3 681,50 157,50 60,50 208,66 397, ,98 116,31 39,23 19,60 136,38 96,95 391, C 4 816,00 178,00 88,00 208,66 397, ,48 133,28 37,54 35,49 136,38 96,95 422, C 5 989,00 123,00 57,50 208,66 397, ,98 232,71 29,79 19,22 136,38 96,95 498,27 Rerata 654,00 127,40 63,80 208,66 397, ,68 123,59 30,68 22,93 136,38 96,95 393, X ,00 165,00 119,00 212,63 369, ,10 176,41 33,55 44,88 138,97 72,78 450, X2 834,50 151,50 88,50 212,63 369, ,60 191,01 32,32 29,21 138,97 72,78 448, X2 576,50 140,00 102,50 212,63 369, ,10 55,62 26,73 34,85 138,97 72,78 312, X2 728,50 182,50 72,50 212,63 369, ,60 59,99 33,41 23,49 138,97 72,78 312,61 Rerata 817,13 159,75 95,63 212,63 369, ,61 120,76 31,50 33,11 138,97 72,78 381,

65 Tabel Lampiran 4. Lanjutan 52 Tahun Biomassa basah (kg) Biomassa kering(kg) No Tanam Tandan Pelepah Tandan Pelepah Batang Pelepah Daun Total Batang Pelepah Daun Total Kosong Pruning Kosong Pruning D ,00 165,00 119,00 162,00 284, ,29 176,41 33,55 44,88 105,88 56,02 407, D 2 834,50 151,50 88,50 162,00 284, ,79 191,01 32,32 29,21 105,88 56,02 405, D 3 576,50 140,00 102,50 162,00 284, ,29 55,62 26,73 34,85 105,88 56,02 270, D 4 728,50 182,50 72,50 162,00 284, ,79 59,99 33,41 23,49 105,88 56,02 269,83 Rerata 817,13 159,75 95,63 162,00 284, ,80 120,76 31,50 33,11 105,88 56,02 338, K 1 834,00 203,50 91,00 124,44 183, ,96 74,70 47,21 30,68 81,33 35,67 258, K 2 646,50 225,00 91,00 124,44 183, ,96 85,98 52,77 33,37 81,33 35,67 277, K 3 911,50 222,00 92,00 124,44 183, ,96 79,76 46,01 30,49 81,33 35,67 262, K ,00 231,00 98,50 124,44 183, ,96 88,36 47,36 30,54 81,33 35,67 272, K 5 893,50 291,50 114,00 124,44 183, ,46 124,10 39,22 39,09 81,33 35,67 308,15 Rerata 860,10 234,60 97,30 124,44 183, ,46 90,58 46,51 32,83 81,33 35,67 275, L 1 27,00 15,00 8, ,50 4,57 6,93 3, , L 2 18,50 14,50 7, ,00 2,57 3,93 2, , L 3 23,00 20,00 10, ,50 2,58 6,13 4, , L 4 38,50 25,00 15, ,50 6,75 7,42 5, , L 5 29,00 22,00 10, ,00 3,68 6,78 3, ,14 Rerata 27,20 19,30 10, ,70 4,03 6,24 3, , AC 1 20,50 15,50 8, ,50 3,29 4,77 3, , AC 2 24,00 15,00 11, ,50 2,8 4,23 4, , AC 3 17,00 15,00 10, ,00 2,25 4,14 3, , AC 4 15,00 12,00 8, ,00 2,78 3,66 2, , AC 5 15,00 13,50 8, ,50 2,13 3,91 1, ,00 Rerata 18,0 14,20 9, ,90 2,65 4,14 3, ,84 52

66 53 Tabel Lampiran 5. Kadar Air Bagian Batang, Pelepah, dan Daun Tahun Tanam Kadar Air (%) Batang Pelepah Daun Rerata 1988 Y 1 739,69 640,74 224,68 535, Y 2 533,33 502,84 323,73 453, Y 3 539,53 390,20 168,82 366, Y 4 787,57 564,34 159,43 503, Y 5 609,68 372,44 163,16 381,76 Rerata 641,96 494,11 207,96 448, R 1 739,69 640,74 224,68 535, R 2 533,33 502,84 323,73 453, R 3 539,53 390,20 168,82 366, R 4 787,57 564,34 159,43 503, R 5 609,68 372,44 163,16 381,76 Rerata 641,96 494,11 207,96 448, Z 1 517,28 440,54 182,49 380, Z 2 890,10 884,85 214,47 663, Z 3 385,44 362,96 200,75 316, Z 4 714,81 679,82 264,58 553, Z 5 547,48 374,14 212,50 378,04 Rerata 611,02 548,46 214,96 458, C 1 475,00 278,15 229,67 327, C 2 500,00 284,62 147,93 310, C 3 485,94 301,46 208,64 332, C 4 512,24 374,14 147,93 344, C 5 325,00 312,84 199,15 279,00 Rerata 459,64 310,24 186,67 318, X1 540,00 391,80 165,15 365, X2 336,89 368,75 203,03 302, X2 936,59 423,81 194,12 518, X ,29 446,22 208,64 589,72 Rerata 731,94 407,65 192,74 444, D 1 540,00 391,80 165,15 365, D 2 336,89 368,75 203,03 302, D 3 936,59 423,81 194,12 518, D ,29 446,22 208,64 589,72 Rerata 731,94 407,65 192,74 444, K ,50 331,03 196,61 514, K 2 651,88 326,36 172,73 383, K ,86 382,46 201,72 542, K ,65 387,80 222,58 553, K 5 620,00 643,24 191,67 484,97 Rerata 875,98 414,18 197,06 495, L 1 490,91 116,50 172,75 260, L 2 620,23 269,09 170,67 353, L 3 790,74 226,48 160,83 392, L 4 470,78 237,15 158,95 288, L 5 687,69 224,42 172,23 361,44 Rerata 612,07 214,73 167,09 331, AC 1 523,92 224,83 183,15 310, AC 2 755,70 254,67 187,52 399, AC 3 656,78 262,52 186,65 368, AC 4 439,55 228,16 184,99 284, AC 5 628,11 245,07 333,33 402,17 Rerata 600,81 243,05 215,13 353,00

67 54 Tabel Lampiran 6. Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Destruktif di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2008 No Biomassa kering(kg/pohon) C-organik (%) Kandungan Karbon (kg/pohon) Tahun Tandan Pelepah Tandan Pelepah Tandan Pelepah Tanam Batang Pelepah Daun Total Batang Pelepah Daun Batang Pelepah Daun Total Kosong Pruning Kosong Prunning Kosong Pruning Y 1 171,49 21,40 19,40 386,11 134,51 623,02 54,95 57,20 55,76 42,80 57,20 94,24 12,24 10,82 165,26 76,94 359, Y 2 207,24 61,71 24,78 386,11 134,51 704,46 55,50 56,26 55,16 42,80 56,26 115,02 34,72 13,67 165,26 75,67 404, Y 3 171,69 28,36 25,11 386,11 134,51 635,89 54,07 56,58 55,30 42,80 56,58 92,83 16,05 13,88 165,26 76,10 364, Y 4 98,02 23,26 30,84 386,11 134,51 562,85 54,87 55,90 55,38 42,80 55,90 53,78 13,00 17,08 165,26 75,19 324, Y 5 97,02 29,53 29,83 386,11 134,51 567,11 53,93 56,48 55,54 42,80 56,48 52,33 16,68 16,57 165,26 75,96 326,79 rerata 149,09 32,85 25,99 386,11 134,51 618,66 54,66 56,48 55,43 42,80 56,48 81,50 18,55 14,41 165,26 75,97 355, R 1 171,49 21,40 19,40 199,06 97,85 509,20 54,95 57,20 55,76 42,80 57,20 94,24 12,24 10,82 85,20 55,97 258, R 2 207,24 61,71 24,78 199,06 97,85 590,64 55,50 56,26 55,16 42,80 56,26 115,02 34,72 13,67 85,20 55,05 303, R 3 171,69 28,36 25,11 199,06 97,85 522,07 54,07 56,58 55,30 42,80 56,58 92,83 16,05 13,88 85,20 55,36 263, R 4 98,02 23,26 30,84 199,06 97,85 449,03 54,87 55,90 55,38 42,80 55,90 53,78 13,00 17,08 85,20 54,70 223, R 5 97,02 29,53 29,83 199,06 97,85 453,29 53,93 56,48 55,54 42,80 56,48 52,33 16,68 16,57 85,20 55,26 226,03 rerata 149,09 32,85 25,99 199,06 97,85 504,84 54,66 56,48 55,43 42,80 56,48 81,50 18,55 14,41 85,20 55,27 254, Z 1 187,92 40,70 33,28 194,22 76,48 532,60 54,95 54,82 54,93 42,80 54,82 103,27 22,31 18,28 83,13 41,92 268, Z 2 129,99 17,97 28,46 194,22 76,48 447,12 55,50 55,06 54,71 42,80 55,06 72,14 9,89 15,57 83,13 42,11 222, Z 3 223,72 28,08 24,77 194,22 76,48 547,27 54,07 54,88 55,16 42,80 54,88 120,96 15,41 13,66 83,13 41,97 275, Z 4 175,38 18,15 18,24 194,22 76,48 482,47 54,87 55,05 55,14 42,80 55,05 96,22 9,99 10,06 83,13 42,10 241, Z 5 160,55 32,69 29,12 194,22 76,48 493,06 53,93 55,81 55,37 42,80 55,81 86,59 18,24 16,13 83,13 42,68 246,77 rerata 175,51 27,52 26,77 194,22 76,48 500,50 54,66 57,20 55,06 42,80 57,20 95,94 15,74 14,74 83,13 43,75 253, C 1 121,57 23,80 15,93 136,38 96,95 377,85 53,27 55,20 55,59 42,80 55,20 64,76 13,14 8,85 58,37 53,52 198, C 2 14,08 23,01 24,40 136,38 96,95 278,04 54,37 55,15 55,15 42,80 55,15 7,65 12,69 13,46 58,37 53,47 145, C 3 116,31 39,23 19,60 136,38 96,95 391,69 53,00 55,19 55,12 42,80 55,19 61,64 21,65 10,80 58,37 53,51 205, C 4 133,28 37,54 35,49 136,38 96,95 422,86 54,21 55,03 55,32 42,80 55,03 72,25 20,66 19,63 58,37 53,35 224, C 5 232,71 29,79 19,22 136,38 96,95 498,27 54,22 54,77 55,80 42,80 54,77 126,18 16,32 10,72 58,37 53,10 264,70 rerata 123,59 30,68 22,93 136,38 96,95 393,75 53,81 55,07 55,39 42,80 55,07 66,51 16,90 12,70 58,37 53,39 207, X1 176,41 33,55 44,88 138,97 72,78 450,56 55,01 54,51 54,44 42,80 54,51 97,04 18,29 24,43 59,48 39,67 238, X2 191,01 32,32 29,21 138,97 72,78 448,26 54,26 55,07 55,81 42,80 55,07 103,64 17,80 16,30 59,48 40,08 237, X2 55,62 26,73 34,85 138,97 72,78 312,92 53,19 54,89 55,30 42,80 54,89 29,59 14,67 19,27 59,48 39,95 162, X2 59,99 33,41 23,49 138,97 72,78 312,61 52,83 55,02 54,99 42,80 55,02 31,69 18,38 12,92 59,48 40,04 162,52 rerata 120,76 31,50 33,11 138,97 72,78 381,09 53,82 54,87 55,13 42,80 54,87 65,00 17,28 18,26 59,48 39,94 199,95 54

68 55 Tabel Lampiran 6. Lanjutan No Biomassa kering(kg/pohon) C-organik (%) Kandungan Karbon (kg/pohon) Tahun Tandan Pelepah Tandan Pelepah Tandan Pelepah Tanam batang pelepah daun Total batang pelepah daun Batang Pelepah Daun Total Kosong Pruning Kosong Prunning Kosong Pruning D 1 176,41 33,55 44,88 105,88 56,02 407,78 55,01 54,51 54,44 42,80 54,51 97,04 18,29 24,43 45,32 30,54 215, D 2 191,01 32,32 29,21 105,88 56,02 405,48 54,26 55,07 55,81 42,80 55,07 103,64 17,80 16,30 45,32 30,85 213, D 3 55,62 26,73 34,85 105,88 56,02 270,14 53,19 54,89 55,30 42,80 54,89 29,59 14,67 19,27 45,32 30,75 139, D 4 59,99 33,41 23,49 105,88 56,02 269,83 52,83 55,02 54,99 42,80 55,02 31,69 18,38 12,92 45,32 30,82 139,13 rerata 120,76 31,50 33,11 105,88 56,02 338,31 53,82 54,87 55,13 42,80 54,87 65,00 17,28 18,26 45,32 30,74 176, K 1 74,70 47,21 30,68 81,33 35,67 258,33 54,62 55,32 54,59 42,80 55,32 40,80 26,12 16,75 34,81 19,73 138, K 2 85,98 52,77 33,37 81,33 35,67 277,86 54,86 55,71 55,18 42,80 55,71 47,17 29,40 18,41 34,81 19,87 149, K 3 79,76 46,01 30,49 81,33 35,67 262,00 45,09 55,41 54,52 42,80 55,41 35,96 25,50 16,62 34,81 19,77 132, K 4 88,36 47,36 30,54 81,33 35,67 272,00 55,36 55,49 55,10 42,80 55,49 48,91 26,28 16,83 34,81 19,79 146, K 5 124,10 39,22 39,09 81,33 35,67 308,15 55,11 50,51 55,38 42,80 50,51 68,39 19,81 21,65 34,81 18,02 162,68 rerata 90,58 46,51 32,83 81,33 35,67 275,66 53,01 54,49 54,95 42,80 54,49 48,01 25,34 18,04 34,81 19,44 145, L 1 4,57 6,93 3, ,61 55,14 55,31 55, ,52 3,83 1, , L 2 2,57 3,93 2, ,08 54,18 54,53 55, ,39 2,14 1, , L 3 2,58 6,13 4, ,73 54,45 55,01 54, ,40 3,37 2, , L 4 6,75 7,42 5, ,95 53,09 55,05 54, ,58 4,08 3, , L 5 3,68 6,78 3, ,14 54,76 54,27 53, ,02 3,68 1, ,67 rerata 4,03 6,24 3, ,10 54,33 54,83 54, ,19 3,42 2, , AC 1 3,29 4,77 3, ,06 54,97 54,08 55, ,81 2,58 1, , AC 2 2,80 4,23 4, ,03 54,60 54,90 54, ,53 2,32 2, , AC 3 2,25 4,14 3, ,87 55,14 55,12 55, ,24 2,28 1, , AC 4 2,78 3,66 2, ,24 54,67 55,02 55, ,52 2,01 1, , AC 5 2,13 3,91 1, ,00 54,18 55,46 55, ,15 2,17 1, ,41 rerata 2,65 4,14 3, ,84 54,71 54,92 55, ,45 2,27 1, ,41 55

69 56 Tabel Lampiran 7. Diameter dan Tinggi Kelapa Sawit Tahun 2008 serta Total Karbon Biomassa Kelapa Sawit Tahun 2009 di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun Tanam Total Diameter Batang /dbh (cm) Tinggi (m) Y D1 D2 D3 H1 H2 H3 90R 1 359,49 87,00 87,00 54,00 19,10 5,10 5,40 90R 2 404,33 91,00 91,00 57,00 17,70 5,50 5,50 90R 3 364,12 81,00 81,00 46,00 14,20 5,30 5,50 90R 4 324,31 74,00 74,00 47,00 11,10 5,00 5,00 90R 5 326,79 59,00 59,00 49,00 13,00 5,00 5,00 91Z 1 258,46 84,00 79,00 45,00 10,20 5,70 5,70 91Z 2 303,65 81,00 81,00 55,00 10,80 6,20 6,00 91Z 3 263,32 78,50 73,50 47,00 10,90 5,40 5,40 91Z 4 223,76 94,00 82,50 56,00 13,40 7,00 6,50 91Z 5 226,03 65,00 56,00 53,00 16,50 6,20 6,00 95C 1 268,91 69,00 74,00 35,00 11,80 2,90 2,42 95C 2 222,85 71,00 68,00 41,00 10,50 3,40 3,52 95C 3 275,13 82,00 79,00 52,00 9,80 3,30 3,00 95C 4 241,50 72,00 69,00 51,00 9,00 3,40 3,10 95C 5 246,77 70,00 70,00 51,00 14,20 2,70 2,70 97D 1 198,64 89,00 89,00 65,00 14,60 3,10 3,00 97D 2 145,64 76,00 76,00 50,00 10,00 3,00 3,00 97D 3 205,97 79,00 79,00 55,00 7,20 2,10 2,00 97D 4 224,26 82,00 82,00 60,00 8,60 2,10 1,90 99K 1 264,70 74,00 70,00 57,00 10,10 2,40 2,00 99K 2 238,92 95,00 89,00 63,00 12,10 2,60 2,10 99K 3 237,30 79,00 78,00 63,00 9,20 3,10 3,30 99K 4 162,96 94,00 92,00 67,00 12,60 2,40 2,40 99K 5 162,52 86,00 81,00 53,00 12,80 1,70 2,00 06L 1 8,08 43,00 43,00 26,00 3,13 0,52 0,52 06L 2 4,98 39,00 39,00 23,00 2,83 0,45 0,45 06L 3 6,97 43,00 43,00 25,00 3,20 0,54 0,54 06L 4 10,83 47,00 47,00 28,00 3,15 0,52 0,52 06L 5 7,67 51,00 51,00 32,00 4,50 0,60 0,60 07AC 1 6,06 39,00 39,00 30,00 2,80 0,46 0,46 07AC 2 6,05 42,00 42,00 27,00 2,80 0,45 0,45 07AC 3 5,47 34,00 34,00 21,00 3,50 0,50 0,50 07AC 4 5,09 32,50 32,50 18,00 3,60 0,49 0,49 07AC 5 4,41 29,00 29,00 18,00 2,70 0,42 0,42 Rerata Total Diameter Batang /dbh (cm) Tinggi (m) Tahun Tanam Y D1 D2 D3 H1 H2 H Y 355,69 78,40 78,40 50,60 15,02 5,18 5, R 254,92 78,40 78,40 50,60 15,02 5,18 5, Z 253,30 80,50 74,40 51,20 12,36 6,10 5, C 207,87 72,80 72,00 46,00 11,06 3,14 2, X 199,95 81,50 81,50 55,20 10,29 2,69 2, D 176,59 81,50 81,50 55,20 10,29 2,69 2, K 145,65 85,60 82,00 60,60 11,36 2,44 2, L 7,71 44,60 44,60 26,80 3,36 0,53 0, AC 5,41 35,30 35,30 22,80 3,08 0,46 0,46

70 57 Tabel Lampiran 8. Persamaan Alometrik yang Dibangun Persamaan Alometrik Tipe Peubah b0 b1 b2 R 2 MODEL 1 TM lnd1 385,2914-0,129 0,30% lnd2 268,5400-0,0466 0,00% lnd3 2936,577-0,6545 8,40% TBM lnd1 0, , ,60% lnd2 0, , ,60% lnd3 0, ,949 49,60% TM dan TBM lnd1 1,32E-06 4, ,60% lnd2 1,05E-06 4, ,70% lnd3 6,13E-05 3, ,70% RERATA TM&TBM lnd1 1,67E-07 4, ,10% lnd2 1,04E-07 4, ,10% lnd3 8,01E-06 4, ,20% MODEL 2 TM D1 2H1 152,51 0, ,80% D1 2H2 139,72 0, ,00% D1 2H2 136,04 0, ,80% D2 2H1 149,89 0, ,40% D2 2H2 124,54 0, ,20% D2 2H3 124,81 0, ,90% D3 2H1 183,16 0, ,50% D3 2H2 134,62 0, ,20% D3 2H3 128,01 0, ,50% TBM D1 2H1 4,061 0, ,70% D1 2H2 3,185 0, ,80% D1 2H2 3,185 0, ,80% D2 2H1 4,061 0, ,70% D2 2H2 3,185 0, ,80% D2 2H3 3,185 0, ,80% D3 2H1 4,462 0, ,80% D3 2H2 3,770 0, ,70% D3 2H3 3,770 0, ,70% TM&TBM D1 2H1 47,83 0, ,20% D1 2H2 54,29 0, ,50% D1 2H2 54,06 0, ,30% D2 2H1 48,47 0, ,00% D2 2H2 45,63 0, ,20% D2 2H3 47,76 0, ,80% D3 2H1 55,46 0, ,70% D3 2H2 42,43 0, ,20% D3 2H3 41,39 0, ,50%

71 58 Tabel Lampiran 8. Lanjutan Persamaan Alometrik Tipe Peubah b0 b1 b2 R 2 RERATA MODEL 2 TM&TBM D1 2H1-8,97 0, ,40% D1 2H2 28,05 0, ,50% D1 2H2 30,14 0, ,10% D2 2H1-9,81 0, ,70% D2 2H2 17,55 0, ,90% D2 2H3 21,43 0, ,70% D3 2H1 9,63 0, ,90% D3 2H2 21,28 0, ,40% D3 2H3 23,29 0, ,30% MODEL 3 TM D1;H1 219,2034-0,4700 0, ,20% D1;H2 84, ,0429 0, ,20% D1;H3 92, ,0314 0, ,60% D2;H1 123,3468-0,3311 0, ,70% D2;H2 32, ,2603 0, ,20% D2;H3 37, ,2374 0, ,40% D3;H1 531,1264-0,7267 0, ,40% D3;H2 200,9387-0,1662 0, ,60% D3;H3 203,1613-0,1588 0, ,00% TBM D1;H1 0, ,2995-0, ,60% D1;H2 0, ,0810 0, ,30% D1;H3 0, ,0810 0, ,30% D2;H1 0, ,3629-0, ,60% D2;H2 0, ,0810 0, ,30% D2;H3 0, ,0810 0, ,30% D3;H1 0, ,9023 0, ,30% D3;H2 1, ,6496 1, ,80% D3;H3 1, ,6496 1, ,80% TM&TBM D1;H1 0, ,5710 1, ,70% D1;H2 0, ,6286 1, ,70% D1;H3 0, ,7527 1, ,40% D2;H1 0, ,5693 1, ,70% D2;H2 0, ,6831 1, ,10% D2;H3 0, ,7969 1, ,70% D3;H1 0, ,2361 1, ,50% D3;H2 0, ,3575 1, ,80% D3;H3 0, ,4669 1, ,50% RERATA TM&TBM D1;H1 0, ,1691 2, ,30% D1;H2 0, ,2269 0, ,10% D1;H3 0, ,3701 0, ,00%

72 59 Tabel Lampiran 8. Lanjutan Persamaan Alometrik Tipe Peubah b0 b1 b2 R 2 MODEL 3 D2;H1 0, ,2253 2, ,40% D2;H2 0, ,3385 0, ,70% D2;H3 0, ,4688 0, ,50% D3;H1 0, ,7437 2, ,10% D3;H2 0, ,7788 1, ,10% D3;H3 0, ,8998 1, ,90% Tabel Lampiran 9. Karbon Biomassa Kelapa Sawit dengan Metode Alometrik di Kebun Meranti Paham PTPN IV Tahun 2009 No Kode Diameter (dbh) Tinggi Karbon Biomassa Alometrik D2 H2 (kg/pohon) Q 1 76,50 7,10 382, Q 2 68,30 8,40 343, Q 3 74,70 7,50 381, Q 4 72,80 7,30 349, Q 5 67,80 8,10 326,71 rerata 72,02 7,68 357, R 1 87,00 5,10 378, R 2 91,00 5,50 451, R 3 81,00 5,30 332, R 4 74,00 5,00 254, R 5 59,00 5,00 149,90 rerata 78,40 5,18 301, Z 1 79,00 5,70 335, Z 2 81,00 6,20 385, Z 3 73,50 5,40 269, Z 4 82,50 6,00 389, Z 5 56,00 5,00 132,68 rerata 74,40 5,66 289, L 1 75,80 4,10 223, L 2 74,20 4,90 251, L 3 74,50 5,00 258,64 rerata 74,83 4,67 244, S 1 71,80 3,90 187, S 2 78,20 4,20 245, S 3 72,40 5,00 241, S 4 76,90 4,10 231, S 5 71,30 3,90 184,74 rerata 74,12 4,22 217, A 1 78,60 4,30 254, A 2 83,70 3,50 242, A 3 79,20 3,30 201, A 4 80,20 4,10 254, A 5 75,40 3,60 195,27 rerata 79,42 3,76 229, A 1 80,20 2,60 166, A 2 84,20 3,10 219, A 3 78,30 3,50 207, A 4 86,60 2,60 198,74 rerata 82,33 2,95 198,83

73 60 Tabel Lampiran 9. Lanjutan No Kode Diameter (dbh) Tinggi Karbon Biomassa alometrik D2 H2 (kg/pohon) L 1 43,0 0,52 8, L 2 39,0 0,45 5, L 3 43,0 0,54 8, L 4 47,0 0,52 10, L 5 51,0 0,60 14,50 rerata 44,6 0,53 9, AC 1 39,0 0,46 6, AC 2 42,0 0,45 7, AC 3 34,0 0,50 4, AC 4 32,5 0,49 4, AC 5 29,0 0,42 2,77 rerata 35,3 0,46 4,81

74 61 Gambar Lampiran 1. Dokumentasi Kelapa Sawit pada Berbagai Tahun Tanam (Tahun Tanam 2007) (Tahun Tanam 200

75 62 Gambar Lampiran 1. Lanjutan (Tahun Tanam 1999) (Tahun Tanam 1997

76 63 Gambar Lampiran 1. Lanjutan (Tahun Tanam 1995) (Tahun Tanam 1991)

77 64 Gambar Lampiran 1. Lanjutan (Tahun Tanam 1990)

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pendugaan Cadangan Karbon Keberadaan karbon merupakan bagian penting dari siklus kehidupan di bumi. Ada empat reservoir karbon utama yaitu atmosfer, biosfer teresterial

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebelumnya bernama Kebun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Diagram dari Siklus Karbon Global ( Sumber : www. id.wikipedia.org, diunduh 22 Juni 2008).

2. TINJAUAN PUSTAKA. Diagram dari Siklus Karbon Global ( Sumber : www. id.wikipedia.org, diunduh 22 Juni 2008). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cadangan Karbon dan Metode Pendugaannya Keberadaan karbon merupakan bagian penting dari siklus kehidupan di bumi. Ada empat reservoir karbon utama yaitu atmosfer, biosfer teresterial

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI MAIN NURSERY TERHADAP KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFAT SKRIPSI OLEH: VICTOR KOMALA 060301043 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terbesar di dunia. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

CADANGAN KARBON LAHAN GAMBUT DARI AGROEKOSISTEM KELAPA SAWIT PTPN IV AJAMU, KABUPATEN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA NINA YULIANTI

CADANGAN KARBON LAHAN GAMBUT DARI AGROEKOSISTEM KELAPA SAWIT PTPN IV AJAMU, KABUPATEN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA NINA YULIANTI CADANGAN KARBON LAHAN GAMBUT DARI AGROEKOSISTEM KELAPA SAWIT PTPN IV AJAMU, KABUPATEN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA NINA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON BIOMASSA DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ZAINI A

PENDUGAAN CADANGAN KARBON BIOMASSA DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ZAINI A PENDUGAAN CADANGAN KARBON BIOMASSA DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ZAINI A14060660 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK

POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK POTENSI JASA LINGKUNGAN TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus hybrid) DALAM PENYIMPANAN KARBON DI PT. TOBA PULP LESTARI (TPL). TBK SKRIPSI Tandana Sakono Bintang 071201036/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut 2.1.1 Pengertian Tanah Gambut Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa asing, antara lain peat, bog, moor, mire, atau fen. Gambut diartikan sebagai material

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit berasal dari benua Afrika. Delta Nigeria merupakan tempat dimana fosil tepung sari dari kala miosen yang bentuknya sangat mirip dengan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans)

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (Nypa fruticans) SKRIPSI OLEH: CICI IRMAYENI 061202012 / BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

TINJAUAN PUSTAKA. permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Karbon Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan sumber utama penyerap gas karbondioksida di atmosfer selain fitoplankton, ganggang, padang lamun, dan rumput laut di lautan. Peranan hutan sebagai penyerap karbondioksida

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer. TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Iklim Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan karbon ke atmosfir dalam jumlah yang cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti terhadap jumlah CO

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN BAWAH DI ARBORETUM USU SKRIPSI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN BAWAH DI ARBORETUM USU SKRIPSI PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN BAWAH DI ARBORETUM USU SKRIPSI Oleh: IMMANUEL SIHALOHO 101201092 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 LEMBAR

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 hektar perkebunan kelapa sawit, lebih dari separuhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Berdasarkan jumlah keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun 2011 di lahan gambut yang terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 16 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan pertanaman karet Bojong Datar Banten perkebunan PTPN VIII Kabupaten Pandeglang Banten yang dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan mangrove di hutan alam Batu Ampar Kalimantan Barat. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Januari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit 41 PEMBAHASAN Penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor tanaman, dan teknik budidaya tanaman. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA Oleh : AUFA IMILIYANA (1508100020) Dosen Pembimbing: Mukhammad Muryono, S.Si.,M.Si. Drs. Hery Purnobasuki,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KAILAN (Brassica oleraceae Var. acephala) PADA BERBAGAI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK SKRIPSI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KAILAN (Brassica oleraceae Var. acephala) PADA BERBAGAI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KAILAN (Brassica oleraceae Var. acephala) PADA BERBAGAI MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK SKRIPSI RUBEN PAHOTAN TAMBUNAN 060301023 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci