KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C"

Transkripsi

1 KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL MUHAMAD IDRIS C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN MUHAMAD IDRIS. C Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan YUSLI WARDIATNO. Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan salah satu spesies udang yang dapat hidup di wilayah perairan payau dan laut. Udang mantis memiliki potensi yang cukup besar, namun pemanfaatannya masih terbatas seperti dimasak tradisional oleh masyarakat setempat. Umumnya udang dikonsumsi setelah mengalami proses pemasakan seperti perebusan. Selama proses perebusan terjadi perubahan terhadap sifat fisik dan kimia komponen gizi yang dikandungnya, termasuk kelarutan mineral. Mineral akan bersifat bioavailaible apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut dalam suatu pelarut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil dan komposisi mineral makro dan mikro pada udang mantis yang berasal dari perairan Jambi dan Cirebon, serta mempelajari pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral (Na, Ca, Zn dan Fe) pada berbagai kondisi media perebusan. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat (by difference) serta total mineral makro dan mikro. Pada penelitian lanjutan, sampel udang mantis diberi perlakuan perebusan dan tanpa perebusan pada media air, NaCl 1% dan asam asetat 0,5% (pada suhu 100 ºC selama 20 menit) untuk mempelajari kelarutan mineral. Hasil penelitian pendahuluan diperoleh kandungan proksimat udang mantis Jambi : kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat masing-masing sebesar 78,27; 1,60; 13,11; 1,29 dan 5,72%, serta udang mantis Cirebon masing-masing sebesar 78,49; 1,64; 14,39; 0,6 dan 4,88%. Kandungan mineral makro tertinggi pada udang mantis Jambi adalah natrium, sebesar 887,14 mg/100 g bk, diikuti kalium, kalsium dan magnesium, berturut-turut sebesar 674,79; 137,16 dan 68,50 mg/100 g bk. Pada udang mantis Cirebon, kandungan mineral makro tertinggi adalah natrium, sebesar 604,53 mg/100 g bk, diikuti kalium, magnesium dan kalsium, masing-masing sebesar 511,03; 123,73 dan 57,91 mg/100 g bk. Kandungan mineral mikro tertinggi pada udang mantis Jambi adalah seng, sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti besi dan tembaga, yaitu sebesar 0,88 dan 0,19 mg/100 g bk. Pada udang mantis Cirebon, mineral mikro tertinggi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti besi dan tembaga, sebesar 1,00 dan 0,72 mg/100 g bk. Hasil penelitian lanjutan diperoleh persentase kelarutan natrium tertinggi pada udang mantis dari Jambi dan Cirebon pada perlakuan perebusan menggunakan asam asetat, masing-masing sebesar 22,53% dan 18,29%, kelarutan kalsium tertinggi pada perebusan menggunakan asam asetat, masing-masing sebesar 23,26% dan 22,11%, kelarutan seng tertinggi perebusan dengan asam asetat, masing-masing sebesar 15,38% dan 14,73% serta kelarutan besi tertinggi pada perebusan dengan asam asetat, masing-masing sebesar 12,03% dan 14,73%.

3 KOMPOSISI MINERAL UDANG MANTIS (Harpiosquilla raphidea) DAN PENGARUH PEREBUSAN TERHADAP KELARUTAN MINERAL SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor MUHAMAD IDRIS C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 SKRIPSI Judul Nama NRP : Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral : Muhamad Idris : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si NIP : Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP : Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP : Tanggal Pengesahan :...

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2010 Muhamad Idris C

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 21 September 1988 sebagai anak ketiga dari pasangan bapak Amas Mashor, Amd dan Ibu Nining. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Tegal Panjang Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMPN 1 Sukalarang Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Sukaraja Kabupaten Sukabumi dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Semasa kuliah, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (Himasilkan) sebagai pengurus periode , Fisheries Processing Club (FPC) sebagai pengurus pada tahun dan Unit Kegiatan Mahasiswa Bulutangkis Institut Pertanian Bogor sebagai anggota pada tahun dan sebagai wakil ketua pada tahun Penulis pernah aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Penanganan Hasil Perairan tahun 2010, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun 2010 dan koordinator asisten praktikum mata kuliah Teknologi Industri Tumbuhan laut tahun Selain itu penulis juga pernah mewakili IPB dalam Kejuaraan Daerah Bulutangkis antar Mahasiswa se-jawa Barat dan Banten di Bandung pada tahun 2007 serta Kejuaraan Nasional Bulutangkis antar Mahasiswa se-indonesia di Jakarta pada tahun Penulis pernah melakukan praktek lapang pada tahun 2009 di PT. Lautan Niaga Jaya, Jakarta Utara. Penulis melakukan penelitian dengan judul Komposisi Mineral Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) dan Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah, ibu, kakak, dan adik tercinta yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa kepada penulis. 2. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala amanah, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing, atas segala amanah, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 4. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 5. Hibah Kompetitif Penelitian - Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional atas kesempatan dan dana penelitian yang telah diberikan kepada penulis. 6. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol. selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 7. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 8. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 9. Ibu Dian Anggraeni (INMT-Fakultas Peternakan) atas segala bantuan kepada penulis selama penelitian. 10. Seluruh staf dan laboran THP (Bu Ema, Pak Ade, Mas Mail, Mas Zacky, Mas Epul, Umi, dll) atas dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

8 11. Amalia Fitria, atas segala waktu, kesabaran, perhatian dan kasih sayang kepada penulis. Kebersamaan kita untuk masa depan. 12. Devils line squad (Alvin, Rudi, Uti, Fau, Cubby) atas persahabatan yang telah kita rajut dari dulu, sekarang dan seterusnya. 13. The Back Doors team (Jendral Komeng Tampubolon, Hendra, Ozy, Dyan, Vickar, Holland) atas canda tawa, kebersamaan, solidaritas dan dukungan selama di dunia hitam. 14. TITL team 2010 (Wahyu, Deksu, Rachmawati) atas kerja sama dan kebersamaan selama ini. 15. Sahabat seperjuangan THP 43 (Ijal, Idmar, Yayan, Pipit, Aul, Hilda, Cece, Tika, Roma, Anggie, Arin, dll) atas segala canda tawa, kebersamaan, persaudaraan dan dukungannya kepada penulis. 16. Teman-teman Lorong 4 C3 (Rozak Ade, Rakhmat Hidayat, Wahyu, dll). 17. Keluarga Besar BARISTAR squad. 18. Kakak tingkat THP 40, THP 41 dan THP 42 (Rudex, Deden, Tomy, Laler, Dika, Fuad, dll) atas bantuan dan dukungan kepada penulis selama ini. 19. Adik-adik kelas THP 44 dan 45 (Mprit, Zaa, Sendy, dll) terus berjuang dan semangat dalam menempuh dunia THP. 20. Tim Futsal THP atas persahabatan dan kebersamaanya selama ini. 21. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Agustus 2010 Muhamad Idris C

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Kandungan Gizi Udang Mineral Mineral makro Mineral mikro Kelarutan Mineral Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Preparasi contoh Rendemen Analisis proksimat (1) Kadar air (2) Kadar abu (3) Kadar protein (4) Kadar lemak (5) Kadar karbohidrat Analisis total mineral Penyerapan mineral Analisis mineral terlarut Rancangan Percobaan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Udang Mantis Komposisi Proksimat vii

10 4.3 Komposisi Mineral Mineral makro Mineral mikro Pemenuhan kecukupan gizi mineral Kelarutan Mineral Kelarutan mineral makro Kelarutan mineral mikro KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA viii

11 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Komposisi kimia udang Komposisi proksimat udang mantis Komposisi mineral makro udang mantis Komposisi mineral mikro udang mantis Persentase kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) ix

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Morfologi udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Tahapan penelitian komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral Diagram alir analisis kadar mineral dan kelarutannya Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi dan Cirebon Histogram rata-rata kelarutan natrium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Histogram rata-rata kelarutan kalsium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Histogram rata-rata kelarutan seng akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Histogram rata-rata kelarutan besi akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon x

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Rekapitulasi berat, panjang dan rendemen udang mantis Rekapitulasi analisis data proksimat udang mantis Rekapitulasi analisis data profil mineral udang mantis Data kelarutan natrium pada udang mantis karena pengaruh perebusan Data kelarutan kalsium pada udang mantis karena pengaruh perebusan Data kelarutan seng pada udang mantis karena pengaruh perebusan Data kelarutan besi pada udang mantis karena pengaruh perebusan Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan natrium pada udang mantis Jambi Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan natrium pada udang mantis Cirebon Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan kalsium pada udang mantis Cirebon Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan seng pada udang mantis Jambi Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan seng pada udang mantis Cirebon Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan besi pada udang mantis Jambi Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan besi pada udang mantis Cirebon Pemenuhan kecukupan gizi mineral Foto udang mantis (Harpiosquilla raphidea) xi

14 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komposisi kimia dari bahan pangan yang berasal dari laut seperti udang memiliki keistimewaan tersendiri. Kandungan protein yang tinggi dan mengandung 18 asam amino, serta lemak yang terkandung pada udang merupakan lemak tidak jenuh dan kaya akan omega-3. Hampir semua mineral pun dapat ditemukan pada bahan pangan yang berasal dari laut. Jenis mineral yang umum ditemukan pada hasil perikanan adalah magnesium, sodium, kalsium, fosfor, besi, kalium, mangan dan fluor. Unsur-unsur mineral merupakan unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh tubuh. Unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik atau kadar abu. Pada proses pembakaran bahan-bahan organik terbakar, akan tetapi zat anorganiknya tidak terbakar sehingga disebut dengan abu (Winarno 2008). Mineral memegang peranan penting pada reaksi biokimia dalam tubuh yaitu sebagai ko-faktor enzim. Kekurangan mineral dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti anemia, gondok, osteoporosis dan osteomalasia. Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari tumbuhan (mineral nabati) maupun hewan (mineral hewani). Sumber mineral terbaik merupakan bahan pangan yang berasal dari hewani terutama yang berasal dari laut. Pada makanan nabati jumlah ketersediaan biologisnya lebih sedikit, hal ini disebabkan adanya bahan pengikat mineral seperti serat yang dapat mengganggu penyerapannya (Almatsier 2003). Kandungan mineral dalam bahan pangan hanyalah salah satu parameter awal untuk menilai kualitas bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah bioavailabilitasnya. Diantara sekian banyak komponen gizi pada bahan pangan, mineral memainkan peranan penting dalam memelihara kelangsungan hidup organisme secara sehat dan normal. Bioavailabilitas didefinisikan sebagai proporsi dari suatu komponen gizi yang dapat digunakan untuk menjalankan dan memelihara metabolisme pada tubuh normal (Watzke 1998). Kandungan mineral dalam bahan pangan merupakan

15 2 informasi awal yang dapat kita peroleh dari bahan pangan tersebut, karena yang lebih penting adalah kelarutannya karena dapat mempermudah penyerapan mineral tersebut. Mineral akan memiliki sifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut. Oleh karena itu, bentuk mineral terlarut sangat diperlukan untuk memudahkan penyerapan mineral di dalam tubuh (Santoso et al. 2006; Santoso et al. 2007). Pemanasan air dalam proses perebusan akan meningkatkan daya kelarutan pada suatu bahan. Penggunaan asam sebagai media pelarut pada perebusan juga memberikan pengaruh terhadap kelarutan Ca dan Zn. Hal ini diduga bahwa pada kondisi asam dan suhu tinggi menyebabkan mineral yang asalnya berbentuk kompleks (berikatan dengan komponen lain) berubah menjadi bentuk sederhana (ion) sehingga akan meningkatkan kelarutannya (Suzuki et al. 1992). Pengkonsumsian udang dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengkonsumsian secara langsung (tanpa pemasakan) dan pengkonsumsian setelah melewati proses pemasakan dan penambahan bumbu. Proses penambahan bumbu ini bermaksud mengubah cita rasa dan meningkatkan daya terima makanan karena tidak semua orang dapat mengkonsumsi secara langsung. Penambahan bumbu tersebut dapat berupa penambahan minyak esensial, rempah-rempah, gula, asam, monosodium glutamat dan garam. Penambahan garam dan asam seperti asam asetat merupakan proses pemasakan yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa pada produk yang dihasilkan sering dilakukan di masyarakat Asia (Farrel 1990). Informasi mengenai kandungan mineral dan kelarutannya yang terdapat pada jenis udang yang diolah dengan mengalami perebusan dan penambahan bumbu sangatlah sedikit dan terbatas, khususnya udang mantis yang sampai saat ini belum terdapat informasi mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral dalam berbagai media yaitu asam asetat, air dan garam.

16 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral ini adalah : 1) Mengetahui komposisi mineral makro dan mikro pada udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang berasal dari perairan Jambi dan Cirebon; 2) Mempelajari pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral pada berbagai kondisi media perebusan yang digunakan yaitu air, 1% NaCl dan 0,5% asam asetat.

17 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan jenis udang yang bersifat sebagai predator. Pemberian nama udang mantis lebih didasarkan karena bentuk morfologinya yang menyerupai udang dan bentuk capit depannya seperti belalang sembah (praying mantis). Klasifikasi udang mantis menurut Lovett (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Hoplocarida Ordo : Stomatopoda Famili : Squillidae Genus : Harpiosquilla Spesies : Harpiosquilla raphidea Udang adalah salah satu spesies yang termasuk ke dalam subfilum Crustacea pada kelas Malacostraca. Pada kelas Malacostraca ini meliputi spesies udang, rebon dan kepiting. Malacostraca mempunyai ruas tubuh yang tampak terlihat jelas, terdiri atas lima ruas kepala, delapan ruas toraks dan enam bagian abdomen (Suwignyo et al. 1998). Udang mantis hidup di wilayah dasar perairan. Udang mantis memiliki ciriciri ukuran rata-rata maksimum smatopod sekitar 20 cm, umumnya cm. Memiliki sebuah garis gelap yang membentang disepanjang tepi posterior dari bagian toraks. Karapas udang ini hanya menutupi sebagian kepala dan tiga segmen pertama dari toraks. Jenis udang mantis memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna gelap, coklat hingga yang berwarna. Udang mantis memiliki 6-8 segmen abdomen dan mempunyai telson berwarna kuning yang ditandai dengan dua bintik-bintik cokelat gelap yang dikelilingi warna putih (Motoyama et al. 2008). Morfologi udang mantis dapat dilihat pada Gambar 1.

18 5 Gambar 1. Morfologi udang mantis (Harpiosquilla raphidea) 2.2 Kandungan Gizi Udang Udang seperti komoditas perikanan lainnya, kaya akan kandungan gizi. Udang juga sama seperti jenis crustacea lainnya yang pada umumnya mengandung asthaxanthin, yaitu suatu jenis karotenoid yang berwarna merah muda atau merah. Warna kebiruan pada udang segar dihasilkan oleh ikatan asthaxantin dengan protein. Apabila terkena panas, ikatan protein tersebut akan putus sehingga menghasilkan warna merah kekuning-kuningan yang khas dari karotenoid bebas. Tabel 1. Komposisi kimia udang secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi kimia udang (dalam 100 g) Komponen Jumlah Air (g) 65,69 Abu (g) 1,33 Protein (g) 17,77 Lemak (g) 0,92 Kalsium (mg) 33,15 Besi (mg) 2,63 Magnesium (mg) 28,90 Kalium (mg) 154,70 Natrium (mg) 190,40 Seng (mg) 1,33 Tembaga (mg) 0,16 Sumber : USDA (2006)

19 6 2.3 Mineral Mineral merupakan salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim (Almatsier 2003). Berdasarkan kebutuhannya di dalam tubuh, mineral dapat digolongkan menjadi 2 kelompok utama yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang menyusun hampir 1% dari total berat badan manusia dan dibutuhkan dengan jumlah lebih dari 1000 mg/hari, sedangkan mineral mikro merupakan mineral yang dibutuhkan dengan jumlah kurang dari 100 mg/hari dan menyusun lebih kurang dari 0.01% dari total berat badan. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Unsur mineral natrium, kalium, kalsium dan magnesium terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut unsur mineral makro. Unsur mineral lain seperti besi, tembaga dan seng hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil, karena itu disebut trace element atau mineral mikro (Winarno 2008) Mineral makro Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar. Mineral makro dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Kelompok mineral makro meliputi kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur dan fosfor (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh dijelaskan sebagai berikut : Kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Sebagian besar kalsium terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak. Kalsium berfungsi dalam pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi. Kalsium juga merupakan salah satu faktor yang terpenting dan yang dibutuhkan dalam pembekuan darah. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteoporosis, osteomalasia dan rickets, dimana tulang menjadi lunak karena matriksnya kekurangan kalsium. Penyakit yang biasa terjadi akibat kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang. Rickets adalah penyakit karena kekurangan kalsium yang berat pada

20 7 anak-anak, sedangkan osteomalasia adalah kekurangan kalsium yang berat pada orang dewasa (Winarno 2008). Pencegahan kekurangan kalsium dapat diupayakan dengan asupan gizi yang cukup bagi tubuh. Pada kondisi normal, tubuh dapat mengabsorpsi sebanyak 30% dari kalsium yang dikonsumsi. Sumber kalsium dapat diperoleh dari susu dan hasil olahannya, ikan, udang, kerang dan kepiting (Groff dan Gropper 1999). Penyerapan kalsium oleh tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor umur dan kondisi badan. Anak-anak pada umumnya dapat menyerap kalsium lebih besar daripada orang dewasa. Faktor yang dapat menghambat penyerapan kalsium adalah kurangnya vitamin D dalam bentuk aktif dan keberadaan serat karena dapat menurunkan absorpsi kalsium (Almatsier 2003). Faktor lainnya yang menghambat penyerapan kalsium adalah adanya zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam yang bersifat tidak larut seperti asam oksalat dan asam fitat (Winarno 2008). Kalium (K) Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel, dimana kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium juga dapat membantu dalam mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah besar mampu menurunkan tekanan darah sehingga dapat mencegah penyakit tekanan darah tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000). Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan melalui saluran cerna akibat muntahmuntah, diare kronis atau kebanyakan menggunakan obat pencuci perut. Kehilangan melalui ginjal adalah akibat penggunaan obat-obat diuretik, terutama untuk pengobatan hipertensi. Kekurangan kalium akan mengakibatkan lemah, lesu, kehilangan nafsu dan kelumpuhan (Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi dari kalium sehari-hari adalah sebesar 2000 mg. Sumber makanan yang dapat dijadikan sebagai sumber kalium adalah buahbuahan, susu, daging dan sayur-sayuran. Sebanyak 90% kalium yang dikonsumsi

21 8 dapat diabsorpsi oleh tubuh pada kondisi normal, sisanya akan diekskresikan melalui feses (Groff dan Gropper 1999). Natrium (Na) Natrium banyak terdapat dalam plasma darah dan cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya terdapat dalam tulang. Natrium dan klorida umumnya berhubungan sangat baik sebagai bahan makanan maupun fugsinya dalam tubuh. Sebagai bagian terbesar dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida berfungsi membantu mempertahankan tekanan osmotik dan menjaga keseimbangan asam basa (Winarno 2008). Kekurangan natrium ditandai oleh rasa haus, yang disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik dalam cairan tubuh akan menurun. Kehilangan natrium dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan muntah-muntah atau diare, kejang dan kehilangan nafsu makan (Almatsier 2003). Kelebihan kadar natrium dapat menyebabkan hipertensi atau tekanan darah tinggi, yang banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang banyak seperti masyarakat Asia. Hal ini disebabkan oleh pola kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan dengan kandungan natrium yang tinggi sekitar 7,6-8,2 gram per hari (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi natrium adalah mg sehari. Natrium dapat diperoleh dari makanan yang menggunakan garam dapur, susu, telur, daging dan hasil laut (Almatsier 2003). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh, sedangkan sisanya sekitar 5% diekskresikan dalam feses (Groff dan Gropper 1999). Magnesium (Mg) Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah gugus fosfat. Magnesium diserap di usus kecil, dan diduga hanya sepertiga dari yang tercerna akan diserap. Karena sifat kelarutannya yang rendah, maka magnesium sulfat sering digunakan sebagai pencuci perut. Magnesium sulfat tersebut akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga menarik

22 9 air ke dalam usus kecil, akibatnya akan memudahkan dalam buang air besar (Winarno 2008). Kekurangan magnesium terjadi apabila kekurangan konsumsi protein dan energi. Kekurangan magnesium akan menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, koma, gagal jantung dan hipomagnesema dengan gejala denyut jantung tidak teratur, insomnia, lemah otot, kejang kaki, serta telapak tangan dan kaki gemetar (Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi rata-rata magnesium bagi bayi umur 0-12 bulan adalah mg/hari, anak-anak umur 1-9 tahun sebesar mg/hari, laki-laki dan wanita umur tahun sebesar mg/hari, serta di atas tahun adalah mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Sekitar 30-65% magnesium dapat diserap oleh tubuh pada kondisi normal. Penyerapan magnesium akan menjadi efisien apabila tubuh berada dalam kondisi kekurangan magnesium (Groff dan Gropper 1999) Mineral mikro Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah kurang dari 100 mg sehari. Kelompok mineral mikro antara lain besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluor dan tembaga (Winarno 2008). Beberapa unsur mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh dijelaskan sebagai berikut : Besi (Fe) Besi terdapat dalam semua sel tubuh dan memegang peranan penting pada beragam reaksi biokimia. Besi yang berada dalam tubuh berasal tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam badan, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut, besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada manusia normal sekitar mg besi per hari berasal dari besi hemolisis dan hanya sekitar 1 mg berasal dari makanan (Winarno 2008). Kekurangan besi dapat menyebabkan anemia, yaitu jumlah sel-sel darah merah berkurang dan karenanya jumlah oksigen yang dibawa ke jaringan

23 10 juga menurun. Besi tidak rusak oleh pemanasan, tetapi sejumlah kecil akan hilang jika air masakan atau kaldu daging yang dimasak dibuang (Gaman dan Sherrington 1992). Kebutuhan zat besi dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi makanan yang berasal dari kacang-kacangan, hati, daging, kuning telur, sayuran hijau dan hasil perikanan (Winarno 2008). Sekitar 15% zat besi yang dikonsumsi oleh tubuh pada kondisi normal dapat diabsorpsi, sedangkan pada kondisi kekurangan zat besi tubuh dapat mengabsorpsi hingga 35% (Groff dan Gropper 1999). Tembaga (Cu) Tembaga memiliki peran dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor bagi enzim tirosinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Winarno 2008). Walaupun dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit, bila kelebihan dapat mengganggu kesehatan atau mengakibatkan keracunan. Namun bila terjadi kekurangan tembaga dapat menyebabkan anemia, pertumbuhan terhambat, kerusakan tulang, depigmentasi rambut dan bulu, pertumbuhan bulu abnormal, dan gangguan gastrointestinal (Arifin 2008). Kekurangan tembaga banyak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, khususnya pada bayi yang mengalami kekurangan kalori protein (KKP). Bayi tersebut akan mengalami leukopenia atau kekurangan sel darah putih serta demineralisasi tulang (Winarno 2008). Hal ini dapat disembuhkan dengan pemberian tembaga. Angka kecukupan gizi tembaga yang aman untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg. sumber makanan utam yang mengandung tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, unggas dan coklat (Almatsier 2003). Seng (Zn) Seng merupakan komponen penting dalam enzim, seperti karbonik-anhidrase dalam sel darah merah serta karboksi peptidase dan dehidrogenase dalam hati. Sebagai kofaktor, seng dapat meningkatkan aktivitas enzim (Winarno 2008). Seng dalam protein nabati kurang tersedia dan lebih sulit digunakan tubuh daripada seng dalam protein hewani. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya asam fitat yang mampu mengikat ion-ion logam (Arifin 2008).

24 11 Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat mengakibatkan terjadinya diare, gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi rata-rata seng bagi bayi umur 0-12 bulan adalah 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak umur 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2 mg/hari, serta laki-laki dan wanita umur tahun sebesar 12,6-17,4 mg/hari, sedangkan diatas tahun adalah 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Meskipun seng terdapat pada berbagai bahan pangan, namun yang merupakan sumber utama adalah daging, unggas, ikan laut, telur, keju, susu, serta kacangkacangan. Seng didalam daging dan ikan lebih tinggi ketersediaannya dibandingkan dengan seng didalam sayuran (Winarno 2008). 2.4 Kelarutan Mineral Mineral akan bersifat bioavailable (jumlah zat dari nutrisi bahan pangan yang dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh) apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Mineral dalam fungsi pemanfaatannya oleh tubuh diperlukan dalam kondisi mineral terlarut. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral di dalam tubuh (Newman dan Jagoe 1994). Daya serap mineral dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan dari faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong dari daya larut mineral dapat memecah dan mereduksi molekul-molekul mineral tersebut menjadi bentuk yang memudahkan untuk diserap oleh tubuh. Faktor yang menjadi pendorong tersebut adalah suhu dan kondisi ph asam (Sediaoetama 1993). Faktor penghambat terjadi karena molekul-molekul mineral akan diikat dan membentuk senyawa yang tidak larut sehingga menyulitkan dalam hal penyerapan oleh tubuh. Faktor penghambat tersebut seperti kondisi ph basa, keberadaan serat dan asam fitat (Newman dan Jagoe 1994). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan mineral terlarut adalah interaksi antara mineral yang satu dengan mineral lainnya dan keberadaan vitamin. Interaksi antara serat dengan mineral juga akan mempengaruhi

25 12 ketersediaan mineral. Asam fitat dalam serat kacang-kacangan dan serelia, asam oksalat dalam bayam mengikat mineral-mineral tertentu sehingga tidak dapat diabsorpsi (Almatsier 2003). Penggunaan asam sebagai media pelarut pada perebusan juga memberikan pengaruh terhadap kelarutan Ca dan Zn. Hal ini diduga bahwa pada kondisi asam dan suhu tinggi menyebabkan mineral yang asalnya berbentuk kompleks (berikatan dengan komponen lain) berubah menjadi bentuk sederhana (ion) sehingga akan meningkatkan kelarutannya. Dalam hal ini asam asetat bertindak sebagai enhancher yaitu molekul atau senyawa yang mempengaruhi bentuk mineral sehingga bersifat larut dan selanjutnya dapat diabsorpsi oleh mukosa sel usus (Suzuki et al. 1992). Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa ph dapat mempengaruhi kelarutan mineral. Penggunaan asam asetat 0.5% dapat meningkatkan kelarutan mineral Ca dan Mg pada beberapa jenis rumput laut. 2.5 Pengaruh Perebusan terhadap Kelarutan Mineral Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi, dan dapat diterima dengan baik secara sensori maupun kimia. Pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya seperti kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai (Apriyantono 2002). Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi sehingga nilai gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Metode pengolahan pangan yang paling banyak dilakukan adalah pemanasan, salah satu dari proses pemanasan tersebut adalah perebusan. Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (suhu 100 ºC) (Widyati 2004). Perebusan merupakan cara termudah dan termurah untuk memproses produk lanjutan. Perebusan juga bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim.

26 13 Pemanasan air dalam proses perebusan akan meningkatkan daya kelarutan mineral pada suatu bahan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekulmolekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Penggunaan asam dalam proses perebusan dapat mengurangi resiko pengurangan kandungan zat gizi. Reaksi asam pada saat perebusan bersifat melindungi dan mengurangi terjadinya kerusakan sampai dengan 50%. Hal ini disebabkan oleh banyaknya zat gizi yang lebih stabil dalam kondisi asam. Perebusan dengan basa, seperti penambahan soda kue dapat merusak kondisi zat gizi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya zat gizi yang bersifat kurang stabil dan mudah mengalami degradasi kimiawi, sehingga kehilangan aktivitas biologisnya (Sediaoetama 1993).

27 14 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April Penelitian ini dimulai dengan preparasi sampel dan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, serta analisis total mineral dan mineral terlarut dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu dan Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang mantis (Harpiosquilla raphidea) yang berasal dari wilayah perairan Cirebon dan Jambi dengan kondisi segar. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah akuades, larutan H 2 SO 4 pekat, NaOH pekat, asam nitrat (HNO 3 ), H 3 BO 3, kjeltab, asam klorida (HCl), kertas saring Whatman no. 42, asam asetat (CH 3 COOH), garam (NaCl) 1%. Alat yang digunakan untuk analisis antara lain gelas piala, desikator, labu takar, gelas ukur, pisau stainless stell, oven, mesin tanur pengabuan, sentrifuse, timbangan digital, pipet, cawan, termometer, hotplate, homogenizer, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan peralatan gelas lainnya. 3.3 Tahapan Penelitian Penelitian mengenai komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu preparasi contoh, pengukuran rendemen, analisis proksimat, analisis total mineral, analisis mineral terlarut serta pengolahan data. Analisis proksimat yang dilakukan adalah menghitung kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference). Tahapan penelitian ini disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2.

28 15 Gambar 2. Tahapan penelitian komposisi mineral udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dan pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral Preparasi contoh Sampel udang mantis dari Cirebon dan Jambi ukuran konsumsi yang masih dalam keadaan segar dibersihkan, ditimbang untuk mengetahui panjang dan berat awal udang. Daging kedua udang tersebut diambil untuk mengetahui rendemennya lalu dihancurkan dan dihomogenkan. Kemudian kedua jenis sampel daging udang tersebut dimasukkan ke dalam plastik yang bersih dan ditutup rapat. Sampel selanjutnya disimpan dalam freezer dengan suhu -18 ºC sampai digunakan untuk analisis. Kedua jenis sampel daging udang mantis dari Cirebon dan Jambi dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, serta dilakukan perhitungan dengan metode by difference untuk kadar karbohidrat. Analisis kadar air dilakukan sebelum sampel dibekukan dalam freezer. Hal ini bertujuan untuk menghindari perubahan kadar air pada sampel. Kedua jenis sampel juga dilakukan analisis mineral untuk mengetahui profil kandungan mineral makro (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) dan mineral mikro (besi, seng dan tembaga). Untuk mengetahui pengaruh perebusan terhadap

29 16 kelarutan mineral, kedua jenis sampel dengan berat masing-masing 10 gram dilakukan perebusan pada 40 ml tiga jenis media pelarut yaitu : air, 1% NaCl dan 0,5% asam asetat. Perebusan dilakukan pada suhu 100 ºC selama 20 menit. Tahapan analisis kadar mineral dan kelarutannya secara ringkas disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar Rendemen (AOAC 2007) Penentuan rendemen kedua jenis sampel udang mantis dari Cirebon dan Jambi dilakukan sebelum diberikan perlakuan. Penentuan nilai rendemen dilakukan dengan cara membandingkan bobot akhir dengan bobot awal dari sampel yang digunakan. Bobot akhir sampel merupakan bobot bersih bagian daging dari kedua jenis sampel tersebut Analisis proksimat Analisis proksimat yang dilakukan meliputi penentuan kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by difference). Prosedur analisis proksimat adalah sebagai berikut : 1) Kadar air (BSN ) Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu ºC selama kurang lebih 10 hingga 15 menit. Kemudian cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator selama kurang lebih 30 menit dan ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Cawan dan sampel seberat 5 g ditimbang, kemudian cawan tersebut dimasukan ke dalam oven pada suhu ºC selama kurang lebih 3-5 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai didapat berat yang konstan. Persentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : A = Berat cawan dengan sampel B = Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan

30 Gambar 3. Diagram alir analisis kadar mineral dan kelarutannya (Santoso et al. 2007) 17

31 18 2) Kadar abu (BSN ) Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Sampel dalam cawan dibakar dengan menggunakan kompor listrik di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan yang berisi sampel yang sudah dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan di dalam tanur dengan suhu 600 ºC selama 8 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang dan diulang sampai berat konstan. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : A = Berat cawan dengan sampel (g) B = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g) 3) Kadar protein (BSN ) Tahap yang dilakukan untuk analisis kadar protein terdiri dari tahap destruksi, destilasi dan titrasi. a) Tahap destruksi Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl. Satu buah kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H 2 SO 4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 ºC, ditambahkan air 10 ml. Proses destruksi dilakukan sampai warna larutan menjadi bening. b) Tahap destilasi Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan akuades sebanyak 50 ml. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi larutan H 3 BO 3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom cresol green) yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H 3 BO 3 dan indikator dalam erlenmeyer.

32 19 c) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : 4) Kadar lemak (BSN ) Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor dengan labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama menit dan ditimbang. Persentase kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus : 5) Kadar karbohidrat (Winarno 2008) Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference, yaitu pengurangan dari total dengan persentase kadar lemak, protein, air dan abu. Perhitungan rumus kadar karbohidrat (by difference) sebagai berikut: Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% kadar lemak + % kadar protein + % kadar air + % kadar abu)

33 Analisis total mineral (K, Na, Ca, Mg, Zn, Fe, Cu) (Reitz et al. 1987) Analisis mineral dilakukan untuk mengetahui komposisi dari mineral makro dan mineral mikro yang terkandung dalam sampel udang mantis. Sampel yang akan dianalisis kandungan mineral tersebut, terlebih dahulu dilakukan proses pengabuan basah. Pada proses pengabuan basah, sebanyak 1 gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Selanjutnya ditambahkan 5 ml HNO 3 dan dibiarkan selama 1 jam. Kemudian dipanaskan dalam hotplate selama ± 4 jam, dan didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 0,4 ml H 2 SO 4 pekat dan dipanaskan kembali. Setelah terjadi perubahan warna dari coklat menjadi kuning bening, sampel tersebut ditambahkan campuran HClO 4 dan HNO 3 sebanyak 3 ml, dan dipanaskan kembali selama ± 15 menit. Selanjutnya sampel ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat dan dipanaskan kembali sampai larut kemudian didinginkan. Setelah larut, sampel tersebut kemudian diencerkan menjadi 100 ml didalam labu takar dan dilakukan analisis mineral menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA 680 flame emission. Kadar mineral didalam sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut. Keterangan : a = konsentrasi larutan sampel (ppm) b = konsentrasi larutan blanko (ppm) fp = faktor pengenceran w = berat sampel (gram) Penyerapan mineral (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004) Angka kecukupan gizi (AKG) adalah jumlah zat-zat gizi yang dikonsumsi setiap hari untuk waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal rata-rata orang sehat. Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari udang mantis oleh tubuh. Perhitungan persentase penyerapan mineral dihitung dengan rumus sebagai berikut :

34 Analisis mineral terlarut (Santoso et al. 2007) Sebanyak 10 gram sampel ditambahkan dengan air atau 1% NaCl atau 0,5% asam asetat masing-masing sebanyak 40 ml dan dihomogenkan dengan menggunakan mixer pada kecepatan rpm selama 2 menit, untuk menghasilkan fraksi terlarut. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan dengan menggunakan hotplate pada suhu 100 ºC selama 20 menit. Sampel disentrifus pada kecepatan rpm, suhu 2 ºC selama 10 menit. Hasil dari sentrifus selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Hasil saringan tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan AAS dan dihitung sebagai presentase terhadap total mineral. 3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Pendugaan terhadap perbedaan komposisi proksimat dan mineral udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon diperiksa dengan menggunakan suatu uji hipotesis dua populasi. Pengujian hipotesis dua populasi dilakukan terhadap nilai tengah dua populasi dari komposisi proksimat dan mineral udang mantis dari Jambi (μ 1 ) dan komposisi proksimat dan mineral udang mantis dari Cirebon (μ 2 ). Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel Nilai uji statistik ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Walpole 1992) : T = Keterangan : T : Nilai uji statistik x 1 : Rata-rata data 1 x 2 : Rata-rata data 2 d 0 : Selisih rata-rata data 1 dan 2 sp : Nilai simpangan baku data 1 dan 2 n 1 : Jumlah populasi data 1 n 2 : Jumlah populasi data 2

35 22 Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : Komposisi proksimat : H 0 = Komposisi proksimat udang mantis dari Jambi tidak berbeda nyata dengan komposisi proksimat udang mantis dari Cirebon H 1 = Komposisi proksimat udang mantis dari Jambi berbeda nyata dengan komposisi proksimat udang mantis dari Cirebon Komposisi mineral : H 0 = Komposisi mineral udang mantis dari Jambi tidak berbeda nyata dengan komposisi mineral udang mantis dari Cirebon H 1 = Komposisi mineral udang mantis dari Jambi berbeda nyata dengan komposisi mineral udang mantis dari Cirebon Rancangan percobaan yang dipergunakan untuk perlakuan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor media perebusan (A i ) dan pengaruh perebusan (B j ) dengan masing-masing 3 ulangan. Faktor media perebusan terdiri dari tiga jenis yaitu perebusan dengan air, garam, dan asam. Pada faktor perebusan terdiri dari dua jenis, yaitu dengan perebusan dan tanpa perebusan. Pengolahan data ini dilakukan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS). Model rancangan yang digunakan adalah (Steel dan Torrie 1993) : Keterangan : Y ijk = µ + A i + B j + (AB) ij + ε ijk Y ijk : Hasil pengamatan untuk faktor jenis pelarut level ke-i dan faktor pengaruh perebusan level ke-j pada ulangan ke-k (k = 1,2,3) µ : Rataan umum A i : Pengaruh faktor media perebusan pada level ke-i (i = air; 0,5% asam asetat; 1% NaCl) B j : Pengaruh faktor perebusan pada level ke-j (j = dengan perebusan; tanpa perebusan) (AB) ij : Interaksi antara faktor media perebusan dan faktor perebusan ε ijk : Galat sisa (ukuran keragaman dari pengamatan yang nilainya merupakan diluar perlakuan)

36 23 Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : Pengaruh perlakuan faktor perebusan (tanpa perebusan dan dengan perebusan) terhadap kelarutan mineral udang mantis : H 0 = Perlakuan faktor perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis H 1 = Perlakuan faktor perebusan berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis Pengaruh perlakuan media perebusan (media asam asetat 0,5%; NaCl 1%; dan air) terhadap kelarutan mineral udang mantis : H 0 = Perlakuan media perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis H 1 = Perlakuan media perebusan berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis Pengaruh interaksi faktor A dan faktor B : H 0 = interaksi antara faktor perebusan dengan media perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis H 1 = interaksi antara faktor perebusan dengan media perebusan berpengaruh nyata terhadap kelarutan mineral udang mantis Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam pada taraf beda nyata (P<0,05). Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk melihat perlakuan mana yang berbeda, dengan rumus : Keterangan : α = Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α p = Jarak peringkat 2 perlakuan dbg = Nilai derajat bebas galat KTG = Nilai kuadrat tengah galat r = Banyaknya ulangan

37 24 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Fisik Udang Mantis Udang mantis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran berat dan panjang yang tidak seragam, akan tetapi nilai rendemen daging yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan pangan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin kecil rendemennya maka semakin rendah pula nilai ekonomis dan keefektivitasan dari produk tersebut, begitu pula semakin besar nilai rendemen produk tersebut maka semakin tinggi nilai ekonomis dan keefektivitasan suatu produk atau bahan tersebut. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis Jambi dan Cirebon disajikan pada Gambar 4. n = 20 n = 20 n = 20 n = 20 Gambar 4. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi dan Cirebon

38 25 Pada udang mantis dari Jambi, rendemen daging yang diperoleh adalah sebesar 40,28%, sedangkan untuk rendemen daging udang mantis dari Cirebon adalah sebesar 39,91%. Rendemen ini merupakan bobot bersih daging yang terdapat pada sampel. Ukuran proporsi daging merupakan yang terbesar dari keseluruhan tubuh ikan (Rogers et al. 2004). Habitat hidup dan lingkungan perairan tempat sampel udang mantis ini tidak jauh berbeda meskipun berbeda wilayah. Kondisi fisika kimia perairan habitat hidup udang mantis Jambi berada pada kisaran suhu ºC, nilai ph perairan berkisar 7-8, salinitas 22-28, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-7 mg/l, sedangkan untuk wilayah perairan Cirebon berada pada kisaran suhu ºC, nilai ph perairan berkisar 7-8,5; salinitas 20-26, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-9 mg/l (Arifuddin 2004). Hal ini diperkirakan mengakibatkan karakteristik udang mantis Jambi dan Cirebon tidak jauh berbeda Komposisi Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air, abu, protein dan lemak yang terdapat pada sampel udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon. Kandungan karbohidrat yang terdapat pada sampel dihitung secara by difference yaitu dengan cara 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein + % kadar lemak). Hasil analisis proksimat pada kedua sampel udang mantis disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi proksimat udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Komposisi Udang Mantis Udang Jambi Cirebon vannamei* Air (%) 78,27 ± 1,42 a 78,49 ± 1,65 a 81,35 ± 0,97 Abu (%) 1,60 ± 0,71 a 1,64 ± 0,11 a 0,64 ± 0,06 Protein (%) 13,11 ± 0,88 a 14,39 ± 0,39 a 17,43 ± 0,89 Lemak (%) 1,29 ± 0,30 a 0,6 ± 0,00 b 0,15 ± 0,03 Karbohidrat (by difference) (%) 5,72 ± 0,45 a 4,88 ± 1,45 a 0,44 ± 0,11 Keterangan : Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006) Produk hasil perikanan umumnya memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Rata-rata kandungan air yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon

39 26 adalah sebesar 78,27% dan 78,49%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan air pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 65,69%. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada sampel udang mantis. Rata-rata kadar abu yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 1,60% dan 1,64%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan abu pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33%. Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar protein pada udang mantis Jambi adalah sebesar 13,11%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 14,39%. Hasil kadar protein pada kedua sampel udang mantis tersebut berada di bawah kisaran kadar protein menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan protein yang terdapat pada udang berada pada kisaran 17-20%. Nilai rata-rata kadar lemak pada udang mantis Jambi adalah sebesar 1,29%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 0,6%. Hasil kadar lemak pada kedua sampel udang mantis tersebut berada pada kisaran kadar lemak menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan lemak yang terdapat pada udang adalah 0.92%. Rata-rata kadar karbohidrat yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 5,72% dan 4,88%. Kadar karbohidrat pada sampel udang menjadikan udang bukan merupakan sumber karbohidrat yang utama. Perbedaan nilai proksimat antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini disebabkan oleh perbedaan spesies, umur udang, ukuran udang, tingkat kematangan gonad, perbedaan kondisi lingkungan hidup dan tingkat kesegaraan udang tersebut. Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi nutrient, hal ini akan mempengaruhi jumlah komposisi proksimat dari udang mantis tersebut.

40 Komposisi Mineral Mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh manusia. Mineral adalah salah satu bagian dari tubuh dan memiliki peranan penting dalam pemeliharaan fungsi dari tubuh, baik itu pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral memegang peranan penting pada reaksi biokimia dalam tubuh yaitu sebagai ko-faktor enzim (Almatsier 2003) Mineral makro Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar. Kelompok mineral makro meliputi kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur, klor dan fosfor (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral makro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi mineral makro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei* Jambi Cirebon (mg/100 g bk) Natrium (Na) 887,14 ± 30,79 a 604,53 ± 27,37 b 777,45 ± 88,07 Kalium (K) 674,79 ± 44,05 a 511,03 ± 25,81 b 457,02 ± 37,20 Kalsium (Ca) 137,16 ± 2,41 a 57,91 ± 13,43 b 354,28 ± 28,51 Magnesium (Mg) 68,50 ± 2,54 a 123,73 ± 10,05 a 173,77 ± 2,37 Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006) Kandungan mineral makro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah natrium, yaitu sebesar 887,14 mg/100 g bk, diikuti oleh kalium, kalsium dan magnesium, masing-masing sebesar 674,79; 137,16 dan 68,50 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan mineral makro tertinggi adalah natrium, yaitu sebesar 604,53 mg/100 g bk, diikuti oleh kalium, magnesium dan kalsium, berturut-turut sebesar 511,03; 123,73 dan 57,91 mg/100 g bk. Kandungan natrium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan natrium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 190,4 mg/100 g. Kandungan natrium pada udang mantis Jambi

41 28 memiliki nilai lebih besar apabila dibandingkan dengan udang mantis Cirebon dan udang vannamei (Irawan 2006). Kandungan kalium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar kalium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 154,70 mg/100 g. Kandungan kalium dari Jambi dan Cirebon juga memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kalium dari udang vannamei (Irawan 2006). Konsentrasi kalsium udang mantis dari Jambi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi kalsium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 33,15 mg/100 g, sedangkan konsentrasi kalsium daging udang mantis dari Cirebon lebih kecil apabila dibandingkan dengan konsentrasi udang menurut USDA (2006). Kandungan kalsium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Jumlah kandungan magnesium pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah magnesium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 28,90 mg/100 g. Kandungan magnesium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Perbedaan kandungan mineral makro antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada habitat perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001) Mineral mikro Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Kelompok mineral mikro antara lain besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluor dan tembaga (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral mikro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 4.

42 29 Tabel 4. Komposisi mineral mikro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei* Jambi Cirebon (mg/100 g bk) Seng (Zn) 9,86 ± 0,54 a 9,86 ± 2,51 a 19,49 ± 7,65 Besi (Fe) 0,88 ± 0,08 a 1,00 ± 0,10 a Tidak terdeteksi Tembaga (Cu) 0,19 ± 0,01 a 0,72 ± 0,51 a Tidak terdeteksi Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang sama (a) pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p>0,05) * Irawan (2006) Kandungan mineral mikro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, masing-masing sebesar 0,88 dan 0,19 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan mineral mikro tertinggi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, berturut-turut sebesar 1,00 dan 0,72 mg/100 g bk. Konsentrasi seng pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi seng pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33 mg/100 g. Kandungan seng dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Kandungan tembaga pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar tembaga pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 0,16 mg/100 g. Keberadaan tembaga udang mantis dari Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan tembaga (Irawan 2006). Jumlah kandungan besi pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah besi pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 2,63 mg/100 g. Keberadaan besi dari udang mantis Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan besi (Irawan 2006). Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat mahluk hidup tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Selain itu, perbedaan kadar mineral juga

43 30 dapat disebabkan oleh perbedaan jenis spesies, konsentrasi mineral dalam habitatnya dan fase pertumbuhan (Darmono 1995) Pemenuhan kecukupan gizi mineral Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari udang mantis oleh tubuh. Informasi angka kecukupan gizi mineral dari udang mantis disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase absorpsi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis Udang Jenis mineral JAMBI CIREBON vannamei* mg % mg % mg % Natrium 183,14 36,63 123,54 24,71 137,74 27,55 Kalium 131,97 6,60 98,93 4,95 76,71 3,84 Kalsium 8,94 1,79 3,74 0,75 19,82 3,96 Magnesium 7,07 2,83 12,64 5,06 15,39 6,16 Seng 0,76 5,06 0,75 5,02 1,29 8,59 Besi 0,03 0,11 0,03 0, Tembaga 0,01 0,67 0,04 2, * Irawan (2006) Natrium pada tubuh manusia berfungsi untuk mengatur tekanan osmotik yang menjaga agar cairan tidak keluar dari dan masuk ke dalam sel-sel. Kekurangan natrium dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan cairan dalam tubuh dan dapat menurunkan tekanan darah. Angka kecukupan gizi natrium adalah mg sehari (Almatsier 2003). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon hasil penelitian ini diperkirakan dapat memberikan sumbangan natrium sebanyak 183,14 dan 123,54 mg (bb) atau sekitar 25-37% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel, dimana kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kekurangan kalium dapat terjadi karena tubuh banyak kehilangan ion kalium melalui saluran pencernaan seperti muntah-muntah atau

44 31 diare yang berat. Kekurangan kalium dapat mengakibatkan lemah, letih, lesu dan kehilangan nafsu makan (Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi dari kalium sehari-hari adalah sebesar 2000 mg. Sebanyak 90% kalium yang dikonsumsi dapat diabsorpsi oleh tubuh pada kondisi normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang kalium sebanyak 131,97 dan mg (bb) atau sekitar 5-7% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Kalsium berfungsi dalam pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium ditandai dengan melunaknya tulang akibat matriks tulang yang tidak padat. Penyakit yang biasa terjadi akibat kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang (Winarno 2008). Pencegahan kekurangan kalsium dapat diupayakan dengan asupan gizi yang cukup bagi tubuh. Pada kondisi normal, tubuh dapat mengabsorpsi sebanyak 30% dari kalsium yang dikonsumsi oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan menyumbang kalsium sebanyak 8,94 dan 3,74 mg (bb) atau sekitar 1-2% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Magnesium memegang peranan penting dalam sistem enzim di dalam tubuh. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan pertumbuhan, lemah otot dan kejang kaki (Almatsier 2003). Sekitar 30-65% magnesium dapat diserap oleh tubuh normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang magnesium sebanyak 7,07 dan 12,64 mg (bb) atau sekitar 3-5% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Seng memiliki peranan penting dalam sintesis protein serta pembelahan sel. Kekurangan seng dapat mengakibatkan terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan sistem saraf dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang seng sebanyak 0,7 mg (bb) atau sekitar 5% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor enzim tirokinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan

45 32 dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda. Kekurangan kadar tembaga dapat mengakibatkan terjadinya leukopenia atau kekurangan sel darah putih, demineralisasi tulang dan kurangnya sel darah yang dihasilkan (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi tembaga yang aman untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg (Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang tembaga sebanyak 0,01 dan 0,04 mg (bb) atau sekitar 2% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Kekurangan besi dapat mengakibatkan anemia, proses pertumbuhan terganggu dan kehilangan nafsu makan (Winarno 2008). Sekitar 15% zat besi yang dikonsumsi oleh tubuh pada kondisi normal dapat diabsorpsi (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan menyumbang besi sebanyak 0,03 mg (bb) atau sekitar 0,12% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16) Kelarutan Mineral Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Bioavailable adalah banyaknya nutrien dalam makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh pada kondisi normal. Bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh (Newman dan Jagoe 1994). Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut dalam suatu pelarut. Pada penelitian ini diamati kelarutan mineral makro (natrium dan kalsium) dan mineral mikro (seng dan besi) dari daging udang mantis dalam berbagai pelarut yang digunakan yaitu larutan asam asetat, air dan garam dengan proses perebusan dan tanpa perebusan. Pemanasan air dalam proses perebusan akan meningkatkan daya kelarutan pada suatu bahan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada

46 33 bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008) Kelarutan mineral makro Pada udang mantis Jambi, proses perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan natrium yang tertinggi yaitu 22,53%, sedangkan kelarutan natrium terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media garam yaitu sebesar 4,63%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan nilai kelarutan yang tidak jauh berbeda, dimana tingkat kelarutan natrium tertinggi terdapat pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 18,29%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media garam dan tanpa mengalami proses perebusan yaitu sebesar 3,68%. Kelarutan natrium pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 5. Histogram rata-rata kelarutan natrium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Hasil analisis ragam kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100 ºC

47 34 memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan natrium pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan natrium. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 8). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan natrium. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 8). Pada Gambar 6 menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh proses perebusan terhadap kelarutan kalsium. Pada udang mantis Jambi, proses perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan kalsium yang tertinggi sebesar 23,26%, sedangkan kelarutan kalsium terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media air yaitu sebesar 2,43%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan kalsium tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 22,11%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami proses perebusan yaitu sebesar 4,32%. Kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisis ragam kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100 ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 10).

48 35 Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 6. Histogram rata-rata kelarutan kalsium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan kalsium. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 10). Molekul-molekul berbagai senyawa dalam makanan terikat satu sama lain dalam ikatan hidrogen. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Perebusan menggunakan media asam asetat meningkatkan kelarutan natrium pada udang mantis. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya peningkatan suhu yang terdapat meningkatkan kelarutan natrium pada udang mantis tersebut. Penggunaan asam sebagai media pelarut juga memberikan pengaruh kelarutan

49 36 mineral. Hal ini dapat disebabkan karena pada kondisi ph rendah (kondisi asam) banyak zat gizi yang lebih bersifat stabil dan sulit mengalami degradasi kimiawi sehingga aktivitas biologisnya masih terjaga (Sediaoetama 1993). Suzuki et al. (2000) mempelajari kelarutan mineral pada kerang dengan perebusan menggunakan air dan garam. Dilaporkan bahwa kelarutan Ca terkadang meningkat setelah perebusan, sedangkan kelarutan Fe pada kerang mengalami penurunan setelah mengalami perebusan Kelarutan mineral mikro Pada udang mantis Jambi, perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan seng yang tertinggi yaitu 15,38%, sedangkan kelarutan seng terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media air yaitu sebesar 0,14%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan seng tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 14,73%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami perebusan yaitu sebesar 0,05%. Kelarutan seng pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 7. Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 7. Histogram rata-rata kelarutan seng akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon

50 37 Hasil analisis ragam kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan seng pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan seng. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 12). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan seng. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 12). Pada Gambar 8 menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh proses perebusan terhadap kelarutan besi. Pada udang mantis Jambi, perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan besi yang tertinggi yaitu 12,03%, sedangkan kelarutan besi terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media garam sebesar 0,58%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan besi tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 14,73%, sedangkan tingkat kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami perebusan yaitu sebesar 0,83%. Kelarutan besi pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis ragam kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 14).

51 38 Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 8. Histogram rata-rata kelarutan besi akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan besi. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 14). Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa ph dapat mempengaruhi kelarutan dari mineral. Penggunaan asam asetat 0,5% dapat meningkatkan kelarutan mineral seperti kalsium dan magnesium yang berasal dari rumput laut Indonesia. Kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat keasaman (Yoshie et al. 1997), dan persentase kelarutan Fe pada ph 2,5-3,1 juga lebih tinggi daripada ph 5,5 dalam model studi dengan menggunakan asam organik dan lignin (Suzuki et al. 1992). Mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat

52 39 meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Pemanasan diketahui dapat menyebabkan protein menjadi terdenaturasi, hal ini dapat berinteraksi dengan mineral sehingga menyebabkan mineral sulit untuk larut (Santoso et al. 2006). Pemasakan makanan dapat mempunyai efek yang positif dimana pada proses pemasakan dapat merusak inhibitor dan mengubah komponen mineral pada makanan menjadi kompleks ligan yang dapat meningkatkan sifat bioavailable-nya. Selain itu dampak yang diakibatkan dari pemasakan dapat pula bersifat negatif, yaitu apabila terjadi pengaktifan enzim yang bersifat menghambat dan membuat mineral menjadi komponen yang sulit terlarut (Watzke 1998). Hal inilah yang dapat mengakibatkan kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun.

53 40 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Komposisi mineral yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon diantaranya adalah natrium, kalium, kalsium, magnesium, seng, besi dan tembaga. Kandungan mineral makro pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah natrium, kalsium, kalium dan magnesium, sebesar 2807,39; 1111,52; 977,62 dan 612,01 mg/100 g bk. Pada udang mantis Cirebon, mineral makro terdiri dari natrium, magnesium, kalium dan kalsium, sebesar 1680,65; 975,24; 680,31 dan 474,59 mg/100 g bk. Kandungan mineral mikro pada udang mantis Jambi adalah seng, besi dan tembaga, sebesar 17,48; 6,85 dan 4,40 mg/100 g bk. Pada udang mantis Cirebon, kandungan mineral mikro terdiri dari seng, tembaga dan besi, sebesar 15,64; 9,39 dan 7,04 mg/100 g bk. Kelarutan natrium, kalsium, seng dan besi pada udang mantis Jambi dan Cirebon meningkat setelah mengalami perebusan. Kelarutan tertinggi natrium, kalsium, seng dan besi terdapat pada proses perebusan dengan menggunakan media asam asetat 0,5% Saran Saran dari penelitian ini diantaranya : a) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bioavailabilitas mineral secara in vitro dan in vivo, b) perlu dilakukan penelitian terhadap proses pengolahaan udang yang lebih bervariasi yang berkaitan dengan kelarutan mineral, dan c) perlu dilakukan terhadap kandungan logam berat dalam udang mantis.

54 41 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-18. Airlington, Virginia : AOAC Inc. Apriyantono A Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. [15 Juni 2010]. Arifin Z Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27(3) : Arifuddin R Hubungan Panjang dan Lebar Terhadap Berat, Faktor Kondisi, Perbandingan Kelamin, dan Potensi Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus Linn) di Perairan Bondet, Cirebon, Jawa Barat. [1 Juli 2010]. Darmono Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. Jakarta : UI Press. Farrel KT Spices, Condiments and Seasonings 2 nd Edition. New York : Van Nostrand Reinhold. Gaman PM, Sherrington KB Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Ed ke-2. Kasmidjo RB, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : The Science of Food : An Intriduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Groff JL, Gropper SS Advanced Nutrition and Human Metabolism. Ed ke-3. Belmont: Wadsworth Publishing. Irawan A Kandungan mineral cumi-cumi (Loligo sp.) dan udang vannamei (Litopenaeus vannamei) serta pengaruh perebusan terhadap kelarutan mineral [skripsi]. Bogor : Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Irawan MA Cairan Tubuh, Elektrolit dan Mineral. [18 Januari 2010]. Jobling M, Houlihan D, Boujard T Food Intake in Fish. Oxford : Blackwell Science Ltd.

55 42 Lovett DL A Guide to the Shrimps, Prawns, Lobsters and Crabs of Malaysia and Singapore. Selangor: Faculty of Fisheries and Marine Science. Universiti Pertanian Malaysia. Motoyama K, Suma Y, Ishizaki S, Nagashima Y, Lu Y, Ushio H, Shiomi K Identification of tropomyosins as major allergens in antartic krill and mantis shrimp and their amino acid sequence characteristic. Marine Biotechnology Journal. 10 (6) : Newman MC, Jagoe CH Ligands and the bioavailability of metals in aquatic environments. Dalam Hamelick JL, Bergman PF, Bergman HL, Benson WH, Bioavailability : Physical, Chemical, and Biological Interactions. Boca Raton : CRC Press, Lewis Publishers. Okuzumi M, Fujii T Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Tokyo: National Cooperative Association of Squid Processor. Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP A Simple Wet Oxidation Procedure for Biological Material. West Lafayee : Animal Science Purdue University. Rogers JF, Cole RC, Smith JD An Illustrated Guide to Fish Preparation Tropical Product. London : Institute London. Santoso J, Gunji S, Yoshie-Stark Y, Suzuki T Mineral contens of Indonesian seaweeds and mineral solubility affected by basic cooking. Food Science and Technology Research. 12 (1) : Santoso J, Nurjanah, Abi I Kandungan dan kelarutan mineral pada cumi-cumi (Loligo sp) dan udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 1 : Sediaoetama AD Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. BSN [Badan Standardisasi Nasional] Cara Uji Kimia Bagian 1 : Penentuan Kadar Abu pada Produk Perikanan. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Cara Uji Kimia Bagian 2 : Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Cara Uji Kimia Bagian 3 : Penentuan Kadar Lemak Total pada Produk Perikanan. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Cara Uji Kimia Bagian 4 : Penentuan Kadar Protein dengan Metode Total Nitrogen pada Produk Perikanan. SNI Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

56 43 Steel RGD, Torrie JH Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Principle and Procedures of Statistics. Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M Avertebrata Air untuk Mahasiswa Perikanan Jilid 2. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suzuki T, Clydesdale FM, Pandolf T Solubility of iron in model containing organic acids and lignin. Journal of Food Protection. 55: Suzuki T, Yoshie Y, Horii A Solubility of minerals in shellfish by heating with salt water. dalam Carman O, Sulistiono, Purbayanto A, Suzuki T, Watanabe S, Arimoto T (eds). The proceeding of the JSPS-DGHE international symposium on fisheries science in tropical area (pp ). TUF International JSPS Project, Tokyo. USDA [United States Department of Agriculture] Shrimp Nutrition Information. [12 November 2009]. Walpole RE Pengantar Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta : PT Gramedia. Terjemahan dari : Introduction to Statistics 3 rd ed. Watzke HJ Impact of processing on bioavailability examples of minerals in foods. Trends in Food Science and Technology. 8: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta, Mei Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Widyati R Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Eropa. Jakarta : PT Grasindo. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press. Yoshie Y, Suzuki T, Clydesdale FM Iron solubility from seafoods with added iron and organic acids under simulated gastrointestinal conditions. Journal of Food Quality. 20:

57 44

58 45 LAMPIRAN Lampiran 1. Rekapitulasi berat, panjang dan rendemen udang mantis a. Jambi No. Panjang Total Berat total Berat daging Rendemen daging (cm) (g) (g) (%) 1 22, ,99 41, , ,49 41, , ,20 37, ,64 41, , ,65 40, , ,08 42, , ,40 40, , ,02 48, , ,59 39, , ,92 38, , ,76 52, , ,74 37, , ,56 38, , ,07 37, , ,41 38, , ,14 39, , ,15 38, , ,54 39, , ,77 33, , ,42 41,89 Rata-rata 20,26 ± 2,05 89,15 ± 16,40 36,18 ± 9,37 40,28 ± 4,03 b. Cirebon No. Panjang Total Berat total Berat daging Rendemen daging (cm) (g) (g) (%) 1 11,2 15 5,41 36, ,1 14 5,29 37, ,6 16 5,65 35, , ,47 37, , ,83 38, ,6 21 8,62 41, ,9 24 9,84 41, , ,63 40, , ,99 40, , ,89 44, ,6 16 5,79 36, , ,74 47, ,5 19 7,36 38, ,8 21 8,25 39, ,2 8 2,82 35, ,1 11 4,08 37, , ,40 45, , ,34 47, , ,11 40, ,8 26 9,90 38,07 Rata-rata 12,67 ± 1,60 23,95 ± 9,16 9,77 ± 4,29 39,91 ± 3,66

59 46 c. Contoh perhitungan rendemen daging udang mantis Lampiran 2. Rekapitulasi analisis data proksimat udang mantis a. Analisis kadar air Udang Mantis Keterangan Jambi Cirebon Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Berat contoh (g) 2,04 2,06 2,11 2,48 2,27 2,57 Berat contoh kering (g) 0,44 0,42 0,49 0,5 0,53 0,54 Kehilangan berat (g) 1,6 1,64 1,62 1,98 1,74 2,03 Kadar air (%) 78,43 79,61 76,78 79,84 76,65 78,99 Rata-rata (%) 78,27 ± 1,42 78,49 ± 1,65 Contoh perhitungan kadar air pada udang mantis Jambi : Keterangan : A = Berat cawan dengan sampel B = Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan Hasil uji T kadar air : t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Kadar air) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

60 47 b. Analisis kadar abu Udang Mantis Keterangan Jambi Cirebon Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Berat contoh (g) 2,04 2,06 2,11 2,48 2,27 2,57 Berat abu (g) 0,02 0,03 0,05 0,04 0,04 0,04 Kadar abu (%) 0,98 1,46 2,37 1,61 1,76 1,56 Rata-rata (%) 1,60 ± 0,71 1,64 ± 0,11 Contoh perhitungan kadar abu pada udang mantis Jambi : Keterangan : A = Berat cawan dengan sampel (g) B = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g) Hasil uji T kadar abu : t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Kadar abu) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

61 48 c. Analisis kadar protein Udang Mantis Keterangan Jambi Cirebon Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Volume HCl titrasi blanko (ml) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Volume HCl titrasi sampel (ml) 15 13,47 14,67 15,85 16,15 15,35 Berat contoh (mg) Kadar protein (%) 13,76 12,12 13,46 14,54 14,67 13,94 Rata-rata (%) 13,11 ± 0,88 14,39 ± 0,39 Contoh perhitungan kadar protein pada udang mantis Jambi : Hasil uji T kadar protein : t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Kadar protein) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

62 49 d. Analisis kadar lemak Udang Mantis Keterangan Jambi Cirebon Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Berat contoh (g) 5,01 5,03 5,00 5,01 5,01 5,02 Berat lemak (g) 0,05 0,08 0,17 0,03 0,03 0,03 Kadar lemak (%) 1,00 1,59 1,29 0,60 0,60 0,60 Rata-rata (%) 1,29 ± 0,30 0,60 ± 0,00 Contoh perhitungan kadar lemak pada udang mantis Jambi : Hasil uji T kadar lemak : t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Kadar lemak) Variable 1 Variable 2 Mean Variance E-07 Observations 3 3 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail e. Analisis kadar karbohidrat Udang Mantis Keterangan Jambi Cirebon Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Kadar karbohidrat (%) 5,83 5,23 6,10 3,41 6,32 4,91 Rata-rata (%) 5,72 ± 0,45 4,88 ± 1,45

63 50 Contoh perhitungan kadar karbohidrat pada udang mantis Jambi % Kadar karbohidrat = 100 % - (% kadar lemak + % kadar protein + % kadar air + % kadar abu) = 100 % - (1, , ,43 + 0,98) = 5,83 % Hasil uji T kadar karbohidrat : t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Kadar karbohidrat) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

64 51 Lampiran 3. Rekapitulasi data profil mineral udang mantis a. Rekapitulasi data profil mineral udang mantis Jambi (mg/100 g) Mineral Basis basah (bb) Basis kering (bk) Rata-rata Rata-rata Natrium 200,22 190,84 187,26 192,78 921,40 878,24 861,78 887,14 Kalium 155,22 148,37 136,31 146,63 714,30 682,78 627,30 674,79 Kalsium 29,22 30,22 29,97 29,80 134,45 139,08 137,93 137,16 Magnesium 14,99 15,38 14,29 14,89 68,96 70,79 65,76 68,50 Besi 0,21 0,18 0,19 0,19 0,97 0,82 0,85 0,88 Seng 2,28 2,09 2,06 2,14 10,48 9,64 9,46 9,86 Tembaga 0,04 0,04 0,04 0,04 0,19 0,18 0,19 0,19 b. Rekapitulasi data profil mineral udang mantis Cirebon (mg/100 g) Mineral Basis basah (bb) Basis kering (bk) Rata-rata Rata-rata Natrium 131,06 123,70 135,34 130,04 609,29 575,10 629,22 604,53 Kalium 111,83 103,67 114,27 109,92 519,88 481,96 531,26 511,03 Kalsium 15,02 13,03 9,33 12,46 69,81 60,55 43,35 57,91 Magnesium 27,47 28,22 24,16 26,61 127,69 131,19 112,30 123,73 Besi 0,19 0,21 0,24 0,21 0,91 0,97 1,11 1,00 Seng 2,74 1,85 1,77 2,12 12,75 8,58 8,25 9,86 Tembaga 0,28 0,13 0,06 0,15 1,28 0,59 0,28 0,72

65 52 c. Contoh perhitungan profil mineral Kurva standar natrium Konsentrasi (ppm) Absorban 0 0,0005 0,25 0,1410 0,5 0, ,4899 1,5 0, ,7973 2,5 0, Kurva Standar Natrium Konsentrasi (ppm) y = 2.559x R² = Absorban Standar (ppm sampel ppm blanko) ml aliquot fp % Kadar mineral (mg/100g basis basah) = 10 w = (0,4404 0,0262) ,17 = 200,22 (basis basah) Kadar mineral basis basah % Kadar mineral (mg/100g basis kering) = 100% (100% - % kadar air) = 200,22 100% (100% - 78,27%) = 714,30 (basis kering)

66 53 d. Hasil analisis uji T total mineral Kalium (K) t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Kalium) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 Pooled Variance Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail Kalsium (Ca) t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Kalsium) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 Pooled Variance Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

67 54 Natrium (Na) t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Natrium) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 Pooled Variance Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail Magnesium (Mg) t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Magnesium) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 Pooled Variance Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

68 55 Seng (Zn) t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Seng) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 Pooled Variance Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail Besi (Fe) t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Besi) Variable 1 Variable 2 Mean Variance Observations 3 3 Pooled Variance Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

69 56 Tembaga (Cu) t-test: Two-Sample Assuming Equal Variances (Tembaga) Variable 1 Variable 2 Mean Variance E Observations 3 3 Pooled Variance Hypothesized Mean Difference 0 df 4 t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail

70 57 Lampiran 4. Data kelarutan natrium pada udang mantis karena pengaruh perebusan a. Dengan perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 200,28 22,58 Jambi asam asetat 2 199,45 22,48 Jambi garam 1 91,58 10,32 Jambi garam 2 93,05 10,49 Jambi air 1 134,84 15,20 Jambi air 2 136,31 15,37 Cirebon asam asetat 1 109,16 18,06 Cirebon asam asetat 2 112,01 18,53 Cirebon garam 1 50,16 8,30 Cirebon garam 2 51,63 8,54 Cirebon air 1 76,76 12,70 Cirebon air 2 76,48 12,65 Rata-rata kelarutan (%) 22,53 10,41 15,28 18,29 8,42 12,67 b. Tanpa perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 92,96 10,48 Jambi asam asetat 2 98,76 11,13 Jambi garam 1 39,02 4,40 Jambi garam 2 43,07 4,86 Jambi air 1 56,05 6,32 Jambi air 2 55,68 6,28 Cirebon asam asetat 1 57,06 9,44 Cirebon asam asetat 2 57,34 9,49 Cirebon garam 1 24,48 4,05 Cirebon garam 2 20,06 3,32 Cirebon air 1 27,52 4,55 Cirebon air 2 28, Rata-rata kelarutan (%) 10,81 4,63 6,30 9,46 3,68 4,62 c. Contoh perhitungan kelarutan natrium pada proses perebusan udang mantis Jambi dengan media asam konsentrasi perebusan Kelarutan = 100 % konsentrasi profil = 200, % 887,14 = 22,58 %

71 58 d. Contoh perhitungan kelarutan natrium pada proses perebusan udang mantis Jambi dengan media garam (NaCl 1%) Konsentrasi NaCl = 1 % = 1 gram dalam 100 g atau 100 ml larutan Konsentrasi natrium dalam 1 % NaCl : mr Na = 1 gram mr NaCl 23 = 1 gram 58,5 = 0,4 g / 100 g = 400 mg / 100 g Kadar natrium pada media garam (NaCl 1%) (ppm sampel ppm blanko) ml aliquot fp % Kadar mineral (mg/100g basis basah) = 10 w = (0,6166 0,0825) = 1068,20 (basis basah) Kadar mineral basis basah % Kadar mineral (mg/100g basis kering) = 100% (100% - % kadar air) = 1068,20 100% (100% - 78,27%) = 491,58 (basis kering) Kadar Na = kadar natrium analisis - kadar natrium larutan NaCl 1% = 491,58 mg/100 g mg/100 g = 91,58 mg/100 g Kelarutan Natrium : konsentrasi perebusan Kelarutan = 100 % konsentrasi profil = 91, % 887,14 = 10,32 %

72 59 Lampiran 5. Data kelarutan kalsium pada udang mantis karena pengaruh perebusan a. Dengan perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 31,84 23,21 Jambi asam asetat 2 31,97 23,30 Jambi garam 1 18,80 13,71 Jambi garam 2 19,39 14,14 Jambi air 1 9,65 7,04 Jambi air 2 9,83 7,17 Cirebon asam asetat 1 13,20 22,79 Cirebon asam asetat 2 12,41 21,42 Cirebon garam 1 7,14 12,33 Cirebon garam 2 7,20 12,43 Cirebon air 1 4,82 8,33 Cirebon air 2 5,09 8,79 Rata-rata kelarutan (%) 23,26 13,92 7,10 22,11 12,38 8,56 b. Tanpa perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 19,28 14,06 Jambi asam asetat 2 19,33 14,09 Jambi garam 1 11,36 8,28 Jambi garam 2 11,32 8,25 Jambi air 1 3,21 2,34 Jambi air 2 3,45 2,52 Cirebon asam asetat 1 6,06 10,46 Cirebon asam asetat 2 6,21 10,73 Cirebon garam 1 4,43 7,64 Cirebon garam 2 4,34 7,50 Cirebon air 1 2,43 4,20 Cirebon air 2 2,58 4,45 Rata-rata kelarutan (%) 14,07 8,27 2,43 10,59 7,57 4,32 c. Contoh perhitungan kelarutan kalsium pada proses perebusan udang mantis Jambi dengan media asam konsentrasi perebusan Kelarutan = 100 % konsentrasi profil = 31, % 137,16 = 23,21 %

73 60 Lampiran 6. Data kelarutan seng pada udang mantis karena pengaruh perebusan a. Dengan perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 1,53 15,52 Jambi asam asetat 2 1,50 15,23 Jambi garam 1 0,67 6,81 Jambi garam 2 0,67 6,80 Jambi air 1 0,14 1,39 Jambi air 2 0,10 1,03 Cirebon asam asetat 1 1,50 15,25 Cirebon asam asetat 2 1,40 14,22 Cirebon garam 1 0,39 3,93 Cirebon garam 2 0,39 3,91 Cirebon air 1 0,10 0,97 Cirebon air 2 0,09 0,94 Rata-rata kelarutan (%) 15,38 6,80 1,21 14,73 3,92 0,96 b. Tanpa perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 1,21 8,13 Jambi asam asetat 2 1,00 8,10 Jambi garam 1 1,74 5,64 Jambi garam 2 1,74 4,69 Jambi air 1 0,03 0,16 Jambi air 2 0,02 0,11 Cirebon asam asetat 1 0,23 7,86 Cirebon asam asetat 2 0,23 7,64 Cirebon garam 1 0,77 2,31 Cirebon garam 2 0,75 2,34 Cirebon air 1 0,01 0,07 Cirebon air 2 0,00 0,03 Rata-rata kelarutan (%) 8,12 5,16 0,14 7,75 2,32 0,05 c. Contoh perhitungan kelarutan seng pada proses perebusan udang mantis Jambi dengan media asam konsentrasi perebusan Kelarutan = 100 % konsentrasi profil = 1, % 9,86 = 15,52 %

74 61 Lampiran 7. Data kelarutan besi pada udang mantis karena pengaruh perebusan a. Dengan perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 0,10 11,92 Jambi asam asetat 2 0,11 12,13 Jambi garam 1 0,01 1,67 Jambi garam 2 0,02 2,61 Jambi air 1 0,04 4,71 Jambi air 2 0,05 5,75 Cirebon asam asetat 1 0,15 15,09 Cirebon asam asetat 2 0,14 14,36 Cirebon garam 1 0,04 4,14 Cirebon garam 2 0,04 4,23 Cirebon air 1 0,03 3,22 Cirebon air 2 0,04 4,14 Rata-rata kelarutan (%) 12,03 2,14 5,23 14,73 4,19 3,68 b, Tanpa perebusan Sampel mg/100 g (bk) Kelarutan (%) Jambi asam asetat 1 0,08 8,99 Jambi asam asetat 2 0,07 8,16 Jambi garam 1 0,01 0,63 Jambi garam 2 0,00 0,52 Jambi air 1 0,01 1,05 Jambi air 2 0,02 1,78 Cirebon asam asetat 1 0,07 6,99 Cirebon asam asetat 2 0,06 6,26 Cirebon garam 1 0,01 1,10 Cirebon garam 2 0,01 1,38 Cirebon air 1 0,01 0,64 Cirebon air 2 0,01 1,01 Rata-rata kelarutan (%) 8,58 0,58 1,41 6,63 1,24 0,83 c. Contoh perhitungan kelarutan natrium pada proses perebusan udang mantis Jambi dengan media asam konsentrasi perebusan Kelarutan = 100 % konsentrasi profil = 0, % 0,88 = 11,92 %

75 62 Lampiran 8. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan natrium pada udang mantis Jambi a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air Rebus E Non Rebus E Total b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

76 63 Lampiran 9. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan natrium pada udang mantis Cirebon a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air Rebus E Non Rebus E Total b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

77 64 Lampiran 10. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air 1 23,21 13,71 7,04 Rebus 2 23,30 14,14 7,17 E 46,52 27,85 14,21 88, ,06 8,28 2,34 Non 2 14,09 8,25 2,52 Rebus E 28,15 16,53 4,86 49,54 Total 74,67 44,38 19,06 138,11 b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

78 65 Lampiran 11. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan kalsium pada udang mantis Cirebon a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air 1 22,79 12,33 8,33 Rebus 2 21,42 12,43 8,79 E 44,22 24,76 17,12 86, ,46 7,64 4,20 Non 2 10,73 7,50 4,45 Rebus E 21,19 15,15 8,65 44,98 Total 65,40 39,91 25,76 131,07 b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

79 66 Lampiran 12. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan seng pada udang mantis Jambi a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air 1 15,52 6,81 1,39 Rebus 2 15,23 6,80 1,03 E 30,76 13,61 2,42 46,78 1 8,13 5,64 0,16 Non 2 8,10 4,69 0,11 Rebus E 16,23 10,32 0,27 26,83 Total 46,99 23,93 2,69 73,61 b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

80 67 Lampiran 13. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan seng pada udang mantis Cirebon a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air 1 15,25 3,93 0,97 Rebus 2 14,22 3,91 0,94 E 29,47 7,84 1,91 39,22 1 7,86 2,31 0,07 Non 2 7,64 2,34 0,03 Rebus E 15,50 4,65 0,10 20,25 Total 44,96 12,49 2,02 59,47 b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

81 68 Lampiran 14. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan besi pada udang mantis Jambi a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air 1 11,92 1,67 4,71 Rebus 2 12,13 2,61 5,75 E 24,06 4,29 10,46 38,80 1 8,99 0,63 1,05 Non 2 8,16 0,52 1,78 Rebus E 17,15 1,15 2,82 21,13 Total 41,21 5,44 13,28 59,93 b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

82 69 Lampiran 15. Rancangan acak lengkap faktorial, tabel sidik ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan besi pada udang mantis Cirebon a. Rancangan acak lengkap faktorial Jenis Ulangan Asam Garam Air 1 15,09 4,14 3,22 Rebus 2 14,36 4,23 4,14 E 29,45 8,38 7,36 45,19 1 6,99 1,10 0,64 Non 2 6,26 1,38 1,01 Rebus E 13,25 2,49 1,66 17,40 Total 42,71 10,86 9,02 62,59 b. Tabel Sidik Ragam (TSR) c. Uji lanjut Duncan

83 70 Lampiran 16. Pemenuhan kecukupan gizi mineral a. Tabel absorpsi mineral dalam 100 g bahan yang dikonsumsi Jenis mineral Daya AKG JAMBI CIREBON Absorpsi (mg) mg % mg % Natrium 95% ,14 36,63 123,54 24,71 Kalium 90% ,97 6,60 98,93 4,95 Kalsium 30% 500 8,94 1,79 3,74 0,75 Magnesium 47,50% 250 7,07 2,83 12,64 5,06 Seng 35,50% 15 0,76 5,06 0,75 5,02 Besi 15% 25 0,03 0,11 0,03 0,13 Tembaga 25% 1,5 0,01 0,67 0,04 2,50 b. Contoh perhitungan absorpsi natrium dari udang mantis oleh tubuh Absorpsi natrium oleh tubuh adalah sebesar 95 % (Groff dan Gropper 1999), Absorpsi natrium = daya absorpsi konsumsi natrium yang berasal dari udang = 95 % 192,78 (rata-rata kadar natrium (bb)) = 183,14 mg absorpsi natrium oleh tubuh Persentase natrium = 100 % AKG natrium sehari-hari = 183, % 500 = 36,63 %

84 71 Lampiran 17. Foto udang mantis (Harpiosquilla raphidea) a. Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi b. Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Cirebon

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis ( Harpiosquilla raphidea 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Udang Mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis (Harpiosquilla raphidea) merupakan jenis udang yang bersifat sebagai predator. Pemberian nama udang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 aktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Mineral Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2011

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk

menyebabkan air dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel, sehingga tekanan osmotik dari cairan ekstraseluler meningkat. Volume cairan, termasuk MINERAL Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN Oleh : Muhammad Nabil C03400041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei 2011. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departeman

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989)

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) 153 LAMPIRA 154 Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut Asap dengan Kombinasi Bumbu dilakukan pada bulan Agustus 2009 Januari 2010 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode 16 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011, bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 bertempat di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 bertempat di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 bertempat di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di III. MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU),

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mineral merupakan unsur kimia yang diperlukan untuk tubuh kita. Mineral bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus mendapatkannya dari luar tubuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI MAKALAH PENELITIAN PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI Oleh : Arnoldus Yunanta Wisnu Nugraha L2C 005 237

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S

KLASIFIKASI MINERAL. Makro : Kebutuhan minimal 100 mg/hari utk orang dewasa Ex. Na, Cl, Ca, P, Mg, S ANALISIS KADAR ABU ABU Residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari bahan menunjukkan : Kadar mineral Kemurnian Kebersihan suatu bahan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini merupakan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi komposisi nutrisi kulit ubi kayu dengan perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Mei

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014 bertempat di Labolaturium Teknologi Pascapanen (TPP) dan analisis Kimia dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp Oleh : M.Teddy.S C34101062 Skripsi PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 Januari 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 Januari 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 Januari 2013. Pembuatan kue bagea dan tepung tulang ikan tuna dilakukan di Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) Oleh : Dwi Sartika C34104025 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci