BIROKRASI Max Weber. 1. Karakteristik Birokrasi Fungsi kepegawaian administrasi modern dijelaskan dalam cara sebagai berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIROKRASI Max Weber. 1. Karakteristik Birokrasi Fungsi kepegawaian administrasi modern dijelaskan dalam cara sebagai berikut:"

Transkripsi

1 BIROKRASI Max Weber 1. Karakteristik Birokrasi Fungsi kepegawaian administrasi modern dijelaskan dalam cara sebagai berikut: I. Ada prinsip area jurisdiksi tetap dan area jurisdiksi resmi, yang umumnya diatur oleh aturan, yaitu tepatnya, oleh hukum atau regulasi administratif. 1. Aktivitas rutin yang diperlukan untuk tujuan struktur pemerintah birokratik didistribusikan dalam sebuah cara tetap sebagai kewajiban pejabat. 2. Otoritas untuk memberikan perintah demi pelaksanaan kewajiban didistribusikan dalam cara stabil, dan dibatasi oleh aturan yang mengatur cara koersif, cara fisik, atau lainnya, yang bisa ditugaskan saat menempatkan pejabat. 3. Ketentuan metode dibuat demi perwujudan rutin dan kontinyu dari kewajiban dan demi penggunaan hak terkait, dan hanya orang yang memiliki kualifikasi yang dipekerjakan. Dalam pemerintah publik dan berbasis hukum, ada tiga elemen yang merepresentasikan otoritas birokratik. Dalam dominasi ekonomi privat, ini disebut manajemen birokratik. Birokrasi bisa berkembang pesat dalam komunitas politik dan eklesiastik, dan komunitas ini hanya ditemukan di negara modern, dan di dalam ekonomi privat, birokrasi hanya bisa ditemukan dalam institusi paling maju dari kapitalisme. Otoritas kantor publik dan permanen, dengan jurisdiksi tetap, bukanlah aturan historis, tapi merupakan pengecualian. Ini diterapkan dalam struktur politik besar seperti di jaman Oriental Kuno, kekaisaran 1

2 penguasan Jerman dan Mongolia, atau struktur negara feodal. Di semua jaman, penguasa selalu mengambil tindakan seperti mengangkat wakil pribadi, ajudan pertemuan, dan pelayan istana. Komisi dan otoritas tidak pernah dibatasi jumlahnya, tapi itu digunakan dalam setiap kasus dalam cara sementara. II. Prinsip hirarki kantor dan level grade otoritas mencerminkan sebuah sistem atasan dan bawahan dimana ada pengawasan terhadap kantor bawahan oleh kantor atasan. Sistem tersebut memberikan kemungkinan membawa keputusan dari kantor bawahan ke otoritas tinggi, tentunya berdasarkan regulasi terkait. Seiring berkembangnya tipe birokratik, maka hirarki kantor disusun secara monokratik. Prinsip otoritas kantor hirarkis ditemukan di semua struktur birokratik, baik apakah itu struktur negara dan eklesiastik atau organisasi partai besar dan perusahaan privat. Prinsip tersebut juga ditemukan tanpa peduli karakter birokrasinya, apakah otoritasnya disebut publik atau privat. Ketika prinsip kompetensi jurisdiksi dijalankan, subordinasi hirarkis setidaknya di kantor publik tidak berarti bahwa otoritas tinggi akan diotorisasi untuk mentakeover bisnis level bawah. Yang terjadi sebaliknya. Ketika dibentuk dan diberi tugas, sebuah kantor cenderung berkelanjutan dan dijalankan oleh inkumben lainnya. III. Manajemen kantor modern didasarkan pada dokumen tertulis ( file ), yang disimpan dalam bentuk asli atau kasar. Karena itu, selalu ada staff untuk mengurus pejabat dan menulis kegiatannya. Sejumlah pejabat aktif bekerja di kantor publik, bersama dengan perangkat materi dan file-nya, yang memang menjadi penyusun dari sebuah biro. Dalam perusahaan privat, biro sering disebut kantor. 2

3 Dalam prinsipnya, organisasi modern dari layanan sipil memisahkan biro dari domisili privat pejabat, dan secara general, birokrasi memisahkan aktivitas pejabat dari ranah kehidupan privatnya. Uang dan peralatan publik dipisah dari properti privat pejabat. Kondisi ini adalah produk dari pembangunan panjang. Situasi ini ditemukan dalam perusahaan publik atau privat. Di perusahaan privat, prinsip ini bahkan dijalankan oleh pemilik usaha. Dalam prinsipnya, kantor eksekutif dipisah dari keluarga, bisnis dipisah dari korespondensi privat, dan aset bisnis dipisah dari keuntungan privat. Semakin modern tipe manajemen bisnisnya, semakin kuat pemisahan ini. Proses ini sudah ditemukan seawal-awalnya di Abad Pertengahan. Pengusaha modern menjadikan dirinya sebagai pejabat pertama dari perusahaannya, dalam cara sama seperti penguasa negara birokratik modern dalam menggambarkan dirinya sebagai pelayan pertama dari negara. Ide bahwa aktivitas biro dari negara memiliki karakter berbeda dari manajemen kantor ekonomi privat, adalah prinsip Eropa kontinental dan ini berlawanan dengan cara Amerika. IV. Manajemen kantor, setidaknya, adalah manajemen kantor khusus dan manajemen tersebut dikembangkan dalam cara modern biasanya melibatkan training kepakaran dan menyeluruh. Ini sering ditemukan di kalangan eksekutif modern dan pegawai dari perusahaan privat, tapi ini juga mulai diberlakukan bagi pejabat negara. V. Ketika kantor sudah berkembang, aktivitas pejabat membutuhkan kapasitas kerja penuh dari pejabat, tidak peduli fakta bahwa waktu kerjanya di biro adalah terbatas. Dalam kasuk normal, ini hanyalah produk dari perkembangan normal, baik dalam kantor publik atau kantor privat. Di kantor publik, urusan normalnya, 3

4 yaitu urusan publik, sering dipengaruhi bisnis pejabat yang menjadi aktivitas sekunder. VI. Manajemen kantor mengikuti aturan general, yang kurang atau lebih stabil, kurang atau lebih padat, dan yang bisa dipelajari lebih jauh. Pengetahuan tentang aturan general tersebut merepresentasikan hasil sebuah pembelajaran teknis yang dilakukan pejabat. Pengetahuan aturan tersebut bisa meliputi persoalan jurisprudensi, atau manajemen administratif atau bisnis. Imbas dari pengetahuan tersebut adalah bahwa level manajemen kantor modern berkurang menjadi sekadar aturan-aturan dan ini adalah sifat natural. Teori administrasi publik modern, tentu saja, berasumsi bahwa otoritas untuk memberikan perintah yang berdasarkan ketentuan hukum yang diberikan secara legal ke otoritas publik tidak mengharuskan biro untuk meregulasi persoalan lewat perintah di setiap kasus, tapi hanya meregulasi persoalan dalam cara abstrak. Ini berbeda dari regulasi yang mengatur semua hubungan yang dibentuk lewat privilege individu dan pemberian dukungan, yang terlihat dominan dalam patrimonialisme, setidaknya bila mempertimbangkan bahwa hubungan tersebut tidak didasari oleh tradisi yang disucikan. 2. Posisi Pejabat Karakteristik birokrasi yang dijelaskan sebelumnya berimbas ke posisi internal dan eksternal dari pejabat seperti berikut: I. Mengelola kantor adalah vokasi atau pekerjaan Training dibutuhkan untuk memastikan penggunaan kapasitas kerja keseluruhan dalam periode waktu yang lama, dan sekaligus untuk menguji prasyarat pekerjaan. Posisi pejabat adalah sifat dari kewajiban. Ini menentukan struktur internal dari hubungan dalam cara berikut. Secara legal 4

5 dan aktual, pengelolaan kantor bukanlah sumber untuk eksploitasi demi mendapatkan rent (fasilitas) atau emolumen (uang tambahan). Cara pengelolaan kantor demi keuntungan pribadi sering ditemukan di Jaman Pertengahan dan bahkan masih ditemukan sampai sekarang. Mengelola kantor tidak dianggap sebagai pertukaran layanan demi keuntungan ekuivalen, seperti dalam kasus kontrak kerja bebas. Keberhasilan masuk ke dalam tatanan pengelolaan kantor, seperti juga di ekonomi privat, dianggap sebagai sikap menerima kewajiban manajemen dan imbalannya adalah keamanan kerja. Sifat dari loyalitas modern di sebuah kantor, dalam tipe murninya, tidak menciptakan hubungan ke seseorang. Hubungan ke orang yang dimaksud di sini adalah seperti keyakinan budak atau murid dalam hubungan otoritas feodal atau patrimonial. Loyalitas modern ditekankan ke tujuan impersonal dan fungsional. Di balik tujuan fugnsional, ide nilai-kultur biasanya ditegakkan. Ini adalah ersatz untuk majikan personal duniawi atau supra-mundane. Ide seperti negara, gereja, komunitas, partai, atau perusahaan adalah pikiran yang direalisasikan dalam sebuah komunitas, dan ini memberikan efek ideologi bagi para majikan. Pejabat politik setidaknya di negara modern maju bukanlah pelayan pribadi dari penguasa. Saat ini, pastur, pendeta, dan penutur, tidak lagi, seperti di jaman Kristen awal, pemilik karisma personal murni. Nilai supra-mundane dan nilai kesucian sepertinya hanya diberikan ke setiap orang yang pantas menerima dan yang bahkan memintanya. Di jaman dulu, leader bertindak berdasarkan perintah personal dari majikannya. Pada prinsipnya, mereka bertanggungjawab hanya ke majikannya. Sekarang, meski teori lama masih bertahan, meski itu cuma sebagian, leader agama adalah pejabat dalam lingkup layanan tujuan fungsionalnya. Di jaman sekarang, gereja adalah rutinitas dan karena itu, memberikan efek ideologi. 5

6 II. Posisi personal pejabat dipolakan dalam cara berikut: 1. Apakah pejabat berada di kantor privat atau biro publik, pejabat modern selalu memiliki martabat sosial yang lebih tinggi dibanding yang diurus. Posisi sosialnya ini dijamin oleh aturan preskriptif urutan pangkat, dan untuk pejabat politik, kehormatannya diberikan lewat pendefinisian khusus di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang melarang penghinaan pejabat dan penistaan terhadap otoritas negara dan gereja. Posisi sosial dari pejabat biasanya adalah paling tinggi dimana, seperti dalam negara peradaban lama, kondisinya bisa dijelaskan sebagai berikut; ada tuntutan bahwa administrasi harus dijalankan oleh pakar yang terlatih; ada differensiasi sosal yang kuat dan stabil, dimana pejabat kebanyakan berasal dari strata sosial dan ekonomi yang tinggi karena ada distribusi kekuasaan sosial; atau karena beban training dan pengakuan statusnya harus ditanggung sendiri oleh pejabat. Kepemilikan sertifikat pendidikan biasanya dijadikan kualifikasi untuk masuk kantor. Alaminya, sertifikat atau paten tersebut akanmeningkatkan elemen status dalam posisi sosial pejabat. Faktor status individu biasanya ditunjukkan secara eksplisit atau impasif (diam-diam). Contoh, penerimaan atau penolakan seseorang ke sebuah karir pejabat tergantung pada kesetujuan ( pemilihan ) anggota badan pejabat. Ini terjadi di tentara Jerman, khususnya untuk korp kantornya. Fenomena serupa juga ditemukan di jaman serikat pekerja yang menggantikan kepegawaian administrasi, di jaman patrimonial, dan juga di jaman administrasi prebendal (uang gereja). Keinginan membangkitkan lagi fenomena tersebut dalam bentuk lain jarang ditemukan antar birokrat modern. Contoh, mereka memainkan peran antar kebutuhan proletarian dan pejabat pakar (elemen tretyj) selama revolusi Rusia. Biasanya, martabat sosial pejabat cenderung rendah ketika kebutuhan akan administrasi pakar dan dominansi konvensi status menjadi lemah. Ini terjadi dalam kasus United States. Ini juga sering muncul di saat mencari 6

7 pemukiman baru yang didasarkan pada pencarian profit dan ketidakstabilan stratifikasi sosial. 2. Tipe murni dari pejabat birokratik adalah diangkat oleh otoritas atasan. Seorang pejabat yang dipilih oleh rakyat bukanlah tokoh birokratik murni. Tentu saja, eksistensi formal dari sebuah pemilihan bukan berarti bahwa tidak ada pengangkatan di balik pemilihan. Dalam situasi tertentu, pengangkatan bisa dilakukan oleh ketua partai. Apakah ini dilakukan atau tidak bukan tergantung oleh undang-undang tapi tergantung cara pelaksanaan mekanisme partai. Ketika kedudukannya sudah kuat, partai bisa merubah pemilihan bebas menjadi aklamasi terhadap seorang kandidat yang sudah ditetapkan ketua partai. Sebagai aturan, meski begitu, pemilihan bebas formal dapat berubah menjadi sebuah pertarungan, yang dilakukan berdasarkan aturan, demi mendapat vote yang mendukung kandidat yang diinginkan. Di semua kondisi, penetapan pejabat lewat sarana pemilihan rakyat akan merubah keketatan subordinasi hirarkis. Dalam prinsipnya, seorang pejabat yang dipilih memiliki posisi otonom yang berseberangan dengan pejabat superordinat (level atas). Pejabat yang dipilih tidak mendapat posisi dari atas tapi dari bawah atau setidaknya bukan dari otoritas atasan hirarki pejabat, tapi dari orang partai yang kuat ( bos ), yang juga menentukan karirnya. Karir pejabat terpilih bukan, atau tidak sepenuhnya, tergantung pada kepala administrasi. Pejabat yang tidak dipilih, tapi diangkat oleh ketua, biasanya berfungsi normal, berdasarkan sudut pandang teknis, karena ada kecenderungan bahwa pertimbangan fungsi dan kualitasnya lebih menentukan seleksi dan karirnya. Sebagai orang awam, rakyat memahami kandidat berdasarkan kualifikasinya untuk kantor, pengalaman dan/atau purna tugas. Di setiap seleksi pejabat lewat pemilihan, partai biasanya tidak menggunakan pertimbangan pakar, tapi 7

8 malah memberikan bobot lebih ke sifat layanan follower ke bos partai. Ini terjadi di semua pengadaan pejabat lewat pemilihan umum, di penetapan pejabat terpilih formal oleh bos partai ketika menentukan kandidat, atau di pengangkatan secara bebas oleh ketua partai yang memilih dirinya sendiri. Meski begitu, kebalikannya adalah relatif. Kondisi yang sama bisa terjadi ketika monarki legitimate dan bawahannya mengangkat pejabat, kecuali bila pengaruh bawahannya tidak bisa dikontrol. Bila ada tuntutan agar administrasi diurus pakar terlatih, dan ada permintaan agar pengikut partai harus memahami opini publik yang dilontarkan oleh orang-orang intelektual, berpendidikan, dan yang bergerak bebas, maka penggunaan pejabat yang tidak berkualifikasi malah akan membuat partai tidak menang lagi di pemilihan berikutnya. Secara alami, ini cenderung terjadi ketika pejabat diangkat oleh ketua partai. Kebutuhan akan administrasi yang cakap mulai muncul sekarang di United States, tapi di kota-kota besar, dimana vote imigran mulai menguat, ada yang disebut opini publik yang tidak berpendidikan. Karena itu, pemilihan rakyat untuk kepala administratif dan juga pejabat bawahannya bisa membahayakan kualifikasi pakar dari pejabat atau fungsi penting dari mekanisme birokratik. Ini juga melemahkan dependensi pejabat terhadap hirarki. Ini dirasakan setidaknya di dalam badan administratif besar yang sulit diawasi. Kualifikasi keunggulan dan integritas hakim federal, yang diangkat Presiden, selalu di atas hakim yang dipilih rakyat, bila itu didasarkan pada kasus United States. Itu selalu terjadi meskipun dua pejabat tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan partai. Perubahan besar dalam administrasi metropolitan Amerika, berdasarkan tuntutan reformis, diawali dari walikota terpilih yang bekerja dengan aparat pejabat yang diangkat oleh mereka. Reformasi ini dijalankan dalam cara Caesarist. Bila dilihat secara teknis, sebagai sebuah bentuk organisasi otoritas, efisiensi Caesarism, yang sering tumbuh dari demokrasi, berpijak pada 8

9 posisi Caesar sebagai wakil terpercaya dari masyarakat (biasanya tentara atau rakyat itu sendiri), dan tidak terikat oleh tradisi. Caesar, karena itu, adalah atasan yang tidak bisa diatur apapun dan membawahi perwira militer dan pejabat yang bisa dipilihnya dengan bebas dan personal tanpa mengikuti tradisi atau pertimbangan lainnya. Ini adalah aturan jenius personal yang berlawanan dengan prinsip demokratik formal yang mendasari pemilihan kepegawaian administrasi. 3. Dulu ada anggapan bahwa posisi pejabat dipegang seumur hidup, setidaknya dalam birokrasi publik. Ini ditemukan di segala struktur. Sebagai aturan faktual, jabatan seumur hidup berarti ada kemungkinan pengangkatan kembali secara rutin. Berbeda dari pekerja di perusahaan privat, pejabat normalnya memiliki jabatan. Meski begitu, jabatan legal atau jabatan seumur hidup bukan berarti itu adalah hak pejabat untuk memiliki kantor, meski struktur otoritas di masa lalu mencerminkan tatanan seperti itu. Meski ada jaminan kerja dimana tidak akan ada pemecatan atau pemindahan, pejabat harus bekerja untuk meraih target yang ditentukan oleh kewajiban kantornya dalam cara yang bebas dari pertimbangan personal. Di Jerman, ini terjadi di semua jurisdiksi, dan bahkan di semua pejabat administratif. Dalam birokrasi, karena itu, ukuran independensi, yang dijamin oleh jabatan, tidak selalu menjadi sumber peningkatan status bagi pejabat yang posisinya terjamin. Yang terjadi malah sebaliknya, khususnya di area kultur lama dan di komunitas yang sangat ter-differensiasi. Dalam komunitas tersebut, semakin besar kepatuhan ke aturan majikan yang sewenang-wenang, semakin terjamin gaya hidup mewah pejabat. Karena sekarang tidak ada jaminan legal untuk pekerjaan seumur hidup, maka martabat konvensional pejabat ditentukan seperti cara Abad Pertengahan, yaitu bahwa martabat mulia pejabat adalah lebih tinggi daripada martabat 9

10 orang bebas (freemen), dan putusan raja dianggap lebih tinggi daripada putusan rakyat. Di Jerman, perwira militer atau pejabat administratif bisa diberhentikan dari kantornya setiap saat, atau setidaknya lebih mungkin diberhentikan dibanding hakim independen, yang tidak akan kehilangan kantornya meski ada pelanggaran serius terhadap kode kehormatan atau terhadap konvensi sosial. Karena alasan ini, di mata stratum atasan, hakim pelanggar tersebut hanya dianggap kurang kualifikasi untuk hubungan sosial, dan kadar nilainya lebih kecil dibanding perwira militer dan pejabat administratif yang dependensi besarnya ke atasan menjadi jaminan untuk pemberian statusnya. Tentu saja, pejabat rata-rata berusaha bekerja berdasarkan hukum layanan sipil, yang nantinya akan menjamin hari tuanya dan memberikan jaminan bahwa dia tidak akan diberhentikan dari kantor. Meski begitu, usaha tersebut memiliki batasan. Adanya hak atas kantor sepertinya menyulitkan kantor untuk mencari staff yang menghasilkan efisiensi teknis, dan perkembangan tersebut bisa mengurangi peluang karir kandidat yang ambisius ke tujuan kantor. Ini sesuai fakta bahwa pejabat, secara keseluruhan, tidak merasa dependen terhadap pihak di atasnya. Kurangnya perasaan dependensi ini, meski begitu, terbentuk oleh kecenderungan untuk bergantung pada orang setara, dan bukan pada strata yang di bawah, atau yang disebut rakyat. Gerakan konservatif antar klergi Badenia, yang dipicu oleh kecemasan akan ancaman terpisahnya gereja dan negara, dibentuk oleh keinginan menolak perubahan dari majikan menjadi pelayan jamaah gereja. 4. Pejabat menerima kompensasi uang, yang berbentuk gaji tetap dan tunjangan hari tua yang diberikan saat pensiun. Gaji tidak diukur sebagai upah berdasarkan pekerjaan yang diselesaikan, tapi berdasarkan status, yaitu berdasarkan jenis fungsi ( pangkat ), dan selain itu, berdasarkan lama layanan (pengabdian). Penghasilan pejabat yang sangat aman 10

11 membuat kantor menjadi posisi yang sangat dicari, khususnya di negara yang tidak lagi bisa memberikan peluang profit kolonial. Di negara semacam itu, sering ditemukan pejabat yang bergaji cukup rendah. 5. Pejabat diatur untuk punya karir dalam tatanan hirarkis layanan publik. Pejabat bergerak dari karir bawah yang kurang penting dan bayarannya rendah, dan menuju posisi lebih tinggi. Pejabat rata-rata, secara alaminya, pasti menginginkan perbaikan mekanis dalam hal promosi atau kenaikan, jika tidak dalam pekerjaan kantor, setidaknya di level gaji. Mereka ingin agar kondisi kenaikan tersebut didasarkan pada senioritas atau berdasarkan grade yang ditentukan oleh uji pakar. Pengujian tersebut membentuk karakter indelebilis di pihak pejabat dan efek jangka-panjang terhadap karirnya. Ini juga disertai oleh keinginan memiliki hak atas kantor dan peningkatan kecenderungan menciptakan kelompok status dan keamanan ekonomi. Semua ini membuat kantor menjadi layaknya prebend (pemberi gaji pendeta gereja) bagi orang yang memiliki ijasah pendidikan. Kebutuhan untuk mempertimbangkan kualifikasi personal dan intelektual yang general, tidak peduli karakter ijasah pendidikannya, menciptakan kondisi dimana kantor politik tertinggi, khususnya posisi menteri, malah diisi tanpa merujuk pada ijasah yang dimiliki. 11

GERAKAN REFORMASI BUDGET DI NEGARA BAGIAN Willifam F. Willoughby

GERAKAN REFORMASI BUDGET DI NEGARA BAGIAN Willifam F. Willoughby GERAKAN REFORMASI BUDGET DI NEGARA BAGIAN Willifam F. Willoughby Pendahuluan: Asal Gerakan Dari sekian gerakan reformasi politik, kita perlu tahu sebab munculnya gerakan tersebut atau memastikan tanggal

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR

UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Lorosae REGULASI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN KEJAKSAAN DI TIMOR TIMUR UNITED NATIONS NATIONS UNIES United Nations Transitional Administration Administration Transitoire des Nations Unies in East Timor au Timor Oriental UNTAET Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

POLITIK DAN ADMINISTRASI Frank J. Goodnow

POLITIK DAN ADMINISTRASI Frank J. Goodnow POLITIK DAN ADMINISTRASI Frank J. Goodnow Jika kita menganalisa organisasi di dalam pemerintah yang konkrit, maka bisa ditemukan bahwa ada tiga jenis otoritas yang terlibat dalam pelaksanaan kepentingan

Lebih terperinci

TEORI BIROKRASI WEBER Kuliah Minggu ke-5 dan 6

TEORI BIROKRASI WEBER Kuliah Minggu ke-5 dan 6 TEORI BIROKRASI WEBER Kuliah Minggu ke-5 dan 6 1. Prinsip pemikiran Max Weber 2. Lima Keyakinan Dasar dlm Otoritas Legal 3. 8 Dalil Otoritas Legal 4. Batasan bagi Staf Administrasi 5. Beda Weber dgn Ahli

Lebih terperinci

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan melemahkannya. Birokrasi, misalnya dapat menjadi sarana

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang

Lebih terperinci

Pengertian Birokrasi. Ciri-ciri Birokrasi. Aparat birokrasi

Pengertian Birokrasi. Ciri-ciri Birokrasi. Aparat birokrasi Pengertian Birokrasi Ciri-ciri Birokrasi Aparat birokrasi What is bureaucracy? Jay M. Shafrits (1997) : 1. All government s offices 2. All government s officials 3. A general invective What is bureaucracy?

Lebih terperinci

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA A. Pendahuluan Alasan/pertimbangan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 Beratus-ratus tahun yang lalu dalam sistem pemerintahan monarki para raja atau ratu memiliki semua kekuasaan absolut, sedangkan hamba sahaya tidak memiliki kuasa apapun. Kedudukan seorang raja atau ratu

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA

PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2010 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS WARMADEWA MATA UJI : BIROKRASI INDONESIA JURUSAN/ CAWU : ILMU PEMERINTAHAN/ V HARI/

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1230, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Perilaku. Kode Etik. Jaksa. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER 014/A/JA/11/2012 TENTANG KODE PERILAKU JAKSA DENGAN

Lebih terperinci

Pasal I. Pasal 1. Pasal 2. Ketentuan mengenai anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undangundang.

Pasal I. Pasal 1. Pasal 2. Ketentuan mengenai anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undangundang. PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN UMUM 1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI PENDAHULUAN Model organisasi birokratis diperkenalkan pertama kali oleh Max Weber. Dia membahas peran organisasi dalam suatu masyarakat dan mencoba menjawab

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK Profesi Akuntan Publik merupakan suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa asurans dan hasil pekerjaannya

Lebih terperinci

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencapai tujuan Ombudsman, para

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Apakah pantas bagi seseorang yang bukan merupakan pakar di bidang persoalan sosial dan ekonomi mengemukakan pandangannya berkaitan dengan sosialisme? Karena berbagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Sistem Common Law: Kebanyakan negara-negara yang dulunya di bawah pemerintahan Kolonial Inggris manganut sistem hukum kasus (common law) Inggris.

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN. Imam Gunawan

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN. Imam Gunawan PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PEMENSIUNAN Imam Gunawan Pemensiunan pasti PHK PHK belum tentu Pensiun PHK P PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pemberhentian seorang pegawai yang mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN KEKUASAAN, WEWENANG, LEGITIMASI LEMBAGA POLITIK

NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN KEKUASAAN, WEWENANG, LEGITIMASI LEMBAGA POLITIK NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN KEKUASAAN, WEWENANG, LEGITIMASI LEMBAGA POLITIK IDENTIFIKASI MANUSIA HIDUP : 1. CONFORMITAS KERJASAMA 2. ANTAGONISTIS PERTENTANGAN Negara organisasi dalam suatu wilayah dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah agar meningkatkan mutu sumber daya manusia PNS yang memiliki motivasi kerja, keterampilan kerja dan profesionalisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Apabila manusia yang ada

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Apabila manusia yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dibutuhkan tenaga dan pikirannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi. Apabila manusia yang ada dan bekerja di dalam organisasi

Lebih terperinci

M A N A J E M E N A S N

M A N A J E M E N A S N ader PNS BAHAN AJAR PELATIHAN DASAR CALON PNS GOLONGAN III M A N A J E M E N A S N Oleh: Ir. DJOKO SUTRISNO, M.Si Widyaiswara Ahli Utama NIP. 19561112 198503 1 006 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

INOVASI DALAM ORGANISASI

INOVASI DALAM ORGANISASI INOVASI DALAM ORGANISASI Banyak inovasi yang telah diadopsi oleh organisasi. Dan dalam banyak kasus, seorang individu tidak bisa mengadopsi ide baru sampai organisasi sebelumnya diadopsi. Bab ini terutama

Lebih terperinci

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia

Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Materi 9 Organizing: Manajemen Sumber Daya Manusia Dengan telah adanya struktur organisasi, manajer harus menemukan orang-orang untuk mengisi pekerjaan yang telah dibuat atau menyingkirkan orang dari pekerjaan

Lebih terperinci

DISIPLIN ASN DENGAN BERLAKUNYA PP NOMOR 11 TAHUN 2017

DISIPLIN ASN DENGAN BERLAKUNYA PP NOMOR 11 TAHUN 2017 DISIPLIN ASN DENGAN BERLAKUNYA PP NOMOR 11 TAHUN 2017 KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI 2017 1 APARATUR SIPIL NEGARA APARATUR SIPIL NEGARA (ASN): profesi bagi pegawai negeri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama POL-GEN-STA-010-00 Printed copies of this document are uncontrolled Page 1 of 9 Kode Etik PT PBU & UN Global Compact Sebagai pelopor katering di Indonesia, perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I. UMUM 1.1 DEFINISI

BAB I. UMUM 1.1 DEFINISI BAB I. UMUM 1.1 DEFINISI 1. Audit Mutu Akademik Internal Universitas Bung Hatta adalah suatu kegiatan penjaminan mutu dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif yang disebut dengan AMI. 2. Auditor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesuksesan sebuah penyelenggaraan tugas pemerintahan, terutama pada penyelenggaraan pelayanan public kepada masyarakat sangat tergantung pada kualitas SDM Aparatur.

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

MANAJEMEN ILMIAH Frederick W. Taylor

MANAJEMEN ILMIAH Frederick W. Taylor MANAJEMEN ILMIAH Frederick W. Taylor Apa yang ingin dibuktikan di sini adalah prinsip manajemen ilmiah, ketika diterapkan, dan ketika ada waktu untuk membuatnya efektif, akan memberikan hasil besar dan

Lebih terperinci

Kebijakan Pedoman Perilaku dan Etika Perusahaan

Kebijakan Pedoman Perilaku dan Etika Perusahaan Kebijakan Pedoman Perilaku dan Etika Perusahaan KEBIJAKAN PEDOMAN PERILAKU DAN ETIKA PERUSAHAAN 1. Pendahuluan Amcor mengakui tanggung jawabnya sebagai produsen global dalam bidang layanan dan materi pengemasan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

CERITAKAN MENGENAI JURNAL (+-5 ) KAITKAN DENGAN MATERI, SEBANYAK MUNGKIN PENGKAITAN YANG BENAR ANTARA MATERI JURNAL DENGAN TEORI MAKA MENDAPAT

CERITAKAN MENGENAI JURNAL (+-5 ) KAITKAN DENGAN MATERI, SEBANYAK MUNGKIN PENGKAITAN YANG BENAR ANTARA MATERI JURNAL DENGAN TEORI MAKA MENDAPAT CERITAKAN MENGENAI JURNAL (+-5 ) KAITKAN DENGAN MATERI, SEBANYAK MUNGKIN PENGKAITAN YANG BENAR ANTARA MATERI JURNAL DENGAN TEORI MAKA MENDAPAT TAMBAHAN NILAI (+- 10 ) Birokrasi berasal dari kata bureaucracy

Lebih terperinci

Nilai dan Kode Etik Pirelli Group

Nilai dan Kode Etik Pirelli Group Nilai dan Kode Etik Pirelli Group Identitas Pirelli Group secara historis dibentuk oleh seperangkat nilai yang selama bertahun-tahun berusaha untuk dicapai dan dijaga oleh kami. Selama bertahun-tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KODE ETIK PEMASOK. Etika Bisnis

KODE ETIK PEMASOK. Etika Bisnis KODE ETIK PEMASOK Weatherford telah membangun reputasinya sebagai organisasi yang mengharuskan praktik bisnis yang etis dan integritas yang tinggi dalam semua transaksi bisnis kami. Kekuatan reputasi Weatherford

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD HOC PENGADILAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

yang dianggap menguasai permasalahan yang diteliti. Dalam FGD peserta dipilih dari para pejabat politik maupun karier di lingkungan birokrasi, para

yang dianggap menguasai permasalahan yang diteliti. Dalam FGD peserta dipilih dari para pejabat politik maupun karier di lingkungan birokrasi, para Executive Summary Perdebatan tentang hubungan antara politik dan birokrasi telah mempunyai sejarah panjang dan kembali menghangat terjadinya reformasi politik pada akhir tahun 90 an yang telah merubah

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

2016, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba No. 427, 2016 Keamanan. Juklak. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Arsip Dinamis. Akses. Klasifikasi PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pada masa awal kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005 Menimbang LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 39 TAHUN 2005 TENTANG KETENTUAN POKOK PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

No pemberhentian dan pensiun, yang merupakan bagian yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN. Manajemen PNS dalam Peraturan Pemerintah in

No pemberhentian dan pensiun, yang merupakan bagian yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN. Manajemen PNS dalam Peraturan Pemerintah in TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6037 ADMINISTRASI. Kepegawaian. PNS. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM KEPEGAWAIAN PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang PerKoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tam

2015, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang PerKoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1496, 2015 KEMEN-KUKM. Koperasi. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 07PRT/M/2017 TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-06/M.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-06/M. SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-06/M.EKON/12/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se No.547, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 07/PRT/M/2017 TENTANG KODE ETIK DAN KODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak

Lebih terperinci

SISTEM PENGENDALIAN MUTU. KANTOR JASA AKUNTANSI (KJA) Dr. SURYO PRATOLO & REKAN

SISTEM PENGENDALIAN MUTU. KANTOR JASA AKUNTANSI (KJA) Dr. SURYO PRATOLO & REKAN KANTOR JASA AKUNTANSI (KJA) Dr. SURYO PRATOLO & REKAN A. Pendahuluan Untuk menjamin Kantor Jasa Akuntansi (KJA) Dr. Suryo Pratolo & Rekan bekerja secara profesional dan menjaga etika profesi, maka perlu

Lebih terperinci

NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK.

URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK. URGENSI DIKELUARKANNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PPPK http://pemerintah.net/ Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan- RB) dalam waktu dekat akan mengeluarkan Peraturan

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Pendahuluan Kemampuan MK menjalankan peran sebagai pengawal konstitusi dan pelindungan hak konstitusional warga negara melalui

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 51 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PRIBADI SILAKAN BACA PERSYARATAN PENGGUNAAN INI (-"KETENTUAN") dengan HATI-HATI SEBELUM MENGGUNAKAN DAN/ATAU BROWSING SITUS WEB INI (SITUS "INI"). Istilah-istilah ini menjelaskan dan menubuhkan

Lebih terperinci

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1041, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Kode Etik. Auditor. Aparat Pengawas Intern Pemerintah. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 10 KEKUASAAN DAN POLITIK

BAB 10 KEKUASAAN DAN POLITIK BAB 10 KEKUASAAN DAN POLITIK Memdefinisikan kekuasaan dan hubungannya dengan otoritas dan pengaruh Menjelaskan sumber-sumber kekuasaan Taktik kekuasaan Perilaku Politik dalam organisasi Definisi Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada perkembangan perekonomian dan juga sumber daya manusia. Proses perekonomian yang terjadi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penilai Internal. Ditjen Kekayaan Negara. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /PMK.06/2014 TENTANG

Lebih terperinci

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen No.932, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BIN. Intelijen Negara. Kode Etik. PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK INTELIJEN NEGARA DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA FINAL HARMONISASI RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) NO. 1. Judul Undang-undang tentang Pokok- Pokok kepegawaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DIREKSI PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII. KEBERLAKUAN

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Perjalanan sejarah hidup umat manusia tidak terlepas dari proses pendidikan yang menjadi salah satu kebutuhan dari setiap manusia. Berdasarkan

Lebih terperinci