MENGAJAR PESERTA DIDIK LAMBAT BELAJAR DI SEKOLAH DASAR
|
|
- Budi Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi (JRR) Tahun 21, Nomor 2, Desember ISSN Pusat Penelitian Rehabilitasi dan Remediasi (PPRR) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UNS. Jl. Ir. Sutami 36A Kampus Kentingan Surakarta, 57126, Telp./Fax. (0271) ARTIKEL UTAMA MENGAJAR PESERTA DIDIK LAMBAT BELAJAR DI SEKOLAH DASAR Oleh: Sutijan ABSTRACT In the learning process, not every student learns heterogeniously in the classroom. Each student is different from the other. Each of them has specific character, and needs special way of teaching accordingly. As a group of students in the classroom, there are many characteristics dealing with the teaching process. These characteritics of learning are mainly categorized into three groups, fast, normal, and slow learners. In the inclusive setting of classroom, the fast and slow learners need special service. The fasts need enrichment and the slow needs remidiation. Pendahuluan Peserta didik lambat belajar sering disebut sebagai slow learner yang karena berbagai alasan dan keadaan, menyebabkan anak didik tersebut diperlakukan sebagai peserta didik normal. Mereka juga dimasukkan di sekolah normal. Padahal seharusnya mereka ini mendapat perlakuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Peserta didik demikian ini juga sering disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Di tangan para guru yang kurang berpengalaman dan pengetahuan, mereka diperlakukan seperti anak normal. Akibatnya, mereka tidak sanggup mengikuti pembelajaran secara tuntas, yang akhirnya tinggal kelas, atau bahkan drop outs dengan sendirinya. Dalam kesempatan ini akan disajikan dua hal, yaitu pendidikan inklusi dan pembelajaran tuntas di sekolah dasar. Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Pendidikan inklusi masih termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi yang merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatanhambatan yang dapat menghalangi setiap peserta didik untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah peserta didik penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. *) Dosen PGSD FKIP UNS Surakarta
2 Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan peserta didik. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan. Dalam kesempatan ini akan dibicarakan lima hal yang berkenaan dengan pendidikan inklusi, yaitu: klasifikasi anak yang berkebutuhan khusus, kurikulum nasional dan kaitannya dengan ABK, pandangan masyarakat terhadap pendidikan inklusi, pentingnya pendidikan inklusi, dan model kelas inklusi. A. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Tuna Netra 2. Tuna Rungu 3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome) 4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70) 5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50) 6. Tuna Grahita Berat (IQ < 25) 7. Tuna Daksa 8. Tuna Laras (Dysruptive) 9. Tuna Wicara 10. Tuna Ganda 11. HIV AIDS 12. Gifted : Potensi kecerdasan istimewa (IQ > 125), kelompok ini juga disebut talented: potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences: Language, Logico Mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual). 13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/ Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/ Bicara, Dyspraxia/ Motorik). 14. Lambat Belajar ( IQ = ) 15. Autis 16. Korban Penyalahgunaan Narkoba 17. Indigo B. Pendekatan secara kurikulum nasional dikaitkan dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kurikulum pendidikan nasional yang diterapkan saat ini ternyata sangat menyulitkan anak-anak yang berkebutuhan khusus (ABK), seperti yang terjadi di sekolah-sekolah inklusi. Kebutuhan sekolah inklusi ini bukan kurikulum yang berfokus bagaimana mengarahkan peserta didik agar sesuai harapan standar kurikulum yang berangkat dari sekedar bagaimana mengatasi keterbatasan peserta didik, tetapi berangkat dari penghargaan, optimisme dan potensi positif anak yang berkebutuhan khusus. Tetapi kenyataan yang ada sekarang, kurikulum pendidikan nasional masih kaku, arogan dan tidak mau mengalah. Bahkan terhadap peserta didik yang termasuk ABK, di mana peserta didiknyalah yang harus mengalah dan menyesuaikan diri, bukan kurikulum yang menyesuaikan diri dengan potensi peserta didik. Kondisi tersebut sangat menyulitkan anak-anak berkebutuhan khusus yang berada dalam kelas inklusi. Selain kurikulum yang menjadi hambatan bagi pengembangan sekolah inklusi adalah, banyak guru yang masih belum memahami program inklusi. Kalaupun ada yang paham, ketrampilan untuk menjalankan sekolah inklusi, itupun masih jauh dari harapan. Bahkan ketersediaan guru pendamping khusus juga belum mencukupi. Salah satu program, mendesak yang harus dikuasai guru dalam program sekolah inklusi tersebut adalah menambah pengetahuan dan
3 ketrampilan deteksi dini gangguan dan potensi pada anak. Pendidikan inklusi berarti juga harus melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan, karena keberhasilan pendidikan inklusi tersebut sangat bergantung pada partisipasi aktif orang tua bagi pendidikan anaknya. C. Paradigma/Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan Inklusi. Pendidikan inklusi memang tidak popular dalam masyarakat. Masyarakat hanya disibukkan dengan urusan meningkatkan kualitas pendidikan secara horisontal maupun vertikal. Sehingga anak bangsa yang memiliki kebutuhan yang terbatas ini sering termarginalkan (kaum yang tersisih). Pelayanan pendidikan ini memang memerlukan sarana dan prasarana yang cukup besar tapi bukan berarti harus ditinggalkan karena mereka mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Kita harus meninggalkan persepsi konvensional bahwa anak dengan berkebutuhan terbatas misalnya untuk anak tuna netra hanya dicetak menjadi Tukang Pijat. D. Pentingnya Pendidikan Inklusi. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31. Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh peserta didik. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para peserta didik untuk dapat belajar menghormati realitas kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan inklusi adalah hak asasi manusia, di samping merupakan pendidikan yang baik dan dapat menumbuhkan rasa sosial. Itulah ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan pentingnya pendidikan inklusi. Ada beberapa argumen di balik pernyataan bahwa pendidikan inklusi merupakan hak asasi manusia: (1) semua anak memiliki hak untuk belajar bersama; (2) anak-anak seharusnya dihargai dan tidak didiskriminasikan dengan cara dikeluarkan atau disisihkan hanya karena kesulitan belajar dan ketidakmampuan mereka; (3) orang dewasa yang cacat, yang menggambarkan diri mereka sendiri sebagai pengawas sekolah khusus, menghendaki akhir dari segregrasi (pemisahan sosial) yang terjadi selama ini; (4) tidak ada alasan yang sah untuk memisahkan anak dari pendidikan mereka, anak-anak milik bersama dengan kelebihan dan kemanfaatan untuk setiap orang, dan mereka tidak butuh dilindungi satu sama lain (CSIE, 2005). Adapun alasan-alasan di balik pernyataan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang baik: (1) penelitian menunjukkan bahwa anak-anak akan bekerja lebih baik, baik secara akademik maupun sosial, dalam setting yang inklusif; (2) tidak ada pengajaran atau pengasuhan dalam sekolah yang terpisah/khusus yang tidak dapat terjadi dalam sekolah biasa; (3) dengan diberi komitmen dan dukungan, pendidikan inklusif merupakan suatu penggunaan sumber-sumber pendidikan yang lebih efektif. Dan argumen-argumen dibalik pernyataan bahwa pendidikan inklusi dapat membangun rasa sosial: (1) segregasi (pemisahan sosial) mendidik anak menjadi takut, bodoh, dan menumbuhkan prasangka;
4 (2) semua anak membutuhkan suatu pendidikan yang akan membantu mereka mengembangkan relasi-relasi dan menyiapkan mereka untuk hidup dalam arus utama; dan (3) hanya inklusi yang berpotensi untuk mengurangi ketakutan dan membangun persahabatan, penghargaan dan pengertian (CSIE, 2005). Pertimbangan filosofis yang menjadi basis pendidikan inklusi paling tidak ada tiga. Pertama, cara memandang hambatan tidak lagi dari perspektif peserta didik, namun dari perspektif lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah harus memainkan peran sentral dalam transformasi hambatan-hambatan peserta didik. Kedua, perspektif holistik dalam memandang peserta didik. Dengan perspektif tersebut, peserta didik dipandang mampu dan kreatif secara potensial. Sekolah bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan di mana potensi-potensi tersebut berkembang. Ketiga, prinsip non-segregasi. Dengan prinsip ini, sekolah memberikan pemenuhan kebutuhan kepada semua peserta didik. Organisasi dan alokasi sumber harus cukup fleksibel dalam memberikan dukungan yang dibutuhkan kelas. Masalah yang dihadapi peserta didik harus didiskusikan terus menerus di antara staf sekolah, agar dipecahkan sedini mungkin untuk mencegah munculnya masalahmasalah lain (UNESCO, 2003). Ada tiga langkah penting menuju inklusi yang nyata: komunitas, persamaan dan partisipasi. Semua staf yang terlibat dalam pendidikan merupakan suatu komunitas yang memiliki visi dan pemahaman yang sama tentang pendidikan inklusi, baik konsep dan pentingnya maupun dasar-dasar filosofis. Setiap anggota komunitas memiliki persamaan (hak yang sama), dan -karena itusama-sama berpartisipasi dalam mengembangkan pendidikan inklusi, sejak dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasinya. Dalam pendidikan inklusi, sistem sekolah tidak berhak menentukan tipe peserta didik, namun sebaliknya sistem sekolah yang harus menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan semua peserta didik. Terkait dengan ini, ada ungkapan bahwa komunitas (semua staf yang terlibat dalam pendidikan inklusi) melampaui dan di atas (over and above) kurikulum (UNESCO, 2003). E. Model Kelas Inklusi. Direktorat PLB (2007: 7) menjelaskan tentang penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut: 1. Kelas reguler (inklusi penuh). Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. 2. Kelas reguler dengan cluster. Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus. 3. Kelas reguler dengan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out. Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktuwaktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian. Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler. 6. Kelas khusus penuh. Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
5 Pembelajaran Tuntas di Sekolah Dasar 1. Pembelajaran tuntas (mastery learning) adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik. Strategi pembelajaran tuntas menganut pendekatan individual. Dalam belajar tuntas ( mastery learning ): All students can learn namun tergantung: kecepatan dan iramanya sendiri-sendiri. Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan. Pelaksanaan pembelajaran tuntas dapat disajikan dalam diagram sebagai berikut ini: 6. Metode Pembelajaran a) Dalam pembelajaran tuntas, metode pembelajaran yang sangat ditekanmateri siswa yang cepat perlu pengayaan Waktu belajar normal Selesai lambat perlu remidiasi Mulai waktu belajar 2. Belajar Tuntas Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka. (JH. Block, B. Bloom) 3. Kriteria Belajar Tuntas Belajar tuntas: 90% peserta didik menguasai 90% kompetensi (tujuan). (Gagne, dkk, principles of instructional design) Belajar Tuntas (mastery learning): peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil baik. ( John B. Carrol, A Model of School Learning) 4. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tuntas a) Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis, b) Penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback, c) Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan, d) Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003) 5. Mengapa harus pembelajaran tuntas? Proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, selama ini umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, tidak aneh bila banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran pula kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
6 kan adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok. b) Pembelajaran tuntas lebih efektif menggunakan pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996). 7. Peran Peserta Didik a) Peserta didik sebagai subjek didik. b) Fokus pada `Peserta didik dan yang akan dikerjakannya. c) Kemajuannya bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual. 8. Peran Guru Pada Pembelajaran Tuntas a) Menjabarkan KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unitunit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyarat. b) Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit. c) Menyajikan materi dengan metode dan media yang sesuai. d) Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik. e) Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif). f) Menggunakan teknik diagnostik. g) Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan. 9. Sistem penilaian menggunakan ulangan/ ujian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah: a) Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar. b) Ulangan dapat dilaksanakan untuk satu atau lebih Kompetensi Dasar. c) Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial, program pengayaan. d) Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor. e) Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti: pengamatan, kuesioner, dsb. 10. Pembelajaran Remedial a) Pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai ketuntasan pada KD tertentu, menggunakan berbagai metode yang diakhiri dengan penilaian untuk mengukur kembali tingkat ketuntasan belajar peserta didik. b) Pada hakikatnya semua peserta didik akan dapat mencapai standar kompetensi yang ditentukan, hanya waktu pencapaian yang berbeda. Oleh karenanya perlu adanya program pembelajaran remedial (perbaikan). 11. Prinsip Pembelajaran Remedial a) Adaptif. b) Interaktif. c) Fleksibilitas dalam metode pembelajaran dan penilaian. d) Pemberian umpan balik sesegera mungkin. e) Pelayanan sepanjang waktu. 12. Diagnosis Kesulitan Belajar Peserta Didik. a) Kesulitan ringan (kurang perhatian saat mengikuti pelajaran). b) Kesulitan sedang (gangguan belajar dari luar peserta didik, misalnya: faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan). c) Kesulitan berat (ketunaan pada diri peserta didik misalnya tuna rungu, tuna netra, dan tuna daksa)
7 13. Teknik untuk Mendiagnosis Kesulitan Belajar. a) Tes prasyarat. b) Tes diagnosis. c) Wawancara. d) Observasi. 14. Pembelajaran remedial diberikan setelah peserta didik mempelajari satu atau beberapa KD tertentu yang diuji melalui Ulangan Harian. 15. Pelaksanaan Remedial. a) Pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda, b) Belajar mandiri atau pemberian bimbingan secara khusus, c) Pemberian tugas/latihan, d) Belajar kelompok dengan bimbingan alumni atau tutor sebaya, e) dan lain-lain, yang semuanya diakhiri dengan penilaian. 16. Penilaian ulang diberikan kepada peserta didik yang telah mengikuti program pembelajaran remedial agar dapat diketahui apakah peserta didik telah mencapai ketuntasan dalam penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan. 17. Nilai Remedial. a) Nilai remedi idealnya dapat lebih tinggi dari KKM. Apabila kebijakan ini diberlakukan, maka setiap peserta didik (termasuk yang sudah mencapai KKM) berhak mengikuti remedi untuk memperbaiki nilai sehingga mencapai nilai maksimal (100). b) Oleh karena itu, mempertimbangkan kepraktisan dalam pelaksanaan remedial sekolah dapat menetapkan nilai remedi sama dengan nilai KKM. Kebijakan ini harus disosialisasikan sejak awal tahun pelajaran. 18. Contoh: Teknik pelaksanaan penugasan/ pembelajaran remedial a) Penugasan individu diakhiri dengan penilaian bila jumlah peserta didik yang mengikuti remedial maksimal 20%. b) Penugasan kelompok diakhiri dengan penilaian individual bila jumlah peserta didik yang mengikuti remedi lebih dari 20% tetapi kurang dari 50%. c) Pembelajaran ulang diakhiri dengan penilaian individual bila jumlah peserta didik yang mengikuti remedi lebih dari 50 %. 19. Pembelajaran Pengayaan a) Peserta didik yang telah mencapai kompetensi lebih cepat dari peserta didik lain dapat mengembangkan dan memperdalam kecakapannya secara optimal melalui pembelajaran pengayaan. b) Pembelajaran pengayaan dapat diartikan sebagai suatu pengalaman atau kegiatan peserta didik yang telah melampaui persyaratan minimal (KKM) yang ditentukan oleh Satuan Pendidikan dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya. c) Pembelajaran pengayaan memberikan kesempatan bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sehingga mereka dapat mengembangkan minat dan bakat serta mengoptimalkan kecakapannya. d) Pengayaan merupakan penguatan pada KD tertentu dengan memberi tugas membaca, tutor sebaya, diskusi, dan lain-lain 20. Identifikasi Tingkat Kelebihan Kemampuan Belajar a) Belajar lebih cepat b) Menyimpan informasi lebih mudah c) Keingintahuan yang tinggi d) Berpikir mandiri e) Superior dalam berpikir abstrak f) Memiliki banyak minat 21. Teknik Identifikasi a) Tes IQ (Intelligence Quotient)
8 b) Tes inventori c) Wawancara d) Pengamatan (observasi) 22. Kegiatan yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud dapat berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum. Jenis Pembelajaran Pengayaan Kegiatan yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri. Kegiatan Eksplorasi Ketrampilan Proses 23. Jenis Pembelajaran Pengayaan Program yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif pemecahan masalah. 24. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan: Belajar Kelompok DAFTAR PUSTAKA Bandono (2008), Filosofi Belajar Tuntas: google-wikipedia. Haryati, M. (2007), Model dan Teknik Penilaian KTSP. PP No. 72 Tahun 1997, tentang Pendidikan Luar Biasa. SE Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang Rintisan Pelaksanaan Pendidikan terpadu. Suprawoto Sunardjo (2008), Belajar Tuntas: google-wikipedia. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, tentang pemberian warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan.
MODEL PELAKSANAAN REMEDIAL & PENGAYAAN
MODEL PELAKSANAAN REMEDIAL & PENGAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA TAHUN 2015 Ketuntasan Belajar adalah tingkat minimal pencapaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS (PKPLK) Materi Workshop di Hotel Batusuli Internasional Palangka raya Tanggal 10 sd. 14 Oktober 2016 Narasumber Drs. H Tasmanudin Kasi SLB Dinas Pendidikan
Lebih terperinciDAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 36 B. TUJUAN 36 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 37 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37
DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 36 B. TUJUAN 36 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 37 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 39 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA
Lebih terperinciPEMBELAJARAN TUNTAS. (Mastery Learning)
PEMBELAJARAN TUNTAS (Mastery Learning) Hakikat Belajar dan Mengajar Hakikat Belajar Aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Hakikat mengajar Membantu
Lebih terperinciPENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS. Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi
PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUAN KHUSUS Kuliah 1 Adriatik Ivanti, M.Psi Siswa Berkebutuhan Khusus Siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang membutuhkan pendidikan yang berbeda dari siswa lainnya ( Anak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah untuk anak-anak berpendidikan khusus. Berbicara tentang SLB, tidak akan lepas dari keberadaan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus),
Lebih terperinciDAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 36 B. TUJUAN 36 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 37 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37
DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 36 B. TUJUAN 36 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 36 D. UNSUR YANG TERLIBAT 36 E. REFERENSI 37 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 37 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 39 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi
Lebih terperinciPembelajaran Remedial
Pembelajaran Remedial Posted on 13 Agustus 2008 Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan
Lebih terperinciPENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto
PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Haryanto REALITA PENCA DI LAPANGAN Belum ada data riil jumlah penca di Indonesia, Diperkirakan 10% dari populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan
Lebih terperinciAHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan dan perlindungan dari orang lain. Tanpa bantuan dari orang lain dan lingkungan sosial maka manusia tidak mudah
Lebih terperinciSOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi
SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni 2007 PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi semua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi
Lebih terperinciA. Perspektif Historis
A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman i ii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup II. HAKIKAT PEMBELAJARAN REMEDIAL A. Pembelajaran Menurut SNP B. Pengertian Pembelajaran Remedial C. Prinsip
Lebih terperinciDiagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis Kesulitan Belajar Diagnosis Kesulitan Belajar Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,
Lebih terperinciPEMBELAJARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS Oleh: Drs. R. Zulkifli Sidiq, M.Pd
PEMBELAJARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS Oleh: Drs. R. Zulkifli Sidiq, M.Pd A. PEMBELAJARAN BAGI ABK B. PERTIMBANGAN PEMBELAJARAN KEBUTUHAN KHUSUS C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KEBUTUHAN KHUSUS A. Pembelajaran
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal
Lebih terperinciLandasan Pendidikan Inklusif
Bahan Bacaan 3 Landasan Pendidikan Inklusif A. Landasan Filosofis 1) Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Judul. Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.1.1. Judul Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines 1.1.2. Definisi dan Pemahaman Judul Untuk memperjelas judul pembahasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN A. Pembelajaran Menurut SNP... B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan... C. Jenis Pembelajaran Pengayaan...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... B. ujuan...... C. Ruang Lingkup... II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN A. Pembelajaran Menurut SNP... B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan... C. Jenis
Lebih terperinciPEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF
PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DLINGO, 3 OKTOBER 2011 PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF Aini Mahabbati Jurusan PLB FIP UNY HP : 08174100926 EMAIL : aini@uny.ac.id IMPLIKASI PENDIDIKAN INKLUSIF (Diadaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan
Lebih terperinciSekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler
Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSI *) Oleh. Edi Purwanta *) Pendekatan pendidikan luar biasa dari waktu ke waktu mengalami
1 PENDIDIKAN INKLUSI *) Oleh Edi Purwanta *) A. Pendahuluan Pendekatan pendidikan luar biasa dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan pandangan terhadap anak luar biasa beserta
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id
Lebih terperinciMENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART
MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang sangat penting bagi para siswa sekolah dasar dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS
PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah dalam upaya pemerataan layanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi semua anak di Indonesia mempunyai
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan
Lebih terperinci3/8/2017. Dita Rachmayani, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id / PENGGUNAAN ISTILAH
Dita Rachmayani, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id / dita.lecture@gmail.com PENGGUNAAN ISTILAH EXCEPTIONAL Rentang hambatan yang dapat pendidikan khusus di sekolah DISABILITY Aspek-aspek yang terbatas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam
Lebih terperinciPEND. ANAK LUAR BIASA
PEND. ANAK LUAR BIASA Mana yang Termasuk ALB? Mana yang Termasuk ALB? Pengertian Anak Luar Biasa Anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh
Lebih terperinciRANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR
RANCANGAN PENILAIAN HASIL BELAJAR Farida Nurhasanah 8 November 2011 Perhatikan Gambar Berikut Mengapa Perlu Ujian? Kegiatan Hari Ini Membahas tentang: 1. Pengertian Penilaian 2. Pengertian Penilaian Kelas
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS
PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
Lebih terperinci37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA
37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Indah Permata Darma, & Binahayati Rusyidi E-mail: (indahpermatadarma@gmail.com; titi.rusyidi06@gmail.com) ABSTRAK Sekolah inklusi merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi
BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi Pendidikan inklusi merupakan suatu terobosan dimana keberadaan serta operasionalnya dapat memudahkan
Lebih terperinciPERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP
PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban
Lebih terperinciREVITALISASI PROGRAM STUDI PLB DALAM MENGHADAPI PROGRAM INKLUSI *) Oleh Edi Purwanta **)
REVITALISASI PROGRAM STUDI PLB DALAM MENGHADAPI PROGRAM INKLUSI *) Pendahuluan Oleh Edi Purwanta **) Pendekatan pendidikan luar biasa dari waktu ke waktu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.
Lebih terperinciBagaimana? Apa? Mengapa?
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,
Lebih terperinciLAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF
LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF Aini Mahabbati, S.Pd., M.A Jurusan PLB FIP UNY HP: 08174100926 Email: aini@uny.ac.id Disampaikan dalam PPM Sosialisasi dan Identifikasi
Lebih terperinciKesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi
Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi Nurul Hidayati Rofiah 1*, Muhammad Ragil Kurniawan 2 1,2 PGSD UAD *Email: nurulhidayati@pgsd.uad.ac.id Keywords: Wajib belajar
Lebih terperinciDigital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus
Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus Brigitta Erlita Tri Anggadewi 1 1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Mrican, Catur
Lebih terperinciMANAJEMEN KESISWAAN PADA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI (STUDI KASUS DI SD NEGERI KALIERANG 03 BUMIAYU)
Jurnal PGSD : FKIP UMUS ISSN : 2442-3432 e-issn : 2442-3432 Vol. 3, no 1Februari2016 MANAJEMEN KESISWAAN PADA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI (STUDI KASUS DI SD NEGERI KALIERANG 03 BUMIAYU) Diah Sunarsih
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education
110 BAB V PENUTUP A. Simpulan Pendidikan inklusif sebagai suatu kecenderungan baru dalam sistem pendidikan hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya demokrasi pendidikan dan tegaknya hak asasi manusia
Lebih terperinciP 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta
P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Jakarta, 00Juni 2015 Direktur Pembinaan SMA, Harris Iskandar, Ph.D NIP Model Pelaksanaan Remedial dan Pengayaan
KATA PENGANTAR Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun pelajaran 2013/2014 telah menetapkan kebijakan implementasi Kurikulum 2013 secara terbatas di 1.270 SMA sasaran dan sejumlah SMA yang melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengamanatkan negara menjamin hak dasar setiap warga negara terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan serta pengembangan diri dan memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan mata pelajaran baru. Mengingat semakin pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi, pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena itu negara memiliki kewajiban
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Pendidikan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.
Lebih terperinciPendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia
Pendidikan Inklusif Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia Perkembangan SLB di Dunia 1770: Charles-Michel de l Epee mendirikan SLB pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan individu yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perbedaannya hanya mereka membutuhkan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang layak sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciSEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK
SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang
Lebih terperinciSTUDI TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR PENYETELAN KARBURATOR BAGI SISWA TUNA RUNGU
234 STUDI TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR PENYETELAN KARBURATOR BAGI SISWA TUNA RUNGU Rezka B. Pohan 1, Wahid Munawar 2, Sriyono 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr.
Lebih terperinci1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif merupakan salah satu perwujudan dari pendidikan berkualitas. Pendidikan inklusif merujuk pada sistem pendidikan atau lembaga pendidikan yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan mengenai Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan keadaan normal saja
Lebih terperinciLAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA
LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA DISUSUN OLEH : Chrisbi Adi Ibnu Gurinda Didik Eko Saputro Suci Novira Aditiani (K2311013) (K2311018) (K2311074) PENDIDIKAN FISIKA A 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciImplementasi Pendidikan Segregasi
Implementasi Pendidikan Segregasi Pelaksanaan layanan pendidikan segregasi atau sekolah luar biasa, pada dasarnya dikembangkan berlandaskan UUSPN no. 2/1989. Bentuk pelaksanaannya diatur melalui pasal-pasal
Lebih terperinciPROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk
PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG Juang Sunanto, dkk Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam mengembangkan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Memasuki akhir milenium kedua, pertanyaan tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Sejak tahun 1901, Indonesia telah menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang pendidikan dasar yang ditempuh oleh individu. Tanpa menyelesaikan pendidikan pada jenjang
Lebih terperinci