UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KECAMATAN GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH TAHUN 2012 SKRIPSI EMBRIYOWATI CATIYAS NPM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT DEPOK JULI 2012 i

2 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KECAMATAN GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN JAWA TENGAH TAHUN 2012 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat EMBRIYOWATI CATIYAS NPM : FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KEBIDANAN KOMUNITAS DEPOK JULI 2012 ii

3

4

5 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah Tahun Skripsi ini merupakan tugas akhir pada semester IV Pendidikan Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tahun Penulis mengharapkan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan tambahan bagi mahasiswa yang mengikuti pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini ijinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Bambang Wispriyono, Apt. Ph.D selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat. 2. Bapak Dr. Dian Ayubi, SKM, MQIH, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, yang telah bersedia disibukkan dengan pemberian tanda tangan atas ijin penelitian. 3. Bapak Dr. Tri Krianto, drs. M.Kes, selaku Manager Pendidikan dan Riset, terimakasih atas bimbingan dan arahannya. 4. Bapak Doni Hikmat Ramdhan, SKM, MKKK, Ph.D. terimakasih atas bimbingan, petunjuk dan kesabaran yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini serta atas ilmu baru yang telah diberikan. 5. DR. Robiana Modjo, SKM, M.Kes dan H. Hermansyah, SKM, MPH, selaku dewan penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji. 6. Ibu dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M.Kes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen yang telah memberikan ijin penelitian 7. Bapak H Sumarno.S.Sos selaku Camat Gombong, para kepala desa dan kelurahan se Kecamatan Gombong yang telah membantu dalam penelitian. v

6 8. dr Prio Nurono selaku Kepala Puskesmas Gombong I dan dr Sri Setiyani selaku Kepala Puskesmas Gombong II beserta staf yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. 9. Bapak Imam, Ibu Hj Supadmi, mba Siti B, rekan-rekan bidan Puskesmas Gombong I dan Puskesmas Gombong II, mba Yanti, mba Mei atas kerjasamanya dalam memberikan responden dan membantu dalam pelaksanaan penelitian 10. Para kader kesehatan se Kecamatan Gombong terutama kepada Ibu Rasmini yang telah membantu penelitian ini dan para ibu balita yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 11. Suamiku tercinta Mugiyono yang telah mendorong penulis sehingga tumbuh semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, juga buat anakanakku tercinta Ghozi Anas Fauzi Pratama dan Ghani Ahnaf Hakim, yang selalu memberikan inspirasi pada penulis. 12. Kedua orang tuaku Bapak Bohid Mustofa dan Ibu Ruminah yang selalu memberikan doa restu kepada penulis agar berhasil dalam studi dan kedua kakakku Mas Eko dan Mas Eli atas semangat dan doa yang diberikan, Ibu Sri A serta Budhe Saroh yang telah menjaga anak-anakku selama ini. 13. Teman-teman Bidkom seangkatan khususnya Bidkom B yang selalu bersama dalam suka duka. 14. Terima kasih pula pada semua pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta kritik demi perbaikan skripsi ini. Semoga bermanfaat. Depok, 05 Juli 2012 Penulis vi

7

8

9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Embriyowati Catiyas Tempat Tanggal Lahir : Pekalongan, 11 Desember 1976 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Telepon : Alamat : Banjarsari RT 01 Rw 03 Kec. Gombong Kab. Kebumen, Jawa Tengah embriyowatic@yahoo.com Pendidikan : Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun : SDN Banjarsari : SMPN 1 Gombong : SPK Depkes DI Yogyakarta : PPB A SPK Depkes DI Yogyakarta : DIII Bidan Stikes Aisyiyah Yogyakarta : S1 FKM Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Riwayat Pekerjaan : Tahun Tahun 1997-sekarang : Bidan di Desa Tepakyang Puskesmas Adimulyo Kabupaten Kebumen : Bidan di Desa Banjarsari Puskesmas Gombong I Kabupaten Kebumen ix

10 Nama : Embriyowati Catiyas Program Studi : Sarjana Kesehatan Masyarakat Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Tengah tahun ABSTRAK ISPA merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi dan penyebab kematian balita di negara maju. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tahun Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua balita yang berumur 0 59 bulan dengan jumlah sampel 166 balita yang di ambil secara systematic random sampling pada karakteristik balita, lingkungan rumah, sumber pencemaran udara dalam rumah dan partikulat debu PM 2,5. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara ASI Eksklusif (2,19;1,15,- 4,16), status imunisasi (3,25;1,14-9,49), status gizi (4,18;1,12-15,59), pencahayaan (2,32;1,10-4,85), kepadatan hunian (2,08;1,11-3,88), adanya perokok (2,23;0,15-4,322) dan ada hubungan jarak rumah dari jalan raya yang mengandung PM 2,5 (8,00;1,52-42,04) dengan kejadian ISPA pada balita. Kata kunci: ISPA, karakteristik balita, lingkungan rumah, sumber pencemaran dalam rumah, PM 2,5. x

11 Name of Student : Embriyowati Catiyas Study Program : Bachelor of Publich Health Title : Factors Related to Incidence Of Acute Respiratory Infection On Children Under Five Year In Kebumen Among Regency Gombong Subdistric Of Central Java Province Year ABSTRACT Acute Respiratory Infections (ARI) is an infectious disease it is the most common cause of infant mortality in developing countries. This study aims is to find an overview and factors related of the incidence of ARI in the Kebumen Region, Gombong subdistric of Province Central Java in This study uses crosssectional design. The population in this study were all children aged 0 days - 59 months with a sample of 166 children under five year old. This study sampling taken by systematic random sampling on factor characteristics of infants, home environment, sources of indoor air pollution and accidental sampling on factor particulate dust PM of 2.5. The results of this study showed significant association between the characteristics of a toddler: breastfeeding status (2,19;1,15 to 4,16), immunization status (3,25;1,14 to 9,49), nutritional status (4,18;1,12to 5,59) home environment factors: density residential (2,08;1,11-3,88), lighthing (2,32;1,10-4,85), sources of pollution air in the house: the smokers (2,23;0,15-4,322) and association between PM 2,5 of house distance from the main road (8,00;1,52-42,04) with acute respiratory infection. Key Word: ISPA, the characteristics of children, environment of the home, indoors sources of pollution, PM 2.5. xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... HALAMAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii iv v vii viii ix x xii xiv xv xvi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Masyarakat Pengelola Program Peneliti Peneliti Lain Ruang Lingkup TINJAUAN PUSTAKA Infeksi Saluran Pencernaan Akut (ISPA) Pengertian ISPA Etiologi ISPA Klasifikasi ISPA Tanda dan Gejala Penyakit ISPA Penularan ISPA Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit ISPA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Karakteristik Balita Lingkungan Rumah Pencemaran Udara Dalam Rumah Partikulat Debu PM 2, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Teori xii

13 3.2. Kerangka Konsep Definisi Operasional METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Besar Sampel CaraPengambilan Sampel Pengumpulan Data Cara dan Alat Pengumpulan Data Petugas Pengumpul Data Pengolahan Data Analisis Data Analisis Univariat Analisis Bivariat HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Wilayah Hasil Uji Univariat Hasil Uji Bivariat Partikulat debu PM 2,5 pada jarak rumah dari jalan raya PEMBAHASAN Gambaran Kejadian ISPA Gambaran dan Hubungan Faktor Karakteristik Balita dengan Kejadian ISPA Gambaran dan Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dengan Kejadian ISPA Gambaran dan Hubungan Faktor Sumber Pencemaran Udara dalam Rumah dengan Kejadian ISPA Gambaran dan Hubungan Jarak Rumah dari Jalan Raya Dilihat dari Kandungan Partikulat Debu PM 2, Keterbatasan Penelitian SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Definisi Operasional Tabel 4.1. Jumlah Responden Yang Menjadi Sampel di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tahun Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tahun Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Variabel di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah tahun Tabel 5.3 Konsentrasi Debu PM 2,5 pada Jarak Rumah dari Jalan Raya di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tahun Tabel 5.4 Perbandingan Konsentrasi Debu PM 2,5 Antara Rumah yang Dekat dari Jalan Raya, dan Rumah yang Jauh dari Jalan Raya di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tahun Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Konsentrasi Debu PM 2,5 pada Jarak Rumah dari Jalan Raya dengan Kejadian ISPA di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah tahun xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Kerangka Teori Gambar 3.2. Kerangka Konsep xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian Lampiran 2. Kuesioner Lampiran 4. Output Uji Statistik xvi

17 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang paling sering terjadi dan merupakan penyebab kematian balita di negara maju maupun berkembang. ISPA menyebabkan 4 dari 15 juta kematian pada anak berusia dibawah 5 tahun setiap tahunnya, dimana sebanyak dua pertiga kematian adalah bayi (WHO, 2002). Kematian pada balita di Amerika terjadi lebih dari 1,5 juta kematian setiap tahunnya yang berasal dari infeksi pernapasan yang disebabkan oleh lingkungan. Kejadian ISPA yang terjadi di negara berkembang terdiri dari dua macam infeksi yaitu sekitar 24% menderita infeksi pernapasan bagian atas dan 42% menderita infeksi pernapasan bagian b awah. (Pruss-ustun, 2006). ISPA dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi perumahan, karakteristik balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, ASI Eksklusif, status imunisasi), kepadatan hunian, polusi udara luar, sumber pencemaran udara dalam ruang (penggunaan anti nyamuk bakar, bahan bakar untuk memasak dan keberadaan perokok). Selain itu juga konsumsi vitamin A memiliki pengaruh terhadap timbulnya ISPA pada balita ( Depkes, 2009). Di Indonesia, episode penyakit batuk pilek pada balita diperkirakan 3-6 kali per tahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Depkes, 2009). Kematian akibat ISPA terutama pneumonia di Indonesia pada akhir tahun 2000 sekitar balita. Diperkirakan sebanyak bayi / balita meninggal tiap tahun atau korban perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak perjam atau seorang bayi / balita tiap lima menit (Depkes, 2009). Menurut hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional ISPA adalah 25,5 % dengan prevalensi tertinggi terjadi pada usia balita yaitu 35 %, sedangkan terendah yaitu pada kelompok umur 15 sampai dengan 24 tahun. Kejadian ISPA di Provinsi Jawa Tengah di atas prevalensi nasional, yaitu sebanyak 29,08%. 1

18 2 Berdasarkan Laporan Tahunan Kegiatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, yang merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Jawa Tengah mempunyai prevalensi ISPA sebesar 28,05% pada tahun 2009, tahun 2010 sebesar 20%, sedangkan pada tahun 2011 sebesar 29%. Salah satu Kecamatan yang berada di wilayah kabupaten Kebumen yang mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir yaitu Kecamatan Gombong dimana pada tahun 2009 sebesar 48%, tahun 2010 sebesar 49% dan pada tahun tahun 2011 sebesar 53% ( Laporan ISPA, 2011). 1.2 Rumusan Masalah Penelitian tentang ISPA pada balita dilaksanakan karena ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling sering terjadi dan merupakan penyebab kematian balita yang cukup tinggi yaitu 1,5 juta kematian setiap tahun. Kecamatan Gombong merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Kebumen Jawa Tengah yaitu 2009, 2010 dan ISPA pada balita dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti kondisi perumahan, karakteristik balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, ASI Eksklusif, status imunisasi), kepadatan hunian, polusi udara (partikulat debu PM 2,5 dan PM 10 ), sumber pencemaran udara dalam ruang (penggunaan anti nyamuk bakar, bahan bakar untuk memasak dan keberadaan perokok). Kejadian ISPA pada balita yang meningkat selama 3 tahun terakhir di wilayah kecamatan Gombong kabupaten Kebumen Jawa Tengah serta penyebab dari peningkatan kejadian ISPA belum pernah diteliti sebelumnya, sehingga diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini maka akan sangat membantu kecamatan Gombong untuk dapat melakukan pemecahan maslah tentang kejadian ISPA.

19 3 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kejadian ISPA, karakteristik balita, faktor lingkungan rumah, sumber pencemaran dalam rumah, dan partikulat PM 2,5 pada balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah Tahun 2012? 2. Apakah adakah hubungan antara karakteristik balita, faktor lingkungan rumah, sumber pencemaran dalam rumah, dan partikulat PM 2,5 pada balita dengan kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah Tahun 2012? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis gambaran dan faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah tahun Tujuan Khusus 1. Menganalisis hubungan Faktor Karakteristik Balita (Berat Badan Lahir, ASI Eksklusif, Status Imunisasi, dan Status Gizi ) dengan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah Tahun Menganalisis hubungan faktor lingkungan rumah balita ( meliputi ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, pencahayaan dan kepadatan hunian) dengan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah Tahun Menganalisis hubungan faktor sumber pencemaran udara dalam rumah (bahan bakar masak, adanya perokok) dengan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah Tahun Menganalisis hubungan partikulat debu PM 2,5 dengan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah Tahun 2012

20 4 1.5 Manfaat Penelitian Masyarakat Memberikan gambaran kepada masyarkat tentang pentingnya kesehatan lingkungan dan rumah dalam rangka penurunan angka kejadian ISPA Pengelola Program Dapat memberikan masukan dan informasi pada pengelola program untuk melakukan pemeriksaan rumah secara berkala serta dapat memberikan penyuluhan tentang rumah sehat Peneliti Penelelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang faktor-faktor yang dpat mempengaruhi kejadian ISPA Peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dpat menjadi bahan bacaan, masukan serta acuan unutk penelitian selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah pada bulan Mei- Juni Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Responden pada penelitian ini adalah anak balita usia 0 59 bulan. Pengumpulan data melalui kuesioner dengan wawancara pada ibu balita, observasi dan pengukuran dirumah responden.

21 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA) Pengertian ISPA ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut, disebut juga dengan istilah Acute Respiratory Infectious (ARI), yang diperkenalkan pada tahun ISPA terdiri dari tiga unsur, yaitu: Infeksi, Saluran pernafasan dan Infeksi akut. Yang dimaksud dengan Infeksi ialah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. (Depkes, 2009) Etiologi ISPA ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain yang jumlahnya lebih 300 macam. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus (termasuk didalamnya Virus influenza, virus para influenza, dan virus campak), Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, dan Herpesviru. ISPA akibat polusi adalah ISPA yang disebabkan oleh polusi udara yang terjadi diluar ruangan (Indoor) dan dalam ruangan (Outdoor). (Depkes, 2009). 5

22 Klasifikasi ISPA Untuk kepentingan program pencegahan dan pemberantasan ISPA, maka penyakit ISPA dapat dibedakan menurut Lokasi Anatomik dan klasifikasi penyakit menurut kelompok umur ( Depkes, 2000): Lokasi Anatomik a. ISPA atas. ISPA atas adalah batuk pilek (common cold), Peradangan pada faring (Pharingitis), peradangan pada tonsil dan kriptanya (Tonsilitis). b. ISPA bawah. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian Klasifikasi penyakit a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : 1). Pneumonia berat, bila batuk disertai dengan adanya napas cepat (Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat (Severe chest indrawing). 2). Non pneumonia, bila batuk dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat. b. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia berat, pnemonia dan bukan pnemonia. 1). Pneumonia berat, jika batuk disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. 2). Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu > 50 kali / menit untuk umur 2-12 bulan, dan > 40 kali / menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun. 3). Non pneumonia, batuk pilek biasa dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

23 Tanda dan Gejala Penyakit ISPA Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun (Depkes, 2002) Pneumonia berat Adanya batuk dan atau kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing) Bukan pneumonia Apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala peningkatan frekuwensi napas dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya : a. Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas), demam. b. Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.

24 Penularan ISPA ISPA adalah salah satu penyakit yang tergolong pada air borne disease (penularan penyakit melalui udara) yang terjadi tanpa adanya kontak dengan penderita maupun benda yang terkontaminasi. Penularan penyakit ISPA terjadi dalam bentuk droplet nuklei (Partikel yang sangat kecil sebagai hasil dari batuk atau bersin dan dapat tinggal dalam udara bebas untuk waktu yang cukup lama dan dihisap langsung pada saat bernapas) maupun dalam bentuk dust (Partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil resuspensi partikel yang terletak dilantai, tempat tidur dan tempat lainnya dan tertiup angin bersama debu) (Noor, 2006) Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit ISPA Bentuk penanggulangan dan pencegahan dilaksanakan dengan cara pengelolaan kasus, imunisasi, perbaikan kesehatan lingkungan, dan penyuluhan kepada masyarakat. Sedangkan pencegahan diarahkan kepada faktor yang dapat mengurangi kesakitan ISPA antara lain : imunisasi DPT, perbaikan gizi keluarga, peningkatan kesehatan ibu dan bayi berat lahir rendah (BBLR), perbaikan kualitas lingkungan di dalam maupun di luar rumah.(depkes,2002) 2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA Karakteristik Balita Berat Badan lahir Menurut Hull (2008) Berat Badan Lahir Rendah yaitu berat lahir kurang dari 2500 gram yang dikategorikan menjadi dua macam yaitu bayi kecil untuk masa kehamilan dan bayi prematur. Berat badan saat lahir bayi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah segala sesuatu yang berada di sekitar janin yang terdiri dari otot rahim, plasenta, cairan ketuban, kehamilan kembar dan lain-lain. Lingkungan makro mempunyai peranan terhadap berat badan bayi yang terdiri dari usia ibu saat melahirkan, jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh ibu,status terminasi kehamilan, gizi ibu,penyakit ibu dan perilaku ibu seperti perilaku merokok baik ibu sebagai perokok pasif maupun aktif (Slamet, 2000).

25 9 Sebuah studi kasus-kontrol dilakukan pada 400 anak di bawah usia 5 tahun di Selatan Kerala, India, untuk mengidentifikasi faktor risiko pneumonia berat. Kasus adalah pasien rawat inap dengan pneumonia berat sebagai dipastikan kriteria WHO, sementara kontrol keluar-pasien dengan non-berat infeksi pernapasan akut. Hanya empat dari banyak faktor risiko kemungkinan muncul sebagai signifikan, yaitu. muda usia, imunisasi, tertunda menyapih, dan berbagi kamar tidur. Faktor-faktor signifikan pada analisis univariat adalah pendidikan orangtua, pencemaran lingkungan, penghentian pemberian ASI pada bayi muda, malnutrisi, hypovitaminosis A, berat badan lahir rendah, riwayat ISPA berat, unresponsiveness untuk pengobatan lebih dini, dan penggunaan non-allopathic obat. Koreksi faktor ini mungkin dapat mengurangi kematian akibat ISPA ASI Eksklusif Menurut Depkes RI (2004) ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai 6 bulan, bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI Eksklusif ini. ASI Eksklusif merupakan tindakan efektif untuk menyelamatkan kehidupan anak dan dapat mencegah 13-15% dari setiap kematian 9 juta anak (Nkala dan Msuya, 2011). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF merekomendasikan pemberian ASI Eksklusif enam bulan pertama untuk pemberian makan bayi dan anak kecil yang optimal disamping pemberian ASI pada umur satu jam pertama dan juga pengenalan makanan pelengkap yang cukup bergizi serta aman bagi bayi pada usia enam bulan bersama dengan kelanjutan ASI sampai umur dua tahun (WHO, 2010) Status Imunisasi Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang efektif dan efisien dalam upaya kelangsungan hidup anak. Imunisasi berfungsi agar mencegah penyakit terjadinya penyakit dengan pemberian vaksin, sehingga timbul reaksi didalam tubuh dengan membentuk antibody terhadap antigen tersebut (Rifai, 2004).

26 10 Depkes (2009) menyebutkan bahwa imunisasi melindungi anak dari penyakit, mencegah kecacatan dan mencegah kematian anak. Imunisasi dasar yang harus dimiliki oleh bayi yaitu: a. Vaksin hepatitis B untuk mencegah penyakit hepatitis B atau kerusakan hati. b. Vaksin BCG untuk mencegah penyakit TBC/Tuberkulosis. c. Vaksin polio untuk mencegah penyakit polio atau lumpuh layu pada tungkai kaki dan lengan tangan. d. Vaksin DPT untuk mencegah penyakit difteri atau penyumbatan jalan napas, batuk rejan atau batuk 100 hari serta tetanus. e. Vaksin campak untuk mencegah penyakit campak yaitu radan paru, radang otak dan kebutaan. Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui suntikan dan oral atau mulut yang disebut imunisasi. Depkes (2009) mengeluarkan jadwal imunisasi dasar yaitu: a. Usia 0 bulan : Hepatitis B b. Usia 1 bulan : BCG, Polio 1 c. Usia 2 bulan : DPT/HB 1, Polio 2 d. Usia 3 bulan : DPT/HB 2, Polio 3 e. Usia 4 bulan : DPT/HB 3, Polio 4 f. Usia 9 bulan : Campak Status Gizi Status gizi merupakan keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu (Supariasa, 2002). Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), dan Tinggi badan (TB). Variabel BB dan TB disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu BB menurut (BB/U), TB menurut (TB/U) dan BB menurut TB (BB/TB). (Kemenkes RI, 2010).

27 11 Dalam menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai standar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri balita WHO Berdasarkan nilai Z-score masing- masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut: 1. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U: Gizi buruk : Z-score < -3,0 SD Gizi kurang : Z-score -3,0 SD s/d Z-score < -2,0 SD Gizi baik : Z-score -2,0 SD s/d Z-score 2,0SD Gizi lebih : Z-score > 2,0 SD 2. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U: Sangat pendek : Z-score < -3,0 SD Pendek : Z-score -3,0 SD s/d Z-score < -2,0 SD Normal : Z-score -2,0 SD 3. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB: Sangat kurus : Z-score < -3,0 SD Kurus : Z-score -3,0 SD s/d Z-score < -2,0SD Normal : Z-score -2,0 SD s/d Z-score 2,0SD Gemuk : Z-score > 2,0 SD 4. Klasifikasi status gizi berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/U Pendek-Kurus : Z-score TB/U < -2,0 dan Z-score BB/TB < -2,0 Pendek-Normal: Z-score TB/U < -2,0 dan Z-score BB/TB antara -2,0 sampai dengan 2,0 Pendek-gemuk : Z-score TB/U < -2,0 dan Z-score BB/TB < -2,0 TB Normal-Kurus : Z-score TB/U -2,0 dan Z-score BB/TB< -2, Lingkungan Rumah Ventilasi Ventilasi merupakan proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Terdapat dua macam ventilasi yaitu ventilasi alamiah dimana aliran udara didalam ruangan terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang-

28 12 lubang pada dinding dan ventilasi buatan dimana mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara, contohnya kipas angin, mesin penghisap debu (Notoatmodjo, 2003). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal tentang ventilasi alamiah rumah yaitu luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. Penularan penyakit saluran pernapasan lebih besar terjadi karena jumlah/konsentrasi kuman lebih banyak pada udara yang tidak tertukar. Untuk itu dalam mengurangi terjadinya pencemaran udara dalam rumah dan lingkungan luar adalah dengan menciptakan ventilasi dan penggunaan jendela yang memenuhi syarat kesehatan, yang menurut APHA (American Public Health Association) yaitu berkisar % dari luas lantai dengan persyaratan jendela harus dibuka setiap hari, agar proses pertukaran udara dalam rumah dapat berjalan dengan baik. Adapun rumah yang memiliki ventilasi yang jelek akan menyebabkan terganggu pertukaran udara dari dalam dan luar rumah dan dapat menyebabkan terjadinya 3 faktor yaitu : kekurangan oksigen dalam udara, bertambahnya konsentrasi CO2 dan adanya bahan-bahan racun organic yang ikut terhirup. Di samping itu ruangan dengan ventilasi yang tidak baik yang sudah dihuni oleh manusia akan mengalami kenaikan kelembaban yang disebabkan oleh penguapan cairan tubuh dari kulit atau karena uap pernapasan jika udara terlalu banyak mengandung uap air, maka udara basah yang dihirup berlebihan akan mengganggu fungsi paruparu/pernapasan (Soemirat S.J, 2000) Jenis Lantai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa syarat lantai yang baik adalah yang kedap air dan mudah dibersihkan, seperti lantai terbuat keramik, kayu yang dirapatkan, ubin atau semen yang kedap dan kuat. Lantai rumah yang tidak kedap air dan

29 13 sulit untuk dibersihkan akan menjadi tempat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme didalam rumah Jenis Dinding Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa jenis dinding tidak tembus pandang, terbuat dari bahan yang tahan terhadap cuaca, rata dan dilengkapi dengan ventilasi untuk sirkulasi udara. Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang berkelanjutan seperti ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam rumah Jenis Atap Atap rumah mempunyai fungsi sebagai penahan panas sinar matahari dan melindungi masuknya debu, angin dan hujan. Salah satu fungsi atap rumah adalah melindungi masuknya debu dalam rumah. Atap sebaiknya diberi plafon atau langit-langit, agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah (Nurhidayah, 2007 dalam Oktaviani, 2009). Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas matahari minimum 2,4 m dari lantai, bisa dari bahan papan, anyaman bambu, tripleks atau gypsum. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan disamping sebagai penahan hantaran panas dari atap sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal Pencahayaan Cahaya yang masuk ke dalam rumah berfungsi untuk mengatasi perkembangan bibit penyakit, namun jika terlalu menyilaukan akan dapat merusak mata (Notoatmodjo, 2005). Cahaya dibedakan berdasarkan sumbernya menjadi dua yaitu cahaya alami(yang berasal dari matahari). Bersifat penting untuk membunuh kuman (mikroorganisme) yang adda didalam rumah, dimana rumah yang sehat mempunyai jalan cukup untuk masuknya cahaya ke dalam rumah. Lokasi penempatan jendela akan

30 14 mempengaruhi masuknya cahaya ke dalam rumah (intervensi pencahayaan bisa dilakukan dengan mengganti genteng biasa dengan genteng kaca). Dampak dari pencahayaan yaitu jika nilai pencahayaan (Lux) terlalu rendah akan berpengaruh terhadap proses akomodasi mata yang terlalu tinggi, sehingga akan berakibat terhadap kerusakan retina pada mata, sedangkan cahaya yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan. Faktor risiko pencahahayaan yaitu intensitas cahaya yang terlalu rendah, baik cahaya yang bersumber dari alamiah maupun buatan (Kemenkes RI, 2011) Upaya penyehatan yang dapat dilakukan yaitu pencahayaan dalam ruang rumah diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan membaca berdasarkan persyaratan minimal 60 Lux (Kemenkes RI, 2011) Kepadatan Hunian Kepadatan merupakan Pre-requisite untuk terjadinya proses penularan penyakit. Semakin padat, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Untuk itu Departemen Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah sehat, dengan rumus jumlah penghuni/luas bangunan. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa kepadatan hunian harus memenuhi persyaratan luas ruang tidur minimal 8m 2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Kepadatan hunian dalam rumah perlu diperhitungkan karena mempunyai peranan penting dalam penyebaran mikroorganisme didalam lingkungan rumah. (Depkes, 2003 dalam Achmadi, 2008) Suhu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa suhu udara yang nyaman berkisar antara 18 C sampai 30 C. Dampak suhu dalam rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan

31 15 gangguan kesehatan hingga hipotermi, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke. Perubahan suhu udara dalam rumah dipengaruhi beberapa faktor yaitu penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan, kondisi topografi, kondisi geografi. Sedangkan upaya penyehatan yang dapat dilakukan adalah jika suhu udara diatas 30 C maka diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi udara dengan menambahkan ventilasi mekanik atau buatan dan jika suhu udara kurang dari 18 C maka perlu menggunakan pemanas ruangan dengan menggunakan sumber energy yang aman bagi lingkungan dan kesehatan (Kemenkes RI, 2011) Kelembaban Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa kelembaban udara dalam rumah yang memenuhi syarat berkisar antara 40% sampai 70%. Salah satu faktor yang mempengaruhi udara dalam rumah yaitu kelembaban, dimana kelembaban yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme. Faktor risiko terjadinya kelembaban adalah konstruksi rumah yang tidak baik, contoh atap yang bocor, lantai dan dinding rumah yang tidak kedap udara dan kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami. Upaya penyehatan untuk kelembaban yaitu bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan diantarnya adalah menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban contohnya alat pengatur kelembaban udara, membuka jendela rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah, memodifikasi fisik rumah (meningkatkan pencahayaan, sirkulasi udara). Jika kelembaban udara lebih dari 60% maka dapat dilakukan upaya penyehatan diantaranya yaitu memasang genteng kaca, menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti humadifier.

32 Pencemaran Udara Dalam Rumah Bahan Bakar Memasak Penggunaan bahan bakar memasak seperti arang, kayu, minyak bumi, dan batu bara dapat mengakibatkan risiko terjadinya pencemaran udara didalam rumah, yang mana dapt menjadikan sumber pencemaran kimia seperti Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO 2 ) serta partikel debu diameter 2,5 µ (PM 2,5 ) dan partikel debu diameter 10 µ (PM 10 ) yang bisa meningkatkan risiko terjadinya ISPA (Kemenkes RI 2011) Adanya Perokok Asap rokok yang berasal dari perokok dalam rumah dapat menyebabkan pencemaran udara, yang selanjutnya dapat merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga memudahkan balita yang tinggal serumah dengan perokok menderita ISPA.Sumber pencemar kimia yang dapat menyebabkan pencemaran udara dalam rumah yang dihasilkan oleh asap rokok adalah Sulfur Dioksida (SO 2 ), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO 2 ). Asap rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS) merupakan gas beracun yang dikeluarkan dari pembakaran produk tembakau yang biasanya mengandung polycyclic aromatic hydrocarbon (PAHs) yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Kemenkes RI, 2011). Asap rokok (ETS) mempunyai dampak memperparah gejala anakanak penderita asma, senyawa dalam asap rokok menyebabkan kanker paru-paru, dan bayi serta anak-anak yang orantuanya perokok mempunyai risiko lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan dengan gejala sesak napas, batuk dan lender berlebihan.upaya penyehatannya adalah merokok diluar rumah yang asapnya dipastikan tidak masuk kembali ke dalam rumah, merokok di tempat yang telah disediakan apabila berada di fasilitas atau tempat-tempat umum, melakukan penyuluhan kepada masyarakat, serta penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya menghirup asap rokok (Kemenkes RI, 2011)

33 Pemakaian Obat Nyamuk Asap yang dihasilkan dari pembakaran obat nyamuk dapat menyebabkan polusi udara yang berasal dari dalam rumah (indoor). Pencemaran udara tersebut dapat berupa partikel debu diameter 2,5 µ (PM 2,5) dan partikel debu diameter 10 µ (PM 10 ) yang dapat menimbulkan ISPA (Kemenkes RI, 2011) Upaya kesehatan yang dapat dilakukan yaitu rumah dibersihkan dari debu setiap hari dengan kain pel basah atau alat penyedot debu (electro precipitator) pada ventilasi rumah dan dibersihkan secara berkala, menanam tanaman di sekeliling rumah untuk mengurangi masuknya debu k edalam rumah, ventilasi dapur mempunyai bukaan sekurang-kurangnya 40% dari luas lantai dengan sistem silang sehingga terjadi aliran udara atau menggunakan teknologi tepat guna untuk menangkap asap dan zat pencemar udara. (Kemenkes RI, 2011) Partikulat Debu PM 2,5 Partikel Debu PM 2,5 merupakan partikel debu yang berukuran 2,5 µg / m3, standar konsentrasi PM 2,5 adalah 35 µg/m3 (24 jam) berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No /PER/V/2011. PM 2,5 merupakan gabungan dari berbagai senyawa antara lain senyawa sulfat, senyawa nitrat ; karbon, ammonium, ion hydrogen, senyawa organic, logam dan merupakan partikel debu yang sangat ringan dan bisa berada di udara beberapa hari bahkan mingguan dan dapat terbang jauh sampai ratusan mil. Partikel ini sangat membahayakan kesehatan karena terdiri dan berbagai senyawa organik dan logam yang berbahaya dan dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Cara masuk partikel debu PM 2,5 Ke dalam tubuh yaitu partikel debu masuk ke dalam tubuh melalui 2 jalur yaitu inhalasi (dengan proses absorpsi) dan ingesti yaitu bahan pencemar udara dapat masuk ke dalam saluran pencemaan makanan secara langsung, melalui makanan/minuman yang tercemar oleh bahan pencemar udara tersebut. Mekanisme polutan partikel yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan akan mengalami berbagai saringan / sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikel-partikel, baik yang berbentuk padat

34 18 maupun cair ke dalam paru-paru. Untuk partikel yang besar akan dicegah oleh bulu-bulu hidung, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa yang terdapat disepanjang sistem pernafasan dan merupakan tempat partikel menempel. Pada beberapa bagian sistem pernafasan terdapat bulu-bulu halus (silia) yang bergerak maju dan belakang bersama-sama mukosa sehingga membentuk aliran yang membawa partikel yang ditangkapnya keluar dari sistem pernafasan ke tenggorokan di mana partikel tersebut tertelan. PM 2,5 telah terbukti mengganggu kesehatan. Program dari The Clean Air Europe bekerjasama dengan komisi Eropa menyatakan bahwa partikel PM 2,5 menyebabkan lebih dari kematian bayi premature setiap hari di Eropa dan menurunkan umur harapan hidup manusia 8,6 bulan (Tainio, 2007) Cara Pengukuran PM 2,5 di dalam ruangan dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu menggunakan metode gravimetric dan sensor. 1. Metode Gravimetric, Menggunakan alat HVS (High Volume Sampler) yang dilengkapi dengan kertas filter. Cara kerjanya : Filter barn ditimbang dengan analitic balace, dan hasil penimbangannya dicatat sebagai berat filter sebelum sampling. Tentukan posisi alat HVS, yang mewakili daerah yang akan diperiksa, jarak alat dengan sudut ruangan, jendela serta dengan dinding sejauh ± 0,5 m. Sedangkan dari lantai berjarak 145 cm. Lalu Pasang filter pada HVS, nyalakan selama 2 jam. Setelah selesai, kertas filter dilipat dimasukan ke dalam plastik klip, lalu di timbang analitic balace, dan hasil penimbangannya dicatat sebagai berat filter sesudah sampling. Selisih dari berat filter sebelum dan sesudah sampling, itu merupakan hasil pemeriksaan dan dibandingkan dengan baku mutunya. 2. Metode sensor Pengukuran metode ini menggunakan alat Dust Trak II Tipe 8530 yang bisa langsung membaca hasil pemeriksaan tanpa diolah, alat ini mempunyai keunggulan dapat untuk memeriksa partikel debu berukuran 10, 2,5 dan 1 µg/m3. Posisi menempatkan sampler sama seperti pada metode gravimetric.

35 19 Cara Kerja Dust Trak II Aerosol Monitor: 1. Nyalakan Tombol Power (on/off) pada alat Dust Trak II Aerosol Monitor 2. Pada tampilan awal akan keluar menu yang akan kita pilih 3. Siapkan Cyclone (Filter) yang akan kita gunakan, sesuai dengan PM yang akan diukur (jika ingin mengukur PM 2,5 maka Cyclone yang digunakan adalah 2,5 µm) 4. Kemudian pilih menu Setup untuk melakukan kalibrasi pada laju alir (flowrate) dan Cyclone

36 20 5. Lakukan Kalibrasi: a. Flowrate (Laju Alir) Siapkan Dust Track II dan Cyclone Hubungkan cyclone dengan rotameter dengan menggunakan selang silicon Pilih menu Flow Call Sesuaikan flowrate pada Dust Trak dengan Rotameter (lihat bola pada rotameter, jika belum sesuai, maka lakukan adjust pada Dust Trak. Biasanya nilai Flowrate pada Dust Trak lebih kecil dibandingkan dengan rotameter) Flowrate yang digunakan 1-2 Lpm (Liter per menit) Setelah sesuai, langkah selanjutnya lakukan kalibrasi terhadap Cyclone (Zero Call) b. Cyclone (Zero Call) Lepas selang silicon dan rotameter Pasang alat Zero Call pada Cyclone

37 21 Pilih menu Zero Call dan Start Tunggu selama 60 detik (lihat waktu pada alat) Setelah selesai, lepaskan alat Zero Call dan pasang kembali penutup Cyclone Alat siap untuk digunakan 6. Untuk pengukuran, siapkan alat lengkap dengan Cyclone dan penutupnya 7. Pilih menu Main dan untuk memulai pengukuran dan record data pilih Start 8. Lama waktu pengukuran dan record data sesuai dengan pengaturan yang kita inginkan.

38 22 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori Kejadian ISPA pada balita dapat terjadi karena adanya bahan pencemar seperti mikroorganisme, gas dan partikulat (PM 10, PM 2,5) yang menyerang saluran pernapasan pada balita. Karakteristik balita sangat berperan penting untuk menghindari terjadinya penyakit ISPA misal berat badan lahir, ASI Eksklusif, status imunisasi, status gizi. Sumber pencemaran dalam rumah seperti kegiatan dalam rumah contohnya bahan bakar memasak, adanya perokok juga mempunyai peran sangat besar untuk terjadinya ISPA pada balita. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan fisik rumah seperti ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, pencahayaan, suhu, kelembaban dan kepadatan hunian. Faktor karakteristik ibu contoh pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan status ekonomi juga mempengaruhi kejadian ISPA pada balita. Untuk memperjelas hubungan setiap variabel dengan kejadian penyakit ISPA pada balita, maka dibuatlah gambaran kerangka teori seperti gambar 3.1 dibawah ini: 22

39 23 Sumber pencemaran udara dalam rumah Bahan bakar masak Adanya perokok Pemakaian obat nyamuk bakar Karakteristik ibu Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Status ekonomi Mikroorganisme Gas (CO, Hidrokarbon) Partikulat (debu PM 10, PM 2,5) ISPA BALITA Lingkungan fisik rumah Ventilasi Jenis lantai Jenis dinding Pencahayaan Suhu Kelembaban Kepadatan hunian Karakteristik balita Umur Jenis kelamin Berat badan lahir ASI Eksklusif Status Imunisasi Pemberian Vitamin A Status gizi Pemberian MP-ASI Sumber : Modifikasi dari beberapa teori : Depkes RI 1999, Depkes RI 2002, Depkes RI 2009 Gambar 3.1 Kerangka Teori

40 Kerangka Konsep Berdasarkan pertimbangan studi kepustakaan pada kerangka teori di atas maka disusun kerangka konseptual yang menjadi dasar pengukuran variabel dependen maupun independen Karakteristik balita : Berat badan lahir ASI Eksklusif Status Imunisasi Status gizi Faktor Lingkungan Rumah : Ventilasi Jenis lantai Jenis dinding Pencahayaan Kepadatan hunian ISPA BALITA Sumber pencemaran udara dalam rumah : Bahan bakar masak Adanya perokok Partikulat debu PM 2,5 Gambar 3.2 Kerangka Konsep

41 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Kejadian ISPA pada balita Anak balita umur 0-59 bulan yang menderita gangguan saluran pernapasan meliputi batuk, kesukaran bernapas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dengan atau tanpa demam/panas (Depkes, 2007). Dikelompokkan menjadi: 1. Tidak ISPA, jika tidak mengalami gejala. 2. ISPA, jika mengalami satu atau lebih gejala Wawancara kuesioner 1. Tidak ISPA 2. ISPA Ordinal 2 Berat Badan Lahir Riwayat berat badan bayi saat lahir (Hull, 2008) Dikelompokkan menjadi: 1. Baik, jika BBL 2500 gram 2. Kurang, jika BBL < 2500 gram Wawancara Kuesioner dan KMS 1.Baik 2.Kurang Ordinal 3 ASI Eksklusif Pemberian ASI saja kepada balita sampai umur 6 bulan tanpa pemberian makanan/cairan lain (Depkes 2004). Dikelompokkan menjadi: 1. Ya, jika diberikan ASI Eksklusif 2. Tidak jika tidak diberikan ASI Eksklusif Wawancara dan observasi Kuesioner kohort bayi 1.Ya 2. Tidak Ordinal

42 26 4 Status Imunisasi Imunisasi yang didapatkan oleh balita sesuai dengan umur balita sampai dilakukan penelitian (Depkes RI, 2009) Dikelompokkan menjadi: 1. Lengkap, jika status imunisasi lengkap 2. Tidak lengkap, jika status imunisasi tidak lengkap 5 Status gizi Keadaan gizi balita saat penelitian melalui penimbangan yang diperoleh dari berat badan dibagi umur sesuai dengan KMS berdasarkan standar WHO. (Depkes RI,2010) Dikelompokkan menjadi: 1. Baik, jika Zscore - 2,0 s/d Zscore 2,0) SD 2. Kurang, jika Zscore < -2,0 SD Wawancara Dan Observasi Wawancara Dan Pengukuran Kuesioner dan KMS Kuesioner Timbangan dan KMS 1. Lengkap 2. Tidak lengkap 1. Baik 2. Kurang Ordinal Ordinal 6 Ventilasi Lubang hawa yang berfungsi sebagai tempat pertukaran udara pada kamar tidur dan ruang keluarga responden (Depkes RI,2009) Dikelompokkan menjadi 1. Memenuhi syarat (MS), jika jendela dengan luas 10% terhadap luas lantai. 2. Tidak memenuhi syarat (TMS), jika jendela dengan luas < 10% terhadap luas lantai. Dilakukan observasi pada kamar tidur dan ruang keluarga responden dengan mengukur luas jendela dan dibagi dengan luas ruangan dikalikan 100% Kuesioner Dan rollmeter 1. Memenuhi syarat (MS) 2. Tidak memenuhi syarat (TMS) ordinal 7 Jenis lantai Bahan dari alas atau dasar sebagai penutup bagian bawah dari kamar tidur dan ruang keluarga responden. Dikelompokkan menjadi: 1. Memenuhi Syarat (MS), jika terbuat dari semen/ tegel/ ubin/ teraso/ keramik dan tidak rusak kondisinya 2. Tidak Memenuhi Syarat (TMS), jika terbuat dari tanah/ Observasi kuesioner 1. Memenuhi Syarat (MS) 2. Tidak Memenuhi Syarat (TMS) ordinal

43 27 papan/ semen tapi dengan kondisi yang sudah rusak. (Kepmenkes 829/1999) 8 Jenis dinding Suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi suatu area (umumnya membatasi bangunan dan menyokong struktur lainnya, membatasi ruang, atau melindungi atau membatasi suatu ruang di alam terbuka). Berfungsi sebagai dinding di sebagian besar kamar balita dan ruang keluarga. Dikelompokkan menjadi: 1. Memenuhi syarat, bila terbuat dari tembok dan diplester, serta berwarna terang dan dalam kondisi yang bersih. 2. Tidak Memenuhi Syarat, bila terbuat dari tembok tapi berwarna, kotor, basah (lembab), tembok yang tidak diplester atau dari kayu/ bambu/ triplek/ papan. (Kepmenkes 829/1999) Observasi Kuesioner 1. Memenuhi Syarat (MS) 2. Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Ordinal 9 Pencahayaan Intensitas cahaya yang masuk pada kamar tidur dan ruang keluarga responden Dikelompokkan menjadi: 1. Memenuhi syarat (MS), bila intensitas 60 lux 2. Tidak Memenuhi Syarat (TMS), bila intensitas < 60 lux (Kepmenkes 829/1999) Pengukuran Kuesioner Dan Luxmeter 1. Memenuhi Syarat (MS) 2. Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Ordinal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2.1.1 Pengertian ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap orangtua yang memiliki anak balita usia 1-4 tahun dengan riwayat ISPA di Kelurahan Kopeng Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH PUSKESMAS DTP CIGASONG A. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut () merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ISPA Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Menurut Winslow dalam Chandra (2007), rumah sehat adalah suatu tempat untuk tinggal permanen, berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia saat ini dan sering terjadi pada anak - anak. Insidens menurut kelompok umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DAN FAKTOR ANAK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA WAY HUWI PUSKESMAS KARANG ANYAR KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2012 Ernawati 1 dan Achmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.

Lebih terperinci

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan. Rumah berfungsi sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1 KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN Suyami, Sunyoto 1 Latar belakang : ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Sasaran : 1. Umum : Keluarga pasien ISPA 2. Khusus: Pasien ISPA Hari/Tanggal : Jumat, 24 Januari 2014 Waktu : Pukul 9.30 10.00

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut, 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah, Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Defenisi Istilah ISPA yang merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut diperkenalkan pada tahun 1984. Istilah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1. ISPA a. Definisi ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA Aprinda D.S. dan Soedjajadi K., Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja Puskesmas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. ISPA a. Pengertian lspa ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi

Lebih terperinci

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA MANADO Cheryn D. Panduu *, Jootje. M. L. Umboh *, Ricky.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/Mei 2017; ISSN X,

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/Mei 2017; ISSN X, HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURANPERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN RANOMEETO KECAMATAN RANOMEETO TAHUN 2017 Wa Ode Yuslinda 1 Yasnani 2

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. ISPA a. Definisi ISPA Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2014) Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disebut juga dengan Infeksi Respiratori Akut (IRA).

Lebih terperinci

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan Hubungan antara Polusi Udara Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ISPA 1. Pengertian ISPA ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi

Lebih terperinci

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian ABSTRAK FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA SISWA TAMAN KANAK-KANAK DI KELURAHAN DANGIN PURI KECAMATAN DENPASAR TIMUR TAHUN 2014 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah BAB 1 PENDAHULUAN Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, identifikasi kerangka kerja konseptual, pertanyaan penelitian, variabel penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Namun pembangunan industri dengan berbagai macam jenisnya tentunya memiliki dampak positif

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI DESA TALAWAAN ATAS DAN DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA Ade Frits Supit

Lebih terperinci

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

SUMMARY ABSTRAK BAB 1 SUMMARY ABSTRAK Sri Rahmawati, 2013. Hubungan Umur Dan Status Imunisasi Dengan Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bulawa. Jurusan Keperawatan. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan Heledulaa Utara. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Faktor risiko penderita ISPA balita di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

Informasi penyakit ISPA

Informasi penyakit ISPA Informasi penyakit ISPA ISPA ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang melibatkan salah satu atau lebih dari organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring dan laring. ISPA mencakup: tonsilitis (amandel),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang mengenai saluran pernapasan. Istilah ini diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Istilah ISPA yang merupakan singkatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan

Lebih terperinci

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 ABSTRAK Likyanto Karim. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan

Lebih terperinci

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016 30 KETERKAITAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP) DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA USIA (1-5 TAHUN) Nurwijayanti Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES Surya Mitra

Lebih terperinci

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi di perkirakan terjadi lebih 2 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal setiap tahun.

Lebih terperinci

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA

ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA ABSTRAK RESIKO KEJADIAN ISPA PADA PEROKOK PASIF DAN PENGGUNA KAYU BAKAR DI RUMAH TANGGA Ema Mayasari Stikes Surya Mitra Husada Kediri Email: eyasa@ymail.com Penyakit ISPA terjadi bukan hanya karena infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA 64 UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA 10-59 BULAN YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2) ANALISIS FAKTOR RESIKO TERJADINYA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI LINGKUNGAN PABRIK KERAMIK WILAYAH PUSKESMAS DINOYO, KOTA MALANG Ijana 1), Ni Luh Putu Eka 2), Lasri 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci