BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. abstrak suatu objek. melalui konsep, diharapakan akan dapat menyederhanakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. abstrak suatu objek. melalui konsep, diharapakan akan dapat menyederhanakan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis Hakikat Pemahaman Konsep Pengertian Konsep Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu objek. melalui konsep, diharapakan akan dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah. Seperti yang diungkapkan Nasution (2008:161) yang mengungkapkan bahwa bila seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep. Selanjutnya dipertegas oleh Soedjadi (2000:14) yang menyatakan bahwa Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata Pengertian konsep dalam matematika menurut Bahri (2008:30) adalah satu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. orang yan memiliki konsep ampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang di hadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tidak berperaga. konsep sendiri dapat diambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). Dari pengertian konsep di atas dapat disimpulkan bahwa konsep adalah ide abstrak untuk mengklasifikasi objek-objek yang biasanya dinyatakan dalam suatu

2 istilah kemudian dituangkan ke dalam contoh dan bukan contoh, sehingga seseorang dapat mengerti suatu konsep dengan jelas. Dengan menguasai konsep seseorang dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu Pengertian Pemahaman Konsep Menurut Benyamin, (dalam Uno dkk, 2004:191) menyatakan bahwa Pemahaman (Comprehension) diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya Pemahaman merupakan terjemahan dari comprehension. Pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Pemahaman adalah kemampuan menerangkan suatu hal dengan kata-kata yang berbeda dengan yang terdapat dalam buku teks, menginterpretasikan atau menarik kesimpulan. Pemahaman terhadap konsep matematika dapat dilihat dari kemampuan siswa: 1) mendefinisikan konsep secar verbal dan tulisan; 2) mengidentifikasi membuat contoh dan bukan contoh; 3) menggun akan model, diagram dan simbol untuk mereprsentasikan suatu konsep; 4) mengubah suatu bentuk rep0resentasi ke bentuk lain; 5) mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; 6) mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan suatu konsep; 7) membandingkan dan membedakan konsep-konsep. Pemahaman terdiri atas 3 bagian yaitu: perubahan (translation), pemberian (interpretation), dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Pemahaman Translasi adalah kemampuan dalam memahami suatu gagasan yang dinyatakan dengan cara lain dari pernyataan asala yang dikenal sebelumnya. Pemahaman

3 interpretasi (kemampuan menafsirkan) adalah kemampuan dalam memahami bahan atau ide yang direkam, diubah, atau disun dalam bentuk lain, misalnya dalam bentuk grafik, peta konsep, tabel, simbol dan lain sebagainya. Sedangkan pemahaman ekstrapolasi (kemampuan meramalkan) adalah kemampuan meramalkan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengutarakan konsekwensi dan implikasi yang sejalan dengan kondisi yang digambarkan. Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Pemahaman yang tepat tentang apa yang dipelajari memerlukan pengetahuan tentang bagaimana pemahaman itu terbentuk. Kemampuan menunjuk pada apa yang dapat seseorang lakukan dengan informasi itu. Dari pada apa yang telah mereka ingat. Perkins (dalam Uno dan Karim, 2008:266) membandingkan konsep kemampuan dengan pengetahuan ketika seseorang mengetahui sesuatu pertanyaan yang biasanya menunjukkan dia telah menyimpan informasi secara batiniah, dan dengan siap mendapatkannya kembali. Sardiman (2009:92-95) mengatakan, ada beberapa cara untuk menumbuhkan pemahaman dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu: a. Memberi Angka Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. b. Hadiah Hadiah dapat juga dikatakan sebagai stimulus, tetapi tidaklah selalu demikian, karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk pekerjaan tersebut.

4 c. Saingan/Kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong belajar siswa. d. Ego-Involvement Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras. e. Memberi Ulangan Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana pemahaman f. Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. g. Pujian Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberiakan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif. h. Hukuman Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat yang dapat mendorong siswa untuk dapat memahami apa yang dia pelajari. i. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar.

5 j. Minat Pemahaman muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan hal yang dapat lebih memotivasi siswa untuk bisa memahami pelajaran. Berdasarkan uraian di atas pemahaman yang dimaksud adalah dalam studi ini adalah pemahaman instrumental dan relasional yang mencakup tentang pemahaman atas konsep, rumus, operasi hitung dan aljabar, mengabstraksi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Konsep Menurut Bahri (2008:30) faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep khususnya pada konsep konsep nilai tempat yaitu: 1) Dilihat dari materi ajar, konsep nilai tempat sifatnya abstrak 2) Dilihat dari siswa mereka masih berpikir konkret. 3) Dilihat dari keadaan guru mengajar, harus mampu menyajikan materi Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Salah satu upaya meningkatkan pemahaman konsep pada pembelajaran matematika khususnya pada materi konsep nilai tempat adalah dengan menggunakan alat peraga. Pada dasarnya secara individual manusia itu berbedabeda. Demikian pula dalam memahami konsep-konsep abstrak akan dicapai melalui tingkat-tingkat belajar yang berbeda. Suatu keyakinan bahwa anak belajar melalui dunia nyata menuju ke dunia abstrak dengan memanipulasi benda-benda nyata dapat digunakan sebagai perantaranya. Setiap konsep abstrak dalam matematika yang baru dipahami anak perlu segera diberikan penguatan supaya

6 mengendap, melekat dan tahan lama tertanam, sehingga menjadi miliknya dalam pola piker maupun pola tindakan. Alat peraga merupakan bagian dari metode pendidikan penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran yang telah dituangkan dalam Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) mata pelajaran matematika dan bertujuan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar. Menurut Roseffendi (1997: ) ada beberapa fungsi penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika, diantaranya sebagai berikut: a. Dengan adanya alat peraga, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam mempelajari matematika semakin besar. b. Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk konkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami. c. Anak akan menyadari adanya hubungan antara pembelajaran dengan bendabenda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu dengan alam sekitar. d. Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan obyek penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide baru dan relasi-relasi baru. Dari uraian di atas dijelaskan bahwa penggunaan alat peraga dapat membantu kelancaran proses belajar mengajar. Alat peraga dapat mengatasi beberapa masalah pengajaran dan dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Akan tetapi ini sama dengan syarat kita untuk dapat memilih dan menggunakannya. Oleh karena itu ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan

7 dalam menentukan alat peraga yang akan dipakai. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut: a. Alat peraga sebaiknya sederhana. b. Mudah diperoleh. c. Mudah digunakan. d. Mudah disimpan. e. Memperlancar pengajaran. f. Dapat digunakan untuk beberapa topik. g. Tahan lama. h. Disertai petunjuk. i. Sesuai dengan topik yang diajarkan. j. Disertai lembar kerja. k. Tidak menimbulkan salah tafsir. l. Mengarah pada satu pengertian. m. Disesuaikan Nilai Tempat Pengertian Nilai Tempat Menurut Ashlock (1994: 23) gagasan nilai tempat menyangkut pemberian suatu nilai kepada masing-masing angka dasar atau posisi dalam lambang bilangan multi-digit; yaitu masing-masing tempat dalam lambang bilangan tersebut bernilai perpangkatan sepuluh. Kramer (1970 : 67) menyatakan nilai posisi atau tempat dari suatu angka dalam suatu lambang bilangan tergantung pada tempat angka itu berada dalam lambang bilangan tersebut. Sehingga setiap

8 angka dalam lambang bilangan desimal mempunyai nilai yang ditentukan oleh nilai angka itu sendiri dan nilai tempat angka itu (Negoro & Harahap, 1983:12). Sebagai contoh bilangan 15, angka 1 mempunyai nilai 1 puluhan, dan angka 5 mempunyai nilai 5 satuan. Nilai tempat 1 adalah sepuluh, nilai bilangannya 10, nilai tempat 5 adalah satu, nilai bilangannya 5 (Seputra & Amin, 1994:101). Huinker (1993:50) menyatakan ada tiga komponen utama dari pemahaman nilai tempat bilangan dua angka yaitu kuantitas dan nama basis, nama bilangan, dan lambang bilangan berkaitan dengan nilai tempat. Menurut Payne & Rathmell ada tiga komponen pengetahuan nilai tempat yaitu model-model konseptual, representasi lisan, dan representasi simbolik. Pendapat Payne & Huinker serta Payne & Rathmell tersebut nampaknya ada kesamaan yaitu kuantitas dengan model konseptual, representasi lisan dengan nama bilangan dan nama basis, dan representasi simbolik dengan lambang bilangan berkaitan dengan nilai tempat. Untuk menyebut hasil membilang diperlukan bilangan, dan untuk menyatakan bilangan perlu lambang. Tentu saja kurang praktis dan mempersulit pekerjaan jika setiap dua bilangan yang berbeda mempunyai lambang atau susunan lambang yang sama sekali berbeda. Sangat sulit bagi kita mengingat jika bilangan-bilangan dari 1 sampai 1000 masing-masing menggunakan lambang yang sama sekali berbeda satu sama lain. Ini berarti bahwa kita perlu mencapai lambang-lambang bilangan yang terbatas, dan membuat peraturan yang sistematis dan tata asas untuk menyusun lambang bilangan yang manapun, sehingga berbentuk sistem numerasi.

9 Suatu sistem numerasi disebut sistem tempat jika nilai dari lambanglambang yang digunakan menerapkan aturan tempat, sehingga lambang yang sama mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya berbeda. Sistem nilai tempat yang pernah dikenal adalah sistem Mesir kuno, sistem Yunani kuno, sistem Cina, sistem Maya, dan sistem Hindu-Arab. Sistem ini menentukan sepuluh lambang dasar (pokok) yang disebut angka (digit), yaitu , dan 9. Pemilihan sepuluh angka dipengaruhi oleh banyaknya sepuluh jari-jari tangan (kaki), yaitu 10, sehingga sistem ini lebih dikenal dengan sebutan sistem desimal (latin: decem = 10 Di dalam desimal, penulisan lambang bilangan menggunakan pengelompokan kelipatan 10: 1. Bilangan-bilangan dari 0-9 dilambangkan dengan lambang angka (Negoro & Harahap, 1983 :67) yaitu: Nol = 0 Lima = 5 Satu = 1 Enam = 6 Dua = 2 Tujuh = 7 Tiga = 3 Delapan = 8 Empat= 4 Sembilan = 9 2. Bilangan yang satu lebih dari bilangan 9 disebut 10. Bilangan 10 terdiri atas sepuluh satuan. Pengelompokan sepuluh satuan menjadi satu menghasilkan : Satu Puluhan IIIIIIIIII = 10 satuan = 1 puluhan Lambang satu puluhan adalah sepuluh. Lambang-lambang kelipatan sepuluh adalah:

10 20 = dua puluh, memuat dua puluhan 30 = tiga puluh, memuat tiga puluhan 90 = sembilan puluh, memuat sembilan pulihan Metode Pembelajaran Metode Pembelajaran Matematika Metode adalah semua bentuk perantara yang dipakai oleh penyebar ide, sehingga gagasan itu sampai kepada penerima. Pada hakekatnya metode telah memperluas dan memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar, dan melihat dalam batas jarak, waktu tertentu, kini dengan bantuan metode batas-batas itu hampir tidak ada. Metode berasal dari Bahasa Yunani yaitu Methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2001:87). Metode adalah salah satu cara yang dilakukan oleh guru secara sadar, teratur dan bertujuan untuk menyampaikan materi kepada siswa. Dengan proses penyampaian itu diharapkan terjadi perubahan sikap dan perbuatan siswa dengan tujuan yang telah ditentukan dalam kurikulum (Daryono, 2008:126). Menurut Fathurrohman (2007:15) bahwa metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode pembelajaran adalah sebuah konsep cara yang digunakan oleh guru untuk mengelola pembelajaran agar materi pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik terhadap

11 siswa sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Suryadi, 2002:12) dengan demikian, salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pembelajaran adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan metode berkaitan langsung dengan usaha-usaha guru yang menampilkan proses pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pembelajara diperoleh secara optimal. Menurut Hamalik (2001:17) metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Poerwadarminta (dalam Dunggio, 2006 : 31) mengatakan bahwa metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Metode pembelajaran dapat ditetapkan oleh guru dengan memperhatikan tujuan dan bahan. Pertimbangan pokok dalam menentukan metode terletak pada keefektifan proses pembelajaran. Metode pembelajaran bertujuan untuk memudahkan guru dalam mengajar dan memudahkan siswa memahami bahan atau materi pelajaran (Mudhoffir, 2004:29). Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat memberikan rangsangan kepada alat indera sehingga interaksi pembelajaran dapat diterima dengan jelas, mudah dimengerti, konkret dan tahan lama dalam ingatan siswa. Adapun metode pembelajaran Matematika Sekolah Dasar adalah benda-benda

12 konkret yang dapat diamati, diraba, dan digerakkan yang digunakan guru untuk menanamkan konsep atau keterampilan Matematika pada waktu mengajar. Tidak sedikit siswa yang daya penalarannya kurang dan sukar dalam pemahaman konsep nilai tempat. Oleh karena itu metode pembelajaran Matematika sangat diperlukan untuk membantu anak dalam memahami konsep yang diajarkan. Sehubungan dengan usia anak yang masih senang bermain, anak akan lebih tertarik dan senang mempelajari Matematika jika dalam pembelajaran Matematika digunakan metode pembelajaran. Hal tersebut dapat membantu keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran Matematika dengan optimal. Suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah teknik penggunaan metode dalam pembelajaran Matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan metode tertentu, dan jenis metode mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Hamalik (2001:21) berpendapat bahwa secara umum fungsi metode pembelajaran Matematika adalah (1) sebagai metode untuk menanamkan konsep-konsep Matematika, (2) sebagai metode untuk memahami konsep dan meningkatkan keterampilan berhitung, dan (3) sebagai metode untuk menunjukkan hubungan antara konsep Matematika dengan dunia sekitar serta mengaplikasikan konsep dalam kehidupan nyata. Dengan melihat ketiga fungsi tersebut, dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran Matematika haruslah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, sehingga benar-benar efektif. Jika tidak demikian, kemungkinan hasilnya akan lebih jelek. Dengan demikian masalah bagaimana cara membuat, cara

13 menggunakan, dan kapan menggunakannya dalam pengelolaan proses pembelajaran merupakan tiga masalah yang terus-menerus perlu dikaji dan diimplementasikan dalam pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan Metode Bermain Untuk menanamkan konsep matematika banyak cara yang dapat di gunakan. Bermain adalah satu cara untuk menanamkan konsep matematika. Menurut Kramer (1970:30) metode bermain adalah salah satu cara yang digunakan dalam melakukan kegiatan untuk menjelaskan konsep abstrak dalam matematika yang menyenagkan (menjegah ketakutan siswa dalam mata pelajaran matematika) agar siswa lebih paham dan lebih lama mengingatnya. Permainan matematika adalah suatu kegiatan yang menggembirakan yang dapat menunjang tercapainnya tujuan intruksional matematika. Tujuan ini dapat menyangkut aspek kognitif, psikomotorik, atau afektif. Walaupun permainan matematika menyenangkan penggunaannya harus dibatasi, tidak dilaksanakan seingatnya saja. Barangkali sekali-kali dapat juga diberikan untuk mengisi waktu, mengubah suasana tekanan tinggi, menimbulkan minat, dan sejenisnya. Seharusnya direncanakan dengan tujuan intruksional yang jelas, tepat penggunaannya, dan tepat pula waktunya. Permainan yang mengandung nilai-nilai matematika dapat meningkatkan keterampilan, penanaman konsep, pemahaman dan pemantapannya, meningkatkan

14 kemampuan menemukan, memecahkan masalah dan lain-lainnya. Metode permainan sama dengan metode-metode lain yang memerlukan perumusan tujuan instruksional yang jelas, penilaian topik atau subtopik, perincian kegiatan belajar mengajar, dan lain-lain. Selanjutnya hindari permainan yang bersifat teka-teki atau yang tidak ada nilai matematikanya. Walaupun permainan matematika menyenangkan tetapi penggunaannya harus di batasi, sekali-sekali dapat diberikan untuk mengubah suasana yang tegang. Permainan yang mengandung nilai-nilai matematika dapat meningkatkan keterampilan, penanaman dan pemahaman konsep serta meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan matematika. Di dalam penelitian ini, metode bermain adalah metode dimana siswa di rangsang dalam berpikir dengan bermain untuk menanamkan konsep penjumlahan dengan teknik menyimpan. Cara menanamkan konsep matematika yang dapat merangsang siswa untuk berpikir dengan bermain antara lain dengan menggunakan alat peraga (kancing, sedotan, serta kartu penjumlahan) Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Menurut Kramer (1970:34) kelebihan metode permainan antara lain: 1. Melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian. 2. Metode ini akan menarik perhatian anak sehingga suasana kelas menjadi hidup. 3. Anak dapat menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri.

15 4. Anak dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur. Sedangkan kelemahan metode permainan menurut Kramer (1970:34) : 1. Tidak semua topik dapat disajikan melalui permainan. 2. Memerlukan banyak waktu 3. Penentuan kalah menang dan bayar-membayar dapat berakibat negatif. Mungkin juga terjadi pertengkaran. 4. Mengganggu ketenangan belajar di kelas-kelas lain Penerapan Metode Bermain Pada Materi Nilai Tempat Penerapan metode bermain pada materi nilai tempat dalam penelitian ini menggunakan sedotan yang terdiri dari beberapa warna misalnya, sedotan berwarna merah, kuning, dan hijau. Penulis sengaja memilih sedotan dengan tiga warna yang berbeda karena sedotan tersebut akan digunakan sebagai nilai tempat pada bilangan supaya siswa lebih mudah memahaminya, kemudian peneliti juga menyiapkan kotak yang sengaja dibuat sebagai tempat untuk sedotan yang sudah diberi keterangan. Penulis menjelaskan bagaimana menetukan nilai tempat bilangan sampai dengan ratusan menggunakan sedotan dan tempat sedotan yang sudah diberi keterangan nilai tempat satuan, puluhan, ratusan, yang diberikan pada siswa kelas II SDN 1 Moluo Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo. Contoh penerapan sebagai berikut: 1. Guru menjelaskan konsep nilai tempat dengan menggunakan metode bermain melalui media sedotan dengan kriteria: 1) Sedotan warna merah digunakan sebagai nilai tempat satuan 2) Sedotan warna kuning digunakan sebagai nilai tempat puluhan

16 3) Sedotan warna hijau digunakan sebagai nilai tempat ratusan 2. Melalui penjelasan guru siswa dapat menentukan nilai tempat satuan, puluhan, dan ratusan. Contoh: Misalnya ada bilangan 278 tentukan nilai tempatnya? Jadi: 1) Angka 2 menempati nilai tempat ratusan ribu nilainya ) Angka 7 menempati nilai tempat puluhan ribu nilainya 70. 3) Angka 8 menempati nilai tempat ribuan nilainya 8. Ratusan Puluhan Satuan Gambar Guru membagi siswa kedalam 4 kelompok kecil 4. Masing-masing kelompok dibagikan balok bilangan beserta soal yang berbeda untuk tiap kelompok 5. Masing-masing kelompok mengerjakan soal yang diberikan dengan menggunakan metode bermain. 6. Masing-masing kelompok melaporkan hasil kerja kelompok. 7. Kelompok yang menang dalam permainan diberi skor sesuai dengan prestasi yang diperoleh mereka Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang pemahaman konsep nilai tempat dengan metode bermain sudah pernah diteliti oleh Usman (2007) dengan judul Meningkatkan Pemahaman Konsep Nilai Tempat melalui Metode Permainan Di Kelas II SDN 28

17 Kota Selatan Kota Gorontalo. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pada siklus I terdapat 11 orang siswa yang memperoleh nilai 6.5 ke atas atau 64,71% dengan daya serap 69,41%, sehingga belum mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan yakni 80%. Sedangkan siswa memperoleh nilai 6.5 ke atas dengan demikian masih ditindak lanjuti ke siklus II. Pada siklus II terdapat 15 orang siswa yang memperoleh nilai 6.5 ke atas atau 88,24% dengan daya serap 86,47%. Dari hasil tersebut maka dapat dismpulkan bahwa pengunaan metode bermain dapat meingkatkan pemahaman siswa dalam mempelajari konsep nilai tempat Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut: Jika melalui metode bermain, maka pemahaman konsep nilai tempat pada siswa II SDN 1 Moluo Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara akan meningkat. 2.3 Indikator Kinerja Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan ini adalah minimal 80% dari keseluruhan siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 70 ke atas.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Benyamin, (dalam Uno dkk, 2004:191) menyatakan bahwa

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Benyamin, (dalam Uno dkk, 2004:191) menyatakan bahwa BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Pemahaman Konsep 2.1.1.1 Pengertian Pemahaman Konsep Menurut Benyamin, (dalam Uno dkk, 2004:191) menyatakan bahwa Pemahaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dibangkitkan, dipertahankan dan selalu dikontrol baik oleh siswa itu sendiri, guru

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dibangkitkan, dipertahankan dan selalu dikontrol baik oleh siswa itu sendiri, guru BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Kemampuan 2.1.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan di kelas sebagai sebuah masalah siswa yang perlu dibangkitkan, dipertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, sangat banyak kegunaan penerapannya dalam kegiatan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. universal, sangat banyak kegunaan penerapannya dalam kegiatan kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sifatnya universal, sangat banyak kegunaan penerapannya dalam kegiatan kehidupan manusia sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar pada hakekatnya adalah sebuah bentuk rumusan prilaku sebagaimana yang tercantum dalam pembelajaran yaitu tentang penguasaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori, pendapat-pendapat ahli yang mendukung penelitian akan dipaparkan dalam obyek yang sama, dengan pandangan dan pendapat yang berbedabeda. Kajian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan, simbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Sejarah Ketrampilan Berhitung Berhitung adalah cabang dari matematika. Berbagai kamus ensiklopedi merumuskan berhitung sebagai ilmu (pengetahuan) tentang bilangan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pelaksanaan tindakan kelas yang menyajikan materi pemahaman konsep

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pelaksanaan tindakan kelas yang menyajikan materi pemahaman konsep BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Pelaksanaan tindakan kelas yang menyajikan materi pemahaman konsep nilai tempat pada siswa II SDN 1 Moluo Kecamatan Kwandang Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori tentang Pembelajaran Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku interaksi individu dengan lingkungan. Menurut Syaiful Bachri Djamarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam dunia pendidikan di Indonesia telah dimasukkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sejak usia dini. Matematika adalah salah satu mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tentang pemahaman siswa. Biasanya siswa memahami sesuatu hanya melalui

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tentang pemahaman siswa. Biasanya siswa memahami sesuatu hanya melalui 1 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Pemahaman Konsep Sudut a. Pengertian Pemahaman Dalam uraian ini penulis akan mengulas pengertian pemahaman dalam kaitannya

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. kegiatan fisik maupun mental yang mengandung kecakapan hidup hasil interaksi

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. kegiatan fisik maupun mental yang mengandung kecakapan hidup hasil interaksi 5 BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Pengalaman Belajar Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru haruslah direspon oleh siswa dengan memperoleh suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah BAB II KAJIAN TEORITIS A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata pelajaran matematika adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Pengurangan Bilangan Pecahan 2.1.1 Pengertian Pecahan Menurut Sugiarto, (2006:36), pecahan adalah suatu bilangan cacah yang digunakan untuk menyatakan banyaknya anggota

Lebih terperinci

Memilih Metode Pembelajaran Matematika

Memilih Metode Pembelajaran Matematika Kegiatan Belajar 1 Memilih Metode Pembelajaran Matematika A. Pengantar Apabila kita ingin mengajarkan matematika kepada anak / peserta didik dengan baik dan berhasil pertam-tama yang harus diperhatikan

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Siswa Pada Materi Lambang Bilangan Dengan Menggunakan Kartu Bilangan di Kelas I SDN 2 Kabalutan

Peningkatan Kemampuan Siswa Pada Materi Lambang Bilangan Dengan Menggunakan Kartu Bilangan di Kelas I SDN 2 Kabalutan Peningkatan Kemampuan Siswa Pada Materi Lambang Bilangan Dengan Menggunakan Kartu Bilangan di Kelas I SDN 2 Kabalutan Indah, Akina, dan Anggaini Mahasiswa Program Guru Dalam Jabatan Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dinyatakan bahwa Matematika merupakan

Lebih terperinci

Anisa Anuz Samsiah, Nunung Surjana Jamin Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

Anisa Anuz Samsiah, Nunung Surjana Jamin Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL ANGKA 1 SAMPAI 10 DENGAN MENGGUNAKAN KARTU REMI PADA ANAK KELOMPOK A TK SI KUNCUNG DAMBALO KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA Anisa Anuz Samsiah, Nunung Surjana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

Lebih terperinci

Memilih Metode Pembelajaran Matematika

Memilih Metode Pembelajaran Matematika Kegiatan Belajar 1 Memilih Metode Pembelajaran Matematika A. Pengantar Apabila kita ingin mengajarkan matematika kepada anak / peserta didik dengan baik dan berhasil pertam-tama yang harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) representasi adalah konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat dan terarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Aktivitas Siswa Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Menurut Slameto (dalam Bahri, 2008:13), Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Ada beberapa hal yang lebih dahulu perlu dipahami dalam penelitian ini, diantaranya: pengertian belajar dan pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan, BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Belajar Matematika Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan, artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Matematika a. Pengertian Matematika Matematika secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola struktur, perubahan dan ruang (Hariwijaya,2009:29).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. perlu diadakan penemuan baru dan pemanfaatan media yang

BAB II KAJIAN TEORI. perlu diadakan penemuan baru dan pemanfaatan media yang BAB II KAJIAN TEORI A. Pengembangan Media Gambar 1. Pengertian Pengembangan Media Gambar Media pembelajaran setiap tahun selalu mengalami perkembangan. Sebab masing-masing media itu mempunyai kelemahan,

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF

KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF KAJIAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF & BERPIKIR KREATIF A. Pendekatan Induktif-Deduktif Menurut Suriasumantri (2001: 48), Induktif merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Matematika Istilah matematika berasal dari kata Yunani mathein atau manthenein yang artinya mempelajari. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar Pengertian matematika pada dasarnya tidak dapat ditentukan secara pasti, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 8 BAB II KAJIAN TEORI A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 1. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD Belajar matematika merupakan konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN PENGURANGAN PECAHAN DI SDN 6 BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN PENGURANGAN PECAHAN DI SDN 6 BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN PENGURANGAN PECAHAN DI SDN 6 BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BOLANGO SAMSIAR RIVAI Jurusan Pendidikanj Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Belajar Aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan. Matematika dipelajari oleh semua siswa, mulai dari pendidikan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Anggapan sebagian besar peserta didik mengenai pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa selama ini matematika

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Konsep Konsep secara umum menurut Poh (2007) adalah ide abstrak yang digeneralisasikan dari fakta-fakta atau pengalaman yang spesifik. Pendapat lain dari Soedjadi

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Kemampuan ini berbeda-beda, tergantung kecerdasan setiap individu, misalnya

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Kemampuan ini berbeda-beda, tergantung kecerdasan setiap individu, misalnya BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1. Hakikat Kemampuan Setiap manusia di dunia ini, memiliki kemampuan yang berguna untuk memperkaya diri dan untuk mencapai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam masyarakat tentang matematika sebagai pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam masyarakat tentang matematika sebagai pelajaran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian besar siswa. Anggapan demikian tidak lepas dari persepsi yang berkembang dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan sangat mendasar dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Dewi Nurhajariah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Dewi Nurhajariah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan dan perkembangan pendidikan pada masa yang akan datang akan semakin besar dan kompleks. Hal ini disebabkan oleh berbagai tuntutan terhadap kualitas

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK A. Pengantar Kita mengetahui bahwa dalam perkembangannya seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas baik itu dalam bentuk fisik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. soal matematika.hal ini berarti bila seseorang terampil dengan benar

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. soal matematika.hal ini berarti bila seseorang terampil dengan benar 7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakekat Kemampuan Kemampuan berasal dari kata mampu yang menurut kamus bahasa Indonesia mampu adalah sanggup. Jadi kemampuan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi, material, fasilitas dan perlengkapan, dan prosedur yang saling

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi, material, fasilitas dan perlengkapan, dan prosedur yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas dan perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan siswanya. Hal itu dapat diartikan bahwa guru yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS merupakan lembaran tempat siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat untuk mendefinisikan apa

BAB II LANDASAN TEORI. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat untuk mendefinisikan apa 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Matematika Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat untuk mendefinisikan apa itu matematika? Walaupun belum ada definisi tunggal mengenai matematika, bukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar oleh seseorang ditandai adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Alat Peraga Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar. Pada siswa SD alat peraga sangat dibutuhkan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga Alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal

BAB II KAJIAN TEORETIS. 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal 5 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakekat Kemampuan Siswa Mengubah Pecahan Biasa Menjadi Pecahan Desimal 2.1.1 Pengertian Pecahan Biasa dan Pecahan Desimal Kata pecahan berasal dari bahasa latin fractus (pecah).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dilakukan secara sengaja atau tidak membutuhkan ilmu

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumit, sulit dipahami dan membosankan, tiga kata yang menjadi gambaran betapa pelajaran fisika kurang disukai oleh siswa pada umumnya. Pemahaman konsep, penafsiran grafik,

Lebih terperinci

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar Matematika Belajar merupakan proses berpikir seseorang dalam rangka menuju kesuksesan hidup, perubahan aspek kehidupan dari taraf tidak mengetahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling ketergantungan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALAT PERAGA KEPING PECAHAN DALAM PEMBELAJARAN DERET GEOMETRI TAK HINGGA

PENGGUNAAN ALAT PERAGA KEPING PECAHAN DALAM PEMBELAJARAN DERET GEOMETRI TAK HINGGA βeta p-issn: 2085-589 e-issn: 25-058 Vol. No. (Mei) 20, Hal. -29 βeta 20 PENGGUNAAN ALAT PERAGA KEPING PECAHAN DALAM PEMBELAJARAN DERET GEOMETRI TAK HINGGA Syahrul Azmi Abstrak: Pelajaran matematika merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecakapan berpikir merupakan landasan pokok yang harus dimiliki siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu: 7 BAB II KAJIAN PUATAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami sesuatu apabila siswa tersebut mengerti tentang sesuatu itu tetapi tahap mengertinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang semakin berkembang, peningkatan sumber daya manusia (SDM) sangat diperlukan agar masyarakat mampu bersaing dikancah internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Mulyono (2001: 26) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang pertama yang ditempuh peserta didik. Pada jenjang inilah siswa diberikan dasar-dasar pengembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian pustaka Pada bab II kajian pustaka ini terkait dengan variabel penelitian, variabel hasil belajar matematika sebagai variabel terikat, tahapan-tahapan belajar menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu perbuatan yang dilakukan siswa unuk mencapai kemajuan dalam perkembangannya. Dalam proses pembelajaran, belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Peraga 2.1.1. Pengertian Alat Peraga Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam proses pembelajaran. Berdasarkan fungsinya media dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Thursan Hakim (2005: 21) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah ada salah satu mata pelajaran pokok yang wajib dipelajari oleh siswa yaitu matematika. Matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, dan hanya dapat dipahami oleh segelintir orang. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, dan hanya dapat dipahami oleh segelintir orang. Ini adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak orang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan abstrak, membosankan, menakutkan, hanya ada jawaban tunggal untuk setiap permasalahan, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Hasil Belajar Energi Panas 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Energi Panas Mengenai hasil belajar dalam penelitian ini yang diteliti adalah hasil belajar

Lebih terperinci

MUHAMMAD A. DJAKARIA NIM ABSTRAK

MUHAMMAD A. DJAKARIA NIM ABSTRAK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGKLASIFIKASIKAN BANGUN SEGI EMPAT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS II SDN I BUA KECAMATAN BATUDAA KABUPATEN GORONTALO Oleh MUHAMMAD A. DJAKARIA NIM. 151 410 323

Lebih terperinci

Skripsi Oleh: TITIK DWI RAHAYU NIM X

Skripsi Oleh: TITIK DWI RAHAYU NIM X PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) DENGAN MEDIA TTS (TEKA TEKI SILANG) UNTUK PERBAIKAN PROSES PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SURAKARTA Skripsi Oleh: TITIK DWI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa

Lebih terperinci

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum terdapat beberapa mata pelajaran sebagai kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Pada jenjang Sekolah Dasar terdapat lima mata pelajaran pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. seorang karakter di suatu cerita fiksi. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. seorang karakter di suatu cerita fiksi. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Metode Bermain Peran Bermain peran adalah suatu tipe permainan dimana pemain mengatur peran seorang karakter di suatu cerita fiksi. Pada metode bermain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Aktivitas Belajar Slameto (2001 : 36) berpendapat bahwa penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi difikirkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Demonstrasi 2.1.1.1 Hakekat Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk mencari jawaban

Lebih terperinci