STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH"

Transkripsi

1 STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 STUDI LOKOMOTOR DAN POSTUR OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ASEP ZANUANSYAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

3 RINGKASAN ASEP ZANUANSYAH. Studi Lokomotor dan Postur Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1978) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh DONES RINALDI dan LILIK BUDI PRASETYO. Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa dan merupakan lokasi penting bagi pelestarian primata endemik pulau jawa yaitu owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798). Pada setiap aktifitas hariannya owa jawa menggunakan ruang habitat yang berbeda, sehingga perlu adanya kajian mengenai perilaku pergerakan dan posturnya. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan pelestarian populasi dan habitat owa jawa berbasis ekologi-perilaku. Penelitian dilakukan di stasiun penelitian Cikaniki Citalahab Resort Gunung Botol. Alat yang digunakan adalah range finder, binokuler, phi band, kompas, kamera, alat tulis dan stopwatch. Objek yang diamati adalah dua kelompok owa jawa yaitu kelompok A dan B yang telah terhabituasi dengan baik. Metode pengamatan menggunakan scan sampling, focal animal sampling, diagram profil pohon dan direct encounter. Analisis data menggunakan persentase yang disajikan dalam bentuk grafik, tabel dan deskriptif. Analisis wilayah jelajah menggunakan Minimum Convex Polygon dan Fixed Kernel 95 %. Rata-rata waktu aktif owa jawa adalah 9 jam, dimulai pada pukul WIB. Aktivitas harian didominasi oleh perilaku beristirahat sebesar 48,18 %. Tipe lokomotor dominan dalam setiap aktivitas owa jawa adalah berayun dengan frekuensi dan durasi sebesar 46,07 79,33% dan 11,52 15,26 jam sedangkan tipe postur adalah duduk sebesar 72,78% - 84,12% dan 11,12 19,04 jam. Terdapat 24 spesies vegetasi yang digunakan owa jawa untuk lokomotor dan 16 spesies vegetasi untuk postur. Spesies vegetasi dominan yaitu puspa (Schima wallichii) sedangkan famili dominan adalah Fagaceae. Persentase penutupan tajuk pada ruang wilayah jelajah kedua kelompok studi yeitu sebesar 62,2%. Dugaan pergerakan harian rata-rata selama waktu pengamatan kelompok A sebesar 641,96 m sedangkan kelompok B sebesar 1.278,18 m. Perhitungan dengan FK 95% memberikan rata-rata luas wilayah jelajah 50,27 ha sedangkan dengan metode MCP 100% memberikan rata-rata luas wilayah jelajah sebesar 24,38 ha. Analisis dengan Digital Elevation Model (DEM), luas wilayah jelajah kelompok studi memiliki rata rata sebesar 25,65 ha untuk hasil analisis dengan MCP dan sebesar 53,25 ha untuk hasil analisis dengan FK 95%. Hasil studi lokomotor dan postur dapat digunakan sebagai pertimbangan desain pembuatan kandang dan pengkayaan lingkungan pada pengelolaan konservasi eks-situ. Peta pergerakan harian dan wilayah jelajah owa jawa dapat digunakan sebagai data pendukung untuk atraksi objek ekowisata minat khusus, pendidikan dan penelitian. Selain itu, dapat menjadi acuan pengelola taman nasional dalam memonitoring keberadaan owa jawa dengan pengontrolan habitat. Kata kunci : Owa jawa, lokomotor dan postur, pola pergerakan harian, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

4 SUMMARY ASEP ZANUANSYAH. Locomotion Behavior and Posture of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798) in Gunung Halimun Salak National Park. Under Supervision of DONES RINALDI and LILIK BUDI PRASETYO. Gunung Halimun Salak National Park is the largest mountainous tropical rainforest remaining in Java island and it is an important habitat for the preservation of javan gibbon (Hylobates moloch Audebert 1798), an endemic primate in Java island. A study of posture and locomotion of javan gibbon is needed considering within their daily activities, javan gibbon using different spatial habitat structure and therefor the information is important as reference to make a better decision in conserving habitat and population of javan gibbon based on aspect of behavioral and ecology. This study was conducted in an area of Cikaniki Citalahab, Gunung Botol resort for one month (June July 2012). Equipments used in the study were range finder, binoculars, phi bands, compass, camera, stationery and stopwatch as a tools. Data were collected from two groups of well-habituated javan gibbon, named group A and B, by using scan and focal animal sampling in order to get collected behavioral data. Profile diagram of the habitat was also developed. To determine home range, convex polygon and fixed kernel 95% were applied. The mean active period of javan gibbon was 9 hours at am 4.50 pm and dominated by resting activity for 48.18%. The dominant locomotor type during their active period was brachiation with frequency and duration of 46,07 79,33% and 11,52 15,26 hours. Meanwhile the percentage of sitting posture type with frequency and duration was 72,78% - 84,12% and 11,12 19,04 hours. There was 24 species of trees used as locomotion mediums and 16 trees for postures. The most dominant species was puspa (Schima wallichii) with most dominant family was from family Fagaceae. The percentage of crown covers for the two groups was 62.2%. Alleged average daily range during the observation time of m group A while group B of m. Calculations with FK 95% giving an average cruising area of ha, while the 100% MCP method gives an average cruising area of ha. Analysis of the Digital Elevation Model (DEM), wide ranges of the study group had a mean - average of ha for the analysis of the MCP and ha for FK analysis results with 95%. Result of posture and locomotor study could be used as consideration to design of ex situ conservation area of javan gibbon beyond, that includes also habitat enrichment. Map of the daily movements and home ranges of Javan gibbon can be used as supporting data for the object ecotourism attractions of special interest, education and research. Also, it can be a reference park managers in monitoring the presence of a controlling Javan gibbon habitat. Keywords : Javan gibbon, locomotion, postures, daily path length, Gunung Halimun Salak National Park

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Studi Lokomotor dan Postur Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Asep Zanuansyah

6 Judul Skripsi Nama NIM : Studi Lokomotor dan Postur Per Aktivitas Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. : Asep Zanuansyah : E Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Dones Rinaldi, MScF Prof.Dr.Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof.Dr.Ir. Sambas Basuni, MS NIP Tanggal lulus :

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Asep Zanuansyah dilahirkan di Subang pada tanggal 28 Januari 1990 sebagai anak terakhir dari Sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Wasna dan Ibu Ruminah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1996 di SD Taman Siswa Pamanukan Subang dan lulus pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 1 Pamanukan. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pamanukan Subang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus Himakova dan Anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna pada organisasi Himakova periode dan pernah menjadi ketua ekspedisi Rafflesia Himakova pada periode Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapang antara lain : Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang Jawa Barat (2010) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2011), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat tahun (2011), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PEEH) di Perhutan Baturraden dan Cilacap (2010), Praktek Pengenalan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walad (2011), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur (2012). Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, Penulis menyusun skripsi yang berjudul Studi Lokomotor dan Postur Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1978) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang dibimbing oleh Ir. Dones Rinaldi, M.Scf. dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil aalamiin, puji dan syukur ke-hadirat Allah SWT yang telah membrikan Rahmat dan Hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Almarhumah Ibunda tersayang yang selalu mendoakan, membantu dan mendukung secara moril serta kakak-kakakku (Suharja, Suharto, Suhaemi, Ajat Sudrajat dan Caryono) yang selalu memberi motivasi dan dukungan baik secara moril maupun materil. 2. Ir. Dones Rinaldi, M.Scf dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat, nasehat dan bimbingannya. 3. Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si selaku ketua sidang yang telah mengatur jalannya ujian komprehensif serta memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 5. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, KSBTU, Kepala Seksi, Kepala Resort dan seluruh Jajaran Staff TNGHS yang telah memberikan izin dan informasi kepada penulis. 6. Rahayu Oktaviani, S.Hut, M.Sc yang telah memberikan dukungan berupa fasilitas, masukan informasi dan sharing ilmu pengetahuan serta pengalaman yang diberikan selama di lapangan. 7. Bang Aris, Bang Nuy, dan Bang Sahri yang selalu menemani dan membantu pencarian data di lapangan. 8. Teman teman Lab. Analisis Lingkungan Malau, Juan, Nuga, Ardhi, Bang Irham, Intan, atas bantuan dan sharing ilmu SIG. 9. Sahabat-sahabat kontrakan Gudangers Tiko, Harry, Okta, Ulqi dan Dhea yang telah banyak membantu penulis atas dukungan fasilitas dan moril.

9 10. Sahabat-sahabat terdekat selama penulis menjalankan jenjang pendidikan di IPB Maria (Rhea), Sari, Rika, Kamal, Brayudanto, Tirtayasa, Faith atas kebersamaan dan bantuan yang selalu membuat penulis menjadi lebih mudah mengatasi segala masalah. 11. Saudari Meyliana Astriyantika yang telah memberikan dukungan dan motivasi agar penulis segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 12. Keluarga besar KSHE 45 Edelweis angkatan unik dengan jargon SIAL atas kebersamaan, kekompakan, canda tawa dan seluruh rasa saling asih selama ini. Semoga semua hal tersebut akan abadi seperti nama angkatan kita!. 13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT, Amien. Bogor, Februari 2013 Asep Zanuansyah E

10 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia, taufik dan hidayah-nya serta doa yang tulus dari orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Studi Lokomotor dan Postur Owa Jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang dibimbing oleh Ir. Dones Rinaldi, M.Scf dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa dan merupakan lokasi penting bagi pelestarian primata endemik pulau jawa yaitu owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798). Perilaku pergerakan dan postur adalah salah satu bidang kajian yang dapat diperdalam dalam tindakan konservasi owa jawa dengan berbasis ekologi perilaku. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Penulis

11 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Owa Jawa Klasifikasi dan taksonomi Morfologi Habitat dan penyebaran Aktivitas harian Aktivitas bersuara Aktivitas beristirahat Aktivitas makan Kelompok sosial Perilaku lokomotor dan postur Profil dan arsitektur pohon Pola penggunaan strata pohon Pergerakan harian dan wilayah jelajah Status konservasi Analisis Spasial untuk Menentukan Wilayah Jelajah (MCP dan FK) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Alatan dan Bahan Jenis Data Data primer Data sekunder Metode Pengumpulan Data... 17

12 iii Diagram profil pohon pendukung lokomotor dan postur Aktivitas harian dan perilaku bergerak Jelajah harian dan wilayah jelajah Analisis Data Diagram profil pohon Aktivitas harian dan perilaku bergerak Jelajah harian dan wilayah jelajah Diagram alur pemetaan wilayah jelajah BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Kawasan Letak dan Luas Geologi dan Tanah Topografi Iklim Ekosistem Fauna Flora Ekowisata BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Individu Owa Jawa Kelompok Studi Kelompok studi A Kelompok studi B Aktivitas Harian Lokomotor Postur Deskripsi Lokomotor dan Postur Setiap Aktivitas Harian Aktivitas berpindah Aktivitas makan Akktivitas istirahat Aktivitas sosial Karakterristik dan Profil Pohon Pendukung Lokomotor dan Postur Wilayah Jelajah Pergerakan horizontal Wilayah jelajah

13 iv BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran dan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 74

14 v DAFTAR TABEL No Halaman 1 Rumus pohon masa kini, masa datang dan masa lampau Pencatatan perilaku bergerak dan postur owa jawa Ukuran Kelompok dan karakteristik individu owa jawa a. Kelompok A b. Kelompok B Alokasi waktu awal dan akhir aktivitas harian dua kelompok studi Alokasi waktu aktivitas harian kedua kelompok studi owa jawa Alokasi waktu harian untuk lokomotor dan postur kedua kelompok studi owa jawa Jenis-jenis pohon pendukung lokomotor dan postur dalam plot contoh Penutupan tajuk pada plot contoh Kerapatan pohon per hektar dari 4 plot contoh Pergerakan harian dua kelompok studi owa jawa Luas Wilayah Jelajah kelompok studi owa jawa 2D dan 3D yang dianalisis berdasarkan minimum convex polygon dan fixed kernel... 61

15 vi DAFTAR GAMBAR No Halaman 1 Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) Peta penyebaran owa jawa (Hylobates moloch) (Nijman 2001) Peta penyebaran owa jawa di TNGHS Diagram alur pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa (a) Aris (jantan dewasa kelompok A) (b) Ayu dan Amore (betina dewasa dan bayi kelompok A) (a) Kumis (jantan dewasa kelompok B), (b) Kumkum (anakan kelompok B), (c) Kety dan Kimkim (betina dewasa dan bayi) Persentase aktivitas harian Aktivitas harian dua kelompok studi Diagram batang aktivitas harian setiap individu owa jawa Persentase setiap tipe lokomotor owa jawa Persentase lokomotor per aktivitas owa jawa Persentase setiap tipe postur owa jawa Persentase postur per aktivitas owa jawa Postur aktivitas makan (a) bergelantung, (b) duduk Postur aktivitas istirahat (a) duduk dewasa, (b) Postur duduk anakan Postur allogrooming jantan dan betina dewasa Komposisi famili pohon pendukung lokomotor dan postur Diagram profil pohon Peta pergerakan harian kelompok A Peta pergerakan harian kelompok B Peta bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok A yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95% Peta bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok B yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95% Peta wilayah jelajah dua kelompok studi owa jawa berdasarkan MCP 100% Peta wilayah jelajah dua kelompok studi owa jawa berdasarkan FK 95%

16 vii DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1 Hasil kerapatan pohon masa kini, masa datang dan masa lampau Data profil pohon pada plot contoh (a) Posisi koordinat titik perjumpaan owa jawa kelompok A (b) Posisi koordinat titik perjumpaan owa jawa kelompok B... 80

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki tiga spesies satwa kunci yaitu elang jawa (Spizaetus bartelsi), macan tutul (Panthera pardus), dan owa jawa (Hylobates moloch). Kawasan ini merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa dan merupakan lokasi penting bagi pelestarian satwa di dalamnya dan kawasan ini juga adalah salah satu habitat yang sesuai bagi primata endemik pulau jawa yaitu owa jawa (Hylobates moloch). Menurut IUCN (2009), owa jawa termasuk kedalam red list jenis primata dengan kategori terancam (endangered) dan populasinya cenderung terus menurun. Selain itu, owa jawa juga terdaftar dalam APPENDIX 1 CITES (Convention International of Trade Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora). Owa jawa termasuk ke dalam daftar 25 jenis primata yang paling rentan terhadap kepunahan sejak tahun 2000 (Mittermier et al. 2007). Hal ini terjadi karena adanya tekanan atau degradasi terhadap habitat owa jawa dan perdagangan liar satwa owa jawa sebagai hewan peliharaan (Supriatna 2006), saat ini diperkirakan hanya tersisa antara individu spesies kera kecil di habitat alaminya. Data dan informasi akurat baik mengenai populasi, karakteristik pohon pendukung aktivitas maupun perilaku sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian owa jawa di habitat alaminya. Berbagai penelitian mengenai populasi, habitat, pakan, aktivitas harian bahkan aspek pengelolaan telah banyak dilakukan. Salah satu aspek penting dalam mendukung penyempurnaan pengelolaan owa jawa yaitu perilaku bergerak (locomotion behavior). Selain itu, pemetaan wilayah aktivitas harian (pergerakan) spasial owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak perlu dilakukan guna memperbaharui data dalam monitoring keberadaan, sebaran spasial dan wilayah jelajahnya. Penelitian mengenai lokomotor dan postur dalam setiap aktivitas owa jawa di habitat alaminya sampai saat ini belum pernah dilakukan. Hal ini penting

18 2 dilakukan mengingat dalam setiap aktivitas hariannya yang meliputi perilaku makan, bergerak, beristirahat dan perilaku sosial seperti bersuara, owa jawa menggunakan ruang habitat yang berbeda. Pengetahuan mengenai perilaku dan wilayah jelajah owa jawa penting dilakukan dalam pengambilan kebijakan pelestarian populasi dan habitatnya. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Mengetahui lokomotor dan postur owa jawa (Hylobates moloch). 2. Mengetahui karakteristik pohon pendukung lokomotor dan postur owa jawa (Hylobates moloch). 3. Mengetahui pola pergerakan dan luas wilayah jelajah owa jawa (Hylobates moloch). 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai berbagai faktor terkait penyempurnaan pengelolaan habitat dan populasi owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak serta pengelolaan eks-situ berbasis ekologi perilaku.

19 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio Ekologi Owa Jawa Klasifikasi dan taksonomi Berdasarkan Napier dan Napier (1967), owa jawa (Hylobates molloch Audebert 1798), diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan Filum Sub filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Primata : Hylobatidae : Hylobates Spesies : Hylobates moloch Audebert (1798). Owa jawa dalam bahasa Inggris disebut javan gibbon atau silvery gibbon, sedangkan nama lokalnya adalah owa atau wau-wau kelabu. Arti kata hylobates menurut Nowak (1999) adalah penghuni pohon, oleh karena itu ketangkasan genus ini dikenal melebihi satwa lain pada saat bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya Morfologi Menurut Napier dan Napier (1967), owa jawa adalah salah satu satwa primata yang termasuk dalam kelompok kera dengan ukuran tubuh yang kecil. Tungkai tangan lebih panjang dibandingkan dengan tungkai kaki, tidak berekor dan pada bagian pantat terdapat kulit tebal (ischial callosities) yang terpisah. Seluruh tubuh ditutupi oleh rambut dengan warna bervariasi dari hitam, abu-abu keperakan, coklat kemerahan dan coklat kekuningan. Bagian wajah, telapak tangan dan telapak kaki tidak berambut dan berwarna hitam. Warna rambut owa jawa bersifat monokromatik artinya warna rambut dari bayi hingga dewasa tidak mengalami perubahan. Menurut Supriatna (2000), tubuh owa jawa ditutupi rambut yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu.

20 4 Gambar 1 Owa jawa (Hylobates moloch). Owa jawa jantan dewasa memilki berat berkisar antara gram sedangkan betina dewasa gram. Panjang badan dan kepala berkisar antara mm untuk jantan dewasa dan mm untuk betina dewasa (Napier & Napier 1967). Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), berat tubuh jantan dewasa berkisar 4 8 kg dan betina dewasa antara 4 7 kg, panjang tubuh jantan dan betina dewasa berkisar antara cm. Genus Hylobates merupakan primata tidak berekor, memiliki kepala kecil dan bulat, hidung tidak menonjol, rahang kecil, rongga dada pendek tetapi lebar, rambut tebal dan halus. Owa jawa memiliki gigi seri kecil dan sedikit ke depan, sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan berbentuk seperti pedang yang berfungsi untuk mengigit dan mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah untuk mengunyah makanan (Napier & Napier 1967). Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, Kappeler (1984) membagi Owa jawa ke dalam 4 kelas umur, yaitu sebagai berikut : 1. Bayi (infant) : 0-18 bulan, individu dengan ukuran tubuh sangat kecil, masih dibawa dan digendong oleh induk betinanya. 2. Anak-anak (juvenille) : 18 bulan-5 tahun, individu yang belum tumbuh dengan maksimal, warna bulu mendekati dewasa, mampu melakukan perjalanan sendiri, tetapi cenderung masih dekat dengan induk. 3. Pra-dewasa (sub-adult) : 5-7 tahun, individu dengan perkembangan hampir maksimal, masih tinggal dalam kelompok tetapi lebih sering memisahkan diri dan belum matang secara seksual.

21 5 4. Dewasa (adult) : > 7 tahun, individu yang telah memiliki ukuran tubuh maksimal, dan hidup berpasang-pasangan Habitat dan penyebaran Owa jawa dapat ditemukan pada berbagai habitat mulai dari pantai sampai dengan ketinggian m dpl (Supriatna & Wahyono 2000). Jenis ini jarang ditemukan di hutan dengan ketinggian lebih dari m dpl karena umumnya vegetasi dan jenis tumbuhan di daerah setinggi ini bukan merupakan sumber pakan owa jawa. Selain itu banyaknya lumut yang menutupi cabang pohon di pegunungan menyulitkan pergerakan brakhiasi owa jawa. Selain itu suhu pada ketinggian di atas m dpl lebih rendah dibandingkan suhu di bawahnya sehingga tidak sesuai bagi owa jawa (Rowe 1996). Owa jawa merupakan genus Hylobates yang membutuhkan pepohonan besar dengan tajuk rapat dan memiliki percabangan yang tumbuh horizontal untuk membantu mereka dalam berpindah. Jenis ini juga merupakan satwa yang benarbenar hidup arboreal sehingga membutuhkan hutan dengan kanopi antar pohon yang berdekatan (Kappeler 1984). Penyebaran owa jawa hanya terdapat di separuh Pulau Jawa ke arah barat. Wilayah sebaran owa jawa di Jawa Barat meliputi TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Halimun-Salak, TN Ujung Kulon, TN Gunung Ciremai, CA Gunung Simpang, CA Leuweung Sancang, Hutan Lindung (HL) Gunung Papandayan, HL Gunung Wayang, HL Gunung Jayanti, dan HL Gunung Porang. Di Jawa Tengah, owa jawa dapat ditemukan di HL Gunung Slamet, HL Gunung Prahu dan HL Pegunungan Dieng (Supriatna & Wahyono 2000).

22 6 Gambar 2 Peta penyebaran owa jawa (Hylobates moloch) (Nijman 2001). Supriatna dan Wahyono (2000) membedakan owa jawa menjadi dua subspesies, yaitu H. moloch moloch yang memilki warna rambut lebih gelap, dan H. moloch pangoalsoni dengan rambut berwarna lebih terang. Pola penyebaran H. moloch moloch memiliki daerah sebaran di wilayah Jawa Barat sedangkan H. moloch pangoalsoni di Jawa Tengah. Di Taman Nasional Ujung Kulon, owa jawa bisa ditemukan di daerah Curug Cikacang dan Cikanolong (Rinaldi 1999). Daerah lain dari wilayah Gunung Honje yang bisa ditemukan owa adalah Cipunaga, Cihonje, Cinimbung, Cilimus, Cibiuk dan Ermokla (Atmoko et al. 2008). Gambar 3 Peta penyebaran owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS 2012).

23 Aktivitas harian Aktivitas bersuara Aktivitas owa jawa diawali dengan bersuara disertai pergerakan akrobatik sebelum mencari pakan (Rinaldi 1999). Pada pagi hari, owa jawa akan mengeluarkan suara berupa lengkingan nyaring yang disebut morning call, dengan durasi antara menit. Suara owa jawa dapat diidentifikasi hingga radius m. Suara yang dapat diidentifikasi adalah suara betina untuk menandai teritorinya, suara jantan ketika bertemu dengan kelompok lainnya, suara antar individu ketika terjadi konflik, dan suara anggota kelompok ketika melihat bahaya (Geissman et al. 2005) Aktivitas beristirahat Pohon tidur adalah jenis pohon yang digunakan owa jawa sebagai tempat beristirahat, tidur dan tempat berlindung dari predator. Kelompok famili owa akan melakukan perpindahan pohon tidur secara berkala. Jantan dan betina tidur pada pohon yang berbeda. Pada saat berada di pohon tidur, owa tidak akan bersuara untuk menghindari bahaya (Islam & Feeroz 1992). Setelah melakukan jelajah harian, owa jawa akan kembali ke pohon tidur beberapa jam sebelum matahari terbenam, dan tinggal di pohon tersebut sampai kira-kira jam. Biasanya betina dewasa dan bayi menuju pohon tidur terlebih dahulu, diikuti anak yang beranjak dewasa dan terakhir jantan dewasa. Iskandar (2008) menyatakan bahwa di TN Gunung Gede Pangrango terdapat sekitar 17 jenis vegetasi yang merupakan tempat tidur owa jawa yang tergolong kedalam 7 famili. Pohon tidur owa jawa tersebut adalah teureup (Artocarpus elasticus), rasamala (Altingia excelsa), kondang (Ficus variegata), Afrika (Maesopsis eminii), dan manggong (Macaranga rhizinoides). Pada umumnya vegetasi yang dimanfaatkan owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur adalah vegetasi tingkat pohon. Hal tersebut disebabkan pola hidup owa jawa yang bersifat arboreal dengan memanfaatkan strata pohon tengah dan atas (Iskandar 2007) Aktivitas makan Pola makan primata umumnya dibagi kedalam tiga kategori berdasarkan kuantitas jenis pakan yang dikonsumsinya yaitu frugivorus (banyak

24 8 memakan buah), folivorus (banyak memakan dedaunan) dan insectivorus (banyak memakan serangga) (Rowe 1996). Pohon tempat aktivitas owa jawa dapat dibedakan menjadi pohon pakan dan pohon tidur. Pohon pakan adalah jenis pohon yang dimanfaatkan owa jawa sebagai pakan. Bagian pohon yang biasanya dimanfaatkan adalah buah, daun, bunga dan hewan-hewan kecil (serangga, ulat dan rayap). Kelompok famili owa pada umumnya mengonsumsi buah matang dalam proporsi yang tinggi. Persentase jenis pakan tertinggi adalah buah-buahan matang (61%), dedaunan (38%) dan bunga (1%) (Kappeler 1984). Sekitar 44 jenis pohon pakan owa jawa yang terdapat di TN Gunung Gede Pangrango, yang merupakan anggota dari 24 famili. Pohon pakan tersebut adalah rasamala (Altingia excelsa), kayu afrika (Maesopsis eminii), teureup (Artocarpus elasticus), saninten (Castanopsis argentea) dan puspa (Schima wallichii) (Iskandar 2008). Di Taman Nasional Ujung Kulon setidaknya terdapat 27 jenis tumbuhan sumber pakan bagi owa jawa (Rinaldi 1999). Bagian vegetasi yang dijadikan makanan owa jawa adalah daun muda, buah dan bunga Kelompok sosial Sebagaimana owa lainnya, owa jawa hidup berpasangan dalam system keluarga monogami. Dalam kelompok owa terdapat sepasang individu dewasa,termasuk satu bayi (infant) (0-2 atau 2,5 tahun), satu anak (juvenil) (2-4 tahun, pergerakan tetap dipantau induknya), satu remaja (adolescent) (4-6 tahun, ukuran tubuh tidak sama dengan individu dewasa), dan satu pra remaja (sub adult) (lebih dari 6 tahun, pertumbuhan lengkap tapi belum matang kelamin) (Leighton 1986). Individu yang sudah mulai dewasa dihalau dari koloni untuk membentuk koloni baru dengan pasangannya (Supriatna & Wahyono 2000). Masa hamil owa jawa berkisar antara hari, dengan jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4 tahun, dan umumnya owa jawa dapat hidup hingga 35 tahun (Supriatna & Wahyono 2000). Secara umum primata sebagian besar hidup secara berkelompok, paling sedikit 2-3 individu hidup dalam kelompok yang dikenal sebagai keluarga. Pada umumnya kelompok ini merupakan kelompok primata monogamus (sistem kawin dengan satu jantan dan satu betina), di Indonesia sendiri jenis primata yang hidup

25 9 dengan pola perkawinan ini adalah owa jawa. Berbeda hal nya dengan owa jawa terdapat jenis primata lain yang hidup dalam kelompok besar seperti bekantan, simpai dengan pola perkawinan harem (satu jantan dengan banyak betina) atau banyak jantan dengan banyak betina seperti pada Macaca fascicularis. Bentuk pengkayaan yang menempatkan individu-individu dalam satu kandang yang sama atau penempatan boneka indukan betina bagi bayi primata yang kehilangan induk betinanya merupakan suatu bentuk pengkayaan sosial yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi kandang yang hampir mirip dengan kondisi alaminya sehingga berbagai aktivitas sosial seperti bermain, kawin, memelihara dan meminta dipelihara termasuk didalamnya grooming dapat dilakukan oleh individu-individu dalam kelompok tersebut Perilaku lokomotor dan postur Kata lokomotor merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris yaitu locomotion yang berarti pergerakan. Locomotion behavior secara bahasa memiliki makna perilaku bergerak. Perilaku bergerak pada satwaliar dapat meliputi pergerakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan pergerakan anggota tubuh dalam mendukung setiap aktivitasnya. Lokomotor dan postur setiap aktivitas satwa terdiri atas (Gebo & Chapman 1991) dengan modifikasi : 1. Lokomotor, meliputi : Quadrapedalism : Keempat tungkai satwa bergerak secara umum diatas suatu tempat pendukung seperti tanah, ranting, batang, dan kanopi pohon termasuk pergerakan berjalan, berlari, dan mencongak. Melompat (Leaping) : Pergerakan melompat pada satwa meliputi berdiri quadrapedal kemudian melompat, atau memompa badan ke atas dan ke bawah sebelum melompat, melekatkan badan secara vertikal kemudian melompat, dan berlari quadrapedal kemudian melompat. Menjatuhkan diri dari ranting tidak termasuk kedalam perilaku melompat.

26 10 Memanjat (Climbing) : Pergerakan vertikal baik ke atas maupun ke bawah secara bertahap. Gerakan naik atau turun secara vertikal atau curam cenderung melalui dukungan kecil tidak teratur dan saling terkait; empat kaki bergerak dalam pola yang sering tidak teratur dengan lengan dan lutut dengan variabel posisi tangan dan kaki; lengan yang digunakan untuk menarik tubuh sementara kaki bergantian mendorong tubuh ke atas atau ke depan. Berayun (brachiasi) : Gerakan mengayunkan badan dengan tangan menempel ke ranting-ranting pohon dapat bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya. Lainnya, meliputi : Bipedalism, satwa bergerak dengan menggunakan kedua tungkai belakangnya 2. Postur (Posisional), meliputi : Duduk (Sitting) : Satwa duduk dengan menyandarkan bahu dan tangan menekuk kedepan, kaki mendekati tubuh dan memegang ranting. Kaki menekuk tajam dan mendekatkan lutut mereka ke dagu dan kedua tangan melipat di atas lutut dan kepala disembunyikan diantara lutut dan dada. Berdiri (Standing) : Satwa berdiri dengan menggunakan keempat tungkai nya. Berbaring (Reclining) : Posisi satwa berbaring baik telentang, telengkup, dan memiringkan (sisi) badan. Bergantung : Satwa memegang dari bawah ranting pohon dengan menggunakan tungkainya baik dengan tungkai depan maupun tungkai belakang tanpa pijakan apapun pada tungkai pada posisi di bawah.

27 11 Menurut Kartono et. al. (2002), pergerakan yang dilakukan oleh owa jawa terdiri atas: brakhiasi, berjalan secara bipedal, memanjat secara quadropedal, melompat dan mamanjat melalui akar atau liana serta menjatuhkan diri dari tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah. Proporsi masing-masing bentuk pergerakan yang dilakukan oleh owa jawa rehabilitan adalah sebagai berikut: berayun (brachiasi) 38,9% 49,2%, lompat (leaping) 30,9% 41,1%, manjat (climbing) 15,7% 18,8%, dan bipedal 2,4% - 4% sedangkan proporsi bentuk aktivitas istirahat adalah duduk 97,1% 97,8% dan berbaring 2,2% 2,8% (Ario 2010). Pada saat melakukan aktivitas harian, owa jawa lebih bersifat arboreal dan jarang turun ke tanah. Pergerakan dari pohon ke pohon dilakukan dengan cara bergelayutan atau brakhiasi. Pohon yang tinggi dapat digunakan untuk bergelayutan, berpindah tempat, tidur, menelisik (grooming) antara jantan dan betina atau antara induk betina dan anaknya serta mencari makan (Supriatna & Wahyono 2000). Menurut Iskandar (2007), aktivitas pergerakan dilakukan terutama bertujuan untuk mencari sumber pakan. Mengingat sebaran sumber pakan owa yang lebih banyak mengkonsumsi daun,di hutan rasamala Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tersebar merata, maka kelompok tersebut tidak perlu melakukan perjalanan yang jauh. Selain itu, pakan daun memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan buah, sehingga mengurangi aktivitas pergerakan merupakan pilihan strategi dalam menyikapi sedikitnya pilihan sumber pakan buah dan untuk menghemat energi Profil dan arsitektur pohon Arsitektur pohon merupakan Gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Bentuk pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur pohon disebut model arsitektur. Elemenelemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu.

28 12 Pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi ditandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu berbeda dengan pertumbuhan ritmik karena tidak meliki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle et al. 1978). Menurut Halle dan Oldeman (1975) model arsitektur pohon dapat dibedakan menjadi : 1. Pohon tidak bercabang (monoaxial) yaitu bagian vegetatif pohon terdiri satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter, contohnya model Holttum dan model Corner. 2. Pohon bercabang dengan axis vegetatif ekuivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, dan model Chamberlain. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif non ekuivalen, contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekuivalen dan non ekuivalen, contohnya model Troll, model Champagnat, dan model Mangenot. Profil vegetasi merupakan gambaran vertikal dan horisontal serta struktur dan komposisi jenis dari suatu vegetasi meliputi dominasi penutupan tajuk, keanekaragaman jenis, frekuensi jenis, kerapatan jenis dan tumbuhan bawahnya. Profil vertikal dan horizontal ini di bentuk oleh model arsitektur dari jenis-jenis yang ada di dalamnya (Setiadi 1998) Pola penggunaan strata pohon Terdapat 25 jenis pohon yang sering digunakan Owa Jawa dalam melakukan aktivitas harian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak meliputi jenis pohon rasamala (Altingia excelsa) yang dominan. Jenis pohon lainnya meliputi saninten (Castanopsis argentea), puspa (Schima walichii), ki hiur (Castanopsis javanica) dan pasang (Quercus sundaica) (Oktaviani 2009). Owa jawa memerlukan karakter hutan yang memiliki kanopi saling bersambungan, tersusun dari pepohonan dengan ketinggian di atas 25 m, dan memiliki keanekaragaman jenis pohon pakan yang tinggi. Karakteristik tersebut ditemukan pada hutan tropis dataran rendah, hutan perbukitan dan hutan

29 13 pegunungan rendah dengan ketinggian mdpl (Kappeler 1984, Supriatna dan Wahyono 2000, Suryanti 2006). Menurut Nijman (2001) owa jawa melakukan sebagian besar aktivitas hariannya pada lapisan atas kanopi dengan ketinggian m. Menurut Usman (2003), 91,7% selang ketinggian yang paling sering digunakan owa jawa di Bodogol yaitu antara ketinggian m. Berdasarkan beberapa penelitian, diketahui bahwa dalam melakukan aktivitasnya, owa jawa sering menggunakan strata kanopi tengah. Hal tersebut berkaitan dengan ketersediaan sumber pakan yang lebih banyak terdistribusi di bagian tengah dan strategi perlindungan terhadap predator dengan cara menghindar, berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain (Iskandar 2007). Menurut Indriyanto (2008), pepohonan yang menyusun strata tengah membentuk lapisan tajuk yang tebal, sehingga memudahkan bagi Owa jawa untuk melakukan brakiasi Pergerakan harian dan wilayah jelajah Wilayah jelajah (home range) merupakan daerah yang dikunjungi satwaliar secara tetap karena dapat mensuplai pakan, minuman serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung, bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Sedangkan teritori adalah tempat yang khas yang selalu dipertahankan dengan aktif misalnya tempat tidur untuk primanta, tempat istirahat untuk binatang pengerat dan tempat bersarang untuk burung (Alikodra 1990). Home range adalah satu wilayah yang biasa dikunjungi dan digunakan sebagai tempat berlangsungnya aktivitas satwaliar (Owen 1980 diacu dalam Priatna 2012). Wilayah jelajah dapat diketahui melalui tanda tanda satwaliar seperti feses, jejak tapak kaki dan sebagainya. Luas wilayah jelajah satwa sangat bervariasi, diantaranya tergantung pada kondisi sumberdaya lingkungan, aktivitas hubungan dengan pasangan dan ukuran tubuh satwa (Alikodra 2002). Perilaku menjelajah satwa primata di dalam wilayah jelajahnya sangat terkait dengan kebutuhan pakannya (Oates 1986). Menurut Bailey (1984), wilayah jelajah di habitat yang baik akan lebih kecil daripada di habitat yang jelek, demikian juga pada habitat dengan kepadatan satwa tinggi maka wilayah jelajah akan lebih kecil. Hal itu dikarenakan adanya interaksi sosial yang lebih tinggi sehingga satwa primate mungkin membatasi pergerakan.

30 14 Menurut Fleagle (1988), spesies folivorous cenderung mempunyai wilayah jelajah yang lebih sempit dibandingkan dengan spesies frugivorous karena ketersediaan dedaunan lebih umum dan merata dibandingkan ketersediaan buah. Selain itu, spesies dengan ukuran tubuh besar cenderung membutuhkan wilayah jelajah yang lebih luas untuk mendukung kebutuhan hidupnya dibandingkan dengan satwa yang tubuhnya kecil (Fleagle 1988). Setiap kelompok owa jawa membatasi pergerakannya pada bagian tertentu dari hutan, menggunakan pohon pohon tertentu di areal tersebut untuk tidur dan bersuara serta menetapkan rute untuk mempertahankan wilayah jelajahnya dengan mengusir kelompok owa jawa lain dan adanya dominasi diantara kelompok kelompok tersebut. Pada zona batas wilayah jelajah tertentu, pertahanan wilayah tidak dilakukan, areal selain daerah zona batas disebut teritori (Kappeler 1981). Wilayah jelajah setiap kelompok owa jawa dapat bertumpang tindih (overlap) dengan wilayah jelajah kelompok lain yang berdekatan. Sikap saling intoleran antar kelompok juga dapat dijumpai pada areal yang tumpang tindih tersebut. Areal teritori kelompok yang saling berdekatan disebut areal pelanggaran (Kappeler 1981). Rata-rata luas wilayah jelajah harian owa jawa di Cikaniki Citalahab adalah sebesar 5,9 36,6 ha dan overlap wilayah jelajah setiap group sebesar 1,1 3,3 ha (Kim et al. 2011) Status konservasi Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, owa jawa termasuk jenis satwa yang dilindungi. Dalam daftar Red List IUCN tahun 1999, owa jawa dikategorikan sebagai jenis kritis (Critically endangered). Mulai tahun , owa jawa termasuk ke dalam salah satu dari 25 spesies primata yang paling terancam punah di dunia (Mittermier et al. 2007). Namun berdasarkan Red List IUCN tahun 2009, status owa jawa turun dari kritis (Critically endangered) menjadi terancam (Endangered), hal ini dikarenakan dari penelitian terhadap populasi owa jawa di beberapa kawasan di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa populasi spesies tersebut masih lebih dari individu (Supriatna 2000). Konvensi CITES metetapkan owa jawa dalam daftar Appendiks I. Hal ini berarti bahwa jenis ini termasuk yang terancam

31 15 punah sehingga perdagangan internasional untuk tujuan komersil tidak diperbolehkan. 2.2 Analisis Spasial untuk Menentukan Home Range (MCP dan FK) Luas wilayah jelajah satwa liar termasuk primata owa jawa dapat diduga dengan analisis spasial. Titik-titik koordinat posisi owa jawa yang didapatkan berdasarkan pengamatan lapangan diunggah dan dianalisis dengan menggunakan software hingga membentuk suatu polygon. Pendugaan luas wilayah jelajah owa jawa dapat diketahui dengan melakukan penghitungan luas area polygon tersebut. Pembentukan polygon berdasarkan titik-titik koordinat geografi tersebut dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Minimum Convex Polygon (MCP) dan Fixed Kernel (FK). Mohr (1947) memperkenalkan konsep dari minimum wilayah jelajah dengan ide menggunakan Minimum Convex Polygon (MCP) untuk menduga luasan wilayah jelajah suatu satwa liar. Semenjak itu, MCP menjadi metode yang paling popular dan banyak digunakan untuk menduga luasan wilayah jelajah. MCP akan memudahkan untuk membandingkan dengan hasil pendugaan lain pada spesies yang sama (Sankar et al dalam Priatna 2012). Pendugaan luas jelajah dengan FK (Fixed Kernel) memberikan hasil yang lebih baik untuk membandingkan dengan hasil dari MCP (Nilsen et al. 2008). Perkiraan ukuran daerah jelajah dengan metode FK memberikan hasil yang akurat namun membutuhkan sampel data yang banyak (Mitchell 2007). Pendugaan luas wilayah jelajah dengan FK, lebih akurat karena mempertimbangkan faktor density. Pendugaan ini dapat dilakukan dengan parameter peenghalusan (smoothing parameter) yaitu FK 95% dan 50%. FK 50% untuk menentukan core area wilayah jelajah yang lebih sering digunakan satwa untuk beraktivitas (Laver 2005).

32 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni Juli 2012 di Citalahab Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pengambilan data mengenai perilaku bergerak dan postur owa jawa dilakukan di resort Citalahab dengan objek penelitian owa jawa yang telah terhabituasi dengan baik. Waktu khusus yang dibutuhkan untuk habituasi objek penelitian yaitu dua sampai sembilan bulan pada Juli 2007 Maret 2008 (Kim et al 2011). 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengamatan lapangan dalam penelitian ini antara lain: range finder, binokuler, alat ukur panjang (meteran), alat pengukur waktu (stopwatch), kompas, kamera, alat tulis, Global Positioning System (GPS) dan lembar kerja untuk mencatat data di lapangan. Peralatan untuk pengolahan dan analisis data penggunaan waktu (time budget) terdiri atas perangkat lunak Microsoft Excell 2007 sedangkan analisis data posisi owa setiap aktivitasnya terdiri atas perangkat lunak Map source, ArcGIS 9.3 dan Global Mapper v.11. Objek penelitian ini terdiri dari tujuh individu owa jawa dari dua kelompok yang terdiri atas klasifikasi umur bayi (infant), anakan (juvenile) serta dewasa (adult) meliputi dua jantan (adult males) dan dua betina (adult females). 3.3 Jenis Data Data primer Istilah data primer digunakan untuk data yang diperoleh secara langsung di lapangan dan berkaitan langsung dalam menunjang pencapaian tujuan dari penelitian. Data ini meliputi: a) Data lokomotor dan postur per aktivitas yang meliputi: aktivitas harian, jenis lokomotor yang dilakukan setiap aktivitas dan jenis postur yang

33 17 dilakukan setiap aktivitas meliputi frekuensi dan durasi yang dilakukan owa jawa. b) Data Karakteristik pohon pendukung lokomotor dan postur per aktivitas owa jawa meliputi: jenis pohon, titik koordinat posisi pohon dalam plot sample (X dan Y), tinggi pohon (Tinggi Bebas Cabang dan Tinggi total), diameter setinggi dada (Dbh), luas serta kerapatan tajuk. c) Data jelajah haian dan wilayah jelajah meliputi parameter : jarak pergerakan dalam satu hari (daily range), radius maksimum (radius maximum), jarak perpindahan pohon tidur (night position shift), dan luas daerah jelajah Data sekunder Data sekunder digunakan untuk data yang diperoleh dari dokumendokumen dan publikasi yang terkait dengan penelitian ini melalui studi literatur. Data sekunder yang diperlukan antara lain: kondisi umum lokasi penelitian, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Taman Nasional Gunung Halimun Salak meliputi peta kawasan, garis kontur dan aliran sungai, serta citra landsat dengan resolusi 30 m untuk olah data Digital Elevation Model (DEM) yang diunduh dari Metode Pengumpulan Data Diagram profil pohon pendukung lokomotor dan postur Penelitian terhadap karakteristik habitat owa jawa bertujuan untuk mengetahui pohon pendukung lokomotor dan postur per aktivitas owa jawa. Pengambilan data profil dan arsitektur pohon dengan menggunakan plot sampling berukuran 50 x 10 m. Jumlah plot sampling yang diambil yaitu sebanyak 4 plot sample (2 plot kelompok A dan 2 plot kelompok B) dari 19 plot pengamatan yang terdapat dalam wilayah jelajah kedua kelompok studi dengan Intensitas Sampling (IS) yaitu sebesar 21,05 %. Data berupa arsitektur dan profil pohon yang digunakan owa jawa dalam melakukan aktivitasnya yang meliputi jenis pohon, tinggi pohon (Tinggi Bebas Cabang dan Tinggi total), diameter setinggi dada (Dbh), luas serta kerapatan tajuk. Strata tajuk dibagi kedalam 5 kategori yaitu stara A, B, C, D dan E. Strata A

34 18 adalah pohon yang memiliki tinggi > 30 m, strata B untuk pohon dengan tinggi m, strata C untuk pohon dengan tinggi m, strata D untuk pohon dengan tinggi < 10 m, dan starata E adalah tumbuhan penutup tanah. Pohon yang teridentifikasi selanjutnya dibuat profil vegetasinya dalam kertas milimeter dengan skala 1:200. Tinggi pohon dan arsitektur tajuknya dibuat secara vertikal kemudian diproyeksikan secara horisontal untuk luas penutupan tajuk. Penentuan pohon yang termasuk ke dalam pohon masa kini, masa datang dan masa lampau ditentukan dengan rumus: Tabel 1 Rumus pohon masa kini, masa datang, dan masa lampau Pohon masa kini Pohon masa datang Pohon masa lampau Tt < 2. Tbc Tt > 2. Tbc Tt << 2. Tbc Tt < 100.Dtd Tt> 100. Dtd Tt << 100.Dtd Tbc <. Tt Tbc > Tt Tbc >> Tt Keterangan : Tt : Tinggi pohon total Tbc : Tinggi pohon bebas cabang Dtd : Diameter pohon setinggi dada Hasil pengenalan vegetasi pada jalur pengamatan dilakukan untuk mencari jenis-jenis vegetasi yang sering digunakan owa jawa untuk mendukung lokomotor serta postur dalam setiap aktivitas owa jawa. Data ini akan memberikan Gambaran jenis-jenis vegetasi yang dapat ditemui pada jalur pengamatan dan dapat dipakai untuk mengambil kesimpulan mengenai kondisi vegetasi di habitat owa jawa. Bila dihubungkan dengan jenis vegetasi yang paling sering dimanfaatkan owa jawa, maka dapat diambil kesimpulan mengenai ketersediaan sumberdaya vegetasi yang dapat mendukung kehidupan owa jawa Aktivitas harian dan perilaku bergerak Sebelum dilakukan pengumpulan data primer secara intensif, terlebih dahulu dilakukan survey terhadap kelompok-kelompok owa jawa yang terdapat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Objek penelitian yaitu tujuh individu owa jawa dari group A dan group B. Group A terdiri atas tiga individu owa jawa yaitu jantan dewasa (Aris), satu betina dewasa (Ayu), dan satu bayi (Amore) sedangkan pada Group B terdiri atas empat individu owa jawa yaitu satu jantan

35 19 dewasa (Kumis), satu betina dewasa (Kety), satu anakan (Kumkum) dan satu bayi (Kimkim). Waktu total yang dibutuhkan dalam pengambilan data kedua group owa jawa tersebut yaitu 15 hari dengan waktu bersih pengamatan selama menit dengan total ulangan yaitu sebanyak tiga kali ulangan untuk setiap individu owa yang diamati. Alokasi waktu pengambilan data baik perilaku maupun penandaan posisi koordinat owa jawa dilakukan secara bergantian. Dalam satu minggu, alokasi pengambilan data untuk kelompok A sebanyak tiga hari dan tiga hari berikutnya untuk pengambilan data kelompok B. Pengamatan perilaku bergerak owa jawa dilakukan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling dengan interval waktu 1 menit untuk individu dewasa (jantan dan betina) serta individu anakan, sedangkan pengambilan data keseluruhan aktivitas harian dengan menggunakan metode scan sampling dengan interval waktu 15 menit untuk seluruh individu owa jawa dalam setiap kelompok yang terdiri dari dewasa (jantan dan betina), anakan dan bayi. Pengamatan dilakukan setiap hari mengikuti pola aktivitas owa jawa yang diurnal, yaitu pada saat owa jawa memulai aktivitas pada pagi hari pukul WIB dan disore hari pada pukul WIB. Sedangkan untuk melihat presentase perilaku makro dan mikro tertentu terhadap perilaku bergerak lainnya digunakan dengan metode one zero sampling. Pencatatan data dilakukan dengan metode continuous recording untuk mencatat kejadian perilaku yang terjadi baik frekuensi maupun lama (durasi) terjadinya suatu perilaku. Rangkaian perilaku bergerak owa jawa tersebut direkam kemudian dilakukan pencatatan dalam hal lama owa jawa melakukan aktivitas (total perilaku yang digunakan owa jawa untuk melakukan suatu aktivitas), frekuensi aktivitas (jumlah/banyaknya suatu aktivitas dilakukan dalam selang waktu tertentu) dan durasi suatu aktivitas. Pencatatan data dilakukan dengan metode continous recording untuk mencatat perilaku yang terjadi baik frekuensi maupun durasi perilaku tersebut.

36 20 Tabel 2 Pencatatan perilaku bergerak dan postur owa jawa, terdiri atas (Gebo & Chapman 1990) No Perilaku bergerak dan postur Penguraian 1 Lokomotor Quadropedal Melompat (leaping) Memanjat (climbing) Berayun (brachiasi) Lainnya : bipedal 2 Postur Duduk (sitting) Berbaring (reclining) Berdiri (standing) Bergelantung Konteks perilaku pergerakan dan postur owa jawa yang dicatat setiap pengambilan data adalah sebagai berikut : 1. Travel (Perpindahan jarak jauh diantara dua pohon, perpindahannya selalu dari pohon satu ke pohon yang lainnya dari atau ke pohon pakan atau pohon tempat beristirahat). 2. Feeding (Pergerakan atau perpindahan posisi dalam satu pohon mendukung aktivitas makan dan postur ketika makan). 3. Resting (Pergerakan dalam selang waktu ketika tidak beraktivitas, postur ketika tidak melakukan aktivitas atau istirahat). 4. Social (Pergerakan atau perpindahan dan postur ketika melakukan kegiatan sosial seperti bersuara, berkutu-kutuan, kopulasi, berkelahi dan bermain) Jelajah harian dan wilayah jelajah. Wilayah jelajah owa berdasarkan pergerakan harian owa jawa yang meliputi jauhnya pergerakan dalam satu hari (daily range), radius maksimum (radius maximum) yang dicapai dari satu titik posisi ke titik posisi lainnya dan perpindahan lokasi tempat tidur pada hari berikutnya (night position shift). Pengambilan data jelajah harian dan wilayah jelajah owa jawa dilakukan dengan mengidentifikasi titik posisi berdasarkan aktivitas harian owa jawa dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Metode yang digunakan untuk mengetahui titik keberadaan owa jawa adalah dengan metode perjumpaan langsung (direct encounter) dengan mengikuti owa jawa yang dimulai pada saat owa jawa meninggalkan pohon tidurnya pada pukul WIB sampai ke

37 21 lokasi tidur selanjutnya pada pukul WIB. Dalam setiap enam hari pengamatan setiap minggunya, pembagian waktu pengamatan dilakukan tiga hari pengamatan untuk kelompok A dan tiga hari pengamatan untuk kelompok B. Sedangkan pada saat hari keenam setiap minggunya, pengamatan dilakukan setengah hari. Sehingga pada saat peralihan jadwal dari kelompok A ke kelompok B atau sebaliknya posisi pohon tidur sebelumnya tidak diketahui. Pengambilan data titik koordinat geografi posisi owa jawa dalam melakukan setiap aktivitas hariannya dilakukan ketika owa jawa mulai melakukan aktivitas harian seperti aktivitas makan, berisitirahat dan sosial khususnya ketika kelompok studi owa jawa menempati suatu pohon untuk beraktivitas. Pengambilan data posisi dilakukan pada setiap owa jawa berada pada satu pohon untuk melakukan aktivitas dan pada setiap owa jawa berpindah ke pohon berikutnya untuk melakukan aktivitas (dalam satu pohon) Analisis Data Diagram profil pohon Dari diagram profil tajuk dapat diketahui stratifikasi vegetasi di habitat owa jawa (Soerianegara dan Indrawan 1998), yaitu : a. Strata A : Lapisan teratas, pohon pohon yang tinggi total 30 m ke atas b. Strata B : Pohon pohon dengan tinggi total m. c. Strata C : Pohon pohon dengan tinggi total 4 20 m Aktivitas harian dan perilaku bergerak Data kemudian akan disajikan dan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk pemaparan hasil serta secara kuantitatif. Penyajian secara deskriptif dilakukan untuk menguraikan perilaku bergerak yang dilakukan owa jawa. Penyajian persentase dan grafik untuk menggambarkan proporsi aktivitas bergerak. Metode One-Zero digunakan untuk mendapatkan persentase dan durasi perilaku bergerak makro dan mikro yang diamati dengan menghitung jumlah perilaku sejenis yang dilakukan oleh setiap individu (X) dalam n jam berbanding dengan jumlah perilaku yang diamati dalam n jam pada individu tersebut (Y). Persentase perilaku.

38 Jelajah harian dan wilayah jelajah Untuk mendapatkan informasi pergerakan harian dan wilayah jelajah owa jawa, data yang berhasil dikumpulkan melalui identifikasi titik posisi owa jawa yang berupa file gpx di-upload ke dalam ArcGIS 9.3 untuk dijadikan file shp. Selanjutnya dengan ekstensi X-tool pada ArcGIS 9.3 dilakukan pengukuran jarak antar point (data posisi) yang terkumpul setiap hari, namun sebelumnya data posisi telah dipisahkan terlebih dahulu setiap ulangannya. Wilayah jelajah owa jawa dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis kuantitatif penghitungan luas wilayah jelajah dilakukan dengan mengunggah seluruh data koordinat posisi masing-masing kelompok studi dalam bentuk file database ke ArcGIS 9.3, kemudian dianalisis dengan menggunakan ekstensi Hawstool v. 3.6 yang dioprasikan melalui ArcGIS 9.3. luas wilayah jelajah ditentukan dengan menggunakan metode MCP (Minimum Convex Polygon) dan FK (Fixed Kernel) (Barlow et al 2011 diacu dalam Priatna 2012). MCP merupakan metode tertua yang telah umum digunakan dalam memperkirakan daerah jelajah satwa (Sankar et al 2010). Metode ini menghubungkan titik titik koordinat terluar tempat owa jawa beraktivitas. Pendugaan luas jelajah dengan FK memberikan hasil yang lebih baik daripada MCP (Nilsen et al diacu dalam Priatna 2012). Pendugaan luas daerah jelajah pada penelitian ini dihitung berdasarkan metode FK 95 %. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggunakan peta wilayah jelajah dugaan dua kelompok studi owa jawa yang telah ditumpang tindih dengan peta digital kontur dan sungai RBI (Rupa Bumi Indonesia) Taman Nasional Gunung Halimun Salak serta menggunakan data hasil pengamatan terhadap posisi owa jawa dalam strata tajuk pada saat beraktivitas. Pendugaan luas daerah jelajah sebenarnya dilakukan dengan analisis tiga dimensi measure volume (cut and fill) yang terdapat dalam software Global Mapper v.11. Analisis tersebut dilakukan dengan analisis cut and fill seluruh polygon hasil analisis berdasarkan metode MCP dan FK 95 % yang ditumpang tindih dengan DEM citra landsat kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak kemudian dicari luas polygon tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar

39 23 pendugaan luas wilayah jelajah owa jawa sebenarnya dilapang dapat diketahui dengan mempertimbangkan kontur yang terdapat di lapangan Diagram alur pemetaan wilayah jelajah Langkah-langkah pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa di lokasi penelitian disajikan pada Gambar berikut : Data posisi dua kelompok studi owa jawa U.1 U.2 U.3 U.4 U.5 U.6 U.7 Overlay Merge titik seluruh posisi dalam kelompok Penentuan wilayah jelajah dengan MCP (100 %) Extention Hawstool Penentuan wilayah jelajah dengan FK (95 %) Overlay 2Dimensi 3Dimensi Peta RBI digital kontur dan sungai TNGHS DEM Citra Landsat TNGHS resolusi 30 m. Measure volume : Cut and Fill Luas wilayah jelajah 3 Dimensi. Peta pergerakan harian setiap kelompok Peta wilayah jelajah berdasarkan MCP 100 % Peta wilayah jelajah berdasarkan FK 95 % Keterangan : U.1-7 = ulangan data posisi owa jawa ke 1-7 Gambar 4 Diagram alur pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa.

40 24 BAB 1V KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai kawasan taman nasional oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1992 atas perubahan fungsi Cagar Alam Gunung Halimun. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun awalnya dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, kemudian pada tahun 1997 dilaksanakan langsung oleh Balai taman Nasional Gunung Halimun. Pada tahun 2003 Taman Nasional Gunung Halimun diperluas dari hasil perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, dan Hutan Produksi Terbatas pada kelompok Hutan Gunung Halimun dan Kelompok Hutan Gunung Salak di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, sehingga saat ini disebut sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 4.2 Letak dan Luas Kawasan hutan Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Mentan 175/Kpts-II/2003 seluas ± ha. Secara astronomis kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak diantara ' ' BT dan 06 32' ' LS. Secara administrasi pemerintahan berada pada 3 Kabupaten dan 2 Propinsi yaitu Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak Propinsi Banten. 4.3 Geologi dan Tanah Sejarah geologi menunjukan bahwa Taman Nasional Gunung Halimun dulunya merupakan salah satu rangkaian gunung berapi bagian selatan yang dipengaruhi oleh kondisi Samudra Hindia. Sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun terdiri dari batuan vulkanik seperti breksi, lava basalt, dan andesit dari masa Pliocene-lower Pleistocene dan beberapa strata dari masa pra-pliocene. Selain itu terdapat batuan sedimen di bagian utara yang awalnya merupakan kubah, terutama terdiri dari batuan debu calcareous. Hal yang menarik serta luar biasa di daerah sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

41 25 adalah kandungan emas dan perak. Biji emas dan perak mungkin terangkat pada saat timbulnya kubah bawah pertama yang menghasilkan retakan-retakan tegangan yang kemudian terisi oleh batuan kwarsa, seperti yang ditemukan di DAS Ciburial dan Cihara. Kawasan ini terdiri atas 12 tipe tanah yang digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu andosol dan latosol. Untuk tujuan pertanian, tanah di kawasan Gunung Halimun mempunyai kesuburan kimiawi yang minim sampai cukup, namun sifat-sifat fisiknya cukup bagus. Tanah dan batuannya memiliki tingkat porositas dan permeabilitas yang baik sebagai daerah tangkapan air. Tanah di kawasan ini peka erosi dengan tekstur tanah umumnya didominasi oleh partikel debu yang mudah tercuci. Sifat-sifat tanah juga menunjukan sifat vulkanik tua. Perkembangan tanah menunjukan adanya evolusi tanah dari vulkanik tua yang sebenarnya sedang mengalami proses transisi dari andosol dan latosol. 4.4 Topografi Kawasan ini merupakan daerah pegunungan tinggi, terdiri dari perbukitan dengan variasi kelerengan lebih dari 45% (75,7%), bergelombang 50% dan bentuk curam berbatu 35%. Kawasan ini memiliki ketinggian antara mdpl, Gunung Halimun (± mdpl), Gunung Sanggabuana (± m. Dpl) 4. 5 Iklim Berdasarkan data lima tahun terakhir ( ) yang diperoleh dari Stasiun Pengamatan Curah Hujan Wanayasa, curah hujan di kawasan dan sekitarnya tercatat mm per tahun, yang jika dikonversi pada klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, termasuk tipe iklim A. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan Juni dan bulan Juli sampai September. Kelembaban berkisar 5%-6% dengan Temperatur : 20 C-30 C Ekosistem Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan kawasan yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis yang masih baik kondisinya. Kawasan ini merupakan habitat terbaik bagi satwa langka Elang Jawa (Spizaetus bartelsi).

42 26 Tipe ekosistem di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak meliputi : 1. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona collin) 2. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona sub montana) 3. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona montana) 4.7 Fauna Beberapa jenis fauna yang ditemui di kawasan taman nasional ini, yaitu : Mamalia: Owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung budeng (Trachypithecus auratus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak),, macan tutul (Panthera pardus), dan anjing hutan (Cuon alpinus). Burung; terdapat kurang lebih 204 jenis burung dan 90 jenis diantaranya merupakan burung yang menetap serta 35 jenis merupakan jenis endemik Jawa termasuk burung elang jawa (Spizaetus bartelsi) cukup banyak dijumpai disini. Selain itu terdapat dua jenis burung yang terancam punah yaitu burung cica matahari (Crocias albonotatus) dan burung poksai kuda (Garrulax rufifrons). Reptil dan Amphibi ; Gonydactilus marmoratus, tokek (Gecko gecko), cecak terbang (Draco volans), kodok (Bufo bipocartus), katak (Rana hosii), Ahaetulla prasina, Lycodon subcinctus, dan Ptyas korros. Ikan: terdapat sekitar 31 jenis ikan yang sebagian besar (37,5%) tergolong ikan-ikan Gobiid dan Eleotriid, yaitu jenis-jenis ikan komplementer air tawar, antara lain paray, Rasbora aprotaenia, Puntius binotus, bogo, Chana gachua, belut, Monopterus album, kehkel, Glyptothorax platypogon, bungkreng, Poecilia reticulata, dan Sicyopterus cf microcephalus. 4.8 Flora Vegetasi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan hujan tropis dimana sebagian besar tersusun oleh tumbuh-tumbuhan berkayu, juga dilengkapi dengan berbagai jenis liana dan epifit. Jenis-jenis pohon yang ada diantaranyalain rasamala (Altingia excelsa), jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima wallichii). Sekitar 75 jenis anggrek terdapat di taman nasional ini dan beberapa jenis diantaranya merupakan jenis langka seperti

43 27 Bulbophylum binnendykii, B. angustifolium, Cymbidium ensifolium, dan Dendrobium macrophyllum. 4.9 Ekowisata TN Gunung Halimun Salak memiliki potensi ekowisata yang cukup besar. Jasa lingkungan yang ada di dalamnya menyediakan fenomena unik dan khas. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan curug dan topografi yang berbukit sehingga menyediakan berbagai keanekaragaman jenis yang dapat dilihat. Kawasan ini merupakan tempat rekreasi atau pariwisata alam yang sangat menarik karena beragam obyek dan daya tarik wisata alam yang dimilikinya. Suasana alami dengan suara kicauan burung dan suara satwa lainnya merupakan tempat yang ideal bagi pengamatan hidupan liar. Terdapat fasilitas canopy trail, yaitu sarana untuk berjalan dati tajuk pohon ke tajuk pohon yang lain yang terdapat di stasiun penelitian Cikaniki.

44 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Individu Owa Jawa Kelompok Studi Kelompok studi A Kelompok studi owa jawa yang pertama adalah kelompok A. Komposisi kelompok A terdiri atas tiga individu yaitu induk jantan dewasa (Aris), induk betina dewasa (Ayu) dan bayi (Amore). Kelompok A memiliki wilayah jelajah disekitar jalur interpretasi (loop trail) dari Cikaniki sampai dengan enclave kampung Citalahab sentral sehingga kelompok A cenderung lebih mudah diamati karena terbiasa dengan kehadiran pengunjung. Ukuran kelompok dan karakteristik setiap individu dapat dibedakan sehingga mudah dikenali (Tabel 3a). Tabel 3a Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A No Nama Jenis Kelamin Kelas umur Karakteristik 1 Aris Jantan Dewasa (>7 tahun) Memiliki buah zakar (kelamin jantan terlihat jelas), ukuran tubuh lebih besar 2 Ayu Betina Dewasa (>7 tahun) Memiliki puting susu besar, menggendong bayi 3 Amore Jantan Bayi (0-2 tahun) Ukuran tubuh paling kecil, selalu dalam gendongan Ayu (a) (b) Gambar 5 (a) Aris (jantan dewasa), (b) Ayu dan Amore (Betina dewasa dan bayi).

45 Kelompok studi B Kelompok B terdiri atas empat individu yaitu induk jantan dewasa (Kumis), induk betina dewasa (Kety), anak jantan (Kumkum) dan bayi (Kimkim). Ukuran kelompok B lebih besar daripada kelompok A dengan wilayah pergerakan lebih luas daripada kelompok A. Pembedaan pencatatan data perilaku setiap individu tidak terlalu sulit karena setiap individu memiliki perbedaan karakteristik tubuh yang mudah diamati (Tabel 3b). Tabel 3b Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok B No Nama Jenis Kelamin Kelas umur 1 Kumis Jantan Dewasa (> 7 tahun) 2 Kety Betina Dewasa (> 7 tahun) Karakteristik Memiliki buah zakar (kelamin jantan terlihat jelas), ukuran tubuh lebih besar, rambut sekitar wajah lebih tebal dengan warna gelap Memiliki puting susu besar, menggendong bayi, ukuran tubuh lebih kecil dari kumis Ukuran tubuh lebih kecil dari kedua induk, rambut sekitar muka tebal. 3 Kumkum Jantan Anak-anak (2-5 tahun) 4 Kimkim Jantan Bayi (0-2 tahun) Ukuran tubuh paling kecil, selalu dalam gendongan Kety (a) (b) (c) Gambar 6 (a) Kumis (jantan dewasa), (b) Kumkum (anakan), (c) Kety (betina dewasa) dan Kimkim (bayi).

46 Aktivitas Harian Aktivitas harian dua kelompok owa jawa di Citalahab,Taman Nasional Gunung Halimun Salak tercatat dimulai pada pagi hari yaitu sekitar pukul WIB dan diakhiri pada sore hari menjelang malam yaitu sekitar pukul WIB. Total waktu perjumpaan selama penelitian berlangsung adalah menit atau 88 Jam 8 menit untuk seluruh individu owa. Rata-rata waktu aktivitas harian dua kelompok tersebut adalah 8 jam 48 menit. Penggunaan waktu tersebut termasuk dalam kisaran masa aktif Hylobatidae yang disebutkan oleh Leighton (1986) diacu dalam Ario (2011) yaitu delapan hingga sepuluh jam setiap hari. Tabel 4 Alokasi waktu awal dan akhir aktivitas harian dua kelompok studi No Kelompok Owa Waktu awal aktivitas Waktu akhir aktivitas 1 Kelompok A Kelompok B Kelompok B memiliki waktu rata-rata aktivitas harian lebih besar daripada waktu rata-rata aktivitas harian kelompok A. Kelompok A memiliki waktu ratarata aktivitas harian yaitu 8 jam 7 menit sedangkan kelompok B memiliki waktu rata-rata harian yaitu 9 jam 55 menit. Secara umum aktivitas harian owa jawa dibagi ke dalam empat aktivitas utama, yaitu aktivitas makan (makan atau minum), istirahat (duduk, berdiri, berbaring, dan bergantung), bergerak (bipedalism, memanjat, melompat dan berayun) dan sosial (bersuara, bermain, berkelahi, dan berkutu-kutuan). Hasil pengamatan aktivitas harian pada Kelompok A dan kelompok B owa jawa di Citalahab diperoleh persentase aktivitas harian dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah 48,18% aktivitas istirahat; 33,88% aktivitas makan ; 14,30 % aktivitas bergerak; dan 3,64% aktivitas sosial. Aktivitas istirahat merupakan aktivitas dominan yang dilakukan individu jantan dan betina sepanjang hari yaitu sebesar 49,40% dan 46,99% sedangkan aktivitas sosial merupakan aktivitas dengan persentasi terkecil yaitu sebesar 3,71% dan 3,56% (Gambar 7). Persentase frekuensi setiap aktivitas harian owa jawa tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kim et al (2011) bahwa owa jawa di Citalahab menghabiskan 36% dari seluruh

47 31 waktunya untuk aktivitas makan, 41% aktivitas beristirahat, 15% aktivitas berpindah, 6% terlibat dalam aktivitas sosial, dan 2% dalam interaksi agresif. Berpindah Makan Istirahat Sosial 4% 14% 48% 34% Gambar 7 Persentase aktivitas harian owa jawa. Setiap individu baik dalam kelompok A maupun kelompok B memiliki persentase aktivitas harian yang relatif sama dengan individu lainnya dalam satu kelompok. Hal tersebut disebabkan setiap individu owa dalam kelompok selalu bersama sama dalam melakukan seluruh aktivitas hariannya dengan jarak antara satu individu dengan individu lainnya yang selalu berdekatan dalam melakukan setiap aktivitasnya. Sosial Beristirahat Makan Bergerak Kelompok A Kelompok B Betina Jantan Betina Jantan 4.23% 14.48% 6.29% 2.59% 0.00% 14.83% 17.93% 9.40% 43.90% 37.40% 34.16% 44.72% 28.29% 51.09% 34.45% 56.15% Gambar 8 Aktivitas harian dua kelompok owa jawa. Secara keseluruhan, aktivitas harian setiap individu kelompok A dan kelompok B tidak berbeda. Namun, perbedaan dapat dilihat pada frekuensi dan durasi setiap aktivitas yang dilakukan kelompok A dan kelompok B. Berdasarkan Gambar diatas, terlihat bahwa kelompok B memiliki frekuensi aktivitas bergerak

48 32 lebih besar dibandingkan dengan kelompok A. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelompok B cenderung lebih sering bergerak dan berpindah dalam aktivitas hariannya dibandingkan dengan kelompok A. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Aris Ayu Kumis Kety Kumkum Sosial Beristirahat Makan Bergerak Gambar 9 Diagram batang aktivitas setiap individu owa jawa. Berdasarkan Gambar 9, Persentase aktivitas bergerak Kumkum (anakan) lebih besar daripada aktivitas bergerak individu lainnya sedangkan persentase aktivitas beristirahat lebih kecil daripada aktivitas istirahat individu lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa individu anakan cenderung aktif bergerak dalam masa pembelajaran aktivitas bergerak apabila dibandingkan dengan individu dewasa. Aktivitas makan pada individu betina dewasa kelompok A (Ayu) lebih kecil daripada persentase aktivitas makan individu jantan dewasa (Aris) sedangkan persentase aktivitas makan individu betina dewasa pada kelompok B lebih besar daripada persentase aktivitas makan individu jantan dewasa (Kumis). Individu jantan dewasa pada kelompok B akan mengalah pada individu dewasa betina dalam perebutan pakan hal tersebut diduga bahwa kedua betina dewasa pada masing masing kelompok dalam masa menyusui sehingga membutuhkan masukan nutrisi yang besar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi melalui air susu. Alokasi waktu aktivitas harian kedua kelompok studi owa jawa dapat dilihat pada Tabel 5.

49 33 Tabel 5 Alokasi waktu harian kedua kelompok studi owa jawa Tipe Aktivitas % Kelompok A Jantan Betina dewasa Dewasa Durasi (jam) % Durasi (jam) % Jantan dewasa Durasi (jam) % Kelompok B Betina Dewasa Durasi (jam) % Anak Durasi (jam) Berpindah 9,4 01,4 17,9 02,9 14,8 03,2 14,5 03,0 28,2 03,9 Makan 34,5 05,2 28,3 04,5 34,2 07,3 37,4 07,9 34,9 04,9 Beristirahat 56,2 08,4 51,1 08,2 44,7 09,6 43,9 09,2 32,0 04,5 Sosial ,7 00,4 6,3 01,4 4,2 00,9 5,0 00,7 Total , Frekuensi dan durasi dari setiap aktivitas harian yang dilakukan kedua kelompok studi owa jawa memiliki hubungan yang berbanding lurus. Tipe aktivitas dengan frekuensi besar maka durasi atau lamanya waktu setiap aktivitas yang dilakukan owa jawa juga besar. Tipe aktivitas yang memiliki frekuensi dan durasi terbesar pada kelompok A secara berturut-turut yaitu tipe aktivitas beristirahat sebesar 51,09 56,16% dan 08,17-08,42 jam. Sedangkan pada kelompok B frekuensi dan durasi terbesar secara berturut-turut yaitu tipe aktivitas beristirahat sebesar 31,98 44,72% dan 04,48 09,61 jam. Durasi setiap tipe aktivitas masing-masing kelomopok studi berbeda. Perbedaan yang jelas terlihat yaitu pada tipe aktivitas berpindah dan akivitas sosial. Pada aktivitas berpindah, kelompok B memiliki durasi waktu lebih lama daripada kelompok A selama waktu pengamatan. Hal ini dikarenakan bahwa wilayah jelajah kelompok B lebih luas dengan penyebaran pohon pakan yang menyebar diseluruh wilayah jelajah kelompok B. Sedangkan pada aktivitas sosial, durasi yang dilakukan kelompok B pun lama dibandingkan kelompok A. hal tersebut disebabkan jumlah dan komposisi anggota kelompok B lebih banyak dibandingkan kelompok A sehingga aktivitas sosial lebih sering dilakukan kelompok B dibandingkan kelompok A.

50 Lokomotor Pergerakan owa jawa merupakan proses perpindahan dari satu titik posisi ke titik posisi lainnya baik dalam satu pohon maupun dari satu pohon ke pohon lain dengan berbagai cara pergerakan yang bertujuan untuk mencari makan, tempat tidur, mengontrol wilayah, dan untuk menghindarkan diri dari bahaya. Menurut Kartono (2002), pergerakan yang dilakukan oleh owa jawa terdiri dari : brakhiasi, berjalan secara bipedal, memanjat secara quadropedal, melompat dan mamanjat melalui akar atau liana serta menjatuhkan diri dari tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah. Proporsi tipe lokomotor yang dilakukan oleh owa jawa yaitu sebagai berikut: Brakhiasi (46,07% 64,60%), bipedal (16,55% - 28,84%), melompat (14,19% - 17,75%), dan memanjat (2,65% - 10,11%) (Gambar 10). Hal ini menunjukan bahwa berayun (brachiation) merupakan tipe pergerakan yang sering dilakukan setiap individu owa jawa daripada tipe pergerakan lainnya yaitu berjalan dengan menggunakan dua tungkai belakang (bipedal), berjalan dengan keempat tungkai (quadropedalism), melompat (leaping), dan memanjat (climbing). Tipe pergerakan berayun sering dilakukan karena owa jawa yang termasuk suku Hylobatidae memiliki tungkai depan yang lebih panjang dibandingkan dengan jenis primata lain. Kelompok A Kelompok B Betina Jantan Betina Jantan Berayun Memanjat Melompat Bipedalism 60.62% 3.86% 17.75% 18.15% 61.82% 7.43% 14.19% 16.55% 46.07% 10.11% 14.98% 28.84% 64.60% 2.65% 15.04% 17.70% Gambar 10 Persentase setiap tipe lokomotor owa jawa.

51 35 Kelompok A Kelompok B Jantan Betina Jantan Betina Beristirahat Makan Bergerak Beristirahat Makan Bergerak Beristirahat Makan Bergerak Beristirahat Makan Bergerak Bipedalism Melompat Memanjat Berayun 0% 20% 40% 60% 80% 100% Gambar 11 Persentase lokomotor per aktivitas owa jawa. Berdasarkan grafik diatas (Gambar 11), sebagian besar tipe lokomotor yang dilakukan owa jawa dalam setiap aktivitasnya adalah tipe lokomotor berayun (brakhiasi) kemudian disusul oleh tipe pergerakan bipedal, melompat dan memanjat Pergerakan berayun (brachiation) Brakhiasi (berayun) merupakan tipe lokomotor utama owa jawa dengan cara menggunakan kedua tungkai depan yang menempal pada cabang dan ranting pohon kemudian menggerakan kedua tungkai depannya baik secara bergantian dengan mengayunkan tubuhnya ke depan. Tipe lokomotor ini merupakan tipe lokomotor dominan dengan persentase tertinggi yaitu sebesar 46,07% - 64,60% dari seluruh tipe lokomotor selama aktivitas. Kondisi kerapatan tajuk di kawasan hutan sekitar Citalahab memiliki kerapatan yang besar sehingga memudahkan owa jawa melakukan tipe pergerakan brakhiasi dari cabang pohon satu ke cabang dan atau ranting pohon lainnya. Tipe pergerakan ini sering menjadi lontaran ketika akan melakukan tipe pergerakan melompat pada aktivitas berpindah. Owa jawa melakukan tipe pergerakan brakhiasi dengan tungkai depan memegang ranting atau cabang pohon kemudian menggerakkannya secara bergantian dengan mendorong tubuhnya kedepan sedangkan kondisi tungkai belakang menggantung tanpa pijakan.

52 Pergerakan melompat (leaping) Tipe lokomotor melompat dilakukan pada saat aktivitas bergerak (traveling activity) terutama ketika jarak cabang yang membentuk tajuk pohon yang akan diseberangi cukup lebar dan biasanya dari tajuk yang lebih tinggi ke tajuk pohon yang lebih rendah. Tipe lokomotor melompat memiliki persentase sebesar 14,12% - 17,75% dari seluruh tipe lokomotor yang dilakukan selama aktivitas harian. Tipe pergerakan melompat biasa dimulai dengan ancang-ancang pergerakan awal sebagai lontaran maupun sebagai persiapan sebelum melakukan lompatan. Aba-aba tersebut dapat berupa pergerakan lain seperti brakhiasi kemudian melompat, berjalan secara bipedal kemudian melompat dan duduk sebagai titik awal lontaran kemudian melompat Pergerakan memanjat (climbing) Pergerakan vertical (memanjat) terlihat banyak dilakukan kedua kelompok owa jawa pada saat aktivitas makan dan aktivitas berpindah. Tipe lokomotor ini memiliki persentase sebesar 2,65% - 10,11% dari seluruh tipe lokomotor selama aktivitas hharian. Pergerakan memanjat vertikal baik ke atas maupun ke bawah dilakukan owa jawa agar dapat menjangkau posisi yang lebih tinggi maupun lebih rendah dengan mudah. Tipe lokomotor ini dilakukan secara quadropedal (menggunakan keempat tungkainya untuk memanjat). Pada saat aktivitas makan, tipe lokomotor ini dilakukan agar owa jawa dapat menjangkau sumber-sumber pakan yang tersembunyi dengan mudah baik di tajuk bagian atas, tengah maupun bawah. Pada saat aktivitas bepindah, pergerakan memanjat dilakukan untuk menjangkau batang liana yang kemudian mengayunkannya menuju cabang pohon yang ditujui yang diakhiri dengan melompat dengan tepat Pergerakan bipedal dan quadropedal Pergerakan bipedal lebih sering dilakukan owa jawa dibandingkan dengan pergerakan quadropedal. Kedua pergerakan tersebut biasanya dilakukan pada cabang dan ranting pohon yang lebar, horizontal, dan relatif datar. Tipe lokomotor ini memiliki persentase sebesar 16,55% - 28,84% dari seluruh tipe lokomotor yang dilakukan owa jawa selama aktivitas harian. Owa jawa melakukan pergerakan bipedal dengan langkah tungkai belakang bergerak cepat sedangkan

53 37 kondisi tungkai depan dibiarkan berayun sendiri ataupun memegang ranting pohon agar membantu keseimbangan tubuhnya. Hal tersebut dikarenakan agar owa jawa dapat menyeimbangkan tubuh pada saat melakukan pergerakan tersebut yang kondisi tungkai depan relatif lebih panjang daripada tungkai belakang. Pergerakan ini biasanya dilakukan owa jawa dengan durasi waktu yang singkat dengan jumlah langkah kaki maksimal sebanyak langkah. 5.4 Postur Postur merupakan sikap posisional owa jawa dalam melakukan setiap aktivitas harian. Tipe postur yang dilakukan owa jawa pada saat melakukan setiap aktivitas harian yaitu duduk, berdiri, berbaring dan menggantung. Proporsi tipe postur yang dilakukan oleh owa jawa dari yang terbesar berturut-turut yaitu sebagai berikut: Duduk (72,78% - 84,12%), gantung (14,60% - 22,96%), berbaring (0,77% - 4,44%) dan berdiri (0,30% - 1,57%) (Gambar 12). Selama melakukan aktivitas harian, owa jawa cenderung dominan melakukan tipe postur duduk dibandingkan dengan tipe postur lain. Hal tersebut diduga bahwa kondisi postur duduk membutuhkan energi tubuh yang lebih sedikit dibandingkan dengan tipe postur lainnya. gantung Berbaring Berdiri Duduk Kelompok A Kelompok B Betina Jantan Betina Jantan 0.29% 1.57% 1.11% 0.30% 4.44% 0.86% 0.77% 0.51% 22.96% 19.25% 21.92% 14.60% 75.17% 79.34% 72.78% 84.12% Gambar 12 Persentase setiap tipe postur owa jawa Tipe postur duduk Tipe postur duduk merupakan tipe postur dengan persentase terbesar yang dilakukan owa jawa selama aktivitas harian dengan persentase sebesar 72,78% -

54 38 84,12% dari seluruh tipe postur yang dilakukan owa jawa. Owa jawa akan cenderung melakukan postur duduk ketika aktivitas makan, beristirahat, social grooming (autogrooming dan allogrooming) dan bersuara. Tinggi persentase postur duduk selama aktivitas harian yang dilakukan owa jawa diduga bahwa energy yang harus dikeluarkan selama melakukan tipe postur duduk lebih kecil dibandingkan dengan tipe postur lainnya. Owa jawa duduk dengan menempelkan bokong pada ranting atau cabang pohon dengan posisi punggung membungkuk dan posisi tungkai belakang ditekuk tajam dari lutut dengan kedua tungkai depan memegang ranting pohon. Cara duduk tersebut biasanya terlihat ketika istirahat berlangsung Tipe postur berdiri Tipe postur berdiri merupakan tipe postur dengan persentase terkecil yang dilakukan owa jaawa selama aktivitas harian dengan persentase sebesar 0,30% - 1,57% dari seluruh tipe postur yang dilakukan owa jawa. Tipe postur berdiri biasanya terlihat pada aktivitas makan, istirahat dan sosial. Tipe postur berdiri memiliki persentase yang kecil apabila dibandingkan dengan tipe postur lain. Owa jawa melakukan tipe postur berdiri dengan durasi yang singkat. Hal tersebut diduga bahwa owa jawa membutuhkan keseimbangan disaat melakukan tipe postur ini. Maka dari itu, tungkai depan owa jawa selalu memegang ranting pohon baik didepan maupun di atasnya selama melakukan tipe postur berdiri Tipe postur berbaring Tipe postur berbaring memiliki persentase sebesar 0,29% - 4,44% dari seluruh tipe postur yang dilakukan owa jawa selama aktivitas harian. Owa jawa biasanya melakukan tipe postur berbaring saat aktivitas beristirahat dan aktivitas sosial grooming. Pada saat melakukan aktivitas istirahat, owa jawa melakukan tipe postur berbaring teramati ketika istirahat panjang dan pendek. Pada istirahat panjang, owa jawa teramati berbaring ketika telah memasuki pohon tidur sedangkan pada istirahat pendek owa jawa teramati berbaring ketika selesai melakukan aktivitas grooming. Postur berbaring sering terlihat dilakukan si penerima selisik ketika owa jawa melakukan aktivitas grooming. Owa jawa berbaring dengan menempelkan seluruh bagian tubuh pada cabang pohon. Akan tetapi, pada postur tersebut tidak selalu seluruh bagian tubuh menempel pada

55 39 cabang pohon. Owa jawa juga kadang mengangkat kepala dengan kedua tungkai depan memegang ranting yang berada disampingnya. Postur berbaring biasanya dilakukan owa jawa dengan badan dimiringkan baik mengarah ke kanan maupun ke kiri tubuhnya Tipe postur gantung Tipe postur gantung memiliki persentase sebesar 14,60% - 22,96% dari seluruh tipe postur yang dilakukan owa jawa selama aktivitas harian. Tipe postur menggantung sering kali terlihat dilakukan owa jawa ketika aktivitas makan, istirahat dan sosial. Pada saat aktivitas makan, owa jawa diduga melakukan aktivitas postur menggantung agar memudahkan owa jawa dalam mengambil pakan baik dalam posisi yang terdekat maupun tersulit. Selain itu, postur menggantung dilakukan sebagai penyesuaian terhadap keberadaan pakan di ujung tajuk yang hanya terdapat ranting-ranting pohon. Owa jawa melakukan postur menggantung dengan kondisi tungkai depan baik satu maupun keduanya berpegangan pada ranting atau cabang pohon dengan tungkai belakang tanpa pijakan. Kondisi postur menggantung akan mempermudah owa jawa menggerakan tungkai belakang dalam menggapai daun-daun dekat sumber pakan sehingga memudahkan tungkai depan menjangkau pakan tersebut. Postur menggantung mudah dilakukan owa jawa karena kondisi tungkai depan yang lebih panjang. Alokasi waktu harian untuk lokomotor dan postur kedua kelompok studi owa jawa dapat dilihat pada Tabel 6. Kelompok A Kelompok B Jantan Betina Jantan Betina Sosial Istirahat Makan Sosial Istirahat Makan Sosial Istirahat Makan Sosial Istirahat Makan Duduk Berdiri Berbaring gantung 0% 20% 40% 60% 80% 100% Gambar 13 Persentase postur per aktivitas owa jawa.

56 40 Tabel 6 Alokasi waktu harian untuk lokomotor dan postur kedua kelompok studi Tipe Aktivitas owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kelompok A Kelompok B Jantan dewasa Betina Jantan Betina Dewasa dewasa Dewasa Durasi Durasi Durasi Durasi % (jam) % (jam) % (jam) % (jam) % Lokomotor Anak Durasi (jam) Bipedalism 17,7 0,3 28,8 1,2 16,6 0,8 18,2 0,7 21,4 1,3 Melompat 15,0 0,3 15,0 0,6 14,2 0,7 17,4 0,7 19,4 1,2 Memanjat 2,7 0,1 10,1 0,4 7,4 0,4 3,9 0,2 0,9 0,1 Berayun 64,6 1,3 46,1 1,8 61,8 3,1 60,6 2,4 58,4 3,5 Total Postur Duduk 84,1 10,9 72,8 8,7 79,3 13,1 75,2 12,8 61,8 4,9 Berdiri 0,5 0,1 0,9 0,1 0,3 0,1 1,6 0,3 1,0 0,1 Berbaring 0,8 0,1 4,4 0,5 1,1 0,2 0,3 0,1 2,8 0,2 gantung 14,6 1,9 21,9 2,6 19,3 3,2 23,0 3,9 34,5 2,8 Total Frekuensi dan durasi dari setiap tipe lokomotor dan postur yang dilakukan kedua kelompok studi owa jawa memiliki hubungan yang berbanding lurus. Tipe lokomotor dan postur dengan frekuensi besar maka durasi atau lamanya waktu setiap tipe lokomotor dan postur yang dilakukan owa jawa juga besar. Tipe lokomotor yang memiliki frekuensi dan durasi terbesar pada kelompok A secara berturut-turut yaitu tipe lokomotor berayun dan postur duduk sebesar 46,07 64,60% dan 72,78 84,12% serta 1,29 1,84 jam dan 8,73 10,90 jam. Sedangkan pada kelompok B frekuensi dan durasi terbedar secara berturut-turut yaitu tipe aktivitas beristirahat sebesar 58,38 61,82 % dan 75,17 79,33% serta 2,42 3,50 jam dan 4,94 13,10 jam.

57 Deskripsi Lokomotor dan Postur Setiap Aktivitas Harian Aktivitas berpindah Aktivitas berpindah (traveling) merupakan aktivitas berpindah dari satu pohon ke pohon lain dengan tujuan untuk mencari sumber pakan, cover dan shelter serta menghindari bahaya dari predator. Aktivitas berpindah memiliki perentase sebesar 14% dari seluruh aktivitas utama yang dilakukan owa jawa. Lokomotor yang dilakukan owa jawa selama aktivitas traveling dari frekuensi terbesar berturut-turut yaitu brakhiasi (49,71% - 67%), melompat (16,23% - 21,62%), Berjalan secara bipedal (13,09% - 22,54%), dan memanjat (0% - 8,67%) (Gambar 11). Pada saat aktivitas traveling, tipe lokomotor brakhiasi merupakan tipe lokomotor dominan yang dilakukan Owa jawa sedangkan tipe lokomotor melompat (leaping) dilakukan untuk menyebrangi jarak antar pohon yang lebih lebar. Canon dan Leighton (1994) menyatakan bahwa kelompok Owa (Hylobatidae) dominan melakukan tipe lokomotor brakhiasi pada setiap aktivitas bergeraknya dengan dukungan cabang dan ranting dan melakukan tipe lokomotor melompat ketika tajuk yang akan diseberangi berada cukup jauh. Pada saat melakukan aktivitas bergerak, owa jawa sering kali mengkombinasikan tipe-tipe lokomotor. Contohnya, owa jawa menggunakan kombinasi tipe lokomotor bipedal yang biasanya dilakukan pada cabang dan ranting pohon yang besar dan datar untuk mengawali aktivitas bergeraknya yang kemudian dilanjutkan dengan melompat untuk menjangkau cabang pohon yang ditujunya karena jarak yang cukup lebar dan diakhiri dengan berayun hingga sampai pada posisi yang dituju. Kombinasi tipe lokomotor tersebut bervariasi dalam setiap aktivitas berpindah. Variasi kombinasi tipe lokomotor tersebut seperti : Melompat berayun Duduk (ancang-ancang) melompat Berayun berayun (tajuk pohon berdekatan satu sama lain) Berayun melompat berayun (tipe terbang) Berayun melompat berayun bipedal Bipedal melompat berayun.

58 42 Kombinasi tipe dan kelajuan lokomotor yang dilakukan owa jawa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari individu owa itu sendiri seperti kesehatan owa jawa. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar seperti jarak antar pohon, ketersediaan pakan, cuaca, suhu, kondisi arsitektur pohon dan profil pohon serta gangguan baik dari kelompok owa jawa lain maupun dari predator Aktivitas makan Menurut Kappeler (1984), pakan owa jawa terdiri dari buah, daun, kuncup bunga, serangga dan madu. Owa jawa termasuk suku Hylobatidae yang merupakan primata frugivora dengan kompisi pakan utama adalah buah-buahan masak yang juga diselingi dengan memakan daun, bunga, serangga dan madu. Owa jawa mendapatkan asupan air mineral dari buah masak yang dimakan dan dari air yang terdapat di atas daun serta lubang-lubang batang pohon dengan menyusupkan telapak tangan kemudian meminum air yang berada di telapak tangan. Aktivitas makan memiliki proporsi persentase sebesar 34% dari seluruh aktivitas harian utama yang dilakukan owa jawa. Pada dasarnya satwa akan memilih makanan yang banyak mengandung nutrisi. Satwa biasanya tidak akan memilih makanan yang mengandung bahan penyusun yang relatif sukar dicerna dan mengandung komponen sekunder seperti tannin dan felonik yang bersifat mengikat nutrisi dan mengandung racun yang berbahaya (Dunbar 1988 diacu dalam Nurcahyo 1999). Persentase makan daun lebih kecil dibandingkan makan buah kemungkinan karena owa jawa mengalami kesulitan untuk mencerna kandungan serat daun, seperti yang dinyatakan oleh (Gittin & Raemackers 1980) diacu dalam (Nurcahyo 1999) bahwa untuk mengekstrasi daun tua dibutuhkan banyak energi yang diperlukan adanya fermentase oleh organisme simbiosis di dalam usus untuk memecah serat menjadi karbohidrat. Terkait dengan pola makan satwa frugivorous, Fleagle (1988) menyatakan bahwa sebagai satwa frugivorous, kelompok Hylobates mempunyai sistem pencernaan monogastrik, sehingga tidak mampu mencerna sumber pakan dengan kandungan serat yang tinggi.

59 43 Cara makan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu makan sambil melakukan pergerakan dan makan tanpa melakukan aktivitas lainnya (stationer). Kedua cara makan tersebut dilakukan secara bergantian dan kadang kadang diselingi oleh aktivitas lainnya. Cara makan dengan melakukan pergerakan dimaksudkan bahwa terkadang owa melakukan aktivitas lain selama aktivitas makan seperti aktivitas bermain antara individu dewasa dengan bayi (infant), istirahat sejenak bahkan aktivitas bersuara. Sedangkan, cara makan tanpa melakukan aktivitas lainnya dimaksudkan bahwa owa selama aktivitas makan hanya pada posisi duduk, berdiri dan bergelantungan tanpa melakukan aktivitas lain kecuali bergerak untuk kembali mengambil pakan. Pergerakan (lokomotor) yang dilakukan owa jawa selama aktivitas makan yaitu berjalan secara bipedal dan quadropedal, melompat, memanjat, dan brakhiasi. Lokomotor yang dilakukan owa jawa selama aktivitas makan dari frekuensi terbesar berturut-turut yaitu brakhiasi (46,67% - 60%), berjalan secara bipedal (22,22% - 30%), memanjat (10% - 16,22%) dan melompat (0 7,94%) (Gambar 11). Tipe lokomotor brakhiasi memiliki frekuensi terbesar dari tipe lokomotor lainnya karena tipe lokomotor ini selain karena ukuran tungkai depan nya yang panjang juga untuk memudahkan owa jawa bergerak melalui ranting-ranting pohon untuk mencapai pakan yang sulit dicapai. Tipe lokomotor berjalan secara bipedal dilakukan owa jawa apabila sumber pakan mudah dicapai hanya dengan berjalan diatas cabang pohon yang cenderung datar dan horizontal. Selain itu, tipe lokomotor berjalan secara bipedal juga dilakukan setelah owa jawa mendapat pakannya kemudian memilih posisi duduk untuk memakan pakan tersebut. Tipe lokomotor memanjat secara vertical baik ke atas maupun ke bawah dilakukan owa jawa ketika pakan yang akan dicapai berada pada posisi diatas tajuk atau pada batang pohon utama (buah dan daun liana), sedangkan tipe lokomotor melompat dilakukan ketika pakan yang akan dicapai berada jauh di bawah posisi awal sehingga memudahkan dan mempercepat owa menggapai pakan tersebut. Selain itu, tipe lokomotor melompat dilakukan ketika pakan yang akan dicapai berada pada pohon pakan disekitar pohon dimana posisi awal owa berada. Sehingga tipe

60 44 lokomotor yang dilakukan owa jawa selama aktivitas makan dipengaruhi oleh kondisi dan keberadaan pakan pada pohon pakan. Postur makan owa jawa yaitu duduk, berdiri dan bergelantungan. owa menggunakan kedua tangannya untuk mengambil makanan. Secara owa memeriksa makanannya terlebih dahulu dengan cara mencium - cium dan mencicipi makanannya sebelum dimasukkan kedalam mulut. Apabila buah yang diambil belum matang maka owa akan memakan sebagian dan kemudian membuang buah tersebut. Frekuensi tipe postur yang dilakukan owa jawa selama aktivitas makan dari yang terbesar sampai yang terkecil secara berturut-turut yaitu duduk sebesar 47,37% - 70,14%, bergelantungan 28% - 50,88% dan berdiri sebesar 0,53% - 3,40% (Gambar 13). Postur duduk merupakan tipe postur dengan frekuensi terbesar selama melakukan aktivitas makan. Persentase duduk yang besar mungkin dilakukan untuk memberi kesempatan lambung memfermentasikan makanan dalam pencernaan (Bismark 1986 diacu dalam Nurcahyo 1999). (a) (b) Gambar 14 Postur aktivitas makan (a) menggantung, (b) duduk Aktivitas istirahat Aktivitas istirahat merupakan aktivitas diam dalam selang waktu tertentu tidak melakukan aktivitas apapun (istirahat). Menurut Iskandar (2007), masa istirahat biasanya dilakukan karena beberapa alasan, yaitu untuk memberi kesempatan terjadinya proses fisiologis mencerna pakan yang dikonsumsi, dan kondisi cuaca yang tidak menguntungkan, seperti saat panas matahari pada siang

61 45 hari atau saat turun hujan. Aktivitas Istirahat memiliki proporsi persentase sebesar 48 % yang merupakan persentase terbesar dari seluruh aktivitas harian utama yang dilakukan owa jawa. Menurut Leighton (1987), aktivitas istirahat owa jawa di alam dilakukan diantara waktu periode aktifnya dengan proporsi waktu untuk istirahat sekitar 20 51%. Aktivitas istirahat owa jawa dibagi kedalam dua kategori yaitu istirahat panjang atau tidur dan istirahat pendek dengan indikasi bahwa owa jawa tidak melakukan aktivitas lain selama 10 menit atau lebih dan kembali melanjutkan aktivitas setelahnya (Sutrisno 2001). Istirahat pendek dilakukan owa jawa pada siang hari yaitu antara pukul WIB dan sore hari ketika akan menuju pohon tidur pada pukul WIB dengan durasi waktu istirahat antara 10 menit sampai dengan 1 jam. Istirahat pendek dapat dilakukan dengan posisi tubuh (postur) duduk, berbaring dan menggantung. Proporsi persentase postur owa jawa pada saat aktivitas istirahat dari yang terbesar secara berturu-turut yaitu sebagai berikut duduk (88,06% - 95,23%), menggantung (4,20% - 8,11%) dan berbaring (0,00% - 3,60%) (Gambar 13). Posisi duduk owa jawa pada saat aktivitas istirahat merupakan postur terbesar yang sering terlihat selama waktu pengamatan. Pada posisi duduk biasanya owa jawa melakukan autogrooming dengan menggaruk-garuk beberapa bagian tubuhnya seperti rambut wajah, tungkai depan dan belakang serta perut. Postur duduk owa jawa biasanya teramati dengan bagian punggung bersandar pada batang atau cabang pohon dengan tungkai depan memegang ranting didepannya sedangkan kondisi tungkai belakang ditekuk tajam. Betina dewasa dalam masa menyusui biasanya melakukan aktivitas istirahat duduk dengan bayi berada dalam pangkuannya. Posisi tersebut memungkinkan betina dewasa menyusui bayi tersebut. Pergerakan yang dilakukan owa jawa pada saat aktivitas istirahat dengan batasan owa jawa melakukan pergerakan pada selang owa jawa tidak melakukan aktivitas apapun yang biasanya owa jawa berpindah dari satu titik posisi ke titik posisi lain kemudian melanjutkan aktivitas istirahat (diam) dalam satu pohon. Tipe pergerakan yang dilakukan owa jawa pada saat aktivitas istirahat yaitu tipe pergerakan brakhiasi, berjalan secara bipedal,memanjat dan melompat. Proporsi

62 46 persentase lokomotor owa jawa pada saat aktivitas istirahat dari yang terbesar secara berturut-turut yaitu sebagai berikut brakhiasi (32,65% - 59,46%), berjalan secara bipedal (17,65% - 46,94%), memanjat (5,41% - 17,65%) dan melompat (0,00% - 14,71%) (Gambar 11). Aktivitas istirahat panjang (tidur) pada dua group studi penelitian berbeda baik dalam pola waktu aktivitas maupun durasi waktu. Kelompok A biasanya melakukan aktivitas istirahat panjang pada pukul WIB sedangkan kelompok B pada pukul WIB. Durasi waktu aktivitas istirahat panjang (tidur) kelompok A lebih panjang daripada kelompok B. Pada saat melakukan aktivitas istirahat baik tipe istirahat pendek maupun tipe istirahat panjang (tidur) sebagian besar dilakukan pada kanopi tengah dengan kondisi tajuk tertutup. Pada saat istirahat pendek hal tersebut diduga agar owa jawa dapat terlindung dari sengatan matahari dan air hujan sedangkan pada istirahat panjang (tidur) agar owa jawa dapat terhindar dari angin kencang dan bahaya predator. (a) Gambar 15 Postur aktivitas istirahat (a) duduk jantan dewasa, (b) duduk anakan. (b) Aktivitas sosial Menurut Soeratmo (1979), hubungan sosial secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yaitu hubungan sosial satwa dalam spesies yang sama (intraspesific relationship) dan hubungan sosial satwa dalam spesies yang berbeda (interspesific relationship). Kedua jenis hubungan sosial tersebut dapat terjadi pada kelompok satwa karena terdapat bentuk-bentuk komunikasi antar anggota kelompok. Kemampuan berkomunikasi pada satwa dipengaruhi oleh tanda dapat

63 47 dikirim tiap individu dan kemudian individu lain menangkap atau menerima tanda tersebut. Aktivitas sosial memiliki proporsi persentase sebesar 3,64% dari seluruh aktivitas harian utama yang dilakukan owa jawa. Aktivitas sosial yang berhasil diamati pada dua kelompok studi owa jawa yaitu aktivitas bermain, berkutukutuan, berkelahi, kopulasi dan bersuara. Aktivitas berkutu-kutuan (grooming) merupakan tipe aktivitas sosial yang sering terlimat selama waktu pengamatan. Terdapat beberapa aktivitas sosial owa jawa yang dilakukan untuk memperkuat interaksi baik antar individu maupun kelompok yaitu sebagai berikut : 1. Bermain (playing) Aktivitas bermain biasanya dilakukan oleh individu muda (anakan dan bayi). Tipe perilaku sosial bermain biasanya berupa pergerakan bergulat antar dua individu, saling kejar-kejaran, dewasa memegang tungkai belakang anakan dan berayun dari satu cabang pohon ke cabang pohon lain. Persentase perilaku sosial bermain yang dilakukan kelompok owa jawa yaitu sebesar 0,54%. 2. Berkelahi (agonistic) Perilaku agonistik merupakan perilaku sosial antar kelompok dengan tujuan umum untuk memperebutkan wilayah teritori dan sumber pakan yang ada yang biasanya terjadi pada wilayah overlap teritori antar kelompok. Perilaku ini biasanya berlangsung dengan durasi yang cukup lama. Persentase perilaku sosial agonistik yang dilakukan kelompok owa jawa yaitu sebesar 0,98%. 3. Berkutu-kutuan (grooming) Menelisik (grooming) adalah kegiatan mencari dan mengambil kotoran atau parasit dari permukaan kulit dan rambut. Menelisik memiliki fungsi ganda yaitu fungsi kesehatan dan fungsi sosial. Bagi primata, menelisik merupakan bentuk komunikasi yaitu komunikasi dengan sentuhan (Napier dan Napier 1985). Menelisik yang termasuk ke dalam aktivitas sosial yaitu tipe menelisik berpasangan (allogrooming). Pada allogrooming terdapat peran sebagai pelaku dan penerima selisik, peran tersebut dapat berubah setiap saat dan dapat ditukar. Betina biasanya lebih sering menelisik anaknya karena hubungan kekerabatan yang kuat antara ibu dan anak. Ikatan sosial yang kuat antara betina meningkatkan frekuensi menelisik (Cooper dan Bernstein diacu dalam Nugraha 2006).

64 48 Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas sosial menelisik dilakukan dengan postur duduk dan berbaring. Frekuensi postur duduk lebih dominan dan sering dilakukan pelaku dan penerima selisik. Aktivitas ini memiliki persentase sebesar 1,76%. Gambar 16 Postur allogrooming jantan dan betina dewasa. 4. Bersuara (calling) Aktivitas bersuara pada owa jawa merupakan salah satu cara berkomunikasi yang berfungsi untuk menyatakan lokasi keberadaan satu kelompok kepada kelompok lain dengan jarak yang berdekatan agar menjauh, hal ini berkaitan dengan usaha menghindari konflik atau kontak langsung antar kelompok. Selain itu, aktivitas bersuara merupakan tanda kepemilikan suatu sumber pakan yang tersedia. Pada kelompok studi, total suara yang diperoleh adalah sebanyak 3 suara selama satu bulan pengamatan dengan persentase sebesar 0,2% dari seluruh total aktivitas harian owa jawa. Selama waktu pengamatan, kelompok studi owa jawa jarang mengeluarkan suara meskipun pada saat perilaku agonistik dengan kelompok lain. Frekuensi bersuara kelompok B adalah sebanyak 2 kali selama waktu pengamatan sedangkan kelompok A adalah sebanyak satu kali selama pengamatan. Postur owa jawa ketika melakukan aktivitas bersuara cenderung dalam sikap tubuh duduk. Kondisi ini berbeda dengan hasil penelitian Oktaviani (2007) yang menyatakan bahwa dalam satu hari pengamatan owa jawa kelompok A lebih sering mengeluarkan suara dibandingkan dengan kelompok B dengan frekuensi bersuara tertinggi dalam satu hari bisa mencapai 3 4 kali. Hal tersebut diduga bahwa selain jumlah komposisi kelompok studi yang berbeda juga karena kondisi

65 49 habitat yang sudah berubah. Chivers (1980) dalam Oktaviani (2007) menyatakan bahwa adanya gangguan dari faktor luar seperti pembalakan akan berdampak terhadap intensitas perilaku bersuara owa jawa yang akan semakin jarang dilakukan. Persentase perilaku sosial bersuara yang dilakukan kelompok Owa Jawa yaitu sebesar 0,27%. 5. Kawin (mating) Perilaku seksual (mating behavior) pada kelompok studi hanya ditemukan pada kelompok B dengan frekuensi sebanyak 2 kali selama waktu sebulan pengamatan. Persentase perilaku kawin yaitu sebesar 0,025% dari seluruh aktivitas harian. Perilaku ini biasanya diawali dengan betina dewasa bergerak kedepan jantan dewasa kemudian duduk memunggungi jantan dewasa dengan kedua tungkai depan menempel pada ranting dan mencondongkan bokongnya ke belakang. Kemudian, jantan dewasa bergerak menghadap punggung betina dewasa dan terjadilah kopulasi. Durasi perilaku kawin tidak lama hanya berkisar selama 5 10 detik. Persentase perilaku sosial kawin yang dilakukan kelompok owa jawa yaitu sebesar 0,09% Karakteristik dan Profil Pohon Pendukung Lokomotor dan Postur Owa jawa merupakan primata Hylobatidae yang hidup arboreal dengan pergerakan unik yaitu berayun dari satu pohon ke pohon lainnya (Chivers 1984, Leighton 1987). Oleh sebab itu, kehidupan owa jawa sangat tergantung dengan keberadaan pohon-pohon yang membentuk habitatnya terutama dalam pendukung lokomotor dan postur. Posisi H. moloch dalam strata tajuk pohon terbagi menjadi lima yaitu strata A, B, C, D dan E. Secara umum, strata tajuk yang digunakan oleh kelompok H. moloch adalah strata A, B, dan C. Urutan strata tajuk yang banyak digunakan H. moloch untuk beraktivitas adalah strata B, A dan C. Urutan penggunaan strata tajuk pada saat aktivitas makan kelompok B menempati strata A dan B sedangkan kelompok A menempati strata tajuk A, B, dan C. Kelompok A terutama individu jantan dewasa sering kali terlihat melakukan aktivitas makan pada bimbin suku Palmae yang memiliki strata tajuk C. Urutan strata tajuk yang digunakan owa jawa untuk aktivitas lokomosi adalah strata tajuk B, A dan C. Berdasarkan hasil pengamatan, dalam keadaan normal (tidak terganggu) owa jawa bergerak secara

66 50 perlahan dalam strata tajuk C sampai A. Kelompok A dan B cenderung menggunakan strata tajuk B dalam pergerakan nya. Jenis-jenis pohon yang terdapat dalam plot sampling diantaranya puspa (Schima wallichii), pasang (Quercus sp), Rasamala (Altingia excels), Suren (Toona sureni) dan lainnya (Tabel 7). Terdapat empat belas famili yang teridentifikasi yaitu Cornaceae, Cunoniaceae, Euphorbiaceae, Fagaceae, Hamamelidaceae, Lauraceae, Melastomaceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rosaceae, Sapindaceae, Theaceae dan Tiliaceae (Gambar 17). Jumlah individu dengan spesies yang termasuk kedalam famili Fagaceae dan Theaceae yaitu sebanyak delapan individu merupakan famili yang sering ditemukan dalam plot pengamatan kedua kelompok studi. Jumlah Cornaceaae Cunoniaceae Euphorbiaceae Fagaceae Hamamelidaceae Lauraceae Melastomataceae Meliaceae Moraceae Myrtaceae Rosaceae Sapindaceae Theaceae Tiliaceae Famili Jumlah pohon Gambar 17 Komposisi famili pohon pedukung lokomotor dan postur. Berdasarkan analisis profil vegetasi bahwa jenis vegetasi yang mendominasi pada habitat owa jawa di Citalahab adalah puspa (Schima wallichii). Oleh karena itu sebagai jenis dominan mempunyai peran yang besar dalam komunitas hutan habitat owa jawa Citalahab. Pohon-pohon yang digunakan owa jawa untuk perilaku lokomotor dan postur diklasifikasikan menjadi 14 famili dengan 8 famili dominan. Owa jawa baik kelompok A maupun kelompok B melakukan lokomotor dan postur hampir di seluruh pohon yang terdapat dalam wilayah jelajah masing-

67 51 masing kelompok. Lokomotor menggambarkan pergerakan (moving) sedangkan postur menggambarkan posisional (stay) sehingga pohon pohon yang digunakan untuk kedua aktivitas tersebut dapat dibedakan. lokomotor baik dalam satu pohon maupun dari satu pohon ke pohon lainnya membutuhkan kerapatan tajuk dan percabangan antar pohon yang rapat sehingga seluruh pohon yang terdapat dalam wilayah jelajah sangat penting untuk mendukung seluruh pergerakan owa jawa. Sedangkan owa jawa cenderung berdiam dengan tipe postur pada satu pohon tertentu tergantung aktivitas yang biasanya dilakukan pada pohon pakan (sumber pakan dan tempat makan), pohon istirahat (pendek dan panjang) selama aktivitas harian. Tabel 7 Jenis-jenis pohon pendukung lokomotor dan postur dalam plot contoh No Nama Lokal Nama Ilmiah Family L P Ket - 2 J 1 Jeret Mastixia trichotoma Cornaceaae 2 Kopi dengkung (pa) Nyssa javanica Cornaceaae 1 S 3 Kimerak Weinmannia blumei Cunoniaceae - 1 J 4 Burunungul (pa) Bridelia glauca Euphorbiaceae 2 S 5 Kihuut Glochidion molle Euphorbiaceae - 1 CS 6 Marabangkong Macaranga tanarius Euphorbiaceae - 1 HS 7 Kihiur (pa) Castanopsis javanica Fagaceae 2 S 8 Pasang Quercus sp Fagaceae 2 CS 9 Pasang Batarua Lithocarpus indutus Fagaceae 2 CS 10 Pasang Kalapa Lithocarpus Fagaceae 1 CS 11 Pasang Kayang Quercus pseudo-molucca Fagaceae - 1 S 12 Rasamala (T) Altingia excelsa Hamamelidaceae 4 S 13 Huru Tales Phoeba grandis Lauraceae - 1 J 14 Ipis Kulit (pa) Pternandra azurea Melastomataceae 3 S 15 Kikawat Memecylon garcinioides Melastomataceae - 1 CS 16 Kihaji (pa) Dysoxylum parasiticum Meliaceae 3 CS 17 Beunying (pa) Ficus fistulosa Moraceae 2 S 18 Kisigung Ficus recurva Moraceae 1 S 19 Suren (pa) Toona sureni Moraceae 2 CS 20 Kopo (pa) Eugenia opaca Myrtaceae 1 CS 21 Kawoyan (pa) Prunus arborea Rosaceae 1 S 22 Kibayawak Guioa diplopetala Sapindaceae - 1 J 23 Puspa (pa) Schima wallichii Theaceae 8 CS 24 Kiterong (pa) Schoutenia kunstleri Tiliaceae 3 S Ket: ( ) pohon lokomotor dan postur, (P) Postur, (L) Lokomotor, ( ) jumlah pohon, (Pa) pohon pakan, (T) Pohon tidur, (SS) Sangat sering, (S) Sering, (CS) Cukup sering, (J) Jarang, (HS) hanya digunakan satu kali.

68 52 Dominansi berdasarkan penutupan atau luasan suatu pohon atau tumbuhan dapat diamati dari analisis profil pohon. Profil vegetasi juga dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan komposisi jenis pohon pada suatu wilayah pada saat yang akan datang. Proyeksi pohon pendukung lokomotor dan postur Owa Jawa secara vertikal serta horizontal dapat dilihat (Gambar 18). Keterangan : 1. Quercus Sp 2. Lithocarpus 3. Eugenia opaca 4. Bridelia glauca 5. Sterculia rubiginosa 6. Dysoxylum parasiticum 7. Mastixia trichotoma 8. Phoeba grandis 9. Syzygium gracile 10. Pygeum latifolium 11. Toona sureni 12. Quercus pseudo-molucca 13. Schoutenia kunstleri Gambar 18 Diagram profil pohon.

69 53 Tabel 8 Tabel penutupan tajuk pada plot sampel Penutupan tajuk (%) No Nama Jenis Per pohon Per tutupan 1 Quercus sp 17,8 2 Lithocarpus 3,2 17,8 3 Eugenia opaca 3,2 2 4 Bridelia glauca 9,4 9,4 5 Sterculia rubiginosa 5,4 1,8 6 Dysoxylum parasiticum 2,6 0,2 7 Mastixia trichotoma 3,4 2,4 8 Phoeba grandis 2,4 2,4 9 Syzigium gracile 17,4 17,4 10 Pygeum latifolium 2 0,6 11 Toona sureni 19,6 7,4 12 Quercus pseudo-molucca 5,2 0,2 13 Schoutenia kunstleri 2,8 0,6 Jumlah 62,2 % Penutupan tajuk pada salah satu plot sample menunjukan bahwa sebagian besar areal plot sample memiliki persentase penutupan tajuk sebesar 62,2%. Besarnya penutupan tajuk tersebut menunjukan bahwa plot sample tersebut memiliki kerapatan tajuk yang rapat (lebih dari 50%). Hasil perhitungan tersebut didapat berdasarkan penghitungan luas areal yang ditutupi oleh tajuk suatu pohon. Tingginya nilai penutupan tajuk dikarenakan besarnya luas areal tajuk yang saling menutupi. Pohon yang memiliki tinggi lebih besar, tajuknya menutupi tajuk pohon lainnya yang memiliki tinggi lebih rendah. Tinginya kerapatan tajuk pada plot sample yang mewakili habitat kedua kelompok studi owa jawa menunjukan bahwa habitat kedua kelompok tersebut masih dalam keadaan baik. Metode profil vegetasi menunjukan kriteria pohon masa datang, masa kini dan masa lampau. Pohon masa kini adalah jenis yang fase pohonnya pada saat ini. Pohon masa datang merupakan jenis yang akan berfase pada saat yang akan datang sedangkan pohon masa lampau adalah individu jenis pohon yang fasenya telah menjadi pohon sejak saat sebelumnya. Pada plot sample, persentase vegetasi pohon yang termasuk pada pohon masa kini yaitu sebesar 23,4%, pohon masa datang sebesar 48,9%, dan pohon masa lampau sebesar 27,7% (Tabel 9). Fase pohon dalam plot sample dengan persentase terbesar yaitu fase pohon masa datang yaitu sebesar 48,9%. Hal

70 54 tersebut dapat mengindikasikan bahwa pertumbuhan pohon dilokasi habitat kedua kelompok owa jawa tinggi dengan jumlah pohon fase masa datang yang hampir mencapai 50%. Kerapatan vegetasi di habitat kedua kelompok studi owa jawa yaitu sebesar 235 individu/ha. Tabel 9 Kerapatan pohon per hektar dari 4 plot contoh No Nama Ilmiah Family PMK PMD PML Jumlah (n/ha) 1 Mastixia trichotoma Cornaceaae Nyssa javanica Cornaceaae Weinmannia blumei Cunoniaceae Bridelia glauca Euphorbiaceae Glochidion molle Euphorbiaceae Macaranga tanarius Euphorbiaceae Castanopsis javanica Fagaceae Quercus sp Fagaceae Lithocarpus indutus Fagaceae Lithocarpus Fagaceae Quercus pseudo-molucca Fagaceae Altingia excelsa Hamamelidaceae Phoeba grandis Lauraceae Pternandra azurea Melastomataceae Memecylon garcinioides Melastomataceae Dysoxylum parasiticum Meliaceae Ficus fistulosa Moraceae Ficus recurva Moraceae Toona sureni Moraceae Eugenia opaca Myrtaceae Prunus arborea Rosaceae Guioa diplopetala Sapindaceae Schima wallichii Theaceae Schoutenia kunstleri Tiliaceae 3 15 Total Keterangan : PMD : Pohon Masa Datang, PMK : Pohon Masa Kini, PML : Pohon Masa Lampau

71 Wilayah Jelajah Pergerakan Horizontal Parameter pergerakan harian primata meliputi tiga aspek yaitu jauhnya pergerakan dalam 1 hari, radius maksimum yang dapat dicapai dari lokasi pohon tempat tidur dan perpindahan lokasi tempat tidur pada hari berikutnya (Chivers 1980, Bismark 1987). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Global Mapper, pergerakan horizontal kedua kelompok studi di Citalahab dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Pergerakan harian dua kelompok studi owa jawa No Ulangan Kelompok A Kelompok B DR (m) RM (m) NPS (m) DR (m) RM (m) NPS (m) 1 Ulangan ke-1 499,16 304,91 235,88 669,38 664,26 469,70 2 Ulangan ke-2 640,23 489,71 456,77 909,57 289,13 224,34 3 Ulangan ke-3 474,09 331,38 297,62 938,67 505,75 336,26 4 Ulangan ke-4 890,97 596,18 581, ,44 295,88 143,66 5 Ulangan ke-5 854,43 604,63 555, ,03 507,15 31,07 6 Ulangan ke-6 492,88 268,49 259, ,92 764,85 706,90 7 Ulangan ke ,27 702,11 495,38 Rata-rata 641,96 432,55 397, ,18 532,73 343,90 Keterangan : DR : Daily range, RM : Radius Maximum, NPS : Night Position Shift Owa jawa memulai aktivitas harian dengan bergerak dari pohon tidur menuju pohon pakan. Dalam waktu satu hari aktivitas, owa jawa dapat menempuh pergerakan harian yang berbeda dari satu kelompok dengan kelompok lain tergantung dari luasan wilayah jelajah. Berdasarkan hasil perhitungan, pergerakan harian kedua kelompok studi owa jawa memiliki jarak tempuh yang berbeda. Kelompok B memiliki rata-rata pergerakan harian (daily range) dugaan lebih besar dalam satu hari daripada kelompok A. Kelompok B memiliki rata-rata daily range dugaan sebesar 1.278,18 m atau 1,28 km sedangkan kelompok A memiliki rata-rata daily range dugaan sebesar 641,96 m atau 0,641 km (Tabel 10). Hal

72 56 tersebut dikarenakan bahwa ketersediaan pakan pada kelompok B lebih tersebar berjauhan antar setiap pohon pakan dalam area wilayah jelajahnya dibandingkan kelompok A. sehingga kelompok B bergerak lebih jauh untuk mencapai pohon pakannya. Radius maksimum pada kelompok A mencapai rata-rata 432,55 m sedangkan kelompok B mencapai rata-rata 532,73 m. Radius maksimum kedua kelompok studi owa jawa dipengaruhi oleh luasan wilayah jelajah owa jawa yang dibatasi oleh factor kelimpahan pakan dan gangguan aktivitas manusia. Pada wilayah jelajah kelompok A sering didatangi oleh pengunjung sehingga kelompok A tidak terlalu aktif bergerak agar menghindari gangguan dari aktivitas pengunjung. Berdasarkan hasil pengamatan langsung, lokasi pohon tidur setiap kelompok owa jawa berbeda hampir setiap harinya. Hal tersebut diduga karena beberapa faktor, diantaranya yaitu bahaya dari predator dan lokasi pohon pakan. Penghindaran kelompok studi owa jawa dari predator diindasikan bahwa dengan tidak tetapnya lokasi pohon tidur kelompok owa jawa maka akan menghindari pengintaian dari predator. Selain itu, lokasi pohon pakan yang menyediakan pakan pada musimnya akan mempengaruhi lokasi pohon tidur di hari selanjutnya agar pada saat bangun dari istirahat panjangnya kelompok owa jawa akan dengan mudah mencapai lokasi pohon pakan. Perbedaan lokasi tempat tidur (night position shift) pada kedua kelompok studi owa mencapai rata-rata 397,90 m dan 343,90 m untuk kelompok B. Pada saat pengamatan langsung di lapangan, pengamatan kesulitan mengetahui lokasi pohon tidur sebelumnya terutama pada saat perpindahan jadwal pengamatan dari kelompok A ke kelompok B ataupun sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan, pada awal memulai pengamatan pengamat harus mencari terlebih dahulu lokasi keberadaan kelompok owa jawa pada wilayah jelajahnya. Namun, hal ini dapat diselesaikan dengan asumsi bahwa kelompok owa jawa memulai aktivitas harian dengan menuju pohon pakan yang tidak jauh dari lokasi pohon tidurnya. Laju pergerakan owa jawa dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti kesehatan owa akan

73 57 memperlambat laju pergerakan pada saat aktivitas berpindah, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi laju pergerakan owa jawa yaitu sebagai berikut : 1. Musim dan ketersediaan pakan Apabila ketersediaan pakan berlimpah dan merata maka owa akan betah berlama-lama di tempat terdapatnya sumber pakan dan frekuensi melakukan lokomotor akan lebih sedikit. Sedangkan jika ketersediaan pakan sedikit maka owa jawa akan terus bergerak mencari sumber pakan (Tabel 4). Ketersediaan pakan pada wilayah jelajah setiap kelompok owa jawa tergantung pada musim ketersediaan buah pada pohon pakan dan air (Iskandar 2007). Pada musim kemarau, ketersediaan buah-buahan relative sedikit sehingga memaksa kelompok owa jawa untuk melebarkan jelajah hariannya dalam mencari pakan. Kebutuhan air pada musim tersebut bisa terpenuhi dari buah-buahan yang dikonsumsi. Hal ini terlihat pada kedua kelompok owa jawa yang cenderung terus bergerak untuk menemukan sumber pakan dan akan berada pada pohon pakan lebih lama (± 1 jam). Pengamatan dilakukan pada saat musim kemarau (Mei Juni) dimana sumber pakan lebih sedikit dibandingkan pada saat musim berbuah. 2. Cuaca dan suhu Berdasarkan hasil pengamatan langsung, pengaruh cuaca dan suhu akan berbeda pada setiap kelompok owa jawa. Pada kasus kelompok A dan kelompok B teramati melakukan reaksi pergerakan berbeda terhadap faktor cuaca dan suhu. Kelompok A akan cenderung pasif dan diam pada saat cuaca hujan dan berkabut sedangkan kelompok B cenderung tetap aktif bergerak tetapi dengan frekuensi yang lebih rendah dibanding cuaca cerah. 3. Kondisi arsitektur dan profil pohon Kondisi arsitektur dan tutupan tajuk akan berpengaruh terhadap tipe lokomotor (pergerakan) yang digunakan owa jawa selama aktivitas hariannya (Iskandar 2007). Owa jawa akan melakukan tipe lokomotor melompat apabila jarak antar pohon lebih lebar. Kondisi cabang antar pohon yang saling terhubung dan tutupan tajuk yang rapat akan mempermudah owa jawa dalam melakukan tipe pergerakan brakhiasi selama aktivitas harian. Oleh sebab itu, tajuk pohon yang rapat akan mempercepat laju pergerakan owa jawa.

74 58 4. Gangguan dari kelompok lain (agonistic) dan predator. Ancaman baik ketika perilaku agonistic atau ancaman predator akan mempercepat laju pergerakan owa jawa. Laju pergerakan tersebut termasuk kedalam pergerakan penyelamatan diri dari bahaya (Ario 2010). Pada kasus kedua kelompok studi, pada saat agonistik kelompok owa jawa yang kalah akan bergerak dengan cepat yang biasa melakukan pergerakan terbang (brakhiasimelompat) untuk kembali kedalam wilayah teritori kelompok tersebut. Sedangkan pada saat ada ancaman predator, kelompok owa jawa akan bergerak dengan kelajuan tinggi untuk menghindari bahaya.

75 Gambar 19 Peta pergerakan harian kelompok A. 59

76 Gambar 20 Peta pergerakan harian owa jawa kelompok B. 60

77 Wilayah Jelajah Wilayah jelajah (home range) adalah luas areal yang digunakan suatu kelompok satwa dari suatu spesies dalam melakukan aktivitasnya pada kurun waktu tertentu. Rowe (1996) mendefinisikan daerah jelajah sebagai estimasi pengunaan lahan oleh suatu kelompok pada kurun waktu tertentu. Owa jawa sangat tergantung kepada daerah jelajah yang telah dikuasainya. Walaupun banyak mengalami gangguan, owa jawa akan tetap bertahan pada wilayah jelajah yang telah dikuasainya tersebut, sehingga perilaku ini menyebabkan keberlangsungan hidup spesies tersebut mudah terancam jika mengalami kerusakan (Geissmann 2002). Setiap kelompok studi owa jawa di Citalahab memiliki wilayah jelajah yang berbeda. Dengan banyaknya data yang dikumpulkan memungkinkan dilakukan pendugaan luas wilayah jelajah dengan metode Fixed Kernel (FK). Perhitungan dengan FK 95 % memberikan rata-rata luas wilayah jelajah 50,27 ha sedangkan dengan metode Minimum Convex Polygon (MCP) memberikan ratarata luas wilayah jelajah sebesar 24,38 ha. Perkiraan ukuran wilayah jelajah dengan metode FK memberikan hasil yang akurat namun membutuhkan sampel data yang besar (Mitchell 2007). Tabel 11. Luas wilayah jelajah kelompok studi owa jawa 2D dan 3D yang dianalisis berdasarkan Minimum Convex Polygon serta Fixed Kernel Kelompok Studi Owa Jawa N data Posisi Wilayah Jelajah MCP (100 %) 2D 3D (ha) (ha) Wilayah Jelajah FK (95 %) 2D (ha) 3D (ha) A 83 16,28 17,39 36,12 39,02 B ,48 33,90 64,41 67,47 Rata-rata 24,38 25,65 50,27 53,25 Overlap MCP (100 %) 2D (ha) 3D (ha) Overlap FK (95 %) 2D (ha) 3D (ha) 0,13 0,14 6,55 7,00 Berdasarkan hasil perhitungan tiga dimensi dengan Digital Elevation Model (DEM), luas wilayah jelajah kelompok studi memiliki rata rata sebesar 25,65 ha untuk hasil analisis dengan MCP dan sebesar 53,25 ha untuk hasil analisis dengan FK 95%. Sedangkan overlap yang muncul memiliki luas dugaan sebesar 0,14 ha untuk hasil analisis dengan MCP dan 7,00 ha untuk hasil analisis

78 62 dengan metode FK 95% (Tabel 11). Hasil analisis tiga dimensi mempermudah dalam menduga luas wilayah jelajah serta overlap yang terjadi berdasarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Pendugaan wilayah jelajah owa jawa sangat dipengaruhi oleh lama penelitian serta frekuensi pertemuan antara pengamat dengan owa jawa. Variasi yang terjadi dalam pendugaan wilayah jelajah bergantung pada lamanya penelitian, serta waktu penelitian yang paling lama menghasilkan pendugaan wilayah jelajah yang paling beasr (Singleton dan Schaik 2000). Luas wilayah jelajah satwa sangat bervariasi, diantaranya tergantung pada kondisi sumberdaya lingkungan, aktivitas hubungan dengan pasangan dan ukuran tubuh satwa (Alikodra 2002). Wilayah jelajah kelompok B lebih luas daripada wilayah jelajah kelompok A. Hal tersebut diduga bahwa kondisi sumberdaya lingkungan terutama pohon pakan yang terdapat dalam wilayah jelajah kelompok B lebih tersebar berjauhan dibandingkan pohon pakan pada wilayah jelajah kelompok A. selain itu, ukuran kelompok B lebih besar yaitu sebanyak empat individu daripada ukuran kelompok A yaitu sebanyak tiga individu. Ukuran tubuh setiap individu kelompok B lebih besar daripada ukuruan tubuh kelompok A. Wilayah jelajah dugaan kelompok A teramati berada pada daerah sekitar jalur looptrail yang menghubungkan antara stasiun penelitian Cikaniki dengan enclave kampung Citalahab sentral. Pohon tempat aktivitas makan kelompok A tersebar di beberapa lokasi yaitu di batas wilayah jelajah sekitar Hm 6 dan 7 looptrail, pinggir sungai, Hm 16 looptrail dan beberapa lokasi pohon pakan yang tersebar di sekitar looptrail. Wilayah jelajah kelompok B memiliki luasan wilayah jelajah dugaan yang lebih luas daripada kelompok A. Pohon tempat aktivitas makan kelompok B tersebar luas dalam wilayah jelajah dugaan sehingga kelompok B teramati lebih aktif bergerak dari pohon pakan satu ke pohon pakan lainnya apabila dibandingkan dengan pergerakan kelompok A. Pada saat melakukan pergerakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, satu kelompok owa jawa bisa bergerak memasuki daerah jelajah kelompok lain. Pada satwa primate yang benar-benar mempertahankan teritori, kejadian masuknya kelompok lain ke dalam wilayahnya akan dihindari, atau kalaupun terjadi, frekuensinya sangat rendah. Gambar 23 dan 24 memperlihatkan overlap

79 63 antara wilayah jelajah dugaan kelompok A dengan kelompok B. Berdasarkan hasil pengamatan, overlap terletak di daerah yang sering terjadinya konflik antara kelompok A dengan kelompok B. Konflik antara kelompok A dengan kelompok B terletak disekitar Hm 14 dan teramati kurang lebih sebanyak tiga kali. Konflik antara kelompok A dan kelompok B dalam daerah overlap terdeteksi saat terdengar suara (song) dari betina dewasa dari salah satu kelompok maupun dari kedua kelompok tersebut. Pada kasus kelompok A dan kelompok B, betina dewasa dari kedua kelompok teramati satu kali tidak bersuara ketika terjadi konflik. Jantan dewasa dan anggota kelompok lainnya hanya melakukan aktivitas mengancam seperti mengejar dan kemudian kembali lagi ke wilayah jelajahnya masing-masing. Luas daerah overlap antar wilayah jelajah kelompok A dan kelompok B dari hasil analisis dengan menggunakan metode MCP 100% dan FK 95% memiliki perbedaan. Daerah overlap dari hasil ananlisis dengan metode FK 95% menghasilkan luasan yang lebih besar daripada daerah overlap dari hasil analisis MCP 100%. Hal ini dikarenakan, analisis dengan metode MCP 100% hanya menghubungkan titik-titik terluar dari seluruh titik koordinat posisi owa jawa dan tidak mengkalkulasikan seluruh titik yang ada terutama untuk titik-titik yang mengelompok pada suatu daerah tertentu. Sedangkan analisis dengan menggunakan metode FK 95%, penentuan luas wilayah jelajah dengan mempertimbangkan seluruh titik dan mengkalkulasikannya termasuk titik-titik yang mengelompok pada suatu daerah. Oleh karena itu, luas wilayah jelajah dan overlap dengan menggunakan metode FK 95% hasilnya lebih besar dibandingkan dengan metode MCP 100%. Luas wilayah jelajah suatu kelompok owa jawa selain sebagai indikator ketersediaan sumber pakan dan tempat berlindung, dapat pula dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya, sehingga membuka peluang terbentuknya kelompok baru. Dengan demikian akan berpengaruh terhadap komposisi suatu kelompok

80 Gambar 21 Bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok A yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95%. 64

81 Gambar 22 Bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok B yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95%. 65

82 Gambar 23 Peta wilayah jelajah dua kelompok studi owa jawa berdasarkan MCP 100%. 66

83 Gambar 24 Peta wilayah jelajah dua kelompok studi owa jawa berdasarkan FK 95%. 67

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bio Ekologi Owa Jawa

II. TINJAUAN PUSTAKA Bio Ekologi Owa Jawa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bio Ekologi Owa Jawa 2.1.1. Klasifikasi dan Taksonomi Owa Jawa Terdapat sebelas jenis primata dari family Hylobatidae yang tersebar di Asia Tenggara, enam spesies diantaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk

Kondisi koridor TNGHS sekarang diduga sudah kurang mendukung untuk kehidupan owa jawa. Indikasi sudah tidak mendukungnya koridor TNGHS untuk 122 VI. PEMBAHASAN UMUM Perluasan TNGH (40.000 ha) menjadi TNGHS (113.357 ha) terjadi atas dasar perkembangan kondisi kawasan disekitar TNGH, terutama kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 133 140 ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (Population Analysis of Javan Gibbon (Hylobates

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 21 BAB V HASIL 5.1 Distribusi 5.1.1 Kondisi Habitat Area penelitian merupakan hutan hujan tropis pegunungan bawah dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Kawasan ini terdiri dari beberapa tipe habitat hutan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi (Daily behavior of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN. Volume 16/Nomor 3, Desember 2011

JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN. Volume 16/Nomor 3, Desember 2011 JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN Volume 6/Nomor 3, Desember Media Konservasi Vol. 6, No. 3 Desember : 33-4 (Population Analysis ofjavan Gibbon (Hvlobates moloch Audebert

Lebih terperinci

OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI

OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI BAB II OWA JAWA SEBAGAI SATWA PRIMATA YANG DILINDUNGI 2.1 Pengetian Satwa Primata Menurut Jatna Supriatna dan Edy Hendras Wahyono (2000) Primata adalah anggota dari ordo biologi primata. Ordo atau bangsa

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 6, No. 1, Juni 2009, p.9-13. ISSN: 1410-5373. Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2011. Lokasi penelitian berada di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekrekan (Presbytis comata fredericae Sody, 1930) merupakan salah satu primata endemik Pulau Jawa yang keberadaannya kian terancam. Primata yang terdistribusi di bagian

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi ungko dan siamang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan III. METODE PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan di Cagar Alam Lembah Harau Sumatera Barat (Gambar 6) pada bulan Mei

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU DAN PAKAN OWA JAWA

STUDI PERILAKU DAN PAKAN OWA JAWA STUDI PERILAKU DAN PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT STUDI SATWA PRIMATA IPB DAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO : Penyiapan Pelepasliaran DEDE AULIA RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Lokasi kawasan Gunung Endut secara administratif terletak pada wilayah Kecamatan Lebakgedong, Kecamatan Sajira, Kecamatan Sobang dan Kecamatan Muncang,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KONSERVASI HUTAN DAN EKOWISATA

DEPARTEMEN KONSERVASI HUTAN DAN EKOWISATA POLA PENGGUNAAN RUANG OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) BERDASARKAN PERILAKU BERSUARAA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN - SALAK, PROVINSI JAWA BARAT ALAMANDA SARDJITO PUTRI DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni Lampung Barat pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan antara bulan Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur (DAILY ACTIVITY OF BEKANTAN (Nasalis larvatus) IN MUARA KAMAN SEDULANG CONSERVATION AREA, EAST KALIMANTAN)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan di grid vector O11, M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU Number of Individual and Groups Proboscis (Nasalis Larvatus, Wurmb) In Sentarum Lake

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat

Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa Barat Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 7 No. 2 Desember 2010, p. 55-59. ISSN 1410-5373. Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Status Populasi Satwa Primata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Deskripsi Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert) di Taman Margasatwa Ragunan

Deskripsi Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert) di Taman Margasatwa Ragunan Jurnal Sainsmat, September 2013, Halaman 93-106 Vol. II, No. 2 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Deskripsi Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert) di Taman Margasatwa Ragunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber:

2 TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1798) 2.1.1 Taksonomi Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) (2008), klasifikasi owa jawa atau Silvery

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Osman-Hill 1953; Nekaris;

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI Oleh : MUHAMMAD MARLIANSYAH 061202036 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan alam semesta salah satunya adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan. Baik itu tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Semuanya hidup saling ketergantungan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT (Population Of Bekantan (Nasalis Larvatus, Wurmb) In The Area Of Sungai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di stasiun penelitian Yayasan Ekosistem Lestari Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

JENIS PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK PROVINSI JAWA BARAT

JENIS PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK PROVINSI JAWA BARAT JENIS PAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1798) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK PROVINSI JAWA BARAT Hadi Surono, Abdul Haris Mustari, Dones Rinaldi Institut Pertanian Bogor ABSTRACT Javan

Lebih terperinci