BAB 2 LANDASAN TEORI. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus
|
|
- Suharto Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Pengertian Pajak Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh P. J. A Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarrnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas-tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan. 9
2 Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi sebagai berikut. a. Sistem Official Assessment Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. b. Sistem Self Assessment Pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Sistem Withholding Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 10
3 2.2. Pajak Daerah Pengertian Pajak Daerah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Tahun 2008 Tentang Otonomi Daerah (Bab VIII pasal 157), dan mengalami perubahan yang sekarang menjadi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan daerah agar daerah dapat melaksanakan otonominya yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, disamping penerimaan yang berasal dari pemerintah berupa subsidi/ bantuan, bagi hasil pajak dan bukan pajak. Pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: a. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permukaan 5) Pajak Rokok b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame 5) Pajak Penerangan Jalan 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 11
4 7) Pajak Parkir 8) Pajak Air Tanah 9) Pajak Sarang Burung Walet 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak daerah diatas. Jenis pajak provinsi, kabupaten, dan kota diatas dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota Perubahan Jenis Pajak Daerah Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Mulai tahun 2010 berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 terdapat beberapa perubahan mendasar dalam pemberlakuan pajak daerah di Indonesia, khususnya terkait dengan jenis pajak daerah. Perbedaan jenis pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 adalah sebagai berikut: a. Terminologi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebagai jenis pajak 12
5 provinsi diubah menjadi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Perubahan ini hanya menyangkut terminology saja karena sebenarnya walaupun kata Kendaraan di Atas Air dihilangkan, tetapi yang menjadi objek dari kedua jenis pajak ini adalah kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. b. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang semula merupakan pajak provinsi dipecah menjadi dua, yaitu Pajak Air Permukaan ditetapkan menjadi pajak provinsi sedangkan Pajak Air Tanah ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota. c. Menambah satu jenis pajak provinsi, yaitu Pajak Rokok. d. Kabupaten/kota diubah namanya menjadi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. e. Menambah satu jenis pajak kabupaten/kota, yaitu Pajak Sarang Burung Walet. f. Dua jenis pajak yang semula merupakan pajak pusat ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. g. Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak daerah yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun h. Jenis pajak daerah yang telah ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dapat tidak dipungut oleh suatu daerah apabila potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang bersangkutan, yang ditetapkan dengan peraturan daerah. i. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 13
6 jenis pajak daerah yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pengertian Kontribusi Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution, maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan. Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang bersifat materi misalnya seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi kebaikan bersama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontribusi berarti uang iuran atau sumbangan. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, kontribusi merupakan sumbangan terhadap suatu kegiatan. Kontribusi dapat diberikan dalam berbagai bidang yaitu pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, finansial, dan lain-lain. Dari rumusan pengertian kontribusi yang dikemukakan di atas maka dapat diartikan bahwa kontribusi adalah suatu sumbangan (iuran) yang diberikan oleh salah satu pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga memberikan dampak yang kemudian dapat dirasakan oleh berbagai aspek, seperti pertumbuhan ekonomi daerah, pengembangan kota atau daerah, dan kemajuan masyarakat daerah Pengertian Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 29 dan 30, pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud mineral bukan 14
7 logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan pengganti dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun Dasar Hukum Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana berikut ini. 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. 5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C pada kabupaten/kota dimaksud. 15
8 Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Mineral bukan logam dan batuan yang menjadi objek pajak tersebut pada dasarnya sama saja dengan bahan galian golongan C. Kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan meliputi pengambilan bahan galian dibawah ini: a. Asbes, yaitu serat mineral yang dapat digunakan untuk berbagai ragam industri, misalnya untuk pembuatan panel asbes (eternit), bersifat tahan panas dan tidak mudah menjadi abu apabila terbakar. b. Batu tulis (batu sabak), yaitu batuan malihan yang berasal dari lempung atau serpih yang mengalami metamorfose kontak tingkat rendah. Umumnya digunakan untuk menulis, untuk atap rumah, dan batu tempel dinding. c. Batu setengah permata, antara lain korundum yang dapat dibentuk dan dipoles menjadi batu permata dan rijang yang termasuk sebagai bahan batu setengah permata, terbentuk dari proses replacement terhadap batu gamping oleh silika organik atau anorganik, kebanyakan dibentuk dan digunakan sebagai hiasan (ornamen). d. Batu kapur atau batu gamping, yaitu batu endapan yang bagian terbesar terdiri dari kalsium karbonat. Dapat digunakan sebagai bahan keramik, glasair, industri pembuatan kaca, pembuatan batu silika, bahan tahan api, dan penjernihan air. e. Batu apung, yaitu batu dari gunung berapi yang tidak tenggelam di dalam air, sering disebut sebagai batu timbul. Batu apung umumnya terdapat sebagai lelehan atau aliran permukaan, bahan lepas atau fragmen yang terlemparkan pada saat letusan gunung api dengan ukuran kerikil sampai bongkah. Batu apung dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan bangunan, 16
9 bahan tahan api, bahan isolasi panas dan suara, untuk isolasi kamar atau peredam lemari es, serta sebagai bahan penyaring. f. Batu permata, antara lain intan. Digunakan sebagai perhiasan yang mempunyai nilai tinggi. g. Bentonit, yaitu tanah liat yang berasal dari sisa-sisa vulkanis dan sifatnya dapat menyerap benda cair. Bentonit sangat diperlukan untuk pengapuran dan penyulingan minyak. Selain itu bentonit juga dapat digunkan pada industri penyaringan lilin dan minyak kelapa. h. Dolomit, yaitu batu kapur yang dimasuki ion magnesium sehingga unsur kalsiumnya diganti oleh magnesium, biasa ditemukan dibawah suatu bukit kapur. Dolomit dapat dimanfaatkan antara lain sebagai bahan bangunan sebagai kapur tohor (kering). i. Feldspar, yaitu kelompok mineral dengan komposisi alumunium silikat, postasium (kalium), sodium (natrium), terkadang kalsium. Feldspar merupakan mineral pembentuk batuan beku terutama pada batuan beku dalam (Pluto nicrock) yang bersifat umum tapi terdapat pula pada batuan erupsi ataupun metamorf. Biasanya digunakan dalam industri keramik, gelas, dan kaca lembaran. j. Grafit, yaitu barang tambang yang rupanya seperti arang batu. Merupakan dimorphisme dari intan, tetapi mempunyai tingkat kekerasan rendah, teksturnya berminyak, tidak terbakar dan tidak mudah larut dalam air. Grafit dimanfaatkan antara lain sebagai bahan pensil, bahan cat, bahan imbuhan pada dapur pemanas, ketel uap, dan alat penghantar listrik. k. Granit atau andesit, yaitu batuan yang terjadi dari proses pembekuan magma bersifat asam dan terbentuk jauh dari dalam kulit bumi sehingga disebut sebagai 17
10 batuan dalam. Lembaran granit yang sudah dioles dapat digunakan sebagai lantai atau ornamen dinding dan sebagai meja. Apabila terkena sinar matahari atau hujan batuan ini relatif lebih resisten dibandingkan dengan marmer. l. Gips atau gipsum, yaitu kapur batu yang dapat dipakai untuk membuat bagian tubuh yang tulangnya retak atau patah agar tidak berubah posisinya. Selain itu, gipsum dapat digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain bahan tambahan semen, bahan plester, pembuat cetakan, dan kapur tulis. m. Kalsit, yaitu mineral kalsium karbonat yang murni. Banyak terdapat di alam seperti di dalam batu gampling. Kalsit ini digunakan untuk berbagai keperluan, yaitu prisma polarisasi pada mikroskop, sebagai bahan pemutih dan pengisi cat, gelas, plastik, penetral asam, pengecoran logam, sebagai penetral tanah asam, dan keperluan optik. n. Kaolin, yaitu tanah liat yang lunak, halus, dan putih, terjadi dari pelapukan batuan granit. Merupakan batuan yang tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah. Kaolin disebut juga tanah liat China, dapat dijadikan bahan untuk porselen atau bahan campuran untuk membuat kain tenun, kertas, karpet, obat-obatan, dan sebagainya. o. Magnesit, yaitu mineral magnesium karbonat, ditemukan dalam bentuk kompak dan mikrokristalin, bentuk rhombohedral jarang didapatkan, berwarna putih, kuning atau abu-abu. Ababila disinari ultraviolet akan memancarkan warna biru atau hijau. Magnesit banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, refraktori, plastik, kertas (terutama kertas rokok), cat, dan sebagainya. p. Mika, yaitu mineral yang menyerupai kaca yang (secara kimiawi) kompleks, terdiri dari muskovit, phlogopite, biotite, dan lepidolite. Mika merupakan 18
11 penghantar listrik yang lemah, sehingga mika dimanfaatkan pada industri mesin, industri listrik untuk isolasi listrik, dan batu cermin. q. Marmer, yaitu batuan gamping yang telah mengalami metamorfosis. Marmer sering juga disebut sebagai marbel atau batu pualam, memiliki warna asli putih, tetapi terdapat warna pengotor yang justru membuat marmer menjadi menarik. Marmer digunakan sebagai bahan bangunan penutup lantai atau dinding, dibentuk menjadi patung, hiasan atau meja. Pecahan marmer dapat dimanfaatkan untuk campuran semen. r. Nitrat, yaitu garam dari asam nitrat HNO₃, umumnya digunakan sebagai campuran pupuk. s. Obsidian, yaitu batu kaca berwarna hitam atau hitam keabu-abuan yang berasal dari lahar cair yang terlalu cepat membeku dan merupakan hasil pembekuan magma yang kaya silika. Obsidian dapat diolah dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai pondasi bangunan, bahan batu mulia, bahan beton ringan, dinding peredam, dan isolasi panas. t. Oker, yaitu tanah yang lunak terdiri dari campuran oksidasi besi dan bahan yang liat kadang terdapat juga karbonat dan pasir kuarsa halus. Oker banyak digunakan pada industri keramik, refraktori, kosmetik, kertas, cat, plastik, karet, dan industri kimia atau sabun. u. Pasir dan kerikil, pasir merupakan butir-butir yang halus dan merupakan lapisan tanah atau timbunan kersik halus. Sedangkan kerikil adalah butiran batu yang lebih besar daripada pasir tetapi lebih kecil daripada kerikil, berukuran kira-kira sebesar biji nangka. Pasir dan kerikil banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. 19
12 v. Pasir kuarsa, yaitu mineral penyusun utama dalam pasir, batuan, dan berbagai mineral, lebih tembus cahaya ultraungu dibandingkan dengan kaca biasa sehingga banyak digunakan pada alat optik. Pasir kuarsa dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain pada industri karet, sebagai bahan pengeras, industri gerenda sebagai ampelas, industri logam sebagai bahan penghilang karat, industri penjernih air sebagai bahan penyaring (filter), pembuatan fero silikon dan silikon karbid, industri semen portland sebagai pengontrol kandungan silika, dan pada industri gelas atau kaca sebagai bahan baku utama. w. Perlit, yaitu mineral terbentuk karena pembekuan magma asam yang tiba-tiba dengan tekanan yang tinggi dalam suasana basah. Komposisi utama adalah mineral silikat berbutir sangat halus, terbangun oleh steroida-steroida kecil dan ringan. Berwarna abu-abu muda hingga abu-abu kehitaman. Perlit dimanfaatkan sebagai bahan bangunan pada beton, atau bata cetak yang sangat ringan, dalam bentuk ukuran pasir dipergunakan untuk penyaring air, dan dapat pula digunakan untuk meninggikan daya isolasi terhadap panas dan suara atau peredam, tetapi mempunyai daya tekan rendah. x. Fospat atau phospat, yaitu mineral senyawa antara fosfor, oksigen, dan unsur lainnya. Fosfat banyak dimanfaatkan pada bidang pertanian sebagai pupuk, pada industri untuk pembuatan detergen asam fosfat, dan industri kimia lainnya. y. Talk, yaitu mineral hydrous magnesium silicate berbentuk serbuk kristal yang halus, berwarna putih, putih kehijauan, abu-abu atau kecoklatan. Talk digunakan dalam berbagai industri cat, farmasi, keramik, kosmetik, kertas, karet, isolator, tekstil, dan sebagai pembawa dalam insektisida. z. Tanah diatome, yaitu sejenis ganggang, bersifat plankton, dimana selnya dikelilingi oleh suatu cangkang yang menyerupai kotak dan mengandung silika. 20
13 Selain itu, tanah diatome dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (dinding peredam), bahan isolator, bahan penyaring minyak kelapa, bahan pemutih kertas dan cat tembok, bahan keramik, dan sebagainya. aa. Tanah liat atau lempung, yaitu batuan berwarna yang terdiri dari butir-butir halus silikat alumunia berair sebagai hasil pelapukan bahan feldspar dan batuan alumunia lain. Lempung sebetulnya merupakan istilah ukuran butir yang lebih kecil dari 1/256 mm (menurut ukuran Wentworth), apabila butir-butir tersebut sudah kompak kemudian disebut batu lempung. Tanah liat banyak dipakai sebagai bahan bangunan, yaitu untuk membuat batu bara merah, genteng dan keramik. bb. Tawas (alum), yaitu garam rangkap sulfat yang terjadi dari proses pelapukan dari batuan yang mengandung mineral sulfida di daerah vulkanis atau terjadi di daerah batu lempung. Tawas dimanfaatkan untuk menjernihkan air atau sumur yang keruh, sebagai sumber bahan pembuatan natrium dan kalium, untuk bahan antiseptik, bahan industri farmasi, untuk bahan cat, bahan penyamak kulit, dan campuran bahan celup. cc. Tras, disebut pula sebagai pozolan, yaitu tanah yang berasal dari letusan gunung berapi dan merupakan bahan galian yang cukup banyak mengandung silika amorf yang dapat larut di air atau dalam larutan asam. Tras dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk luluhan, plesteran, lantai, batako, dan semen rakyat dengan cara mencampur tras dengan kapur. dd. Zeolit, yaitu senyawa alumunio silikat hidrat terhidrasi dari logam alkali dan alkali tanah, merupakan kristal yang agak lunak berwujud dalam struktur tiga dimensi yang tak terbatas dan mempunyai rongga-rongga yang berhubungan dengan yang lain membentuk saluran ke segala arah. Pemanfaatan zeolit cukup 21
14 bervariasi, antara lain sebagai bahan bangunan fisik pada tanah pertanian dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, bidang perikanan zeolit dalam bentuk serbuk dipakai sebagai penyerap atau pengontrol ammonium yang biasa dikeluarkan oleh ikan atau akibat pembusukan sisa makanan, bidang industri zeolit dapat digunakan untuk penjernih minyak kelapa sawit, penyerap zat warna yang terdapat dalam minyak hati ikan hiu, karbondioksida dan belerang dari gas alam, dan lain sebaginya. ee. Basal, yaitu batuan beku luar berwarna gelap, berbutir halus, dan merupakan hasil pembekuan lava dari gunung berapi. Basal dapat dimanfaatkan untuk pembangunan rumah, untuk bahan adukan beton, pelapis jalan dan fondasi. ff. Trakkit, yaitu batuan beku luar, kristalnya relatif kecil dan mempunyai komposisi mineral seperti granit, tetapi tanpa mineral kuarsa. Batuan ini terdapat sebagai retas, aliran permukaan bongkah, debu ataupun breksi gunung api. Traktit digunakan untuk pembuatan ornamen, bahan keramik, dan pupuk. gg. Mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tidak semua pengambilan mineral bukan logam dan batuan dikenakan pajak. Kegiatan berikut adalah dikecualikan dari objek pajak mineral bukan logam dan batuan, yaitu: 1. Kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas. 22
15 2. Kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan yang merupakan bagian dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial. 3. Pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah Sifat dan Karakteristik Industri Pertambangan 1. Eksplorasi bahan galian tambang merupakan kegiatan yang tidak mempunyai ketidakpastian yang tinggi, karena meskipun telah dipersiapkan secara cermat, dengan biaya yang besar, tidak ada jaminan bahwa kegiatan tersebut akan berakhir dengan penemuan cadangan bahan galian yang secara komersial layak untuk ditambang. 2. Bahan galian bersifat deplesi dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable) serta untuk melaksanakan kegiatan pertambangan ini, mulai tahap eksplorasi sampai dengan tahap pengolahannya, dibutuhkan biaya investasi yang relatif sangat besar, padat modal, berjangka panjang, sarat risiko, dan membutuhkan teknologi yang tinggi. 3. Pada umumnya operasi perusahaan pertambangan berlokasi di daerah terpencil dan kegiatan-kegiatannya menimbulkan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, sehingga setiap perusahaan pertambangan wajib memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup, disamping mempunyai konsep pasca penambangan yang jelas. 4. Pemerintah Indonesia tidak memberi konsesi (izin untuk membuka tambang) penambangan karena menurut peraturan perundangan yang berlaku, segala bahan galian yang berada di wilayah hukum Indonesia adalah kekayaan nasional bangsa 23
16 Indonesia yang dikuasai dan digunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk dapat berusaha dalam industri pertambangan umum, pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberi wewenang kepada badan usaha/perseorangan untuk melaksanakan pertambangan umum Subjek, Wajib, dan Masa Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pada pajak mineral bukan logam dan batuan, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan. Sementara wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan. Dengan demikian, pada pajak mineral bukan logam dan batuan subjek pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak mineral bukan logam dan batuan. Wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Pada pajak mineral bukan logam dan batuan masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan keputusan gubernur. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Sementara di Kabupaten Lebak sendiri mengatur masa pajak mineral bukan logam dan batuan adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalendar, seperti yang tertuang dalam Perda Kabupaten Lebak Tahun 2010 Nomor 6 Pasal
17 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Berdasar pada Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 6 Tahun 2010 Pasal 35, dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan adalah nilai jual hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan dihitung dengan mengalikan volume hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan. Nilai pasar mineral bukan logam dan batuan adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat wilayah daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini, nilai pasar dari hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sulit diperoleh, maka digunakan harga standar yang ditetapkan instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan. Nilai pasar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan ditetapkan secara periodik oleh bupati/walikota sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat. Umumnya, apabila yang digunakan adalah harga standar masingmasing jenis mineral bukan logam dan batuan maka harga standar tersebut ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang penambangan mineral bukan logam dan batuan yang ditunjuk oleh bupati/walikota. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 60, besaran tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sedangkan untuk tarif pajak mineral bukan logam dan batuan di wilayah Kabupaten lebak sendiri ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) sesuai dengan Perda Bupati Tahun 2010 Nomor 6 Pasal 36. Besaran pokok pajak mineral bukan logam dan batuan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum 25
18 perhitungan pajak mineral bukan logam dan batuan adalah sesuai dengan rumus berikut: Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Surat Jalan Angkutan Pertambangan (SJAP) terdiri dari tiga potongan karcis yang masing-masing diperuntukan bagi pengusaha satu potong dan dua potongan lainnya untuk supir yang mengangkut angkutan pertambangan, dimana salah satu potongannya itu akan diberikan pada petugas pos pemeriksaan SJAP di lapangan sebagai bukti bahwa angkutan yang mereka bawa adalah bersifat legal dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Dan sisa potongan karcisnya akan dibawa supir selama perjalanan keluar daerah untuk berjaga-jaga, bilamana di perjalanan ada pemeriksaan lanjutan oleh pihak berwajib Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). 26
19 Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dari segi daerah masingmasing tetapi dalam kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah. Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa dalam hal ini pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004) Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2004:67), PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah. Klasifikasi PAD yang dinyatakan oleh Halim (2004:67) adalah sesuai dengan klasifikasi PAD berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun
20 Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, yaitu: 1. Hasil Pajak Daerah 2. Hasil Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hubungan Antara Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah merupakan tonggak penentu suatu keberhasilan daerah dalam pengembangan dan pertumbuhan daerahnya. Masuk didalamnya berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dan lain sebagainya. Pendapatan daerah dalam hal ini dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahannya guna tercapainya pengembangan dan pembangunan daerah. Pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah untuk lebih menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, bagi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai pewujudan asas desentralisasi. Pajak dan retribusi daerah sebagai bagian dari pendapatan asli daerah, 28
21 mempunyai peran penting dalam meningkatkan pendapatan daerah karena terdapat banyak potensi-potensi yang ada dalam daerah yang bisa menghasilkan keuntungan (profit) bila pemerintah mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin. Kekayaan sumber daya alam bahan tambang seperti mineral bukan logam dan batuan adalah salah satu contoh dari potensi daerah yang mempunyai nilai tinggi untuk memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah sehingga memungkinkan untuk dapat membantu terlaksananya pertumbuhan daerah. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan dan diupayakan lebih efektif dan optimal lagi dalam mengelola sumbersumber pendapatan asli daerah, seperti pajak mineral bukan logam dan batuan. Semakin besar kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan terhadap penerimaan pendapatan asli daerah, maka semakin besar pula nilai yang diperoleh pendapatan asli daerah. Begitupun sebaliknya, semakin kecil kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan terhadap pendapatan asli daerah, maka semakin mengecil pula penerimaan pendapatan asli daerah. 29
BAB 4 PEMBAHASAN Lingkup Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 29 dan
BAB 4 PEMBAHASAN 1.1. Lingkup Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 29 dan 30, pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI WILAYAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,
PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat ( 4)
Lebih terperinciANALISIS KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2007-2012 Toti Indrawati Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Lebih terperinci6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
Menimbang : a. Mengingat : BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
Lebih terperinciBATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH
BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH Proses Pembentukan Tanah. Tanah merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,
QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C MENJADI PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN
Lebih terperinciTENTANG BUPATI SRAGEN,
SALINAN 1 1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 31 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH KHUSUSNYA PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI BANDUNG BARAT, : a. bahwa potensi
Lebih terperinciBUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 34 TAHUN 2004 T E N T A N G PERUBAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 05 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 BUPATI TANAH DATAR PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2012
NOMOR 6 BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 BUPATI TANAH DATAR PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2012 SERI E TENTANG STANDARISASI HARGA BAHAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN SEBAGAI
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 108 TAHUN 2017 TENTANG HARGA PATOKAN PENJUALAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 108 TAHUN 2017 TENTANG HARGA PATOKAN PENJUALAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa pajak atas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 2 ayat (4), Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (6)
Lebih terperinciBUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Mineral Bukan Logam Dan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 32 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG
SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 32 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 12 BATUAN DAN PROSES PEMBENTUKAN TANAH
BAB 12 BATUAN DAN PROSES PEMBENTUKAN TANAH Tujuan Pembelajaran Kamu dapat mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan dan mengidentifikasi jenis-jenis tanah. Di sekitar kita terdapat berbagai
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 15 Tahun 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 15 Tahun 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS
PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2012 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Abdul Halim (2004:94), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 7 Tahun 2011 Seri: C NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN, Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya
Lebih terperinciBUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. 2 bahwa Pajak Daerah merupakan
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM
QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO SUKOHARJO NOMOR 54 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2)
Lebih terperinciPOTENSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN SUMBAWA TAHUN Oleh: Nining Sudiyarti ABSTRAK
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember 2012 70 POTENSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN SUMBAWA TAHUN 2011 Oleh: Nining Sudiyarti ABSTRAK Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR : 6 TAHUN 2010 T E N T A N G PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SABID UAK SADAYU A NG PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR : 6 TAHUN 2010 T E N T A N G PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN
Lebih terperinciBAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON
BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DAIRI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DAIRI, MENIMBANG : a. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2)
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 11 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPerpajakan 2 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bea Materai
Perpajakan 2 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bea Materai 22 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar Isi Pajak Daerah dan retribusi daerah PBB BPHTB Bea Materai
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR: 09 TAHUN 2000 KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 24 TAHUN 2000 TENTANG
LDD NOMOR 09 TAHUN 2000 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR: 09 TAHUN 2000 KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 24 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN HARGA STANDAR BAHAN GALIAN GOLONGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperincid. bahwa dalam rangka pelaksanaan pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan di wilayah Kabupaten Labuhanbatu
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU Nomor 05 Tahun 2011 Seri A Nomor 05 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak mineral bukan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2007
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR:11TAHUN2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DINAS PENDAPATAN DAERAH
r y L PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR:11TAHUN2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM 11 a. asbes; s. marmer; b. batu tulis; t.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR : 18 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR : 18 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU SELATAN Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pajak Mineral Bukan Logam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa bahan
Lebih terperinciSD kelas 5 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 11. PEMBETUKAN TANAH SUBUR DAN STRUKTUR BUMILATIHAN SOAL BAB 11. magma. kawah. lahar. lava
SD kelas 5 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 11. PEMBETUKAN TANAH SUBUR DAN STRUKTUR BUMILATIHAN SOAL BAB 11 1. Batuan cair dan panas yang terdapat di dalam perut bumi adalah. magma kawah lahar lava Magma adalah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU
PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Alamat : Jl. Soekarno Hatta No. 17, Telp (0426) 21101, Kode Pos 51911 Mamuju PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG
PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : bahwa pajak daerah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya
Lebih terperinciBUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. 5. Menetapkan : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO
PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 04 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 04 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 (2) huruf
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,
PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 T E N T A N G PAJAK BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 T E N T A N G PAJAK BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 9 TAHUN 1998 SERI A.2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 9 TAHUN 1998 SERI A.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 2 TAHUN 1998 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN DAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,
Lebih terperinciBUPATI KONAWE UTARA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2012 T E N T A N G PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a. Bahwa Pajak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2) dan Pasal
Lebih terperinciATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA
ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi
Lebih terperinciBUPATI MUSI RAWAS, TENTANG
BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari hari ini. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.153, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak Daerah. Penetapan. Dibayar Sendiri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciB U P A T I G O R O N T A L O
B U P A T I G O R O N T A L O PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GORONTALO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,
Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, a. bahwa di Kabupaten Kebumen
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C
PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung adalah salah satu kota dan provinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan pendapatan dan pembangunan daerahnya dari tahun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa peranan dan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 14 TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 14 TAHUN 2006 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2000
PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,
Lebih terperinci