POTENSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN SUMBAWA TAHUN Oleh: Nining Sudiyarti ABSTRAK

Transkripsi

1 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember POTENSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN SUMBAWA TAHUN 2011 Oleh: Nining Sudiyarti ABSTRAK Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah salah satu jenis pajak daerah yang merupakan kewenangan pemerintah kabupaten dipandang perlu untuk diketahui potensi serta kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Sebagai daerah terluas di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa tidak diragukan lagi mempunyai sumber daya mineral bukan logam dan batuan yang cukup banyak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang ada di Kabupaten Sumbawa selama tahun 2011, dimana kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sangat berpengaruh bagi peningkatan Penerimaan Asli Daerah (PAD). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang dipublikasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa dalam hal ini Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan, dan Badan Pusat Statistik serta Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumbawa. Adapun Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumen. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa Realisasi penerimaan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan pada tahun 2011 mencapai Rp ,-, atau 95,21 % dari potensi yang ada. Dengan rincian masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan antara lain batu hias Rp ,-; batu kali/gunung Rp ,-; batu tiang Rp ,-; kerikil Rp ,-; pasir pasang Rp ,-; pasir urug Rp ,-; sirtu Rp ,-; tanah urug Rp ,-; tanah liat Rp ,-. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan aktifitas penambangan mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Sumbawa dapat dijadikan subsektor pertambangan yang unggulan dan memiliki potensi besar untuk mendukung meningkatnya Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sumbawa. Kata Kunci : Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pendapatan Asli Daerah. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu daerah otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa saat ini sedang giat melakukan pembangunan di berbagai sektor guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Hal ini sebagai konsekuensi dari pemberlakuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, memberikan kekuasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Koswara (2000: 50) mengemukakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan

2 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Pasal 19 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pusat, disebutkan dalam pasal 25 pendapatan daerah terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Daerah 2. Dana perimbangan; 3. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Selanjutnya Pasal 26 menyebutkan bahwa kelompok Pendapatan Asli Daerah terdiri atas: Pajak daerah; Retribusi daerah; Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Menteri tersebut, maka peluang daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah sangat besar. Peluang ini tentunya harus diikuti dengan kuatnya kebijakan di daerah baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Bupati. Namun begitu, sampai saat ini memang belum sepenuhnya peluang tersebut dapat dimaksimalkan atau dimamfaatkan oleh daerah. Mahi (2000:58-59) mengemukakan bahwa Pendapatan Asli Daerah masih belum bisa diandalkan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi dikarenakan oleh beberapa hal, salah satunya adalah kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah. Sejalan dengan hal tersebut di atas, penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2000:88-91) menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten maupun Kota tidak pernah dapat menutupi pengeluarannya dengan pendapatannya sendiri. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan unsur dari Pendapatan Asli Daerah mempunyai peranan yang cukup penting. Adapun ketentuan yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undang undang Nomor 18 Tahun 1997, yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2000 dan diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perubahan ini tentunya dengan semangat untuk mendorong efisiensi, serta penyederhanaan atas banyaknya jenis pajak dan retribusi daerah di masa lalu yang cenderung mengakibatkan timbulnya biaya ekonomi yang tinggi. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang tersebut di atas, Pemerintah Kabupaten Sumbawa mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Adapun jenis pajak daerah tersebut terdiri dari : Pajak hotel; Pajak restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak penerangan jalan; Pajak mineral bukan logam dan batuan; Pajak parkir; Pajak air tanah; Pajak sarang burung wallet; dan Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Memperhatikan jenis dan jumlah pajak daerah tersebut, secara umum seluruhnya mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Kabupaten Sumbawa. Salah satunya adalah

3 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember pajak Mineral bukan Logam dan Batuan. Pajak ini sebelumnya dalam Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 dikenal dengan sebutan Pajak Galian Golongan C. Sebagai daerah terluas di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa tidak diragukan lagi mempunyai sumber daya mineral dan bukan logam yang cukup banyak dibandingkan daerah lain. Data Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Sumbawa menunjukkan sampai tahun 2011 jumlah realisasi pajak mineral bukan logam dan Batuan di Kabupaten Sumbawa mencapai R ,- hal ini tentunya menjadi sumber pendapatan daerah yang dapat diandalkan sebagai pendapatan sekaligus pembiayaan pembangunan di Kabupaten Sumbawa pada masa mendatang. Terlebih akhir-akhir ini, isu tentang investasi pertambangan di Kabupaten Sumbawa dengan mulai beroperasinya PT Newmont Nusa Tenggara, serta perusahan lainnya yang masih terkendala tentunya sektor pertambangan ini masih lebih realistis sebagai pilihan bagi pemerintah Kabupaten Sumbawa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sumbawa Tahun Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, pertanyaan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: seberapa besar potensi pajak mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Sumbawa tahun 2011? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi pajak mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Sumbawa selama tahun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Purnomo (2000), dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui besarnya kontribusi penerimaan bahan galian golongan C terhadap Pendapatan Asli Daerah Kotamadya Jayapura, serta menganalisis efektifitas pemungutan retribusi bahan galian golongan C di Kotamadya Jayapura. Hasil analisis dari penelitiannya yang dilakukan di Kotamadya Jayapura menyimpulkan bahwa kontribusi retribusi bahan galian ini terhadap realisasi Pendapatan Asli Daerah adalah sebesar 8%, sedangkan efektivitas pengelolaannya rata-rata adalah sebesar 96% dan tingkat pertumbuhannya rata-rata adalah sebesar 23%. Burhanuddin (1997), dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui besarnya potensi Pajak Galian Golongan C di Kalimantan Selatan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kegiatan penambangan bahan galian golongan c di Propinsi Kalimantan Selatan, dengan memperhitungkan nilai lingkungan sebagai suatu manfaat dan biaya, maka kegiatan ini dipandang menguntungkan bagi pemerintah atau layak secara ekonomis karena menghasilkan Net Present Value lebih dari satu. Meskipun secara kuantitatif menguntungkan tetapi secara kualitatif kegiatan penambangan bahan galian golongan c mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Bertolak dari keadaan tersebut maka perlu

4 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember dipertimbangkan adanya kebijaksanaan untuk memperhitungkan biaya lingkungan dalam menentukan besarnya tarif pungutan pajak oleh pemerintah daerah. Wahidah (1998) dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui besarnya potensi Pajak Galian Golongan C di Kabupaten Sambas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambangan bahan galian golongan c selain dilakukan oleh penambang yang memiliki Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD), juga dilakukan oleh penambang yang tidak memiliki SIPD. Pada umumnya penambang yang tidak memiliki SIPD selain beroperasi di daerah bukan terlarang juga melakukan kegiatan penambangan di daerah terlarang Landasan Teori Kemampuan Keuangan Daerah Mangkoesoebroto (1996:181) mengemukakan pada umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Definisi pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogratif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya. Sebagaimana dikutip Mardiasmo (1999:1) pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rocmat Sumitro, SH. adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dalam kaitannya dengan pendapatan asli daerah, yang dimaksud dengan pajak adalah pajak daerah. Menurut Davey (1988:39-47) perpajakan daerah dapat diartikan sebagai : a. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri; b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah; c. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh Pemerintah Daerah; d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah Daerah. Hal ini berarti bahwa haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak; pajak tidak mudah dihindari dengan cara memindahkan obyek pajak dari suatu daerah ke daerah lain; pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah, dari segi potensi ekonomi masing-masing; dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Nomor 34 Tahun 2010 Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumbawa Nomor 34 Tahun 2010 adalah perda tentang pajak dan retribusi daerah termasuk di dalamnya mengatur tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Secara khusus pajak jenis ini dijelaskan dalam perda Nomor 34 tahun 2010 pada Bab VIII Pasal 33 sampai

5 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember dengan pasal 38. Beberapa hal penting yang diatur dalam perda tersebut berkaitan dengan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah sebagai berikut : a. Mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara. b. Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah setiap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Baik dari sumber alam didalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. c. Objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan meliputi asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata bentonit, dolomite, feldspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dari kerikil, pasir kuarsa, perlit, phospat, talk, tanah serap, tanah diatome, tanah liat, tawas, tras, yarosif, zeolit, basal, trakit dan mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan peraturam perundang-undangan. d. Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. e. Wajib pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan. f. Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan sebesar 25% Kerangka Konseptual Volume Mineral Bukan Logam dan Batuan Harga Standar Jenis Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Potensi / pertahun Tarif = 25% III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data berupa angka-angka seperti target dan realisasi penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan Sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari dokumen-dokumen resmi yang dipublikasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa, dalam hal ini Dinas

6 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah, dan Badan Pusat Statistik serta Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumbawa Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pencatatan dokumen yaitu suatu cara untuk memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan segala macam dokumen serta mengadakan pencatatan yang sistematis sesuai dengan tujuan penelitian. (Ida Bagoes Mantra, 2008:201. Dalam penelitian ini metode pencatatan dokumen digunakan untuk mengumpulkan data tentang jumlah target dan realisasi penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, kondisi geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan data lain berkaitan dengan Kabupaten Sumbawa Identifikasi Variabel Penelitian ini menggunakan variabel mandiri yaitu variabel yang berdiri sendiri dalam hal ini adalah potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sumbawa. Potensi tersebut terdiri dari tiga indikator sebagai berikut : a. Volume Bahan Mineral Bukan Logam dan Batuan per tahunnya; b. Standar harga per jenis bahan Mineral Bukan Logam dan Batuan. c. Tarif pajak sebesar 25% Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah penjelasan tehnis variabel penelitian yang digunakan. Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kekuatan atau kemampuan sumber penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dalam hal ini berupa banyaknya obyek pajak. b. Volume adalah Volume bahan galian Mineral Bukan Logam dan Batuan yang dieksploitasi sesuai dengan jenisnya dalam ton tiap bulan di Kabupaten Sumbawa. c. Harga standar adalah harga yang sesuai dengan jenis bahan galian Mineral Bukan Logam dan Batuan. d. Tarif adalah besarnya pengenaan tarif pajak yang ditetapkan berdasarkan Perda Nomor 34 Tahun 2010 di Kabupaten Sumbawa yaitu sebesar 25% Alat Analisis Data Potensi penerimaan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan matematis sederhana dengan mendasarkan pada Undang-undang Nomor 18 Tahun Adapun perhitungannya adalah dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak itu sendiri diperoleh dari hasil perkalian antara volume/tonase hasil eksploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian. Secara matematis perhitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

7 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember n Pt = ( V i X Hrg i X 12 X 25%) i=1 Keterangan : Pt = Potensi pajak V i = Volume bahan galian yang dieksploitasi sesuai dengan jenisnya dalam ton tiap bulan Hrg i = Harga standar sesuai dengan jenis bahan galian 12 = 1 ( satu ) tahun sama dengan 12 ( dua belas) bulan 25% = Tarif pajak yang dikenakan (Perda Nomor 34 Tahun 2010) IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan eksploitasi yang sebelum disebut dengan Pajak Bahan Galian Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan bahan galian golongan c adalah meliputi: asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, phospat, talk, tanah serap, tanah diatome, tanah liat, tawas, tras, yarosif dan zeolit, (Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 pasal 2 ayat (2) huruf e). Dalam perkembangannya pajak tersebut kemudian diganti dengan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan pada tahun Hal ini dikarenakan adanya perubahan Undang Undang yang mengatur tentang Mineral, Logam dan Batuan yang dikeluarkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, yaitu Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam termasuk Mineral, Logam dan Batuan. Ada beberapa hal penting yang diatur berkaitan dengan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah sebagai berikut: 1. Mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara. 2. Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah setiap kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. 3. Objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan meliputi asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata bentonit, dolomite, feldspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dari kerikil, pasir kuarsa, perlit, phospat, talk, tanah serap, tanah diatome, tanah liat, tawas, tras, yarosif, zeolit, basal, trakit dan mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4. Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. 5. Wajib pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.

8 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan sebesar 25%. Keberadaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ini, pada dasarnya adalah dalam rangka memberikan restriksi atau hambatan terhadap eksploitasi sumber daya alam yang ada di Kabupaten Sumbawa, serta melakukan penghematan sumber-sumber alam demi masa mendatang. Namun begitu, kebutuhan akan faktor produksi saat ini tidak dapat dipungkiri semakin menuntut tingginya permintaan terhadap bahan alam ini. Tingginya permintaan ini, tentunya merupakan peluang untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat disamping memang sangat diperlukan regulasi daerah untuk mengatur kegiatan penambangan mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Sumbawa. Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa besarnya potensi yang dimiliki Kabupaten Sumbawa terhadap Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan mencapai Rp ,- sementara realisasi penerimaan hanya mencapai Rp ,- terdapat selisih Rp ,-. 1,600,000,000 1,400,000,000 1,200,000,000 1,000,000, ,000, ,000, ,000, ,000, REALISASI 1,374,626,483 POTENSI 1,443,762,119 LAG 69,135,636 Gambar 4.1 Potensi dan Realisasi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Kabupaten Sumbawa Tahun 2011 Besarnya potensi penerimaan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ini paling dominan dari jenis kerikil, batu kali, pasir pasang dan tanah urugan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, salah satu faktor yang berpengaruh dalam penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ini adanya Peraturan Daerah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah di Kabupaten Sumbawa akan dapat menjamin kepastian hukum bagi aparat guna melaksanakan pemungutan pajak ini. Selain itu, kegiatan penambangan ini merupakan kegiatan fisik yang cukup banyak melibatkan tenaga kerja, maka kegiatan eksploitasi bahan mineral ini dapat dengan mudah dipantau.

9 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sumbawa dengan menggunakan data tahun 2011 yang diperoleh dari DPPK Kabupaten Sumbawa, diketahui potensi penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan pada tahun 2011 dapat mencapai Rp ,- terdapat selisih Rp ,- dengan realisasi penerimaan yang hanya mencapai Rp ,- hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan aktifitas penambangan mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Sumbawa dapat dijadikan subsektor pertambangan yang unggulan dan memiliki potensi besar untuk mendukung meningkatnya Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sumbawa pada masa mendatang Saran-Saran Dalam usaha meningkatkan penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Sumbawa, agar dapat menjadi sub bagian sektor pertambangan yang mendukung penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada masa mendatang. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: 1. Penetapan Target. Dalam menetapkan target pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah khususnya penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, diharapkan tidak lagi didasarkan pada anggaran tahun sebelumnya (incremental), tetapi berdasarkan perhitungan potensi yang komprehensif dengan melibatkan seluruh pihak. 2. Upaya penegakan hukum, baik dalam bentuk pengawasan dan pengendalian termasuk tindakan tegas terhadap usaha penambangan tanpa ijin maupun sanksi terhadap penambang yang lalai dalam penyampaian laporan produksi sehingga tidak terjadinya pelanggaran yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin Aplikasi Statistika dalam Penelitian. CV Pustaka Setia, Bandung. Burhanuddin Analisis Ptensi Pajak Galian Golongan C di Kalimantan Selatan. Anonim. Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Sekretariat Negara RI, Jakarta. Anonim. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Penerbit Citra Umbara, Bandung. Anonim. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta Mangkoesoebroto, Guritno, Ekonomi Publik Edisi 3. BPFE, Yogyakarta. Nentra, Ida Bagoes Filsafat Peneltian dan Metode Penelitian Sosial. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Mardiasmo, Makhfatih, Ahmad Perhitungan Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten Magelang, Laporan Akhir. Kerjasama

10 Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Jilid 2 Nomor 1, Desember Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dengan PAU-SE UGM Yogyakarta. Munawir, S Pokok-Pokok Perpajakan. Liberty, Yogyakarta. Anonim Undang-Undang Otonomi Daerah Sinar Grafika, Jakarta. Anonim Sosialisasi Pendapatan Asli Daerah. Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah. Anonim Laporan Penerimaan Pajak Daerah. Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah. Purnomo Kontribusi dan Efektifitas Pengelolaan Penerimaan Retribusi Bahan Galian Golongan C Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kotamadya Jayapura. Wahidah Potensi Pajak Galian Golongan C di Kabupaten Sambas. Waluyo Perpajakan Indonesia : Pembahasan Sesuai Dengan Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan & Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru; Edisi Ke Lima. Salemba Empat, Jakarta. Koswara Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 199. Rajawali Press, Jakarta Mahi, Raksaka Penerimaan Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Rajawali Press, Jakarta Silalahi Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di DKI Jakarta Tahun 1999 hingga tahun Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Unika Atmajaya K.J. Davey Financing Regional Government. BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Kaho, J.R Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Cetakan Keempat. PT. Raja Gratondo, Jakarta. Nick Devas Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Edisi Terjemahan. UI Press, Jakarta. dan luaswilayah.