BAB II KAJIAN PUSTAKA. diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan"

Transkripsi

1 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Definisi Penuaan Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi, dan semakin banyak distorsi metabolik dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes melitus, dan kanker) Penyebab Penuaan Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya beberapa faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal antara lain radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011). 2.2 Penyakit degeneratif Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh, yaitu dari 9

2 2 keadaan normal menjadi lebih buruk. Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya penyakit degeneratif memiliki hubungan yang cukup kuat dengan bertambahnya proses penuaan usia seseorang. Penyakit degeneratif dapat dikatakan pula sebagai penyakit yang mengiringi proses penuaan (Karyani, 2003). Penyakit degeneratif dapat terjadi karena adanya proses penuaan, tidak termasuk penyakit menular dan berlangsung kronis seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, obesitas dan lainnya (Powers, 2008) Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok gangguan metabolik yang berhubungan dengan karakteristik hiperglikemia. Berdasarkan etiologi dari diabetes melitus, faktor yang menyebabkan keadaan hiperglikemia mungkin diantaranya penurunan sekresi insulin, penghambatan glikolisis dan peningkatan dari produksi glukosa di dalam tubuh (Powers, 2008). Definisi diabetes mellitus menurut World Health Organization (WHO) adalah kadar glukosa puasa 126 mg/dl dan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl, dimana kadar glukosa darah antara 100 dan 125 mg/dl (6,1 sampai 7,0 mmol/l) dapat dikatakan suatu keadaan pre diabetes. Karakteristik hiperglikemia ini disebabkan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, dimana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik dan menumpuk di dalam pembuluh darah karena pankreas tidak cukup memproduksi insulin untuk metabolisme glukosa darah dan terjadi resistensi insulin sehingga tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksi tersebut,

3 3 sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia (Wijaya et al., 2011). Penurunan kadar glukosa sewaktu juga dapat disebabkan karena penghambatan aktivitas dari enzim glucosidase yang bekerja di dalam gastrointestinal, yang berfungsi untuk mengubah glukosa polisakarida menjadi glukosa disakarida dan monosakarida, sehingga penyerapan glukosa terhambat (Kahn, 2002) Faktor Risiko Diabetes Melitus Ada beberapa faktor resiko yang dapat memperbesar kemungkinan seseorang menderita penyakit diabetes, antara lain (Buse et al., 2003) : 1. Riwayat keluarga dengan diabetes (orang tua atau saudara) 2. Kelebihan berat badan (BMI>25kg/m2) 3. Kebiasaan aktivitas fisik yang kurang 4. Ras/etnik tertentu (contohnya African Americans) 5. Hipertensi (140/90mmHg pada orang dewasa) 6. Hiperkolesterol 7. Riwayat diabetes gestasional 8. Sindroma polycyctic ovary Klasifikasi Diabetes melitus Diabetes Melitus Tipe 1 adalah kelainan metabolisme karbohidrat yang disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas, sehingga tidak cukup memproduksi insulin untuk metabolism glukosa darah, yang dapat terjadi melalui proses imunologik dan idiopatik. Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi karena adanya resistensi aktivitas insulin

4 4 di jaringan perifer, sebagian jaringan otot, lemak dan hati serta defisiensi sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa darah oleh hati. Diabetes tipe spesifik terjadi karena kelainan genetik spesifik, penyakit pankreas, gangguan endokrin lain, karena afek obat-obatan, bahan kimia, infeksi virus dan sebagainya. Diabetes kehamilan adalah kondisi diabetes yang muncul pada saat kehamilan dan setelah melahirkan gejala tersebut akan menghilang (Power, 2008) Penyebab Diabetes Melitus Tipe 2 Patogenesis untuk diabetes tipe 2 sangatlah kompleks dan berhubungan juga dengan faktor genetik dan faktor lingkungan (Buse dan Polonsky, 2003) Pada orang normal, insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas meregulasi transport glukosa darah untuk digunakan, dengan berikatan dengan reseptor- reseptornya yang ada di jaringan perifer, sebagian jaringan lemak dan jaringan otot. Pada penderita diabetes tipe 2, terjadi resistensi dari aktivitas insulin, sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor-reseptornya di jaringan perifer, jaringan lemak maupun pada jaringan otot, sehingga tidak dapat digunakan (Chew dan Leslie, 2006). Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Namun dengan bertambahnya usia, respon dari sel beta akan semakin menurun dan tidak mampu lagi mempertahankan kemampuannya dalam mensekresi insulin. Pada fase berikutnya dimana produksi insulin semakin menurun, menyebabkan produksi glukosa hati

5 5 yang berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya glukosa dalam darah dan keadaan ini yang disebut hiperglikemia (Vail, 2004) Gejala Klinis Diabetes Melitus Gejala klinis diabetes terbagi atas (Babar dan Skugor, 2009) : 1. Gejala khas penderita diabetes antara lain: a. Polidipsia : disebabkan karena diuresis osmotik, akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang renal. b. Poliuria : disebabkan karena hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh. c. Berat badan menurun tanpa penyebab yang jelas : apabila terjadi defisiensi insulin, yang menyebabkan berkurangnya cairan dalam tubuh dan cepatnya pemecahan lemak dan otot. 2. Gejala tidak khas penderita diabetes antara lain : a. Lemas b. Kesemutan c. Luka yang sulit sembuh d. Gatal e. Mata kabur f. Disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita Apabila ditemukan gejala khas diabetes, pemeriksaan darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas diabetes, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah darah abnormal (Purnamasari, 2005).

6 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Diagnosis untuk penderita diabetes dapat ditegakkan berdasarkan beberapa kriteria dan pemeriksaan. Kriteria diagnosis yang ditetapkan menurut Perkumpulan Endokrinologi (PERKENI, 2011): 1. Gejala klasik diabetes + gula darah puasa 126 mg/dl pada 2 kali pemeriksaan. Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan adanya asupan kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Nilai dari glukosa darah puas ini secara konsisten berhubungan dengan salah satu resiko komplikasi penyakit diabetes yaitu retinopathy. Penilaian dari glukosa darah puasa ini dapat melewatkan pasien pasien diabetes yang didiagnosis berdasarkan hasil test toleransi glukosa darah oral. 2. Gejala klasik diabetes + glukosa darah sewaktu 200 mg/dl, yang disertai dengan gejala klinis diabetes. Penilaian glukosa darah sewaktu ini adalah cara yang sering dilakukan untuk mendiagnosa penderita diabetes. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 3. Hasil glukosa darah pada test toleransi glukosa darah oral (TTGO), yang dinilai setelah 2 jam pemberian 75 gram glukosa darah oral 200 mg/dl. Test toleransi glukosa darah oral (TTGO) ini tidak direkomendasikan secara general dalam praktek klinis karena penilaian membutuhkan asupan tinggi karbohidrat selam 3 hari berturut-turut dan tes ini tidak selalu reproducible. 4. Hasil HbA1c 6,5% dengan persyaratan tes dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode NGSP.

7 7 Penggunaan nilai dari Hemoglobin A1c (HbA1c) digunakan sebagai screening bagi penderita diabetes. Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan hasil dari glikosilasi Hb, yang berikatan dengan glukosa/karbohidrat pada gugusan asam amino. Mekanisme pembentukan HbA1c pada penderita diabetes dapat terjadi karena adanya reaksi non enzimatik dari glukosa dengan Hb di dalam sel darah merah (reaksi Maillard). Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat terutama gula pereduksi dengan gugus amina primer, yang hasilnya berupa produk berwarna coklat. Peningkatan nilai HbA1c yang lebih dari 6,2 % selalu berhubungan dengan diagnosis dari diabetes mellitus, tetapi penderita diabetes dapat memiliki nilai HbA1c ini dibawah range. Peningkatan nilai HbA1c ini merupakan tes yang spesifik untuk mendiagnosis penderita diabetes tetapi bukan merupakan tes yang sensitif (Hoogwert, 2009). Namun bagaimanapun HbA1c merupakan metode yang paling efektif untuk mengawasi efektivitas dari pengobatan diabetes (Buse dan Polonsky, 2003) Terapi Penanganan Diabetes Melitus Tipe 2 Penatalaksanaan diabetes melitus dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Soegondo, 2005): 1. Pendekatan non farmakologis, yaitu dengan pemberian edukasi, perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, aktivitas fisik atau kegiatan olah raga dan penurunan berat badan bila didapatkan berat badan lebih atau obesitas. 2. Penatalaksanaan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi Apabila dengan langkah-langkah pendekatan non farmakologik tersebut

8 8 belum mampu mencapai sasaran terapi, yaitu glukosa darah darah yang terkontrol dengan baik, maka dilanjutkan dengan penatalaksanaan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi, disamping tetap menerapkan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai, terapi medikamentosa, biasa dikenal sebagai obat antihiperglikemia oral. 1.2 Tanaman Obat Definisi Tanaman Obat Tanaman rempah dan obat sudah lama dikenal banyak mengandung senyawa fitokimia yang bermanfaat dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit (Winarti dan Nurjanah, 2005). Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat karena mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tetapi mengandung efek resultan/ sinergi dari berbagai zat yang berfungsi mengobati, serta digunakan sebagai obat dalam pencegahan penyakit (Esha Flora Plants and Tissue Culture, 2008). Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman obat mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif (Esha Flora Plants and Tissue Culture, 2008).

9 Penggunaan Tanaman Obat 1. Waktu Pengumpulan Untuk mendapatkan bahan yang terbaik dan tumbuhan obat, perlu diperhatikan saat-saat pengumpulan atau pemetikan bahan berkhasiat. a. Daun : dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah menjadi masak b. Bunga : dikumpulkan sebelum atau sesaat sesudah mekar c. Buah : dipetik dalam keadaan masak d. Biji : dikumpulkan dari buah yang masak sempurna e. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber), dan umbi lapis (bulbus) : dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhan berhenti. 2. Pencucian dan Pengeringan Bahan obat yang sudah dikumpulkan segera dicuci bersih, sebaiknya dengan air yang mengalir. Setelah bersih, dapat segera dimanfaatkan bila diperlukan pemakaian yang segar. Namun, bisa pula dikeringkan untuk disimpan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mencegah pembusukan oleh bakteri. Bahan kering juga mudah dihaluskan bila ingin dibuat serbuk. Pengeringan cara bahan obat : a. Bahan berukuran besar dan banyak mengandung air dapat dipotong potong seperlunya terlebih dahulu. b. Pengeringan dapat langsung dibawah sinar matahari atau memakai pelindung seperti kawat halus jika menghendaki pengeringan tidak terlalu cepat.

10 10 c. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan mengangin-anginkan bahan ditempat yang teduh atau di dalam ruang pengering yang aliran udaranya baik (Tanaman obat, 2011). 2.3 Daun Afrika Selatan (Vernonia Amygdalina) Dalam Wikipedia (2011) daun Afrika Selatan dapat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut : Kingdom Superdivisi Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Angiosperms : Eudicots : Asterids : Asterales : Asteraceae : Vernonia : Vernonia amygdalina Gambar 2.2 Daun Afrika Selatan (Wikipedia, 2011)

11 11 Daun Afrika Selatan (Vernonia Amygdalina) sering juga dikenal dalam berbagai nama lain seperti grawa, ewuro, etidot dan onugbu. Asalnya tamanan ini pertama kali tumbuh di dataran tropis Amerika Utara dan Afrika Selatan, dalam bahasa Inggris tanaman ini sering disebut Bitter leaf dikarenakan karena rasanya yang sangat pahit. Tanaman setinggi 1-3 meter ini tumbuh dengan mudah di benua Afrika, benua Amerika, benua Asia seperti di Malaysia, Singapore dan Indonesia (Izevbigie et al., 2004). Daunnya yang berwarna kehijauan berukuran sekitar 7-15 cm, berdiameter 6cm dengan tepian yang runcing dan bergerigi kecil. Pada sisi yang terpapar matahari warna hijau tampak lebih terang dengan permukaan yang lebih halus daripada sisi lainnya dengan warna hijau yang lebih pucat dengan permukaan yang lebih kasar (Wikipedia, 2010) Kandungan Nutrisi dan Manfaat Daun Afrika Selatan Dalam penelitian Atangwho (2009) menyatakan bahwa daun Afrika Selatan mengandung berbagai macam nutrisi yaitu protein, lemak, karbohidrat, berbagai vitamin serta mineral. Kandungan nutrisi daun Afrika Selatan dalam 100gram bahan dapat dilihat pada table dibawah ini.

12 12 Tabel Kandungan Senyawa Daun Afrika Selatan No. Kandungan Nutrisi Dalam 100 gram 1 vitamin A 348 IU/100gr 2 vitamin E 37 IU/100gr 3 vitamin C mg/100gr 4 Riboflavin mg 5 Tiamin 0,18-0,193 mg 6 Niacin 0, m 7 Mn 0,07-0,073mg 8 Se 0,01 mg 9 Zn 0,04-0,041 mg 10 Fe 0,14mg 11 Cu 0,1mg 12 Mg 0,43mg 13 Cr 0,04mg 14 Protein sederhana 23,25-24,45gram 15 Serat 16, gram 16 Lemak 3,53 gram (Atangwho, 2009) Kandungan Senyawa Kimia Daun Afrika Selatan Berdasarkan hasil uji kuantitatif dan kualitatif kandungan senyawa kimia daun Afrika Selatan yang diperoleh dari PT Natur Indonesia, Bogor dapat diketahui bahwa terdapat beberapa senyawa kimia penting yang bekerja secara sinergis. Pengujian bahan dilakukan dalam bentuk ekstrak di Laboratorium Analisis Pangan, Fakultas Pertanian UNUD.

13 13 Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada table dibawah ini. Tabel Kandungan Senyawa Kimia Daun Afrika Selatan No. Jenis Analisis Jml satuan Hasil 1 Kapasitas Antioksidan 1 ppm GAEAC 9551,22 2 IC 50% 1 mg/ml 1,31 3 Kadar Total Fenol 1 %b/b GAE 3,20 4 Kadar Tanin 1 %b/b TAE 0,66 5 kadar Total Klirofil 1 ppm 32186,56 6 Kadar Klorofil a 1 ppm 21162,25 7 Kadar Klorofil b 1 ppm 11032,91 8 Rendemen 1 % b/b 14,90 9 Vitamin C 1 mg/g 2588,24 (Lampiran 5) Keterangan : GAEAC GAE TAE IC 50% : Garlic Acid Equivalent antioksidant capacity : Garlic Acid Equivalent : Tannic Acid Equivalent : Inhibitor konsentrasi terhadap radikal bebas DPPH 0,1mM Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia yang dilakukan Atangwho (2009) daun Afrika Selatan mengandung senyawa kimia golongan alkaloid, tannin, saponin, dan flavonoid, polifenol, dan vitamin C yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Polifenol yang terdapat dalam, daun Afrika Selatan sangat tinggi terutama 1,5 dicaffeo quinic acid, dicaffeo quinic acic, chlorogenic acid dan luteolin 7-O-glucoside. Banyak sekali ragam antioksidan alami, tetapi jarang yang memiliki komponen kimia yang lengkap. Daun Afrika Selatan mengandung berbagai macam antioksidan baik berbentuk vitamin dan yang bukan vitamin. Lengkapnya

14 14 antioksidan alami dalam daun Afrika Selatan memungkinkan pemanfaatan buah tersebut menjadi bahan baku pembuatan antioksidan (Atangwho et al., 2009). Salah satu kandungan zat aktif utama daun Afrika Selatan adalah saponin. Mazza et al., (2007) menjelaskan bahwa saponin sebagai senyawa hipoglikemik, karena kandungan aglycone yang secara alamiah terdapat dalam tumbuhan melalui proses hidrolisis saponin tritopene dalam bentuk asal oleanolat yang bersifat hipoglikemik. Daun Afrika Selatan juga mengandung flavonoid yang dapat mencegah berbagai penyakit yang berkaitan dengan stres oksidatif. Efektivitas antioksidan dari flavonoid dilaporkan beberapa kali lebih kuat dibandingkan vitamin C dan E. Dalam fungsinya menetralkan radikal bebas, flavonoid bekerja secara sinergis (saling memperkuat) dengan vitamin C. Selain mempunyai aktivitas antioksidan, flavonoid dapat menghambat aldose reduktase yang mengkonversi glukosa dan galaktosa menjadi bentuk-bentuk poliolnya. Poliol-poliol ini berimplikasi dalam diabetes neuropati dan dalam pembentukan katarak yang menyertai diabetes serta galaktosemia. Senyawa flavonoid secara umum bertindak sebagai antioksidan yaitu sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Falvonoid bersifat sebagai reduktor sehingga dapat bertindak sebagai donor hydrogen terhadap radikal bebas (Linder, 2006). Ekstrak alkaloid mampu menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase sebesar 61,88% pada konsentrasi 2000 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak alkaloid aktif sebagai inhibitor alfa glukosidase (Pamungkas, 2012). Tanin merupakan substansi fenilik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai

15 15 astringensi. Tanin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman. Tanin dibagi ke dalam dua group, tannin yang dapat dihidrolisis dan tannin kondensasi. Zat ini digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memacu metabolism glukosa dan lemak. Tanin diketahui memacu metabolisme glukosa dan lemak, sehingga timbunan kedua sumber kalori ini dalam darah dapat dihindari dan akhirnya kolesterol dan glukosa darah turun (Subroto, 2006). Adapun hasil uji yang diperoleh terdapat table dibawah ini. Tabel Kandungan Senyawa Kimia Daun Afrika Selatan Jenis Contoh Jenis Pengujian Hasil Pengujian Metode Pengujian Daun Afrika Selatan Saponin (%) Uji Fitokimia : Saponin Tanin Alkaloid Fenolik Flavonoid Triterpenoid Steroid Glikosida 0, TLC Scanner Kualitatif (Lampiran 6) Daun Afrika Selatan belum memberikan efek buruk terhadap struktur histologis hepar maupun ginjal. Hal ini dibuktikan dengan penelitian daun Afrika Selatan dengan dosis 600mg/kgBB, yang diberikan oral kepada 15 ekor mencit jantan dewasa selama 10 hari (Nimenibo, 2003).

16 16 Hasil penelitian selama 28 hari bahwa organ hati pada mencit yang diberikan ekstrak daun Afrika Selatan dengan dosis 600mg/kgBB menyebabkan megalositosis pada inti sel dan degenerasi sel, serta pada organ ginjal menyebabkan dilatasi sebagian tubuli, namun secara keseluruhan dibuktikan bahwa ekstrak daun Afrika Selatan belum memberikan efek yang buruk (Eleyinmi et al., 2008). Adapun kadar toksisitas daun Afrika Selatan telah dilakukan uji di Laboratorium Analisa Pangan Universitas Udayana dengan Nilai LC ,91 ppm (Lampiran 7). Atangwho (2009) melakukan pengujian komponen fitokimia membandingkan 3 bahan antidiabetik yaitu Azadirachta indica, Vernonia amygdalina, dan Gongronema latifolium dengan hasil sebagai berikut : Nama Tanaman Azadirachta indica Tabel Perbandingan Kadar Fitokimia Flavonoid Tanin Saponin (%) (%) (%) Polifenol (%) 0.35 Alkaloid (%) 2.84 Vernonia amygdalina Gongronema latifolium Azadirachta indica dikenal juga dengan nama lain Biji Mimba sering kali digunakan sebagai pengobatan pestisida nabati, ternyata mengandung alkaloid yang cukup tinggi, sedangkan Vernonia amygdalina atau Daun Afrika Selatan paling tinggi mengandung kadar saponin dan kadar polifenol, dan Gongronema latifolium salah satu tumbuhan yang dijumpai di Afrika Barat mengandung kadar tannin yang paling tinggi.

17 17 Atangwho (2010) menyatakan bahwa ada 2 mekanisme yang terjadi pada saat penelitian daun Afrika Selatan (Vernonia amygdalina), pertama adalah target sel beta yang memproduksi insulin dan yang kedua adalah metabolisme karbohidrat yang terjadi di otot, lemak dan hati. Mekanisme untuk merangsang produksi insulin dikatakan lebih poten, oleh sebab itu tidak heran apabila daun Afrika Selatan dikategorikan sebagai hipoglikemik yang poten. Dalam penelitiannya dengan menggunakan 20 ekor tikus, dengan menggunakan ekstrak daun Afrika Selatan 400mg/kgBB diberikan perlakukan selama 21 hari secara bermakna terjadi penurunan kadar gula darah post prandial sebesar 15,38%. Perbedaan hasil penurunan glukosa darah post prandial yang dilakukan oleh Atangwho (2010) sebesar 5,96% dengan penelitian ini bisa jadi disebabkan karena perbedaan lamanya waktu pemberian perlakuan. Atangwho et al., (2011) melakukan penelitian di Universitas Calabar, Nigeria dengan menggunakan 32 ekor tikus putih galur Wistar, usia 2-3 bulan, dengan berat gram, yang dibagi dalam 4 kelompok, kelompok pertama 8 ekor tikus dengan kondisi tidak diabetes sebagai kontrol normal dengan pemberian aquadest 0,2ml/ekor selama 28 hari, kelompok kedua 8 ekor tikus diabetes sebagai kontrol diabetes dengan pemberian aquadest 0,2ml/ekor selama 28 hari, kelompok ketiga sebagai 8 ekor tikus diabetes kelompok diabetes yang diberi perlakuan 200mg/kgBB daun Afrika Selatan selama 28 hari, dan kelompok keempat 8 ekor tikus diabetes sebagai kelompok kontrol positif dengan diberikan insulin dosis 5 IU/kgBB. Diperiksa secara histopatologi dengan pewarnaan HE dan GAF, didapatkan hasil sebagai berikut :

18 18 Kelompok I HE GAF Gambar Fotomikrograf 400x pada Pankreas Kelompok Kontrol Normal (Atangwho, 2011) Pada kelompok I terlihat Duktus Pankreatikus bentuknya sesuai normal, Sel Islet terlihat dan berbatas jelas, ditemukan juga Kelenjar Asini, Sel Sentroasinar dan Duktus Ekskretorius. Kelompok II HE GAF Gambar Fotomikrograf 400x pada Pankreas Kelompok Kontrol Diabetes (Atangwho, 2011) Pada Kelompok II terlihat Kelenjar Asini dan Sel Sentroasinar, lobulus pecah dan Sel Islet tampak nekrosis dan degenerasi.

19 19 Kelompok III HE GAF Gambar Fotomikrograf 400x pada Pankreas Kelompok Perlakuan dengan Pemberian Daun Afrika Selatan 200mg/kgBB selama 28 hari (Atangwho, 2011) Pada Kelompok III terlihat Sel Islet pankreas ditemukan secara jelas, Duktus Ekskretorius terlihat, dan dinding lobulus ditemukan dan Sel Asinar terlihat lagi. Kelompok IV HE GAF Gambar Fotomikrograf 400x pada Pankreas Kelompok Kontrol Positif yang diberikan Insulin 5IU/kgBB (Atangwho, 2011) Pada Kelompok IV terlihat Sel Acinar nekrosis dan Sel Islet terlihat degenerasi. sehingga dapat kesimpulan bahwa polifenol dapat melindungi sel beta pankreas

20 20 dari kerusakan radikal bebas, dan pemberian insulin (Humulin) 5IU/kgBB tidak berdampak perbaikan terhadap sel pankreas. 2.4 Hewan Percobaan Tikus Putih (Rattus Norvegicus) jantan sebagai hewan coba Perkembangan dunia kedokteran dan pengobatan tidak jarang melibatkan penggunaan hewan coba dalam penelitiannya. Salah satu hewan coba yang menjadi pilihan adalah tikus. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim ditempat oesephagus bermuara karena ke dalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Namun demikian, tidak semua jenis tikus yang kita kenal digunakan untuk penelititan. Tikus got yang bertubuh besar, kadang bisa membuat kucing ketakutan bukanlah hewan yang digunakan sebagai tikus penelitian (Wikipedia, 2011). Pada penelitian ini menggunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus betina,. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibanding tikus betina (Ngatijan, 2006). Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan.

21 21 Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit. (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Gambar 2.4 Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba (Wikipedia, 2011) Klasifikasi tikus putih dalam sistematika hewan percobaan adalah sebagai berikut: Filum Subfilum Classis Subclassis Ordo Familia Genus Species : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Placentalia : Rodentia : Muridae : Rattus : Rattus norvegicus

22 Kriteria Tikus Diabetes Kadar glukosa darah normal tikus sehat adalah antara 50 mg/dl sampai 135 mg/dl. Seperti mamalia lainnya, kadar glukosa ini tergantung pada tipe makanan yang dikonsumsi dan waktu makan terakhir. Kadar glukosa pada tikus dapat dikatakan diabetes jika kadar glukosanya diatas 135 mg/dl (Animal article, 2011). Menurut jurnal sebelumnya kadar plasma insulin pada tikus yang normal adalah 5-10 IU/ml (Handayani et al.,2009) Mekanisme Streptozotocin Dan Nicotinamide Dalam Menginduksi Diabetes Melitus Induksi percobaan diabetes menggunakan streptozotocin sangat mudah untuk dilakukan. Penyuntikan streptozotocin menyebabkan degradasi dari pulau Langerhans sel beta pankreas (Abeelah et al., 2009). Streptozotocin secara selektif terakumulasi di dalam sel beta pankreas melalui transporter glukosa GLUT2 yang infinitasnya rendah, yang ada di dalam membran darah (Lenzen, 2008). Mekanisme streptozotocin adalah terjadinya pemindahan gugus methyl dari streptozotocin menuju molekul DNA, sehingga menyebabkan rantai DNA pada sel beta pankreas terputus. Dalam upaya untuk memperbaiki DNA, poli (ADP-ribose) polumerase distimulasi secara berlebihan sehingga menurunkan kadar NAD+ dan ATP. Dengan menipisnya energi yang disimpan pada sel menyebabkan kematian pada sel beta, sehingga menghambat sintesis proinsulin dan menginduksi terjadinya keadaan hiperglikemia. Streptozotocin menghambat sekresi insulin dan menyebabkan insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) (Lenzen, 2008). Di pihak lain, sel alfa dan gamma tidak dipengaruhi secara signifikan oleh pemberian streptozotocin sehingga tidak membawa dampak pada

23 23 perubahan glucagon dan sitostomatin (Jackerott et al.,2006; Tormo et al.,2006). Nicotinamid adalah bentuk amid dari vitamin B3 (niacin) yang fungsinya memberikan perlindungan terhadap sel beta pankreas akibat kerusakan oleh streptozotocin, mekanisme nicotinamid adalah menghambat aktivitas dari PARP- 1, nicotinamid melindungi penipisan terhadap NAD dan ATP pada sel beta pankreas yang terpapar streptozotocin, sehingga kerusakan sel beta pankreas dapat dikurangi (Szkudelski, 2001). Gambar Mekanisme Kerja Steptozotocin dan Nicotinamid Dalam Menginduksi Diabetes Melitus (Szkudelski, 2001). Sebelum diinduksi streptozotocin, tikus dipuasakan supaya lebih rentan terhadap streptozotocin sehingga kerja di sel target lebih optimal. Secara klinis, gejala diabetes pada tikus akan terlihat jelas dalam 2-4 hari setelah penyuntikan nicotinamid dan streptozotocin secara interaperitoneal (Abeelah et al., 2009)..

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup. Semua manusia tentu lebih senang jika usia kronologisnya terlihat

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup. Semua manusia tentu lebih senang jika usia kronologisnya terlihat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan rangkaian proses alami yang akan terjadi semua makhluk hidup. Semua manusia tentu lebih senang jika usia kronologisnya terlihat tidak sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging Medicine (AAM) atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN SIMPLISIA DAUN SIMPUR

2016 PENGARUH PEMBERIAN SIMPLISIA DAUN SIMPUR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi menyebabkan dampak perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi khususnya di kota-kota besar di Indonesia yang berakibat pada meningkatnya berbagai macam penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta

BAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang, sehingga banyak menimbulkan perubahan baik dari pola hidup maupun pola makan. Pola hidup seperti kurang berolahraga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sindroma yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM, secara klinik dikarakterisasi oleh gejala intoleransi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perkembangan teknologi sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat, salah satu dampak negatifnya ialah munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti Diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala penyakit degeneratif kronis yang disebabkan karena kelainan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan hormon Insulin baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau lebih dikenal dengan sebutan kencing manis merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karateristik hiperglikemia. DM terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang disebabkan karena terjadinya gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab terjadinya peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. 73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah / hiperglikemia. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai (Adeghate, et al., 2006). Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, penyebab kematian akibat diabetes mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Di daerah pedesaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus meluas pada suatu kumpulan aspek gejala yang timbul pada seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes adalah penyakit tertua didunia. Diabetes berhubungan dengan metabolisme kadar glukosa dalam darah. Secara medis, pengertian diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada Bab 1 ini akan dipaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis, dan manfaat penelitian yang dilakuakan. 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM), merupakan penyakit yang dikenal di masyarakat awam dengan sebutan kencing manis. Sebutan tersebut bermula dari penderita DM yang kadar glukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Ebadi, 2007). Diabetes mellitus juga dikenal sebagai penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit metabolik kronik yang dapat berdampak gangguan fungsi organ lain seperti mata, ginjal, saraf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif, ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) terus

BAB I PENDAHULUAN. progresif, ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (kencing manis) merupakan penyakit menahun dan progresif, ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) terus menahun karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat disebabkan karena faktor genetik, kekurangan produksi insulin oleh sel beta pankreas, maupun karena ketidakefektifan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus

BAB I PENDAHULUAN. Klasifikasi diabetes mellitus menurut ADA (2005) antara lain diabetes mellitus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu kelainan metabolisme pada tubuh yang dicirikan dengan kadar gula yang tinggi atau hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat. Penyakit tersebut terkadang sulit disembuhkan dan mempunyai angka kematian

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Keji Beling... 5

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin majunya zaman, mulai timbul berbagai macam penyakit tidak menular, yang berarti sifatnya kronis, dan tidak menular dari orang ke orang. Empat jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring dengan bertambahnya jumlah populasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif, yang memerlukan waktu dan biaya terapi yang tidak sedikit. Penyakit ini dapat membuat kondisi tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process adalah suatu proses bertambah tua atau adanya tanda-tanda penuaan setelah mencapai usia dewasa. Secara alamiah seluruh komponen tubuh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Militus Salah satu penyakit yang timbul akibat gangguan metabolisme glukosa darah adalah diabetes melitus (DM) yang merupakan suatu kondisi ketika kadar glukosa (gula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai kadar glukosa darah yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. WHO

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Formulasi Cookies

4. PEMBAHASAN 4.1. Formulasi Cookies 4. PEMBAHASAN 4.1. Formulasi Cookies Pada penelitian ini daun yakon dipilih karena memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar glukosa darah yang telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Salah satu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes atau peningkatan kadar glukosa dalam darah merupakan penyakit seumur hidup dan kian hari makin populer dengan tingkat kematian yang tinggi. Diabetes mellitus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

Berdasarkan data yang diterbitkan dalam jurnal Diabetes Care oleh

Berdasarkan data yang diterbitkan dalam jurnal Diabetes Care oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan sel tubuh yang memiliki reseptor insulin untuk mengoksidasi

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan sel tubuh yang memiliki reseptor insulin untuk mengoksidasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian DM (Diabetes mellitus) merupakan kelainan metabolik terjadi ketidakmampuan sel tubuh yang memiliki reseptor insulin untuk mengoksidasi karbohidrat akibat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada hewan uji tikus putih yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu 4 (LPPT 4) Universitas Gadjah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN Diabetes mellitus merupakan sindrom kompleks dengan ciri ciri hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, terkait dengan defisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuh-tumbuhan mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke alam (back to nature),

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah kesehatan yang sangat penting. Secara global, WHO memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak penyakit yang muncul. Salah satu penyakit yang muncul akibat

I. PENDAHULUAN. banyak penyakit yang muncul. Salah satu penyakit yang muncul akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengkonsumsi makanan yang kurang sehat seperti makanan cepat saji, dan terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Nama dari diabetes melitus diperoleh dari bahasa latin yang berasal dari kata Yunani, diabere yang berarti siphon atau tabung yang mengalirkan cairan dari suatu

Lebih terperinci

ditandai oleh poliuria, polidipsia, penurunan berat badan walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu makan), hiperglikemia, glikosuria, ketosis,

ditandai oleh poliuria, polidipsia, penurunan berat badan walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu makan), hiperglikemia, glikosuria, ketosis, BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini terjadi pergeseran pola makan di masyarakat. Kecenderungan untuk beralih dari makanan tradisional Indonesia dan mengkonsumsi makanan cepat saji dan berlemak tampak menggejala.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok berbahaya bagi kesehatan, menyebabkan banyak penyakit dan mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang sudah dikenal sejak berabadabad sebelum Masehi (SM). ± 30 th SM ditemukan oleh Celsus, tapi baru 200 tahun kemudian oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hiperglikemia merupakan kondisi terlalu tingginya kadar gula darah pada tubuh, hal ini ditandai dengan kadar gula darah puasa yaitu 126 mg/dl dan menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Asal kata katarak dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata yang biasanya bening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabetes melitus (DM) tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan

BAB I PENDAHULUAN. diabetes melitus (DM) tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) atau yang biasa disebut kencing manis adalah suatu group penyakit metabolik yang dikarakteristikan dengan adanya kondisi hiperglikemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

mengalami obesitas atau kegemukan akibat gaya hidup yang dijalani (Marilyn Johnson, 1998) Berdasarkan data yang dilaporkan oleh WHO, Indonesia

mengalami obesitas atau kegemukan akibat gaya hidup yang dijalani (Marilyn Johnson, 1998) Berdasarkan data yang dilaporkan oleh WHO, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN Tanaman obat yang menjadi warisan budaya dimanfaatkan sebagai obat bahan alam oleh manusia saat ini untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis yang umumnya diderita seumur hidup (PERKENI, 2006). Di Amerika Serikat, kurang lebih 15 juta orang menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) menunjukkan bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang terdiagnosis dokter mencapai 1,5%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes melitus atau DM merupakan penyakit metabolisme karbohidrat yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah beberapa tahun

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif, yaitu penyakit yang mengakibatkan fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh secara progresif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus adalah penyakit yang terjadi apabila tubuh tidak dapat menggunakan energi dari glukosa yang ada, disebabkan karena tidak cukup memproduksi

Lebih terperinci

UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO. Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih

UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO. Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih UJI ANTIDIABETES SECARA IN VIVO Dwi Handayani Ni Luh Sukeningsih PENGERTIAN DIABETES Diabetes melitus keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat gannguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi dua bagian yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Perkembangan penyakit menular dari waktu ke waktu cenderung lebih

Lebih terperinci