Sandy Ayu Puri Agung, Ibrohim, Hawa Tuarita Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sandy Ayu Puri Agung, Ibrohim, Hawa Tuarita Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang"

Transkripsi

1 KAJIAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS SERANGGA PREDATOR YANG BERPOTENSI SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI DI PERKEBUNAN KOPI DESA BANGELAN KECAMATAN WONOSARI, KABUPATEN MALANG Sandy Ayu Puri Agung, Ibrohim, Hawa Tuarita Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang ABSTRAK Penelitian tentang kajian struktur dan komposisi komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di perkebunan kopi Desa Bangelan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Pengambilan data dilakukan dengan metode penangkapan langsung pada waktu siang hari dan jebakan light trap pada waktu malam hari dan dianalisis dengan teknik deskriptif. Hasil penelitian (1) ditemukan 17 spesies serangga predator di perkebunan kopi Desa Bangelan (2) struktur komunitas serangga predator di lahan perkebunan kopi pada waktu siang hari memiliki Indeks Nilai Penting yang tertinggi yaitu Curinus coeruleus dengan nilai sebesar 56,92 %, sedangkan pada waktu malam hari Indeks Nilai Penting yang tertinggi yaitu Deraeocoris flavilinea dengan nilai sebesar 35,78 % (3) komposisi komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi memiliki nilai keanekaragaman sedang, nilai kemerataan tidak merata dan nilai kekayaan sedang (4) serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi terdiri dari 11 spesies. Kata Kunci: Struktur, Komposisi, Serangga Predator ABSTRACT The researchs about predator insects s structure and composition studies that potentially become biological control agents in coffea plantation in Desa Bangelan, Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. The data collection had been done using direct collection method at daylight while at night using light trap method, and than the data analysed descriptively. The results of this research are (1) 17 specieses of predator insects had been found in coffea plantation Desa Bangelan (2) the predator insects community structure in coffea plantation area at the daylight had the highest important value index, that is Curinus coeruleus species as high as 56,92 %, while at night the highest important value index, that is Deraeocoris flavilinea species as high as 35,78 % (3) the predator insects community composition that potentially become the biological control agents in coffea plantation had medium diversity index, uneven evenness index and medium richness index (4) predator insects that potentially become biological control agents in coffea plantation as high as 11 specieses. Keywords: Structure, Composition, Predator insects 1

2 Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah kopi setelah umur 4-5 tahun. Desa Bangelan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Provinsi Jawa Timur, beberapa kendala di perkebunan kopi yaitu berupa serangan hama. Beberapa jenis hama yang menyerang tanaman kopi yaitu hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei), penggerek batang (Zeuzera sp.), penggerek cabang (Xylosandrus spp.), kutu hijau (Cocus viridis), dan kutu putih (Ferrisia virgata). Perkebunan kopi di Desa Bangelan menggunakan sistem konvensional dengan menggunakan pestisida untuk mengurangi jumlah hama. Dampak berbahaya menggunakan pestisida yaitu perubahan kondisi dari predator dilihat dari berkurangnya kelimpahan dan jumlah jenis predator yang ada di perkebunan kopi. Menurut Untung (1993) bahwa penggunan insektisida kimia organik sintetis secara kontinyu akan menyebabkan ketahanan hama terhadap insektisida (resistensi), meningkatkan populasi hama yang semulanya tidak berbahaya bagi tanaman menjadi hama yang sangat berbahaya bagi musuh alaminya (resurgensi), munculnya hama sekunder, pencemaran lingkungan, keracunan bagi makhluk hidup yang lain. Salah satu untuk mengantisipasi dampak negatif dari penggunaan insektisida yakni dengan pengendalian secara hayati. Pengendalian secara hayati yakni mengendalikan hama dengan memanfaatkan musuh alami seperti predator, parasitoid maupun patogen. Menurut Pedigo (1999) taktik pengelolaan hama melibatkan musuh alami untuk mendapatkan penurunan status hama disebut dengan pengendalian hayati. Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami atau secara biologis adalah kerja dari faktor biotis terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan di ekosistem tersebut. Di antara musuh alami yang berperan penting dalam menekan populasi hama adalah predator dari filum arthropoda. Arthropoda predator merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan sampai saat ini merupakan kajian yang banyak dilakukan, karena fungsinya dapat digunakan sebagai organisme pengendali alami. Banyak penelitian yang mengkaji tentang jenis arthropoda predator yang digunakan sebagai pengendali hayati, contohnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dkk (2006) yang menyatakan bahwa musuh alami yang ditemukan pada lahan kopi adalah Hymenoptera (Eulophidae, Bombidae, Formicidae), Coleoptera (Staphylinidae), Araneidae dan Tetrastichus xylebororum. Penelitian tentang serangga predator di perkebunan kopi perlu dilakukan, diharapkan dari penelitian ini para penyuluh dapat mengendalikan hama secara hayati dan dapat mengurangi penggunaan pestisida agar kondisi lingkungan tidak tercemar oleh bahan kimia. Variabel-variabel yang diperlukan untuk mengkaji struktur dan komposisi komunitas yaitu terdiri dari kelimpahan relatif, frekuensi relatif, Indeks Nilai Penting, keanekaragaman (H ), kemerataan (E) dan kekayaan (R). 2

3 METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di perkebunan kopi Desa Bangelan Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang pada bulan Maret Pengambilan data dilakukan dengan penempatan titik yang diletakkan di lahan kopi dengan jarak antar plot 10 meter. Luas area perkebunan kopi yang digunakan dalam pengambilan sampel berukuran 174 x 52 meter, sehingga jumlah plot yang didapatkan 12 plot dengan ukuran masing-masing plot 10x10. Pengambilan sampel menggunakan dua metode yaitu penangkapan secara langsung dan light trap, untuk metode penangkapan langsung dilakukan pada pagi hingga siang hari mulai pukul WIB hingga pukul WIB (Tobing et al, 2007) serangga yang tertangkap dimasukkan ke dalam botol spesimen. Metode jebakan light trap dipasang pukul WIB, serangga yang terjebak di kain putih akan dibersihkan menggunakan vacum cleaner, pengambilan sampel dilakukan hanya satu kali dan jebakan diambil pukul WIB (Susilawati, 2010). Pengukuran faktor abiotik dilakukan di 5 titik sampling pada tanaman kopi. Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dan kelembaban udara menggunakan termohigrometer, kecepatan angin menggunakan anemometer dan intensitas cahaya menggunakan lux meter. Analisis Data menggunakan rumus ; 1. Keanekaragaman H = - Σ Pi ln Pi, dimana Pi = ni/n 2. Kemerataan E = 3. Kekayaan R = 4. Kelimpahan Relatif x 100% 5. Frekuensi Relatif 6. Indeks Nilai Penting INP = KR + FR 3

4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 17 spesies serangga predator yang berhasil ditangkap, dan didapatkan 11 spesies serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati yang terdiri dari Dindymus rubiginosus, Curinus coeruleus, Oenopia cinctella, Cantharis bicolor, Chilocorus circumdatus, Coelophora inaequalis, Ragonycha sp., Tenodera sinensis, Micraspis frenata, Illeis koebelei, Deraeocoris flavilinea. Berdasarkan hasil analisis data Indeks Nilai Penting dari serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu siang hari di lahan perkebunan kopi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Indeks Nilai Penting Serangga Predator yang Berpotensi Sebagai Agen Pengendali Hayati pada Waktu Siang Hari di Lahan Perkebunan Kopi Nama Taksa INP (%) Cantharis bicolor 22,05 Curinus coeruleus 56,92 Coelophora inaequalis 30,25 Chilocorus circumdatus 30,25 Dindymus rubiginosus 38,46 Oenopia cinctella 22,05 Jumlah 200 Berdasarkan Tabel 1. serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu siang hari yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi yaitu Curnus coeruleus dengan nilai sebesar 56,92 %. Hasil analisis data Indeks Nilai Penting dari serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu malam hari dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks Nilai Penting Serangga Predator yang Berpotensi Sebagai Agen Pengendali Hayati pada Waktu Malam Hari di Lahan Perkebunan Kopi Nama Taksa INP (%) Curinus coeruleus 25,78 Cephalonomia sp 34,47 Deraecoris flavilinea 35,78 Illeis koebelei 23,15 Micraspis frenata 23,15 Rhagonycha sp 34,47 Tenodera sinensis 23,15 Jumlah 200 Berdasarkan Tabel 2. serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu malam hari yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi yaitu Deraeocoris flavilinea dengan nilai sebesar 35,78 %. Hasil analisis data nilai keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati dapat dilihat pada Tabel 3. 4

5 Tabel 3. Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan Kekayaan Serangga Predator yang Berpotensi Sebagai Agen Pengendali Hayati di Lahan Perkebunan Kopi Indeks Lahan Kopi Nilai Kriteria H 2,120 Sedang E 0,884 Tidak Merata R 3,106 Sedang Berdasarkan Tabel 3. nilai keanekaragaman (H ) komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi diperoleh nilai sebesar 2,120. Nilai keanekaragaman dapat dikategorikan dalam skala sedang, karena masuk pada kriteria 1 H 3 kategori sedang. Nilai kemerataan (E) komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi didapatkan nilai sebesar 0,884. Nilai kemerataan dapat dikategorikan dalam skala tidak merata, karena masuk pada kriteria E < 1. Nilai kekayaan (R) komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi diperoleh nilai sebesar 3,106. Nilai kekayaan dapat dikategorikan dalam skala sedang, karena masuk pada kriteria R = 2,5 4,0. B. PEMBAHASAN Serangga predator yang didapatkan di lahan perkebunan kopi berjumlah 17 spesies dengan 11 spesies serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati terdiri dari 4 ordo yakni Ordo Coleoptera, Hymenoptera, Hemiptera dan Mantodea. Menurut Jumar (2000) hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator. Keberadaan serangga predator di lahan perkebunan kopi sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sumber pakan, suhu, kelembaban. Faktor lingkungan berperan sangat penting mempengaruhi jenis dari serangga predator yang ada di perkebunan kopi. Perbedaan pengambilan serangga predator pada waktu siang dan malam hari akan mempengaruhi jenis serangga predator yang di dapat, karena beberapa kegiatan serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya (Jumar, 2000). Indeks Nilai Penting menggambarkan besarnya penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies terhadap komunitasnya. Serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi pada waktu siang hari yakni Curinus coeruleus dengan nilai INP sebesar 56,92%. Tingginya nilai INP yang dimiliki oleh Curinus coeruleus dimungkinkan karena C.coeruleus salah satu spesies serangga predator yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik di lingkungan, serta memiliki kecepatan perkembangbiakan yang cukup tinggi. Keberadaan dari Curinus coeruleus di lahan perkebunan kopi juga disebabkan karena ketersediaan makanan yang cukup, serta kondisi yang cocok. Menurut Hindayana, dkk (2002) mengatakan bahwa kumbang kubah atau Curinus coeruleus sangat mudah dijumpai pada tempat di mana kutu-kutu daun berkumpul pada pohon kopi. Kondisi faktor abiotik atau unsur iklim akan mempengaruhi keberadaan serangga predator di alam khususnya di lahan perkebunan kopi. Jumar (2000) menyatakan bahwa kisaran suhu udara efektif untuk serangga dalam perkembangan 5

6 hidup yaitu antara 15 0 C-40 0 C, dengan kisaran suhu optimum berkembang biak yaitu suhu 25 0 C. Hasil pengukuran suhu udara pada waktu siang hari di lahan perkebunan kopi yakni berkisar 22 0 C-26 0 C. Serangga juga membutuhkan kadar air dalam udara atau kelembaban tertentu untuk beraktivitas. Hasil yang didapat pada pengukuran kelembaban udara di lahan perkebunan kopi berkisar antara 62-66%, kondisi ini dapat dikatakan ideal karena kelembaban lingkungan berhubungan dengan banyaknya kandungan air di udara. Faktor abiotik lainnya yang berpengaruh terhadap persebaran serangga yakni kecepatan angin. Angin berpengaruh terhadap perkembangan dari serangga predator, terutama dalam proses penyebaran. Rerata kecepatan angin di lahan perkebunan kopi 0,34 m/s. Cahaya matahari dibutuhkan secara tidak langsung oleh hewan, akan tetapi sinar matahari dapat dimanfaatkan sebagai suatu penanda akan aktivitas tertentu. Rerata intensitas cahaya yang diukur berkisar (x100) lux. Pada waktu malam hari serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi yakni Deraeocoris flavilinea dengan nilai sebesar 35,78%. Indeks Nilai Penting tinggi pada Deraeocoris flavilinea menujukkan bahwa spesies ini lebih dominan dibandingkan dengan spesies yang lain dan Deraeocoris flavilinea mampu beradaptasi dengan baik pada waktu malam hari. Menurut Aditama (2013) mengatakan bahwa serangga nokturnal akan memiliki jumlah INP tinggi di suatu habitat ketika habitat tersebut mampu menyediakan makanan dan baik untuk reproduksi. Aktivitas keberadaan serangga predator di alam dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Serangga beraktivitas pada kondisi lingkungan yang optimal, sedangkan kondisi yang kurang optimal di alam menyebabkan aktivitas seragga predator menjadi rendah. Menurut Aditama (2013) menjelaskan karakteristik biologis dari serangga dipengaruhi terutama oleh suhu dan kelembaban relatif. Suhu rata-rata yang diukur di lahan perkebunan kopi berkisar antara C. Aditama (2013) menjelaskan bahwa serangga memiliki kisaran suhu udara tertentu dalam kelangsungan hidup. Suhu optimum untuk serangga berkembang biak yakni 25 0 C. Kelembaban ratarata yang diukur di lahan perkebunan kopi yakni 68,9%, sedangkan untuk kecepatan angin rata-rata yang didapat yakni 0,29 m/s. Hasil indeks keanekaragaman komunitas serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati di lahan perkebunan kopi sebesar 2,120. Indeks keanekaragaman di lahan perkebunan kopi dikategorikan dalam keanekaragaman sedang. Menurut Odum (1998) menjelaskan bahwa keanekaragaman jenis cenderung akan rendah pada ekosistem yang secara fisik terkendali dan memiliki faktor pembatas yang kuat dan akan meningkat pada ekosistem yang diatur secara alami. Keanekaragaman serangga predator di lahan perkebunan kopi sangat dipengaruhi dengan kondisi di lahan tersebut. Kondisi lahan perkebunan kopi yang menggunakan insektisida akan mempengaruhi keanekaragaman dari serangga predator yang menyebabkan menurunnya kelimpahan spesies dan persebarannya. Menurut Tulung et al (2000) cara pengelolaan misalnya dengan penggunaan pestisida turut berpengaruh dalam menurunkan keanekaragaman spesies. Indeks kemerataan (Evennes) merupakan nilai jumlah individu dalam anggota populasi yang menyusun suatu komunitas. Nilai indeks kemerataan yang diperoleh di lahan perkebunan kopi sebesar 0,884 dimana dapat dikategorikan tidak merata dengan 6

7 kisaran nilai E < 1. Kemerataan merupakan salah satu komponen diversitas yang menyatakan jumlah jenis dengan jumlah individu, dalam hal perataannya. Nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan menunjukkan kesempatan yang dimiliki oeh masingmasing individu di dalam komunitas tersebut untuk dapat menjalakan fungsi ekologisnya (Sanjaya, 2012). Besarnya indeks kekayaan (Richnes) sangat dipengaruhi oleh jumlah jenis serangga predator yang ditemukan di lahan perkebunan kopi. Nilai indeks kekayaan yang diperoleh sebesar 3,106 dapat dikategorikan kekayaan sedang dengan kisaran R = 2,5-4,0. Tinggi rendahnya nilai indeks kekayaan serangga predator yang ditemukan di lahan perkebunan kopi disebabkan karena ketersediaan makanan dan kebiasaan dari serangga predator. Selain itu keadaan iklim juga mempengaruhi dari kekayaan jenis serangga. Tambunan (2013) mengatakan bahwa keadaan iklim yang stabil menyebabkan kekayaan jenis serangga menjadi tinggi. Serangga predator yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati dapat dilihat dari kemampuan serangga predator memangsa hama di perkebunan kopi Curinus coeruleus memangsa hama pada tanaman penaung kopi yaitu Heteropsylla sp. Untung (2010) juga menyatakan bahwa introduksi Curinus coeruleus pada tahun 1986 dari Hawaii untuk pengendalian hama kutu loncat lamtoro Heteropsylla sp. Deraeocoris flavilinea dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati karena kemampuannya dalam memangsa kutu hijau di tanaman kopi. Serangga predator lainnya yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati di perkebunan kopi yaitu Dindymus rubiginosus. Untung (2010) mengatakan bahwa predator Dindymus rubiginosus dapat digunakan sebagai musuh alami untuk hama bubuk buah kopi (Hypothenemus hampei). Selain itu serangga predator lainnya mampu memangsa kutu hijau maupu kutu putih di perkebunan kopi yaitu Oenopia cinctella, Cantharis bicolor, Chilocorus circumdatus, Coelophora inaequalis, Ragonycha sp, Tenodera sinensis, Micraspis frenata dan Illeis koebelei. KESIMPULAN Serangga predator yang ditemukan di lahan perkebunan kopi terdiri dari 4 Ordo, 9 Familia dan 17 spesies. Indeks Nilai Penting tertinggi serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati pada waktu siang hari yakni Curinus coeruleus dan Indeks Nilai Penting tertinggi serangga predator pada waktu malam hari yakni Deraeocoris flavilinea. Keanekaragaman serangga predator di lahan perkebunan kopi dikategorikan sedang, kemerataan yang dihasilkan yakni tidak merata dan kekayaan serangga predator di lahan perkebunan kopi yakni sedang. Serangga predator yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati yakni terdiri dari 11 spesies antara lain Dindymus rubiginosus, Deraeocoris flavilinea, Curinus coeruleus, Oenopia cinctella, Cantharis bicolor, Chilocorus circumdatus, Coelophora inaequalis, Ragonycha sp, Tenodera sinensis, Micraspis frenata dan Illeis koebelei. SARAN Berdasarkan simpulan di atas maka saran yang diajukan dapat dilakukan penelitian mengenai daya predasi dari masing-masing serangga predator yang ada di perkebunan kopi sebagai pengendali hama dan menjaga kelestarian dari serangga 7

8 predator yang ada di perkebunan kopi maka penggunaan pestisida sintetik dapat diminimalkan, agar keberadaan dari serangga predator tidak menurun. DAFTAR RUJUKAN Aditama, Candra. R., dan K. Nia Struktur Komunitas Serangga Nokturnal Area Pertanian Padi Organik Pada Musim Penghujan di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika, (Online), 1(4), ( diakses 28 Mei Hindayana, D., Judawi, D., Priharyanto, D., Luther, G.C., Purnayara, G.N.R., Mangan, J., Untung, K., Sianturi, M., Mundy, R. Dan Riyanto Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat, Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. Jumar Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. Odum, E.P Dasar dasar Ekologi, Edisi Ketiga. Terjemahan oleh Thajono, S. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pedigo, L.P., Entomology and Pest Management. Lowa University. Prentice Hall, Upper Sadlle River, NJ Third Edition. Rahayu, Subekti., Setiawan, Anang., Endang, A., Husaeni, dan Suyanto, S Pengendalian Hama Xylosandrus compactus Pada Agroforestri Kopi Multisrata Secara Hayati: Studi kasus dari Kecamatan Suberjaya, Lampung Barat. Jurnal Agrivita. 28 (3). Sanjaya, Y., Dibiyantoro, L. H., Keragaman Serangga pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) yang Diberi Pestisida Sintetis Versus Biopestisida Racun Laba-Laba (Nephila sp.).jurnal HPT Tropika, (Online), 12 (2): , ( diakses 2 Mei Susilawati Diversitas Serangga Pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Kawasan Bukit Mandiangin Tahura Sultan Adam Kalimantan Selatan. Tesis. Tidak diterbitkan. Kalimantan: Universitas Lambung Mangkurat. Tambunan, Maria., M., Uly, Mena., Hasanuddin Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Tembakau (Nicotina tabaccum L.) di Kebun Helvetia PT.Perkebunan Nusantara II. Jurnal Agroekoteknologi (Online), 2 (1): ( diakses 1 Mei Tulung, M., A., Rauf & S. Sasromarsono Keanekaragaman Speses Laba-laba di Ekosistem Pertanaman Padi. Hlm Cipayung 8

9 Tobing M.C., Nasution D.B Biologi Predator Cheilomenes sexmaculata (Fabr.) (Coleoptera:Coccinellidae) pada Kutu Daun Macrosiphoniela sanborni Gilette (Homoptera: Aphididae). Agritop. 28 (3): Untung, K Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Fakultas Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada University Press. Untung, Kasumbogo Diktat Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Fakultas Pertanian Yogyakarta. Dokumen (Online), hal.200 ( diakses 15 Juni

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi

I. PENDAHULUAN. Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi (Coffea spp.) merupakan salah satu komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia di pasaran dunia. Kopi robusta (Coffea robusta) adalah jenis kopi yang banyak tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR Oleh/by SUSILAWATI Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010). PENDAHULUAN Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data menunjukkan, Indonesia mengekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan apabila tidak dipangkas tanaman ini dapat mencapai tinggi 12 m. Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunga anggrek adalah salah satu jenis tanaman hias yang mampu memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun, terus menghasilkan ragam varietas anggrek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan dan tersebar di benua-benua Afrika, Australia, dan Asia

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan dan tersebar di benua-benua Afrika, Australia, dan Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman teh (Camellia sinensis L.) telah lama diusahakan orang sebagai tanaman perkebunan dan tersebar di benua-benua Afrika, Australia, dan Asia termasuk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL 26 Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama Seminar Nasional Biodiversitas 23 April 26 Grand Inna Muara Hotel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Indeks keanekaragaman/ Indeks Diversitas Insdeks keanekaragaman dapat dipegunakan dalam menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis terdiri dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017 ANALISIS KERAGAMAN JENIS SERANGGA PREDATOR PADA TANAMAN PADI DI AREAL PERSAWAHAN KELURAHAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR ANALYSIS OF BIODIVERSITYOF PREDATOR INSECT IN PADDY FIELD AT TAMALANREA OF MAKASSAR CITY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah potensial untuk pengembangan komoditas kakao karena sumber daya alam dan kondisi sosial budaya yang mendukung serta luas areal kakao yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan bagian penting dalam sektor pertanian, karena kebutuhan apel di Indonesia memiliki permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel,

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang mendominasi kehidupan di bumi jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel, 2005). Secara antroposentris serangga

Lebih terperinci

MENGENAL PENGGEREK CABANG HITAM (Xylosandrus compactus)

MENGENAL PENGGEREK CABANG HITAM (Xylosandrus compactus) MENGENAL PENGGEREK CABANG HITAM (Xylosandrus compactus) Oleh Nuryanti, SP. 1 dan Embriani, SP. 2 BBPPTP Surabaya 1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha mempertahankan hasil pertanian di sawah khususnya. Dengan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS SERANGGA PADA PERTANIAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI DESA SUMBER NGEPOH KABUPATEN MALANG

STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS SERANGGA PADA PERTANIAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI DESA SUMBER NGEPOH KABUPATEN MALANG STRUKTUR DAN KOMPOSISI KOMUNITAS SERANGGA PADA PERTANIAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI DESA SUMBER NGEPOH KABUPATEN MALANG Amelia Tridiptasari, Agus Dharmawan, Suhadi Jurusan Biologi Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data tiga tahun terakhir pada Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia menunjukkan bahwa terjadi penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur

Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur Serangan Kutu Hijau Coccus viridis pada Kopi di Jawa Timur Oleh : Dina Ernawati, SP. dan Effendi Wibowo, SP. Gambar 1. Minuman kopi Sumber : www.manfaatkopi.com Siapa yang tidak kenal dengan kopi? Hampir

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA DAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL

KEANEKARAGAMAN SERANGGA DAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL Jurnal HPT Volume 2 Nomor 2 April 2014 ISSN : 2338-4336 KEANEKARAGAMAN SERANGGA DAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL R. Ardian Iman Pradhana, Gatot Mudjiono, Sri Karindah Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semut (Hymenoptera: Formicidae) memiliki jumlah jenis dan populasi yang berlimpah, terdiri dari 16 sub famili, 296 genus dan 15.000 spesies yang telah teridentifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ABSTRACT. PENDAHULUAN Apel merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi secara ekonomi dan. Jurnal Biotropika Vol. 1 No.

ABSTRACT. PENDAHULUAN Apel merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi secara ekonomi dan. Jurnal Biotropika Vol. 1 No. Efek Blok Refugia (Ageratum conyzoides, Ageratum houstonianum, Commelina diffusa) Terhadap Pola Kunjungan Arthropoda di Perkebunan Apel Desa Poncokusumo, Malang Fevilia Suksma Wardani, Amin Setyo Leksono,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. hayati memiliki potensi menjadi sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati di suatu negara memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Keanekaragaman hayati merupakan sumber penghidupan dan kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 49 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

KERAGAMAN SERANGGA PADA TANAMAN CABAI (CAPSICUM ANNUUM) YANG DIBERI PESTISIDA SINTETIS VERSUS BIOPESTISIDA RACUN LABA-LABA (NEPHILA SP.

KERAGAMAN SERANGGA PADA TANAMAN CABAI (CAPSICUM ANNUUM) YANG DIBERI PESTISIDA SINTETIS VERSUS BIOPESTISIDA RACUN LABA-LABA (NEPHILA SP. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 192 J. HPT Tropika Vol. 12, No. 2, 2012: 192 199 Vol. 12, No. 2: 192 199, September 2012 KERAGAMAN SERANGGA PADA TANAMAN CABAI (CAPSICUM ANNUUM) YANG DIBERI PESTISIDA SINTETIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an adalah kitab suci umat Islam yang membahas segala macam

BAB I PENDAHULUAN. Al-Qur an adalah kitab suci umat Islam yang membahas segala macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Al-Qur an adalah kitab suci umat Islam yang membahas segala macam masalah yang ada di dunia dan isinya, serta terdapat berbagai petunjuk ilmu pengetahuan modern di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Nopember 2010 di PPKA Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Lokasi pengambilan data kupu-kupu di PPKA Bodogol, meliputi

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH viii ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman serangga (insecta) dan tumbuhan yang digunakan sebagai habitat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODOLOGI PENELITAN 50 BAB III METODOLOGI PENELITAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian,

Lebih terperinci

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang Korespondensi: 2)

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang Korespondensi: 2) Ketertarikan Arthropoda Terhadap Blok Refugia (Ageratum Conyzoides l., Capsicum Frutescens l., dan Tagetes Erecta l.) Dengan Aplikasi Pupuk Organik Cair dan Biopestisida di Perkebunan Apel Desa Poncokusumo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggerek batang padi adalah salah satu hama utama pada tanaman padi. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI

IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI 15-133 IDENTIFIKASI MAKROFAUNA TANAH DI ZONA PASIF TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KLOTOK KOTA KEDIRI Identification of Land Macrofauna Place in the Final Disposal Zone Passive Klotok City Kediri Budhi Utami,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS Jurnal HPT Volume 3 Nomor 2 April 2015 ISSN: 2338-4336 KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS Awitya Anggara Prabawadi, Ludji Pantja Astuti, Rina Rachmawati Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitan ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengandesain tujuan utama untuk membuat

Lebih terperinci

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat Oleh : Ika Ratmawati, SP POPT Perkebunan Pendahuluan Kabupaten Probolinggo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) OVERVIEW : PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fak. Pertanian Univ. Brawijaya Apakah PHT itu itu?? Hakekat PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kopi merupakan salah satu komiditi ekspor yang mempunyai arti yang cukup penting. Selain sebagai komoditi ekspor, kopi juga merupakan komoditi yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

Inventarisasi Serangga Pada Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb)

Inventarisasi Serangga Pada Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb) Ria Rosdiana Hutagaol Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : riarose.h@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian 5 salinitas, ph, kandungan bahan-bahan, suhu dll.), dan atmosfer (atmosphere, udara: iklim, cuaca, angin, suhu, dll.) (Tarumingkeng 1991). Tarumingkeng (1991) menambahkan bahwa lingkungan biotik merupakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan 90 BAB V PEMBAHASAN A. Persebaran Serangga Pada Lahan Padi Jenis - jenis serangga yang ditemukan pada setiap wilayah sampling telah diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

Lebih terperinci

J. Agroland 22 (2) : , Agustus 2015 ISSN : X E-ISSN :

J. Agroland 22 (2) : , Agustus 2015 ISSN : X E-ISSN : J. Agroland 22 (2) : 114 122, Agustus 2015 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 KEANEKARAGAMAN SERANGGA MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L) YANG DIAPLIKASI DENGAN BIOINSEKTISIDA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris karena mempunyai kekayaan alam yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor terpenting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci