TINJAUAN HUKUM MENGENAI TINDAK KEKERASAN TERHADAP JURNALIS MENURUT UU NO 40 TAHUN 1999

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN HUKUM MENGENAI TINDAK KEKERASAN TERHADAP JURNALIS MENURUT UU NO 40 TAHUN 1999"

Transkripsi

1 1

2 TINJAUAN HUKUM MENGENAI TINDAK KEKERASAN TERHADAP JURNALIS MENURUT UU NO 40 TAHUN 1999 Ismail W. Niode PROF.DR. JOHAN JASIN.,SH.MH LUSIANA M. TIJOW.,SH.MH Jurusan Ilmu Hukum ABSTRAK Jurnalis yang memiliki kemerdekaan mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan hak asasi manusia yang di jamin dengan undang-undang Namun pada kenyataannya kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang Undang itu nampaknya belum sesuai harapan, kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif, penelitian ini bertitik tolak dari peraturan - peraturan yang ada sebagai norma hukum positif. Dengan pendekatan perundang - undang.teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interprestasi dengan jalan penafsiran. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengaturan hukum terhadap tindak kekerasn jurnalis menurut Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers namun jaminan proteksi kebebasan pers tersebut hanya terletak pada tataran normatifnya saja sedangkan dalam hal teknis/oprasionalnya harus mengundang sektor hukum lain dalam penyelesaiaan perkara pers. Sedangkan bentuk perlindungan hukum terhadap jurnalis adalah bagi jurnalis yang tersangkut perkara pers ada lembaga hukum seperti dewan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan. Kata Kunci : Pengaturan Hukum,Jurnalis. 2

3 A. Pendahuluan Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. 1 dalam Undang - Undang Dasar tersebut jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan Undang - Undang Dasar 1945 menganut prinsip - prinsip negara hukum yang umum berlaku. Sebagai Negara hukum, setiap penyelengaraan urusan pemerintahan haruslah berdasar pada hukum yang berlaku. 2 Implementasi negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi. Hubungan antara negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan makna. 3 Dengan demikian, negara hukum yang bertopang pada sistem demokrasi dapat disebut sebagai negara hukum demokratis. Diantara nilai nilai yang terkandung dalam demokrasi adalah adanya kebebasan. Memang dalam suatu negara demokrasi, kepada warga negara dijamin kebebasan berbicara dan kepada pers dijamin kebebasan pers. 4 Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 harus dijamin. Dalam Pasal 28 Undang - Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik, dan media lainya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran lisan maupun tulisan tersebut. kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Dalam kehidupan yang demoratis itu pertanggung jawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelengaraan negara transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud. Pers yang memiliki kemerdekaan mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan hak asasi manusia yang di jamin dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak 1 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (3). 2 Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers, hlm Ibid. 4 Munir Fuady. Konsep Negara Demokrasi. Bandung : Refika Aditama, Hlm

4 berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan piagam Perserikatan Bangsa bangsa tentang hak asasi manusia Pasal 19. Hak tersebut berarti : hak yang melekat pada martabat manusia yang melekat padanya sebagai insan ciptaan allah yang maha esa. Atau hak hak dasar yang prinsip sebagai anugrah ilahi. Berarti hak asasi manusia merupakan hak hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya. Karena itu hak hak asasi manusia bersifat luhur dan suci. 5 Sebagai negara hukum maka persoalan terhadap jurnalis harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Negara hukum Rechttaat, Negara bertujuan untuk menyelengarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat.adapun unsur - unsur Negara Hukum Menurut Frederik Julius Stahl, unsur - unsur negara hukum Rechtsstaat adalah: Perlindungan hak asasi manusia, Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak - hak itu, pemerintah berdasarkan, peraturan perundang undangan, peradilan administrasi dalam perselisihan. 6 Kemudian Model Konsep Negara Hukum sebagai berikut: 1. Negara hukum menurut Al - Qur an dan sunnah atau nomokrasi islam. 2. Negara hukum berdasarkan konsep dengan eropa continental yang dinamakan Rechstaat. 3. Konsep Rule of Law yang diterapkan di negara - negara Anglo-Saxon, antara lain inggris dan amerika serikat. 4. Suatu konsep yang disebut Socialist Legality, yang diterapkan antara lain di Uni Soviet sebagai negara komunis. 5. Konsep negara hukum pancasila. 7 Hubungan Negara Hukum dengan Pers kebebasan untuk berpendapat erat kaitannya dengan kebebasan pers, pers adalah wujud dari kedaulatan rakyat, konstitusi dan Undang - Undang melindungi demokrasi dan kebebasan pers. 8 Namun pada kenyataannya kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang Undang itu nampaknya belum sesuai harapan, kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi di Indonesia. Kasus demi kasus terjadi berulang kali, berdasar data menurut AJI (Aliansi Jurnalis Jndependent) ada 57 kasus pada tahun 2008, dimana tindak 5 Ridwan HR Op cit. hlm 8 6 Syaiful Bakhri. Op.cit. hlm Moh Tahir Azhary. Negara Hukum. Jakarta : Prenanda Media 2003.hlm Sabab Leo Batubara. Menegakan kemerdekaan pers kumpulan makalah Dewan pers hlm

5 kekerasan terhadap jurnalis tersebut mengindikasikan berbagai modus terjadi baik kekerasan fisik maupun non fisik. Oleh karena itu karya ilmiah ini diharapkan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaturan dan wujud perlindungan hukum terhadap jurnalis dari tindak kekerasan menurut UU No. 40 tahun B. Metode Penulisan Penelitian tentang tinjauan hukum terhadap tindak kekerasan jurnalis menurut undang-undang No. 40 tahun 1999 ini mengunakan jenis penelitian normatif, dengan Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini pendekatan perundang undangan. Teknik analisis data yang akan digunakan adalah teknik analisis interprestasi dengan jalan penafsiran. Interprestasi adalah suatu rekonstruksi buah pikiran yang terungkapkan didalam undang undang, 9 dengan meninterprestasi pengaturan hukum serta wujud perlindungan hukum terhadap jurnalis menurut Undang Undang No. 40 tentang Pers dan Undang-Undang dasar Sedangkan penafsiran adalah memahami pikiran apa yang ada dalam ketentuan itu, 10 untuk menafsirkan putusan pengadilan kemudian menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan. C. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dasar hukum bagi suatu kebebasan menyampaikan pendapat, termasuk kebebasan menyampaikan pendapat di depan umum terdapat pada ketentuan Undang Undang Dasar 1945, yang menyatakan sebagai berikut: 1. (Pasal 28 UUD 1945). 2. (Pasal 28E UUD 1945). 3. (Pasal 28F UUD 1945). 11 Agar pers berfungsi maksimal maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang pers. Undang-Undang pers dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan dari perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Ketentuan lebih 9 Ibid. hlm Ibid. 11 Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

6 lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang- Undang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 12 Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Fungsi maksimal pers itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. 14 Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban 6 kepada rakyat terjamin, sistem penyelengara Negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud. Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Kemudian bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang professional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum serta bebas dari campur tanggan dan paksaan dari manapun. Dalam rangka mengembangkan pendapat umum yang sehat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan saling pengertian antar bangsa di dunia, maka perlu dibentuk badan usaha yang menyelenggarakan usaha di bidang pers yang dapat 12 Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers. 13 hukumsetdawsb.blogspot.com/2011/10/undang-undang-republik-indonesia-nomor.html diakses 20 desember Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers.

7 melakukan peliputan dan/atau penyebarluasan informasi yang cepat, akurat dan penting ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dunia internasional, kemudian dalam rangka mengoptimalkan fungsi dan peranan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara yang didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 307 Tahun 1962 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1966 yang merupakan kelanjutan dari Kantor Berita Antara yang didirikan pada tanggal 13 Desember 1937, perlu diubah statusnya menjadi Badan Usaha Milik Negara; Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas perlu menetapkan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2007 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial yang sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang professional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dijaminnya hak jawab dan hak koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh dewan pers. 15 Dewan pers adalah pertama kali dibentuk pada tahun Pembetukanya dikala itu berdasar dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1970 tentang dewan pers menyatakan bahwa pelaksanaan Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1967 tentang dewan pers, tidak sesuai lagi dengan keadaan pada dewasa ini dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengadakan ketentuan-ketentuan baru sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1967 termaksud. Mengingat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Kemudian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXXII/ MPRS/ 1966 tentang Pembinaan Pers Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran-Negara tahun 1966 No. 40, Tambahan Lembaran-Negara No. 2815). 16 Maka ditetapkanlah ketentuan 15 Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers bphn.go.id%2fdata%2fdocuments%2f70pp019.doc&ei=d8s_us2xaoeprqfvnohwcq&usg=afqjcnf1- MiA9Y3rzGJ8cxzCOzkQo1Oacw diakses 28 des

8 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1970 tentang dewan pers. Terjadinya perubahan fundamental pada tahun 1999, seiring dengan pergantian kekuasan dari orde baru ke era reformasi. Melalui Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang pers yang diundangkan pada 23 september 1999 dan ditanda tangani oleh presiden B.J Habibie, dewan pers dikala itu berubah menjadi dewan pers independen. Pasal 15 ayat 1 dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dibentuk dewan pers independen. 17 Sedangkan fungsi dewan pers Pasal 15 ayat 2 Pada ranah ilmu hukum, ada yang disebut dengan asas hukum. Asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak yang dijadikan dasar aturan hukum kongkret. Asas hukum berada di dalam dan dibelakang aturan hukum kongkret yang karenanya harus senantiasa dijadikan sebagai acuan dalam merefleksikan hukum kongkret. 18 Dengan demikian asas hukum menjadi acuan dan tanpa asas hukum, aturan hukum kongkret tidak dapat dipahami. Dalam dimensi etika, asas hukum memberi makna etis pada hukum kongkret yaitu berupa peraturan perundang-undangan, ketika ada kasus kongkret yang memerlukan solusi. Secara lebih luas asas hukum juga menjadi dasar sistem hukum yang menjadi dasar dari sistem hukum yang dijadikan sebagai acuan dalam oprasionalisasi hukum. 19 Pada tataran teoritik normatif, kinerja pers telah memperoleh legitimasi pengaturanya yaitu dalam UU. No. 40 Tahun 1999 tentang pers. UU ini boleh di kualifikasikan sebagai pemberi perlindungan (hukum) terhadap kinerja pers. 20 Manakala UU pers itu dipandang sebagai lex spesialis hal itu dapat dimengerti jika batasannya adalah bahwa di dalamnya ada jaminan dalam penegakan kemerdekaan pers, spesialisasi penegakan hukum atas kemerdekaan pers adalah UU pers. Batas ini tentu benar, dalam arti UU pers adalah lex spesialis derogat legi generali dalam hal penegakan hukum kemerdekaan pers. 21 Mencermati materi yang dikandungnya, UU pers No. 40 Tahun 1999 memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers sebagai Hak Asasi Warga Negara dan wujud kedaulatan rakyat. Bahkan proteksi itu tidak berada 17 Edy Sutanto. Hukum pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta hlm Samsul Wahidin. Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta hlm Ibid. 20 Ibid. 21 Ibid. 8

9 pada asas hukum, namun pada aturan hukum kongkret yaitu disebut pada pasal pasal dari UU pers itu sendiri. 22 Sebagai refleksi perlindungan hukum terhadap kemerdekaan pers itu disebut pada : a) Pasal 4 ayat (2). b) Pasal 4 ayat (3). c) Pasal 18 ayat (1). d) Pasal 18 ayat (2). 23 Sebagai konsekuensi dari perlindungan hukum yang diberikan kepada pers maka pers berkewajiban antara lain : a) ( Pasal 5 ayat 1). b) Melayani hak jawab (Pasal 5 ayat 2), (Pasal 1 ayat 11). c) Melayani hak koreksi (Pasal 5 ayat 3), (Pasal 1 ayat 12). d) (Pasal 6 huruf c). e) (Pasal 7 ayat 2). Dalam oprasionalisasi kinerja pers, pelaksanaan kemerdekaan pers di jamin dalam UU itu berhadapan dengan ihwal penegakan hukum kongkret dan memerlukan solusi. Solusi yang ternyata tidak bisa di akomodasikan sendirian oleh UU pers. 24 Oleh karena itu Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers tidak dapat dikatagorikan atau bersifat lex spesialis, karena apa yang dimaksud lex spesialis derogat legi generali merupakan ketentuan yang khusus mengenyampingkan yang umum menjadi tidak berlaku. Manakala UU pers tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi, dan harus mengundang sektor hukum lain. 25 Dalam pengaturan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers dijelaskan pada alinea ke empat untuk menghindari pengaturan yang tumpah tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan perundang-undangan yang lainnya. 26 Maknanya Undang-Undang No. 40 tahun 1999 mengakui bahwa ada bahkan banyak UU lain yang harus berperan serta bahkan menjadi dasar penyelesaian permasalahan yang muncul dalam kinerja pers Ibid. hlm Ibid. hlm Ibid. hlm Ibid. 26 Penjelasan Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers. 27 Samsul Wahidin, Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta hlm

10 Pada penjelasan Pasal 8 tentang perlindungan hukum kepada wartawan disebutkan bahwa perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan fungsi, hak dan kewajiban dan perannya, diatur dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Artinya manakala perlindungan hukum itu menyangkut pidana, diselesaikan berdasar hukum pidana yang berlaku. Manakala muncul tuntutan ganti kerugian maka dasarnya juga hukum ganti rugi yang berlaku. 28 Dalam ketentuan pidana berdasar pada Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers diatur dalam Pasal 18 ayat (1) setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun penjara atau denda paling banyak 500 juta. 29 Selain ketentuan pidana ternyata terdapat ketentuan lain selain pemidanaan yaitu secktor hukum perdata yang berkaitan dengan pers berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata (tuntutan perdata mendapat ganti kerugian dan kehormatan serta nama baik. Tiap perbuatan melangar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut. 30 Pengaturan hukum kepada jurnalis antara lain dapat dilihat pada data kasus Paul Handoko terdakwa kasus pemukulan terhadap jurnalis Miftahudin Mustofa, yang di sidang di Pengadilan Tinggi Denpasar No. 007/pid.B/2010/ PN. Dps. Tanggal 1 juli 2010 dituntut oleh jaksa dengan tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Denpasar tanggal 27 Mei 2010 sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko bersalah melakukan tindak pidana Secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang - Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dalam dakwaan Alternatif Kesatu. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Paul Handoko dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan. 3. Menetapkan pidana penjara yang di jatuhkan tersebut di atas tidak perlu di jalankan kecuali apabila Terdakwa melakukan tindak pidana lain berdasarkan putusan yang 28 Ibid. 29 Edy Sutanto. Hukum pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta hlm Ibid.hlm

11 mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum habis masa percobaan selama 1 (satu) tahun. 4. Menyatakan barang bukti : 1 (satu) buah camera merk Canon EOS20D Nomor Body agar dikembalikan kepada saksi Miftahudin Mustofa Halim. 5. Menetapkan supaya terpidana dibebani biaya perkara sebesar Rp 5.000, - (lima ribu rupiah). 31 Kemudian membaca putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 007/Pid.B/2010/ PN.Dps. tanggal 1 Juli 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Dengan sengaja menghambat /menghalangi kemerdekaan/kebebasan pers ; 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena dengan pidana penjara selama : 1 (satu) bulan; 3. Memerintahkan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon EOS20D Nomor body dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim; 4. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar 5.000, Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara terdakwa Paul Handoko. Unsur-unsur pertimbangan hakim yang memberatkan terdakwa sebagai berikut: bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. bahwa Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers Sehingga pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi I Denpasar yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa adalah melindungi diri agar hak asasi terdakwa mendapat perlindungan adalah keliru, karena apa yang dilakukan saksi Miftahuddin selaku wartawan foto adalah menjalankan Undang-Undang yang bukan merupakan perbuatan terlarang, dimana apabila Terdakwa Paul Handoko merasa wartawan telah melakukan pelanggaran kode etik seharusnya Paul Handoko baik langsung maupun melalui Penasihat Hukumnya dapat mengadu kepada Dewan Pers, begitu juga kalau merasa dirugikan akibat pemberitaan yang dimuat dimedia, Paul Handoko juga dapat menggunakan hak jawab dan apabila wartawan dianggap telah melakukan perbuatan atau pelanggaran pidana seharusnya Paul Handoko dapat melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian, tetapi semua itu tidak pernah dilakukan bahkan terdakwa Paul 31 Lampiran putusan pengadilan No.472/Pid.Sus/

12 Handoko justru melakukan perbuatan main hakim sendiri yang justru bertentangan dengan hak asasi manusia dalam hal untuk mendapatkan informasi. Bahwa apa yang telah dipertimbangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam putusannya, mengenai uraian pembuktian unsur Melakukan Tindakan Yang Berakibat Menghambat /Menghalangi Pelaksanaan Ketentuan Pasal 4 (2) dan (3) adalah sudah tepat dan benar, Unsur-unsur pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa sebagai berikut: Bahwa terdakwa Paul sudah berusia lanjut dan dalam kondisi sakit-sakitan. Bahwa hukuman yang dijatuhkan dipandang sebagai peringatan agar dia tidak melakukan perbuatan itu lagi. 32 Terlihat dalam penyelesaiaan perkara Paul Handoko di atas bahwa, putusan pengadilan yang ikut menyertakan sektor hukum lain (KUHukum perdata) selain ketentuan pidana, yang menyatakan kepada terdakwa memerintahkan mengembalikan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon EOS20D Nomor body dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata (tuntutan perdata mendapat ganti kerugian dan kehormatan serta nama baik 4.2 Wujud Perlindungan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang undang pers merupakan penegasan bahwa kemerdekaan pers adalah wujud kedaulatan rakyat dan penerapan demokrasi. Undang Undang pers No. 40 Tahun 1999 itu diharapkan dapat mengatur kerja pers tetapi tidak membatasi kemerdekaan pers. Di harapkan undang undang pers bisa efektif melindungi pers, agar karya jurnalistiknya tidak mudah di kriminalisasikan serta agar jurnalis dalam menjalankan profesinya terlindunggi. 33 Dalam menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan, perlu mendapat perlindungan hukum didalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun 32 diakses 18 desember Idri Shafaat, Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Penyimpangan Pers. Jakarta: Prestasi Pustaka, hlm

13 dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. 34 Melihat pada kondisi jaman sekarang ini, dimana wartawan dikejar dan dibayangi oleh kegelisahan dan ketakutan dalam menjalankan tugasnya bahkan sering mendapat ancaman serta kekerasan fisik Dari data yang dihimpun (AJI) Aliansi Jurnalis Independent data kasus kekerasan pada jurnalis pada tahun ke tahun sejak adanya Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers cenderung banyak namun tidak stabil pada 1999 ada 74 kasus, kemudian meningkat pada tahun 2000 yang mencapai jumlah 115, setelah itu menurun kembali pada 2001 yaitu 95 kasus 2002 ada 70, 2003 ada 59 kasus. 35 a). Bentuk kekerasan terhadap jurnalis/wartawan : 1. Kekerasan fisik, yang meliputi penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan. 2. Kekerasan nonfisik, yang meliputi ancaman verbal, penghinaan, penggunaan katakata yang merendahkan, dan pelecehan. 3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam. 4. Upaya menghalangi kerja wartawan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, seperti merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan lain yang merintangi wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya. 5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk pada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM. 36 Hal di atas mengambarkan bahwa kasus kasus kekerasan yang dialami jurnalis harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk menjamin perlindungan hukum terhadap jurnalis/wartawan. Dalam hal ini jurnalis/wartawan yang menjalankan profesinya perlu mendapat perlindungan dari pemerintah kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku yakni Undang - Undang No. 40 Tahun 1999, dalam Undang - Undang Pers No. 40 tahun 1999, secara eksplisit hanya dinyatakan dua organisasi pers. Pada Pasal 1 ayat 5 berbunyi : Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Dalam Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa 34 altajdidstain.blogspot.com/2011/02/perlindungan-hukum-bagi-wartawan-di.html. di akses 6 november Edy Sutanto.Op.cit. hlm Di akses 3 januari

14 perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Dari penjelasan diatas bentuk perlindungan hukum mengenai tindak kekerasan terhadap jurnalis menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu adanya perusahaan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan. Baik dalam pengadilan tingkat pertama sampai pada tingkat kasasi bahkan grasi. D. Simpulan Pengaturan hukum Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers namun jaminan proteksi kebebasan pers tersebut hanya terletak pada tataran normatifnya saja sedangkan dalam hal teknis/oprasionalnya harus mengundang sektor hukum lain dalam penyelesaiaan perkara pers. Bahwa bentuk perlindungan hukum mengenai tindak kekerasan terhadap jurnalis menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu adanya perusahaan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan. Baik dalam pengadilan tingkat pertama sampai pada tingkat kasasi bahkan grasi. E. Saran Untuk melengkapi karya ilmiah ini peneliti memberikan saran diharapkan agar adanya peran pemerintah dalam memperbaiki UU pers untuk menciptakan kepastian hukum. 14

15 DAFTAR PUSTAKA Arifin Tahir, Kebijakan Publik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Deeppublish, Asep Syamsul M,Romli. Jurnalistik Terapan Pedoman Kewartawanan dan Kepenulisan. Bandung : Batic Press, Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara. Bogor : Ghalia Indonesia, Edy Sutanto dkk. Hukum pers Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta Idri Shaffat. Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Penyimpangan Pers. Jakarta: Prestasi pustaka, Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Public. Bandung : Nuansa, Jurnal Laporan Pertanggung Jawaban AJI Moh Tahir Azhary. Negara Hukum. Jakarta : Prenanda Media Munir Fuady. Konsep Negara Demokrasi. Bandung : Refika Aditama, Peter Mahmud Mardzuki. Penelitian Hukum. Jakarta : Prananda Media Prajudi Atmosudirjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia Indonesia, Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers, Sabab Leo Batubara. Menegakan kemerdekaan pers kumpulan makalah Jakarta : Dewan pers, Samsul Wahidin. Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers Pustaka Pelajar Yokyakarta Soerjono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers, Syaiful Bakhri. Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern. Yokyakarta: Total Media, Undang Undang Dasar Undang Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. hukumsetdawsb.blogspot.com/2011/10/undang-undang-republik-indonesia-nomor.html diakses 20 desember tp%3a%2f%2fwww.bphn.go.id%2fdata%2fdocuments%2f70pp019.doc&ei=d8s_us2xaoe PrQfvnoHwCQ&usg=AFQjCNF1MiA9Y3rzGJ8cxzCOzkQo1Oacw diakses 28 desember diakses 18 desember diakses 10 november altajdidstain.blogspot.com/2011/02/perlindungan-hukum-bagi-wartawan-di.html. di akses 6 november Di akses 3 januari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN. 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis. Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN. 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis. Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dasar hukum bagi suatu kebebasan menyampaikan pendapat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 14 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Pers OLEH : M. BATTLESON SH. MH. DESKRIPSI : Hukum Pers mengatur mengeni dunia pers di Indonesia.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS I. UMUM Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pers, baik cetak maupun elektronik merupakan instrumen yang sangat vital dalam tatanan hidup bermasyarakat bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu I. PARA PEMOHON 1. H. Tarman Azzam. 2. Kristanto Hartadi. 3. Sasongko Tedjo. 4. Ratna Susilowati. 5. H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan mendapatkan informasi merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi di Indonesia. Dimana hak publik untuk

Lebih terperinci

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Makalah disampaikan pada

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan manusia dalam berbagai hal, salah satunya kebutuhan akan informasi. Informasi adalah data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam undang-undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pers, baik cetak maupun elektronik merupakan instrumen dalam tatanan hidup bermasyarakat yang sangat vital bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Pers juga merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 I. PARA PEMOHON Prof. DR. Nazaruddin Sjamsuddin sebagai Ketua KPU PEMOHON I Prof. DR. Ramlan Surbakti, M.A., sebagai Wakil Ketua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, pers sudah dianggap sebagai fenomena kehidupan masyarakat modern, itulah sebabnya, ia terus ditelaah dan dikaji dari pelbagai dimensi pendekatan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional.

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Korupsi sesungguhnya bukan fenomena baru. Meskipun begitu, di Indonesia, korupsi menjadi topik yang menarik perhatian hampir semua kalangan, karena hampir semua

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999 JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999 Disusun oleh : Ari Laksmi Widiathama N P M : 090510111 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA NOMOR : 019/TAP.02/BLM/XI/2009 TENTANG LEMBAGA PERS MAHASISWA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA, BADAN LEGISLATIF MAHASISWA Menimbang : a. Bahwa untuk menjamin kepastian

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA LAMPIRAN 86 87 Lampiran 1. Daftar pertanyaan wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Berikut adalah daftar pertanyaan wawancara mengenai analisis lingkungan internal dan eksternal di surat kabar Jurnal Bogor:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP

PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP MAKALAH PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP Pembicara: Ampuan Situmeang SH, MH ADVOKAT AJI Aliansi Nasional Reformasi KUHP BATAM 21 September 2006 1 PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II. Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan. A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers

BAB II. Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan. A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers BAB II Pengaturan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan A. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Menurut Pasal 1 Undang-Undang ini, di jelaskan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 Ketidakjelasan Rumusan Frasa antar golongan I. PEMOHON Habiburokhman, SH.,MH; Kuasa Hukum: M. Said Bakhri S.Sos.,S.H.,M.H., Agustiar, S.H., dkk, Advokat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang baru saja selesai melalui fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers pada masa orde baru tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan dimana kedudukan itu

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUU-XIV/2016 Pengenaan Pidana Bagi PNS Yang Sengaja Memalsu Buku-Buku atau Daftar-Daftar Untuk Pemeriksaan Administrasi I. PEMOHON dr. Sterren Silas Samberi. II.

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Chandra Furna Irawan, Ketua Pengurus Yayasan Sharia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci