BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pers, baik cetak maupun elektronik merupakan instrumen yang sangat vital dalam tatanan hidup bermasyarakat bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Disamping fungsinya sebagai media informasi dan komunikasi, pers juga merupakan refleksi jati diri masyarakat karena apa yang dituangkan didalam sajian pers hakekatnya adalah denyut kehidupan masyarakat dimana pers berada. 1 Dari tampilan berita yang disajikan pers itulah sebagian wajah masyarakat, baik tingkat kemajuan dan taraf berpikirnya dapat dicermati. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan informasi. Pada masa lalu informasi bersumber dari hubungan komunikasi secara lisan antara anggota masyarakat dalam wilayah teritorial tertentu. Seiring dengan kemajuan teknologi dibidang informasi dalam era reformasi sekarang ini, informasi menjadi suatu aset yang berharga dan penting dalam kehidupan manusia. Dengan informasi, manusia dapat mengikuti peristiwa-peristiwa hukum, politik, ekonomi, kebudayaan, kesenian dan lainnya yang terjadi dibelahan dunia ini. Pemenuhan terhadap kebutuhan informasi masyarakat dapat menambah sekaligus menjernihkan wawasan berpikir dan memperbaharui pola hidupnya. Disamping itu dengan menguasai informasi, manusia dapat meningkatkan kedudukannya serta peranannya di masyarakat. 1 Samsul Wahidin, 2006, Hukum Pers, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm.1

2 2 Dalam masyarakat madani, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang hakiki. Hak asasi ini juga diperlukan untuk mengawal penegakkan hukum dan keadilan, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu instrument penting yang berperan dalam penyebaran informasi adalah Pers, yang sangat efektif untuk menyebarluaskan pemberitaan kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan alat penggerak dalam membangkitkan partisipasi masyarakat untuk ikut melaksanakan pembangunan nasional. Kemerdekaan pers merupakan wujud kedaulatan rakyat dan menjadi salah satu aspek yang dominan dalam masyarakat yang demokratis. Prinsip demokrasi mempunyai 4 (empat) pilar utama, yakni lembaga legislatif atau parlemen sebagai tempat wakil rakyat, lembaga eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan negara dalam arti sempit, lembaga yudikatif sebagai tempat memberi putusan hukum dan keadilan dalam pelaksanaan undang-undang, dan pers sebagai alat kontrol sosial masyarakat. 2 Melalui sarana Pers, masyarakat juga dapat mengeluarkan pikiran dan pendapatnya baik secara lisan maupun tulisan melalui sarana media cetak, media elektronik maupun media lainnya. Kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat tersebut dijamin undang-undang, dalam Pasal 28 UUD 1945 telah dirumuskan dengan tegas tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. 2 Moh. Mahfud. M.D, 1999, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 2

3 3 Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi diharapkan dapat mendukung untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia, hal ini selaras dengan beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya, Bab XA Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pada Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F. Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 3 Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa: 4 Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang berbeda. Selain itu, didukung pula dengan adanya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Bab III yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia, khususnya pada Pasal 14 undang-undang tersebut yang isinya menyatakan bahwa: 5 (1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. (2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan sejenis sarana yang tersedia. 3 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab XA, Pasal 28E 4 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab XA, Pasal 28F 5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Bab III, Pasal 14

4 4 Meskipun beberapa regulasi telah merumuskan tentang kebebasan pers, namun dengan adanya kebebasan pers tersebut, pers tidak boleh memberikan suatu informasi yang tidak akurat dan juga harus memperhitungkan opini pembaca yang berkembang, karena pers memiliki kekuatan untuk mempengaruhi opini masyarakat. 6 Oleh karena itu, berita yang disajikan pers harus mengandung unsur fakta dan unsur public interest atau kepentingan publik. Walaupun terdapat unsur kepentingan publik tapi kalau faktanya lemah, wartawan seyogyanya tidak mengekposenya atau ditunda dulu sambil mencari faktanya. Hal ini untuk menghindari adanya pihak yang merasa dirugikan sebagai obyek dari pemberitaan pers. 7 Dengan selalu berangkat dari suatu fakta dalam pemberitaannya, maka akan terbentuk pers yang bebas dan bertanggung jawab. Pers yang bebas dan bertanggung jawab yaitu pers yang memiliki kebebasan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kegiatan peliputan, pengolahan dan penyiaran berita dalam bentuk fakta, opini, ulasan gambar-gambar dan sebagainya melalui media komunikasi. 8 Ketika pers berada ditengah masyarakat, terjadilah interaksi antara pers dengan masyarakat yang dapat menimbulkan permasalahan hukum, ketika apa yang disajikan oleh pers dinilai tidak benar atau merugikan masyarakat. Permasalahan hukum antara pers dengan masyarakat juga dapat terjadi sebagai 6 Aceng Abdullah, 2000, Press Relation : Kiat-Kiat Berhubungan dengan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 4 7 Tjipta Lesmana, 2005, Pencemaran Nama Baik dan Kebebasan Pers, Erwin-Rikka Pers, Jakarta, hlm Moch. Budyatna, 1994, Analisa Dan Evaluasi Hukum Tertulis Tentang Asas Kebebasan Pers Yang Bertanggung Jawab, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, hlm.31

5 5 akibat dari sajian pers yang dianggap merugikan oleh seseorang atau golongan tertentu. Permasalahan hukum ini tentunya menuntut suatu penyelesaian yang adil dan dapat diterima oleh pihak terkait, sehingga tidak menggangu kehidupan masyarakat dan kelangsungan pers itu sendiri. Kelangsungan pers dalam masyarakat harus dipertahankan, karena Pers pada prinsipnya merupakan kekuatan yang sangat besar dalam mempengaruhi masyarakat, oleh karena itu pers wajib bertanggung jawab atas kebenaran dari beritanya dan dampak yang timbul dari pemberitaannya. 9 Penegakkan hukum terkait delik pers di Indonesia, terdapat perbedaan dalam proses penyelesaiannya. Terhadap suatu permasalahan hukum antara pers dan masyarakat, ada yang diselesaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya disebut Undang-Undang Pers) dan ada juga yang diselesaikan berdasarkan pasal-pasal dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Perbedaan proses penyelesaian permasalahan hukum ini terjadi antara lain disebabkan karena interpretasi atau penafsiran yang berbeda terhadap regulasi yang mengatur tentang pers tersebut. Salah satu contoh kasus yang pernah mengguncang dunia pers Indonesia adalah kasus Tomy Winata lawan majalah Tempo 10, di mana permasalahan hukum antara pers dengan masyarakat (sebagai salah satu pihak yang merasa dirugikan) berujung pada proses penyelesaian dengan jalur pidana, tanpa menggunakan mekanisme penyelesaian yang sudah diatur dalam Undang-Undang Pers. Terkait dengan 9 A. Muis, 1999, Jurnalistik Hukum dan Komunikasi Massa Menjakau Era Cybercommunication Milenium Ketiga, Jakarta, PT Dharu Anuttama, hlm Tjipta Lesmana, Op.Cit, hlm. 53

6 6 berita Ada Tomy di Tenabang? di majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2003, yang dijadikan terdakwa adalah Pemimpin Redaksi yaitu Bambang Harymurti, dan dua orang wartawannya, Ahmad Taufik dan Iskandar Ali. Baik Pemimpin Redaksi maupun kedua wartawan majalah Tempo didakwa telah melakukan tindak kejahatan menyebarkan berita bohong dan pencemaran nama/penghinaan (Pasal 310 KUHP) 11. Hingga pada akhirnya Pemimpin Redaksi majalah Tempo dinyatakan bersalah dan dijatuhkan vonis satu tahun penjara oleh hakim, sedangkan dua orang wartawannya dibebaskan dari hukuman meskipun tetap dinyatakan bersalah. 12 Kasus Tomy Winata lawan majalah Tempo diatas menunjukkan adanya interpretasi yang berbeda terhadap regulasi yang terkait dengan pers, yakni Undang-Undang Pers diinterpretasikan bukan sebagai aturan yang khusus sehingga penyelesaian kasus Tommy vs Tempo menggunakan pasal dalam KUHP. Hal tersebut diatas tentunya bertentangan dengan semangat dan tujuan diterbitkannya Undang-Undang Pers. Salah satu tujuan utama Undang-Undang Pers adalah untuk memberikan jaminan kepada pers nasional agar dapat menjalankan dan menggunakan fungsi, tugas, kewajiban serta hak-haknya dengan sebaik-baiknya. Undang-Undang Pers diharapkan pula dapat memberikan jaminan penegakan supremasi hukum terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan kalangan pers, meskipun Undang-Undang Pers telah memberikan jaminan bagi kebebasan pers, namun kebebasan tersebut masih 11 Ibid, hlm Ibid, hlm.60

7 7 terancam dengan beberapa peraturan perundang-undangan salah satunya adalah KUHP. Dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP dirumuskan sebagai berikut: Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. Pasal tersebut selaras dengan asas hukum lex specialis derogat legi generali (aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum yang umum). Undang-Undang Pers dibuat khusus untuk menjamin penegakan supremasi hukum terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan kalangan pers, namun demikian masih terdapat kasus-kasus tentang pelanggaran pers yang diputus dengan pidana tanpa menggunakan ketentuan dan mekanisme yang ada didalam Undang-Undang Pers terlebih dahulu, hal ini tentunya tidak sesuai dengan asas hukum pidana ultimum remedium (penerapan sanksi pidana merupakan sanksi pamungkas/terakhir dalam penegakan hukum). Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pers dirumuskan sebagai berikut: Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Pasal tersebut tidak mengatur atau merumuskan delik-delik penghinaan dan pencemaran nama, seperti yang diatur dalam Pasal 310 KUHP. Dengan tidak diatur atau tidak dirumuskan delik penghinaan dan pencemaran nama dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pers tersebut, maka Undang- Undang Pers dianggap tidak dapat mengakomodasikan delik penghinaan dan pencemaran nama sehingga penyidik akan menggunakan pasal-pasal dalam

8 8 KUHP untuk memeriksa perkara penghinaan dan pencemaran nama kemudian dijadikan landasan bagi hakim untuk memutus perkara pers dengan menggunakan pasal di KUHP. Bertolak dari pemikiran tersebut diatas, ditemukan norma hukum yang kabur dalam Undang-Undang Pers dikaitkan dengan KUHP, sehinga melahirkan interpretasi terhadap Undang-Undang Pers apakah merupakan lex specialis dari KUHP? Dan apakah Pasal 5 Undang-Undang Pers merupakan lex posterior dari Pasal 310 KUHP? Interpretasi yang tepat terhadap norma hukum yang kabur yang dirumuskan baik dalam Undang-Undang Pers maupun dalam KUHP tersebut sangat diperlukan agar penegakkan hukum terhadap pelanggaran delik pers dan delik penghinaan serta pencemaran nama dapat menghasilkan keadilan yang substansial bukan sebatas keadilan prosedural belaka, dengan demikian interpretasi hukum menjadi solusi utama dalam hal ditemukan norma hukum yang kabur. Jika norma hukum kabur maka orang akan berpegang pada metode interpretasi. 13 Interpretasi terhadap Undang-Undang Pers dikaitkan dengan KUHP tersebut menjadi suatu kajian yang menarik untuk ditelaah secara hukum, hal ini merupakan bagian dari masalah transformasi Indonesia menuju negara yang lebih demokratis dan menjunjung tinggi hukum serta menghormati Hak Asasi Manusia. Atas dasar itulah penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi permasalahan dalam penulisan hukum ini, dengan judul Interpretasi Pasal 13 Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 18

9 9 63 ayat (2) KUHP terhadap Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Pasal 310 KUHP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Undang-Undang Pers merupakan lex specialis dari KUHP? 2. Apakah Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pers merupakan lex posterior dari Pasal 310 KUHP? C. Tujuan Penelitian Penulisan Hukum ini mempunyai 2 (dua) tujuan, yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mencari sekaligus menemukan argumentasi hukum bahwa Undang-Undang Pers merupakan lex specialis dari KUHP atau bukan, serta untuk mendapatkan interpretasi hukum yang tepat terhadap norma hukum yang dianggap kabur dalam Undang-Undang Pers dikaitkan dengan KUHP. b. Untuk mencari sekaligus menemukan argumentasi hukum bahwa Pasal 5 Undang-Undang Pers merupakan lex posterior dari Pasal 310 KUHP atau bukan.

10 10 2. Tujuan Subyektif Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Sepengetahuan Penulis, penelitian yang dilakukan oleh Penulis belum pernah diteliti dan ditulis sebelumnya. Namun setelah Penulis melakukan penelusuran kepustakaan terhadap kemungkinan adanya judul serupa yang pernah digunakan sebagai penelitian ilmiah sebelumnya, terdapat penulisan hukum yang membahas tentang Pers, namun penulisan hukum tersebut tidak dalam lingkup topik serta fokus yang sama. Penulisan hukum yang dimaksud adalah : 1. Penulisan hukum yang disusun oleh Irfan Prayoga tahun 2010, mahasiswa Universitas Gadjah Mada, dengan rincian sebagai berikut : a. Judul Skripsi Perlindungan Hukum terhadap Saksi dari Peliputan Pers. b. Rumusan Masalah 1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap saksi dari peliputan pers di dalam persidangan? 2) Bagaimana perlindungan hukum terhadap saksi dari peliputan pers di luar persidangan?

11 11 c. Kesimpulan 1) Peliputan pers seringkali menyebabkan psikologis pada diri saksi atau bahkan membentuk opini masyarakat yang pada akhirnya justru dapat mengancam keselamatan saksi. Alat bukti di dalam perkara pidana bukan hanya berdasarkan keterangan saksi-saksi saja. Akan tetapi, masih ada alat bukti lain berupa keterangan terdakwa, keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Selain itu masih ada barang bukti atau bukti permulaan yang semua itu tidak diketahui oleh pers. Semuanya harus dibuktikan kebenarannya dalam persidangan. 2) Perlindungan hukum terhadap saksi dari peliputan pers didalam persidangan belum ada peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai secara eksplisit sehingga hal tersebut menimbulkan suatu dilema antara asas persidangan terbuka untuk umum, asas kebebasan pers dan perlindungan saksi. Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 40 tahun 1999 menyebutkan bahwa undang-undang menghendaki agar HAM individu harus menyesuaikan dengan HAM masyarakat (sosial) namun HAM masyarakat juga tidak boleh sampai merenggut HAM individu. Seacara praktis dan konkrit pengertian kepentingan umum akhirnya diserahkan kepada hakim

12 12 untuk mempertimbangkan kepentingan mana yang lebih utama dari kepentingan lain secara seimbang dengan tetap menghormati semua kepentingan dan dengan mengacu kepada rumusan umum dalam undangundang. d. Perbedaan dengan Penulis Berdasarkan pengamatan Penulis terhadap penulisan hukum tersebut, terdapat perbedaan dengan penulisan hukum yang akan Penulis lakukan, baik dari segi rumusan masalah, tujuan penelitian, dan cakupan pembahasannya. Perbedaan ini dikarenakan penulisan hukum yang dilakukan oleh saudara Irfan Prayoga adalah mengenai perlindungan hukum terhadap saksi dari peliputan pers sedangkan penulisan hukum yang akan dilakukan oleh Penulis akan membahas mengenai interpretasi Pasal 63 KUHP terhadap Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Pers dan Pasal 310 KUHP. 2. Penulisan hukum yang disusun oleh M. Arief Hidayat Harahap tahun 2009, mahasiswa Universitas Sumatera Utara, dengan rincian sebagai berikut : a. Judul Skripsi Perlindungan Hukum Terhadap Kebebasan Pers di Indonesia (Studi Kasus Putusan MA No.1608 K/Pid/2005).

13 13 b. Rumusan Masalah 1) Bagaimanakah pengaturan kebebasan Pers di Indonesia? 2) Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap Pers di Indonesia dalam Putusan MA No.1608 K/Pid/2005? c. Kesimpulan 1) Kebebasan Pers sebenarnya dikonsepkan melalui suatu konklusi dari ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan (3) UU No. 40 Tahun 1999 beserta penjelasannya, yang pada intinya menyatakan Pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan dalam upaya mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dengan demikian, makna kebebasan pers lebih luas dari makna kebebasan pers yang dipersepsikan oleh insan pers. Dalam persoalan yang berhubungan dengan kebebasan Pers maka tidak ada yang dinamakan dengan kebebasan yang mutlak. Kebebasan yang dimiliki oleh seseorang akan berhenti apabila melanggar kebebasan orang lain atau melanggar kepentingan umum. Kebebasan orang lain atau

14 14 melanggar kepentingan umum terrefleksikan di dalam hukum. 2) Bambang Harymurti dibebaskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia karena memenuhi asas cover both sides dan tidak terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum, sehingga berarti perlindungan hukum terhadap kebebasan pers di Indonesia terjamin, karena hukum berada ditengah masyarakat guna untuk menciptakan keseimbangan antara demokrasi, kebebasan, dan tanggung jawab. Pers tidak kebal hukum tetapi kebebasan pers tidak pernah terancam karena kebebasan pers bukan kejahatan. d. Perbedaan dengan Penulis Penulisan hukum yang ditulis oleh saudara M.Arief Hidayat Harahap lebih condong pada perlindungan hukum terhadap kebebasan pers di Indonesia, dengan menggunakan studi kasus Putusan MA No.1608 K/Pid/2005. Penulisan hukum tersebut sama sekali tidak membahas mengenai interpretasi Pasal 63 KUHP terhadap Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pers dan Pasal 310 KUHP. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejauh pengamatan Penulis sampai saat ini tidak ditemukan penelitian yang secara khusus membahas mengenai interpretasi Pasal 63 ayat (2) KUHP terhadap

15 15 Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pers dan Pasal 310 KUHP. Oleh karena itu, penulisan hukum yang berjudul Interpretasi Pasal 63 ayat (2) KUHP terhadap Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Pasal 310 KUHP, belum pernah ada sebelumnya. Kekhususan tersebut sekaligus menjadi keaslian dari penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian lain yang sudah dilakukan sebelumnya berkenaan dengan permasalahan pers. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini mempunyai kegunaan, baik secara akademis maupun secara praktis. Adapun kegunaannya adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan hukum didalam bidang Hukum Pidana, khususnya bagi mahasiswa agar kritis terhadap masalah hukum sekaligus dapat menemukan solusi hukum. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberi kegunaan sebagai berikut: a. Menjadi masukan, panduan serta dasar pengambilan keputusan bagi insan pers dan para aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, hakim dan advokat dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan serta pembelaan di pengadilan,

16 16 khususnya dalam menangani delik pencemaran nama yang diatur dalam Pasal 310 KUHP. b. Menjadi bahan acuan (referensi) bagi penelitian-penelitian yang akan dilakukan selanjutnya demi mendorong perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan peningkatan profesionalisme penegakkan hukum di lapangan, serta diharapkan mampu memberikan pembelajaran hukum bagi masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pers, baik cetak maupun elektronik merupakan instrumen dalam tatanan hidup bermasyarakat yang sangat vital bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Pers juga merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Aceng, 2000, Press Relation : Kiat-Kiat Berhubungan dengan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Aceng, 2000, Press Relation : Kiat-Kiat Berhubungan dengan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. 115 DAFTAR PUSTAKA A. Buku: Abdullah, Aceng, 2000, Press Relation : Kiat-Kiat Berhubungan dengan Pers, PT Remaja Rosdakarya, Adjie, Oemar, 1997, Pers, Aspek-Aspek Hukum, Erlangga, Surabaya. Adjie, Omar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang baru saja selesai melalui fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers pada masa orde baru tidak

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan manusia dalam berbagai hal, salah satunya kebutuhan akan informasi. Informasi adalah data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

Analisis Kasus. 1

Analisis Kasus.  1 ANALISA TERHADAP PUTUSAN KASUS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN ATAS TERDAKWA HIDAYAT LUKMAN ALIAS TEDDY Desita Sari, S.H., Indah Lisa Diana, S.H dan Alfian Pada masa reformasi seperti sekarang ini, media

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS I. UMUM Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan pers merupakan salah satu dimensi Hak Asasi Manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional.

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Korupsi sesungguhnya bukan fenomena baru. Meskipun begitu, di Indonesia, korupsi menjadi topik yang menarik perhatian hampir semua kalangan, karena hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat meliputi aspek sosial, politik, agama, budaya, dan moralitas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat meliputi aspek sosial, politik, agama, budaya, dan moralitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Media massa memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Internet masih menduduki tingkat teratas sebagai alat akses informasi termudah saat ini, namun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan media massa saat ini sangat berkembang dengan pesat untuk diterima dan dikonsumsi oleh masyarakat luas, baik itu berita yang berbau negatif maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1 MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1 1 Tulisan disampaikan dalam acara Forum Expert Meeting

Lebih terperinci

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA NOMOR : 019/TAP.02/BLM/XI/2009 TENTANG LEMBAGA PERS MAHASISWA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA, BADAN LEGISLATIF MAHASISWA Menimbang : a. Bahwa untuk menjamin kepastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu I. PARA PEMOHON 1. H. Tarman Azzam. 2. Kristanto Hartadi. 3. Sasongko Tedjo. 4. Ratna Susilowati. 5. H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015 Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015 Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang di dunia telah melakukan pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dibidang teknologi informasi semakin banyak digunakan didalam kehidupan sehari-hari. Bidang teknologi informasi merupakan salah satu bidang terpenting pada

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMIDANAAN TERHADAP PERS

POLITIK HUKUM PEMIDANAAN TERHADAP PERS POLITIK HUKUM PEMIDANAAN TERHADAP PERS Catatan untuk Pembaharuan Hukum terkait Aspek Hukum Pidana dan Pengembangan Kebebasan Pers di Indonesia. Herlambang P. Wiratraman Pusat Studi Hukum HAM (HRLS), Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 5 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan semua hal yang harus kalian peroleh atau dapatkan. Hak bisa berbentuk kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hak yang diperoleh merupakan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK. Oleh: Muchamad Ali Safa at

PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK. Oleh: Muchamad Ali Safa at PUTUSAN MK DAN PELUANG PENGUJIAN KEMBALI TERHADAP PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Salah satu ancaman yang dihadapi oleh aktivis adalah jeratan hukum yang diterapkan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan hal yang penting saat pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena berdasarkan tahapan pembuktian inilah terjadi

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah persamaan di hadapan hukum (equality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999

JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999 JURNAL SKRIPSI PENGGUNAAN HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI DALAM PENYELESAIAN DELIK PERS BERDASARKAN UU NOMOR 40 TAHUN 1999 Disusun oleh : Ari Laksmi Widiathama N P M : 090510111 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari enam puluh sembilan tahun lamanya. Kualifikasi sebagai negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan Umum (Sipil) dan Peradilan tata usaha negara, peradilan agama dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia PERKEMBANGAN RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG TERKAIT DENGAN KARYA JURNALISTIK DALAM RUU KUHP Oleh Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Makalah disampaikan pada

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP

PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP MAKALAH PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU KUHP Pembicara: Ampuan Situmeang SH, MH ADVOKAT AJI Aliansi Nasional Reformasi KUHP BATAM 21 September 2006 1 PENTINGNYA DEKRIMINALISASI PERS DALAM RUU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam undang-undang pasal 2 bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 14 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Pers OLEH : M. BATTLESON SH. MH. DESKRIPSI : Hukum Pers mengatur mengeni dunia pers di Indonesia.

Lebih terperinci

Oleh : Santi Kusumaharti NIM : E BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Santi Kusumaharti NIM : E BAB I PENDAHULUAN Sinkronisasi Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers dan Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia kaitannya dengan kebebasan pers bagi wartawan dan masyarakat Oleh : Santi Kusumaharti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1 Tinjauan Buku MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS Djoko Walujo 1 Penulis : Muis, A. Judul Buku : Indonesia di Era Dunia Maya Teknologi Informasi dalam Dunia Tanpa Batas Penerbit : Remaja Rosdakarya,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum 1, hal tersebut dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke- Empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan

BAB I. Pendahuluan. yang terbaik adalah untuk pers begitulah kira-kira persepsi, anggapan, dan harapan BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, pers sudah dianggap sebagai fenomena kehidupan masyarakat modern, itulah sebabnya, ia terus ditelaah dan dikaji dari pelbagai dimensi pendekatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki beragam hak sejak ia dilahirkan hidup. Hak yang melekat pada manusia sejak kelahirannya ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa Abstrak Penelitian ini mengkaji dan menjawab beberapa permasalahan hukum,pertama, apakah proses peradilan pidana konsekuensi hukum penerapan asas praduga tidak bersalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh I. PEMOHON Ir. H. Abdullah Puteh. Kuasa Hukum Supriyadi Adi, SH., dkk advokat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 I. PARA PEMOHON Prof. DR. Nazaruddin Sjamsuddin sebagai Ketua KPU PEMOHON I Prof. DR. Ramlan Surbakti, M.A., sebagai Wakil Ketua

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK PERS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK PERS TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK PERS Oleh : SAMIADJI MAKIN RAHMAT NIM : 12106078 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2008 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk mengintegritaskan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 42/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 42/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 42/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ACARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci