C A G A R B I O S F E R

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "C A G A R B I O S F E R"

Transkripsi

1 C A G A R B I O S F E R STRATEGI SEVILLE DAN KERANGKA HUKUM JARINGAN DUNIA Cagar Biosfer dirancang untuk menjawab salah satu dari pertanyaan-pertanyaan terpenting yang dihadapi dunia saat ini: Bagaimana kita dapat menyelaraskan konservasi keanekaragaman hayati, pencaharian bagi perkembangan ekonomi dan sosial dan sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya yang terkait? Cagar Biosfor adalah kawasan ekosistem darat dan pesisir laut yang diakui keberadaannya ditingkat internasional sebagai bagian dari Program UNESCO: Man and the Biosphere (MAB) Programme Progrram Manusia dan Biosfer. Pada bulan Maret 1995, UNESCO telah menyelenggarakan suatu konperensi internasional di Seville.(Spanyol) yang dihadiri oleh para ahli. Strategi yang dihasilkan dari konperensi tersebut dikenal sebagai "Strategi Seville" yang berisi rekomendasi bagi pengembangan cagar biosfer pada abad ke 21. Pada Konperensi Sevillejuga dirumuskan suatu Kerangka hokum yang menetapkan persyaratan pelaksanaan jaringan Cagar Biosfer Dunia. Kedua dokumen tersebut telah diadopsi menjadi 28 C/Reso/«si 2.4 oleh General Conference UNESCO pada bulan Nopember 1995 dan naskahnya dilampirkan di dalam brosur ini. Salah satu topik utama yang dikemukakan di dalam dokumen-dokumen tersebut adalah peran baru Cagar Biosfer untuk menjawab beberapa tantangan dari agenda 21 yang dihasilkan dalam Konperensi Perserikatan Bangsa- Bangsa mengenai Lingkungan dan Pembangunan (Rio, 1995). Pada saat yang bersamaan, mereka menggarisbawahi pentingnya cagar biosfer sebagai sarana untuk. melaksanakan Konvensi Keanekaragaman Hayati. 28C/RESOLUSI 2.4 DARI KONPERENSI UMUM UNESCO (Nopember 1995) Konperensi Umum, Menekankan bahwa Konperensi Seville telah menetapkan nilai penting Cagar Biosfer yang dirancang dalam kerangka prograni Manusia dan Biosfer (MAB) untuk konservasi keanekaragaman hayad, diselaraskan dengan perlindungan nilai-nilai budaya yang terkait dengannya, Menimbang bahwa Cagar Biosfer adalah situs yang ideal untuk penelitian, pemantauan jangka panjang, pelatihan, pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat sehingga mernberikan peluang bagi rnasyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam konservasi dan pemanfaatan sumber daya secara lestari, Menimbang bahwa cagar tersebut juga merupakan situs percontohan dan pusat-pusat kegiatan dalarn kerangka pengembangan wilayah regional dan rencana penatagunaan lahan. Menimbang bahwa Jaringan Cagar Biosfer Dunia memberikan kontribusi besar terhadap implementasi dari sasaran Agenda 21 dan konvensi-konvensi internasional lain yang diadopsi pada saat dan setelah berlangsungnya Konperensi Rio, khususnya Konvensi KeanekaragamanHayati.

2 Meyakini perlunya mengembangkan dan meningkatkan Jaringan kerjasama yang telah ada dan mendorong penguatan di tingkat regional dan dunia, khususnya dengan memberikan dukungan bagi upaya negara-negara berkembang untuk menetapkan, memperkuat dan mempromosikan cagar biosfer, 1. Menyetujui Strategi Seville dan meminta Direktur Jenderal untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan ntuk implementasi yang efektif dan menjamin hal ini dapat dimanfaa~kan seluas-luasnya oleh seluruh pihak yang terkait; 2. Meminta Negara Anggota untuk menerapkan Strategi Seville dan mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut; 3. Mengundang organisasi-organisasi antar pemerintah di tingkat internasional dan regional dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang relevan untuk bekerjasama dengan UNESCO agar dapat rnengembangkan Jaringan Cagar Biosfer Dunia dan menghimbau para badan penyandang dana untuk memobilisasikan sumber daya yang diperlukan; 4. Menerima Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Dunia, terlampir di sini, dan meminta: (a) Negara-negara Anggota agar menaruh perhatian di dalam menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan yang terkait dengan cagar biosfer; (b) Direktur Jenderal agar menyediakan sekretariat bagi Jaringan Cagar Biosfer Dunia sesuai dengan ketentuan Kerangka Hukum sehingga mendukung kelancaran dan memperkuat Jaringan. CAGAR BIOSFER: DUA PULUH TAHUN PERTAMA Cagar biosfer dirancang untuk menjawab salah satu dari pertanyaan-pertanyaan terpenting yang dihadapi dunia saat ini: Bagaimana kita dapat menyelaraskan konservasi keanekaragaman hayati dengan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari? Cagar biosfer yang dikelola secara efektif melibatkan para pakar dibidang pengetahuan alam dan sosial; kelompok konservasi dan para pengembang; otoritas-otoritas pengelola dan masyarakat lokal seluruhnya bekerja sama dalam mengatasi masalah yang kompleks ini. Konsep cagar biosfer pertama kali dikembangkan oleh Gugus Tugas (Task Force) Program Manusia dan Biosfer (MAB) dari UNESCO pada tahun Jaringan cagar biosfer diluncurkan pada tahun 1976 dan sejak Maret 1995, telah berkembang menjadi 324 cagar di 82 negara. Jaringan tersebut merupakan komponen kunci dari tujuan MAB untuk mencapai keseimbangan yang berkelanjutan antara pencapaian tujuan melestarikan keanekaragaman hayati yang terkadang menimbulkan konflik, peningkatan pembangunan sektor ekonomi dan pelestarian nilai-nilai budaya yang terkait. Cagar biosfer merupakan situs terpilih untuk menguji, memperbaiki, mendemonstrasikan dan rnelaksanakan tujuan tersebut. Pada tahun 1983, UNESCO dan UNEP bekerjasama dengan FAO dan IUCN menyelenggarakan Kongres Internasional Pertama Cagar Biosfer di Minsk (Belarus). Kegiatan Kongres yang dirumuskan pada tahun 1984 menjadi "Rencana Tindak untuk Cagar Biosfer", yang secara resmi disahkan oleh Konperensi Umum UNESCO dan oleh Dewan Kerja UNEP. Walaupun sebagian besar Rencana Kerja tersebut masih berlaku hingga saat ini, namun implementasi pengelolaan cagar biosfer telah banyak mengalami perubahan, sebagaimana disebutkan dalam UNCED terutama setelah adanya Konvensi Keanekaragaman Hayati. Konvensi tersebut ditandatangani dalam "Earth Summit' di Rio de Janeiro pada bulan Juni 1992 dan berlaku mulai bulan Desember 1993 dan sampai saat ini telah diratifikasi oleh lebih dari 100 negara. Tujuan utama Konvensi ini adalah: konservasi keanekaragaman hayati; pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan pembagian yang adil dan merata atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumber daya genetik. Cagar biosfer mendorong pendekatan terpadu dan dengan demikian mempunyai posisi yang baik untuk mendukung proses implementasi Konvensi.

3 Dalam waktu sepuluh tahun sejak Kongres Minsk, konsep tentang.'kawasan-kawasan dilindungi secara keseluruhan telah berkembang secara paraleldfengan cagar biosfer. Yang terpenting, hubungan antara konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan yang dibutuhkan masyarakat local - komponen utama pendekatan cagar biosfer - saat ini dikenal sebagai kunci keberhasilan pengelolaan sebagian besar taman nasional, cagar alam dan kawasan konservasi lainnya. Pada Kongres Taman Nasional dan Kawasan Konservasi Sedunia Ke Empat di Caracas, Venezuela pada bulan Februari 1992, para perencana dan pengelola kawasan konservasi dunia mengadopsi gagasan-gagasan (keterlibatan masyarakat, perpaduan antara konservasi dan pembangunan, pentingnya menjalin kerjasama internasional) yang merupakan aspek pendng dari cagar biosfer. Kongres juga menyetujui resolusi yang mendukung cagar biosfer. Sejauh ini telah terjadi inovasi penting di dalam pengelolaan cagar biosfer. Metodologi baru yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan dan penyelesaian konflik telah berkembang, dan perhatian terhadap system pendekatan regional semakin besar. Tipe baru cagar biosfer telah ditetapkan, seperti cagar kelompok dan lintas batas (cluster and transboundary reserves), dan banyak cagar biosfer mengalami perkembangan pesat, yaitu dari kawasan yang sernula fokus utamanya konservasi berubah menjadi perpaduan antara konservasi dan pembangunan melalui peningkatan kerjasama antar pemangku kepentingan. Jaringan internasional baru, yang didukung oleh kemajuan teknologi, termasuk kornputer dengan kemampuan yang lebih canggih dan internet, telah mempermudah komunikasi dan kerjasama antar cagar biosfer di berbagai negara. Dalam konteks ini, Dewan Eksekutif UNESCO memutuskan untuk mendirikan Komite Penasehat untuk Cagar Biosfer pada tahun Komite Penasehat ini telah menimbang bahwa sudah saatnya untuk mengevaluasi efekdvitas Rencana Kerja tahun 1984, untuk menganalisa implementasinya dan untuk mengembangkan strategi bagi cagar biosfer dalam menuju abad ke 21. Sesuai dengan Resolusi 27/C/2.3 General Conference, UNESCO menyelenggarakan Konperensi Internasional mengenai Cagar Biosfer atas undangan Pemerintah Spanyol di Seville (Spanyol) yang berlangsung dari tanggal 20 sanapai dengan 25 Maret Konperensi ini dihadiri oleh kira-kira 400 pakar dan 102 negara dan 15 organisasi internasional dan regional. Konperensi ini diadakan untuk mengevaluasi pengalaman dalam mengimplementasikan Rencana Kerja 1984, gambaran mengenai peran cagar biosfer dalam hubungannya dengan abad ke 21 (yang kemudian merupakan visi konperensi) dan penjabaran konsep Kerangka Hukum Jaringan Dunia. Konperensi ini merumuskan Strategi Seville yang disajikan berikut ini. Pertemuan ke 13 (12-16 Juni 1995) Dewan Koordinasi Internasional dari Program Manusia dan Biosfer (MAB) memberikan dukungan sepenuhnya terhadap Strategi Seville. KONSEP CAGAR BIOSFER Cagar biosfer adalah ekosistem daratan dan pesisir/laut atau kombinasi dari padanya, yang secara internasional diakui berada di dalam kerangka Program Manusia dan Biosfer dari UNESCO (Statutory framework of the World Network, of biosphere Reserves - Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Dunia). Usulan penetapan cagar biosfer diajukan oleh pernerintah nasional; setiap calon cagar harus memenuhi kriteria tertentu dan sesuai dengan persyaratan minimum sebelum dimasukkan ke dalam Jaringan Dunia. Setiap cagar biosfer diharuskan memenuhi dga fungsi yang saling menunjang, yaitu: fungsi konservasi, untuk melestarikan sumber daya genetik, jenis, ekosistem dan lansekap; fungsi pembangunan, untuk memacu pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, dan fungsi pendukung logistik, untuk mendukung proyek percontohan, pendidikan dan pelarihan lingkungan, dan penelitian dan pemantauan yang berhubungan dengan masalah-masalah konservasi dan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, nasional dan dunia. Secara fisik, sedap cagar biosfer harus terdiri atas dga elemen, yaitu: satu atau lebih zona inti, yang merupakan kawasan dilindungi bagi konservasi keanekaragaman hayati, pemantauan ekosistem yang mengalami gangguan, dan melakukan kegiatan penelitian yang tidak merusak serta kegiatan lainnya yang berdampak rendah (seperd pendidikan); zona penyangga yang ditentukan dengan jelas, yang biasanya mengelilingi atau berdampingan dengan zona inti, dan dimanfaatkan bagi kegiatan-kegiatan kerjasama yang tidak bertentangan secara ekologis, termasuk pendidikan lingkungan, rekreasi, ekoturisme dan penelidan terapan dan dasar; dan zona transisi, atau zona

4 peralihan, yang mungkin berisi kegiatan pertanian, pemukiman dan pemanfaatan lain dan dimana rnasyarakat lokal, lembaga manajemen, ilmuwan, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat adat, pemerhati ekonomi dan pemangku kepentingan lain bekerjasama untuk mengelola dan mengenibangkan sumberdaya secara berkelanjutan. Walaupun semula dilihat sebagai rangkaian lingkaran konsentris, ke tiga zona tersebut diterapkan ke dalam berbagai pendekatan yang berbeda-beda untuk memenuhi kebutuhan dan kondisi setempat. Sesungguhnya, salah satu kekuatan terbesar dari konsep cagar biosfer adalah fleksibilitas dan kreativitasnya yang telah dibukdkan dalam berbagai situasi. Beberapa negara telah menetapkan undang-undang khusus bagi pembentukan cagar biosfer. Di banyak negara lainnya, zona inti dan zona penyangga ditetapkan (seluruhnya atau sebagian) sebagai zona yang dilindungi menurut undang-undang nasional. Sejumlah cagar biosfer sekaligus memiliki kawasan dilindungi yang dikelola dengan sistem lain (seperti taman nasional atau cagar alam) dan situs lain yang diakui secara internasional (seperti situs Warisan Dunia dan Ramsar). Pengaturan kepemilikan juga bermacam-macam. Zona inti cagar biosfer kebanyakan merupakan tanah negara tetapi dapat juga dimiliki secara pribadi atau rnilik organisasi non pemerintah. Dalam banyak hal, zona penyangga merupakan rnilik perseorangan atau masyarakat tertentu, dan kondisi ini pada umumnya diternukan pula pada daerah transisi. Strategi Seville bagi cagar biosfer merefleksikan kondisi ini secara luas. VISI SEVILLE MENUJU ABAD 21 Masa depan apakah yang akan dihadapi dunia menuju abad ke 21? Kecenderungan dewasa ini tentang perturnbuhan dan penyebaran penduduk, peningkatan kebutuhan sumber energi dan sumberdaya alam, globalisasi ekonomi dan efek pola perdagangan terhadap daerah pedesaan, lunturnya nilai-nilai budaya, sentralisasi dan kesulitan memperoleh inforniasi yang relevan, dan kemajuan teknologi yang tidak merata - semua ini memberikan gambaran besarnya masalah lingkungan dan prospek pembangunan di masa yang akan datang. UNCED memberikan alternatif kegiatan yang mengarah pada pembangunan berkelanjutan, menyatukan kepedulian lingkungan dan keadilan sosial yang lebih besar, termasuk menghormati masyarakat pedesaan dan kebijaksanaan mereka. Agenda 21, Konvensi Keanekaragaman Hayati, Konvensi Perubahan lklim, dan Konservasi Desertifikasi, dan perjanjian multi lateral lainnya, memberikan arahan ke depan pada tingkat internasional. Meskipun demikian masyarakat global juga membutuhkan contoh-contoh yang nyata yang dicanangkan oleh UNCED untuk mempromosikan konservasi dan pembangunan yang berkelanjutan, Contoh tersebut hanya dapat terlaksana apabila menunjukkan semua kebutuhan sosial, budaya, rohani dan kebutuhan ekonomi masyarakat, dan juga didasarkan pada pengetahuan ilmiah yang baik, Cagar biosfer menawarkan contoh-contoh tersebut, Dari pada membangun pulau-pulau di dunia yang makin dipengaruhi oleh dampak aktivitas manusia, mereka dapat menjadi panggung untuk menyelaraskan hubungan manusia dan alam, mereka dapat membawa pengalaman masa lampau untuk kebutuhan di masa yang akan datang, mereka dapat mendemonstrasikan bagaimana mengatasi masalah sektoral dengan sistem kelembagaan kita. Secara singkat dapat disebutkan bahwa cagar biosfer lebih dari sekedar kawasan dilindungi. Dengan demikian cagar biosfer dapat ditempatkan pada peran baru. Mereka. tidak hanya mempunyai arti bagi manusia yang hidup dan bekerja di dalamnya dan di sekitarnya untuk memperoleh keseimbangan dengan lingkungannya, narnun mereka juga rnemberi dukungan bagi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan dengan menunjukkan langkah bagi masa depan yang lebih lestari. Hal ini menipakan inti dan visi cagar biosfer di abad ke 21. Konperensi Internasional Cagar Biosfer, yang diadakan oleh UNESCO di Seville (Spanyol) pada tanggal Maret 1995, mengadopsi dua sistem pendekatan: menelaah pengalaman rasa lampau dalam melaksanakan konsep baru cagar biosfer;

5 melihat ke masa depan untuk mengidentifikasi penekanan yang harus diberikan saat ini terhadap tiga fungsi cagar biosfer, yaitu konservasi, pembangunan dan dukungan logistik. Konperensi Seville menyimpulkan bahwa walaupun terdapat permasalahan dan keterbatasan yang dihadapi dalam penetapan cagar biosfer, program tersebut secara keseluruhan merupakan program yang inovatif dan sangat sukses. Khususnya, ketiga fungsi dasar tersebut akan tetap berlaku sebagaimana pada tahun-tahun mendatang. Dalam implementasi fungsi dasar cagar biosfer dan berdasarkan analisa yang dihasilkan, sepuluh kunci pengarahan berikut ini telah diidentifikasi dalam Konperensi dan merupakan landasan bagi Strategi Seville yang baru: 1. Memperkuat peranan yang dapat diberikan oleh cagar biosfer untuk mengimplementasikan perjanjian-perjanjian internasional dalam mempromosikan konservasi dan pembangunan berkelanjutan, terutama Konvensi Keanekaragaman Hayati dan konvensi-konvensi lain, seperti konvensi perubahan iklim, desertifikasi dan kehutanan. 2. Mengembangkan cagar biosfer yang meliputi berbagai kondisi keragaman lingkungan, biologi, ekonomi dan budaya, mulai dari kawasan yang tidak mengalami gangguan dan menyebar hingga ke wilayah kota-kota. Terdapat suatu potensi khusus, dan kebutuhan, untuk menerapkan konsep cagar biosfer di.lingkungan pesisir dan kelautan. 3. Memantapkan jaringan-jaringan cagar biosfer di tingkat regional, internasional dan jaringan tematik sebagai komponen dari Jaringan Cagar Biosfer Dunia. 4. Meningkatkan kegiatan penelitian ilmiah, permantauan, pelatihan dan pendidikan dalam cagar biosfer karena konservasi dan pemanfaatan sumber daya di kawasan tersebut membutuhkan dasar pengetahuan alam dan sosial serta ilmu sastera. Kebutuhan ini khususnya diperlukan benar-benar untuk cagar biosfer di negara-negara yang merniliki keterbatasan sumber daya manusia dan dana sehingga perlu mendapatkan perhatian dan prioritas. 5. Memastikan bahwa semua zona cagar biosfer memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi konservasi, pembangunan berkelanjutan dan pemahaman ilmiah. 6. Memperluas daerah transisi agar mencakup wilayah yang lebih luas sehingga dapat dilakukan berbagai pendekatan, seperti pengelolaan ekosistem, dan pemanfaatan cagar biosfer untuk mengeksplorasi dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan bagi pembangunan berkelanjutan di tingkat regional. Oleh karena itu, daerah transisi harus memperoleh perhatian yang lebih besar. 7. Merefleksikan lebih besar dimensi kemanusiaan dari cagar biosfer. Keterkaitan antara keanekaragaman budaya dan hayati perlu ditampilkan. Kearifan tradisional dan sumber daya genetic harus dilestarikan dan perannya dalam pembangunan berkelanjutan hams diakui dan ditingkatkan. 8. Mempromosikan pengelolaan setiap cagar biosfer sebagai satu pakta esensial antara rnasyarakat lokal dan masyarakat umum secara keselumhan. Pengelolaan harus terbuka, berkembang dan dapat menyesuaikan diri. Pendekatan seperti ini akan membantu menjamin bahwa cagar biosfer dan masyakat local ditempatkan pada posisi lebih baik untuk menjawab tekanan polidk, ekonomi dan sosial yang datang dan luar. 9. Mengajak seluruh pihak dan sektor yang terkait untuk membangun kemitraan dalam pengelolaan cagar biosfer baik ditingkat lapangan maupun jaringan yang ada. Informasi harus mengalir dengan mudah kesemua pihak yang berkepentingan. 10. Investasi untuk masa depan. Cagar biosfer harus dimanfaatkan untuk memahami hubungan manusia dengan alam lingkungannya, rnelalui program kesadaran masyarakat, imformasi dan pendidikan formal dan non-formal, didasarkan pada perspektif jangka panjang bagi generasi sekarang ini dan generasi mendatang.

6 Secara singkat, cagar biosfer harus dapat melestarikan dan menghasilkan nilai-nilai alami dan budaya melalui pengelolaan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sesuai dengan kreatifitas budaya dan diterapkan secara berkelanjutan. Jaringan Cagar Biosfer Dunia, sebagaimana yang diterapkan dalam Strategi Seville, merupakan alat pemersatu yang dapat membantu meningkatkan solidaritas yang lebih besar antar umat manusia dan bangsa-bangsa di dunia. STRATEGI Strategi berikut ini berisi rekornendasi bagi pengembangan cagar biosfer yang efektif dan bagi pengembangan fungsi Jaringan Cagar Biosfer Dunia agar bekerja dengan baik. Strategi ini tidak mengulangi prinsip-prinsip dasar Konvensi Keanekaragaman Hayati maupun Agenda 21, tetapi hendaknya mengindentifikasi peran khusus cagar biosfer dalam mengembangkan visi baru mengenai hubungan antara konservasi dan pembangunan. Oleh karena itu, dokumen ini menitikberatkan pada beberapa prioritas. Strategi mengusulkan tingkat cagar biosfer (internasional, nasional, individual) agar diberikan rekomendasi yang paling etektif. Meskipun demikian karena besarnya perbedaan sistem pengelolaan pada tingkat nasional dan lokal, tingkat tindakan yang direkomendasikan ini perlu dipandang sebagai pedoman, dan diterapkan sesuai dengan kondisi setempat. Perlu diketahui bahwa tingkat nasional harus diartikan mencakup instansi-instansi pemerintah lain yang lebih tinggi tingkatnya dari individual cagar biosfer (misalnya propinsi, negara bagian, kabupaten, dsb.). Di beberapa negara, lembaga swadaya masyarakat (LSM) nasional atau lokal dapat dipertimbangkan sebagai pengganti pada tingkat ini. Demikian pula, kegiatan di tingkat internasional sering mencakup kegiatan di tingkat regional dan antar regional. Strategi juga mencakup Indikator Implimentasi yang direkomendasikan, misalnya daftar kegiatan yang memungkinkan semua pihak yang terlibat untuk mengikuti dan mengevaluasi implementasi Strategi. Kriteria yang digunakan dalam mengembangkan Indikator adalah: ketersediaan (Dapatkah informasi dikumpulkan dengan mudah?); kesederhanaan (Apakah data tidak rancu), dan manfaat (Apakah informasi akan bermanfaat bagi pengelola cagar, Komite Nasional, dan/ ataujaringan secara keseluruhan?). Satu manfaat dari Indikator Implementasi adalah pntuk menyusun database dari mekanisme implementasi yang sukses dan tukar menukar informasi antara para anggota Jaringan. SASARAN 1: MEMANFAATKAN CAGAR BIOSFER UNTUK KONSERVASI ALAM DAN MELESTARIKAN KERAGAMAN BUDAYA Tujuan 1.1: Meningkatkan perlindungan keanekaragaman hayati dan budaya melalui Jaringan Cagar Biosfer Dunia. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Mempromosikan cagar biosfer sebagai sarana untuk mencapai tujuan Konvensi Keanekaragaman Hayati. 2. Mempromosikan pendekatan yang komprehensif terhadap klasifikasi bio-geografi yang memperhatikan berbagai gagasan seperti analisa kerawanan, untuk mengembangkan suatu sistem yang mencakup faktor-faktor sosial ekologi. Rekomendasi untuk tingkat nasional:

7 3. Menyusun analisa biogeografi Negara tersebut sebagai dasar, antara lain untuk menelaah Jaringan Cagar Biosfer Dunia. 4. Sehubungan dengan analisa tersebut, dan dengan memperhatikan adanya kawasan-kawasan yang dilindungi, penetapan, peningkatan atau apabila diperlukan melakukan perluasan cagar biosfer, dengan memberikan perhatian khusus pada habitat-habitat yang mengalami fragmentasi, ekosistem yang terancam, dan lingkungan-lingkungan alam dan budaya yang-rawan terhadap kerusakan. Tujuan 1.2: Mengintegrasikon cagar biosfer ke dalam perencanaan konservasi. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Mendorong terbentuknya cagar biosfer lintas batas sebagai upaya untuk mengelola konservasi organisme, ekosistem, dan sumber daya genetik yang melintasi batasbatas nasional suatu negara. Rekomendasi untuk tingkat nasional: 2. Mengintegrasikan cagar biosfer ke dalam strategi konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, kedalam perencanaan untuk kawasan-kawasan yang dilindungi, dan dalam strategi dan rencana kerja keanekaragarnan hayati nasional sebagaimana tercantum dalam Article 6 Konvensi Keanekaragaman Hayati. 3. Jika diperlukan, masukkan proyek-proyek untuk memperkuat dan mengembangkan cagar biosfer di dalam program-program yang diprakarsai dan didanai oleh Konvensi Keanekaragaman Hayati dan konvensi-konvensi multilateral lainnya. 4. Menghubungkan cagar biosfer satu dengan lainnya, dan dengan kawasan-kawasan dilindungi lainnya, melalui koridor/jalur hijau dan dengan cara lain yang dapat meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati, dan menjamin agar hubungan ini tetap dipelihara dengan baik. 5. Memanfaatkan cagar biosfer bagi konservasi in-situ sumber daya genetik, termasuk jenis-jenis dan alam dan jenis-jenis hasil penangkaran maupun budidaya, serta mempertimbangkan untuk memanfaatkan cagar biosfer sebagai lokasi rehabilitasi/re-introduksi, dan menghubungkan keduanya yang disesuaikan dengan program konservasi ex-situ dan pemanfaatannya. SASARAN II: MEMANFAATKAN CAGAR BIOSFER SEBAGAI MODEL PENGELOLAAN LAHAN DAN PENDEKATAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Tujuan 11.1: Meningkatkan dukungan dan keterlibatan masyarakat lokal. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Menyusun pedoman aspek-aspek penting mengenai pengelolaan cagar biosfer, termasuk penyelesaian konflik, ketentuan bagi keuntungan lokal, dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan dan tangung jawab pengelolaan.

8 Rekomendasi untuk tingkat nasional: 2. Memasukkan cagar biosfer ke dalam rencana untuk mengimplementasikan sasaran-sasaran pemanfaatan berkelanjutan dari Agenda 21 dan Konvensi Keanekaragaman Hayati. 3. Menetapkan, memperkokoh atau memperluas cagar biosfer agar mencakup kawasan tradisional di mana kearifan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati masih berlangsung (termasuk situs-situs yang dikeramatkan), dan/atau dimana terjadi interaksi kritis antara masyarakat dan lingkungannya (misalnya kawasan-kawasan sekitar perkotaan, wilayah pedesaan yang rusak, kawasan-kawasan pesisir, lingkungan perairan tawar dan lahan basah). 4. Mengindentifikasi dan mempromosikan pembentukan kegiatan yang sesuai dengan sasaran-sasaran konservasi melalui transfer teknologi tepat guna terrnasuk kearifan tradisional dan yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan di zona penyangga dan zona transisi. Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar : 5. Survei kepedulian berbagai pemangku kepentingan dan melibatkan mereka secara penuh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan cagar biosfer. 6. Mengindentifikasikan dan menelaah faktor-faktor yang menyebabkan degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya hayati yang tidak lestari. 7. Mengevaluasi produk-produk alami dan jasa lingkungan kemudian memanfaatkan evaluasi tersebut untuk mempromosikan penghasilan yang berwawasan lingkungan dan secara ekonomi berkesinambungan bagi masyarakat lokal. 8. Mengembangkan insentif bagi konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal apabila kegiatan-kegiatan yang ada terbatas atau dilarang di dalam cagar biosfer. 9. Menjamin bahwa keuntungan yang diperoleh dan penianfaatan sumber daya alam dibagi dengan adil dan merata kepada para pemangku kepentingan, misalnya perolehan dari karcis masuk, penjualan produk-produk alarn atau kerajinan tangan, pemanfaatan teknik konstruksi dan tenaga kerja lokal, dan pengembangan kegiatan-kegiatan yang berwawasan lestari (misalnya pertanian, kehutanan dan sebagainya). Tujuan 11.2: Menjamin adanya keselarasan dan interaksi antar zona-zona cagar biosfer. Rekomendasi untuk tingkat nasional: 1. Setiap cagar biosfer harus memiliki kebijakan atau perencanaan yang efektif dan lembaga yang berwenang atau mekanisme yang sesuai untuk melaksanakannya. 2. Mengembangkan upaya identifikasi ketidakcocokan antar fungsi-fungsi konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari cagar biosfer dan melaksanakan langkahlangkah untuk menjamin dan memelihara keseimbangan yang sesuai antar fungsi-fungsi tersebut. Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar: 1. Mengembangkan dan membentuk mekanisme kelembagaan untuk mengelola, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan program dan akrivitas cagar biosfer.

9 2. Membentuk jaringan konsultasi lokal yang terdiri dari para pemangku kepentingan bidang ekonomi dan sosial, termasuk seluruh pihak yang memiliki kepentingan (misalnya pertanian, kehutanan, perburuan, penyedia air, pembangkit energi, perikanan, pariwisata, rekreasi, penelitian). Tujuan 11.3: Mengintegrasikan cagar biosfer ke dalam rencana pembangunan regional. Rekomendasi untuk tingkat nasional: 1. Memasukkan cagar biosfer ke dalam kebijakan pembangunan daerah dan ke dalam proyek perencanaan tataguna lahan. 2. Memacu sektor-sektor yang berperan dalam pemanfaatan lahan yang berdekatan dengan kawasan cagar biosfer untuk mengadopsi kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar: 3. Menyelenggarakan forum-forum pertemuan dan mengembangkan lokasi-lokasi percontohan untuk mengamati masalah-masalah sosial-ekonomi dan lingkungan yang terdapat di daerah dan bagi pemanfaatan keanekaragaman hayati yang penting bagi daerah tersebut secara lestari. SASARAN III: MEMANFAATKAN CAGAR BIOSFER UNTUK PENELITIAN, PEMANTAUAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Tujuan 111.1: Meningkatkan pengetahuan tentang interaksi antara manusia dan biosfer. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Memanfaatkan Jaringan Cagar Biosfer Dunia untuk melakukan penelitian komparatif tentang lingkungan dan sosial-ekonomi, termasuk penelitian jangka panjang yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menyelesaikannya. 2. Memanfaatkan Jaringan Cagar Biosfer Dunia untuk program penelitian internasional yang berkaitan dengan topik-topik seperti keanekaragaman hayati, desertifikasi, siklus air, ethnobiologi, dan perubahan global. 3. Memanfaatkan Jaringan Cagar Biosfer Dunia untuk program kerjasama penelitian pada tingkat regional dan internasional, seperti yang terdapat di wilayah belahan bumi selatan, Asia Timur dan Amerika Latin. 4. Mendorong pengembangan sarana yang inovatif, penelitian antar disiplin ilmu untuk cagar biosfer, termasuk sistem-sistem model yang fleksibel untuk mengintegrasikan data sosial, ekonomi dan ekologi. 5. Mengembangkan pusat informasi untuk sarana penelitian dan metodologi bagi cagar biosfer.

10 6. Mendorong adanya interaksi antara Jaringan Cagar Biosfer Dunia dan berbagai jaringan penelitian dan pendidikan lainnya, dan memfasilitasi pemanfaatan cagar biosfer untuk proyek-proyek kerjasama di bidang penelitian antara universitas dan lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian, pada sektor swasta maupun publik, dan organisasi non pemerintah maupun pada tingkat pernerintah. Rekomendasi untuk tingkat nasional: 7. Mengintegrasikan cagar biosfer dengan program penelitian ilmiah nasional dan regional, dan menghubungkan kegiatan-kegiatan penelitian tersebut ke dalam kebijakan nasional dan regional tentang konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Rekomendasi untuk. tingkat masing-masing cagar: 8. Memanfaatkan cagar biosfer untuk penelitian dasar dan terapan, terutama proyek-proyek yang mempunyai focus tentang masalah-rnasalah lokal, proyek-proyek antar disiplin ilmu yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial, dan proyek-proyek yang melibatkan rehabilitasi ekosistem yang mengalami kerusakan, konservasi tanah serta pemanfaatan berkelanjutan sumber daya alam. 9. Mengembangkan sistem pengolahan data untuk kepentingan penelitian dan pemantauan dalam pengelolaan cagar biosfer. Tujuan 111.2: Meningkatkan kegiatan pemantauan. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Memanfaatkan Jaringan Cagar Biosfer Dunia di tingkat internasional, regional, nasional dan lokal, sebagai prioritas jangka panjang pemantauan kawasan untuk program-program internasional yang memfokuskan pada topik-topik seperti sistem observasi ekosistem daratan dan kelautan, perubahan global, keanekaragaman hayati, dan kelestarian hutan. 2. Mendorong pemakaian protokol-protokol baku untuk meta-data mengenai deskripsi flora dan fauna, untuk memfasilitasi pertukaran informasi, aksesibilitas dan pemanfaatan informasi ilmiah yang dihasilkan dari cagar biosfer. Rekomendasi untuk tingkat nasional: 3. Mendorong partisipasi cagar biosfer dalam program nasional mengenai pemantauan ekologi dan lingkungan serta pengembangan hubungan antara cagar biosfer dan lokasi pemantauan dan jaringan lainnya. Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar: 4. Memanfaatkan cagar untuk melakukan inventarisasi fauna dan flora, mengumpulkan data ekologi dan sosial-ekonomi, melakukan observasi meteorologi dan hidrologi, mengkaji dampak polusi, dan sebagainya, untuk kepentingan ilmiah dan sebagai dasar pengelolaan kawasan. 5. Memanfaatkan cagar sebagai tempat eksperimen untuk pengembangan dan pengujian berbagai metode dan pendekatan untuk evaluasi dan pemantauan keanekaragaman hayati, pelestarian dan kualitas kehidupan mahluknya.

11 6. Memanfaatkan cagar untuk mengembangkan indikator pelestarian (dalam arti ekologi, ekonomi, sosial dan institusional) untuk berbagai kegiatan produktif yang dilaksanakan di zona penyangga dan zona transisi. 7. Mengembangkan sistem pengolahan data untuk pemanfaatan hasil penelitian dan pemantauan dalam pengelolaan cagar biosfer. Tujuan 111.3: Meningkatkan pendidikan, kesadaran dan partisipasi masyarakat. Rekomendasi untuk. tingkat internasional: 1. Memfasilitasi tukar menukar pengalaman dan informasi antar cagar biosfer, yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan tenaga sukarela dan masyarakat dalam pengelolaan cagar biosfer. 2. Mempromosikan pengembangan system komunikasi untuk menyebarkan informasi mengenai cagar biosfer dan pengalaman di lapangan. Rekomendasi untuk tingkat nasional: 3. Memasukkan informasi mengenai konservasi dan pemanfaatan lestari, yang diterapkan pada cagar biosfer, dalam program-program sekolah dan buku panduan mengajar, serta melalui berbagai media. 4. Mendorong partisipasi cagar biosfer dalam berbagai jaringan dan program internasional, untuk mempromosikan keterkaitan antara pendidikan dan kesadaran masyarakat. Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar: 5. Mendorong partisipasi masyarakat lokal, murid-murid sekolah dan pemangku kepentingan lain dalam berbagai program pendidikan dan pelatihan dan dalam kegiatankegiatan penelitian dan pemantauan dalam cagar biosfer. 6. Membangun pusat informasi pengunjung mengenai cagar biosfer, kepentingannya bagi konservasi dan pemanfaatan lestari keanekaragaman hayati, dampak sosialbudayanya, dan program-program pendidikan dan sumber dayanya. 7. Mempromosikan pusat-pusat pendidikan ekologi dalam setiap cagar biosfer, sebagai sarana untuk pendidikan murid-murid sekolah dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Tujuan 111.4: Meningkatkan kegiatan pelatihan untuk para pakar dan manajer. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Memanfaatkan Jaringan Cagar Biosfer Dunia untuk mendukung dan mendorong peluang-peluang pelatihan dan program internasional. 2. Mengidentifikasi cagar biosfer yang representatif sebagai pusat pelatihan regional. Rekomendasi untuk tingkat nasional:

12 3. Menentukan pelatihan yang dibutuhkan oleh para manajer cagar biosfer dalam abad ke 21 dan mengembangkan model program pelatihan untuk topik-topik tertentu seperti bagaimana merencanakan dan menerapkan program inventarisasi dan pemantauan di cagar biosfer, bagaimana menganalisa dan menelaah kondisi sosialbudaya, bagaimana menyelesaikan konflik, dan bagaimana mengelola bersama sumber daya di dalam suatu ekosistem atau lansekap. Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar: 4. Memanfaatkan cagar biosfer untuk pelatihan lapangan dan kegiatan-kegiatan seminar nasional, regional dan lokal. 5. Mendorong penyelenggaraan pelatihan dan peluang kerja yang sesuai untuk masyarakat lokal dan para pemangku kepentingan lain supaya dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam program-program inventarisasi, pemantauan dan penelitian di cagar biosfer. 6. Mendorong program-program pelatihan untuk masyarakat lokal dan unsur-unsur lokal lainnya (seperti pengambil keputusan, tokoh masyarakat, dan mereka yang bekerja di bidang produksi, alih teknologi, dan program pengembangan masyarakat) sehingga dapat sepenuhnya berpartisipasi dalam proses perencanaan, pengelolaan, dan pemantauan cagar biosfer. SASARAN IV: MENERAPKAN KONSEP CAGAR BIOSFER Tujuan IV.1: Mengintegrasikan fungsi cagar biosfer. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Mengidentifikasi dan mempublikasikan contoh (dari model atau contoh ilustratif) cagar biosfer, yang pengalarnan-pengalamannya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain, di tingkat nasional, regional dan internasional. 2. Memberikan arahan/saran dalam elaborasi dan tinjauan periodik mengenai strategi dan rencana kerja nasional pengelolaan cagar biosfer. 3. Mengkoordinasi pembentukan forum-forum dan mekanisrne pertukaran informasi bagi para manajer cagar biosfer. 4. Menyiapkan dan menyebarkan informasi tentang bagaimana mengembangkan rencana-rencana pengelolaan atau kebijakan untuk cagar biosfer. 5. Menyiapkan pedoman mengenai masalah-masalah pengelolaan di cagar biosfer, termasuk metode untuk menjamin partisipasi masyarakat lokal, studi kasus dari berbagai macam pengelolaan, dan teknik penyelesaian konflik. Rekomendasi untuk tingkat nasional: 6. Menjamin bahwa setiap cagar biosfer memiliki kebijakan pengelolaan atau perencanaan yang efektif dan otoritas yang sesuai atau mekanisme untuk melaksanakannya.

13 7. Mendorong inisiatif sektor swasta untuk membangun dan memelihara kegiatan-kegiatan yang selaras dengan lingkungan dan kondisi sosial di zona-zona yang sesuai di cagar biosfer dan sekitarnya sehingga menstimulus pembangunan masyarakat, 8. Mengembangkan dan secara periodic meninjau strategi dan rencana kerja nasional untuk cagar biosfer; strategi ini harus berusaha mencari nilai tambah cagar biosfer yang dikaitkan clengan kebijaksanaan nasional lainnya untuk bidang konservasi. 9. Membentuk forum-forum dan mekanisme pertukaran informasi lainnya untuk para manajer cagar biosfer, Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar: 10. Mengidentifikasi dan memetakan berbagai zona cagar biosfer dan menentukan statusnya tersebut. 11. Mempersiapkan, melaksanakan dan memantau rencana pengelolaan secara menyeluruh atau kebijakan yang mencakup semua zona-zona di cagar biosfer. 12. Apabila diperlukan, untuk melestarikan zona inti, merencanakan kembali zona penyangga. dan zona transisi menurut kriteria pembangunan berkelanjutan. 13. Menentukan dan menetapkan mekanisme kelembagaan untuk mengelola, mengkoordinasi dan mengintegrasikan berbagai program kegiatan cagar. 14. Menjamin bahwa masyarakat lokal dapat berpartisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan cagar biosfer. 15. Mendorong inisiatif sektor swasta untuk membangun dan memelihara kegiatan yang sesuai dengan pelestarian lingkungan dan kondisi sosial di cagar dan sekitarnya. Tujuan IV.2: Memantapkan Jaringan Cagar Biosfer Dunia. Rekomendasi untuk tingkat internasional: 1. Memfasilitasi penyediaan sumber daya yang memadai untuk implementasi Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Dunia. 2. Memfasilitasi kegiatan mengenai tinjauan periodik oleh setlap negara atas cagar biosfernya, sebagaimana yang diharuskan oleh Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Dunia, dan membantu negara-negara tersebut dalam upaya membuat cagar biosfer mereka berfungsi. 3. Mendukung fungsi Badan Penasehat untuk Cagar Biosfer dan mempertimbangkan sepenuhnya serta memanfaatkan sepenuhnya rekomendasi dan pengarahan mereka. 4. Memimpin pengembangan komunikasi antar cagar biosfer, dengan memperhatikan kemampuan komunikasi dan teknik mereka, dan memperkuat jaringan regional atau tematik yang telah ada dan direncanakan. 5. Mengembangkan hubungan dan kemitraan yang kreatif dengan jaringan lain atau kawasan yang dikelola dengan konsep yang serupa, dan dengan organisasi kepemerintahan dan non-pemerintah internasional dengan tujuan yang selaras dengan cagar biosfer. 6. Mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama antar cagar biosfer dan mendorong cagar lintas batas.

14 7. Meningkatkan peranan cagar biosfer dengan menyebarkanluaskan bahan-bahan informasi, mengembangkan kebijakan komunikasi, dan mengedepankan peran mereka sebagai anggota Jaringan Cagar Biosfer Dunia. 8. Sedapat mungkin, mengupayakan pemasukan cagar biosfer ke dalam proyek-proyek yang didanai oleh organisasi bilateral atau multilateral. 9. Memobilisasi dana dan sektor swasta, dari para pengusaha, LSM dan yayasan untuk kepentingan cagar biosfer. 10. Membuat standar dan metodologi untuk mengumpulkan dan menukar berbagai data, dan membantu aplikasinya melalui Jaringan Cagar Biosfer. 11. Memantau, menentukan dan menindaklanjuti implementasi Strategi Seville, dengan memanfaatkan Indikator Implementasi, dan menganalisa faktor-faktor yang membantu maupun yang menghambat pencapaian indikator-indikator tersebut. Rekomendasi untuk, tingat nasional: 12. Memfasilitasi penyediaan sumber daya yang memadai untuk implementasi Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Dunia. 13. Mengembangkan mekanisme di tingkat nasional untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan cagar biosfer; dan mempertimbangkan sepenuhnya dan memanfaatkan rekomendasi dan petunjuknya. 14. Menyusun suatu evaluasi status dan pengelolaan setiap cagar biosfer dari suatu negara, sebagaimana yang ditentukan dalam Kerangka Hukum, dan menyediakan sumber daya yang sesuai untuk mengatasi berbagai kekurangan. 15. Mengembangkan hubungan dan kemitraan yang kreatif dengan jaringan lain atau kawasan yang dikelola dengan serupa dan dengan organisasi-organisasi pemerintah dan non-pemerintah internasional dengan tujuan yang sama dengan cagar biosfer. 16. Mencari peluang-peluang untuk mendukung kerjasama antara cagar biosfer dan membangun cagar biosfer lintas batas, bila memadai. 17. Meningkatkan peran lebih cagar biosfer dengan menyebarkanluaskan bahan-bahan informasi, mengembangkan kebijakan komunikasi, dan mengedepankan peran mereka sebagai anggota Jaringan Cagar Biosfer Dunia. 18. Memasukan cagar biosfer dalam proposal-proposal untuk mendapatkan dana dari mekanisme sumber pendanaan internasional dan bilateral, termasuk dari Global Environment Facility. 19. Memobilisasi dana dari sektor swasta, para pengusaha, LSM dan yayasan untuk kepentingan cagar biosfer. 20. Memantau, menentukan dan menindaklanjuti implementasi Strategi Seville, dengan memanfaatkan Indikator Implementasi, dan menganalisa faktor-faktor yang membantu maupun yang menghambat pencapaian indikator-indikator tersebut. Rekomendasi untuk tingkat masing-masing cagar: 21. Meningkatkan peranan cagar biosfer dengan menyebarluaskan bahan-bahan informasi, mengembangkan kebijakan kornunikasi, dan mengedepankan peran mereka sebagai anggota Jaringan Cagar Biosfer Dunia.

15 22. Memobilisasi dana dari sektor swasta, dari para pengusaha, LSM dan yayasan untuk kepentingan cagar biosfer, 23. Memantau, menentukan dan menindaklanjuti implementasi Strategi Seville, dengan memanfaatkan Indikator Implementasi, dan menganalisa faktor-faktor yang membantu maupun yang menghambat pencapaian indikator-indikator tersebut. INDIKATOR IMPLEMENTASI REFERENSI SILANG Tingkat Internasional Cagar biosfer dimasukkan dalam implementasi Konvensi Keanekaragaman Hayati Peningkatan pengembangan sistem biogeografi Pengembangan baru cagar biosfer lintas batas Penyusunan dan penerbitan pedoman-pedoman Implementasi program penelitian komparatif Cagar biosfer dimasukkan dalam program penelitian internasional Program penelitian regional dan antar regional dikembangkan Sarana penelitian antar disiplin ilmu dikembangkan Pusat pengembangan sarana penelitian dan metodologi Pengembangan kerjasama dengan jaringan penelitian dan pendidikan lainnya Cagar biosfer dimasukkan ke dalam program-program pemantauan internasional I.1.1 I.1.2 I.2.1; IV.2.6 II.1.1; IV.1.4; IV.1.5 III.1.1 III.1.2 III.1.3 III.1.4 III.1.5 III.1.6 III.2.1

16 Protokol dan metodologi standar diadopsi untuk kepentingan data dan pertukaran data Mekanisme dikembangkan untuk pertukaran pengalaman dan informasi antar cagar biosfer Sistem komunikasi cagar biosfer diimplementasikan Peluang pelatihan tingkat internasional dan program dikembangkan Pusat pelatihan tingkat regional diidentifikasi dan dikembangkan Demonstrasi cagar biosfer diidentifikasi dan dikembangkan Pedoman dipersiapkan mengenai elaborasi dan strategi peninjauan dan rencana kerja nasional untuk cagar biosfer III.2.2; IV.2.10 III.3.1 III.3.2;IV.2.4; IV.2.7 III.4.1 III.4.2 IV.1.1 IV.1.2 Mekanisme dikembangkan untuk pertukaran informasi antar manajer cagar biosfer Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Dunia diterapkan di tingkat internasional dan nasional Badan Penasehat untuk Cagar Biosfer berfungsi optimal dan efektif Jaringan regional dan tematik dikembangkan atau diperkuat Interaksi dikembangkan antara cagar biosfer dan kawasan-kawasan yang dikelola dengan sistem dan organisasi yang serupa IV.1.3 IV.2.1; IV.2.2 IV.2.3 IV.2.4 IV.2.5 Mekanisme dikembangkan untuk memacu kerjasama antar cagar biosfer Materi informasi dan promosi dikembangkan untuk Jaringan Cagar Biosfer Dunia Strategi dikembangkan untuk melibatkan cagar biosfer ke dalam proyek-proyek bantuan bilateral dan multilateral IV.2.6 IV.2.7 IV.2.8

17 Strategi dikembangkan untuk memobllisasi dana dari sektor bisnis, LSM dan yayasan Standar data dan metodologi diaplikasikan untuk seluruh Jaringan Dunia Mekanisme dikembangkan untuk memantau dan mengkaji implementasi Strategi Seville di tingkat nasional IV.2.9 IV.2.10 IV.2.11 INDIKATOR IMPLEMENTASI REFERENSI SILANG Tingkat Nasional Analisa biogeografi disusun Analisa kebutuhan untuk cagar biosfer baru atau pengembangan telah selesai Cagar biosfer dimasukkan dalam strategi nasional dan kebijakan lain dari Konvensi Keanekaragaman Hayati dan konvensi lainnya I.1.3 I.1.4; II.1.3 I.2.2; I.1.3 Hubungan antar cagar biosfer dikembangkan Rencana konservasi in-situ untuk sumber daya generik di cagar biosfer Cagar biosfer dicantumkan dalarn rencana pembangunan yang berkelanjutan Cagar biosfer dikembangkan dan diperkuat untuk mencakup kearifan tradisional dan di kawasan yang interaksi antara manusia dan lingkungannya kritis I.2.4 I.2.5 II.1.2 II.1.3 Kegiatan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan diidentifikasi dan dipromosikan Rencana pengelolaan yang efektif atau kebijakan untuk seluruh cagar biosfer II.1.4 II.2.1; IV.1.6

18 Mekanisme dikembangkan untuk mengidentifikasi ketidakcocokan fungsi-fungsi konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dan untuk menjamin keseimbangan yang sesuai antara fungsi-fungsi tersebut II.2.2 Cagar biosfer dicantumkan dalam pembangunan regional dan pcrencanaan tataguna lahan Sektor tataguna lahan di dekat cagar biosfer didorong untuk mengadopsi kegiatan-kegiatan yang berkelanjutan II.3.1 II.3.2; IV.1.7 Cagar biosfer diintegrasikan ke dalam program penelitian nasional dan regional yang dihubungkan dengan kebijakan konservasi dan pembangunan III.1.7 Cagar biosfer diintegrasikan ke dalam program pemantauan nasional dan dihubungkan dengan situs dan jaringan pemantauan yang serupa III.2.3 Prinsip-prinsip konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan, sebagaimana yang dipraktekkan pada cagar biosfer, diintegrasikan ke dalam program-program sekolah III.3.3 Cagar biosfer berpartisipasi dalam jaringan dan program pendidikan internasional Model program pelatihan untuk manajer cagar biosfer dikembangkan Mekanisme dikembangkan untuk meninjau kembali strategi dan rencana kerja nasional untuk cagar biosfer III.3.4 III.4.3 IV. 1.8 Mekanisme dikembangkan untuk pertukaran informasi antar manajer cagar biosfer IV. 1.9 Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Dunia diimplementasikan pada tingkat nasional Mekanisme tingkat nasional dikembangkan untuk memberikan saran dan mengkoordinasikan cagar biosfer IV.2.12; IV.2.14 IV.2.13 Interaksi antara cagar biosfer dan kawasan dikelola termasuk organisasi-organisasi yang mempunyai IV.2.15

19 tujuan yang sama Mekanisme dikembangkan untuk mendorong kerjasama antar cagar biosfer Bahan-bahan informasi dan promosi dikembangkan untuk cagar biosfer Strategi dikembangkan untuk melibatkan cagar biosfer dalam proyek-proyek bilateral dan multilateral Strategi dikembangkan untuk memobilisasi dana dari sektor bisnis, LSM dan yayasan Mekanisme dikembangkan untuk memantau dan mengkaji implementasi Strategi Seville di tingkat nasional IV.2.16 IV.2.17 IV.2.18 IV.2.19 IV.2.20 INDIKATOR IMPLEMENTASI REFERENSI SILANG Tingkat masing-masing cagar Survei dilaksanakan sesuai dengan minat pemangku kepentingan Faktor-faktor yang mengarah pada kerusakan lingkungan dan pemanfaatan yang tidak lestari diidentifikasi II.1.5 II.1.6 Dilaksanakan survei produk-produk alami dan jasa dari cagar biosfer Insentif untuk pemanfaatan berkelanjutan oleh populasi lokal diidentifikasi Rencana dipersiapkan untuk pembagian keuntungan yang adil Mekanisme dikembangkan untuk mengelola, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan berbagai program dan kegiatan cagar biosfer II.1.7 II.1.8 II.1.9 II.2.3; IV. 1.10; IV. 12

20 Kerangka kerja konsultasi lokal diimplementasikan Lokasi-lokasi percontohan di wilayah regional dikembangkan Penelitian dan rencana pemantauan yang terkoordinasi diimplementasikan Pengelolaan sistem data fungsional diimplementasikan Cagar biosfer digunakan untuk mengembangkan dan menguji metode pemantauan Cagar biosfer digunakan untuk mengembangkan indikator berkelanjutan yang relevan untuk populasi lokal II.2.4 II.3.3 III.1.8; III.2.4 III.1.9; III.2.7 III.2.5 III.2.5; III.2.6 Pemangku kepentingan lokal dilibatkan dalam berbagai program pendidikan, pelatihan, penelitian dan pemantauan III.3.5; III.4.5 Informasi bagi pengunjung ke cagar biosfer dikembangkan Pusat lapangan ekologi dikembangkan di dalam cagar biosfer Cagar biosfer dimanfaatkan sebagai kegiatan-kegiatan pelatihan lapangan Program pendidikan dan pelatihan lokal diselenggarakan Zona-zona cagar biosfer diidentifikasi dan dipetakan Perencanaan kembali zona penyangga dan zona transisi untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan melestarikan zona inti III.3.6 III.3.7 III.4.4 III.4.6 IV.1.10 IV Masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan cagar biosfer IV Inisiatif sektor swasta untuk membangun dan memelihara kegiatan-kegiatan yang berwawasan IV. 1.15

21 lingkungan dan sesuai dengan kondisi sosial ditingkatkan Bahan-bahan informasi dan promosi dikembangkan untuk cagar biosfer Strategi dikembangkan untuk memobilisasi dana dari sektor bisnis, LSM dan yayasan Mekanisme dikembangkan untuk memantau dan mengkaji implementasi Strategi Seville di tingkat masing-masing cagar IV.2.21 IV.2.22 IV.2.23 KERANGKA HUKUM JARINGAN CAGAR BIOSFER DUNIA Pendahuluan Di dalam program Manusia dan Biosfer (MAB) UNESCO, cagar biosfer didirikan untuk rnempromosikan dan mendemonstrasikan adanya keseimbangan antara manusia dan biosfer. Cagar biosfer ditetapkan oleh Dewan Koordinasi Internasional dari Program MAB, atas permintaan pemerintah dari negara yang bersangkutan. Cagar biosfer, yang masih merupakan kedaulatan dari Negara di mana cagar biosfer tersebut terletak dan dengan demikian hanya tunduk pada perundang-undangan negara tersebut saja, membentuk suatu Jaringan Dunia dan partisipasi dari suatu negara di dalamnya bersifat sukarela. Kerangka Hukum Jaringan Cagar Biosfer Duma dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas setiap cagar biosfer dan memperkuat pengertian umum, komunikasi dan kerjasama pada tingkat regional dan internasional. Kerangka Hukum ini dimaksudkan untuk memberi kontribusi bagi pengakuan secara luas cagar biosfer dan untuk mendorong serta mempromosikan contoh pengelolaan yang optimal. Prosedur pembatalan status cagar biosfer harus dipandang sebagai pengecualian terhadap pendekatan yang pada dasarnya bersifat positif, dan harus diaplikasikan setelah ditelaah dengan seksama, dengan memperhatikan situasi budaya dan sosial-ekonomi dari negara tersebut, dan setelah melalui konsultasi dengan pemerintah yang bersangkutan. Teks berikut ini disusun untuk menetapkan, mendukung dan mempromosikan cagar biosfer, dengan memperhatikan keragaman situasi nasional dan lokal. Negara-negara didorong untuk mengelaborasikan dan mengimplementasikan kriteria nasional untuk cagar biosfer dengan memperhatikan kondisi khusus dari negara yang bersangkutan. Pasal 1 Definisi

CAGAR BIOSFER Uji lapangan untuk Pembangunan Berkelanjutan

CAGAR BIOSFER Uji lapangan untuk Pembangunan Berkelanjutan CAGAR BIOSFER Uji lapangan untuk Pembangunan Berkelanjutan Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keaneragaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa ekowisata merupakan potensi

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa Barat adalah sebuah wadah yang menyatukan para pihak pemangku kepentingan (multi-stakeholders) di Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI

TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI TERJEMAHAN RESMI KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak, PEMBUKAAN Sadar akan nilai instrinsik (bawaan)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Terjemahan Resmi Salinan Naskah Asli KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PEMBUKAAN

Terjemahan Resmi Salinan Naskah Asli KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PEMBUKAAN Terjemahan Resmi Salinan Naskah Asli KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PEMBUKAAN Para Pihak, Sadar akan nilai intrinsik (bawaan) keanekaragaman hayati dan nilai ekologi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM * * * * * * * * * * * * * * * * PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan

Pemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan 6th UNEP TUNZA Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting Youth Statement pertemuan Panel Tingkat Tinggi di Bali pada kemitraan / kerjasama global (25-27 Maret, 2013) 26 Maret 2013 Pemuda

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi

A. Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia yang Berkaitan dan Mendukung Konvensi I. U M U M PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.429, 2016 KEMEN-LHK. Jaringan Informasi Geospasial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.28/Menlhk/Setjen/KUM.1/2/2016

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016... TENTANG PEDOMAN NOMENKLATUR PERANGKAT DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci