2) Konsekwensi dijadikannya PDAM sebagai BUMD yang mandiri dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2) Konsekwensi dijadikannya PDAM sebagai BUMD yang mandiri dan"

Transkripsi

1 kepada pengurangan beban biaya operasional Pemerintah Daerah yang harus dialokasikan kepada PDAM sebagai akibat penempatan Pegawai Negeri Sipil tersebut. 2) Konsekwensi dijadikannya PDAM sebagai BUMD yang mandiri dan otonom, Direksi PDAM menetapkan kebijakan berkaitan dengan biaya beban tetap bulanan dan biaya batas minimum pemakaian air minum mengingat besarnya beban biaya pemeliharaan yang semula ditanggung Pemerintah Daerah berubah menjadi tanggungan PDAM. Ketetapan biaya tetap 70 % diperuntukan bagi biaya cadangan penggantian air dan 30 % dipergunakan untuk biaya peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penggantian meter air. 3) Dalam upaya memaksimalkan pemanfaatan sumber daya air yang dimiliki, Pemerintah Daerah menetapkan azas pemanfaatan yaitu : a. Azas Kemanfaatan, artinya pengelolaan sumber daya air harus memberikan manfaat kepada pemerintah Kabupaten Banyumas dan masyarakatnya. b. Azas Keseimbangan, artinya pengelolaan sumber daya air harus menjamin keseimbangan keterdapatan antar jenis air dan menjamin keseimbangan pemanfaatan sumber daya air dengan alam dan lingkungannya. c. Azas Kelestarian, artinya pengelolaan sumber daya air harus menjamin keberlanjutan ketersediaan sumber daya air bagi pemanfaatannya, baik 141

2 jumlah maupun mutu tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. 4) Terkait dengan hasil analisis mengenai perubahan dan peningkatan tipe/klas atas tanah, telah dilakukan beberapa kali perubahan tipe/klas atas sejak tahun 2002 yaitu pada tahun 2005, 2008 dan 2011 yang secara signifikan memberikan kontribusi pendapatan kepada Pemerintah Daerah yaitu antara 1,27 2,3 %. Besaran penerimaan Pemerintah Kabupaten Banyumas dari land rent (PBB) yaitu sebesar 64,8 % dari total penerimaan PBB. Sejak tahun 2013, pengelolaan PBB telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah dan sangat berdampak kepada pendapatan asli daerah dikarenakan yang dahulu hanya menerima 64,8 % dari total penerimaan pajak, sejak Januari 2013 Pemerintah Daerah memperoleh 100 % dari PBB tersebut. Namun demikian masih terdapat kendala dalam hal pengelolaan PBB yaitu dalam hal penentuan besaran ketetapan PBB dikarenakan tidak adanya standarisasi perhitungan yang baku. Pada saat penulis mengajukan alternatif peningkatan nilai tanah sebesar 17 % berdampak kepada peningkatan harga tanah sampai dengan 13 % dari harga sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2011 tentang pajak daerah, apabila dilakukan perhitungan sebagaimana penulis lakukan, akan ada peningkatan nilai tanah sampai dengan 42,09 %. Peningkatan yang sangat tinggi oleh Pemerintah Daerah sangat disayangkan oleh sebagian besar masyarakat 142

3 karena tidak tersosialisasikan dengan baik dan justru dapat berakibat ketidaksuksesan Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor Land Rent. 5) Efisiensi pemanfaatan ruang yang difokuskan kepada permasalahan pembiayaan dan pendapatan daerah telah dibahas oleh Sekretaris daerah sejak Tahun 2005 sebagai konsekwensi adanya rencana alokasi anggaran untuk Pemerintahan Desa dari Pemerintah Kabupaten. Pada tahap awal pembahasan, evaluasi pemanfaatan lahan tidak dilakukan terhadap utilitas Kota Purwokerto dikarenakan telah dilakukan penyesuaian-penyesuaian tipe/klas atas tanah sehingga dilakukan pada keberadaan fasilitas-fasilitas pendidikan yang pada saat itu belum disesuaikan dengan standar baku yaitu rombongan belajar untuk 1 kelas terdiri maksimal 30 siswa. Dengan memperhatikan faktor efisiensi pembiayaan khususnya pembiayaan pemeliharaan infrastruktur bidang pendidikan dasar, telah dilakukan regrouping sekolah dasar sebanyak 91 buah dengan terbitnya Keputusan Bupati Banyumas No. 56 Tahun 2005 tentang penggabungan sekolah dasar negeri di lingkungan Kabupaten Banyumas. Dari regrouping tersebut berdampak pada pengurangan pembiayaan infrastruktur pendidikan dan pemanfaatan lahan karena memfungsikan bangunan yang telah ada untuk dipergunakan sebagai pemenuhan fasilitas lainnya tanpa harus merubah fungsi lahan baru. Namun demikian pembahasan efisiensi pemanfaatan ruang berhenti dikarenakan : 143

4 a. Adanya perbedaan pendapat berkaitan dengan fungsi Pemerintah Daerah sebagai organisasi publik yang lebih mementingkan pelayanan dibanding keuntungan seperti halnya organisasi privat. b. Adanya perbedaan pendapat bahwa penataan ruang didasarkan kepada dominasi pemanfaatan ruang dan bersifat teknis sehingga faktor lain hanya sebagai faktor pendukung. c. Pemenuhan infrastruktur perkotaan dipandang sebagai kegiatan proyek sehingga lebih dititikberatkan kepada analisa kelayakan teknis tanpa mempertimbangan feed back atas pemenuhan infrastruktur tersebut. 6) Tahun 2007 dilakukan pembahasan kembali terkait efisiensi pembiayaan daerah sebagai akibat adanya kebijakan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang pembiayaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah sehingga membawa konsekwensi adanya pengefisiensian diberbagai sektor termasuk di dalamnya pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur perkotaan dan perdesaan serta peningkatan pendapatan asli daerah melalui optimalisasi sumber-sumber pendapatan yang salah satunya adalah memaksimalkan hasil pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dan dijadikan faktor kunci keberhasilan Camat apabila target perolehan Pajak Bumi dan Bangunan tercapai. Regrouping sekolah dasar yang telah dilaksanakan tahun 2005 kembali dilaksanakan pada tahun 2012 dan 2013 yaitu dengan diterbitkannya Keputusan Bupati Banyumas Nomor 90 Tahun 2012 tentang penggabungan sekolah dasar di lingkungan 144

5 Kabupaten Banyumas dan Keputusan Bupati Banyumas Nomor 1375 Tahun 2013 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri yang berada dalam satu komplek lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyumas sebanyak 9 (sembilan) Sekolah Dasar Temuan Penting dalam Penelitian Dari hasil penelitian ini, beberapa temuan penting untuk di catat dan dijadikan perhatian bersama sebagai berikut : 1. Melalui pendekatan pricing and cost dalam menghitung efisiensi pemanfaat ruang kota diperoleh temuan bahwa pemanfaatan ruang sebagai akibat kebijakan Pemerintah Daerah belum memperhatikan faktor revenue dari akibat aktivitas pemanfaatan ruang baik oleh individu maupun kelompok/firm. Kondisi ini juga ditopang adanya sumber pembiayaan infrastruktur yang tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten akan tetapi juga oleh Pemerintah Provinsi bahkan bisa jadi oleh Pemerintah Pusat. Keadaan inilah yang menjadikan permasalahan bahwa pembiayaan yang dikeluarkan akibat adanya aktivitas pemanfaatan ruang oleh karena adanya aktivtas individu atau kelompok/firm dipandang sebagai sumber pemborosan keuangan daerah maupun keuangan negara. 2. Perkiraan terhadap kontribusi aktual bagi efisiensi lahan sangat kurang diperhatikan. Sebagai contoh pada tahun 1994, antara investasi yang dikeluarkan pemerintah daerah terhadap khususnya lokasi penelitian ternyata secara ekonomi tidak menguntungkan dan dari sisi keruangan pun 145

6 pengaturan penggunaan lahan tidak melalui maksud yang jelas terhadap maksud pengaturan itu sendiri. 3. Pada tahun , pengaturan penggunaan lahan lebih didominasi oleh sektor publik dari pada kegiatan lain namun pada tahun 1997, pengaturan pemanfaatan tanah di daerah penelitian mulai di lakukan perubahan ke arah yang lebih menguntungkan dari sisi ekonomi dengan lebih menekankan pada pembiayaan atas tanah yang rendah 4. Adanya perubahan pemanfaatan lahan pada tahun 1997 khususnya pada lokasi penelitian yang lebih menekankan sisi ekonomi untuk menanggung beban pembiayaan atas daerah tersebut hanya dilakukan melalui peningkatan nilai atas tanah berdasarkan kegunaan dan daya beli tanpa memperhitungkan tingkat efisiensinya walaupun dalam perhitungannya menunjukkan adanya tingkat efisiensi yang memadai terhadap upaya peningkatan nilai atas tanah tersebut. 5. Perbedaan pembiayaan atas infrastruktur kota maupun pendapatan atas tanah seperti jalan yang masih mendua antara pemerintah daerah dengan pemerintah propinsi dan pajak atas tanah yang masuk ke pemerintah pusat dan daerah memperoleh bagiannya namun selalu berubah sehingga menjadi kesulitan tersendiri untuk menghitung efisiensi secara nyata terhadap pemanfaatan atas tanah. 6. PDAM Kabupaten Banyumas selaku penyedia layanan air bersih bagi masyarakat mendapatkan keuntungan baik benefit maupun profit dari 146

7 pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang tersebut. Namun demikian kenyataan di lapangan, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur kota antara PDAM dengan Pemerintah Daerah, Provinsi maupun Pusat tidak terkordinasi dengan baik sehingga terkesan saling tumpang tindih kegiatan. 7. Pada rentang waktu tahun telah dilakukan efisiensi pemanfaatan ruang baik dari segi pembiayaan infrastruktur, kelembagaan maupun pemanfaatan ruang yang telah ada yaitu dengan melakukan restrukturisasi PDAM, perubahan tipe/klas tanah serta regrouping sekolah dasar sangat dirasakan manfaatnya oleh Pemerintah Daerah khususnya dalam hal beban pembiayaan Pemerintah Daerah terhadap pemeliharaan infrastrukturnya maupun dari akibat aktivitas penggunaan lahan oleh individu/organisasi. Oleh karena itu, pada Pemerintah Daerah dan Tahun 2013 ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang mengatur besaran pajak bumi dan bangunan serta pada Tahun 2012 dan 2013 dilakukan kembali regrouping sekolah dasar di lingkungan Kabupaten Banyumas. 147

8 BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan aktivitas perekonomian serta keterbatasan lahan yang ada, efisiensi pemanfaatan ruang menjadi penting untuk dilakukan sebagai bagian dari perencanaan pembangunan kota. Efisiensi pembiayaan akibat aktivitas individu atau kelompok/firm terhadap pemanfaatan ruang sudah saatnya mulai diperhatikan oleh Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah dikarenakan perkembangan pemanfaatan ruang tersebut berdampak terhadap tanggungjawab Pemerintah Daerah untuk menyediakan pemenuhan infrastrukturnya yang pada akhirnya akan menjadi beban pembiayaan daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tipe/kelas tanah dapat dijadikan alternatif memperkecil kesenjangan antara investasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh atas investasi tersebut. Namun perhitungan kenaikan perlu mempertimbangkan dan melibatkan partisipasi masyarakat sehingga apa yang diharapkan Pemerintah dapat tercapai secara maksimal. Pemisahan PDAM selaku penyedia kebutuhan air bersih masyarakat menjadi BUMD yang mandiri dan otonom merupakan langkah dalam upaya 148

9 mengurangi beban Pemerintah Daerah dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan serta layanan air bersih masyarakat tanpa kehilangan kewajiban Pemerintah dalam meningkatkan pelayanan air minum kepada masyarakat, meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah karena Pemerintah Daerah masih ikut dalam penyertaan modal. Perubahan dan peningkatan tipe/klas atas tanah yang telah dilakukan beberapa kali pada tahun 2005, 2008 dan 2011 yang secara signifikan memberikan kontribusi pendapatan kepada Pemerintah Daerah yaitu antara 1,27 2,3 %. Sejak tahun 2013, penyerahan pengelolaan PBB sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah sangat berdampak kepada pendapatan asli daerah dikarenakan yang sebelumnya hanya menerima 64,8 % dari total penerimaan pajak, sejak Januari 2013 Pemerintah Daerah memperoleh 100 % dari PBB tersebut. Pada rentang waktu tahun efisiensi pemanfaatan ruang baik dari segi pembiayaan infrastruktur, kelembagaan maupun pemanfaatan ruang yang telah dilakukan Pemerintah Daerah dirasakan manfaatnya oleh Pemerintah Daerah khususnya dalam hal beban pembiayaan Pemerintah Daerah terhadap pemeliharaan infrastrukturnya maupun dari akibat aktivitas penggunaan lahan oleh individu/organisasi. Oleh karena itu, pada Pemerintah Daerah dan Tahun 2013 ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang mengatur besaran pajak bumi dan bangunan serta pada Tahun 2012 dan 2013 dilakukan kembali regrouping sekolah dasar di 149

10 lingkungan Kabupaten Banyumas dengan terbitnya Keputusan Bupati Banyumas Nomor 90 Tahun 2012 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri di lingkungan Kabupaten Banyumas dan Keputusan Bupati Banyumas Nomor 1375 Tahun 2013 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri yang Berada dalam Satu Komplek Lingkungan Pemkab Banyumas Saran dan Rekomendasi 1. Guna meminimalisasi besarnya biaya yang ditanggung pemerintah daerah terhadap penggunaan lahannya, perlu adanya pemahaman bersama tentang efisiensi pemanfaatan lahan dalam menyusun pengaturan pemanfaatan lahan di daerah. 2. Koordinasi yang baik antara pemerintah daerah selaku perencana dan penyusun pemanfaatan lahan dengan kantor PBB selaku penyusun penetapan harga dasar tanah dan tipe tanah sehingga akibat dari peraturan penggunaan lahan di masa depan dapat diminimasir. 3. Mencari dan meneliti faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan perlu dilakukan seperti optimalisasi retribusi dan pajak daerah terhadap suatu lokasi tertentu dan lain-lain. 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi penggunaan atau pemanfaatan lahan yang dapat dijadikan input dalam penyusunan model perhitungan efisiensi penggunaan atau pemanfaatan ruang secara lebih luas. 150

11 DAFTAR PUSTAKA Anik Arofah, 1990, Perubahan Bentuk Penggunaan Lahan di Kecamatan Cepres dan Banjarsari Kotamadya Surakarta, Tesis. Bintarto, R., 1983, Interaksi Desa-Kota, Ghalia-Indonesia, Jakarta. Chappin dan Kesler, 1979, Urban Land Use Planning, University of Illinois, Urbana. Chua Beng-Huat dan Norman Edward, 1988, Public Space : Disegn, Use and Management, Singapore University Press. CIUD, Pendidikan Lingkungan Perkotaan, Yayasan Dian Desa, Yogyakarta, Daldjoeni, N., 1997, Geografi Baru, Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung. Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1983, Pedoman Perencanaan Lingkungan Pemukiman Kota, edisi ke-3, Departemen Pekerjaan Umum. Endang Saraswati, 1989, Perubahan Bentuk Lahan di Kecamatan Prambanan dan Faktor yang Mempengaruhi, Tesis. Fox, William F., 1994, Strategic Options for Urban Infrastructure Management, Washington, The World Bank Husein Umar, 2001, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta. I Made Sandy, 1977, Kebijakan Pertanahan di Indonesia sehubungan dengan Pembangunan Regional, Publikasi no. 153, Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria, Departemen Dalam Negeri. Jamaludin Ancok, 1996, Interaksi Penduduk, Lingkungan dan Pembangunan, Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gajah Mada. Jayadinata, T, J., 1981, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah, ITB. Koestoer, Hendro R, 1996, Penduduk dan Aksesibilitas Kota, Prespektif Tata Ruang Lingkungan Ujung Pandang, Universitas Indonesia, Jakarta.

12 Keputusan Bupati Banyumas Nomor 21 Tahun 2003 tentang Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Banyumas, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas, 2003 Keputusan Bupati Banyumas No. 56 Tahun 2005 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri di lingkungan Kabupaten Banyumas, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas, 2005 Keputusan Bupati Banyumas Nomor 90 Tahun 2012 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri di lingkungan Kabupaten Banyumas, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas, 2012 Keputusan Bupati Banyumas Nomor 1375 Tahun 2013 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri yang Berada dalam Satu Komplek Lingkungan Pemkab Banyumas, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas, 2013 Lincolin Arsyad, 1999, Ekonomi Daerah, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan, BPFE, Yogyakarta. Markus, 1999, Perancangan Kota secara Terpadu, Teori Perancangan Kota dan Penerapannya, Soegijopranata University Press, Semarang. Nicolas Senabua, 2000, Efektivitas Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Ponorogo, Tesis. OECD, 1991, Urban Infrastructure : Finance and Management, OECD, Paris. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, Sekretariat Menteri Dalam Negeri, 1987 Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas, 2011 Radiks Purba, 1997, Analisis Biaya dan Manfaat, Rineka Cipta. Revisi RUTRK dan RDTRK Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, 2001 Rapoport, 1982, The Meaning of the Build Environment : A Non-Verbal Communications Approach, Baverly Hills, Sage. Sabari Yunus, H., 2000, Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar.

13 Sujarto Djoko, 1992, Perkembangan Perencanaan Tata Ruang Kota di Indonesia, Jurusan Teknik Planologi, FTSP, ITB, Bandung. Sujarto Djoko, 1992, Wawasan Tata Ruang, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Edisi Khusus, Juli 1992, BPI-ITB, Bandung. Stein, Jay, M., 1988, Public Infrastructure Planning and Management, Sage Publication, Volume 33. The Word Bank, Efficiency in Land Use and Infrastructure Design An Application of the Bertaud Model, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Propinsi DIY, 1993 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas, 2005 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Banyumas, 2009

BAB I PENDAHULUAN. sudah jadi karena sering terjadi kota yang dibangun tanpa mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. sudah jadi karena sering terjadi kota yang dibangun tanpa mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menata kota yang baru lebih mudah dari pada membentuk kota yang sudah jadi karena sering terjadi kota yang dibangun tanpa mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

Lebih terperinci

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Rincian kebutuhan pendanaan berdasarkan prioritas dan kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.27. Kerangka Pendaaan Kapasitas Riil kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Temanggung

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMASNOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMASNOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMASNOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA TERPADU ANTARA STAF AHLI BUPATI DENGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang 22 tahun 1999 (direvisi menjadi UU 32 tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah memisahkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arianto dkk. (1988). Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA. Arianto dkk. (1988). Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 152 DAFTAR PUSTAKA Arianto dkk. (1988). Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Arikunto Suharsimi. 1998. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber-sumber pendapatan daerah sangat dibutuhkan untuk membiayai penyelanggaran pemerintah dan pembangunan di suatu daerah. Pendapatan daerah yang optimal perlu diwujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANYUMAS PROVINSIJAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH BADAN KREDIT KECAMATAN PURWOKERTO SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS KEPADA BADAN USAHA MILIK

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017

TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017 TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG KAB. LOMBOK BARAT TAHUN 2017 Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 10 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat yang dapat berjalan seimbang di segala bidang dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat yang dapat berjalan seimbang di segala bidang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada suatu daerah bertujuan untuk membangun masyarakat yang ada didalamnya, oleh sebab itu diharapkan pembangunan tersebut tidak hanya mengejar

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KE DALAM MODAL PERUSAHAAN DAERAH BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) KAL-SEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU

BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI KAMPAR NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DANA DESA, ALOKASI DANA DESA, BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAN BAGIAN DARI HASIL RETRIBUSI UNTUK DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG NOMOR 5 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR PADA PT. BANK NAGARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dilaksanakan melalui berbagai arah kebijakan, utamanya adalah: berbagai lembaga ekonomi dan masyarkat di daerah;

BAB I PENDAHULUAN. daerah dilaksanakan melalui berbagai arah kebijakan, utamanya adalah: berbagai lembaga ekonomi dan masyarkat di daerah; 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Sesuai dengan GBHN 1999 UU no 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 sampai 2004 adalah bahwa perwujudan otonomi

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011 1 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Teknik Perum Peruri memiliki tugas utama untuk. melayani pemeliharaan mesin-mesin produksi dan penunjangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Teknik Perum Peruri memiliki tugas utama untuk. melayani pemeliharaan mesin-mesin produksi dan penunjangnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Departemen Teknik Perum Peruri memiliki tugas utama untuk melayani pemeliharaan mesin-mesin produksi dan penunjangnya. Selain itu, Departemen ini juga bertanggung jawab

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal

Lebih terperinci

MATAKULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) PERMASALAHAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR 3

MATAKULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) PERMASALAHAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR 3 MATAKULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) PERMASALAHAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR 3 Oleh : Dr.Ir.Rimadewi Supriharjo,MIP Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota y FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan kegiatan kenegaraan di Indonesia dilakukan oleh lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan kegiatan kenegaraan di Indonesia dilakukan oleh lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan kegiatan kenegaraan di Indonesia dilakukan oleh lembaga pemerintah yang menjalankan roda pemerintahan. Salah satu peran lembaga pemerintah adalah bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset. a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Boyolali a. Sejarah singkat DPPKAD Kabupaten Boyolali Pada awalnya kantor

Lebih terperinci

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN Penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan telah diuraikan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO. Oleh FERA HANDAYANI

EVALUASI KEBIJAKAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO. Oleh FERA HANDAYANI EVALUASI KEBIJAKAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO Oleh FERA HANDAYANI Abstrak Dalam pengelolaan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), masyarakat mendapatkan kewenangan untuk mengelola

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2016

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BADAN KREDIT KECAMATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 8 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 8 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

BAB I PENDAHULUAN. A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta 1. Sejarah Singkat Berdirinya Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta (DPPKA) Sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Salah satu bentuk apresiasi terhadap pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bisri. M. Ir, Ms Drainase Perkotaan. Malang. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang.

DAFTAR PUSTAKA. Bisri. M. Ir, Ms Drainase Perkotaan. Malang. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang. DAFTAR PUSTAKA I. Kelompok Buku: Bisri. M. Ir, Ms. 1999. Drainase Perkotaan. Malang. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Malang. Blakely, Edward J. 1989. Planning Local Economic Development : Theory

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 21/DPD RI/I/2013 2014 HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2013 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Dalam pelaksanaan otonomi, dituntut kemampuan daerah dalam memanfaatkan semua potensi yang ada di daerah dalam rangka melaksanakan pemerintahannya. Salah

Lebih terperinci

BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN KABUPATEN SAMPANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN KABUPATEN SAMPANG BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 10 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG URIAN TUGAS KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG URIAN TUGAS KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG URIAN TUGAS KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa sesuai Pasal 19

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

Penyusun, Tim, Kecamatan Tepus dalam Angka 2010, Badan Pusat Statistik

Penyusun, Tim, Kecamatan Tepus dalam Angka 2010, Badan Pusat Statistik DAFTAR PUSTAKA Antari, Ni Putu Septhi. 2001. Pengembangan Kawasan Pura Sada Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata Di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Bandung (Sebuah Laporan Akhir). Denpasar : Pogram

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Simpulan. analisis efektivitas penerimaan pajak reklame dan kontribusinya terhadap

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Simpulan. analisis efektivitas penerimaan pajak reklame dan kontribusinya terhadap BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan penelitian mengenai analisis efektivitas penerimaan pajak reklame dan kontribusinya terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya bersumber dari beras, sagu, serta ubi hasil pertanian.

Lebih terperinci

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota pada mulanya berawal dari suatu pemukiman kecil, yang secara spasial mempunyai lokasi strategis bagi kegiatan perdagangan (Sandy,1978). Seiring dengan perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pegawai Negeri Sipil (PNS) idealnya merupakan pelayan masyarakat dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para PNS tentunya tak

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Boediono, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta : BPFE

DAFTAR PUSTAKA. Boediono, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta : BPFE DAFTAR PUSTAKA Al-Khulaifi, Abdulla S. 2012. The Relationship between Government Revenue and Expenditure in Qatar: A cointegration and Causality Investigation. Accounting journal. Anonimous. 2004. Penjelasan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada

BAB I PENDAHULUAN. tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PIHAK KETIGA

Lebih terperinci

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bandung, 11 November 2010 1 Infrastruktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi oleh penerimaan minyak (migas) kemudian didominasi oleh penerimaan non migas yaitu dari perpajakan.

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH DAN PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN BADAN HUKUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Dalam 30 tahun terakhir pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur merupakan prasarana publik dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kota Malang dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal besar yang harus mendapatkan perhatianserius dari Pemerintah Kota Malang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 37 2003 SERI A PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU PADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN Publikasi Ilmiah. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN Publikasi Ilmiah. Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG TAHUN 2010-2014 Publikasi Ilmiah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL (INVESTASI ) PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.

Lebih terperinci