RINGKASAN EKSEKUTIF BEBERAPA KUNCI HASIL PENELITIAN PADA BIAWAK KOMODO DI BALAI TAMAN NASIONAL KOMODO, INDONESIA,
|
|
- Indra Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RINGKASAN EKSEKUTIF BEBERAPA KUNCI HASIL PENELITIAN PADA BIAWAK KOMODO DI BALAI TAMAN NASIONAL KOMODO, INDONESIA, Balai Taman Nasional Komodo Zoological Society of San Diego The Nature Conservancy PENDAHULUAN Pada tahun 2002, sebuah proyek penelitian selama 5 tahun diinisiasi di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) untuk membangun dasar-dasar pemantauan dan identifikasi kecenderungan ekologis pada populasi biawak Komodo dan spesies mangsa utamanya. Dalam pelaksanaan penelitian ini, 10 lokasi studi dipilih mencakup seluruh kawasan BTNK untuk menyediakan sebuah dasar yang dapat secara nyata mengembangkan manajemen hidupan liar dan konservasi spesies terrestrial kunci. Berikut adalah ringkasan beberapa kunci temuan dari penelitian yang dilaksanakan antara tahun Pada bagian lampiran memuat daftar beberapa laporan dan publikasi terkini yang dihasilkan dari proyek ini sebagai dasar dalam penyediaan informasi tambahan. TEMUAN KUNCI HASIL PENELITIAN 1. Ekologi Bersarang Kegiatan besarang oleh betina biawak Komodo menunjukkan kencenderungan penurunan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2002, sebanyak dua puluh tujuh (27) sarang tercatat aktif, namun pada tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan jumlah sarang aktif menjadi 22, 17, 17, dan 7 pada 2003, 2004, 2005, dan 2006, secara berturut-turut. Kelimpahan sarang pada biawak Komodo secara positif berkorelasi dengan luas lembah (dalam hal ini semakin besar lembah, semakin banyak pula sarang yang ditemukan). Kebanyakan betina yang bersarang lebih memilih untuk menggunakan sarang gundukan (sarang gundukan ex burung Gosong Megapodius reindwardt) dari pada tipe lain, yaitu sarang lubang tanah dan sarang bukit. Setelah melatakkan telurnya, betina biawak Komodo akan menjaga sarang selama sekitar tiga bulan. Penjagaan sarang ini nampaknya berkaitan dengan masa berkurangnya aktivitas mencari makan pada betina sebagaimana teramati terjadinya pengurangan berat badan (rata-rata 3.42 kg). Interval aktivitas bersarang pada betina menujukkan bervariasi, Dimana hanya satu betina yang tercatat bersarang selama empat tahun berturut-turut, dua betina aktif selama dua tahun berturut-turut, dan kebanyakan betina tercatat hanya aktif sekali. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan betina berbiak tidak selalu setiap tahun. Setiap tahun, antara tetasan akan keluar dari sarang sekitar bulan Februari atau Maret (rata-rata tetasan per sarang per tahun). Tetasan-tetasan tersebut memiliki rata-rata ukuran SVL cm, panjang tubuh total cm, dan berat gram. a Sarang Aktif Sarang Tidak Aktif Jumlah Sarang Tahun Gambar 1. Kecenderungan aktivitas bersarang oleh betina biawak Komodo. Berat (kg) SR1 NSR1 SR2 NSR2 SR3 NSR3 SR4 Masa Bersarang / Bukan Bersarang 63A22B2 63A309A 63A309E 63A7B4B 63A AOEC4 Gambar 2. Berat badan betina selama masa bersarang (SR) dan non bersarang (NSR).
2 2. Pergerakan Spatial dan Wilayah Aktivitas Pergerakan pada tetasan dari sarang mereka menunjukkan pola yang secara adalah linear (lurus) dan konsisten dengan natal dispersal. Jarak pergerakan harian dan ukuran wilayah aktivitas pada tetasan secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan anakan. Namun, terdapat kesamaan penggunaan habitat pada kedua kelas biawak Komodo yang belum dewasa ini dalam menggunakan hutan musim keraing dari pada tipe habita lainnya. Selama masa awal hidup mereka, tetasan sangat arboreal dibandingkan anakan, dan tingkat arboreal mereka sangatlah kuat berkorelasi dengan ukuran tubuh individual. Pada Komodo dewasa, aktivitas baik betina maupun jantan menunjukkan variasi bulanan untuk jarak pergerakan harian dan ukuran wilayah aktivitas. Betina yang bersarang menunjukkan aktivitas yang selalu berpusat di sarang yang mereka jaga selama masa bersarang (Agustus hingga Desember). Betina bersaran mengalami peningkatan jarak pergerakan harian setelah bulan ketiga. Namun, wilayah inti mereka tidak menunjukkan perbedaan bulanan yang signifikan. Jarak pergerakan harian pada Komodo dewasa jantan bervariasi stiap bulannya. Pergerakan tertinggi pada jantan dewasa tercatat pada bulan Juni, ketika musim kawin dimulai, dan terendah pad abulan September, ketika musim kawin berakhir dan betina mulai bersarang. Secara umum, jarak pergerakan harian dan ukuran wilayah aktivitas pada biawak Komodo berukuran lebih besar memiliki jarak dan ukuran yang secara signifikan lebih besar dari pada Komodo berukuran lebih kecil. jarak pergerakan dan ukuran luas wilayah aktivitas secara signifikan dan positif berkorelasi dengan ukuran tubuh individu. Perbedaan dalam ekologi spasial ini menunjukkan terdapatnya perubahan penting dalam tekanan seleksi yang berlaku pada setiap kelas ukuran yang berbeda pada biawak Komodo. Tabel 1. Rata-rata pergerakan harian (m) dan ukuran wilayah aktivitas (ha) untuk setiap kelas umur. Pergerakan harian (m) Wilayah aktivitas(ha) Tetasan Anak Betna bersarang Dewasa Jantan Dugaan Kepadatan Mangsa Indeks tahunan kepadatan spesies mangsa besar untuk biawak Komodo, Rusa Timor (Cervus timorensis) dan Kerbau air (Bubalus bubalis) dinilai setiap tahunnya dari Indeks tahuna kepadatan rusa mengindikasikan kecenderungan penurunan dalam empat tahun terakhir. Kepadatan mangsa diketahui berkaitan secara positif dengan luasan pulau, di mana pulau besar, Komodo dan Rinca, secara signifikan lebih tinggi dari pada kepadatan di pulau kecil, Nusa Kode dan Gili Motang. Kepadatan tertinggi tercatat di pulau Komodo, sedangkan terendah di Gili Motang. Indeks kepadatan kerbau di pulau Rinca menunjukkan kecenderungan berfluktuasi selama empat tahun terakhir ini, sedangkan di pulau Komodo cenderung stabil. a Indeks Kepadatan Komodo Rinca Nusa Kode Gili Motang b Indeks Kepadatan Komodo Rinca Tahun Tahun Gambar 3. Indeks kepadatan tiap pulau untuk Rusa Timor (a) dan Kerbau Air (b).
3 4. Dugaan Populasi dan Kepadatan Ekstrapolasi untuk melakukan pendugaan kelimpahan populasi di pulau besar, Komodo dan Rinca, tidak memungkinkan dilakukan karena perbedaan mencolok tipe habitat di kedua pulau tersebut. Namun ekstrapolasi dapat dilakukan untuk pulau kecil, Nusa Kode dan Gili Motang, yang memiliki tipe habitat lebih seragam. Kelimpahan populasi di pulau Nusa Kode diduga terdapat 86,5 individu; sedangkan di Gili Motang diduga berada pada tingkat 126,8 individu. Kepadatan biawak Komodo secara signifikan berbeda antara tiap pulau. Populasi di pulau Rinca secara signifkan lebih padat (30.58 individu / km 2 ) dari pada populasi di tiga pulau lainnya. Kepadatan biawak Komodo secara signifkan berkorelasi positif kuat dengan indeks kepadatan rusa pada masing-masing pulau. Hasil dugaan kelimpahan populasi di pulau Nusa Kode dan Gili Motang saat ini berada pada tingkat sekitar atau bahkan dibawah beberapa batas teoritis yang digunakan untuk menandai terjadinya gejala kepunahan. Stokastisiti (faktor-faktor tidak terduga yang bersifak buruk) demografik seringkali merupakan komponen utama ancaman terhadap viabilitas ukuran populasi pada tingkatan populasi yang berjumlah 100 individu atau kurang. Tabel 2. Dugaan kelimpahan dan kepadatan biawak Komodo. Ukuran area Lokasi Kelimpahan studi (km 2 ) Interval CI (95%) Kepadatan /km 2 Komodo Sebita Liang Lawi Wau Average Rinca Buaya Baru Tongker Dasami Average Gili Motang Nusa Kode Implikasi Terhadap Konservasi 1. Penelitian ini talah menyediakan bukti bahwa ukuran tahunan populasi berbiak biawak Komodo relatif kecil dan bervariatif, mengindikasikan bahwa rekrutmen tahunan anakan (tetasan) hanya akan berjumlah beberapa ratus individu saja. Pemantauan jumlah betina bersarang mewakili komponen penting dalam menilai kecenderungan populasi pulau begitu juga upaya untuk dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi variasi tahunan jumlah betina berbiak. 2. Nampaknya potensi dispersal pada semua kelas umur biawak Komodo relatif terbatasi dalam secara ekologi dan evolusi. Penelitian lebih lanjut dalam ekologi spasial spesies ini penting untuk dapat menentukan pergerakan jarak jauh (dalam hal ini kaitannya dengan aliran genetik) antara populasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa angka dispersal antar pulau tidaklah mencukupi untuk memulihkan populasi pulau yang berada dalam kondisi menurun atau bahkan menuju kepunahan. 3. Ketersediaan mangsa, sangat jelas berpengaruh terhadap evolusi dan ekologi populasi biawak Komodo. 4. Dibandingkan dengan pulau besar, Komodo dan Rinca, populasi biawak Komodo di pulau kecil, Nusa Kode dan Gili Motang, menunjukkan perbedaan yang signifikan baik pada tingkatan parameter individu maupun populasi. Berdasar pada meningkatnya potensi proses-proses genetik dan demografik yang dapat mengarahkan populasi kecil kepada kepunahan-pulau, pengelola BTNK hendaklah memulai dan menjaga keberlanjutan pemantauan tahunan terhadap populasi pulau kecil. Upaya ini akan memungkinkan para pengelola untuk mengukur kecenderungan demografik jangka panjang dan menyediakan dasar-dasar untuk mengukur tindakan yang diperlukan sebagai tanggapan dalam menghadapi kecenderungan penurunan pada populasi.
4 5. Secara keseluruhan, terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa ketersediaan mangsa lokal, secara khusus dipengaruhi luasan pulai, seiring dengan terbatasnya dispersal antara populasi pulau biawak Komodo merupakan faktor utama yang dapat mengarahkan pola-pola ekologi yang nampak pada setiap populasi. Perbedaan nilai penting yang jelas ini membutuhkan protokol manajemen yang sangat spesifik-pulau untuk dapat mengoptimalkan konservasi spesies ini. 6. Kesenjangan Pengetahuan 1. Berdasar panjangnya life-history biawak Komodo, sangatlah penting untuk menjaga keberlanjutan pemantauan jangka panjang, paling tidak tahun, untuk dapat memastikan diperolehnya pemahaman menyeluruh akan dinamika populasi spesies dalam prioritas konservasi tinggi ini. 2. Upaya-upaya dalam skala luas untuk dapat memahami hubungan tri-trophik antara iklim, kualitas habitat, dan dinamika populasi akan mangsa dan predator dalam BTNK sangatlah penting untuk dapat memahami proses dan sistem yang berlangsung. 3. Diperlukan juga pemahaman memahami terhadap integrasi potensi gangguan antrophik setiap pulau (berkaitan dengan aktivitas oleh manusia) yang dapat berdampak paling tinggi terhadap populasi (misalnya untuk menduga kapan aktivitas manusia dapat berpengaruh terhadap populasi yang spesifik?) 7. Rekomendasi 1. Studi jangka panjang dan pemantauan lebih lanjut terhadap spesies ini, terutama implementasi teknik pemberian PIT tag untuk studi mark-recapture, pemantauan tahunan aktivitas bersarang, dan pendugaan kepadatan tahunan mangsa. Ini akan menyediakan informasi yang dapat diandalkan bagi para pengelola, terutama mengenai demografi, survival rate, pola penggunaan spasial, kecenderungan status reproduksi, dan kecenderungan ketersediaan mangsa bagi biawak Komodo. 2. Studi genetik lebih lanjut untuk dapat menyediakan informasi struktus populasi biawak Komodo. 3. Pengelola BTNK perlu untuk meningkatkan pengamanan terhadap pulau-pulau kecil, terutama Gili Motang, termasuk aktivitas patroli daratan di dalamnya.
5 Lampiran 1: Laporan, Publikasi Ilmiah, Tesis yang telah dihasilkan sehingga Januari Imansyah, M.J Spatial ecology of hatchling and juvenile Komodo dragons in the Komodo National Park, Indoneisa. MSc thesis. University Kebangsaan Malaysia, Bangi. 81 p. 2. Imansyah, M.J., Anggoro, D.G., Yangpatra, N., Hidayat, A. and Benu, Y.J Sebaran dan karakteristik pohon sarang kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea parvula) di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo.. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. Labuan Bajo, Flores. 30 p. 3. Imansyah, M.J., Purwandana, D., Rudiharto, H., Jessop, T.S., Laporan no 3 rekapitulasi hasil penelitian ekologi biawak komodo (Varanus komodoensis) di taman nasional komodo Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 15 p. 4. Imansyah, M.J., Purwandana, D., Rudiharto, H., Jessop, T.S Survei Potensi Hidupan Liar Terestrial di Pulau Komodo, Taman Nasional Komodo Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 23 p. 5. Imansyah, M.J., Purwandana, D., Jessop, T.S Materi Kursus 1: Dasar-dasar Sistem Informasi Geografis untuk Staff Taman Nasional Komodo. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 13 p. 6. Jessop, T.S., Madsen, T., Ciofi, C., Imansyah, M.J., Purwandana, D., Rudiharto, H., Arifiandy, A., Phillips, J.A Island differences in population size structure and catch per unit effort and their conservation implications for Komodo dragons. Biological Conservation 135: Jessop, T.S, Imansyah, M.J, Purwandana, D., Ariefiandy, A., Rudiharto, H., Seno, A., Opat D.S., Noviandi, T., Payung, I., Ciofi, C Ekologi populasi, reproduksi, dan spasial biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo. Disunting oleh Imansyah, M.J., Ariefiandy, A., Purwandana, D. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 35 p. 8. Jessop, T.S., Madsen, T., Sumner J., Rudiharto, H., Phillips, J.A., Ciofi, C Maximum body size among insular Komodo dragon populations covaries with large prey density. Oikos 112: Jessop, T.S., Forsyth, D.M., Purwandana, D., Imansyah, M.J., Opat, D.S., dan McDonald-Madden, Pemantauan mangsa ungulata biawak komodo (Varanus komodoensis) dengan menggunakan metode penghitungan kotoran. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 30 p. 10. Jessop, T.S., Madsen, T., Purwandana, D., Imansyah, M.J., Rudiharto, H. and Ciofi, C., Bukti terhadap keterbatasan energetic yang mempengaruhi populasi Komodo di pulau kecil. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 27 p. 11. Jessop, T.S., Madsen, T., Sumner., J., Rudiharto, H., Phillips, J.A. dan Ciofi, C Ukuran tubuhmaksimum antar populasi-terbatas-pulau biawak Komodo dan keterkaitannya dengan kepadatan mangsa besar. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 27 p.
6 12. Jessop, T.S., Forsyth, D.M., Purwandana, D., Imansyah, M.J., Opat, D.S., and McDonald-Madden, E Monitoring the ungulate prey of komodo dragons (Varanus komodoensis) using faecal counts. Report from the Zoological Society of San Diego, Komodo National Park, and The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores.. 26 p. 13. Jessop, T.S., Madsen, T., Sumner., J., Rudiharto, H., Phillips, J.A. and Ciofi, C Maximum body size among insular Komodo dragon population covaries with large prey density. Report from the Zoological Society of San Diego, Komodo National Park, and The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 25 p. 14. Jessop, T.S., Madsen, T., Purwandana, D., Imansyah, M.J., Rudiharto, H. and Ciofi, C Evidence for energetic constraints affecting a small island Komodo dragon population. Report from the Zoological Society of San Diego, Komodo National Park, and The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 25 p. 15. Jessop, T.M., Sumner, J., Imansyah, M.J., Purwandana, D., Ariefiandy, A., & Seno, A., Penilaian Distribusi, Penggunaan Musiman, dan Predasi Sarang Burung Gosong Kaki Merah di Pulau Komodo. Laporan terjemahan berbahasa Indonesia. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 21 p. 16. Jessop T.S., Sumner J., Rudiharto H., Phillips, J.A., and Ciofi, C Variasi ukuran tubuh antar pupulasi terbatas-pulau pada Komodo (Varanidae). Report from the Zoological Society of San Diego, Komodo National Park, and The Nature Conservancy. 21p. 17. Jessop T.S., Sumner J., Rudiharto H., Purwandana D., Imansyah M.J. & Phillips, J.A Distribution, use and selection of nest type by Komodo Dragons. Biological Conservation 117: Jessop, T.S., Sumner J., Rudiharto H., Purwandana D., Imansyah M.J. & Phillips, J.A., 2003, Studi Distribusi, Penggunaan dan Pemilihan Tipe Sarang oleh Biawak Komodo: Implikasi untuk Konservasi dan Manajemen, Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 25 p. 19. Jessop, T.S., Sumner J., Rudiharto H., Purwandana D., Imansyah M.J., 2002, Kursus Metode Sampling dan Statistik dalam Populasi Tertutup Digunakan untuk Penaksiran Kelimpahan Varanus Komodoensis. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 21 p. 20. Rudiharto, Heru Hubungan antara karakter habitat dengan densitas Komodo. Tesis MSi. Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
7 Lampiran 2: Laporan, Publikasi Ilmiah, Tesis yang masih dalam tahap penyelesaian. 21. Imansyah M.J. et al. Incidence of ectoparasitism during hatchling emergence in Komodo dragons. Submitted to Herpetological Review. 22. Imansyah, M.J.et al. Ontogenetic differences in the spatial ecology of immature Komodo Dragons. Submitted to Austral Ecology. 23. Jessop, T.S., Imansyah, M.J., Purwandana, D., Ariefiandy, A., Rudiharto, H Panduan pemantauan ekologi di Taman Nasional Komodo, Indonesia. Laporan dari the Zoological Society of San Diego, Balai Taman Nasional Komodo, dan The Nature Conservancy. Labuan Bajo, Flores. 62 p. 24. Jessop T. S., Sumner, J. S., Purwandana, A., Imansyah J. and Argento S. (accepted-june 2006). Assessment of the distribution, seasonal use and predation risk of orange-footed scrubfowl nests on Komodo Island. Submitted to Emu Jessop, T. S., Forsyth, D., Purwandana D.,Imansyah J., Opat D. and McDonald-Madden, C. (accepted- August 2006). Effectiveness of faecal counts for monitoring Long tailed Macaques and Palm Civets in Komodo National Park Indonesia. Submitted to Australian Mammalogy. 26. Jessop T. S. et al. Inter-island movement in Komodo dragons. Submitted to Herpetological Review. 27. Jessop T. S. et al. Associations in the host-parasite dynamics between Komodo dragons and their ectoparasites. Submitted to Austral Ecology. 28. Jessop T. S. et al. Komodo dragon population divergence tracks large prey density independent of gene flow. Submitted to Proceedings of the Royal Society of London Biological Sciences. 29. Jessop T. S. et al. Integrative approaches for designating robust conservation units in the Komodo dragon. 30. Jessop, T. S., et al. Assessing rates of ecological and genetic dispersal among insular Komodo dragon populations and its consequences for deme structuring. 31. Jessop T. S. et al. Patterns of Somatic Growth and body condition among Komodo dragon populations. 32. Jessop T. S. et al. Estimate of home range and resource prioritization for Adult male Komodo dragons on Komodo Island inferred from GPS collars. 33. Jessop T. S. et al. Influence of prey density on the population dynamics of a large insular predator. 34. Purwandana, Deni. Seasonal differences on spatial ecology of breeding female Komodo dragon. MSc Thesis. Universiti Kebangsaan Malaysia Bangi. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi; Dr Tim Jessop, tjessop@zoo.org.au, M Jeri Imansyah MSc, mj_imansyah@yahoo.com, Dr John A. Phillips, jphillips@sandiegozoo.org. Atau kunjungi di atau
LAPORAN NO 3 REKAPITULASI HASIL PENELITIAN EKOLOGI BIAWAK KOMODO ( Varanus komodoensis) DI TAMAN NASIONAL KOMODO
LAPORAN NO 3 REKAPITULASI HASIL PENELITIAN EKOLOGI BIAWAK KOMODO ( Varanus komodoensis) DI TAMAN NASIONAL KOMODO 2002 2004 M Jeri Imansyah a,c), Deni Purwandana a,c), Heru Rudiharto b), Tim Jessop a) a)
Lebih terperinciLaporan No 2. Kegiatan Penelitian Ekologi Varanus komodoensis di Taman Nasional Komodo Tahun 2003
Laporan No 2 Kegiatan Penelitian Ekologi Varanus komodoensis di Taman Nasional Komodo Tahun 2003 Oleh : Deni Purwandana, M Jeri Imansyah, Heru Rudiharto, Tim Jessop ZOOLOGICAL SOCIETY OF SAN DIEGO THE
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1.817 km 2, terletak diantara pulau Sumbawa di sebelah Barat, dan pulau Flores di sebelah Timur.
Lebih terperinciPEMANTAUAN MANGSA UNGULATA BIAWAK KOMODO (Varanus komodoensis) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGHITUNGAN KOTORAN
PEMANTAUAN MANGSA UNGULATA BIAWAK KOMODO (Varanus komodoensis) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGHITUNGAN KOTORAN Tim S. Jessop, David M. Forsyth, Deni Purwandana, Jeri Imansyah, Devi S. Opat dan Eve McDonald-Madden
Lebih terperinciPenilaian Distribusi, Penggunaan Musiman, dan Predasi Sarang Burung Gosong-kaki-merah di Pulau Komodo
Penilaian Distribusi, Penggunaan Musiman, dan Predasi Sarang Burung Gosong-kaki-merah di Pulau Komodo Tim S. Jessop A,B, Joanna Sumner C, M. Jeri Imansyah A, Deni Purwandana A, Achmad Ariefiandy A, dan
Lebih terperinciStudi Distribusi, Penggunaan dan Pemilihan Tipe Sarang oleh Biawak Komodo : Implikasi untuk Konservasi dan Manajemen
Studi Distribusi, Penggunaan dan Pemilihan Tipe Sarang oleh Biawak Komodo : Implikasi untuk Konservasi dan Manajemen (Terjemahan dari Naskah yang Diajukan ke Jurnal Biological Conservation) Oleh : Tim
Lebih terperinciM. MUSLICH 1) DAN AGUS PRIYONO 2)
PENYEBARAN DAN KARAKTERISTIK SARANG BERBIAK KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) DI LOH LIANG PULAU KOMODO TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR M. MUSLICH 1) DAN AGUS PRIYONO 2) 1) Alumni Departemen
Lebih terperinciTim S. Jessop, David M. Forsyth, Deni Purwandana, dan Aganto Seno.
Efektivitas Penggunaan Metode Penghitungan Kotoran Untuk Menilai Distribusi dan Kelimpahan Relatif Monyet dan Musang di Taman Nasional Komodo, Indonesia. Tim S. Jessop, David M. Forsyth, Deni Purwandana,
Lebih terperinciBukti terhadap keterbatasan energetik yang mempengaruhi populasi Komodo di pulau kecil
Bukti terhadap keterbatasan energetik yang mempengaruhi populasi Komodo di pulau kecil Tim S. Jessop, Thomas Madsen, Deni Purwandana, M. Jeri Imansyah, Heru Rudiharto dan Claudio Ciofi, Taman Nasional
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. alam bebas yang tidak secara langsung dikontrol atau didomestifikasikan oleh
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa liar adalah binatang yang hidup di dalam ekosistem alam (Bailey, 1984 dalam Alikodra, 1990). Satwa liar merupakan semua hewan yang hidup di alam bebas yang
Lebih terperinciSEBARAN DAN KARAKTERISTIK POHON SARANG KAKATUA JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea parvula) DI PULAU KOMODO, TAMAN NASIONAL KOMODO
LAPORAN NO 4 SEBARAN DAN KARAKTERISTIK POHON SARANG KAKATUA JAMBUL KUNING (Cacatua sulphurea parvula) DI PULAU KOMODO, TAMAN NASIONAL KOMODO M Jeri Imansyah Dimas G Anggoro Niken Yangpatra Aris Hidayat
Lebih terperinciUKURAN TUBUH-MAKSIMUM ANTAR POPULASI-TERBATAS-PULAU BIAWAK KOMODO DAN KETERKAITANNYA DENGAN KEPADATAN MANGSA BESAR
UKURAN TUBUH-MAKSIMUM ANTAR POPULASI-TERBATAS-PULAU BIAWAK KOMODO DAN KETERKAITANNYA DENGAN KEPADATAN MANGSA BESAR Tim S. Jessop, Thomas Madsen, Joanna Sumner,Heru Rudiharto, John A. Phillips, dan Claudio
Lebih terperinciMATERI KURSUS 1 DASAR-DASAR SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK STAFF TAMAN NASIONAL KOMODO
MATERI KURSUS 1 DASAR-DASAR SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK STAFF TAMAN NASIONAL KOMODO PERJUMPAAN KOMODO, RUSA, DAN BABI DI LOH LAWI 119 25' 119 26' 119 27' 8 35' $ 8 35' $$ $ $ N 8 36' $ $ $ $ $ $ $
Lebih terperinciPOTENSI MAMALIA BESAR SEBAGAI MANGSA KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens 1912) DI PULAU RINCA TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR
Media Konservasi Vol. 16, No. 1 April 011 : 47 53 POTENSI MAMALIA BESAR SEBAGAI MANGSA KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens 191) DI PULAU RINCA TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR (Big Mammals Potential
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan
Lebih terperinciBiawak Komodo plastis: Respon predator besar terhadap pulau kecil
Biawak Komodo plastis: Respon predator besar terhadap pulau kecil Tim S. Jessop 1,2, Thomas Madsen 3, Claudio Ciofi 4, M. Jeri Imansyah 1, Deni Purwandana 1, Achmad Ariefiandy 1, John A. Phillips 1 1 Conservation
Lebih terperinciPendugaan Parameter Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus 01 Vol. 17 (): 16 131 ISS 0853 417 Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo di Pulau Rinca, Taman asional Komodo (Estimation
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²
KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan
Lebih terperinciSURVEY POTENSI HIDUPAN LIAR TERESTRIAL DI PULAU KOMODO, TAMAN NASIONAL KOMODO 2002
LAPORAN NO 1 SURVEY POTENSI HIDUPAN LIAR TERESTRIAL DI PULAU KOMODO, TAMAN NASIONAL KOMODO 2002 Oleh : M Jeri Imansyah Deni Purwandana Heru Rudiharto Tim Jessop ZOOLOGICAL SOCIETY OF SAN DIEGO THE NATURE
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan
Lebih terperinciTugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali
Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung
Lebih terperinciKeberadaan Burung Gosong Kaki-Oranye (Megapodius reinwardt) di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara
Indonesia Medicus Veterinus 203 2(5) : 479-487 ISSN : 230-7848 Keberadaan Burung Gosong Kaki-Oranye (Megapodius reinwardt) di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara Muhamad Rifaid Aminy, I Gede Soma, Sri
Lebih terperinciGambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah
Lebih terperinciPEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN
PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan
Lebih terperinciIMPLEMENTASI SISTEM JARINGAN WIRELESS SURVEILLANCE UNTUK PEMANTAUAN DAERAH WISATA NASIONAL PULAU KOMODO
I.141 IMPLEMENTASI SISTEM JARINGAN WIRELESS SURVEILLANCE UNTUK PEMANTAUAN DAERAH WISATA NASIONAL PULAU KOMODO YAYA SULAEMAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 2012 LATAR BELAKANG Kondisi yang menjadi latar
Lebih terperinci3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO
35 3 SEBARAN SPASIAL-TEMPORAL IKAN T. sarasinorum DI DANAU MATANO Pendahuluan Sebaran ikan T. sarasinorum di Danau Matano pertama kali dilaporkan oleh Kottelat (1991). Hingga saat ini diketahui terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kerusakan dan hilangnya habitat, perburuan liar, dan bencana alam mengakibatkan berkurangnya populasi satwa liar di alam. Tujuan utama dari konservasi adalah untuk mengurangi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH
KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam penelitian ekologi seringkali seseorang perlu mendapatkan informasi besarnya populasi makhluk hidup di alam, baik di laboratorium, di lapangan seperti : hutan,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai
Lebih terperinciKARAKTERISTIK GUNDUKAN BERTELUR DAN PERILAKU BERTELUR BURUNG GOSONG KAKI-MERAH
KARAKTERISTIK GUNDUKAN BERTELUR DAN PERILAKU BERTELUR BURUNG GOSONG KAKI-MERAH (Megapodius reinwardt Dumont 1823) DI PULAU RINCA, TAMAN NASIONAL KOMODO MARIA ROSDALIMA PANGGUR DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA
Lebih terperinci51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan
Lebih terperinciTUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti
TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang
Lebih terperinciBurung Kakaktua. Kakatua
Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi
Lebih terperinciBentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya. Oleh : Oki Hidayat
Bentuk Interaksi Kakatua Sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Habitatnya Oleh : Oki Hidayat Setiap satwaliar tidak dapat lepas dari habitatnya. Keduanya berkaitan erat dan saling membutuhkan satu
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Program Studi Kehutanan OLEH NIA LESTARI
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KOMODO, KECAMATAN KOMODO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar
Lebih terperinciKEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI
KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)
Lebih terperinciKAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :
19-20 November KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA Yusrina Avianti Setiawan 1), Muhammad Kanedi 1), Sumianto 2), Agus Subagyo 3), Nur Alim
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap berbagai tipe habitat. Berdasarkan aspek lokasi, macan tutul mampu hidup
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),
Lebih terperinciTERMINOLOGI POPULASI. Populasi (bahasa Latin populus =rakyat, atau penduduk). Terminologi :
MATERI AJAR Sifat-sifat populasi Kepadatan populasi dan indeks jumlah relatif Konsep dasar tentang laju (rate) Natalitas dan mortalitas Penyebaran umur populasi TERMINOLOGI POPULASI Populasi (bahasa Latin
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gajah Sumatera merupakan salah satu mamalia besar yang ada di Sumatera dan merupakan satwa yang dilindungi secara nasional maupun internasional. Berdasarkan Redlist yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya
Lebih terperinciMETODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan
III. METODE PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan di Cagar Alam Lembah Harau Sumatera Barat (Gambar 6) pada bulan Mei
Lebih terperinciGambar 2 Peta lokasi penelitian.
0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci
Lebih terperinciEKOSISTEM. Yuni wibowo
EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies
Lebih terperinciSistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)
Sistem Populasi Hama Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Sistem Kehidupan (Life System) Populasi hama berinteraksi dengan ekosistem disekitarnya Konsep sistem kehidupan (Clark et al.
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA
TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki
Lebih terperinciSuhadi Department of Biology, State University of Malang
Berk. Penel. Hayati: ( ), 00 sebaran tumbuhan bawah pada tumbuhan Acacia nilotica (l) Willd. ex Del. di savana bekol taman nasional baluran Suhadi Department of Biology, State University of Malang ABSTRACT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi aktif yang terdapat di Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung paruh bengkok termasuk diantara kelompok jenis burung yang paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok yang ada di Indonesia dikategorikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah
Lebih terperinciKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016
Lebih terperinciEKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA
EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA Jito Sugardjito Fauna & Flora International-IP Empat species Great Apes di dunia 1. Gorilla 2. Chimpanzee 3. Bonobo 4. Orangutan Species no.1 sampai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia
Lebih terperinci2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu
No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber
Lebih terperinciKeanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu
Keanekaragaman dan Ekologi Biawak (Varanus Salvator) di Kawasan Konservasi Pulau Biawak, Idramayu Oleh Lisa Abstract Pulau Biawak yang terletak di Kabupaten Indramyu, Jawa Barat memilki keunikan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-
1 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunung aktif paling aktif di dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-7 tahun sekali merupakan
Lebih terperinciKuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam
Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan
Lebih terperinciWANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC
CURRICULUM VITAE WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC 1 Jabatan Peneliti Peneliti Madya 2 Kepakaran Konservasi Sumberdaya Hutan 3 E-mail wkuswan@yahoo.com 4 Riwayat Pendidikan S1 : Jurusan Konservasi Sumberdaya
Lebih terperinci4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG
4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG 61 4.1 Pendahuluan Indeks resiliensi yang diformulasikan di dalam bab 2 merupakan penilaian tingkat resiliensi terumbu
Lebih terperinci7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan
7. PEMBAHASAN UMUM Morfologi Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi Dari hasil pengamatan selama 12 bulan terhadap perubahan morfologi yang terjadi pada gonad jantan dan betina. Tampak perubahan
Lebih terperinciPROSEDUR STANDAR OPERASI UNTUK MELAKUKAN SURVEI KEPADATAN POPULASI UNTUK OWA-OWA THE ORANGUTAN TROPICAL PEATLAND PROJECT
The Orangutan TropicalPeatland Project SOP Camera Traps Bahasa Indonesia PROSEDUR STANDAR OPERASI UNTUK MELAKUKAN SURVEI KEPADATAN POPULASI UNTUK OWA-OWA THE ORANGUTAN TROPICAL PEATLAND PROJECT Juli 2012
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komodo yang punya nama latin Varanus komodoensis adalah spesies luar biasa yang berhasil survive melampaui rentang waktu yang sangat panjang semenjak jutaan tahun silam.
Lebih terperinciAsrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak
Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung
Lebih terperinciBeruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun
Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar
Lebih terperinciISTILAH UMUM STATISTIKA
ISTILAH UMUM STATISTIKA dan PENYAJIAN DATA BERDASARKAN DAFTAR STATISTIK DAN DIAGRAM By: Kania Evita Dewi ISTILAH UMUM STATISTIKA Statistika ilmu yang berkaitan dengan cara pengumpulan, pengolahan, analisis,
Lebih terperinciTugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /
Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika
Lebih terperinciKONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI
KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI priyambodo@fmipa.unila..ac.id #RIPYongki Spesies dan Populasi Species : Individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling
Lebih terperinci