BAB I PENDAHULUAN. jumlah klorin yang tersedia sebagai desinfektan setelah waktu kontak tertentu.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. jumlah klorin yang tersedia sebagai desinfektan setelah waktu kontak tertentu."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Residu klorin disebut juga dengan klorin bebas atau aktif, dapat diartikan jumlah klorin yang tersedia sebagai desinfektan setelah waktu kontak tertentu. Residu klorin ini terdapat dalam dua bentuk antara lain residu klorin terikat dan residu klorin bebas. Residu klorin ini diketegorikan sebagai zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Selain itu sebagai salah satu syarat untuk memenuhi sanitasi dan hygiene yang baik, maka perlu dilakukan analisa tentang residu klorin ini (Schoefer et al, 2008). Pada proses klorinasi, sebelum berperan sebagai desinfektan, klorin yang ditambahkan akan berperan sebagai oksidator, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi :H 2 S + 4Cl 2 + 4H 2 O H 2 SO 4 + 8HCl. Klorin ini dapat bekerja secara efektif sebagai desinfektan dengan ph 7. Proses penambahan klorin dikenal dengan khlorinasi air. Klorin yang digunakan sebagai desinfektan yaitu gas klor yang berupa molekul klor (Cl 2 ) atau kalsium hipoklorit [Ca(OCl) 2 ). Namun, penambahan klorin yang kurang tepat dapat menimbulkan bau dan rasa pada air (Elly, 2007). Residu klorin dapat membahayakan kesehatan jika terjadi kontaminasi, dari kontaminasi ini, antara lain menyebabkan iritasi kulit, telinga, gangguan paru, kerusakan pada gigi, maupun infeksi pada saluran pernapasan atas, serta dalam 1

2 jangka waktu yang lamajuga dapat menyebabkan kanker. Gangguan paru dan kerusakan gigi juga sering terjadi akibatpaparan gas klorin yang cukup sering, hal ini teutama terjadi di kolam renang indoor. Residu klorin (sisa klor) yang dianjurkan secara kimia agar memenuhi syarat yaitu antara 0,2 0,5 mg/l (Effendi, 2004). Data penelitian yang didapat dari peneliti sebelumnya oleh (Dian Wahyu Cita dan Adriyani, 2009) yaitu khususnya di Jawa Timur kadar residu klorin pada kolam renang rata-rata tidak memenuhi syarat yaitu <0,2 mg/l dan > 0,5 mg/l, yaitu kolam renang Tirta Krida dan GOR Sendang Delta Sidoarjo sehingga banyak menimbulkan keluhan-keluhan dari masyarakat tentang terjadinya iritasi kulit, mata, maupun hidung. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Teddy Permana, 2012) residu klorin yang tidak memenuhi syarat, sehingga menimbulkan keluhan-keluhan iritasi juga terjadi di pengunjung hotel bintang 3 dan 4 di wilayah Yogyakarta, dimana 58,3% mengalami iritasi kulit dan mata setelah berenang,atau sebanyak 28 orang dari total sampel, hampir setemgahnya mengalami hal tersebut. Studi yang pernah dilakukan yaitu studi fungsi pernapasan dan asma, bahwa berenang di air yang di klorinasi dapat mengakibatkan resiko peningkatan penyakit asma, dan keluhan pernafasan, khususnya pada anak-anak. Hal ini terbukti bahwa penggunaan air yang terklorinasi akan menimbulkan banyak keluhan-keluhan kesehatan. Menurut Hudyono dalam Jemik (2014) prevalensi dermatitis kontak di Indonesia sangat bervariasi. Pada studi epidemiologi Indonesia memperlihatkan 2

3 bahwa 97% dari kasus-kasus yang ada, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 37% adalah dermatitis alergi. Menurut Zwiener et al (2007). Bukti epidemiologi terkuat untuk efek kesehatan yang merugikan dari berenang di air kolam yang terklorinasi telah datang dari studi tentang fungsi pernafasan dan asma. Berenang di air kolam yang terklorinasi telah dikaitkan dengan peningkatan epitel paru permeabilitas, risiko pengembangan asma, dan keluhan pernafasan khususnya pada anak-anak. Lagerkvist dkk (2005) menemukan bahwa berenang juga memiliki, efek buruk pada fungsi sel Clara pada anak-anak. Nystad dkk (2006) menemukan hubungan antara bayi yang berenang dengan resiko terjadinya saluran pernapasan berulang dan iritasi kulit. Thickett dkk (2006)menemukan bahwa triklorida nitrogen (trichloramine) di mg/m3di udara kemungkinan sebagai penyebab asma pada dua penjaga kolam renang maupun guru renang. Nitrogen triklorida paparan dari berenang juga telah dikaitkan denganberbagai perubahan biomarker yang merugikan di paru-paru selain asma(32, 60). Nitrogen triklorida juga menjadi penyebab iritasi mata, kulit dansaluran pernapasan bagian atas yang dilaporkan oleh penjaga kolam renang dan perenang. Pusaran air mandi terklorinasi telah terbukti meningkatkan reaktivitas saluran napas pada penderita asma ringan. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dari Illinois Public Health (2007) didapatkan kelompok perenang secara bermakna lebih sering mengalami infeksi mata, telinga dan infeksi kulit dibandingkan dengan yang bukan perenang, sedangkan menurut CDC (2013) berbagai penyakit seperti infeksi saluran cerna, 3

4 infeksi mata, infeksi pernapasan, infeksi kulit, bahkan infeksi otak dapat ditularkan melalui kolam renang. Berbagai macam masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat residu klorin dalam kolam renang, seharusnya para pengelola kolam renang harus memperhatikan standart kualitas dari air tersebut meliputi parameter fisik, kimia, maupun biologis, serta melakukan upaya pengendalian resiko pencemaran pada kolam renang, seperti melakukan pemeriksaan yang teratur dengan mengacu pada peraturan yang ada. Seperti halnya mengukur kadar klorin pada siang hari dan melakukan penambahan klorin, sehingga diharapkan kadar residu klorin berkisar 0,2 0,5 mg/l, dan memenuhi syarat (Cita dan Adriyani, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh peneliti pada tanggal 9 November 2014, di tiga kolam renang yaitu Sengkaling, Tlogomas, serta Lembah Dieng, diperoleh data di kolam renang Sengkaling dari 16 pengunjung, 4 diantaranya setelah berenang mengeluhkan gatal-gatal, 9 orang mengalami kemerahan, dan 3 orang sisanya tidak mengalami iritasi kulit. Sedangkan di kolam renang Tlogomas dari 8 orang, diantaranya 5 orang mengalami gatal-gatal, dan sisanya tidak mengalami iritasi sama sekali, dan di kolam renang Lembah Dieng diperoleh data dari 10 orang, diantaranya 3 orang mengatakan gatal-gatal setelah berenang, 7 orang mengatakan merah-merah bahkan sampai seluruh tubuh. Studi pendahuluan ini juga memperoleh informasi tentang sistem pengurasan pada kolam renang di berbagai tempat. Rata rata menguras dilakukan 2 kali dalam seminggu. Kolam renang di Sengkaling misalnya kolam renang PP ( pesona primitif) dikuras setiap hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat, kolam renang Tirta 4

5 Alam dikuras setiap Senin dan Kamis, kolam renang Tirta Sari dikuras setiap Senin dan Jumat, sedangkan untuk proses pemberian desinfektanya (kaporit) diberikan setelah kolam renang dikuras dan dikeringkan, selanjutnya diberikan kaporit sebanyak 2-3 sendok takaran tergantung pengelola masing-masing kolam renang tersebut. Akan tetapi pada musim hujan takaran kaporit akan bertambah sebagai desinfektan antara 4-5 sendok takar karena kolam akan cepat kotor, dan tumbuh alga. Studi pendahuluan kedua yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 Desember 2014, diperoleh data di kolam renang Tlogomas jadwal pengurasan setiap hari Rabu setiap minggunya, dan kemudian hari Kamisnya tutup, akan tetapi untuk pemberian desinfektanya dilakukan setiap hari. Sedangkan untuk kolam renang Lembah Dieng juga dilakukan satu minggu sekali pengurasan. Pemberian desinfektan dilakukan setiap hari jika musim penghujan dan pengunjungnya banyak. Berdasarkan studi pendahuluan ke kolam renang, ratarata desinfekan yang digunakan yaitu kaporit jenis serbuk. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 30 Maret 2015 ke kolam renang klub yaitu Gajahyana serta Rampal. Berdasarkan wawancara dengan beberapa perenang di kolam renang Gajahyana dari 15 orang, hampir 50% mengatakan pernah merasakan iritasi kulit, akan tetapi iritasi kulitnya hanya terasa kering, kusam, dan terasa gatal-gatal. Sedangkan di kolam renang Rampal diperoleh data dari 10 orang yang berhasil diwawancara, 4 orang hanya mengalami kulit terasa kering dan kusam, 3 orang mengatakan kulitnya terasa gatal-gatal dan terasa kering, dan sisanya tidak pernah mengalami iritasi 5

6 kulit. Para perenang juga mengatakan, iritasi kulit yang dideritanya tidak sampai parah akan tetapi hanya ± 1 hari sudah sembuh. Sistem pengurasan pada kolam renang dilakukan berbeda-beda, hal ini dibuktikan penulis dengan melakukan studi pendahuluan pada bulan April 2015 di 5 kolam renang, yaitu Tlogomas, Sengkaling, Lembah Dieng, Gajayana, serta Rampal. Kolam renang Tlogomas sistem pengurasannya yaitu setiap hari Rabu, Lembah Dieng hari minggu sore setelah kolam renang tutup, Gajayana setiap hari jumat tetapi sistem pengurasan pada kolam renang ini berbeda karena melalui sistem sirkulasi, sedangkan kolam renang Rampal sistem pengurasannya yaitu setiap 1 bulan sekali yaitu setiap hari jumat juga. Proses pemberian klorin/kaporit dari setiap kolam renang juga berbeda, ada yang sesuai standart, dan ada juga yang tidak sesuai dengan standartnya yaitu hanya menggunakan perkiraan. Di kolam renang Tlogomas sistem pemberianya secara perkiraan, ± 1,5 kg/hari, akan tetapi jika pengunjung sepi pemberian kaporit akan dikurangi karena faktor financial. Berdasarkan wawancara dengan pengunjung salah satu kolam renang diperoleh data bahwa rata-rata perenang mengalami iritasi kulit setelah pulang dari kolam renang, dan tidak seketika setelah berenang. Pengunjung kolam renang juga mengatakan hanya mengalami kulit terasa kusam dan kering seketika setelah berenang. Setiap kolam renang menggunakan desinfektan klorin dengan takaran yang berbeda-beda, sehingga memiliki kadar residu klorin yang berbeda pula. Kadar klorin tersebut jika melampaui nilai ambang batasnya akan berdampak 6

7 buruk bagi kesehatan. Hal inilah yang jarang diperhatikan oleh beberapa kalangan termasuk pengelola kolam renang, sehingga masalah itulah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Residu Klorin Kolam Renang Terhadap Terjadinya Iritasi Kulit Pada Perenang di Kota Malang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah Apakah Ada Pengaruh Residu Klorin Kolam Renang terhadap Terjadinya Iritasi Kulit Pada Perenang di Kota Malang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis pengaruh residu klorin kolam renang terhadap terjadinya iritasi kulit pada perenang di Kota Malang Tujuan Khusus 1.Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, status pekerjaan, serta frekuensi berenang 2.Mengidentifikasi angka kejadian iritasi kulit akibat residu klorin kolam renang di Kota Malang 3.Mengidentifikasi kadar residu klorin kolam renang di Kota Malang 4. Menganalisis pengaruh residu klorin kolam renang terhadap terjadinya iritasi kulit pada perenang di Kota Malang. 7

8 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang pengaruh klorin di kolam renang terhadap terjadinya iritasi kulit, dan mampu memahami lebih jelas tentang keperawatan komunitas, karena langsung terjun ke masyarakat. 2. Bagi Institusi pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan diskusi dalam bidang mata kuliah keperawatan komunitas khususnya komunitas sebagai sarana rekreasi/community as recreation, dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya. 3. Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi kepada masyarakat/pengguna kolam renang tentang dampak dari klorin, agar para pengguna kolam renang lebih berhati-hati lagi, dan selalu memperhatikan kebersihan diri setelah berenang agar dampak klorin tidak sampai parah, dan sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (APD) saat berenang untuk mecegah timbulnya keluhan kesehatan setelah berenang. 4. Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan topik yang berkaitan dengan pengaruh atau dampak dari klorin di kolam renang, atau kandungan zat-zat kimia selain klorin.yang digunakan sebagai desinfeksi di kolam renang. 8

9 5. Bagi Dinas Kesehatan Kota Malang Sebagai masukan untuk pegawai Dinkes dalam melakukan pengawasan sanitasi terhadap kolam renang umum secara berkala agar kolam renang aman digunakan dan memenuhi syarat sanitasinya. 6. Bagi Pengelola Kolam Renang Sebagai sumber informasi bagi para pengelola kolam renang dalam mengelola kualitas air kolam renangnya agar sesuai standart sanitasinya. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh residu klorin terhadap terjadinya iritasi kulit di Kolam Renang, belum pernah di teliti sebelumnya, adapun penelitian yang telah dilakukan terkait dengan penelitian ini antara lain : 1. Ika Nining Setyawati (2004), yaitu Pengaruh Jumlah Kolam Renang Terhadap kadar sisa Klor di Kolam Renang Umbang Tirta di Kota Madya Yogyakarta dengan metode survei dan cross sectional. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji korelasi product moment dan analisa regresi. Hasil perhitungan korelasidiperoleh nilai r sebesar 0,864 pada taraf signifikasi 0,05 dan dari hasil perhitungan regresi didapat Y=0,072 2, X. Hasil pengujian hipotesa dengan uji korelasi diperoleh harga r hitung lebih besar dari r tabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pemakai kolam renang dengan kadar sisa klor air kolam renang. Dari harga r diperoleh koefisiensi determinasi sebesar 0,75 yang berarti bahwa variabel kadar sisa khlor 75 % dipengaruhi jumlah pemakai kolam renang dan 25 % 9

10 dipengaruhi faktor lain, yaitu antara lain : sinar matahari, waktu kontak, suhu air, ph, mikroorganisme dan jumlah klor aktif yang ada. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saya yaitu variabel yang digunakan. Variabel independepen dan dependenya pada penelitian diatas yaitu jumlah pemkai kolam renang dan sisa klor, sedangkan variabel dalam penelitian saya residu klorin dan iritasi kulit.akan tetapi, kedua penelitian ini sama-sama meneliti tentang kadar residu klorin pada kolam renang. 2. Dian Wahyu Cita dan Adriyani (2009), yaitu Kualitas Air dan Keluhan Kesehatan Pengguna Kolam Renang Di Sidoarjo. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif, dan menggunakan metode cross sectional. Penelitian ini dilakukan bulan Maret Juni Populasi dari penelitian ini adalah air kolam renang Tirta Krida dan GOR Sendang Delta, serta masyarakat pengguna kolam renang tersebut. Sampel diambil secara sistematik random sampling. Hasil penelitian ini, parameter air kolam renang keduanya tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kolam renang Tirta Krida residu klorinnya setelah klorinasi sebesar 4,6 mg/l, sedangkan kadar residu klorin sesudah digunakan pengunjung sebesar 0,175 mg/l, sedangkan di kolam renang GOR Sendang residu klorinnya sebesar 2,175 mg/l setelah klorinasi, dan 0,1375 mg/l sesudah digunakan pengunjung. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini yaitu variabel yang digunakan. Pada penelitian ini variabel independennya yaitu jumlah residu klorin, sedangkan variabel dependennya yaitu iritasi kulit, tetapi penelitian keduanya sama-sama meneliti tentang jumlah residu klorin pada kolam renang. 10

11 11

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak, bahkan orang dewasa pun menyukainya. Tempat tujuan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak, bahkan orang dewasa pun menyukainya. Tempat tujuan utama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bermain di air menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan, tidak hanya untuk anak-anak, bahkan orang dewasa pun menyukainya. Tempat tujuan utama yang sering dikunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disinfeksi setelah waktu kontak tertentu (Chandra, 2009 : 50), sedangkan klorin atau

BAB I PENDAHULUAN. disinfeksi setelah waktu kontak tertentu (Chandra, 2009 : 50), sedangkan klorin atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Residu klorin/chlorine residual adalah jumlah klorin yang tersedia sebagai disinfeksi setelah waktu kontak tertentu (Chandra, 2009 : 50), sedangkan klorin atau natrium

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. renang setidaknya seminggu sekali, 55% anak anak (umur 5 9 tahun)

BAB 1 : PENDAHULUAN. renang setidaknya seminggu sekali, 55% anak anak (umur 5 9 tahun) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegunaan air bersih bagi manusia dan sebagian besar penduduk terutama untuk keperluan rumah tangga, industri, pertanian, mandi dan mencuci serta dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

KUALITAS AIR DAN KELUHAN KESEHATAN PENGGUNA KOLAM RENANG DI SIDOARJO

KUALITAS AIR DAN KELUHAN KESEHATAN PENGGUNA KOLAM RENANG DI SIDOARJO KUALITAS AIR DAN KELUHAN KESEHATAN PENGGUNA KOLAM RENANG DI SIDOARJO Water Quality and Health Complains from Swimming Pool Users in Sidoarjo Dian Wahyu Cita dan Retno Adriyani Departemen Kesehatan Lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR KLORIN PADA AIR KOLAM RENANG DI TEMPAT WISATA GORONTALO. Liansyah S. Pakaya, Herlina Jusuf, Ramly Abudi 1

ANALISIS KADAR KLORIN PADA AIR KOLAM RENANG DI TEMPAT WISATA GORONTALO. Liansyah S. Pakaya, Herlina Jusuf, Ramly Abudi 1 ANALISIS KADAR KLORIN PADA AIR KOLAM RENANG DI TEMPAT WISATA GORONTALO Liansyah S. Pakaya, Herlina Jusuf, Ramly Abudi 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SISA KLOR DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT DAN MATA PADA PEMAKAI KOLAM RENANG HOTEL DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA

HUBUNGAN SISA KLOR DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT DAN MATA PADA PEMAKAI KOLAM RENANG HOTEL DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA KESMAS ISSN : 1978-0575 1 HUBUNGAN SISA KLOR DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT DAN MATA PADA PEMAKAI KOLAM RENANG HOTEL DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA Teddy Permana, Dyah Suryani Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Hidayatullah dkk., 2013). Kompetisi renang mulai diadakan di Olympics pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Hidayatullah dkk., 2013). Kompetisi renang mulai diadakan di Olympics pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Renang merupakan gerakan yang dilakukan oleh manusia ketika berada di air yang dapat digunakan sebagai kegiatan olahraga maupun rekreasi (Fransinata dan Marsudi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius,

BAB I PENDAHULUAN. kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tadi tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Kontak akibat kerja merupakan suatu keadaan kulit yang disebabkan oleh paparan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini terjadi pada pekerja yang terpapar

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dari proses produksi terkadang mengandung potensi bahaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dari proses produksi terkadang mengandung potensi bahaya yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi sekarang ini, perkembangan teknologi dapat mendorong kemajuan di bidang industri. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya mesin dan bahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan ada sekitar 2,34 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN. 6.1 Dampak Adanya Industri Terhadap Kualitas Lingkungan di Kelurahan Nanggewer

ESTIMASI NILAI KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN. 6.1 Dampak Adanya Industri Terhadap Kualitas Lingkungan di Kelurahan Nanggewer VI. ESTIMASI NILAI KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN 6.1 Dampak Adanya Industri Terhadap Kualitas Lingkungan di Kelurahan Nanggewer Ada dua dampak yang diberikan akibat keberadaan industri diantara pemukiman

Lebih terperinci

HIGEIA: JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT

HIGEIA: JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT HIGEIA 1 (1) (2017) HIGEIA: JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia KONDISI SANITASI LINGKUNGAN KOLAM RENANG, KADAR SISA KHLOR, DAN KELUHAN IRITASI

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum. 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai pembangunan nasional tersebut maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang paling umum diderita pada setiap individu. Frekuensi ISPA secara umum terjadi dua kali lebih sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling sering mengenai bayi dan anak. Bayi yang masih sangat muda akan sangat mudah tertular, penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri mempunyai peranan penting yang sangat besar dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Banyak industri kecil dan menengah baik formal maupun informal mampu menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu penyakit yang dialami siswa dimana merupakan salah satu masalah kesehatan yang menonjol di masyarakat adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan manusia paling penting. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Kebutuhan air untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup untuk dapat menjalankan segala aktivitasnya. Pengaruh air sangat luas bagi kehidupan, khususnya untuk makan dan minum. Orang

Lebih terperinci

HUBUNGAN JUMLAH PERENANG DENGAN KANDUNGAN SISA KLOR PADA AIR KOLAM RENANG

HUBUNGAN JUMLAH PERENANG DENGAN KANDUNGAN SISA KLOR PADA AIR KOLAM RENANG HUBUNGAN JUMLAH PERENANG DENGAN KANDUNGAN SISA KLOR PADA AIR KOLAM RENANG Fadila Harariet, Darmiah, Imam Santoso Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan Jl. H. Mistar Cokrokusumo No.1A

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416 / MENKES / PER / 1990, tentang syarat-syarat kualitas air disebutkan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya volume dan kapasitas paru-paru manusia hanya dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Tetapi selain itu, faktor penyakit dan aktifitas seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konjungtivitis adalah inflamasi pada konjungtiva yang ditandai dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013). Penyakit ini dapat dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tenaga kerja yang bekerja di sektor industri informal dan formal. Banyak industri kecil dan menengah harus bersaing dengan industri besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 tahun 2008, rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai bahaya potensial

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian ASI eksklusif sejak hari pertama tidak selalu mudah karena banyak wanita menghadapi masalah dalam melakukannya. Keadaan yang sering terjadi pada hari

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE, HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE, DAN SUMBER AIR BERSIH DENGAN GEJALA PENYAKIT KULIT JAMUR DI KELURAHAN RANTAU INDAH WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENDANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2013 *V.A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru-paru merupakan alat ventilasi dalam sistem respirasi bagi tubuh, fungsi kerja paru dapat menurun akibat adanya gangguan pada proses mekanisme faal yang salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang sedang dihadapi oleh berbagai negara. Pencemaran udara terjadi karena meningkatnya industri, perubahan perilaku dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian infestasi kutu kepala di Indonesia cukup tinggi karena sering menyerang masyarakat luas, hal ini berkaitan dengan iklim negara kita yang tropis dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah sumber dasar

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah sumber dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan, baik itu kehidupan manusia maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah sumber dasar untuk kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan bagian terpenting dan mendasar kehidupan manusia. Sejak dilahirkan manusia sudah berada dalam lingkungan baru dan asing baginya. Dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). Kelainan saluran

Lebih terperinci

Mengapa disebut sebagai flu babi?

Mengapa disebut sebagai flu babi? Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan. Tanpa adanya usaha-usaha pengawasan dan pencegahan yang sangat cepat, usaha-usaha di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan transportasi, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa

Lebih terperinci

ISSN No Media Bina Ilmiah 1

ISSN No Media Bina Ilmiah 1 ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 1 PENGARUH LAMA WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KADAR SISA KLOR PADA AIR YANG TELAH DIKLORINASI DENGAN KALSIUM HYPOKLORIT (KAPORIT) Oleh: Ida Bagus Rai Wiadnya Dosen pada

Lebih terperinci

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (MASKER) DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK TRADISIONAL DI KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN Skripsi KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : 08.0285.S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected Infectious Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi yang endemis pada masyarakat miskin atau

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT SKABIES TERHADAP PERUBAHAN SIKAP PENDERITA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel bebas Variabel terikat Suhu Udara Kelembaban Udara Keluhan Sick Building Syndrome Angka Total Mikrobiologi Udara Gambar 3.1 Kerangka konsep B. Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu yang berada

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fasilitas pelayanan kesehatan yang membuang air limbahnya tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dan fasilitas pelayanan kesehatan yang membuang air limbahnya tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukan gejala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen hidup yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tanpa minum manusia

Lebih terperinci

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan Umumnya gejala yang timbul seolah-olah ada benda asing di mata, mata terasa nyeri, gatal atau merah, mata terasa lengket, kornea mata lecet atau terdapat goresan, mata terasa seperti terbakar dan sensitif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengukur pencapaian keseluruhan negara. Pencapaian ini meliputi 3

BAB 1 PENDAHULUAN. mengukur pencapaian keseluruhan negara. Pencapaian ini meliputi 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks

Lebih terperinci

TINJAUAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN KOLAM RENANG, KADAR SISA KHLOR, DAN KELUHAN IRITASI MATA PADA PERENANG DI KOLAM RENANG UMUM KOTA SEMARANG TAHUN

TINJAUAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN KOLAM RENANG, KADAR SISA KHLOR, DAN KELUHAN IRITASI MATA PADA PERENANG DI KOLAM RENANG UMUM KOTA SEMARANG TAHUN TINJAUAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN KOLAM RENANG, KADAR SISA KHLOR, DAN KELUHAN IRITASI MATA PADA PERENANG DI KOLAM RENANG UMUM KOTA SEMARANG TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan, dalam UU RI no 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kesehatan baik persyaratan fisik, kimia, bakteriologis, dan radioaktif.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kesehatan baik persyaratan fisik, kimia, bakteriologis, dan radioaktif. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air memegang peranan penting bagi kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan jasad-jasad lain. Air yang kita perlukan adalah air yang memenuhi persyaratan kesehatan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)

Lebih terperinci

DISINFEKSI DAN NETRALISASI

DISINFEKSI DAN NETRALISASI DISINFEKSI DAN NETRALISASI PROSES Disinfeksi ADALAH PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN TUJUAN UNTUK MEMBUNUH MIKROORGANISME (BAKTERI) DALAM AIR YANG MENYEBABKAN PENYAKIT Cara-cara Disinfeksi 1. Cara Fisik a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan menjadi masalah utama baik di pedesaan maupun di perkotaan. Khususnya di negara berkembang pencemaran udara yang disebabkan adanya aktivitas dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimasak, kini masyarakat mengkonsumsi air minum isi ulang (AMIU).

BAB I PENDAHULUAN. yang dimasak, kini masyarakat mengkonsumsi air minum isi ulang (AMIU). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka kebutuhan air juga meningkat. Jumlah penduduk di Indonesia tahun 2014 sebesar 2.763.632 jiwa. Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini tentunya berdampak langsung pula pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air rob merupakan fenomena meluapnya air laut ke daratan. Tarikan bulan dan matahari menjadi jauh lebih besar dibandingkan waktu lainnya ketika bulan, bumi, matahari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida semakin lama semakin tinggi terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin. Negara-negara berkembang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan industri di Indonesia semakin pesat, terlebih industri yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan industri di Indonesia semakin pesat, terlebih industri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan industri di Indonesia semakin pesat, terlebih industri yang mengelola hasil pertanian dan perkebunan. Pesatnya perkembangan industri tersebut mampu meningkatkan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah mengetahui mengenai dermatitis. Beberapa penelitian tentang dermatitis telah dilakukan sehingga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari air. Pada tubuh orang dewasa, sekitar % berat badan terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari air. Pada tubuh orang dewasa, sekitar % berat badan terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, khususnya bagi manusia yang selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara berkembang termasuk Indonesia dan merupakan penyebab kematian ibu dan anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pemasaran (Manuaba, 1983). Aspek yang kurang diperhatikan bahkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pemasaran (Manuaba, 1983). Aspek yang kurang diperhatikan bahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi terjadi peningkatan persaingan usaha yang menyebabkan kebanyakan pengusaha lebih memperhatikan masalah permodalan, manajemen, dan pemasaran

Lebih terperinci

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. PHBS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kebutuhan dasar manusia. Personal hygiene atau kebersihan diri

BAB I PENDAHULUAN. satu kebutuhan dasar manusia. Personal hygiene atau kebersihan diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia Keperawatan, personal hygiene merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan di antaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggitingginya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri saat ini makin berkembang, dari satu sisi memberi dampak positif berupa bertambah luasnya lapangan kerja yang tersedia dan meningkatnya pendapatan masyarakat.

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 4, Desember 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 4, Desember 2017 ISSN ANALISIS KANDUNGAN JAMUR CANDIDA ALBICANS TERHADAP SANITASI TOILET UMUM DI PASAR KOTA BOJONEGORO Juwita Esthi Utami Rusmiati Fitri Rokhmalia Suprijandani ABSTRAK Candidiasis merupakan suatu infeksi yang

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang The Global Initiative For Asthma (GINA) menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari asma sedunia. Semakin meningkatnya jumlah penderita asma di dunia membuat berbagai badan

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO KEJADIAN IRITASI MATA PADA PENGGUNA KOLAM RENANG X DI KOTA SEMARANG

FAKTOR RISIKO KEJADIAN IRITASI MATA PADA PENGGUNA KOLAM RENANG X DI KOTA SEMARANG FAKTOR RISIKO KEJADIAN IRITASI MATA PADA PENGGUNA KOLAM RENANG X DI KOTA SEMARANG Bayu Wicaksono, Budiyono, Onny Setiani Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring tetapi kebanyakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross sectional, dimana peneliti

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross sectional, dimana peneliti BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross sectional, dimana peneliti menekankan

Lebih terperinci